Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KEBIJAKAN TENTANG PEMBERDAYAAN


PEREMPUAN & LANDASAN LEGALITAS DAN
KEUTUHAN KELUARGA

NAMA : RISTHA AMANDA MALEHERE


TINGKAT : III C
NIM : PO 530324018279

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES KUPANG
JURUSAN KEBIDANAN
ANGKATAN XX
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang telah melimpahkan rahmat dan


karunia-Nya kepada saya sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini dibuat berdasarkan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN
KESEHATAN KELUARGA.
saya menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah
ini karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh karena itu
saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi para pembaca dan
bermanfaat bagi para pembaca.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................ii


DAFTAR ISI ...................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................1
B. Tujuan .........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
1. Kebijakan tentang pemberdayaan perempuan ............................................ 2
2. Landasan legislatif dan keutuhan keluarga...................................................4
3. Keutuhan keluarga .......................................................................................5
4. Kemitran gender .......................................................................................... 6
BAB III.PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................. 8
B. Saran ............................................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perempuan sebagai salah satu faktor yang sangat mempengaruhi
perkembangan bangsa dan negara ini, sangat perlu mendapat perhatian khusus
dari semua pihak, baik hak ataupun kewajibannya dalam kehidupan keluarga
dan masyarakat, kondisi dan posisinnya yang adil dan setara dengan laki-laki.
Pemberdayaan perempuan yang dikenal dengan pemberdayaan gender,
yakni perbedaan fungsi, peran, dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan
sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat berubah-ubah ataupun diubah sesuai
dengan perubahan zaman. Secara seksologi, antara laki-laki dan perempuan
memiliki perbedaan organ biologis terutama pada bagian-bagian reproduksi.
Perempuan atau pemberdayaan gender memiliki bias yang akan
mempengaruhi peranannya dalam lingkungan sosialnya, bias gender
merupakan perbedaan pemberian atribut, perlakuan, peranan, fungsi dan
kesempatan kepada laki-laki dan perempuan dalam kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pada dasarnya yang menjadi akar permasalahan dari terpinggirnya
perempuan adalah sosialisasi gender terinternasionalisasikan menjadi sesuatu
yang diyakini sebagai yang benar dan menjadi tolak ukur, yang bukan kodrat
dianggap kodrat, sistem nilai bersifat patriarkhi dan pelestarian generasi ke
generasi kontruksi sosial terus-menerus.

B. Tujuan

Untuk mengetahui kebijakan pemberdayaan perempuan dan landasan legalitas dan


keutuhan keluarga
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kebijakan tentang pemberdayaan perempuan


Tingkat Ketahanan Keluarga diukur secara komposit yang mencakup
berbagai indikator dari berbagai data hasil survei yang relevan dan tersedia di
BPS. Ukuran tingkat ketahanan keluarga yang dihasilkan pada saat ini masih
merupakan suatu rintisan indeks komposit yang diharapkan mampu
menggambarkan secara sederhana tentang tingkat ketahanan keluarga. Indeks
komposit tersebut pada saat ini bersifat sementara dan akan terus
dikembangkan, sehingga indeks komposit ini disebut sebagai “Rintisan Indeks
Ketahanan Keluarga” atau “R-IKK”.
Rintisan ini pada saatnya nanti diharapkan akan ditetapkan sebagai Indeks
Ketahanan Keluarga (IKK). Sebagai sebuah ukuran tingkat ketahanan keluarga,
maka R-IKK yang merupakan indeks komposit mencakup multidimensi,
multivariabel, dan multiindikator, perlu diukur dengan menggunakan skenario
pembobotan dimensi, variabel, dan indikator tertentu yang dianggap cocok.
Metode yang digunakan untuk penentuan besarnya bobot dimensi, variabel,
dan indikator pada publikasi ini adalah Analytic Hierarchy Process (AHP).
Penggunaan metode ini didasarkan pada pertimbangan bahwa berbagai
dimensi, variabel, dan indikator yang digunakan pada saat ini diukur
menggunakan berbagai data yang memiliki satuan ukur yang berbedabeda dan
telah diagregasi ke level provinsi.
Pertimbangan lain terkait penggunaan metode AHP ini adalah adanya
penilaian bahwa kontribusi setiap dimensi, variabel, dan indikator terhadap
indeks komposit sangat mungkin berbeda-beda sesuai dengan tingkat
kepentingan/peran masing-masing dalam kerangka teori ketahanan keluarga.
Penetapan besarnya kontribusi setiap dimensi, variabel, dan indikator pengukur
tingkat ketahanan keluarga yang tepat merupakan persoalan yang kompleks.
Metode AHP digunakan untuk memutuskan secara sistematis atas berbagai
kompleksitas persoalan dan peran setiap komponen penyusun R-IKK. Berbagai
persoalan yang kompleks tersebut diuraikan ke dalam berbagai kelompok yang
kemudian disusun menjadi suatu bentuk hierarki sehingga persoalan tersebut
menjadi lebih terstruktur dan sistematis. Tahapan pemecahan persoalan terkait
ukuran tingkat ketahanan keluarga menggunakan metode AHP yang telah
dilaksanakan yaitu: (1) penyusunan hierarki persoalan (decomposition); (2)
penentuan ukuran perbandingan (comparative judgment); (3) penentuan
prioritas (synthesis of priority); dan (4) evaluasi konsistensi logis (logical
consistency). Penyusunan hierarki persoalan (decomposition) dilaksanakan
untuk memecah persoalan ukuran tingkat ketahanan keluarga yang kompleks
ke dalam berbagai bagian secara hierarki, dimulai dari persoalan yang bersifat
umum hingga yang bersifat khusus.
Dalam penyusunan hierarki, persoalan yang bersifat umum biasanya
berupa konsep yang tidak terukur nilainya (unobserved) yang dikenal sebagai
dimensi. Selanjutnya, persoalan yang lebih spesifik sebagai penyusun dimensi
disebut sebagai variabel yang biasanya juga bersifat tidak terukur nilainya
(unobserved). Sementara itu, persoalan yang lebih detil dan terukur sebagai
penyusun variabel dan dimensi disebut sebagai indikator. Susunan hierarki
persoalan ukuran tingkat ketahanan. Tahapan penentuan ukuran perbandingan
(comparative judgment) dilakukan oleh para ahli yang memiliki kompetensi
terkait konsep ketahanan keluarga. Proses penentuan ukuran perbandingan
relatif antar persoalan dilakukan dalam suatu forum World Cafe Method
(WCM) yang dihadiri para ahli dan pelaksana kegiatan forum. Hanya para ahli
ketahanan keluarga yang diperkenankan untuk memberikan penilaian ukuran
perbandingan antar persoalan/objektif ini (pairwise comparisons).
Pada setiap pasangan objektif, setiap ahli secara mandiri menentukan
objektif mana yang dianggap lebih penting dan memberikan skor yang
menggambarkan tingkat kepentingan objektif tersebut relatif terhadap objektif
pasangannya. Skor dan tingkat kepentingan relatif antar objektif Tahapan
penentuan prioritas (synthesis of priority) dilaksanakan untuk menyajikan hasil
ukuran perbandingan relatif dari para ahli pada forum WCM dalam bentuk
sebuah matriks perbandingan. Matriks perbandingan ini kemudian dijadikan
sebagai dasar untuk menghitung eigenvector menggunakan teknik matematika.
Eigenvector ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk menentukan urutan
prioritas

B. Landasan legalitas dan kebutuhan keluarga


Dimensi landasan legalitas dan keutuhan keluarga terdiri dari 3 variabel,
yaitu (1) landasan legalitas, (2) keutuhan keluarga, dan (3) kemitraan gender.
Masingmasing dari variabel tersebut dinilai dengan beberapa indikator.
Pertama, landasan legalitas dinilai dengan 2 indikator, yaitu legalitas
perkawinan dan legalitas kelahiran. Kedua, keutuhan keluarga dinilai dengan
indikator keutuhan keluarga. Sedangkan yang ketiga, kemitraan gender dinilai
dengan 4 indikator, yaitu kemitraan suami-istri, kebersamaan dalam keluarga,
keterbukaan pengelolaan keuangan, dan pengambilan keputusan keluarga.
Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah, sesuai yang tercantum dalam Pasal 28B ayat 1,
Undang-Undang Dasar 1945. Selanjutnya dalam Undang-undang No. 52 Tahun
2009 tentang Perkembangan Penduduk dan Pembangunan Keluarga
menyebutkan bahwa pembangunan keluarga bertujuan meningkatkan kualitas
keluarga agar dapat timbul rasa aman, tenteram, dan harapan masa depan yang
lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
Kemudian, disebutkan pula bahwa keluarga berkualitas adalah keluarga yang
dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat,
maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan,
bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bertolak dari penjelasan di atas, tercermin bahwa landasan legalitas
perkawinan merupakan salah satu landasan penting bagi keluarga untuk
membentuk sebuah keluarga harmonis yang sejahtera lahir dan batin.
Perkawinan yang tidak sah akan menjadi hambatan dalam mencapai
kesejahteraan dan ketahanan keluarga yang kuat karena perkawinan yang tidak
sah mengandung resiko tidak terpenuhinya hakhak anak dan isteri. Dalam
pembahasan selanjutnya, landasan legalitas akan menyajikan dua topik yang
saling berkaitan, yaitu legalitas perkawinan dan legalitas kelahiran.

C. Keutuhan keluarga
Keluarga sebagai sebuah sistem sosial mempunyai sejumlah fungsi, seperti
fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi,
sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, pembinaan lingkungan (Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994). Keluarga dapat terpecah atau tidak
berfungsi secara normal apabila salah satu atau lebih anggota keluarga tidak
atau gagal menjalankan tugas dan fungsinya. Salah satu contohnya adalah
hubungan antar anggota keluarga yang tidak harmonis atau ikatan emosi antar
anggota keluarga kurang terjalin dengan baik. Kondisi seperti ini sangat
berpengaruh pada kesinambungan fungsi sosial keluarga dan akhirnya
berpengaruh pada keberlangsungan kehidupan keluarga.
Dalam banyak kasus, fungsi sosialisasi tersebut harus diambil alih oleh
orang lain atau lembaga lain. Untuk menjamin keberlangsungan fungsi sosial
tersebut maka setiap anggota keluarga harus tinggal bersama dalam satu atap,
dengan ikatan emosional dan mempunyai kewajiban antara satu orang dengan
orang yang lainnya. Itulah alasan mengapa keutuhan keluarga menjadi salah
satu komponen dari ketahanan keluarga. Peluang terjadinya kegagalan fungsi
keluarga akan semakin besar ketika salah satu anggota keluarga, terutama
suami atau istri tidak tinggal bersama dalam satu rumah.
Namun sering kali terdapat suatu kondisi yang memaksa pasangan suami-
istri untuk tinggal terpisah. Contohnya, suami-istri yang harus tinggal terpisah
karena tuntutan pekerjaan dalam jangka waktu yang cukup lama. Suami-istri
yang tinggal terpisah dalam waktu cukup lama beresiko tinggi untuk
mengalami rasa curiga dan pertengkaran yang lebih sering dan berujung pada
kehidupan keluarga yang tidak harmonis. Pada tahun 2015, tercatat 81,45
persen rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang berstatus kawin dan
hampir semua kepala rumah tangga yang berstatus kawin tersebut tinggal
bersama dalam satu rumah dengan pasangannya . Pasangan suami-istri yang
tinggal bersama dalam satu rumah memiliki waktu kebersamaan yang lebih
banyak daripada mereka yang tidak tinggal serumah. Sehingga, pasangan
suami-istri yang tinggal serumah memiliki ketahanan keluarga yang lebih kuat
daripada mereka yang tidak tinggal serumah.
Oleh karena 95 persen rumah tangga di Indonesia kepala rumah tangga
dan pasangannya tinggal bersama dalam satu rumah, maka dapat dikatakan
bahwa sebagian besar rumah tangga di Indonesia memiliki ketahanan keluarga
yang kuat . Apabila dilihat menurut klasifikasi wilayahnya, ternyata di
perkotaan persentase rumah tangga yang kepala rumah tangganya tinggal
bersama dalam satu atap lebih tinggi daripada di perdesaan. Meskipun
demikian, perbedaan persentase antara perdesaan dan perkotaan ini tidak besar.
Pada tahun 2015, persentase rumah tangga yang kepala rumah tangganya
tinggal bersama dalam satu atap di perkotaan sebesar 95,5 persen .
Sedangkan, di perdesaan persentase rumah tangga yang kepala rumah
tangganya tinggal bersama dalam satu atap sebesar 95,1 persen . Hal ini
menunjukkan bahwa baik di wilayah perkotaan maupun di perdesaan, sebagian
besar rumah tangganya memiliki ketahanan keluarga yang kuat.

D. Kemitraan gender
menyangkut perbedaan peran, fungsi, tanggungjawab, kebutuhan dan
status sosial antara laki-laki dan perempuan berdasarkan bentukan/konstruksi
dari budaya masyarakat. Kemitraan gender merupakan kerjasama secara setara
dan berkeadilan antara suami dan istri serta anak-anak, baik anak laki-laki
maupun anak perempuan, dalam melakukan semua fungsi keluarga melalui
pembagian pekerjaan dan peran, baik peran publik, domestik maupun sosial
kemasyarakatan (Puspitawati, 2013).
Kemitraan dalam pembagian peran suami dan istri untuk mengerjakan
aktivitas kehidupan keluarga menunjukkan adanya transparansi penggunaan
sumberdaya, rasa saling ketergantungan berdasarkan kepercayaan dan saling
menghormati sehingga terselenggaranya kehidupan keluarga yang harmonis.
Dalam pembahasan selanjutnya kemitraan gender dalam keluarga dijelaskan
melalui kemitraan suami-istri, keterbukaan pengelolaan keuangan, serta
pengambilan keputusan keluarga.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Keluarga sebagai sebuah unit terkecil dalam sistem sosial mempunyai peranan
penting dalam mencapai kesejahteraan masayarakat. Kelaurga mempunyai peran
dalam memperkenalkan cinta kasih, moral keagamaan, sosial budaya dan
sebagainya. Keluarga juga menjadi pertahanan utama yang dapat menangkal
berbagai  pengaruh negatif dari dinamika sosial yang ada. Hanya keluarga dengan
tingkat ketahanan keluarga tinggi yang dapat menyaring pengaruh negatif
dinamika sosial.

Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga berusaha memberikan informasi


mengenai tingkat ketahanan keluarga Indonesia berdasarkan lima dimensi
penyusun ketahanan keluarga, antara lain: Landasan Legalitas dan Keutuhan
Kelaurga; Ketahanan Fisik; Ketahanan Ekonomi; Ketyahanan Sosial-Psikologi;
dan Ketahanan SosialBudaya. Data yang digunakan dalam publikasi ini
bersumber dari berbagai survei yang dilaksanakan oleh BPS dan instansi lain yang
berkaitan dengan variabel dan indikator penyusun ketahanan keluarga.

B. Saran

Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan
dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh
hubungannya dengan makalah ini. Penulis banyak berharap kepada para pembaca
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Puspitawati, Herien. (2012). Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di


Indonesia. Bogor: PT IPB Press.

(2015). Kajian Akademik Pengertian Kesejahteraan dan Ketahanan Keluarga.


Bogor: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia-
Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai