Pada materi sebelumnya, kita sudah mempelajari tentang Hakikat Fisika, Metode
Ilmiah, dan keselamatan kerja. Salah satu hakikat fisika adalah sebagai proses ilmiah atau a
way of thinking, dimana salah satu langkah yang harus dilakukan adalah melakukan
pengukuran. Dalam melakukan pengukuran, kita memerlukan besaran-besaran yang harus
diukur. Besaran terdiri dari nilai dan juga satuan. Oleh karena itu, sebelum melakukan
pengukuran kita perlu mempelajari apa itu besaran dan satuan dalam fisika. Selain itu, kita
juga akan belajar tentang dimensi, alat ukur, ketidakpastian dan kesalahan dalam pengukuran,
serta angka penting dan notasi ilmiah.
2. Satuan
Satuan merupakan salah satu komponen besaran yang menjadi standar dari
suatu besaran. Dalam suatu besaran terkadang memiliki lebih dari satu satuan.
Misalnya, besaran panjang ada yang menggunakan satuan inci, kaki, mil, hasta,
jengkal, dan sebagainya. Untuk massa dapat menggunakan satuan ton, kilogram,
gram, dan sebagainya. Penggunaan bermacam-macam satuan untuk suatu besaran ini
menimbulkan kesukaran. Kesukaran pertama adalah diperlukannya bermacam-macam
alat ukur yang sesuai dengan satuan yang digunakan. Kesukaran kedua adalah
kerumitan konversi dari satu satuan ke satuan lain, misalnya dari jengkal ke kaki.
Akibat kesukaran tersebut, muncul gagasan untuk menggunakan hanya satu
jenis satuan untuk besaran-besaran dalam ilmu pengetahuan alam dan teknologi.
Suatu perjanjian internasional telah menetapkan satuan sistem internasional
(International System of Units) atau disingkat satuan SI. Satuan SI adalah satuan yang
diakui penggunaannya secara internasional serta memiliki standar yang sudah baku.
Satuan dari tiap besaran pokok ditetapkan berdasarkan suatu standar yang
telah ditetapkan oleh para ahli. Standar untuk setiap besaran pokok yang berlaku saat
ini adalah:
a. Satu meter adalah panjang lintasan yang ditempuh cahaya dalam ruang
1
hampa selama sekon (ditetapkan tahun 1983).
299792458
b. Satu kilogram adalah massa sebuah silinder logam yang terbuat dari
Platina Iridium yang disimpan pada Lembaga Internasional tentang berat
dan ukuran di Sevres, Perancis (ditetapkan tahun 1887).
c. Satu sekon adalah waktu yang diperlukan sebuah atom Cesium 133 untuk
bergetar sebanyak 9.192.631.770 kali (ditetapkan tahun 1967).
d. Satu ampere adalah kuat arus pada dua penghantar sejajar yang berjarak 1
meter di hampa udara sehingga menimbulkan gaya sebesar 2 ×10−7 newton
setiap meter.
1
e. Satu Kelvin adalah kali suhu titik tripel air (ditetapkan tahun
273.16
1954). Titik tripel merupakan titik yang menyatakan temperatur dan
tekanan saat terdapat kesetimbangan antara uap, cair, dan padat suatu
bahan
f. Satu candela adalah intensitas cahaya suatu sumber yang memancarkan
radiasi monokromatik pada frekuensi 540 ×1012 Hertz dengan intensitas
1
radiasi sebesar watt per steradian dalam arah tersebut (ditetapkan
683
tahun 1979)
g. Satu mol adalah jumlah atom karbon dalam 0.012 kg karbon-12 (C-12).
Satu mol terdiri atas 6.025 ×1023 buah partikel. Nilai ini disebut bilangan
Avogadro (ditetapkan tahun 1971).
Selain pada besaran pokok, satuan juga terdapat pada besaran-besaran turunan.
Tabel berikut menampilkan beberapa contoh besaran turunan beserta satuannya.
Contoh 1
Diameter sebuah atom adalah 3,2 ×10−10 m. Nyatakan diameter tersebut dalam
awalan yang terdekat!
Jawab:
−10
3,2 ×10 m = 0 , 32× 10−9 m = 0,32 nm
atau
−10
3,2 ×10 m = 320 ×10−12 m = 320 pm
Contoh 2
Kecepatan seorang pembalap sepeda yaitu 72 km/jam. Berapakah kecepatannya
jika dinyatakan dalam satuan SI?
Jawab:
Satuan SI dari kecepatan adalah m/s. Berarti, kita perlu melakukan
konversi agar dapat memperoleh kecepatan pembalap dalam satuan m/s.
1 km = 103 m dan 1 jam = 3.600 s
Maka:
72 ×103 m
72 km/jam = = 20 m/s
1× 3.600m
Jadi, kecepatan pembalap sepeda jika dinyatakan dalam satuan SI adalah 20 m/s
Selain contoh di atas, ada juga satuan-satuan lain yang dapat dikonversi
menjadi bentuk satuan lainnya. Beberapa contoh yang sering digunakan dalam fisika
seperti pada tabel berikut.
Contoh 3
Sebuah mesin kalor dapat menyerap kalor sebesar 10.000 J dari sebuah reservoir
panas. Nyatakan kalor yang dapat diserap oleh mesin tersebut dalam satuan kalori
(kal) !
Jawab:
1 kal = 4,184 J. Kedua ruas dibagi dengan 4,184 maka diperoleh 1 J =
0,239 kal,, sehingga:
10.000 J = 10.000 x 0.239 kal = 2.390 kal
Jadi, mesin kalor tersebut dapat menyerap kalor 10.000 J yang setara dengan
2.390 kal
4. Dimensi
Dimensi adalah cara penulisan suatu besaran dengan menggunakan simbol
(lambang) besaran pokok. Dimensi suatu besaran menunjukkan cara besaran itu
tersusun dari besaran-besaran pokok. Apapun jenis satuan yang digunakan pada suatu
besaran tidak akan memengaruhi dimensi besaran tersebut. Sebagai contoh, besaran
panjang memiliki satuan internasional meter (m), tetapi dapat pula dinyatakan dengan
satuan lain yang bukan satuan internasional misalnya cm, km, atau ft. Semua satuan
panjang tersebut mempunyai dimensi yang sama yaitu L.
Dimensi besaran pokok dinyatakan dengan lambang huruf tertentu dan diberi
kurung persegi (Tabel 5). Dimensi suatu besaran turunan ditentukan oleh rumus
besaran turunan tersebut jika dinyatakan dalam besaran-besaran pokok. Untuk
mengetahui cara menentukan dimensi suatu besaran turunan, perhatikan Contoh 4.
Contoh 4
Tentukanlah dimensi dari besaran percepatan (a)
Jawab:
v
Rumus dari percepatan adalah a= , dengan v adalah kecepatan dan t
t
adalah waktu, sehingga dimensi dari percepatan adalah
dimensi kecepatan
dimensi waktu
Kecepatan juga merupakan besaran turunan sehingga pertama-tama kita
s
perlu mencari dimensi kecepatan. Rumus kecepatan (v) adalah v=
t
dengan s adalah perpindahan dan t adalah waktu. Dimensi dari
perpindahan sama dengan dimensi panjang yaitu [L] dan dimensi dari
waktu adalah [T], sehingga diperoleh dimensi dari kecepatan yaitu:
s
v=
t
[L] −1
[ v ]= =[ L ][ T ]
[T ]
Setelah memperoleh dimensi dari kecepatan, maka dapat diperoleh
dimensi dari percepatan yaitu
v
a=
t
−1
[ L ][ T ] −2
[ a ]= = [ L ] [T ]
B. Pengukuran
Pengukuran adalah kegiatan membandingkan nilai besaran yang diukur dengan
besaran sejenis yang ditetapkan sebagai satuan. Dalam fisika, pengukuran memegang
peranan penting dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Teori apapun yang
dikembangkan dalam fisika maupun ilmu lain harus dapat dibuktikan dengan pengukuran.
Pada bagian ini, akan dibahas mengenai alat-alat ukur serta ketidakpastian dan kesalahan
dalam pengukuran.
1. Alat-alat ukur
a. Alat Ukur Panjang
(1) Mistar
Cara mengukur dengan mistar atau meteran sangat sederhana. Pertama,
tempatkan angka 0 pada mistar tepat di salah satu ujung benda yang akan
diukur. Kedua, Bacalah skala pada mistar yang berimpitan dengan ujung
kedua benda. Skala tersebut mengungkapkan panjang benda yang diukur.
Jarak antara dua gores pendek berdekatan pada mistar yang sering kita
gunakan adalah 1 mm atau 0.1 cm. Nilai ini menyatakan skala terkecil mistar.
Ketidakpastian mistar adalah setengah dari skala terkecilnya, yaitu:
1
×1 mm=0.5 mm atau 0.05 cm
2
(2) Jangka Sorong
Jangka sorong merupakan alat untuk mengukur panjang, tebal,
kedalaman lubang, diameter luar, maupun diameter dalam suatu benda. Bagian
penting pada jangka sorong yang perlu kita ketahui adalah rahang tetap,
rahang, geser, skala utama, dan skala nonius. Bagian tersebut dapat dilihat
pada gambar berikut.
Gambar 1. Bagian Jangka Sorong
Pada bagian utama jangka sorong, terdapat skala utama. Skala utama biasanya
memiliki satuan cm, dan mempunyai panjang 1 cm yang terbagi menjadi 10
skala dengan jarak antara skala pertama dan skala kedua adalah 0,1 cm.
Rahang tetap adalah rahang yang tidak dapat digerakkan ketika melakukan
pengukuran. Rahang geser adalah rahang yang dapat digeser atau disesuaikan
sesuai dengan ukuran barang yang akan diukur. Pada rahang geser terdapat
skala nonius. Skala nonius mempunyai panjang 9 mm yang terbagi menjadi 10
skala, dengan jarak antara skala pertama dan skala kedua adalah 0,1 mm. Jadi,
skala terkecil dari jangka sorong adalah 0,1 mm atau 0,01 cm. Ketidakpastian
jangka sorong adalah setengah dari skala terkecilnya, yaitu:
1
×0,1 mm=0,05 mm atau 0.005 cm
2
Cara membaca hasil pengukuran menggunakan jangka sorong dapat mengikuti
langkah berikut:
- Skala utama yang berada sebelum skala nol pada skala nonius adalah 2,5
cm.
- Skala nonius yang segaris dengan garis skala utama adalah skala keenam,
sehingga 6 x 0,1 mm = 0,6 mm atau 0,06 cm
- Jadi, hasil pengukuran tersebut adalah 2,5 cm + 0,06 cm = 2,56 cm
(3) Mikrometer sekrup
Mikrometer sekrup biasa digunakan untuk mengukur ketebalan benda
yang relatif tipis, misalnya kertas, seng, dan karbon. Mikrometer sekrup
memiliki dua jenis skala seperti jangka sorong, yaitu skala utama dan skala
nonius.
- Skala utama yang nampak atau berada di samping skala nonius adalah 6
mm
- Garis pada skala nonius yang berimpit dengan garis horizontal skala utama
adalah garis ke 48, sehingga 48 x 0,01 mm = 0,48 mm
- Jadi, hasil pengukuran tersebut adalah 6,48 mm
Ketidakpastian mikrometer sekrup dapat dihitung menggunakan rumus
setengah dari skala terkecilnya
1
×0,01 mm=0,005 mm
2
2. Melakukan Pengukuran
a. Ketidakpastian Dalam Pengukuran.
Tujuan dilakukannya pengukuran adalah untuk memperoleh nilai benar dari
suatu besaran. Pengukuran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
pengukuran tunggal atau dengan pengukuran berulang. Pada pengukuran tunggal,
hasil ukur dapat langsung diperoleh serta nilai ketidakpastian dari hasil ukur
biasanya dihitung menggunakan rumus setengah dari skala terkecil dari alat ukur
yang digunakan. Namun, untuk memperoleh hasil ukur yang akurat seringkali
dilakukan beberapa kali pengukuran atau pengukuran berulang. Pada pengukuran
berulang, hasil akhir didekati dengan nilai rata-rata dari setiap data hasil
pengukuran atau sampel. Ketidakpastian dari pengukuran berulang dapat
diperoleh melalui proses perhitungan. Hasil akhir pengukuran suatu besaran dapat
dituliskan
x=( x ± S x )
dengan x adalah rata-rata dari hasil pengukuran dan S x adalah ketidakpastiannya.
Penulisan di atas perlu dilengkapi dengan satuan dari besaran yang diukur. Satuan
ditulis di luar tanda kurung. Nilai rata-rata dari sampel dapat dihitung
menggunakan persamaan:
Σ x i x 1 + x 2+ x3 +…+ x N
x= = (1)
N N
dengan N adalah banyaknya sampel dan Σ x i adalah hasil penjumlahan dari data
pertama, kedua, ketiga, dst. Ketidakpastian ( S x) untuk pengukuran berulang dapat
dinyatakan oleh simpangan baku nilai rata-rata sampel, yaitu melalui persamaan:
√
2
Σ ( x−x i )
S x= (2)
N ( N −1)
Ketidakpastian pada persamaan (2) disebut sebagai ketidakpastian mutlak.
Ketidakpastian juga dapat dinyatakan dalam bentuk ketidakpastian relatif yang
dapat diperoleh melalui persamaan
Sx
Ketidakpastianrelatif = ×100 %
x
Agar lebih jelas, perhatikan contoh terkait dengan perhitungan hasil pengukuran
beserta dengan ketidakpastiannya
Contoh 5
Suatu pengukuran arus listrik sebanyak 6 kali menghasilkan pembacaan 12,8 mA;
12,2 mA; 12,5 mA; 13,1 mA; 12,9 mA; dan 12,4 mA. Laporkan hasil pengukuran
tersebut lengkap dengan ketidakpastiannya.
Jawab:
Untuk mempermudah perhitungan, data yang diperoleh dibuat ke dalam
bentuk tabel. Berdasarkan persamaan (1) dan (2), data yang dibutuhkan
2
untuk proses perhitungan adalah N, Σ x i , dan Σ ( x−x i ) , sehingga tabel
dibuat seperti di bawah ini
Tabel Hasil Pengukuran Arus
Data Hasil Perhitungan
Ke-n xi ( x−x i )
2
1 12,2 0,2025
2 12,4 0,0625
3 12,5 0,0225
4 12,8 0,0225
5 12,9 0,0625
6 13,1 0,2025
N=6 Σ x i=75,9 2
Σ ( x−x i ) =0,575
Untuk mengisi tabel hasil perhitungan, maka perlu dihitung nilai rata-rata
arus ( x ) menggunakan persamaan (1).
Σ x i 75,9
x= = =12,65mA
N 6
Setelah mendapatkan nilai rata-rata, maka tabel hasil perhitungan
dapat dicari dan mendapatkan hasil seperti yang tertera pada tabel.
Kita dapat menghitung ketidakpastian pengukuran melalui data yang
sudah diperoleh pada tabel dengan menggunakan persamaan (2)
Perhatikan bahwa dalam penulisan hasil akhir pengukuran, banyaknya angka
desimal rata-rata hasil pengukuran harus sama dengan banyaknya angka desimal
ketidakpastian.
b. Kesalahan dalam pengukuran
Kesalahan dalam melakukan pengukuran adalah sesuatu yang sering terjadi
ketika bereksperimen. Kesalahan dalam pengukuran dapat dibagi menjadi 3, yaitu
kesalahan umum, kesalahan acak, dan kesalahan sistematis
(1) Kesalahan umum
Kesalahan umum biasanya disebabkan oleh keterbatasan pengamat, di
antaranya kurang terampil menggunakan alat ukur atau kekeliruan dalam
melakukan pembacaan skala yang kecil.
(2) Kesalahan acak
Kesalahan acak dapat terjadi ketika sistematika percobaan sudah
dipenuhi secara benar. Biasanya, kesalahan acak terjadi karena alat yang
kurang sensitif, adanya gangguan luar saat bereksperimen, atau fluktuasi
tegangan listrik PLN atau baterai. Kesalahan acak tidak dapat diprediksi
terhadap nilai benar, sehingga tiap bacaan memiliki peluang untuk berada di
atas atau di bawah nilai benar. Kesalahan acak tidak dapat dihilangkan, tetapi
dapat dikurangi dengan cara mengambil rata-rata dari semua bacaan hasil
pengukuran. Ketika sekumpulan bacaan memiliki kesalahan acak kecil atau
terpencar dekat dengan nilai rata-rata, maka pengukuran dikatakan presisi.
Jika hasil pengukuran cukup dekat dengan nilai benar, pengukuran dikatakan
akurat
(3) Kesalahan sistematis
Kesalahan sistematis dapat diprediksi dan dihilangkan. Kesalahan
sistematis dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama adalah
kesalahan kalibrasi. Kesalahan kalibrasi dapat diatasi dengan mengkalibrasi
ulang alat ukur yang digunakan terhadap instrumen standar. Faktor kedua
adalah kesalahan titik nol, seperti titik nol skala tidak berimpit dengan titik nol
jarum penunjuk. Kesalahan tersebut diatasi dengan melakukan koreksi pada
penulisan hasil pengukuran. Faktor lainnya adalah kesalahan arah pandang
dalam membaca nilai skala jika ada jarak antara jarum dan garis-garis skala.
Hal ini dapat diatasi dengan cara mengamati skala dengan pandangan tepat
tegak lurus pada tanda garis skala alat ukur yang dibaca.
Kita gunakan contoh massa elektron dan massa bumi untuk menerapkan penulisan
menggunakan notasi ilmiah. Massa elektron adalah:
0,000 000 000 000 000 000 000 000 000 000911 kg
bila ditulis dengan notasi ilmiah menjadi
−31
9,11 ×10 kg (koma digeser ke kanan melalui 31 angka)
dengan bilangan penting adalah 9,11 dan orde besar adalah 10-31
Sedangkan untuk massa bumi:
6 000 000 000.000.000.000.000.000,0 kg
bila ditulis dengan notasi ilmiah menjadi
6 ×10 24 kg (koma digeser ke kiri melalui 24 angka
dengan bilangan penting adalah 6 dan orde besar adalah 1024
Hitunglah:
a. 0,6283 cm x 2,2 cm
b. 4,554 ×105 kg : 3,00 ×102 m3
Jawab:
a. 0,6283 cm x 2,2 cm = 1,38226 cm2 ≈ 1,4 cm2
Pada operasi ini, bilangan 2,2 memiliki angka penting paling sedikit
yaitu 2 angka penting, sehingga hasil perkalian harus dituliskan dalam
2 angka penting
Jawab:
a. 2,74 × 104 g=27,4 × 103 g
3 3
Perhatikan bahwa untuk proses pembagian dan perkalian, jika operasi
perkalian dan pembagian dilakukan antara bilangan penting dengan bilangan
eksak, maka hasil perkalian atau pembagiannya hanya boleh memiliki angka
penting sebanyak angka penting pada bilangan pentingnya. Misalnya, tinggi
satu batubata 8,95 cm. Tinggi 25 tumpukan batubata = 25 x 8,95 cm = 223,75
cm = 224 cm (ditulis dalam 3 angka penting karena 8,95 terdiri dari 3 angka
penting).
Pada proses perhitungan di atas, perhatikan bahwa sering dilakukan
pembulatan. Pembulatan dilakukan dengan ketentuan berikut
Angka yang lebih kecil dari 5 dibulatkan ke bawah.
Contoh: 123,23 cm dibulatkan menjadi 123,2 cm
Angka yang lebih besar dari 5 dibulatkan ke atas
Contoh: 123,26 cm dibulatkan menjadi 123,3 cm
Angka 5 dibulatkan ke atas jika angka sebelumnya adalah angka ganjil,
dan dibulatkan ke bawah jika angka sebelumnya adalah angka genap.
Contoh:
123,25 cm dibulatkan menjadi 123,2 cm
123,35 cm dibulatkan menjadi 123,4 cm