Anda di halaman 1dari 87

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN

DISCONTINUITY PADA JALUR SEPEDA


DI PUSAT KOTA SEMARANG

KELOMPOK 2
Anggota:
Rosidatun Khilmiyah NIM 5112420005
Talitha Zalfa Evelyna NIM 5112420011
Kamila Dibi Salsabila NIM 5112420014
Geyzia Abilia Hati NIM 5112420018
Ahmad Azril Fahriz NIM 5112420021
Tifanika Nadyan NIM 5112420025
Faiq Mursydan Trihantoro NIM 5112420037

PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2022
LEMBAR ASISTENSI

ARSITEKTUR PERILAKU KELOMPOK 2

TANGGAL ASISTENSI FEEDBACK


ASISTENSI 1 Tambahkan penyebab discontinuity (terputus di suatu titik)

Selasa, 29 Maret 2022 1. Dijadikan parkir baik parkir motor atau mobil

2. Belum ada yang BRT berhenti

3. Observasi kondisi sore dan malam mengenai PKL

Tambahkan Maps

● Jalan Veteran ketemu Jl. Sutomo terputus untuk naik


ke Gajahmungkur

Tambahkan data primer

● Pada jarak berapa KM jalur sepeda sudah terputus

Pada bab II berikan

1. Sejarah jalur sepeda di Semarang dan dunia

2. Teori-teori tentang jalur sepeda

Minggu depan maju BAB I dan II sertakan cover, daftar isi,


di print out

ASISTENSI 2 Coba dibuat langsung formatnya, sebelum masuk BAB I

Selasa, 5 April 2022 Daftar isi

1. Daftar gambar

2. Daftar tabel

3. Daftar pustaka

BAB I

ii
● Mulai diberi gambar-gambar/foto beberapa jalur
sepeda di kota Semarang

● Pada latar belakang tambahkan data luas kota, jumlah


penduduk, jumlah mobil/motor, dan sumbernya
langsung dimasukkan pada daftar pustaka

● Pada rumusan masalah tambahkan solusi mengenai


cara mengatasi discontinuity ini

BAB II

● Tambahkan sumber informasi yang jelas pada daftar


pustaka untuk setiap teori/landasan yang dipakai

● Tambahkan sumber-sumber literatur

● Berikan gambar yang jelas terbaca untuk dimensi-


dimensi yang diberikan

● Ada sub bab yang seharusnya sudah masuk pada bab


4, tinggal dipindahkan

ASISTENSI 3 Sudah OK, lanjutkan sampai dengan BAB V

Selasa, 11 April 2022 Tambahkan judul pada abstrak

Daftar pustaka harus sesuai isi

BAB II

● Pada point mengenai peraturan MENHUB tolong


sebutkan apa saja peraturan MENHUB yang
digunakan pada penelitian

● Tambahkan surat edaran Binamarju No


05/SE/Db/2021 tentang Perancangan fasilitas
pesepeda

iii
● Pada BAB II sedikit tambahkan teori mengenai
arsitektur dan perilaku

BAB IV

● Jalan pahlawan diperjelas yang mana

● Jalan Pangandaran diperjelas atau dipertebal


garisnya/diberi garis mencolok

● Sebutkan literatur apa saja yang digunakan

● Data yang dianalisis menggunakan apa saja dan


berdasarkan peraturan yang mana saja

BAB V

● Segera diselesaikan

● Tambahkan pembahasan mengenai jalur sepeda

ASISTENSI 4 ● Setiap membahas jalur sepeda di jalan tertentu,


lengkapi dengan peta lokasi dimana jalan itu berada
Senin, 23 Mei 2022
● Tambahkan bahasan mengenai dimana saja jalur yang
mengalami discontinuity, penyebabnya apa,
bandingkan dengan standar/peraturan yang ada, dan
berikan saran desain

● Tambahkan teori mengenai discontinuity pada jalur


sepeda, bisa ambil dari jurnal

● Pada pengamatan, jelaskan pada setiap segmen


jalannya

● Pada gambar, sertakan keterangan nama jalan dan


lokasinya

● Tambahkan saran desain pada bagian penutup

iv
LEMBAR PENGESAHAN

DISCONTINUITY PADA JALUR SEPEDA DI PUSAT KOTA SEMARANG

LAPORAN PENELITIAN

Diajukan sebagai Pemenuhan Tugas Arsitektur Perilaku pada Program Studi S1 Teknik
Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang

Dijaukan Oleh:

Kelompok 2 Arsitektur Perilaku

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Andi Purnomo, S. T., MA. Moch Fathoni Setiawan, S. T., M. T.

NIP. NIP.
ABSTRAK
DISCONTINUITY PADA JALUR SEPEDA DI PUSAT KOTA SEMARANG

Guna mewujudkan kota yang berwawasan lingkungan diperlukan sarana transportasi


yang lebih ramah lingkungan, dengan memilih kendaraan tidak bermotor. Sepeda merupakan
moda alternatif yang ramah lingkungan sebagai alat transportasi yang dapat menggantikan
kendaraan bermotor dalam upaya mengurangi dampak pemanasan global. Seiring dengan
bertambahnya komunitas sepeda atau masyarakat Semarang yang menggemari olahraga
bersepeda. Pemerintah Kota Semarang kini telah menyediakan jalur khusus sepeda sebagai
salah satu langkah untuk memberikan fasilitas lebih untuk pesepeda. Tak hanya itu, adanya
jalur sepeda untuk meningkatkan keselamatan para pengguna sepeda dan menciptakan suasana
jalan menjadi tertib, lancar dan aman. Dalam penerapannya, jalur sepeda justru tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Salah satu hal yang menyebabkan dari ketidakfungsian jalur tersebut,
yaitu sering dimanfaatkan para pengendara lain sebagai lahan parkir untuk berbelanja atau
aktivitas lain. Selain itu, jalur sepeda bersinggungan dengan halte bus yang berada di pinggir
jalan. Kondisi tersebut menjadikan discontinuity pada jalur sepeda. Keterputusan
(discontinuity) tersebut juga terjadi pada jalur sepeda itu sendiri yang kadang terputus tanpa
ada kejelasan. Seperti setelah mewati persimpangan jalan, jalur sepeda tidak berlanjut di jalan
berikutnya. Akibatnya pesepeda menjadi kebingungan dan terpaksa harus melewati jalan yang
tidak ada jalur sepedanya. Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan pengamatan secara
langsung di lokasi penelitian beserta dokumentasi. Analisis dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara melihat faktor-faktor yang mempengaruhi discontinuity pada jalur sepeda.

Kata Kunci: Jalur Sepeda, Ramah Lingkungan, Penerapan Desain, Discontinuity, Kota
Semarang

1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
berkat dan rahmat-Nya Laporan Akhir ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya. Adapun
judul dari Penelitian Laporan Akhir ini akan membahas mengenai “Discontinuity Pada Jalur
Sepeda di Pusat Kota Semarang”. Dalam laporan akhir ini, peneliti memaparkan latar belakang,
rumusan masalah, tujuan, tinjauan pustaka dan metode penelitian yang akan digunakan sebagai
pedoman dalam melaksanakan survei dan laporan hasil penelitian.

Dalam penyusunan Laporan Akhir ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan dalam hal materi, pembahasan dan hasil akhir yang dicapai. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun, sehingga laporan
Akhir ini menjadi lebih baik. Tidak lupa penulis mengucapakan terima kasih kepada:

1. Andi Purnomo, S. T., MA. selaku dosen pengampu mata kuliah Arsitektur Perilaku.
2. Moch Fathoni Setiawan, S. T., M. T. selaku dosen pengampu mata kuliah Arsitektur
Perilaku.
3. Orang tua yang telah mendoakan dan memberikan motivasi, baik secara materil
maupun moril.
4. Semua teman seperjuangan yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis.

Akhir kata, penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan pada penulisan kosakata
maupun materi, serta hal-hal yang kurang berkenan. Semoga Laporan Akhir ini memberikan
manfaat bagi kita semua.

Semarang, April 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................................ii

ABSTRAK ................................................................................................................................. 1

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3

DAFTAR TABEL ...................................................................................................................... 6

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. 7

BAB I ....................................................................................................................................... 10

PENDAHULUAN ................................................................................................................... 10

1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 10

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 11

BAB II...................................................................................................................................... 12

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................................... 12

2.1 Diskontinuitas Jalur Sepeda ...................................................................................... 12

2.2 Arsitektur dan Perilaku.............................................................................................. 13

2.1.1 Teori Arsitektur Perilaku ................................................................................... 13

2.1.2 Proses Perilaku Manusia .................................................................................... 14

2.1.3 Faktor-Faktor dalam Prinsip Arsitektur Perilaku ............................................... 16

2.3 Teori Behavior Setting .............................................................................................. 18

2.2.1 Perilaku Sebagai Satu Pendekatan ..................................................................... 18

2.2.2 Behavior Setting................................................................................................. 18

2.4 Pemetaan Perilaku ..................................................................................................... 20

2.5 Jalur Sepeda............................................................................................................... 22

2.4.1 Pengertian .......................................................................................................... 22

2.4.2 Sejarah Jalur Sepeda di Dunia ........................................................................... 22

2.6 Kebijakan Terhadap Sepeda ...................................................................................... 23

3
2.5.1 Undang Undang Republik Indonesia Undang-Undang ..................................... 24

2.5.2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia ......................................................... 24

2.5.3 Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia ........................................ 24

2.5.4 Surat Edaran Bina Marga Nomor 05/SE/Db/2021............................................. 26

2.7 Pedoman Jalur Sepeda ............................................................................................... 27

2.6.1 Moda Sepeda ...................................................................................................... 27

2.6.2 Desain Jalur Sepeda ........................................................................................... 29

2.6.3 Persyaratan Jalur Sepeda.................................................................................... 30

2.6.4 Perencanaan Lintasan Sepeda di Dalam Kota ................................................... 37

BAB III .................................................................................................................................... 39

TUJUAN DAN MANFAAT.................................................................................................... 39

3.1 Tujuan........................................................................................................................ 39

3.2 Manfaat...................................................................................................................... 39

BAB IV .................................................................................................................................... 40

METODE ................................................................................................................................. 40

4.1 Desain Penelitian ....................................................................................................... 40

4.2 Lokasi Penelitian ....................................................................................................... 40

4.3 Fokus Penelitian ........................................................................................................ 45

4.4 Studi Literatur ........................................................................................................... 45

4.5 Data dan Pengumpulan Data ..................................................................................... 46

4.6 Analisis Data ............................................................................................................. 46

BAB V ..................................................................................................................................... 49

PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 49

5.1 Pelaksanaan Penelitian .............................................................................................. 49

5.2 Hasil Pengamatan ...................................................................................................... 50

5.3 Pembahasan ............................................................................................................... 64

5.3.1 Analisa Pola Pesepeda ....................................................................................... 64

4
5.3.2 Tabel Aktivitas Pengunjung ............................................................................... 65

5.3.3 Analisa Hubungan Manusia dengan Lingkungannya ........................................ 66

5.3.4 Analisa Masalah ................................................................................................. 66

5.4 Penerapan Jalur Sepeda di Kota Semarang ............................................................... 69

5.4.1 Kondisi Jalur Sepeda dan Sarana Pendukung .................................................... 69

5.4.2 Discontinuity Jalur Sepeda di Kota Semarang Dilihat dari Peraturanl+ ............ 74

BAB VI .................................................................................................................................... 79

PENUTUP................................................................................................................................ 79

6.1 Kesimpulan................................................................................................................ 79

6.2 Saran .......................................................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 81

5
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Ketentuan Dimensi Sepeda dalam Perencanaan Jalur Sepeda.................................... 28
Tabel 2 Aktivitas Pengunjung .................................................................................................. 65
Tabel 3 Tipe Jalur Sepeda di Kota Semarang .......................................................................... 70
Tabel 4 Rambu Lalu Lintas Sepeda di Kota Semarang ........................................................... 71
Tabel 5 Marka Jalur Sepeda di Kota Semarang ....................................................................... 72
Tabel 6 Parkir Sepeda di Kota Semarang ................................................................................ 74

6
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Jalur Sepeda di Kota Semarang .............................................................................. 10
Gambar 2 Ilustrasi Contoh Perilaku ......................................................................................... 13
Gambar 3 Diagram Proses Perilaku ......................................................................................... 14
Gambar 4 Proses Persepsi ........................................................................................................ 15
Gambar 5 Antropometrik ......................................................................................................... 18
Gambar 6 Pemetaan Perilaku ................................................................................................... 21
Gambar 7 Ilustrasi Jalur Sepeda .............................................................................................. 22
Gambar 8 Isyarat Tangan Pengguna Sepeda ........................................................................... 26
Gambar 9 Jalur sepeda di badan jalan (Tipe A) ....................................................................... 29
Gambar 10 Lajur sepeda di Trotoar (Tipe B) .......................................................................... 30
Gambar 11 Lajur sepeda di Badan Jalan (Tipe C) ................................................................... 30
Gambar 12 Elemen dan Fasilitas Pendukung Jalur Sepeda ..................................................... 32
Gambar 13 Lebar minimum satu lajur sepeda ......................................................................... 32
Gambar 14 Lebar minimum dua lajur sepeda .......................................................................... 33
Gambar 15 Lebar yang disarankan untuk satu lajur sepeda .................................................... 33
Gambar 16 Lebar yang disarankan untuk dua lajur sepeda ..................................................... 33
Gambar 17 Kondisi lebar lajur untuk jalan kecil ..................................................................... 34
Gambar 18 Kondisi lebar lajur untuk jalan raya dan sedang ................................................... 34
Gambar 19 Trotoar yang menerus ........................................................................................... 34
Gambar 20 Marka lambang sepeda dan marka huruf dan lambang lajur ................................ 35
Gambar 21 Detail marka lambang sepeda ............................................................................... 35
Gambar 22 Rambu lajur atau jalur sepeda ............................................................................... 36
Gambar 23 Rambu petunjuk lajur sepeda di depan ................................................................. 36
Gambar 24 Rambu larangan delman, andong, dan becak ........................................................ 37
Gambar 25 Rambu pemberitahuan lajur sepeda ...................................................................... 37
Gambar 26 Peta Jalan Pahlawan, Semarang, Jawa Tengah ..................................................... 41
Gambar 27 Jalur Sepeda di Jalan Pahlawan ............................................................................ 41
Gambar 28 Peta Jalan Gajahmada, Semarang, Jawa Tengah .................................................. 41
Gambar 29 Jalur Sepeda di Jalan Gajahmada .......................................................................... 42
Gambar 30 Peta Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah ...................................................... 42
Gambar 31 Jalur Sepeda di Simpang Lima, Semarang............................................................ 43
Gambar 32 Peta Jalan Pandanaran, Semarang, Jawa Tengah .................................................. 43
Gambar 33 Jalur Sepeda di Jalan Pandanaran, Semarang, Jawa Tengah ................................ 44
7
Gambar 34 Peta Jalan Pemuda, Semarang, Jawa Tengah ........................................................ 44
Gambar 35 Jalur Sepeda di Jalan Pemuda ............................................................................... 45
Gambar 36 Jalur Sepeda Jalan Pandanaran ............................................................................. 49
Gambar 37 Jalur Sepeda Jalan Pahlawan................................................................................. 49
Gambar 38 Jalur Sepeda Jalan Pemuda ................................................................................... 50
Gambar 39 Peta Pengamatan di Jl. Gajah Mada ...................................................................... 51
Gambar 40 Pengamatan Pagi Hari di Jl. Gajah Mada ............................................................. 51
Gambar 41 Pengamatan Siang Hari di Jl. Gajah Mada ........................................................... 52
Gambar 42 Pengamatan Sore Harii di Jl. Gajah Mada ............................................................ 52
Gambar 43 Pengamatan Malam Hari di Jl. Gajah Mada ......................................................... 53
Gambar 44 Peta Pengamtan di Jl. Pandanaran......................................................................... 53
Gambar 45 Pengamatan Pagi Hari di Jl. Pandanaran .............................................................. 54
Gambar 46 Pengamatan Siang Hari di Jl. Pandanaran ............................................................ 54
Gambar 47 Pengamatan Sore Hari di Jl. Pandanaran .............................................................. 55
Gambar 48 Pengamatan Malam Hari di Jl. Pandanaran .......................................................... 55
Gambar 49 Peta Pengamatan di Jl. Veteran ............................................................................. 55
Gambar 50 Pengamatan Pagi Hari di Jl. Veteran .................................................................... 56
Gambar 51 Pengamatan Siang Hari di Jl. Veteran .................................................................. 56
Gambar 52 Pengamatan Sore Hari di Jl. Veteran .................................................................... 57
Gambar 53 Pengamatan Malam Hari di Jl. Veteran ................................................................ 57
Gambar 54 Peta Pengamtan di Jl. Pahlawan ............................................................................ 57
Gambar 55 Pengamatan Pagi Hari di Jl. Pahlawan.................................................................. 58
Gambar 56 Pengamatan Siang Hari di Jl. Pahlawan................................................................ 59
Gambar 57 PengamatanSore Hari di Jl. Pahlawan .................................................................. 59
Gambar 58 Pengamatan Malam Hari di Jl. Pahlawan ............................................................. 59
Gambar 59 Peta Pengamatan di Jl. Pemuda............................................................................. 60
Gambar 60 Pengamatan Pagi Hari di Jl. Pemuda .................................................................... 60
Gambar 61 Pengamatan Siang Hari di Jl. Pemuda .................................................................. 61
Gambar 62 Pengamatan Sore Hari di Jl. Pemuda .................................................................... 61
Gambar 63 Pengamatan Malam Hari di Jl. Pemuda ................................................................ 62
Gambar 64 Peta Pengamatan di Simpang Lima ...................................................................... 62
Gambar 65 Pengamatan Pagi Hari di Simpang Lima .............................................................. 63
Gambar 66 Pengamatan Siang Hari di Simpang Lima ............................................................ 63
Gambar 67 Pengamatan Sore Hari di Simpang Lima .............................................................. 64
8
Gambar 68 Pengamatan Malam Hari di Simpang Lima .......................................................... 64
Gambar 69 Penyalahgunaan Jalur Sepeda di Jl. Pahlawan ...................................................... 66
Gambar 70 Penyalahgunaan Jalur Sepeda di Jl. Gajah Mada .................................................. 67
Gambar 71 Pesepeda Tidak Berada di Jalur Sepeda ................................................................ 67
Gambar 72 Jalur Sepeda Sekaligus Tempat Pemberhentian Bus Trans Semarang ................. 68
Gambar 73 Jalur Sepeda Menjadi Tempat PKL Berjualan ...................................................... 68
Gambar 74 Discontinuity Jalur Sepeda di Jl. Jl. Letjen Suprapto ............................................ 69
Gambar 75 Jalur Sepeda Kota Semarang................................................................................. 72
Gambar 76 Jalur yang Terpisah dengan Badan Jalan di Kota Semarang ................................ 75
Gambar 77 Discontinuity Jalur Sepeda di Jl Gajah Mada ....................................................... 75
Gambar 78 Jalur Sepeda di Jl Pandanaran ............................................................................... 76
Gambar 79 Jalur Sepeda di Jl Simpang Lima .......................................................................... 77
Gambar 80 Jalur Sepeda di Jl Veteran ..................................................................................... 77

9
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Semarang merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang sarat akan
permasalahan kemacetan lalu lintas. Keberadaannya yang disebut sebagai daerah
penyangga (hinterland), menjadikan Kota Semarang sebagai simpul transportasi ke
beberapa kota besar di Jawa Tengah. Banyaknya kendaraan yang berlalu lalang setiap
harinya menimbulkan kemacetan lalu lintas pada ruas jalan tertentu yang disebabkan
ruas jalan tidak mampu menampung volume kendaraan yang ada. Untuk itu, perlu
dilakukan penyeimbangan aktivitas pembangunan kota yang berwawasan lingkungan.
Salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi permasalahan kemacetan
dan sebagai perwujudan kota berwawasan lingkungan adalah dengan mulai
menerapkan sustainable transportation. Penerapan sustainable transportation dimulai
dengan pemilihan sarana transportasi yang ramah lingkungan, seperti halnya
pemanfaatan sepeda sebagai alternatif akomodasi kendaraan tidak bermotor. Dalam
gaya trend saat ini, sepeda menjadi gaya hidup yang mendukung pergerakan
masyarakat.

Gambar 1 Jalur Sepeda di Kota Semarang


Tidak sedikit masyarakat yang tergabung dalam komunitas bersepeda. Hal ini
menunjukkan bahwa mereka antusias akan adanya program tersebut. Akan tetapi,
sarana transportasi sepeda tidak sepenuhnya dapat diterapkan di Kota Semarang
mengingat jumlah volume kendaraan bermotor cukup tinggi, yaitu sekitar 559.805 unit
dan didominasi kendaraan pribadi, seperti halnya sepeda motor sebanyak 496.605 unit.
Padahal luas Kota Semarang sendiri hanya sekitar 373,78 km² dengan jumlah penduduk
1.656.564 jiwa, dimana dapat dikatakan untuk persebaran penduduknya 4.431,92

10
jiwa/km². Penerapan jalur sepeda di Kota Semarang dapat dikatakan berhasil dengan
melakukan pengurangan volume kendaraan pribadi.
Keberadaan kendaraan pribadi di sepanjang ruas jalan di Kota Semarang dapat
dikatakan sangat memprihatinkan. Jalur sepeda justru tidak berfungsi sebagaimana
mestinya. Banyak kendaraan bermotor yang parkir di sembarang tempat. Seperti halnya
parkir di jalur sepeda, yang mana seharusnya jalur tersebut digunakan untuk berlalu
lalang bagi pengguna sepeda. Kondisi tersebut menjadikan discontinuity pada jalur
sepeda yang kadang terputus tanpa ada kejelasan. Oleh karena itu, kapasitas jalur
sepeda menjadi tidak terpenuhi dan berubah alih fungsi yang seharusnya sebagai jalur
lalu lintas pengguna sepeda menjadi lahan parkir bagi oknum tidak bertanggung jawab.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kondisi jalur sepeda di Kota Semarang?
2. Apakah jalur sepeda di Kota Semarang telah memenuhi standar pemenuhan jalur
sepeda?
3. Apakah jalur sepeda di Kota Semarang berfungsi sebagaimana mestinya?
4. Apakah yang menyebabkan discontinuity jalur sepeda di Kota Semarang?
5. Bagaimana solusi untuk mengatasi masalah discontinuity jalur sepeda di Kota
Semarang?

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diskontinuitas Jalur Sepeda
Diskontinuitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
ketidaksinambungan, yaitu keadaan yang tidak bersambung atau terputus-putus. Jalur
sepeda yang dalam perencanaan dan perancangannya memiliki kebijakan dan pedoman
yang harus diikuti pun tidak lepas dari keadaan diskontinuitas dalam praktiknya. Tidak
jarang jalur sepeda terputus tanpa ada kejelasan dimana jalur sepeda tidak berlanjut di
jalan berikutnya setelah melewati pertemuan jalan.

Di Indonesia dengan riwayat masyarakatnya yang cenderung lebih memilih


kendaraan bermotor, seringkali jalur sepeda tidak menjadi prioritas dan disalahgunakan
untuk tujuan lain yang menyebabkan diskontinuitas. Penyalahgunaan tersebut
mengakibatkan pesepeda harus melewati jalur yang bukan untuknya sehingga menjadi
tidak aman karena harus berbaur dengan kendaraan bermotor di jalan. Adapun beberapa
kasus penyalahgunaan jalur sepeda yang mengakibatkan diskontinuitas di antaranya
adalah sebagai berikut:

- Penggunaan jalur sepeda sebagai tempat parkir mobil/motor;

- Penggunaan jalur sepeda sebagai tempat pedagang kaki lima (PKL); dan

- Penggunaan jalur sepeda sebagai jalur mendahului kendaraan bermotor.

- Penggunan jalur sepeda sebagai pemberhentian bus karena lokasinya yang


bersinggungan dengan halte bus.

Penyalahgunaan jalur yang menyebabkan diskontinuitas tersebut dapat dipicu


oleh tidak adanya perencanaan khusus, dimana jalur sepeda yang ada berasal dari
pengurangan lebar jalan sebelumnya. Hal ini menyebabkan lebar jalan untuk kendaraan
bermotor berkurang dan memicu perilaku penyalahgunaan tersebut. Namun terlepas
dari hal itu, jalur sepeda juga dapat mangalami diskontinuitas karena desainnya yang
memang terputus. Hal ini biasanya terjadi pada pertemuan jalan atau lampu merah
dimana jalur sepeda tidak jelas mengarah kemana.

12
2.2 Arsitektur dan Perilaku
2.1.1 Teori Arsitektur Perilaku
Arsitektur merupakan disiplin yang sintetis dan senantiasa mencakup
tiga hal dalam setiap rancangannya (teknologi, fungsi dan estetika). Dengan
semakin berkembangnya ilmu pengetahuan yang makin kompleks maka
perilaku manusia (human behaviour) semakin diperhitungkan dalam proses
perancangan yang sering disebut sebagai pengkajian lingkungan perilaku dalam
arsitektur.

Perilaku menurut Clovis Heimsath (1988), dijelaskan bahwa perilaku


adalah suatu kesadaran akan struktur sosial dari orang-orang, suatu gerakan
bersama secara dinamik dalam waktu. Sedangkan menurut Notoatmodjo
(2003), perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik
yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.

Gambar 2 Ilustrasi Contoh Perilaku

Arsitektur perilaku adalah arsitektur yang dalam penerapannya selalu


menyertakan pertimbangan-pertimbangan perilaku dalam perancangan kaitan
perilaku dengan desain arsitektur (sebagai lingkungan fisik) yaitu bahwa desain
arsitektur dapat menjadi fasilitator terjadinya perilaku atau sebaliknya sebagai
penghalang terjadinya perilaku (JB. Watson, 1878-1958).

Menurut Snyder dan Catanese (1984), arsitektur berwawasan perilaku


adalah arsitektur yang mampu menanggapi kebutuhan dan perasaan manusia
yang menyesuaikan dengan gaya hidup manusia didalamnya. Menurut Clovis
Heimsath, AIA (1988), kata “perilaku” menyatakan suatu kesadaran akan
struktur sosial dari orang-orang, suatu gerakan bersama secara dinamik dalam

13
waktu. Hanya dengan memikirkan suatu perilaku seseorang dalam ruang maka
dapatlah kita membuat rancangan.

Cakupan dalam perilaku antara lain:

1. Perilaku yang kasat mata seperti makan, memasak, duduk dan sebagainya
2. Perilaku yang tidak kasat mata seperti fantasi, motivasi dan sebagainya
3. Perilaku yang menunjukan manusia dalam aksi/kegiatannya

2.1.2 Proses Perilaku Manusia


1. Proses Individual.

Proses Individual membahas hal-hal yang ada dalam benak seseorang, yaitu
bagaimana persepsi lingkungan terjadi, bagaimana lingkungan fisik tersebut
diorganisasikan dalam pikiran sesorang, dan mengenal berbagai cara orang
berpikir dan merasakan ruang, termasuk preferensi personal dan respon
emosional terhadap stimulus lingkungan. Proses individual ini mengacu
pada skemata pendekatan perilaku berikut (Joyce Marcella Laurens,
Grasindo, 2004):

Gambar 3 Diagram Proses Perilaku

a. Persepsi.
Persepsi adalah proses memperoleh atau menerima informasi dari
lingkungan. Suatu proses untuk mendapatkan informasi, dari dan
tentang lingkungan seseorang, yang berfokus pada penerimaan
pengalaman empiris. Biasanya didahului dengan adanya
stimulus/perangsang. Proses diterimanya rangsangan sampai
rangsangan itu disadari dan dimengerti oleh individu yang bersangkutan

14
inilah yang disebut dengan persepsi. Proses ini digambarkan melalui
skema oleh Paul A. Bell (1978) pada skema II.2

Gambar 4 Proses Persepsi


b. Kognisi Spasial
Kognisi spasial/peta mental berkaitan dengan cara kita memperoleh,
mengorganisasi, menyimpan, dan membuka kembali informasi
mengenai lokasi, jarak, dan tatanan di lingkungan fisik.

c. Perilaku Spasial

Perilaku spasial atau bagaimana orang rnenggunakan tatanan dalam


lingkungan adalah sesuatu yang dapat diamati secara langsung sehingga
pada tingkat deskriptif hal ini tidak menjadi kontroversi seperti halnya
usaha orang menjelaskan proses persepsi dan kognisi. Pendekatan
perilaku-lingkungan mengenai perilaku manusia menunjukkan bahwa
perilaku seseorang adalah fungsi dari motivasinya, affordances
lingkungan, dan image-nya tentang dunia di luar persepsi langsung, dan
makna citra tersebut bagi orang yang bersangkutan (Joyce Marcella
Laurens, Grasindo, 2004).

2. Proses Sosial Menurut Hall, Edward. 1966, Manusia mempunyai


kepribadian individual, tetapi manusia juga makhluk sosial, hidup dalam
masyarakat dalam suatu kolektivitas. Dalam memenuhi kebutuhan
sosialnya inilah manusia berperilaku sosial dalam lingkungannya yang
dapat diamati dari · fenomena perilaku-lingkungan; kelompok-kelompok
pemakai tempat terjadinya aktivitas. Fenomena ini menunjuk pada pola-
pola perilaku pribadi, yang berkaitan dengan lingkungan fisik yang ada,
terkait dengan perilaku interpersonal manusia atau perilaku sosial manusia.

15
2.1.3 Faktor-Faktor dalam Prinsip Arsitektur Perilaku
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam prinsip-prinsip perilaku
pengguna bangunan (snyder, james C, 1989) antara lain:

1 Faktor manusia
a. Kebutuhan dasar.
Manusai mempunyai kebutuhan-kebutuhan dasar antara lain:
1) Physicological need
Merupakan kebutuhan dasar manusia yang bersifat fisik. Misalnya
makan, minum, berpakaian dan lain-lain yang berhubungan denga
factor fisik.
2) Safety need.
Kebutuhan akan rasa aman terhadap diri dan lingkungan baik secara
fisik maupun psikis, secara fisik seperti rasa aman dari panas, hujan
dan secara psikis seperti aman dari rasa malu, aman dari rasa takut
dan sebagainya.
3) Affilitation need.
Kebutuhan untuk bersosialisasi, berinteraksi dan berhubungan
degan orang lain. Affilitation need sebagai alat atau sarana untuk
mengekspresikan diri dengan cara berinteraksi dengan sesamanya.
4) Cognitive/Aestetic need.
Kebuthan untuk berkreasi, berkembang, berfikir dan menambah
pengetahuan dalam menentukan keindahan yang dapat membentuk
pola prilaku manusia.
b. Usia
Manusia sebagai pengguna pada bangunan memiliki tahapan usia yang
akan sangat berpengaruh terhadap rancangan. Manusia dibedakan atas:
1) Balita
Kelompok ini merupakan kelompok usia yang belum mampu
mengerti kondisi keberadaan diri sendiri, merek masih mengenal
perilaku-perilaku sosial yang ada disekitarnya.
2) Anak-anak
Kelompok usia ini memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi, dan
mereka cenderung kreatif.

16
3) Remaja
Kelompok usia ini mereka sudah memiliki kepribadian yang stabil
dan mantap.
4) Dewasa
Untuk usia ini mereka sudah memiliki kepribadian yang stabil dan
mantap.
5) Manula
Pada kelompok ini kemampuan fisiknya telah banyak berkurang.
c. Jenis kelamin
Perbedaan jenis kelamin akan mempengaruhi perilak manusia dan
mempengaruhi dalam proses perancangan atau desain. Misalnya pada
kebutuhan ruang antara pria dan wanita pasti akan memiliki kebutuhan
ruang yang berbeda-beda.
d. Kelompok pengguna
Perbedaan kelompok pengguna dapat pertimbangan dalam perancangan
atau desain, karena tiap bangunan memiliki fungsi dan pola yang
berbeda karena factor pengguna tersebut. Misalnya gedung futsal denga
gedung tennis tidak dapat disamakan karena kelompok penggunanya
yang berbeda.
e. Kemampuan fisik
Tiap individu memiliki kemampuan fisik yang berbeda-beda, di
pengaruhi pula oleh usia dan jenis kelamin. Umumnya kemampuan
fisik berkaitan degan kondisi dan kesehatan tubuh manusia. Orang yang
memiliki keterbatasan fisik atau cacat tubuh seperti berkursi roda, buta,
tuli, dan cacat tubuh lainnya harus menjadi bahan pertimbangan dalam
desain atau perancangan.
f. Antropometrik
Adalah proporsi dan dimensi tubuh manusia dan karakteristik-
karakteristik fisiologis lainnya dan kesanggupan-kesanggupan relatif
terhadap kegiatan manusia yang berbeda-beda dan mikro lingkunga.
Misalnya, tinggi meja dan lemari yang disesuaikan denga pengguna.

17
Gambar 5 Antropometrik

2.3 Teori Behavior Setting


2.2.1 Perilaku Sebagai Satu Pendekatan
Pendekatan perilaku memahami perilaku manusia atau masyarakat
dalam memanfaatkan ruang. Pendekatan ini melihat bahwa aspek norma, kultur,
psikologi masyarakat yang berbeda akan menghasilkan konsep dan wujud ruang
yang berbeda (Rapoport 1977 dalam Setiawan 17) Pendekatan perilaku
memperkenalkan cognitive process yakni proses mental tempat orang
mendapatkan, mengorganisasikan, dan menggunakan pengetahuananya untuk
memberi arti dan makna terhadap ruang yang digunakkannya. Hubungan antara
lingkungan dengan perilaku manusia merupakan hal kompleks yang tidak bisa
dijelaskan melalui environmental determinism (Setiawan 18). Environmental
determinism menjelaskan mengenai perilaku manusia yang disebabkan oleh
faktor lingkungan tertentu (Kopec 22). Sehingga dibagi tiga tingkatan kajian
berikut (Stokols 1977 dalam Setiawan 19).

2.2.2 Behavior Setting


Behavior setting didefinisikan sebagai suatu kombinasi yang stabil
antara aktivitas dan tempat dengan kriteria sebagai berikut (Laurens 133).

a. Terdapat suatu aktivitas yang berulang, berupa suatu pola perilaku (standing
pattern of behavior). Dapat terdiri atas satu atau lebih pola perilaku ekstra-
individual (yaitu fakta operasioal bahwa sebuah setting tidak tergantung
hanya pada seorang manusia atau objek saja)

18
b. Dengan tata lingkungan tertentu (circumjacent milieu: merujuk pada batas
fisik dan temporal dari sebuah setting. Setiap behavior setting berbeda dari
setting lainnya menurut waktu dan ruang)
c. Membentuk suatu hubungan yang sama antara keduanya (synomorphy)
yang berarti “struktur yang sama” menunjuk adanya hubungan antara milieu
dan perilaku.

Behavior setting dapat diartikan secara sederhana sebagai suatu interaksi


antara suatu kegiatan dengan tempat yang spesifik (Setiawan, Haryadi
B,2014:27)

Behavior setting dapat diartikan sebagai sistem sosial dalam skala kecil
yang terdiri dari manusia dan objek fisik terangkai membentuk aktivitas tertentu
dalam waktu dan tempat tertentu (Kopec, Dak,2010:22)

Istilah behavior setting dijabarkan dalam dua istilah berikut (Setiawan,


Haryadi B,2014:28) yang keterkaitannya membentuk satu behavior setting
tertentu.

a. System of setting Ruang sebagai rangkaian unsur-unsur fisik atau spasial


yang mempunyai hubungan tertentu dan terkait hingga dapat dipakai untuk
suatu kegiatan tertentu.
b. System of activity Sistem kegiatan sebagai suatu rangkaian perilaku yang
secara sengaja dilakukan oleh satu atau beberapa orang.

Behavior setting dapat diasumsikan dengan penjelasan permisalan,


seseorang yang berada dalam sebuah toko yang dibatasi ruang fisik nyata berupa
lantai, dinding dan plafon. Orang tersebut berada dalam suatu sistem setting
dimana ia mempunyai peran dan sebaliknya sistem tersebut mendukung
aktivitas yang terjadi didalam toko. Sebuah program yang meliputi perilaku
membeli dan menjual. Perilaku ini membentuk pola perilaku yang terjadi
berulang-ulang.

Dalam perspektif teori behavior setting, terdapat prinsip synomorphy


yang menyatakan bahwa aspek fisik dan sosial lingkungan harus jalan secara
bersamaan (Kopec, Dak,2010:22). Untuk mengetahui behavior setting dalam
sebuah ruang dapat dilakukan pengujian. Pengujian derajat ketergantungan ini

19
ditinjau dalam berbagai dimensi antara lain meliputi (Laurens, Ir. Joyce,
2001:136).

a. Aktivitas yang dilakukan dalam sebuah ruang interior;


b. Penghuni dalam ruang interior tersebut;
c. Kepemimpinan Dengan mengetahui fungsional penghuni, maka dapat
diketahui peran sosial yang ada dalam komunitas tersebut, siapa berperan
sebagai pemimpin, siapa yang mengarahkan acara atau kegiatan dalam
setting, atau siapa yang mengendalikan behaviour setting. Di banyak setting,
posisi pemimpin dapat dipisahkan, agar dapat dikenali kekuatan-kekuatan
lain yang ada ikut ambil bagian dalam setting tersebut.
d. Populasi Sebuah setting dapat mempunyai banyak atau sedikit partisipan.
Komunitas dianggap lebih baik apabila memiliki banyak setting. Dimana
penghuni bisa ikut aktif berpartisipasi.
e. Ruang Ruang tempat terjadinya setting bisa beragam dari terbuka hingga
ruang tertutup.
f. Waktu Kelangsungan sebuah setting terjadi secara rutin atau sewaktu-
waktu. Durasi setting yang sama dapat berlangsung sesaat atau terus
menerus sepanjang waktu, misalnya pertokoan.
g. Objek dan mekanisme perilaku yang dipakai dalam sebuah setting terdiri
dari berapa pola aksi, seperti adanya stimulasi, respons dan adaptasi.

2.4 Pemetaan Perilaku


Faktor perilaku dipandang berpengaruh dalam pola ruang. Dikatakan Sommer
(1986), bahwa Pemetaan perilaku (behavioral mapping) digambarkan dalam bentuk
sketsa atau diagram mengenai suatu area dimana manusia melakukan berbagai
kegiatan. Tujuannya adalah untuk menggambarkan perilaku dalam peta,
mengidentifikasikan jenis dan frekuensi perilaku, serta menunjukkan kaitan antara
perilaku tersebut dengan wujud perancangan yang spesifik.

20
Gambar 6 Pemetaan Perilaku

Jenis-jenis perilaku yang biasa dipetakan antara lain meliputi: pola perjalanan
(trip pattern), migrasi (migration), perilaku konsumtif (consumptive behavior),
kegiatan rumah tangga (households activities), hubungan ketetanggaan (neighbouring)
serta penggunaan fasilitas publik. Terdapat dua cara untuk melakukan pemetaan
perilaku yakni place-centered mapping dan person-centered mapping sebagai berikut:

1. Pemetaan berdasarkan tempat (place-centered mapping).


Teknik ini digunakan untuk mengetahui bagaimana manusia atau sekelompok
manusia memanfaatkan, menggunakan, atau mengakomodasikan perilakunya
dalam suatu situasi waktu dan tempat tertentu. Peneliti menggunakan peta dasar dan
harus akrab dengan situasi tempat atau area yang diamati. Peneliti mencatat perilaku
dengan menggambarkan simbol-simbol pada peta dasar.
2. Pemetaan berdasarkan pelaku (person-centered mapping)
Teknik ini menekankan pada pergerakan manusia di suatu periode waktu tertentu.
Teknik ini berkaitan dengan tidak hanya satu tempat atau lokasi akan tetapi dengan
beberapa tempat atau lokasi. Apabila pada place-centered mapping peneliti
berhadapan dengan banyak manusia, pada person centered mapping peneliti
berhadapan dengan seseorang yang khusus diamati. Tahap yang dilakukan adalah
mengikuti pergerakan dan aktivitas yang dilakukan oleh orang atau sekelompok
orang yang diamati. Pengamatan dilakukan dengan membuat sketsa-sketsa dan
catatan-catatan pada peta dasar.

21
2.5 Jalur Sepeda
2.4.1 Pengertian
Jalur didefinisikan sebagai bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu
lintas kendaraan. Adapun jalur sepeda yaitu jalur yang diperuntukan bagi
pesepeda yang dipisahkan dari kendaraan bermotor dengan pemisah berupa
separator atau kereb. Bagian dari jalur sepeda yaitu lajur sepeda. Lajur sepeda
yaitu lajur khusus yang diperuntukan bagi pesepeda yang dipisahkan dar
kendaraan bermotor dengan pemisah berupa marka. Lajur sepeda yang berada
pada jalur sepeda yang dibatasi oleh separator memberikan keluasaan bagi
pesepeda untuk bergerak dengan rasa aman. Pada jalan umum tanpa separator,
kendaraan bermotor dapat mengambil alih lajur yang sudah disediakan bagi
pesepeda.

Gambar 7 Ilustrasi Jalur Sepeda

Penggunaan sepeda perlu didorong karena mampu menghemat energi


dan tidak mencemari udara yang signifikan. Jalur sepeda yang dibatasi oleh
tanda yang dicat cukup umum terdapat di banyak kota besar. Jalur sepeda yang
dibatasi oleh pembatas, bollard atau boulevard umumnya terdapat di beberapa
negara Eropa seperti Belanda, Denmark, dan Jerman.

2.4.2 Sejarah Jalur Sepeda di Dunia


Sejarah infrastruktur bersepeda dimulai tidak lama setelah booming
sepeda pada tahun 1880-an ketika infrastruktur sepeda khusus dibangun untuk
pertama kalinya, hingga kebangkitan mobil sejak pertengahan abad ke-20 dan
penurunan yang bersamaan dengan bersepeda sebagai sarana. transportasi,
hingga kembalinya bersepeda dari tahun 1970-an dan seterusnya.

22
Pada akhir abad ke-19, bersepeda berkembang dari hobi menjadi bentuk
transportasi yang mapan. Pengendara sepeda berkampanye untuk memperbaiki
jalan dan trek yang ada, yang seringkali permukaannya buruk. Sebuah grup AS
adalah Good Roads Movement, yang lainnya adalah League of American
Bicyclists. Setara dengan Inggris adalah Cyclist' Touring Club, yang
mendistribusikan risalah berjudul Jalan: Konstruksi dan pemeliharaannya, dan
yang, dengan Serikat Sepeda, membentuk Asosiasi Perbaikan Jalan pada
Oktober 1886. Jalur sepeda pertama dibangun sekitar waktu ini. Pada tahun
1896 jalur sepeda pertama di Amerika Serikat dibuat dengan membelah jalur
pejalan kaki Ocean Parkway. Setelah instalasi yang sukses ini, banyak jalur
sepeda yang terpisah dari jalan raya dibangun oleh asosiasi jalur sepeda

Pada 1930-an, Kementerian Transportasi Inggris membangun jaringan


jalan raya sepeda yang luas di seluruh negeri setidaknya 280 mil infrastruktur
beraspal dan terlindungi yang didedikasikan untuk pengendara sepeda saja.
Pada tahun 1947, sebagai tanggapan atas saran resmi bahwa pengendara sepeda
harus menggunakan jalur sepeda, CTC mengadopsi gerakan yang menyatakan
penolakan tegas terhadap jalur sepeda di sepanjang jalan umum.

Pada akhir tahun 1960-an di negara-negara Nordik, membuat kebijakan


tentang perencanaan kota sangat berpengaruh, karena pengendara sepeda dan
pejalan kaki diperlakukan sebagai kelompok yang homogen untuk dilayani
menggunakan fasilitas serupa.

Rencana sirkulasi lalu lintas Amsterdam tahun 1978 memprioritaskan


fasilitas sepeda, khususnya jalur sepeda yang terpisah, yang juga berarti
mengambil beberapa ruang jalan dari kendaraan bermotor. Rencana sirkulasi
lalu lintas terkenal lainnya yang mengutamakan pengendara sepeda efektif di
Groningen.

Pada tahun 1971 di Amerika Serikat, pemerintah negara bagian


California mengontrak University of California, Los Angeles untuk mendesain
jalur sepeda. UCLA sebagian besar meniru praktik fasilitas sepeda Belanda.

2.6 Kebijakan Terhadap Sepeda


Kebijakan terhadap penggunaan sepeda di Indonesia dimuat dalam berbagai
peraturan tertulis diantaranya:

23
2.5.1 Undang Undang Republik Indonesia Undang-Undang
Ada beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dalam
penyediaan jalur yang ada di Indonesia terdiri atas:
1. Undang-Undang RI nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan pasal 62 ayat (1) dan (2).
1) Pemerintah harus memberikan kemudahan berlalu lintas bagi pesepeda.
2) Pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan,
ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas.
2. Undang-Undang RI nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan pasal 2016 ayat (1) dan (2).
1) Masyarakat berhak mendapa ruang au inas yang ramah ingkungan.
2) Masyarakat berhak memperoleh informasi tentang kelestarian
lingkungan bidang lalu lintas dan angkutan jalan

2.5.2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Peraturan Pemerintah (disingkat PP) adalah Peraturan
Perundangundangan di Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden untuk
menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan
Pemerintah adalah materi untuk menjalankan Undang-Undang. Peraturan
Pemerintah sebagai aturan "organik" daripada Undang-Undang menurut
hierarkinya tidak boleh tumpang tindih atau bertolak belakang. Peraturan
Pemerintah ditandatangani oleh Presiden. Dalam kebijakan jalur sepeda,
Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang hal ini termuat pada Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia nomor 79 Tahun 2013 Tentang Jaringan Lalu
Lintas Dan Angkutan Jalan. Bagian Kedelapan Fasilitas untuk Sepeda, Pejalan
Kaki, dan Penyandang Cacat.
1. Jalan dilengkapi dengan fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan
penyandang cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf g.
2. Fasilitas untuk sepeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa lajur
dan/atau jalur sepeda yang disediakan secara khusus untuk pesepeda
dan/atau dapat digunakan bersama-sama dengan Pejalan Kaki.

2.5.3 Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia


Kementerian Perhubungan Republik Indonesia (disingkat Kemenhub
RI) adalah kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan

24
transportasi. Kementerian Perhubungan mempunyai tugas menyelenggarakan
urusan di bidang perhubungan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden
dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 59 Tahun 2020 adalah
peraturan tentang keselamatan bersepeda dan pesepeda di jalan yang
dikeluarkan yang dikeluarkan Menteri Perhubungan Republik Indonesia,
disahkan sejak 14 Agustus 2020, dan berlaku mulai 25 Agustus 2020. Peraturan
bersepeda ini dikeluarkan untuk mewujudkan tertib berlalu lintas dan menjamin
keselamatan penggunaan sepeda di jalan.
SYARAT-SYARAT SEPEDA YANG BISA DIGUNAKAN DI JALAN
RAYA

Peraturan Menteri Perhubungan RI nomor 59 Tahun 2020 Pasal 2:

1. Sepeda yang beroperasi di jalan harus memnuhi persyaratan keselamatan


2. Persyaratan keselamatan yang di maksud pada ayat [1] meliputi:
• Spakbor
• Bel
• Sistem Rem
• Lampu
• Alat pemantul cahaya berwarna merah
• Alat pemantul cahaya roda berwarna putih atau kuning
• Pedal

LARANGAN BAGI PESEPEDA

1. Membiarkan sepeda ditarik oleh kendaraan bermotor dengan kecepatan


yang membahayakan keselamatan
2. Mengangkut penumpang, kecuali sepeda dilengkapi dengan tempat duduk
penumpang di bagian belakang sepeda
3. Mengoperasikan perangkat elektronik seluler saat berkendara, kecuali
dnegan piranti dengar
4. Menggunakan paying saat berkendara
5. Berkendara dengan berjajar lebih dari dua

PENGGUNAAN ISYARAT TANGAN

25
Isyarat tangan untuk:

• Belok kiri: merentangkan lengan kiri menjauhi tubuh hingga setinggi


bahu untuk belok kiri;
• Belok kanan: merentangkan lengan kanan menjauhi tubuh hingga
setinggi bahu untuk belok kanan;
• Berhenti: mengangkat salah 1 (satu) tangan di samping atas kepala
untuk berhenti;
• Memberikan jalan: mengayunkan tangan dari belakang ke depan untuk
memberikan Jalan bagi pengendara lain.

Gambar 8 Isyarat Tangan Pengguna Sepeda

2.5.4 Surat Edaran Bina Marga Nomor 05/SE/Db/2021


a. Ketentuan kondisi lebar jalan eksisting untuk penempatan lajur atau jalur
sepeda Penempatan jalur atau lajur sepeda berada di sebelah kiri badan jalan
dan tidak mengurangi lebar lajur minimum yang dipersyaratkan untuk
kendaraan bermotor. Lebar lajur kendaraan bermotor untuk jalan raya dan
jalan sedang sebesar 3,5 meter dan jalan kecil sebesar 2,75 meter sesuai
dengan PP No 34 Tahun 2006 Tentang Jalan.
b. Ketentuan kondisi trotoar untuk penempatan lajur sepeda
Penempatan jalur atau lajur sepeda di trotoar tidak boleh mengganggu lebar
lajur minimum untuk pejalan kaki. Lebar lajur yang harus disediakan untuk
26
pejalan kaki di trotoar dapat mengacu pada Pd 03-2017-B tentang Pedoman
Perencanaan Teknis Fasilitas Pejalan Kaki. Selain itu, trotoar yang akan
digunakan untuk lajur sepeda harus menerus, rata dan aman. Trotoar tetap
menerus dan tidak turun ketika bersinggungan dengan akses keluar masuk
kendaraan bermotor
c. Lajur sepeda tipe C di badan jalan yang memiliki tempat parkir on street
Lajur sepeda di badan jalan yang memiliki tempat parkir kendaraan
bermotor berada pada sisi kiri dari tempat parkir kendaraan bermotor.
Antara tempat parkir dan lajur sepeda dipisahkan oleh marka dengan jarak
minimal 0,5 m untuk ruang buka tutup pintu kendaraan bermotor.
d. Lajur sepeda tipe C di badan jalan yang memiliki teluk bus
Lajur sepeda di badan jalan yang memiliki teluk bus tetap berada pada sisi
kiri dari jalur kendaraan bermotor dan dan dipisahkan oleh marka. Pada
badan jalan yang memiliki teluk bus, lajur sepeda memiliki marka area hijau
di depan teluk bus tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa sepeda
memiliki prioritas dibandingkan bus.
e. Kontinuitas Jalur Sepeda
Lajur atau jalur sepeda direncanakan berdasarkan konsep jaringan yang
tidak terputus.
f. Penempatan lajur sepeda tipe C di persimpangan
Lajur sepeda di persimpangan ditandai dengan pemberian marka area
berwarna hijau yang berfungsi untuk memberikan prioritas bagi pesepeda
untuk meminimalisasi konflik pesepeda dengan kendaraan bermotor, dan
mempertegas lajur sepeda. Marka area tersebut merupakan lajur yang
dilewati para pesepeda pada saat di persimpangan.

2.7 Pedoman Jalur Sepeda


2.6.1 Moda Sepeda
Sepeda merupakan alat transportasi yang sangat umum dan luas dalam
hal penggunaan bahkan di dunia pun sudah banyak orang yang menggunakan
dari berbagai kalangan umur. Sepeda pun tidak hanya digunakan sebagai
transportasi saja, namun banyak yang menjadikannya sebagai hobby yang
diminati di kalangan masyarakat dan bahkan ada yang membuat komunitas
sepeda. Sepeda sendiri sudah menjadi gaya hidup sebagian masyarakat kota.

27
Sepeda dianggap sebagai aktifitas olahraga dan rekreasi yang populer
(Ismunandar, 1996). Sepeda adalah salah satu sarana transportasi yang
sederhana, dan tidak menggunakan mesin. Sepeda dapat bergerak dengan cara
digayuh oleh manusia menggunakan tenaga manusia. Komunitas-komunitas
sepeda yang ada membuktikan bahwa sepeda menjadi transportasi yang
diminati. Banyak jenis sepeda yang dapat ditemukan dan bahkan
pengembangan dari sepeda menjadi berbagai macam desain, seperti sepeda
gunung, sepeda balap, dan jenis-jenis sepeda lainnya. Jenis-jenis sepeda yang
disebutkan sebelumnya memiliki keuntungan, fungsi dan kegunaannya masing-
masing sesuai dengan jenisnya.

Pada saat mengendarai sepeda tentunya penting akan kenyamanan pada


saat berkendara. Kenyamanan disin tidak hanya berdasarkan desai sepeda itu
sendiri, namun juga berdasasrkan bycycle fit-nya. Bicycle fit ini mencakup
ukuran kerangka sepeda yang disesuaikan dengan variasi dimensi, seperti
ketinggian tempat duduk, jarak antara stang dan teoat duduk, sehingga posisi
kenyamanan yang paling tepat dapat diperoleh. Seperti yang diketahui ukuran
dimensi manusia tentunya berbeda-beda. Oleh karena itu, sepeda sendiri dapat
di sesuaikan atau diatur sesuai dengan kebutuhannya masing-masing agar
tampak nyaman.

Tabel 1 Ketentuan Dimensi Sepeda dalam Perencanaan Jalur Sepeda

Lebar Kemudi 0,6 meter


Ruang Pengemudi 1,0 meter
Tinggi Sepeda 1,0 meter
Lebar Kemudi 0,6 meter
Tinggi Untuk Pengemudi 2,25 meter
Ruang Pengemudi 1,0 meter
Panjang Sepeda 1,9 meter
Tinggi Sepeda 1,0 meter
Tinggi Pedal 0,05 meter
Tinggi Untuk Pengemudi 2,25 meter

28
2.6.2 Desain Jalur Sepeda
Secara garis besar, desain jalur lintas sepeda dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Jalur khusus sepeda, dimana jalur untuk sepeda dipisah secara fisik dari jalur
lalu lintas kendaraan bermotor.
b. Jalur sepeda sebagai bagian jalur lalu lintas yang hanya dipisah dengan
marka jalan atau warna jalan yang berbeda.

Tipe jalur lintas sepeda yang lebih rinci diterangkan oleh (Yamakawa,
1994), yakni:

a. Jalur sepeda di badan Jalan (Tipe A)


Jalur sepeda tipa A di badan jalan adalah jalur sepeda yang secara
khusus dipisah agar tidak bercampur dengan kendaraan lainnya. Pemisah
fisik yang digunakan adalah kereb. Pemisahan fisik ini dibutuhkan karena
kecepatan kendaraan bermotor yang relatif tinggi dan terbatasnya akses
keluar masuk kendaraan ke bangunan pada sepanjang jalan tersebut. Jalur
sepeda di badan jalan dapat ditempatkan di jalan arteri primer, arteri
sekunder dan kolektor primer.

Gambar 9 Jalur sepeda di badan jalan (Tipe A)


b. Penempatan Jalur Sepeda tipe B pada trotoar
Ketentuan jalur sepeda di trotoar memiliki beberapa kriteria sebagai
berikut:
• Penempatan lajur sepeda harus tetap menyediakan lebar trotoar bagi
pejalan kaki minimal sebesar 1.5 m
• Trotoar yang tersedia haruslah memenuhi syarat menerus, rata, dan
aman. Trotoar tetap menerus dan tidak turun ketika bersinggungan
dengan akses keluar masuk kendaraan bermotor yang menuju
bangunan pada sepanjang jalan

29
Gambar 10 Lajur sepeda di Trotoar (Tipe B)

c. Jalur Sepeda Tipe C di badan jalan


Jalur sepeda adalah lajur lalu lintas yang dipergunakan untuk pesepeda,
berfungsi untuk memisahkan sepeda dari kendaraan bermotor yang
ditempatkan di badan jalan dengan menggunakan pemisah berupa marka
jalan. Lajur sepeda tipe C dapat ditempatkan pada fungsi jalan kolektor
sekunder, lokal primer, lokal sekunder, lingkungan primer dan lingkungan
sekunder. Lajur sepeda tipe C dapat ditempatkan di jalan – jalan yang
memiliki kecepatan kendaraan bermotor yang relatif rendah, banyak
memiliki akses keluar masuk kendaraan bermotor ke bangunan pada
sepanjang jalan.

Gambar 11 Lajur sepeda di Badan Jalan (Tipe C)

2.6.3 Persyaratan Jalur Sepeda


Pada jalur sepeda yang digunakan besama-sama dengan pejalan kaki harus
turut memperhatikan keselamatan pejalan kaki. Adapun untuk keselamatan
bersama, persyaratan lajur sepeda berdasarkan jenisnya diatur juga dalam
Peraturan Menteri Perhubungan No. 59 Tahun 2020 tentang Keselamatan
Pesepeda di Jalan yang berisi:
1) Jalur Sepeda yang berbagi Jalan dengan kendaraan paling sedikit harus
dilengkapi dengan:
a. Rambu peringatan banyak lalu lintas sepeda;
30
b. Rambu perintah dan larangan untuk sepeda;
c. Lampu penerangan Jalan; dan
d. marka Lajur Sepeda pada simpang bersinyal.
2) Lajur sepeda yang menggunakan bahu jalan paling sedikit harus dilengkapi
dengan:
a. Rambu peringatan banyak lalu lintas sepeda;
b. Rambu perintah dan larangan untuk sepeda;
c. Lampu penerangan Jalan; dan
d. Marka lajur sepeda pada simpang bersinyal.
3) Lajur sepeda yang berupa jalur khusus yang berada pada badan Jalan paling
sedikit harus dilengkapi dengan:
a. Marka lajur sepeda berupa gambar sepeda berwarna putih dan/ atau
warna hijau;
b. Marka tempat penyeberangan pesepeda;
c. Rambu peringatan banyak lalu lintas sepeda;
d. Rambu perintah dan larangan untuk sepeda; dan
e. Lampu penerangan jalan.
4) Lajur Sepeda yang berupa jalur khusus terpisah dengan badan Jalan paling
sedikit harus dilengkapi dengan:
a. Marka lajur sepeda berupa gambar sepeda berwarna putih dan/ atau
warna hijau;
b. Barka tempat penyeberangan pesepeda;
c. Rambu peringatan banyak lalu lintas sepeda;
d. Rambu perintah dan larangan untuk sepeda;
e. Lampu penerangan Jalan; dan
f. Pembatas lalu lintas untuk jalur khusus sepeda yang berdampingan
dengan jalur kendaraan bermotor.

31
Gambar 12 Elemen dan Fasilitas Pendukung Jalur Sepeda

a. Penentuan lebar lajur atau jalur sepeda


Lebar jalur pada sepeda meliputi lebar sepeda dan jarak kebebasan
samping, serta adanya ruang bagi pesepeda untuk menyalip sepeda lainnya.
Pemilihan lebar satu jalur sepeda dapat dipilih apabila volme sepeda
maksimal 120 sepeda/jam/lajur. Sedangkan apabila lebih dari itu maka
dapat dipilih lebar dengan dua jalur sepeda dengan maksimal volume sepeda
140 sepeda/jam/lajur.

Gambar 13 Lebar minimum satu lajur sepeda

32
Gambar 14 Lebar minimum dua lajur sepeda
Untuk mengakomodasikan pergerakan yang nyaman termasuk
memungkinkan untuk menyalip, sepeda kargo, maka lebar jalur sepeda satu
lajur dan dua lajur yang disarankan seperi dibawah ini.

Gambar 15 Lebar yang disarankan untuk satu lajur sepeda

Gambar 16 Lebar yang disarankan untuk dua lajur sepeda

33
b. Ketentuan kondisi lebar jalan eksisting untuk penempatan lajur atau
jalur sepeda
Penempatan jalur atau lajur sepeda berada di sebelah kiri badan jalan
dan tidak mengurangi lebar lajur minimum yang dipersyaratkan untuk
kendaraan bermotor. Lebar lajur kendaraan bermotor untuk jalan raya dan
jalan sedang sebesar 3,5 meter dan jalan kecil sebesar 2,75 meter sesuai
dengan PP No 34 Tahun 2006 Tentang Jalan.

Gambar 17 Kondisi lebar lajur untuk jalan kecil

Gambar 18 Kondisi lebar lajur untuk jalan raya dan sedang


c. Ketentuan kondisi trotoar untuk penempatan lajur sepeda
Penempatan lajur sepeda tidak boleh mengganggu lebar lajur minimum
untuk pejalan kaki. Lebar yang harus disediakan untuk pejalan kaki dapat
mengacu pada Pd 03-2017-B tentang Pedoman Perncanaan Teknis Fasilitas
Pejalan Kaki.

Gambar 19 Trotoar yang menerus


d. Marka Jalan

34
Marka lambang seoeda di lajur sepeda berfungsi untuk menunjukan
bahwa lajur tersebut adalah diprioritaskan dan dikhususkan bagi para
pesepeda. Jarak antar marka area hijau ditempatkan dengan jarak 6 meter.

Gambar 20 Marka lambang sepeda dan marka huruf dan lambang lajur
sepeda

Gambar 21 Detail marka lambang sepeda


e. Rambu Lalu Lintas
Jenis rambu yang terdapat di lajur atau jalur sepeda adalah sebagai
berikut:
• Rambu Lajur Sepeda
Rambu ini merupakan pemberitahuan bagi para pesepeda bahwa
lajur yang dilaluinya adalah lajur sepeda. Rambu ini pun menjadi
rambu pemberitahuan untuk pengendara kendaraan bermotor bahwa
lajur tersebut adalah lajur sepeda.

35
Gambar 22 Rambu lajur atau jalur sepeda
• Rambu petunjuk awal lajur sepeda
Rambu ini merupakan petunjuk bagi para pesepeda bahwa akan ada
awal lajur sepeda di depan. Rambu ini ditempatkan 50 meter
sebelum awal lajur sepeda.

Gambar 23 Rambu petunjuk lajur sepeda di depan


• Rambu larangan delman, andong, dan becak
Rambu larangan ini berfungsi untuk memberitahukan bahwa
delman, andong, dan becak dilarang untuk memasuki lajur atau jalur
sepeda. Rambu ini ditempatkan pada awal lajur atau jalur sepeda.
Tinggi rambu petunjuk ini adalah 2,5 meter dengan diameter rambu
0,45 meter.

36
Gambar 24 Rambu larangan delman, andong, dan becak
• Rambu pemberitahuan lajur sepeda di trotoar
Rambu pemberitahuan lajur sepeda berfungsi sebagai petunjuk yang
mengarahkan pesepeda dan pejalan kaki untuk berjalan pada
lajurnya masing-masing di trotoar. Tinggi rambu petunjuk ini adalah
4 meter dengan dimensi rambu adalah 1 meter x 0,75 meter.

Gambar 25 Rambu pemberitahuan lajur sepeda

2.6.4 Perencanaan Lintasan Sepeda di Dalam Kota


Setiap lajur sepeda harus memenuhi persyaratan-persyaratan dari segi
keselamatan, kenyamanan dan ruang bebas gerak individu, dan kelancaran lalu
lintas. Untuk memenuhi persyaratan tersebut, perencanaan lajur sepeda harus
memperhatikan tiga pokok penting, yaitu:
1. Penetapan titik sumber asal sepeda (seperti permukiman) serta penentuan
titik tujuan (seperti sekolah, pasar, perkantoran, pusat hiburan, pusat sarana
olahraga, pusat layanan sosial, dsb.
2. Penilaian topografi kawasan dimana lintasan akan dibangun serta hambatan
lainnya seperti sungai, saluran irigasi, dsb.
3. Hubungan atau jaringan antar-wilayah, untuk mengintegrasikan jaringan
sepeda di kota agar berkesinambungan.
Adapun menurut Haecher (1986), terdapat proses-proses yang harus
dilakukan dalam perencanaan lintasan sepeda di dalam kota, yaitu:
1. Pertimbangan jalur tersingkat antara sumber pengendara sepeda dengan
kawasan tujuan (permukiman dengan lingkungan kerja, perbelanjaan, pusat
rekreasi).

37
2. Pertimbangan jalur tersingkat antara sumber pengendara sepeda dengan
kawasan tujuan.
3. Kondisi topografi yang memadai untuk pengendara sepeda.
4. Untuk pertimbangan pendanaan investasi, lintasan hendaknya sebanyak
mungkin terintegrasi dengan jalan serta jembatan yang ada di kawasan.
5. Perlu dipertimbangkan beberapa alternatif pencapaian kawasan yang dituju.
6. Jaringan harus memberikan kejelasan orientasi setiap tempat melalui
petunjuk yang jelas dan mudah dimengerti.
7. Penandaan serta penginformasian yang jelas untuk daerah yang berpotensi
bahaya bagi pengendara sepeda.
8. Tidak memilih daerah yang sering diwarnai oleh kemacetan lalulintas.
9. Jalur sepeda tidak boleh mengganggu jalur pejalan kaki.
10. Jalur sepeda yang bersifat rekreatif harus diwarnai oleh lingkungan yang
menyenangkan, suasana yang segar serta aman dari kendaraan bermotor.

38
BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT


3.1 Tujuan
Tujuan dari pengamatan terhadap jalur khusus sepeda di Kawasan Kota Semarang
guna:
1. Mengetahui penyebab keterputusan (discontinuity) jalur sepeda yang ada di Kota
Semarang.
2. Mengetahui pola dan kebiasaan pesepeda di beberapa lokasi Kota Semarang, terkait
dengan pemanfaatan jalur sepeda yang ada.
3. Mengetahui tingkat efektivitas dan kendala dari penggunaan jalur khusus sepeda di
Kota Semarang.

3.2 Manfaat
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat yang terbagi dalam manfaat bagi peneliti,
pemerintah dan masyarakat.
1. Manfaat Bagi Peneliti
Kegunaan sisi akademis akan menjelaskan manfaat yang ingin dicapai dari
penelitian ini yang diperuntukkan untuk pihak akademis yang membutuhkan
penelitian ini. Terlebih untuk pihak yang ingin:
a. Mengetahui penyebab discontinuity jalur sepeda yang ada di Kota Semarang
b. Menjadi referensi bagi pihak – pihak yang membutuhkan
2. Manfaat Bagi Pemerintah
Kegunaan praktis merupakan manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini dan
diperuntukkan bagi pihak pemerintah. Adapun manfaatnya bagi pemerintah yaitu
sebagai masukan, khususnya instansi yang berkaitan dengan sistem perhubungan
dalam upaya pengembangan jalur transportasi berkelanjutan yang ramah
lingkungan di Kota Semarang.
3. Manfaat Bagi Masyarakat
Kegunaan bagi masyarakat yang merupakan pelaku utama dalam penelitian ini
yaitu adanya masukan atau saran didalam konsep pengembangan jalur sepeda di
Kota Semarang ini diharapkan suatu saat nanti moda transportasi sepeda menjadi
moda transportasi utama di Kota Semarang yang dapat menekan jumlah polusi dan
menciptakan kondisi lalu lintas yang tidak bising serta nyaman bagi setiap lapisan
masyarakatnya.

39
BAB IV

METODE
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah kerangka kerja yang digunakan untuk melaksanakan
riset pemasaran (Malhotra, 2007). Desain penelitian memberikan prosedur untuk
mendapatkan informasi yang diperlukan untuk menyusun atau menyelelsaikan masalah
dalam penelitian. Desain penelitian merupakan dasar dalam melakukan penelitian.
Desain penelitian yang penyusun gunakan dalam penelitian kali ini adalah desain studi
kasus pada penelitian deskriptif.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk


mendiskripsikan atau menggambarakan fakta-fakta mengenai pemanfaatan fasilitas
jalur sepeda secara sistematis, dan akurat. Sedangkan, desain penelitian yang digunakan
adalah studi kasus. Studi kasus merupakan strategi penelitian dimana di dalamnya
peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau
kelompok individu (Creswell, 2010:20). Alasan menggunakan studi kasus ini karena
diperlukannya kajian yang bersifat alami, situasi yang sebenarnya terjadi tanpa campur
tangan peneliti.Studi kasus dalam hal ini adalah dalam hal ini adalah disain jalur-jalur
sepeda yang ada di Kota Semarang.

4.2 Lokasi Penelitian


Terdapat 5 lokasi penelitian terhadap analisis discontinuity pada jalur sepeda
di pusat kota Semarang. Berikut merupakan 5 lokasi penelitian tersebut:

1. Jalan Pahlawan, Semarang, Jawa Tengah

40
Gambar 26 Peta Jalan Pahlawan, Semarang, Jawa Tengah

Gambar 27 Jalur Sepeda di Jalan Pahlawan


2. Jalan Gajahmada, Semarang, Jawa Tengah

Gambar 28 Peta Jalan Gajahmada, Semarang, Jawa Tengah

41
Gambar 29 Jalur Sepeda di Jalan Gajahmada
3. Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah

Gambar 30 Peta Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah

42
Gambar 31 Jalur Sepeda di Simpang Lima, Semarang
4. Jalan Pandanaran, Semarang, Jawa Tengah

Gambar 32 Peta Jalan Pandanaran, Semarang, Jawa Tengah

43
Gambar 33 Jalur Sepeda di Jalan Pandanaran, Semarang, Jawa Tengah
5. Jalan Pemuda, Semarang, Jawa Tengah

Gambar 34 Peta Jalan Pemuda, Semarang, Jawa Tengah

44
Gambar 35 Jalur Sepeda di Jalan Pemuda

4.3 Fokus Penelitian


Fokus penelitian adalah pemusatan konsentrasi sebagai pembatas objek
penelitian yang diangkat, sehingga harapannya dengan penelitian terfokus ini peneliti
mampu mengumpulkan data dan menganalisis data yang sesuai dengan tujuan
penelitian. Fokus penulisan dalam metode studi kasus ini terletak pada objek dan subjek
yang diteliti, yaitu jalur sepeda dan penggunanya, serta yang berkaitan dengan
penyebab dilakukannya penelitian dari berbagai faktor, yaitu diskontinuitas jalur
sepeda.

4.4 Studi Literatur


Studi literatur adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan penelitian.
Metode yang dilakukan pada Kajian studi literatur dalam penelitian yakni:

• Inventarisasi Literatur
Mengumpulkan berbagai literatur yang akan diteliti beserta literatur
pendukungnya. Literatur-literatur yang dibutuhkan bisa diidentifikasi dari berbagai
sumber berupa buka, jurnal, dan karya tulis lainnya.
• Deskripsi Literatur

45
Setelah literatur terkumpul selanjutnya yaitu menyusun, membaca, serta
mendeskripsikan literatur yang sudah terkumpul.
• Perbandingan Literatur
Yaitu membetulkan kata demi kata, susunan dan gaya bahasa serta mencari
kemungkinan adanya unsur baru dalam literatur yang digunakan.

4.5 Data dan Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan
dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Data yang diperoleh melalui proses observasi
yang dilakukan dilapangan dengan adanya dokumentasi dalam bentuk foto, video dan
catatan yang selanjutnya akan dianalisis untuk mendapatkan penyelesaian dari
permasalahan yang diangkat. Berikut metode pengumpulan data yang digunakan:

a. Observasi
Menurut Nawawi dan Martini (1991) observasi adalah pengamatan dann
pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu
gejala atau gejala yang ada dalam objek penelitian. Observasi yang dilakukan
adalah observasi terhadap subjek, perilaku subjek dalam pengamatan di
lapangan, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal lainnya yang dianggap
relevan. Metode pada penelitian ini dilakukan dengan pengamatan langsung
dari jalur-jalur sepeda yang ada di Kota Semarang dalam mengamati
permasalahan tentang pemanfaatan jalur sepeda di Kota Semarang.
b. Dokumentasi
Pada metode pengumpulan data kualitatif menggunakan teknik dengan
cara mencari catatan-catatan atau dokumen-dokumen yang ada. Dan data
tersebut telah diambil oleh peneliti untuk menjadikan data tersebut sebagai
informasi maupun bukti data berupa foto yang langsung diperoleh dari lokasi
yang akan diteliti. Bentuk dokumentasi yang dilakukan berupa foto-foto dan
catatan.

4.6 Analisis Data


Analisis data adalah sebuah proses untuk memeriksa, membersihkan,
mengubah, mengelompokkan, dan membuat permodelan data dengan maksud untuk
menemukan informasi yang bermanfaat sehingga dapat memberikan petunjuk bagi

46
peneliti dalam mengambil keputusan terhadap permasalahan dan pertanyaan-
pertanyaan penelitian yang diangkat.

Pada penelitian jalur sepeda di Kota Semarang ini, analisis data dilakukan
menggunakan analisis data kualitatif yang diperoleh dari hasil observasi dan
dokumentasi. Pengumpulan data kualitatif didasarkan pada teori Bogdan dan Biklen,
serta Lincoln dan Guba.

Bogdan dan Biklen mengemukakan bahwa analisis data kualitatif dilakukan


melalui dua fase, yaitu selama dan setelah selesainya proses pengumpulan data
(Sudarwan Danim dan Darwis, 2003 : 268-269).

Menurut Lincoln dan Guba, tingkat kepercayaan hasil penelitian dapat dicapai
apabila peneliti berpegang pada empat prinsip atau kriteria, yaitu credibility,
dependability, confirmability, dan transferability (Sudarwan Danim dan Darwis, 2003:
269-270).

Atas dasar pendapat Bogdan dan Biklen serta Lincoln dan Guba, Sudarwan Danim dan
Darwis (2003: 263-267) mengemukakan prinsip-prinsip analisis data pada penelitian
kualitatif sebagai berikut:

1. Peneliti menjadi instrumen utama pengumpulan data dan subjek yang diteliti
dipandang mempunyai kedudukan sama secara nisbi dengan peneliti. Sebagai
instrumen utama, peneliti melakukan wawancara kepada responden dan
mengamati sejumlah fenomena fokus penelitian yang tampak dan terjadi di
lapangan sebagimana adanya.
2. Data penelitian yang dikumpulkan bersifat deskriptif. Peneliti mengumpulkan
data dan mencatat fenomena yang terkait langsung atau tidak langsung dengan
fokus penelitian. Karakteristik ini berimplikasi pada data yang terkumpul, yaitu
cenderung berupa kata-kata atau uraian deskriptif, tanpa mengabaikan data
berbentuk angka-angka.
3. Proses kerja penelitian dilakukan dengan menggunakan perspektif etik, yaitu
dengan mengutamakan pandangan dan pendirian responden terhadap situasi
yang dihadapinya. Peneliti meminimalkan perspektif etik dengan tujuan
mereduksi subjektivitas data yang dihimpun.

47
4. Verifikasi data dan fenomena dilakukan dengan cara mencari kasus yang
berbeda atau bertentangan dengan menggunakan metode dan subjek yang
berbeda.
5. Kegiatan penelitian lebih mengutamakan proses daripada hasil dan data
penelitian dianalisis secara induktif untuk mendapatkan makna kondisi alami
yang ada. Pemaknaan atas data dilakukan dengan interprestasi idiografik
(idiographic interpretation) berupa analisis atas fenomena yang muncul.
Namun, bukan dimaksudkan untuk merumuskan generalisasi.
6. Pemberian makna merupakan dasar utama dalam memahami situasi, dimana
pemaknaan itu selain dilakukan sendiri oleh peneliti juga didasari atas
interpretasi bersama dengan sumber data.

48
BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Pelaksanaan Penelitian


Penelitian Discontinuity Pada Jalur Sepeda Di Pusat Kota Semarang dilakukan
dengan menjadikan jalur sepeda sebagai subjek utama penelitian. Proses penelitian
dilakukan berdasarkan metode penelitian yang diterapkan dengan menentukan desain
penelitian, lokasi penelitian, fokus penelitian, studi literatur, data dan pengumpulan
data, serta proses analisis data.

Dalam penelitian ini, lokasi penelitian terhadap Discontinuity pada Jalur Sepeda
di Pusat Kota Semarang ini adalah pada beberapa ruas jalan utama di Kota Semarang,
di mana terdapat implementasi jalur sepeda, antara lain, Jl. Pandanaran, Jl. Pahlawan,
Jl. Pemuda, dan beberapa jalan lainnya.

Gambar 36 Jalur Sepeda Jalan Pandanaran

Gambar 37 Jalur Sepeda Jalan Pahlawan

49
Gambar 38 Jalur Sepeda Jalan Pemuda

Desain penelitian yang penyusun gunakan adalah desain studi kasus pada
penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan dengan
tujuan untuk menggambarakan fakta mengenai implementasi disain jalur sepeda di
Kota Semarang secara sistematis, dan akurat. Sedangkan desain penelitian studi kasus
merupakan rancangan yang mencakup pengkajian satu unit penelitian secara intensif
dalam hal ini adalah disain jalur-jalur sepeda yang ada di Kota Semarang.

Proses observasi dilakukan dua tahap dengan pelaksanaan pertama pada hari
Jum’at tanggal 25 Maret 2022 dan pelaksanaan kedua pada hari Minggu tanggal 27
Maret 2022 guna memastikan kebenaran data yang diperoleh. Proses observasi
dilakukan dengan melakukan pengamatan diwaktu atau jam yang berbeda. Perbedaan
jam tersebut terbagi ke dalam empat waktu yang terdiri dari, pagi hari, siang hari, sore
hari dan malam hari.

5.2 Hasil Pengamatan


Berdasarkan permasalahan yang diambil tentang Discontinuity pada jalu sepeda
di kota semarang, kami melakukan pengamatan pada beberapa jalan di kota semarang
yaitu, Jl. Gajahmada, Jl.pandanaran, Jl. Veteran, Jl, Pahlawan, Jl. Pemuda, Simpang
Lima.

50
1. Jl. Gajahmada, Semarang, Jawa Tengah.

Gambar 39 Peta Pengamatan di Jl. Gajah Mada


a. Pengamatan Pada Pagi Hari
Berdasarkan hasil pengamatan pada pagi hari, penyebab utama
discontinuity jalur sepeda di Jl. Gajahmada adalah banyaknya kendaraan mobil
maupun motor yang parkir di jalur sepeda sehingga menghalangi jalur khusus
bagi pesepeda. Selain parkir, faktor discontinuity lainnya adalah PKL yang
berjualan dan putusnya garis khusus jalur pesepeda akibat pembaruan lapisan
aspal.

Gambar 40 Pengamatan Pagi Hari di Jl. Gajah Mada

51
b. Pengamatan Pada Siang Hari

Berdasarkan hasil pengamatan pada siang hari, penyebab utama


discontinuity jalur sepeda Jl. Gajahmada adalah maraknya parkir mobil maupun
motor yang terdapat di sepanjang jalur sepeda sehingga menghalangi jalur
khusus bagi pesepeda.

Gambar 41 Pengamatan Siang Hari di Jl. Gajah Mada

c. Pengamatan Pada Sore Hari


Berdasarkan hasil pengamatan pada sore hari penyebab discontinuity
jalur sepeda pada kota semarang yang sangat jelas terlihat yaitu karena
maraknya parkir kendaraan roda empat maupun roda dua yang parkir di pinggir
jalan sehingga menutupi jalur khusus yang dibuat untuk pesepeda.

Gambar 42 Pengamatan Sore Harii di Jl. Gajah Mada

52
d. Pengamatan Pada Malam Hari

Berdasarkan hasil pengamatan pada malam hari terkait discontinuity


jalur sepeda pada kota semarang ditemukkan beberapa kendaraan bermotor
yang masih parkir dipinggir jalan dan membuat jalur khusus sepeda terhalangi.

Gambar 43 Pengamatan Malam Hari di Jl. Gajah Mada

2. Jl. Pandanaran, Semarang, Jawa Tengah.

Gambar 44 Peta Pengamtan di Jl. Pandanaran


a. Pengamatan Pada Pagi Hari
Berdasarkan hasil pengamatan pada pagi hari, penyebab terjadinya
discontinuity jalur sepeda di Jl. Pandanaran adalah marka/garis pada jalur
sepeda yang menghilang akibat pembaruan lapisan aspal.

53
Gambar 45 Pengamatan Pagi Hari di Jl. Pandanaran

b. Pengamatan Pada Siang Hari

Berdasarkan pengamatan pada siang hari, penyebab discontinuity jalur


sepeda di Jl. Pandanaran adalah maraknya mobil yang parkir sehingga
menghalangi jalur khusus bagi pesepeda.

Gambar 46 Pengamatan Siang Hari di Jl. Pandanaran

c. Pengamatan Pada Sore Hari

Berdasarkan hasil pengamatan pada sore hari di Jl.Pandanaran terdapat


marka jalur sepeda yang hilang disebabkan oleh pembaruan aspal dan

54
ditemukan juga beberapa kendaraan bermotor yang parkir pada jalur khusus
sepeda disekitar jalan tersebut.

Gambar 47 Pengamatan Sore Hari di Jl. Pandanaran

d. Pengamatan Pada Malam Hari

Berdasarkan hasil pengamatan pada malam hari di Jl. Pandanaran terkait


discontinuity terdapat pada suatu titik lokasi berdasarkan gambar yang diambil
bahwa marka jalur khusus sepeda tertimbun pengaspalan baru sehingga marka
tersebut terputus.

Gambar 48 Pengamatan Malam Hari di Jl. Pandanaran

3. Jl. Veteran, Semarang, Jawa Tengah.

Gambar 49 Peta Pengamatan di Jl. Veteran

55
a. Pengamatan Pada Pagi Hari
Berdasarkan pengamatan pada pagi hari, penyebab discontinuity pada
jalur sepeda di Jl Veteran adalah maraknya parkir mobil dan motor sehingga
menghalangi jalur khusus bagi pesepeda.

Gambar 50 Pengamatan Pagi Hari di Jl. Veteran

b. Pengamatan Pada Siang Hari

Berdasarkan pengamatan pada siang hari, penyebab discontinuity pada


jalur sepeda di Jl. Veteran adalah banyaknya mobil yang parkir pada jalur
khusus bagi pesepeda. Selain parkir mobil, terdapat PKL berjualan dan sepeda
motor yang parkir sehingga menghalangi jalur khusus bagi pesepeda.

Gambar 51 Pengamatan Siang Hari di Jl. Veteran

c. Pengamatan Pada Sore Hari

Berdasarkan hasil pengamatan pada sore hari di Jl. Veteran terdapat


beberapa titik lokasi jalur khusus sepeda yang dijadikan tempat parkir
kendaraan bermotor sehingga terdapat discontinuity jalur pada lokasi tersebut.

56
Gambar 52 Pengamatan Sore Hari di Jl. Veteran

d. Pengamatan Pada Malam Hari

Berdasarkan hasil pengamatan pada malam hari di Jl. Veteran masih


terdapat beberapa kendaraan mobil yang terparkir menghalangi jalur khusus
untuk pesepeda yang menjadi penyebab terjadinya discontinuity pada jalur
khusus sepeda ada.

Gambar 53 Pengamatan Malam Hari di Jl. Veteran

4. Jl. Pahlawan , Semarang, Jawa Tengah.

Gambar 54 Peta Pengamtan di Jl. Pahlawan

57
a. Pengamatan Pada Pagi Hari

Berdasarkan pengamatan pada pagi hari, penyebab terjadinya


discontinuity di Jl. Pahlawan didominasi oleh parkir mobil sehingga
menghalangi jalur khusus bagi pesepeda.

Gambar 55 Pengamatan Pagi Hari di Jl. Pahlawan

b. Pengamatan Pada Siang Hari

Berdasarkan pengamatan pada siang hari, penyebab terjadinya


discontinuity di Jl. Pahlawan masih didominasi oleh parkir mobil di sepanjang
jalur khusus bagi pesepeda.

58
Gambar 56 Pengamatan Siang Hari di Jl. Pahlawan

c. Pengamatan Pada Sore Hari

Berdasarkan hasil pengamatan pada sore hari, penyebab terjadinya


discontinuity pada jalur khusus sepeda di Jl. Pahlawan masih disebabkan oleh
kendaraan-kendaraan yang terparkir pada jalur tersebut.

Gambar 57 PengamatanSore Hari di Jl. Pahlawan

d. Pengamatan Pada Malam Hari

Berdasarkan hasil pengamatan pada malam hari, penyebab terjadinya


discontinuity pada jalur khusus sepeda di Jl. Pahlawan yaitu adanya pedagang
yang berjualan pada jalur khusus sepeda tersebut.

Gambar 58 Pengamatan Malam Hari di Jl. Pahlawan

59
5. Jl. Pemuda, Semarang, Jawa Tengah

Gambar 59 Peta Pengamatan di Jl. Pemuda


a. Pengamatan Pada Pagi Hari

Berdasarkan pengamatan pada pagi hari, penyebab discontinuity di Jl.


Pemuda juga didominasi oleh parkir mobil di sepanjang jalur khusus bagi
pesepeda. Selain itu, hilangnya marka jalur pesepeda juga menjadi penyebab
discotinuity.

Gambar 60 Pengamatan Pagi Hari di Jl. Pemuda

60
b. Pengamatan Pada Siang Hari

Berdasarkan pengamatan pada siang hari, penyebab discontinuity di Jl.


Pemuda didominasi oleh parkir mobil dan motor sehingga menghalangi jalur
khusus bagi pesepeda.

Gambar 61 Pengamatan Siang Hari di Jl. Pemuda

c. Pengamatan Pada Sore Hari

Berdasarkan hasil pengamatan pada sore hari penyebab discontinuity


pada jalur khusus sepeda di Jl. Pemuda disebabkan oleh kendaraan-kendaraan
yang terparkir pada jalur khusus sepeda tersebut.

Gambar 62 Pengamatan Sore Hari di Jl. Pemuda

61
d. Pengamatan Pada Malam Hari

Berdasarkan hasil pengamatan pada malam hari penyebab discontinuity


pada jalur khusus sepeda di Jl. Pemuda masih disebabkan oleh kendaraan yang
terparkir di jalur tersebut.

Gambar 63 Pengamatan Malam Hari di Jl. Pemuda

6. Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah

Gambar 64 Peta Pengamatan di Simpang Lima


a. Pengamatan Pada Pagi Hari

Berdasarkan pengamatan pada pagi hari, penyebab discontinuity adalah


terdapat mobil penyiram tanaman yang berkeliling di sepanjang jalur khusus
bagi pesepeda.

62
Gambar 65 Pengamatan Pagi Hari di Simpang Lima

b. Pengamatan Pada Siang Hari

Berdasarkan pengamatan pada siang hari, tidak terdapat discontinuity


pada jalur khusus bagi pesepeda. Terdapat sedikit gangguan berupa kendaraan
yang masuk ke jalur sepeda.

Gambar 66 Pengamatan Siang Hari di Simpang Lima

63
c. Pengamatan Pada Sore Hari

Berdasarkan hasil pengamatan pada malam hari penyebab discontinuity


pada jalur khusus sepeda di Simpang Lima karena adanya mobil yang terparkir
pada area khusus jalur sepeda tersebut.

Gambar 67 Pengamatan Sore Hari di Simpang Lima

d. Pengamatan Pada Malam Hari

Berdasarkan hasil pengamatan pada malam hari pada jalur khusus


sepeda di simpang Lima tidak ditemukan adanya penyebab terjadinya
discontiuity pada jalur khusus sepeda di sekitar area tersebut.

Gambar 68 Pengamatan Malam Hari di Simpang Lima

5.3 Pembahasan
5.3.1 Analisa Pola Pesepeda
Pola adalah suatu bentuk atau kebiasaan dengan sistem yang teratur dan
terstruktur. Pola pergerakan secara fisik sebagian besar ditentukan oleh
kebiasaan sosial ekonomi penduduk, misalnya dilakukan pada jam kerja atau
waktu libur, waktu sekolah, waktu buka toko, dan peristiwa sosial lainnya.
Menurut Warpani (1990), pola pergerakan di Indonesia dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti penghasilan keluarga, kepemilikan kendaraan, jarak
dari pusat kegiatan kota, moda perjalanan, dan penggunaan kendaraan dan

64
waktu. Pola pergerakan para pengguna sepeda pun ikut dipengaruhi oleh faktor-
faktor tersebut.

Melalui hasil pengamatan terhadap aktivitas pesepeda di jalur sepeda


pusat Kota Semarang, terdapat aktivitas berulang yang menghasilkan sebuah
pola perilaku. Setiap jam kerja atau waktu sekolah, jarang terlihat penggunaan
sepeda untuk tujuan perjalanan bekerja ataupun tujuan pendidikan. Pesepeda
yang terlihat pada sekitaran waktu tersebut hanya kelompok penjual bersepeda
saja, sisanya hanya menggunakan sepeda untuk tujuan olahraga atau rekreasi
saat waktu libur. Hal ini dikarenakan adanya diskontinuitas jalur sepeda yang
membuat masyarakat seringkali merasa tidak aman dan nyaman sehingga lebih
memilih moda transportasi lain untuk aktivitas sehari-hari.

5.3.2 Tabel Aktivitas Pengunjung


Tabel 2 Aktivitas Pengunjung
No. Kelompok Waktu Kegiatan
Pesepeda Tanda Waktu Hari Keterangan
Pagi Siang Sore Malam Hari Hari
Kerja Libur
2. Penjual √ √ √ √ √ √ Tujuan bersepeda
adalah untuk
berjualan.
3. Anak-Anak √ - - √ - √ Tujuan bersepeda
adalah untuk
olahraga dan/atau
rekreasi.
4. Remaja √ - - √ - √ Tujuan bersepeda
adalah untuk
olahraga dan/atau
rekreasi.
5. Dewasa √ - √ - - √ Tujuan bersepeda
adalah untuk
olahraga dan/atau
rekreasi.

65
5.3.3 Analisa Hubungan Manusia dengan Lingkungannya
Manusia dan lingkungan merupakan dua unsur yang tidak dapat
dipisahkan. Lingkungan merupakan bentuk satu keatuan utuh yang membentuk
pola perilaku dari manusia. Bentuk aktivitas yang dilakukan secara berulang,
adalah gambaran dari bagaimana manusia memanfaatkan keberadaan
lingkungan yang memiliki kedudukan atau fungsi tertentu.

Jalur sepeda di pusat Kota Semarang merupakan bentuk pengolahan


terhadap lingkungan yang mengakomodir kebutuhan pesepeda rutin dan juga
pemula bahkan anak-anak. Dengan tersedianya jalur sepeda yang layak,
masyarakat tidak akan ragu lagi dalam bersepeda, dengan begitu akan tercipta
konservasi energi yang secara langsung merupakan suatu gaya hidup ramah
lingkungan.

5.3.4 Analisa Masalah


Kondisi jalur sepeda di tiap harinya sampai saat ini masih ada beberapa
jalur yang dimana jalur tersebut dimanfaatkan sebagai lahan lainnya. Jalur
sepeda di Jl. Pahlawan dan Jl. Gajah Mada biasanya dijadikan lahan parkir
kendaraan disiang maupun malam hari.

Gambar 69 Penyalahgunaan Jalur Sepeda di Jl. Pahlawan

66
Gambar 70 Penyalahgunaan Jalur Sepeda di Jl. Gajah Mada

Dikarenakan jalur sepeda yang digunakan menjadi lahan parkir.


Akibatnya para pesepeda tidak berada dijalur yang semestinya.

Gambar 71 Pesepeda Tidak Berada di Jalur Sepeda

Selain jalur sepeda yang dijadikan lahan parkir. Jalur sepeda dibeberapa
titik jalan Semarang juga menjadi tempat pemberhentian Bus Trans Semarang,
ini tentu dapat menghambat para pesepeda yang melewati jalur tersebut.

67
Gambar 72 Jalur Sepeda Sekaligus Tempat Pemberhentian Bus Trans
Semarang

Selain itu, disebagian jalur sepeda di Semarang seperti di Jl. Pemuda


terdapat beberapa PKL yang berhenti untuk berjualan di jalur sepeda tersebut.

Gambar 73 Jalur Sepeda Menjadi Tempat PKL Berjualan

Permasalahan lainnya pada jalur sepeda yaitu terdapat pada jalur yang
terputus di ujung jalur. Jalur tersebut berada di Jl. Letjen Suprapto. Hal ini
tentunya menjadi permasalahan orang yang sedang bersepeda untuk menuju
jalan setelah jalur yang dilaluinya.

68
Gambar 74 Discontinuity Jalur Sepeda di Jl. Jl. Letjen Suprapto

Jalur sepeda yang melintas jalan di Semarang tersedia dengan marka


jalur berwarna putih beserta tulisan dan warna hijau dibagian (tapak) jalur
sepeda. Namun, dengan kondisi eksisting terhadap jalur tersebut menjadi
permasalahan jalur sepeda pada type A. Dimana jalur tersebut tidak aman
terhadap keselamatan pesepeda pada pengendara kendaraan lainnya yang
melalui jalan disekitar jalur sepeda.

5.4 Penerapan Jalur Sepeda di Kota Semarang


5.4.1 Kondisi Jalur Sepeda dan Sarana Pendukung
a. Tipe Jalur Sepeda
Jalur sepeda sendiri merupakan jalur khusus yang diperuntukan
untuk lalu lintas pengguna sepeda dan kendaraan yang tidak bermesin
lainnya yang menggunakan tenaga manusia untuk bisa bergerak.
Penggunaan sepeda sangat diperlukan fasilitas yang lebih untuk
meningkatkan keselamatan para pengguna sepeda dan bisa meningkatkan
kecepatan berlalu lintas bagi para pengguna sepeda. Berikut terdapat 3
pendekatan desain jalur sepeda:

• Bike Path
Merupakan jalur khusus sepeda dimana jalur untuk sepeda dipisah
secara fisik dari jalur lalu lintas kendaraan bermotor. Pemisaahan ini
biasanya menggunakan pagar atau median jalan.
• Bike Lane

69
Merupakan jalur sepeda sebagai bagian jalur lalu lintas yang hanya
dipisah dengan marka jalan atau warna jalan yang berbeda dari jalan
utama.
• Bike Route
Merupakan jalur sepeda sebagai bagian jalur lalu lintas yang tidak
dipisah dengan jalan raya utama.

Dari pendekatan tersebut di Kota Semarang menggunakan


pendekatan Bike Lane seperti yang sudah dijelaskan yaitu jalur sepeda
sebagai bagian jalur lalu lintas yang hanya dipisah dengan marka atau
warna jalan yang berbeda. Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan,
Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) kota Semarang, lokasi bike
lane yang terdapat di Kota Semarang berada di Jl Pahlawan, Jl Simpang
Lima, Jl Pandanaran, Jl Pemuda, Jl Dr. Cipto dan beberapa jalan lainnya.

Tabel 3 Tipe Jalur Sepeda di Kota Semarang

Standar/Pedoman Fakta Gambar


Peraturan Pemerintah Tipe jalur sepeda
Republik Indonesia yang ada menyatu
Nomor 79 Tahun 2013 dengan badan
Tentang Jaringan Lalu jalan / Tipe A
Lintas dan Angkutan (automobiles),
Jalan: dan sudah sesuai
Lajur Jalur sepeda dengan standar.
dapat berupa:
a. lajur yang
terpisah
dengan badan
jalan
b. Lajur yang
berada pada
badan jalan
Sumber: Hasil analisis, 2022

70
b. Rambu Lalu Lintas Sepeda
Tabel 4 Rambu Lalu Lintas Sepeda di Kota Semarang

Standar/Pedoman Fakta Gambar


Hobbs, F., D., 1995. Rambu lalu lintas
Perencanaan dan yang ada berupa
Teknik papan arah jalur
Lalu lintas. sepeda berupa kata-
Yogyakarta: Gadjah kata dan simbol
Mada gambar sepeda dan
University Press.: sudah sesuai
Rambu lalu lintas dengan standar.
sepeda memiliki
ketinggian
minimal 2,50 m.
Informasi yang
ditampilkan
melalui kata – kata,
simbol – simbol atau
bentuk
gabungan kata dan
simbol.
Sumber: Hasil analisis, 2022

c. Lebar Jalur Sepeda


Menurut Khisty (2006), jalan sepeda merupakan lintasan yang
diberi marka baik itu di bahu ataupun di badan jalan dan diperuntukan bagi
pengguna sepeda. Jalur sepeda sendiri memiliki kriteria lebar agar
kenyamanan yang di dapat dalam bersepeda terpenuhi, Menurut Erns
(2002) (dalam Janarko, 2014) jalan untuk sepeda yang terletak di badan
jalan atau berdampingan dengan jalan raya harus memiliki lebar pada
perluasan berjalur satu minimal 1 m, dan pada perluasan berjalur dua
minimal 1,6 m. Sedangkan ruang lalu lintas untuk pergerakan sepeda
sebaiknya mempunyai lebar 1 m dan tingginya 2,25 m untuk setiap jalur

71
kendaraan agar pengendara merasa nyaman saat berkendara tanpa adanya
gangguan yang ada dari lalu lintas lainnya.

Gambar 75 Jalur Sepeda Kota Semarang

Lebar jalur sepeda di beberapa jalan di Kota Semarang memiliki


lebar kurang lebih 2-3 m dengan menerapkan pendekatan Bike Lane dimana
jalur sepeda tersebut merupakan jalur lalu lintas yang dipisahkan hanya
dengan marka atau warna jalan yang berbeda. Penambahan infrastruktur
pada jalur sepeda juga merupakan salah satu tahapan yang dilalui untuk bisa
mencapai keberlanjutan penerapan jalur sepeda. Dengan penerapan yang
sesuai kenyamanan dan keamanan penggunanya yang akan terjamin, seperti
standarisasi lebar jalur sepeda dan juga adanya rambu-rambu pada jalur
sepeda yang sudah ada dalam tahap awal penerapannya.

d. Marka Jalur Sepeda


Tabel 5 Marka Jalur Sepeda di Kota Semarang

Standar/Pedoman Fakta Gambar


Peraturan Menteri 1. Marka lambang
Perhubungan Republik yang tersedia
Indonesia Nomor PM berupa gambar
34 Tahun 2014 sepeda
Tentang Marka Jalan: berwarna putih,

72
1. Marka Lambang dan sudah
berupa gambar sesuai standar
sepeda berwarna 2. Marka jalur
putih dan/atau sepeda yang
Marka Jalan tersedia
berwarna hijau memiliki
2. Marka jalur sepeda panjang lebih
memiliki ukuran dari 3meter dan
panjang paling lebarnya
sedikit 3 (tiga) mengikuti lebar
meter dan ukuran lajur sepeda
lebar sesuai dengan sudah sesuai
lebar lajur jalan. dengan standar.
Serta Jarak antara 3. Marka jalur
marka adalah 6 sepeda tersedia
(enam) meter di sisi kiri arah
3. Marka jalur sepeda lalu lintas
ditetapkan pada sisi kendaraan
kiri arah lalu lintas lainnya, dan
dan dipasang pada sudah sesuai
jalur yang dapat dengan standar.
digunakan secara Marka
bersamaan dengan penyebrangan
lalu lintas umum sepeda yang ada
lainnya. yaitu berupa
4. Marka garis putus-
penyeberangan putus berbentuk
pesepeda berupa 2 bujur sangkar /
(dua) garis putus- belah ketupat
putus berbentuk yang terdapat di
bujur sangkar atau persimpangan
belah ketupat. jalan, dan sudah

73
sesuai dengan
standar.
Sumber: Hasil analisis, 2022

e. Parkir Sepeda
Tabel 6 Parkir Sepeda di Kota Semarang

Standar/Pedoman Fakta Gambar


Peraturan Pemerintah Berdasarkan hasil
Republik Indonesia survei tidak ditemukan
Nomor 79 Tahun 2013 fasilitas lahan parkir
Tentang Jaringan Lalu yang tersedia pada
Lintas dan Angkutan jalur sepeda di kota
Jalan: Fasilitas parkir Semarang.
untuk umum di luar
ruang milik jalan
berupa lokasi yang
mudah diakses, aman,
dan nyaman.
Sumber: Hasil analisis, 2022

5.4.2 Discontinuity Jalur Sepeda di Kota Semarang Dilihat dari Peraturanl+


Terdapat 6 tempat jalur sepeda yang ada di Kota Semarang, yaitu Jalan
Pemuda, Jalan Simpang Lima, Jalan Pandanaran, Jalan Veteran, Jalan Pemuda,
dan Jalan Gajah Mada. Dari masing-masing tempat tersebut adanya jalur sepeda
yang mengalami discontinuity, berikut beberapa discontinuity yang terjadi pada
masing-masing jalur sepeda yang ada di Kota Semarang:

a. Jalur sepeda di Jalan Pemuda

Pada jalur sepeda di Jalan Pemuda ini terdapat jalur yang


bersinggungan dengan halte bus yang mana terputus akses sepeda apabila
terdapat bus yang sedang berhenti dikarenakan jalur sepeda yang digunakan
untuk pemberhentian bus. Dan beberapa jalur ada yang dimanfaatkan
sebagai tempat parkir mobil sehingga para pengendara sepeda keluar dari

74
jalur nya untuk menghindari mobil tersebut. Sehingga secara tak langsung
pengendara sepeda memasuki jalur para pengendara umum.

Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 79 Tahun 2013 Tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan:
Lajur Jalur sepeda dapat berupa:

b. Jalur yang terpisah dengan badan jalan

Gambar 76 Jalur yang Terpisah dengan Badan Jalan di Kota Semarang


c. Jalur yang berada pada badan jalan.

Oleh karena itu, untuk jalur sepeda di Jalan Pemuda sebaiknya di


desain dengan lajur yang terpisah dengan badan jalan. Mengingat pada jalan
tersebut terdapat tempat pemberhentian bus.

d. Jalur sepeda di Jalan Gajah Mada

Discontinuity yang terjadi pada jalur ini yaitu marka jalan yang
seharusnya terdapat garis untuk pemisah antara jalur pengendara umum dan
jalur sepeda pada jalan ini tidak ada atau bahkan tertutupi dengan adanya
penambalan aspal baru. Sehingga tidak terlihat adanya jalur sepeda pada
jalan tersebut. Ada beberapa marka jalur sepeda di jalan terlihat namun
digunakan banyak para pengendara sebagai tempat parkir yang
menyebabkan pengguna utamanya sendiri menggunakan jalan utama.

Gambar 77 Discontinuity Jalur Sepeda di Jl Gajah Mada

75
Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik
Indonesia Nomor PM 34 Tahun 2014 tentang Marka Jalan:

1. Marka Lambang berupa gambar sepeda berwarna putih dan/atau Marka


Jalan berwarna hijau
2. Marka jalur sepeda memiliki ukuran panjang paling sedikit 3 (tiga)
meter dan ukuran lebar sesuai dengan lebar lajur jalan. Serta Jarak antara
marka adalah 6 (enam) meter
3. Marka jalur sepeda ditetapkan pada sisi kiri arah lalu lintas dan dipasang
pada jalur yang dapat digunakan secara bersamaan dengan lalu lintas
umum lainnya.
4. Marka penyeberangan pesepeda berupa 2 (dua) garis putus-putus
berbentuk bujur sangkar atau belah ketupat.

Namun, pada kenyataannya belum semua peraturan tersebut


diterapkan pada jalur sepeda di Jalan Gajah Mada. Untuk itu, seharusnya
pemerintah lebih memperhatikan mengenai hal tersebut dan apabila terjadi
perbaikan jalan/penambalan aspal baru, untuk marka jalan juga
diperbarui/dibuat seperti semula.

e. Jalur sepeda di Jalan Pandanaran

Pada jalan ini hal yang perlu diperhatikan ialah sudah adanya marka
jalan jalur sepeda dan bahkan rambu khusus pesepeda. Namun, beberapa
ada yang masih menggunakan jalur sepeda untuk tempat parkir.

Gambar 78 Jalur Sepeda di Jl Pandanaran


Untuk itu, pemerintah perlu mempertegas peraturan bagi para
pengguna jalan dan dapat menyediakan lahan parkir khusus bagi pengguna
kendaraan bermotor, sehingga mereka tidak menjadikan jalur sepeda
sebagai tempat parkir.

76
f. Jalur sepeda di Jalan Simpang Lima

Pada jalan ini terkhusus pada pagi hingga siang hari dimana kondisi
jalan sedang ramai beberapa pengendara umum yang masuk ke wilayah
jalur sepeda. Oleh karena itu, perlu diperhatikan lagi mengenai pemilihan
desain lajur jalur sepeda khususnya pada jalan ini dan dapat ditambahkan
mengenai rambu khusus sepeda.

Gambar 79 Jalur Sepeda di Jl Simpang Lima


g. Jalur sepeda di Jalan Veteran

Pada jalan ini banyak digunakan tempat parkir dan beberapa ada
yang berhenti di jalur sepeda yang dapat menghambat laju sepeda yang ada
pada tempatnya. Sehingga kemungkinan yang ada adalah pengendara
sepeda menggunakan jalur umum yang dapat membahayakan pengendara
sepeda.

Gambar 80 Jalur Sepeda di Jl Veteran


Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 79 Tahun 2013 Tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan :
untuk ruang Fasilitas parkir umum di luar milik jalan berupa lokasi yang
mudah diakses, aman, dan nyaman.
Namun, pada kenyataannya tidak ditemukan fasilitas lahan parkir
yang tersedia pada jalur sepeda di Jalan Veteran. Oleh karena itu, perlu
ditambahkan fasilitas parkir yang memadai bagi pengguna kendaraan

77
bermotor sehingga jalur sepeda dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya,
bukan sebagai lahan parkir.

78
BAB VI

PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Jalur sepeda yaitu jalur yang diperuntukan bagi pesepeda yang dipisahkan dari
kendaraan bermotor dengan pemisah berupa separator atau kereb. Lebar jalur sepeda di
beberapa jalan di Kota Semarang memiliki lebar kurang lebih 2-3 m dengan
menerapkan pendekatan Bike Lane dimana jalur sepeda tersebut merupakan jalur lalu
lintas yang dipisahkan hanya dengan marka atau warna jalan yang berbeda.

Penelitian Discontinuity Pada Jalur Sepeda Di Pusat Kota Semarang dilakukan


di sepanjang jalan yang terdapat jalur sepeda. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas
berulang yang menciptakan sebuah pola perilaku. Seperti pada jam kerja atau waktu
sekolah, jarang terlihat penggunaan sepeda untuk tujuan perjalanan bekerja ataupun
tujuan pendidikan. Hal ini terjadi dikarenakan adanya diskontinuitas jalur sepeda.

Dari hasil penelitian, ditemukan berbagai faktor penyebab terputusnya jalur


sepeda di pusat Kota Semarang diantaranya, penyalahgunaan fungsi jalur sepeda
menjadi lahan parkir, tempat pemberhentian Bus Rapid Transit hingga tempat PKL
berjualan. Menyebabkan banyak pesepeda yang memilih untuk bersepeda di luar jalur
sepeda sehingga seringkali masyarakat merasa tidak aman dan nyaman sehingga lebih
memilih moda transportasi lain untuk beraktivitas sehari-hari.

6.2 Saran
Adapun saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil kajian mengenai
analisa efektivitas jalur khusus sepeda di Kota Semarang dikawasan Jl. Pahlawan, Jl.
Gajah Mada, Jl. Pemuda, Jl. Pandanaran, sebagai berikut:

a. Perlu dilakukan perencanaan ulang untuk meningkatkan tingkat efektivitas lajur


khusus sepeda demi memperhitungkan tingkat pelayanan sepeda yang baik dan
aman pada lajur khusus tersebut.
b. Dikarenakan ada jumlah arus kendaraan yang sangat tinggi, diharapkan dilakukan
pelebaran jalan pada ruas jalan yang memiliki jumlah arus kendaraan yang tinggi.
c. Karena belum ditemukannya parkir sepeda, sehingga penulis merekomendasikan
kepada pemerintah terkait untuk membuat parkir sepeda.
d. Untuk memaksimalkan fungsi fasilitas sepeda, sebaiknya pemerintah mulai
menindak tegas pelanggaran fasilitas tersebut.

79
e. Sebagai pengguna jalan dengan kondisi jalur sepeda yang menyatu dengan badan
jalan, memiliki kewajiban untuk menghargai pengguna jalan lainnya. Dapat
dilakukan dengan cara tidak melakukan kegiatan berjualan dan menjadikan jalur
sepeda sebagai lahan parkir kendaraan lainnya.

80
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kota Semarang. Kepadatan Penduduk, 2019-2021.

Badan Pusat Statistik Kota Semarang. Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Kabupaten/Kota
dan Jenis Kendaraan di Provinsi Jawa Tengah (Unit), 2019-2021.

Haecher. 1986. Perencanaan Lintasan Sepeda.

Ismunandar. 1996. Pengertian Moda Sepeda.

Laurens, Joyce Marcella. 2004, Arsitektur dan Perilaku Manusia. PT Grasindo, Jakarta

Lincoln dan Guba. Prinsip-Prinsip Analisis Data.

Nawawi dan Martini (1991). Pengertian Observasi

Peraturan Menteri Perhubungan No. 59 Tahun 2020 tentang Keselamatan Pesepeda di Jalan.

Peraturan Pemerintah No 34 Tahun 2006 Tentang Jalan.

Sudarwan Danim dan Darwis, 2003 : 263-267. Prinsip-Prinsip Analisis Data Kualitatif.

Sudarwan Danim dan Darwis, 2003 : 268-279. Proses Pengumpulan Data Kualitatif.

Sudarwan Danim dan Darwis, 2003 : 269-270. Prinsip-Prinsip Analisis Data.

Syatauw, Calvin, Ega Julia, dan Fahmi Apriyadi. 2011. Perancangan Jalur Khusus Sepeda pada
Jalan Ahmad Yani Surabaya sebagai Bentuk Revit Alisasi Kendaraan Tidak Bermotor.
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur, & Sipil) Vol.4. ISSN:
1858-2559

Tandal, Antonius. Pingkan. 2011. Arsitektur Berwawasan Perilaku (Behaviorisme).


Manado:Arsitektur UNSRAT.

Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 62
ayat (1) dan (2).

Welleman, Ton. "THE DUTCH BICYCLE MASTER PLAN 1990-1996. FROM THE
GREENING OF URBAN TRANSPORT, EDITION 2." Publication of: Wiley (John)
and Sons, Limited (1997).

81
Windarni, Imai, Agustiah Wulandari, dan Firsta Hernovianty. 2018. TINGKAT KEINGINAN
MASYARAKAT MENGGUNAKAN JALUR SEPEDA DI KOTA PONTIANAK.

Yamakawa. 1994. Tipe Jalur Lintas Sepeda.

82

Anda mungkin juga menyukai