Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan tinggi sebagai pendidikan yang dilaksanakan setelah pendidikan
menengah yang program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis dan
dokter yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Pendidikan tinggi menjadi
sumber inovasi dan solusi bagi pertumbuhan dan perkembangan bangsa seiring
dengan berkembanganya zaman (Kemendikbud, 2007:5)
Untuk memperoleh penghidupan yang layak maka sejatinya setiap warga
negara harus memiliki pekerjaan yang merupakan kebutuhan penting bagi setiap
individu untuk memperoleh penghasilan (Amboinamanise, 2014).
Didalam pasal 27 ayat 2) disebutkan hak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak : “Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan” (Nurul, 2012). Undang Undang No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia (HAM) Pasal 9 (1) Setiap orang berhak untuk hidup,
dan mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya. (2) Setiap
orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin. (3)
Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat (Wiranata, 2013).
Dari uraian diatas sangat jelas bahwa setiap manusia berhak untuk mencari
penghidupan yang lebih baik dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan
keluarganya. Untuk itulah sebaiknya perusahaan dapat memperhatikan dan
memberikan kebijakan yang dapat mensehjahterahkan kehidupan karyawanya
dengan memanajemen sumber daya manusia dengan sebaik mungkin sehingga
tidak merugikan perusahaan dan karyawan.
Berbagai penelitian menunjukan bahwa manajemen sumber daya manusia
dipicu dengan adanya tuntutan untuk lebih memperhatikan kebijaksaan yang
diterapkan perusahaan terhadap karyawan. Kebijakan perusahaan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan dan harapan kerja karyawan akan berdampak buruk pada
sikap kerja karyawan. (Gillmer, 1961 dalam Khairunnisa, A., 2015).
Mencari pekerjaan lain diluar perusahaan atau bekerja di dua perusahaan
memang tidak diatur secara tegas oleh Undang Undang Ketenagakerjaan. Namun,

1
dalam Pasal 161 ayat (1) UU 13/2003 dinyatakan bahwa dalam hal pekerja/ buruh
melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja (“PK”),
peraturan perusahaan (“PP”) atau perjanjian kerja bersama (“PKB”), pengusaha
dapat melakukan PHK, setelah kepada pekerja/ buruh yang bersangkutan
diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.
(Hukumonline, 2011).
Dibeberapa perusahaan telah dikeluarkan kebijakan tentang larangan
bekerja di institusi/ perusahaan lain dan akan di PHK jika melanggar yang
tertuang dalam Peraturan Perusahaan. Sementara upah yang diberikan oleh
perusahaan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup layak. Sementara
berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2) dinyatakan bahwa
setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Begitu
juga dengan Undang Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(HAM) Pasal 9 (1) Setiap orang berhak untuk hidup, dan mempertahankan hidup
dan meningkatkan taraf kehidupannya. (2) Setiap orang berhak hidup tenteram,
aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin. (3) Setiap orang berhak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Untuk itu diperlukanlah peraturan yang
jelas dan tepat dari pemerintah, sehingga perusahaan tidak semaunya saja dalam
memberikan pekerjaan dan upah serta mengeluarkan kebijakan kepada para
pekerjanya. Atas dasar pernyataan di atas, maka merasa perlu untuk membahas
masalah tentang kebijakan perusahaan/ institusi yang melarang pekerjanya untuk
bekerja di tempat lain selain diperusahaanya tersebut.

1.2 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami fenomena
yang terjadi di sebuah institusi tentang hubungan kebijakan institusi yang
melakukan perjanjian kerja jika melakukan tugas belajar akan tetapi tetap
dilakukan pemotongan gaji yang akan berkaitan dengan kesehjahteraan pegawai
serta peraturan dan undang undang yang berlaku.

2
BAB II
KEBIJAKAN

1. Pengertian Kebijakan
Kebijakan menurut para ahli seperti yang telah dikemukaan oleh Dye dalam
(Leo Agustino, 2008:7) mengemukakan bahwa, kebijakan publik adalah apa yang
dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan. Sementara
menurut Carl Friedrich dalam (Leo Agustino, 2008:7) mengartikan kebijakan
sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok,
atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu . Kebijakan menurut pendapat
Carl Friedrich yang dikutip oleh Wahab (Friedrich dalam Wahab, 2004:3) bahwa:
“Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan seseorang,
kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya
hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai
tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan”.

2. Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan pada prinsipnya merupakan cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya. Lester dan Stewart yang dikutip oleh
Winarno, menjelaskan bahwa implementasi kebijakan adalah: “Implementasi
kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi hukum
dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan eknik yang bekerja bersama-sama
untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan”
(Lester dan Stewart dalam Winarno, 2002:101-102). Implementasi kebijakan
menurut Nugroho terdapat dua pilihan untuk mengimplementasikannya, yaitu
langsung mengimplementasikannya dalam bentuk program-program dan melalui
formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan tersebut (Nugroho,
2003:158). Oleh karena itu, implementasi kebijakan yang telah dijelaskan oleh
Nugroho merupakan dua pilihan, dimana yang pertama langsung
mengimplementasi dalam bentuk program dan pilihan kedua melalui formulasi
kebijakan.

3
Untuk memahami istilah kebijakan, Solichin Abdul Wahab (2008: 40-50)
memberikan beberapa pedoman sebagai berikut :
a) Kebijakan harus dibedakan dari keputusan
b) Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari administrasi
c) Kebijakan mencakup perilaku dan harapan-harapan
d) Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan
e) Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai
f) Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisit
maupun implisit
g) Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu
h) Kebijakan meliputi hubungan-hubungan yang bersifat antar organisasi dan
yang bersifat intra organisasi
i) Kebijakan publik meski tidak ekslusif menyangkut peran kunci lembaga-
lembaga pemerintah
j) Kebijakan itu dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif.
Menurut Budi Winarno (2007 : 15), istilah kebijakan (policy term) mungkin
digunakan secara luas seperti pada “kebijakan luar negeri Indonesia”, “kebijakan
ekonomi Jepang”, dan atau mungkin juga dipakai untuk menjadi sesuatu yang
lebih khusus, seperti misalnya jika kita mengatakan kebijakan pemerintah tentang
debirokartisasi dan deregulasi. Namun baik Solihin Abdul Wahab maupun Budi
Winarno sepakat bahwa istilah kebijakan ini penggunaanya sering dipertukarkan
dengan istilah lain seperti tujuan (goals) program, keputusan, undang-undang,
ketentuanketentuan, standar, proposal dan grand design (Suharno :2009 : 11).
Konsep kebijakan yang ditawarkan oleh Anderson ini menurut Budi
Winarno (2007: 18) dianggap lebih tepat karena memusatkan perhatian pada apa
yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau
dimaksudkan. Selain itu konsep ini juga membedakan secara tegas antara
kebijakan (policy) dengan keputusan (decision) yang mengandung arti pemilihan
diantara berbagai alternatif yang ada.
Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan
bahwa kebijakan adalah tindakan-tindakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan

4
atau tidak dilakukan oleh seseorang, suatu kelompok atau pemerintah yang di
dalamnya terdapat unsur keputusan berupa upaya pemilihan diantara berbagai
alternatif yang ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu.

a. Tahap-tahap Implementasi Kebijakan untuk mengefektifkan implementasi


kebijakan yang ditetapkan. (M. Irfan Islamy 1997: 102-106) membagi tahap
implementasi dalam 2 bentuk, yaitu: bersifat self-executing dannon self-
executing (Islamy 1997: 102-106).
Ahli lain, Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn dalam Solichin Abdul
Wahab (1991: 36) dalam buku analisis kebijakan: dari formulasi ke
implementasi kebijakan negara mengemukakan sejumlah tahap implementasi
sebagai berikut:
Tahap I Terdiri atas kegiatan-kegiatan: menggambarkan rencana suatu program
dengan penetapan tujuan secara jelas, menentukan standar
pelaksanaan, menentukan biaya yang akan digunakan beserta waktu
pelaksanaan.
Tahap II: Merupakan pelaksanaan program dengan mendayagunakan struktur
staf, sumber daya, prosedur, biaya serta metode
Tahap III: Merupakan kegiatan-kegiatan: menentukan jadwal, melakukan
pemantauan, mengadakan pengawasan untuk menjamin kelancaran
pelaksanaan program. (Hogwood dan Lewis dalam Wahab 1991: 36)

b. Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan


Menurut Budi Winarno implementasi kebijakan merupakan: “ Alat
administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik
yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak
atau tujuan yang diinginkan” (Winarno 2002:102). Menurut teori implementasi
Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gun yang dikutif oleh abdul wahab, yaitu :
1) Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana tidak
akan mengalami gangguan atau kendala yang serius. Hambatan - hambatan
tersebut mungkin sifatnya fisik, politis dan sebagainya.

5
2) Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang
cukup memadai.
3) Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia;
4) Kebijaksanaan yang akan diimplementasikan didasarkan oleh suatu
hubungan kausalitas yang handal. (Hogwood dan Lewis dalam Wahab
1997:71-78 ).

c. Faktor Penghambat Implementasi


Kebijakan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:235), menjelaskan yang
dimaksud dengan penghambat adalah hal yang menjadi penyebab atau
karenanya tujuan atau keinginan tidak dapat diwujudkan. Menurut Bambang
Sunggono dalam buku Hukum dan kebijakan publik, implementasi kebijakan
mempunyai beberapa faktor penghambat, yaitu: Isi kebijakan dan Penyebab
lain sumber daya pembantu
(Sunggono, 1994: 149-153).

Sementara menurut Darwin (1999) menyatakan bahwa ada 5 aspek yang menjadi
penghambat implementasi kebijakan, yaitu: Kepentingan, Azas manfaat, Budaya
Aspek lain, Aparat pelaksana, Anggaran.

6
BAB 3
STUDI KASUS

Yayasan Darmo Medan telah ada mulai tahun 21 Mei 1990 dengan
menyelenggarakan program studi D-III Keperawatan yang merupakan Perguruan
Tinggi swasta dibidang kesehatan yang pertama berdiri di Kota Medan dan
menyelenggarakan program studi D-III Keperawatan dengan izin dari
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan (Pusdiknakes) Departemen Kesehatan Republik Indonesia padatanggal
21 Mei 1990 terbitlah Surat Keputusan Menteri Republik Indonesia
Nomor.65/KEP/DIKNAKES/V/1990 tentang Izin kepada Yayasan Darmo di
Medan Propinsi Sumatera Utara untuk mendirikan Akademi Perawatan Darmo
Medan. Akademi Keperawatan Darmo Medan terakreditasi LAM-PTKes Nomor :
0043/ LAM-PTKes/Akr/Dip/IX/2015.
Akademi Keperawatan Darmo Medan selama berdiri telah banyak
mengeluarkan berbagai kebijakan-kebijakan sebagai usaha untuk dapat
meningkatkan produktivitas perusahaan tersebut. Salah satu kebijakan yang
dikeluarkan oleh Ketua Yayasan Perguruan Akademi Keperawatan Darmo Medan
ialah tertulis di peraturan dan tata tertib pegawai di bagian ketentuan khusus yaitu
“Melakukan kontrak kerja jika staf pegawai tugas belajar/kuliah di dalam
negeri atau diluar negeri dengan membuat surat pernyataan tertulis perihal
kontrak kerja yang akan dijalankan setelah selesai dan dilakukan
pemotongan gaji ”
Dari ketentuan tersebut dapat diartikan bahwa staf pegawai jika masih
meneruskan masa kerja dan ingin melanjut kuliah wajib melakukan kontrak kerja,
maka pegawai Akademi Keperawatan Darmo Medan harus membuat surat
pernyataan kontrak kerja selama masih bekerja di Akademi Keperawatan Darmo
Medan. Terkait keputusan ini seluruh pegawai Darmo Medan yang mengikuti
tugas belajar melakukan tugas ajar mengajar, tetapi disisi lain para pegawai tidak
melakukannya dengan optimal. Karena ketentuan absen/finger Akademi
Keperawatan Darmo Medan terdapat 4 finger yaitu : 08.00; 12.00; 13.00 dan

7
17.00 WIB, sehingga jika staf tersebut kuliah pada finger ke 3 dan ke 4
dikarenakan jam kuliah akan dipotong dengan kebijakan yang telah ditentukan.
Hasilnya dapat dilihat bahwa sampai sekarang Akademi Keperawatan Darmo
Medan tidak berkembang sebagaimana institusi-institusi lainnya.

8
BAB 4
SOLUSI DAN PEMECAHAN MASALAH

Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal


organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur prilaku dengan tujuan untuk
menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat. Kebijakan yang di keluarkan oleh
Akademi Keperawatan Darmo Medan tentang kontrak kerja jika melakukan ijin
belajar/kuliah sebaiknya kebijakan tersebut perlu di tinjau kembali, karena
membawa banyak efek terhadap produktivitas pegawai dan Institusi. Hal tersebut
juga merupakan pelanggaran terhadap peraturan dan perudang-undangan di
Indonesia yaitu Surat Edaran Sekjen no.8480/A.A2/LN/2010 dan
no.620/E4.4/2014. Adapun hal yang perlu dilakukan oleh Yayasan Darmo Medan
untuk perubahan kebijakan terkait masalah tersebut diatas adalah dengan
mengikuti proses pembuatan kebijakan yaitu :
1. Rumusan masalah
Yayasan Darmo Medan dan manajemen kampus sebaiknya merumuskan
masalah-masalah yang dapat dijadikan sebagai masukan pengetahuan yang
relevan dengan kebijakan yang telah dibuat sebelumnya. Pada perumusan masalah
tersebut ditemukan berbagai asumsi dari para pegawai yang tersembunyi seperti
dimana
a. Pegawai yang bekerja tidak sungguh - sungguh
b. Gaji terpotong karena tidak melakukan finger/absen sehingga tidak dapat
memenuhi segala kebutuhan hidup dasar keluarganya dan tidak menjamin
masa depanya akan lebih baik.
c. Terjadi Turnover disebabkan oleh kebijakan yang dibuat
2. Pemecahan Masalah
Dari rumusan masalah yang didapat dapat diramalkan bahwa apabila
kebijakan yang lama tentang larangan bekerja di institusi lain tidak diubah maka
akan terjadi :
a. Keluar masuk pegawai terus menerus di Yayasan tersebut. Terjadi
penumpukan kerja karena pekerjaan pegawai yang keluar tersebut

9
b. Kualitas mahasiswa tidak sesuai dengan yang diharapkan.
c. Suatu saat Yayasan akan dihadapkan pada permasalahan hukum karena
melanggar Undang Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2), Undang Undang No.
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) Pasal 9 dan peraturan
terkait lainnya, dimana institusi membatasi, mengekang dan melarang untuk
mencari penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Karena ada ketetapan
bahwa yayasan harus memberikan tunjangan selama masa tugas belajar
berlangsung
d. Kepuasan kerja tidak dirasakan pegawai karena mengekang kebebasan mereka
untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
e. Yayasan Darmo Medan tidak dapat maju dan berkembang
f. Jika kebijakan tersebut di ubah dan diperbaiki dengan memperhatikan
kebutuhan pegawai, maka kemungkinan besar Yayasan tesebut akan maju dan
dapat berkembang dengan cepat karena memiliki pegawai dengan loyalitas
yang tinggi terhadap Yayasan Darmo Medan tersebut.

3. Rekomendasi
Dari hasil yang diramalkan sebaiknya direkomendasi untuk mengubah
kebijakan tersebut. Kebijakan yang akan dirubah itu sebaiknya :
a. Memperhatikan kebutuhan pegawai dan Yayasan
b. Selain merubah kebijakan tersebut, Yayasan juga harus memperhatikan
ketentuan-ketentuan lain seperti ijin belajar dan tunjangan yang diberikan.
c. Kebijakan yang bijaksana akan membawa keuntungan bagi Yayasan,
d. Dibuat suatu perjanjian kerja bersama antara Yayasan dan pegawai yang
tujuanya adalah meningkatkan kualitas SDM

4. Pemantauan
Keputusan yang dibuat dan yang telah direkomendasikan sebaiknya
dilakukan pemantauan (monitoring). Diharapkan dengan adanya pemantauan ini
dapat membantu untuk mendapatkan kesehjahteraan dan penghidupan yang layak
bagi pegawai serta kemajuan bagi institusi atau yayasan tersebut.

10
5. Evaluasi
Evaluasi membantu pengambilan kebijakan pada tahap penilaian kebijakan
terhadap proses pembuatan kebijakan. Evaluasi terhadap kebijakan tentang
kontrak kerja bagi yang melakukan tugas belajar dan dilakukan pemotongan gaji
di Akademi Keperawatan Darmo Medan tidak hanya menghasilkan kesimpulan
mengenai seberapa jauh masalah dapat diselesaikan, tetapi juga menyumbang ide-
ide untuk melakukan klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari
kebijakan manajemen Yayasan/ institusi tersebut, sehingga nantinya diharapkan
akan membawa keuntunga bagi kedua belah pihak yaitu pegawai dan Yayasan/
institusi.

11
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
a. Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan proaktif. Berbeda
dengan Hukum (Law) dan Peraturan (Regulation), kebijakan lebih adaptif
dan interpratatif, meskipun kebijakan juga mengatur “apa yang boleh, dan
apa yang tidak boleh”. Kebijakan juga diharapkan dapat bersifat umum
tetapi tanpa menghilangkan ciri lokal yang spesifik. Kebijakan harus
memberi peluang diinterpretasikan sesuai kondisi spesifik yang ada.
b. Proses pembuatan kebijakan yaitu : rumusan masalah, peramalan,
rekomendasi, pemantauan, evaluasi.
c. Dalam membuat kebijakan sebaiknya memperhatikan kebutuhan pegawai,
undang-undang dan peraturan yang berlaku serta keuntungan bagi
perusahaan/ institusi.
d. Kebijakan tentang kontrak kerja, tugas belajar dan pemotongan gaji menjadi
fleksibel yang dapat merangsang bagi perkembangan institusi dan kepuasan
serta komitmen pegawai dalam bekerja.

5.2 Saran
a. Pembuatan kebijakan sebaiknya memperhatikan kaidah-kaidah pemenuhan
kebutuhan hidup yang layak bagi kemanusiaan
b. Dalam membuat kebijakan sebaiknya menggunakan tahap-tahap yang sesuai
dimulai dari perumusan masalah sampai dengan evaluasi
c. Akademi Keperawatan Darmo Medan sebaiknya meninjau kembali
kebijakan-kebijakan yang telah dibuat demi kemajuan dan perkembangan
institusi tersebut
d. Pengurus Akademi Keperawatan Darmo Medan sebaiknya memahami akan
pentingnya manajemen dan kepemimpinan dalam meningkatkan motivasi
dan kinerja pegawai.

12
Daftar Pustaka

Abdul Wahab, Solichin. 2004. Analisis Kebijaksanaan, Dari Formulasi Ke


Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta : Bumi Aksara.
Dwiyanto, Agus, 2002, Reformasi Tata Pemerintahan Dan Otonomi Daerah.
Pusat Studi Kependudukan Dan Kebijakan Ugm
Hogwood, Brian W., And Lewis A. Gunn. 1986. Policy Analisys For The Real
World. Oxford University Press
Sunggono, Bambang. 1994. Hukum Dan Kebijaksanaan Publik. Jakarta: Penerbit
Sinar Grafika.
Wahab, Solihin. 1991. Analisis Kebijakan Dari Formulasi Ke Implementasi
Kebijakan Negara. Jakarta : Bumi Aksara.
Winarno, Budi. Kebijakan Publik, Teori & Proses, Edisi Revisi, Penerbit Media
Pressindo. Yogyakarta: Media Pressindo, Cetakan Pertama, 2007

13

Anda mungkin juga menyukai