Anda di halaman 1dari 33

LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL TUGAS AKHIR

PERENCANAAN REAKTIVASI JALAN REL KERETA API LINTAS


MADIUN - DELOPO DI KM 0 + 000 SAMPAI KM 15 +….

Nama : Aldi Wardana Yudha


NIT : 20171026
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai judul Tugas Akhir dalam penelitian yang diperuntukkan untuk
memperoleh gelar Ahli Madya pada Program Studi DIII Teknik Bangunan dan
Jalur Perkeretaapian.

Dosen Pembimbing I Dosen Penguji I

ADYA AGASTYA, M.T. NAMA


NIP. 19871028 201402 1 003 NIP.

Dosen Pembimbing II Dosen Penguji II

NAMA NAMA
NIP. NIP.

Dosen Penguji III

NAMA
NIP.
Mengetahui,
Ketua Program Studi
DIII Teknik Bangunan dan Jalur Perkeretaapian

Wahyu Tamtomo Adi, S.T, M.Sc


NIP. 19831005201403 1 002

18
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................5
1.1 Latar Belakang 5
1.2 Identifikasi Masalah 9
1.3 Batasan Masalah 9
1.4 Maksud dan Tujuan 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................11
2.1 Penelitian Terdahulu 11
2.2 Aspek Teoristis 12
2.2.1Pemilihan Trase 13
2.2.2Geometri Jalan Rel 14
2.2.3Komponen Struktur Jalan Rel22
BAB III METODE.................................................................................................30
3.1 Diagram Alir 30
3.2 Pengumpulan Data 32
3.3 AnalisisData 33
3.4 Jadwal Penelitian 33
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................35
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Landai Penentu................................................................................................18
Tabel 2. 2 Jari-Jari Minimum Lengkung Vertikal...............................................................18
Tabel 2. 3 Jari-Jari Minimum yang Diizinkan....................................................................19
Tabel 2. 4 Pelebaran Jalan Rel Untuk 1067 mm...............................................................20
Tabel 2. 5 Pelebaran Jalan Rel untuk 1435 mm................................................................21
Tabel 2. 6 Dimensi Penampang Rel..................................................................................22
Tabel 2. 7 Ukuran Bantalan..............................................................................................30

Tabel 3. 1 Jadwal Penelitian.............................................................................................34


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Macam Rel...................................................................................................23


Gambar 2. 2 Tirpon..........................................................................................................24
Gambar 2. 3 Bantalan Kayu..............................................................................................27
Gambar 2. 4 Batalan Besi.................................................................................................27
Gambar 2. 5 Bantalan Beton............................................................................................28
Gambar 2. 6 Balas Pada Track Lurus................................................................................29
Gambar 2. 7 Balas Pada Track Lengkung..........................................................................29

Gambar 3. 1 Diagram Alur Pikir........................................................................................32


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jalur kereta api Madiun - Delopo merupakan jalur kereta api yang

sudah mati atau tidak beroperasi, dulunya jalur ini menghubungkan antara

Kota Madiun hingga Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo yang

berada diantara Kota Madiun sampai Kabupaten Ponorogo. Jalur yang

dibangun oleh Staats Spoorwegen (SS) yaitu perusahaan kereta api milik

pemerintah Hindia Belanda dibangun di awal abad 19 yaitu sekitar tahun

1907. Fungsi utama pembangunan jalur tersebut adalah untuk

memudahkan sarana distribusi barang serta angkutan penumpang.

Disepanjang jalur ini juga terdapat dua pabrik gula yakni PG Kanigoro dan

PG Pagotan yang pada zaman dahulu menggunakan kereta api sebagai

sarana angkutan hasil industrinya.

Disepanjang jalur dari Madiun hingga Delopo tercatat pernah

terdapat 10 pemberhentian kereta yang terdiri dari stasiun, halte

maupun stopplast. Beberapa pemberhentian tersebut  diantaranya adalah:

Madiun, Madiun Pasar, Pasar Besar, Sleko, Kanigoro, Kepuh, Pagotan,

Uteran, Sambur, Dolopo.

Jalur tersebut dahulu diramaikan oleh penduduk yang mayoritas

adalah pedagang yang akan menjual hasil buminya kepasar. Hingga tahun

1970-an jalur ini masih menjadi primadona masyarakat karena dianggap

murah. Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya zaman, kereta api

mulai ditinggalkan. Masyarakat mulai beralih menggunakan moda


transportasi lain berbasis jalan raya dalam mobilitas hariannya karena

dianggap lebih cepat dari pada kereta api. Pada tahun 1984, jalur kereta api

Madiun - Delopo resmi ditutup karena kalah bersaing dengan moda

transportasi lain. Kini sisa-sisa jalur yang menghubungkan dua kota

tersebut masih bisa kita temukan meskipun jumlahnya tinggal sedikit.

Sisa-sisa rel besi yang dulunya menjadi pijakan kereta api dibeberapa titik

masih terlihat jelas dan kokoh seolah-olah menanti untuk dilewati kereta

api kembali.

Sesuai Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNAS) tahun

2018 Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan dijelaskan bahwa

sasaran pengembangan jaringan dan layanan perkeretaapian yang ingin

dicapai pada tahun 2030 salah satunya adalah perkeretaapian nasional

mencapai 12.100 km (tersebar di pulau Jawa, Bali, Sumatera, Sulawesi,

Kalimantan, dan Papua) berdasarkan hasil kajian perjalanan orang dan

barang dengan moda kereta api untuk 5 (lima) pulau besar (Sumatera,

Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua) pada tahun 2030 diperkirakan

mencapai 929,5 juta org/tahun meliputi perjalanan antar provinsi dan

internal provinsi termasuk angkutan perkotaan. Jumlah perjalanan orang

menggunakan moda kereta api diperkirakan masih didominasi perjalanan

di Pulau Jawa yaitu sebesar 858,5 juta orang/tahun (sekitar 92% dari total

perjalanan penumpang secara nasional) terdiri dari 432,4 juta orang/tahun

(50,4%) perjalanan antar provinsi dan sisanya sebesar 426,1 juta

orang/tahun (49,6%) perjalanan internal provinsi. Demikian pula untuk

perjalanan barang masih didominasi oleh perjalanan barang di Pulau Jawa


dan di Pulau Sumatera dengan total perjalanan sebesar 937 juta ton/tahun

(sekitar 94,1% dari total perjalanan barang secara nasional) terdiri

perjalanan barang di Pulau Jawa sebesar 534 juta ton/tahun (53,6%) dan di

Pulau Sumatera sebesar 403 juta ton/tahun (40,56%) dan untuk melayani

perjalanan barang sebesar 995,5 juta ton/tahun. Berdasarkan RIPNAS

tahun 2018 perencanaan reaktivasi dan peningkatan (revitalisasi) jalur

kereta api meliputi lintas Madiun – Slahung direncanakan akan

dilaksanakan pembangunannya pada tahun 2025 sampai dengan tahun

2030.

Berdasarkan peraturan menteri no 60 tahun 2012 tentang

persyaratan teknis jalur kereta api maka hal – hal yang perlu diperhatikan

tentang perencanaan reaktivasi jalur kereta api yang harus di standarisasi

sesuai dengan spesifikasi teknis. Adapun hal – hal yang perlu diperhatikan

tentang perencanaan reaktivasi jalur kereta api yaitu : pemilihan trase,

geometri jalan rel ( kecepatan rencana, beban gandar, lebar jalan rel,

kelandaian, lengkung vertical, lengkung horizontal, pelebaran jalan rel,

peninggian jalan rel, dan penampang melintang jalan rel ), dan komponen

struktur jalan rel. Spesifikasi teknis tersebut harus dipedomani sesuai

dengan PM yang berlaku.

Reaktivasi perlu dilakukan pada jalur Madiun - Delopo

dimaksudkan untuk mengaktifkan kembali jalur kereta api Madiun –

Slahung yang akan menjadi penghubung lintasan antara Kota Madiun

sampai dengan Kabupaten Ponorogo yang didasari dengan adanya

pengembangan potensi desa di kecamatan slahung. Pengembangan potensi


desa di Kecamatan Slahung didasari dengan adanya Jurnal Perkeretaapian

Indonesia bahwa sebagaian besar hasil bumi di Kecamatan Slahung

tersebut belum dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk pertumbuhan

perekonomian di desa – desa Kecamatan Slahung karena terbatasnya akses

jalan dan rendahnya kualitas pendidikan di masyarakat desa. Untuk

meningkatkan daya minat masyarakat beberapa survey yang telah

dilakukan menggunakan analisis SWOT yaitu kereta api lebih murah

karena hanya memerlukan 0,002 bbm/km/org, dan 0.0025 bbm/km/ton,

kereta api tidak mengalami kemacetan karena berjalan diatas jalan rel yang

tidak semua jenis kendaraan dapat melewatinya, lebih ramah lingkungan

karena konsumsi bahan bakar relative lebih sedikit disbanding dengan

moda transportasi lain, dan dapat mengangkut lebih banyak muatan dalam

sekali jalan dibanding dengan moda transportasi lain. Pengembangan

potensi desa – desa di Kabupaten Ponorogo dan meningkatkan kualitas

pendidikan masyarakat yang memanfaatkan lalu lintas di moda

transportasi kereta api menjadi prioritas untuk akses transportasi antara

Kota Madiun dan Kabupaten Ponorogo yang dipadukan dengan Rencana

Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNAS) tahun 2018, maka dalam

proposal ini akan diambil topik dengan judul “PERENCANAAN

REAKTIVASI JALUR KERETA API MADIUN - DELOPO”.


1.2 Identifikasi Masalah
1. Mencari kondisi saat ini jalur eksisting kereta api non-aktif

Madiun – Delopo.

2. Menentukan trase baru jalur kereta api Madiun - Delopo

menggunakan software Infraworks dan autocad civil 3d.

3. Merencanakan geometri reaktivasi jalur kereta api Madiun –

Delopo.

4. Merencanakan struktur jalan rel Madiun – Delopo.

1.3 Batasan Masalah


1. Penelitian tidak membahas Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan

waktu pelaksanaan.

2. Penelitian tidak membahas tentang pembebasan lahan.

3. Penelitian tidak mengkaji daya dukung, kemampatan, serta

kelongsoran tanah.

4. Penelitian tidak merencanakan desain jembatan dan stasiun yang

terdapat di lintas Madiun – Delopo.

5. Penelitian tidak merencanakan drainase di sekitar jalur rel lintas

Madiun – Delopo.

6. Penelitian tidak merencanakan perlintasan sebidang, wesel , dan

persinyalan terdapat di lintas Madiun – Delopo.


1.4 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penelitian ini adalah untuk merencanakan reaktivasi

jalur kereta api Madiun - Delopo menggunakan software Infraworks dan

autocad civil 3d.

Sebagai alur untuk mencapai maksud dari penelitian ini, maka

penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mengaktifkan kembali jalur kereta api Madiun – Delopo.

2. Mengetahui kondisi trase jalan rel non-aktif Madiun – Delopo dan

pembuatan trase baru jalan kereta api Madiun – Delopo.

3. Mengetahui geometri perencanaan reaktivasi jalur kereta api Madiun –

Delopo.

4. Menentukan struktur jalan rel untuk perencanaan reaktivasi jalur kereta

api Madiun – Delopo.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


Dalam penulisan Karya Ilmiah ini, penulis meneliti dan
menggali informasi dari peneliti-peneliti sebelumnya sebagai bahan
perbandingan, baik mengenai kekurangan atau kelebihan yang sudah
ada. Selain itu, peneliti juga menggali informasi dari beberapa buku-
buku maupun skripsi dan paper dalam rangka mendapatkan teori yang
berkaitan dengan judul yang digunakan sebagai landasan teori ilmiah.

Berikut referensi yang penulis gunakan sebagai acuan.


1. Karya tulis ilmiah oleh Mohammad Hafidz Ali Mughni dan Faizul
Chasanah, staf pengajar program studi teknik sipil dan fakultas teknik
sipil dan perencanaan Universitas Indonesian dengan judul
“PERENCANAAN REAKTIVASI JALAN REL KERETA API
RUTE YOGYAKARTA-PARANGTRITIS”.
Penulisan karya tulis ilmiah ini berisi tentang Perencanaan Reaktivasi
Jalan Rel Kereta Api Rute Yogyakarta – Parangtritis Menggunakan
aplikasi Arcgis dan Autocad Civil 3D serta Pendekatan perundang –
undangan (Statue Approach).

2. Karya tulis ilmiah oleh Rizqi Nugroho, Giovanny Natasha F. P., Moga
Narayudha dan Bambang Pudjianto, jurusan Teknik sipil, fakultas
Teknik, Universitas Diponegoro dengan judul “PERENCANAAN
REAKTIVASI JALAN REL KERETA API KORIDOR MAGELANG
– AMBARAWA”.
Penulisan karya tulis ilmiah ini berisi tentang Perencanaan Reaktivasi
Jalan Rel Kereta Api Koridor Magelang – Ambarawa menggunakan
metode Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach).
Dari kedua kajian pustaka di atas, perbedaan keduanya terdapat pada
metode yang digunakan. Metode menggunakan software Autocad civil
3d dan Arcgis pada pustaka pertama akan lebih praktis, modern, dan
cepat karena hasil yang ditampilkan lebih akurat dan spesifik.
2.2 Aspek Teoristis
Berdasarkan Rencana Induk Perkeretaapian Nasional
(RIPNAS) tahun 2018 peningkatan kapasitas jaringan dan layanan
perkeretaapian dalam upaya mewujudkan kereta api sebagai alat
transportasi utama dapat dilakukan dengan mereaktivasi lintas-lintas
non operasional yang potensial serta meningkatkan kondisi jalur
perkeretaapian yang ada. Selain itu, pemilihan prasarana dan sarana
yang sesuai dengan daya dukung wilayah harus menjadi pertimbangan
dalam perencanaan. Peningkatan jalur ini diarahkan bagi
pengembangan tonase jalan rel dan jembatan sesuai standar, baik pada
lintas eksisting maupun lintas baru dengan memperhatikan daerah
rawan bencana. Hal ini dilakukan untuk mendukung tercapainya daya
angkut yang besar dengan tetap memperhatikan faktor keselamatan
dan keamanan serta antisipasi terhadap terjadinya bencana.

Transportasi perkeretaapian mempunyai banyak keunggulan


dibanding moda transportasi lainnya, antara lain: kapasitas angkut
besar (massal), cepat, aman, hemat energi dan ramah lingkungan serta
membutuhkan lahan yang relatif sedikit. Semakin kuatnya isu
lingkungan, maka keunggulan kereta api dapat dijadikan sebagai salah
satu alasan yang kuat untuk membangun transportasi perkeretaapian
sehingga terwujud transportasi yang efektif, efisien dan ramah
lingkungan. Keberpihakan pada pengembangan transportasi
perkeretaapian berarti ikut serta dalam program penghematan energi
dan peningkatan kualitas lingkungan.

Pembangunan transportasi perkeretaapian nasional diharapkan


mampu menjadi tulang punggung angkutan barang dan angkutan
penumpang perkotaan sehingga dapat menjadi salah satu penggerak
utama perekonomian nasional. Penyelenggaraan transportasi
perkeretaapian nasional yang terintegrasi dengan moda transportasi
lainnya dapat meningkatkan efisiensi penyelenggaraan perekonomian
nasional. Oleh karena itu, penyelenggaraan perkeretaapian nasional di
masa depan harus mampu menjadi bagian penting dalam struktur
perekonomian nasional.

Pemerintah dalam hal ini, Direktorat Jenderal Perkeretaapian,


Kementerian Perhubungan menyadari pentingnya menata kembali
penyelenggaraan perkeretaapian nasional secara menyeluruh guna
memastikan tujuan penyelenggaraan perkeretaapian seperti
diamanatkan dalam UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
Penyelenggaraan ini dituangkan dalam bentuk Rencana Induk
Perkeretaapian Nasional (RIPNAS) Tahun 2018.

1. RIPNAS ini disusun dengan memperhatikan rencana tata ruang


wilayah nasional dan rencana induk jaringan moda transportasi
lain, yang di dalamnya memuat: arah kebijakan dan peranan
perkeretaapian nasional dalam keseluruhan moda transportasi,
Selain memperhatikan hal tersebut di atas, Rencana Induk
Perkeretaapian Nasional juga memperhatikan pengaruh lingkungan
strategis meliputi : potensi banjir, globalisasi, persaingan antar
daerah, otonomi daerah, modernisasi teknologi, dan ramah
lingkungan.

2. perkiraaan perpindahan orang dan barang,

3. rencana kebutuhan prasarana dan sarana perkeretaapian, dan

4. dokumen Rencana Induk Perkeretaapian Nasional telah memuat


strategi-strategi: pengembangan jaringan pelayanan, peningkatan
keamanan dan keselamatan, alih teknologi dan pengembangan
industri, pengembangan sumber daya manusia, pengembangan
kelembagaan, dan strategi investasi dan pendanaan.

2.2.1 Pemilihan Trase


Berdasarkan peraturan menteri no. 11 tahun 2012 tentang tata cara
penetapan jalur kereta api. Trase adalah rencana tapak jalur kereta api yang
telah diketahui titik – titik koordinatnya. Penetapan trase jalur kereta api
menjadi pedoman untuk melaksanakan kegiatan perencanaan teknis,
analisis mengenai dampak lingkungan hidup serta pengadaan tanah
sebelum melaksanakan pembangunan jalur kereta api. Sasaran penetapan
trase jalur kereta api untuk mewujudkan tersedianya ruang yang memadai
untuk rumaja, rumija, dan ruwasja guna menjamin keselamatan,
keamanan, dan kelancaran perjalanan kereta api. Trase jalur kereta api
paling sedikit memuat:
a. titik-titik koordinat
b. lokasi stasiun
c. rencana kebutuhan lahan
d. skala gambar

2.2.2 Geometri Jalan Rel


Jalan rel adalah satu kesatuan konstruksi yang terbuat dari baja,
beton, atau konstruksi lain yang terletak di permukaan, di bawah, dan di
atas tanah atau bergantung beserta perangkatnya yang mengarahkan
jalnnya kereta api.

Perencanaan konstruksi jalur kereta api harus direncanakan sesuai


persyaratan teknis sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara teknis
dan ekonomis. Secara teknis diartikan konstruksi jalur kereta api tersebut
harus aman dilalui oleh sarana perkeretaapian dengan tingkat kenyamanan
tertentu selama umur konstruksinya. Secara ekonomis diharapkan agar
pembangunan dan pemeliharaan konstruksi tersebut dapat diselenggarakan
dengan tingkat harga yang sekecil mungkin dengan output yang dihasilkan
kualitas terbaik dan tetap menjamin keamanan dan kenyamanan.
Perencanaan konstruksi jalur kereta api dipengaruhi oleh jumlah beban,
kecepatan maksimum, beban gandar, dan pola operasi. Atas dasar ini
diadakan klasifikasi jalur kereta api sehingga perencanaan dapat dibuat
secara tepat guna.
Penggolongan kelas jalan rel sesuai dengan PM 60 tahun 2012
tentang persyaratan teknis jalur kereta api dengan lebar jalan rel 1067 mm.
penyimpangan lebar jalan rel yang dapat di terima +2 mm dan -0 untuk
jalan rel baru dan +4 mm dan -2 mm untuk jalan rel yang telah
dioperasikan.

Gambar 2.0

Geometri jalan rel adalah bentuk dan ukuran jalan rel, baik pada
arah memanjang maupun arah melebar yang meliputi lebar sepur,
kelandaian, lengkung horizontal dan lengkung vertikal, peninggian rel, dan
pelebaran sepur. Geometri jalan rel direncanakan berdasar pada kecepatan
rencana serta ukuran kereta yang melewatinya dengan memperhatikan
faktor keamanan, kenyamanan, ekonomi dan keserasian dengan
lingkungan sekitarnya. Kriteria perencanaan alinyemen yang baik
mempertimbangkan beberapa factor berikut ini :

1. Fungsi jalan rel


2. Keselamatan
3. Ekonomi
4. Aspek Lingkungan

Gambar 1 Penampang Melintang Jalan Rel Pada Bagian Lurus

Tabel 1 Penampang Melintang Jalan Rel


KELAS V Maks d1 b c k1 d2 e k2
JALAN (km/jam) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

I 120 30 150 235 265 15 – 50 25 375

II 110 30 150 235 265 15 – 50 25 375

III 100 30 140 225 240 15 – 50 22 325

IV 90 25 140 215 240 15 – 35 20 300

V 80 25 135 210 240 15 – 35 20 300

Klasifikasi jalan rel menurut PD. 10 tahun 1986, penggolongan


menurut lebar sepur yang merupakan jarak terkecil diantara kedua kepala
rel, diukur pada daerah 0 – 14 mm dibawah permukaan teratas kepala rel :

1. Sepur standard ( Standard Gauge )


2. Sepur lebar ( Brogel gauge )
3. Sepur sempit ( Narrow Gauge )

1. Kecepatan Rencana.

Kecepatan rencana adalah kecepatan yang digunakan untuk


merencanakan konstruksi jalan rel. Untuk perencanaan struktur

jalan rel.

2. Beban Gandar
Beban gandar adalah beban yang diterima oleh jalan rel dari
satu gandar. Untuk semua kelas, beban gandar maksimum adalah 18
ton. Perencanaan disasarkan pada satu macam beban gandar (18 ton)
dengan maksud agar:
a. Perpindahan kereta, terutama kereta barang, dari satu sepur ke
sepur lain yang kelasnya lebih rendah, dapat dilakukan tanpa
harus membongkar muatan (untuk mengurangi beban gandar)
lebih dahulu.
b. Setiap lokomotif dapat dipakai di semua sepur yang kelasnya
berbeda-beda. Dengan demikian diharapkan dapat dicapai
efisiensi dalam operasi, karena tidak akan ada waktu terbuang
untuk mengganti lok atau kegiatan bongkar muat barang dapat
dihindarkan, sehingga pemindahan dari satu sepur ke sepur lain
dapat lebih cepat.

3. Lebar Jalan Rel


a) Lebar jalan rel terdiri dari 1067 mm dan 1435 mm. Lebar jalan rel
merupakan jarak minimum kedua sisi kepala rel yang diukur pada
0-14 mm dibawah permukaan teratas rel.
b) Penyimpangan lebar jalan rel untuk lebar 1067 mm yang dapat
diterima +2 mm dan -0 untuk jalan rel baru dan +4 mm dan -2
mm untuk jalan rel yang telah dioperasikan.
c) Toleransi pelebaran jalan rel untuk lebar jalan rel 1435 mm
adalah -3 dan +3.

4. Kelandaian
a) Persyaratan kelandaian yang harus dipenuhi meliputi persyaratan
landai penentu, persyaratan landai curam dan persyaratan landai
emplasemen.
b) Landai penentu adalah suatu kelandaian (pendakian) yang
terbesar yang ada pada suatu lintas lurus.
c) Persyaratan landai penentu harus memenuhi persyaratan seperti
yang dinyatakan pada berikut:
Tabel 2. 1 Landai Penentu
Kelas Jalan Ral Landai Penentu Maksimum
1 10 ‰
2 10 ‰
3 20 ‰
4 25 ‰
5 25 ‰

d) Kelandaian di emplasemen maksimum yg diizinkan adalah 1,5 ‰.


e) Dalam keadaan yang memaksa kelandaian (pendakian) dari lintas
lurus dapat melebihi landai penentu.
f) Apabila di suatu kelandaian terdapat lengkung atau terowongan,
maka kelandaian di lengkung atau terowongan itu harus dikurangi
sehingga jumlah tahanannya tetap.

5. Lengkung Vertikal
a) Lengkung vertikal merupakan proyeksi sumbu jalan rel pada
bidang vertikal yang melalui sumbu jalan rel. Besar jari-jari
minimum lengkung vertikal bergantung pada kecepatan rencana,
sebagaimana dinyatakan dalam Tabel berikut:
Tabel 2. 2 Jari-Jari Minimum Lengkung Vertikal
Kecepatan Rencana (km/jam) Jari - Jari Minimum Lengkung
Vertikal (m)
Lebih besar dari 100 8000
Sampai 100 6000

b) Pengukuran lengkung vertikal dilakukan pada titik awal


peralihan kelandaian.
c) Dua lengkung vertikal yang berdekatan harus memiliki transisi
lurusan sekurang-kurangnya sepanjang 20 m.
6. Lengkung Horizontal

a) Dua bagian lurus, yang perpanjangnya saling membentuk sudut


harus dihubungkan dengan lengkung yang berbentuk lingkaran,
dengan atau tanpa lengkung-lengkung peralihan. Untuk berbagai
kecepatan rencana, besar jari-jari minimum yang diizinkan
adalah seperti yang tercantum dalam Tabel berikut:
Tabel 2. 3 Jari-Jari Minimum yang Diizinkan
Jari -jari minimum Jari -jari minimum
Kecepatan Rencana lengkung lingkaran lengkung lingkaran yang
(Km/ jam) tanpa lengkung diizinkan dengan lengkung
peralihan (m) peralihan (m)
120 2370 780
110 1990 660

100 1650 550


90 1330 440
80 1050 350
70 810 270
60 600 200

b) Lengkung peralihan adalah suatu lengkung dengan jari-jari yang


berubah beraturan. Lengkung peralihan dipakai sebagai
peralihan antara bagian yang lurus dan bagian lingkaran dan
sebagai peralihan antara dua jari-jari lingkaran yang berbeda.
Lengkung peralihan dipergunakan pada jari-jari lengkung yang
relatif kecil, seperti terlihat pada Tabel 2-3.
c) Panjang minimum dari lengkung peralihan ditetapkan dengan
rumus berikut:

= Panjang minimum lengkung (m)

h = pertinggian relatif antara dua bagian yang dihubungkan


(mm)
v = kecepatan rencana untunk lengkung peralihan
d) Lengkung S terjadi bila dua lengkung dari suatu lintas yang
berbeda arah lengkungnya terletak bersambungan dan harus
memiliki transisi lurusan sekurang-kurangnya sepanjang 20
m di luar lengkung peralihan.
e) Jari-jari lengkungan sebelum dan sesudah wesel untuk jalur
utama haruslah lebih besar dari nilai-nilai yang ditetapkan
berdasarkan kecepatan rencana pada wesel
7. Pelebaran Jalan Rel
a. Pelebaran jalan rel dilakukan agar roda kendaraan rel dapat
melewati lengkung tanpa mengalami hambatan.
b. Pelebaran jalan rel dicapai dengan menggeser rel dalam
kearah dalam.
c. Pelebaran jalan rel dicapai dan dihilangkan secara berangsur
sepanjang lengkung peralihan.
d. Besar perlebaran jalan rel dengan lebar jalan rel 1067 mm
untuk berbagai jari-jari tikungan adalah seperti yang
tercantum dalam Tabel 2.4.
e. Besar perlebaran jalan rel dengan lebar jalan rel 1435 mm
untuk berbagai jari-jari tikungan adalah seperti yang
tercantum dalam Tabel 2.5.
Tabel 2. 4 Pelebaran Jalan Rel Untuk 1067 mm
Jari - Jari Tikungan (m) Pelebaran (mm)
R > 600 0
550 < R ≤ 600 5
400 < R < 550 10
350 < R ≤ 400 15
100 < R ≤ 350 20

Tabel 2. 5 Pelebaran Jalan Rel untuk 1435 mm


Jari - Jari Tikungan (m) Pelebaran (mm)
R > 400 0
350 < R 400 5
300 < R S 350 10
250 < R S 300 15
R * 250 20

8. Peninggian Jalan Rel

a. Pada lengkungan, elevasi rel luar dibuat lebih tinggi dari pada
rel dalam untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang dialami
oleh rangkaian kereta.
b. Peninggian rel dicapai dengan menempatkan rel dalam pada
tinggi semestinya dan rel luar lebih tinggi.

c. Besar peninggian maksimum untuk lebar jalan rel 1067 mm


adalah 110 mm dan untuk lebar jalan rel 1435 mm adalah 150
mm.

Peninggian rel dicapai dan dihilangkan secara berangsur


sepanjang lengkung peralihan. Untuk tikungan tanpa lengkung
peralihan peniggian rel dicapai secara berangsur tepat di luar
lengkung lingkaran sepanjang suatu panjang peralihan.

9. Penampang Melintang Jalan Rel

Penampang melintang jalan rel adalah potongan pada jalan


rel, dengan arah tegak lurus sumbu jalan rel, dimana terlihat
bagian- bagian dan ukuran-ukuran jalan rel dalam arah melintang.

2.2.3 Komponen Struktur Jalan Rel


1. Rel
Rel berfungsi untuk menerima beban kereta api dan
mengantarkan kereta api dari satu tempat ke tempat lain.
Penampang Rel harus memenuhi ketentuan dimensi rel seperti pada
tabel dan gambar berikut:

Tabel 2. 6 Dimensi Penampang Rel


Besaran Tipe
Geometri Rel
Rel R 42 R 50 R 54 R 60
H (mm) 138,00 153,00 159,00 172,00
B (mm) 110,00 127,00 140,00 150,00
C (mm) 68,50 65,00 70,00 74,30
D (mm) 13,50 15,00 16,00 16,50
E (mm) 40,50 49,00 49,40 51,00
F (mm) 23,50 30,00 30,20 31,50
G (mm) 72,00 76,00 74,79 80,95
R (mm) 320,00 500,00 508,00 120,00
A (cm2) 54,26 64,20 69,34 76,86
W (kg/m) 42,59 50,40 54,43 60,34
I (cm ) 1369 1960 2346 3055
Yb (km) 68,50 71,60 76,20 80,95
A = luas penampang
W = berat rel permeter
I = momen inersia terhadap sumbu x
Yb = jarak tepi bawah rel ke gans netral

Rel di dalam konstruksi dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:


a. Rel standar ± 25 m dari pabrik.
b. Rel pendek ± 100 m.
c. Rel panjang > 200 m (PD 10).
Komposisi Kimia rel antara lain:
C 0.60 – 0.80%
Si 0.15 – 0.35%
Mn 0.90 – 1.10%
P maksimum – 0.035%
S maksimum – 0.025%

Keterangan:
a. Semakin besar nilai Mn, maka rel makin keras.
b. Semakin besar nilai C, maka rel makin getas/rapuh.
c. Semakin berat rel, maka semakin besar dapat memikul muatan
(axle load) untuk kecepatan tinggi
/ /
Rel R.25 Rel R.42
/ /
Rel R.50 Rel R.54

Gambar 2. 1 Jenis - Jenis Rel


2. Alat Penambat

Penambat rel adalah suatu komponen yang menambatkan


rel pada bantalan sedemikian rupa sehingga kedudukan rel adalah
tetap, kokoh dan tidak bergeser. Jenis penambat yang dipergunakan
adalah penambat elastic dan penambat kaku. Penambat kaku terdiri
atas tirpon , mur dan baut. Penambat elastik tunggal dan penambat
elastik ganda. Penambat elastik ganda terdiri dari pelat andas,
pelat atau batang jepit elastik, alas rel, tarpon, mur dan baut. Pada
bantalan beton, tidak diperlukan pelat andas, tetapi dalam hal ini
tebal karet las (rubber pad) rel harus disesuaikan dengan
kecepatan maksimum.
Untuk jalan kereta api kecepatan rendah ± 60 km/jam dapat
digunakan:
a. Pelat andas.
b. Paku rel.
c. Paku tirpon.
d. Doorken.
e. Klem plat.

/ / / /

Gambar 2. 2 Tirpon
Untuk jalan kereta api kecepatan 100 km/jam dapat
digunakan:
a. Base plate Pandrol.
b. Pandrol klip.
c. Rubber pad.
d. DE klip.
e. Insulator clip.
Alat penambat harus memenuhi persyaratan berikut :
a. Alat penambat harus mampu menjaga kedudukan kedua rel
agar tetap dan kokoh berada di atas bantalan.
b. Clip harus mempunyai gaya jepit 900 – 1100 kgf.
c. Pelat landas harus mampu memikul beban yang ada dengan
ukuran sesuai jenis rel yang digunakan.
Pelat landas terbuat dari baja dengan komposisi kimia sebagai
berikut :
Carbon : 0.15 – 0.30%
Silicon : 0.35% max
Mangaanese : 0.40 – 0.80%
Phospor : 0.050% max
Sulphur : 0.05%

d. Alas rel (rail pad) dapat terbuat dari bahan High Density Poly
Ethylene (HDPE) dan karet (Rubber) atau Poly Urethane
(PU).
e. Seluruh komponen alat penambat harus memiliki identitas
produk tercetak permanen sebagai berikut:
1. Merek dagang;
2. Identitas pabrik pembuat;
3. Nomor komponen (part number);
4. Dua angka terakhir tahun produksi.
3. Bantalan

Bantalan berfungsi untuk meneruskan beban kereta api dan


berat konstruksi jalan rel ke balas, mempertahankan lebar jalan rel
dan stabilitas ke arah luar jalan rel.

Bantalan dapat terbuat dari kayu, baja/besi, ataupun beton.


Pemilihan jenis bantalan didasarkan pada kelas dan kondisi
lapangan serta ketersediaan. Spesifikasi masing-masing tipe
bantalan harus mengacu kepada persyaratan teknis yang berlaku.
Bantalan terdiri dari bantalan beton, bantalan kayu,
dan bantalan besi. Bantalan harus memenuhi persyaratan
berikut:
a. Bantalan beton merupakan struktur prategang:
1) Untuk lebar jalan rel 1067 mm dengan kuat tekan
karakteristik beton tidak kurang dari 500 kg/cm2, dan mutu
baja prategang dengan tegangan putus (tensile strength)
minimum sebesar 16.876 kg/cm2 (1.655 MPa). Bantalan
beton harus mampu memikul momen minimum sebesar
+1500 kg m pada bagian dudukan rel dan -930 kg m pada
bagian tengah bantalan.
2) Untuk lebar jalan rel 1435 mm dengan kuat tekan
karakteristik beton tidak kurang dari 600 kg/cm2, dan mutu
baja prategang dengan tegangan putus (tensile strength)
minimum sebesar 16.876 kg/cm2 (1.655 MPa). Bantalan
beton harus mampu memikul momen minimum sesuai
dengan desain beban gandar dan kecepatan.
3) Dimensi bantalan beton
a) Untuk lebar jalan rel 1067 mm:
- Panjang : 2.000 mm
- Lebar maksimum : 260 mm
- Tinggi maksimum : 220 mm
b) Untuk lebar jalan rel 1435 mm:
- Panjang : - 2.440 mm untuk beban
gandar sampai dengan
22,5 ton; 2.740 mm untuk
beban gandar di atas 22,5 ton
- Lebar maksimum : 330 mm
- Tinggi di bawah dudukan rel : 220 mm
b. Bantalan kayu, harus memenuhi persyaratan kayu mutu A
kelas 1 dengan modulus elastisitas (E) minimum 125.000
kg/cm2. Harus mampu menahan momen maksimum sebesar
800 kg-m, lentur absolute tidak boleh kurang dari 46 kg/cm2.
Berat jenis kayu minimum = 0.9, kadar air maksimum 15%,
tanpa mata kayu, retak tidak boleh sepanjang 230 mm dari
ujung kayu.
c. Bantalan besi harus memiliki kandungan Carbon Manganese
Steel Grade 900 A, pada bagian tengah bantalan maupun pada
bagian bawah rel, mampu menahan momen maksimum
sebesar 650 kg m, tegangan tarik 88 – 103 kg m. Elongation
A1 > 10%.

Jenis bantalan antara lain:


a. Bantalan kayu.
/
Gambar 2. 3 Bantalan Kayu
b. Bantalan besi.
/
Gambar 2. 4 Batalan Besi
c. Bantalan beton.
/
/
Gambar 2. 5 Bantalan Beton
Sesuai dengan kegunaannya, dibedakan bantalan untuk:
a. Pada lintas biasa.
b. Pada jembatan.
c. Pada wesel-wesel.
Ukurannya juga berbeda:
a. Untuk bantalan biasa 22 x 13 x 200 cm
b. Untuk bantalan jembatan 22 x 18 x 180 cm
c. Untuk bantalan wesel 22 x 13 x 320 cm

4. Balas
Balas merupakan komponen jalan rel bagian atas dengan
material batu krica ukuran 2-6 cm berbentuk persegi atau sisi-
sisinya bersudut tajam dengan tujuan saat dipadatkan tidak berubah
posisinya akibat getaran.

Fungsi balas diantara lain :


a. Mendistribusikan beban dari bantalan ke tanah dasar
b. Menahan bantalan dari pergeseran transversal/lateral maupun
longitudinal
c. Meneruskan air sehingga tidak menggenangi jalan rel
d. Mendukung bantalan secara elastis

Material pembentuk balas harus memenuhi persyaratan berikut:


a. Balas harus terdiri dari batu pecah (25 – 60) mm dan memiliki
kapasitas ketahanan yang baik, ketahanan gesek yang tinggi
dan mudah dipadatkan;
b. Material balas harus bersudut banyak dan tajam;
c. Porositas maksimum 3%;
d. Kuat tekan rata-rata maksimum 1000 kg/cm2;
e. Specific gravity minimum 2,6;
f. Kandungan tanah, lumpur dan organik maksimum 0,5%;
g. Kandungan minyak maksimum 0,2%;
h. Keausan balas sesuai dengan test Los Angeles tidak boleh
lebih dari 25%.

Gambar 2. 6 Balas Pada Track Lurus

Gambar 2. 7 Balas Pada Track Lengkung


Tabel 2. 7 Ukuran Bantalan

Kelas jalan rel


I II III IV V
30 30 30 25 25
d1 (cm)
B (cm) 150 150 140 140 135
C (cm) 235 235 225 215 210
265-315 265-315 240-270 240-250 240-250
K1 (cm)
15-50 15-50 15-50 15-35 15-35
d2 (cm)
E (cm) 25 25 22 20 20
375 375 325 300 300
K2 (cm)

BAB III

METODE

3.1 Diagram Alir

Mulai

Studi Literaur

Pengumpulan Data
Data Sekunder:
Peta eksisting jalan rel kedungjati-
Data Primer: tuntang
Survei kondisi jalur kereta Kondisi topografi
api eksisting Kedungjati-
Tuntang (koordinat, Penggunaan lahan
elevasi, dan dokumentasi) Penelitian terdahulu
Informasi terkait perencanaan
reaktivasi

Analisis Data :
1. Evaluasi jalur eksisting lintas Kedungjati – Tuntang non aktif
2. Demand transportasi kereta api lintas Kedungjati – Tuntang

Perencanaan alternatif trase dan penentuan trase terpilih


berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 11 tahun 2012

Perencanaan Geometri Trase Terpilih:


1. Alinyemen vertical
2. Alinyemen horizontal

Perencanaan Struktur Rel:


1. Tipe rel
2. Bantalan rel
3. Penambat rel
4. Balas
Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3. 1 Diagram Alur Pikir

3.2 Pengumpulan Data


Perolehan data pada penelitian ini dapat diperoleh sebagai berikut:

1. Data primer:
Meninjau langsung kondisi track eksisting dengan melihat trase yang
ada, komponen yang tersisa, dan struktur bagian atas yang terlihat.
2. Data sekunder:
a. Peta topografi, penggunaan lahan, jaringan jalan, dan geologi
digunakan sebagai dasar untuk membuat desain trase jalan rel
yang baru
b. Data demand perjalanan kereta api lintas Kedungjati-Tuntang
untuk perhitungan daya angkut lintas kereta api terkait
perencanaan geometri jalan rel
c. Autocad Civil 3d sebagai penghitung volume galian dan timbunan
d. peraturan Dinas No.10 tahun 1986 sebagai acuan dalam
merencanakan komponen struktur jalan rel baru
e. Hasil survei lapangan
f. Penelitian terdahulu
3.3 AnalisisData
Terdapat beberapa tahapan yang dilakukan pada proses analisis
data. Pertama, melakukan analisis hasil survey kondisi jalur eksisting lintas
Kedungjati - Tuntang. Kedua, menganalisis peta topografi, penggunaan lahan,
jaringan jalan dan geologi untuk merencanakan desain trase baru didukung
dengan aplikasi global mapper untuk melihat peta lintas Kedungjati –
Tuntang secara menyeluruh. Ketiga, menganalisis data demand perjalanan
kereta api di lintas Kedungjati – Tuntang untuk menghitung daya angkut
lintas per tahun. Keempat, sebagai acuan yaitu peraturan dinas no. 10 tahun
1986 digunakan untuk merencanakan komponen struktur jalan rel dikaitkan
dengan data – data sebelumnya.

3.4 Jadwal Penelitian


Dalam proses penyusunan Kertas Kerja Wajib dan Tugas Akhir
memerlukan waktu selama kurang lebih 5 bulan dengan rincian terlihat pada
tabel.

No Kegiatan Februari Maret April Mei Juni Juli Agu-


stus
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

1. Proses Penelitian
a. Persiapan
b. Study
Literatur
c. Pengump-
ulan Data

d. Analisis
Data
e. Perencan-
aan Trase
f. Perencanaa
n Geometri
dan
Struktur
jalan rel
g. Pembaha-
san
2. Penulisan Kertas Kerja Wajib
a. Bagian
Awal
b. Bagian
Utama
c. Bagian
Akhir
3. Revisi
a. Revisi
kertas
Kerja
Wajib
4. Sidang Tugas Akhir
a. Sidang
Tugas
Akhir
Tabel 3. 1 Jadwal Penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Butar Reinaldo Butar. (2015). Kajian Preferensi Masyarakat dan Sikap
Pemerintah Terkait Reaktivasi (Penghidupan Kembali) Jalur Kereta Api
Semarang – Yogyakarta. Jurnal Wilayah dan Lingkungan Vol 3 No 3. P-
ISSN: 2338-1604 dan E-ISSN: 2407-8751.
Hafidz Mohammad Ali Mughni, Chasanah Faizul. (2018). Perencanaan Jalan Rel
Kereta Api Rute Yogyakarta-Parangtritis, Prosiding Kolokium Program
Studi Teknik Sipil (KPSTS) FTSP UII. ISSN : 9-772477-5B3159.

Hidayat Nursyamsu. 2012. Balas. https://nursyamsu05.files.wordpress.-


com/2012/04/kuliah-7-balas.pdf. Diunduh pada tanggal 27 Januari 2019.

John Fredy Philip. 2016. Rekayasa Jalan Rel. https://ocw.upj.ac.id/files/Slide-


TSP409-Pertemuan-5-6-Bantalan.pdf. Diunduh pada tanggal 27 Januari
2019

KEMENHUB DITJEN PERKERETAAPIAN. 2011. Rencana Induk


Perkeretaapian Nasional. Jakarta: KEMENHUB DITJEN
PERKERETAAPIAN.

Nugroho Rizki, Giovanny Natasha F. P., Moga Narayudha, Bambang Pudjianto.


(2016).Perencanaan Reaktivasi Jalan Rel Kereta Api Koridor Magelang-
Ambarawa, Jurnal Karya Teknik Sipil vol 5, 2. P-ISSN: 2338-1604 dan E-
ISSN: 2407-8751.

Republik Indonesia 2007. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang


Perkeretaapian. Lembaran Negara RI Tahun 2007. Sekretarian Negara.
Jakarta.

Republik Indonesia 2012 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2012


Tentang Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api. Lembaran Negara RI Tahun
2007 Sekretariat Negara. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai