Anda di halaman 1dari 17

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB ORANG TUA TERHADAP

PENDIDIKAN ANAK DI ERA MODERN

MAKALAH

Disusun dalam rangka Penilaian Angka Kredit


Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)
Sub Unsur Karya Ilmiah
Tahun 2021

Oleh:

ROISATUL MUSTAQIMAH, S. Pd.


NIP. 19940516 201903 2 026

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA


KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN SIDOARJO
MADRASAH IBTIDAIYAH NEGERI 2
Jalan Mbah Nanggul 473 Cemandi Sedati 61253
Telepon (031) 8912814
Email: minsedati@yahoo.com

1
PENGESAHAN

1. Judul Makalah : PERAN DAN TANGGUNG JAWAB ORANG TUA


TERHADAP PENDIDIKAN ANAK DI ERA MODERN
2. Identitas
Nama dan gelar : ROISATUL MUSTAQIMAH, S. Pd.
NIP : 19940516 201903 2 026
Jenis kelamin : Perempuan
Pangkat/golongan : Penata Muda, III/a
Unit Kerja : MIN 2 SIDOARJO

Mengetahui/Mengesahkan Sidoarjo, Juni 2021


Kepala Madrasah Penulis

AHMAD MUJAHIDIN, S. Ag., M. Pd. ROISATUL MUSTAQIMAH, S. Pd.


NIP. 19751110 200604 1 013 NIP. 19940516 201903 2 026

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

2
ii
KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN SIDOARJO
MADRASAH IBTIDAIYAH NEGERI 2
Jalan Mbah Nanggul 473 Cemandi Sedati 61253
Telepon (031) 8912814
Email: minsedati@yahoo.co.id

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Yang bertanda tangan di bawah ini


Nama : ROISATUL MUSTAQIMAH, S. Pd.
NIP : 19940516 201903 2 026
Jabatan : GURU
Judul Karya : PERAN DAN TANGGUNG JAWAB ORANG TUA
TERHADAP PENDIDIKAN ANAK DI ERA MODERN

menyatakan bahwa makalah yang dibuat adalah asli hasil kerja sendiri dan bukan plagiat.
Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila di kemudian hari terbukti
tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Mengetahui/Mengesahkan Sidoarjo, Juni 2021


Kepala Madrasah Penulis

AHMAD MUJAHIDIN, S. Ag., M. Pd. ROISATUL MUSTAQIMAH, S. Pd.


NIP. 19751110 200604 1 013 NIP. 19940516 201903 2 026

DAFTAR ISI
iii
3
Halaman
Halaman Judul ……………………………………………………………………………. i
ii
Halaman Pengesahan …………………………………………………………………...... iii
Halaman Pernyataan ……………………………………………………………………… iv
Surat Keterangan Perpustakaan ………………………………..…………………………. v
Daftar Isi …………………………………………………………………………………..

A. PENDAHULUAN …………………………………………………………... 2

B. PEMBAHASAN
3
1. Peran dan Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak ……..
2. Problematika Peran dan Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap 7
Pendidikan Anak Dewasa ini …………………………………………... 10

3. Solusi Terkait Problematika Peran dan Tanggung Jawab Orang Tua ……


13
14
C. KESIMPULAN ……………………………………………………………...
D. DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..

v4
A. PENDAHULUAN
Tanggung jawab mendidik anak adalah tanggung jawab yang sempurna untuk kedua
orang tua. Anak merupakan amanah dan ia terlahir dalam keadaan kosong tidak
berpengetahuan sama sekali. Untuk mengisi kekosongan anak maka orang tua wajib
mendidik anaknya. Mendidik anak tidak dapat diserahkan kepada orang lain atau lembaga
pendidikan secara penuh. Tanggung jawab mendidik anak sebenarnya merupakan tanggung
jawab penuh orang tua. Seperti yang sudah tercantum dalam UU Sisdiknas pasal 7 ayat 2
bahwa, “Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar
kepada anaknya”.1 Jikalau kemudian orang tua tidak mampu menyelenggarakan sendiri
pendidikan dasar untuk anaknya, maka orang tua wajib menyekolahkannya. Ketika sudah
disekolahkan, bukan berarti orang tua lepas dari tanggung jawab, melainkan harus tetap
memantau perkembangan pendidikan anaknya, sebagai wujud pemenuhan tanggung
jawabnya.
Urgensi peran keluarga dalam pendidikan anak begitu berarti. Bahkan bisa dikatakan
bahwa tanpa keluarga, nilai-nilai pengetahuan yang didapatkan di bangku meja formal tidak
akan ada artinya sama sekali. Oleh karena itu peran orang tua masih sangat diperlukan
meskipun anak sudah disekolahkan. Namun yang terjadi dewasa ini, seperti yang kita ketahui
bersama, khususnya pada masyarakat perkotaan, banyak orang tua yang kurang menyadari
betapa pentingnya pendidikan keluarga bagi anak. Karena kesibukannya bekerja, mereka
menyerahkan sepenuhnya pendidikan/pengasuhan anak kepada pihak sekolah atau baby
sitter. Pembentukan karakter serta kepribadian anak sepenuhnya diserahkan kepada
guru/sekolah. Banyak fakta yang ditemui bahwa seringkali orang tua menyekolahkan anak-
anak mereka di sekolah-sekolah ternama dan rela membayar biaya yang mahal. Dengan cara
seperti itu, mereka berpikir bahwa anak-anak mereka akan mendapatkan pendidikan yang
layak, bermutu dan memuaskan. Namun mereka lupa bahwa tanpa perhatian orang tua maka
pendidikan yang diterima si anak akan sulit berkembang. Selain itu, banyak juga orang tua
yang berpikir bahwa mereka sudah melakukan tugas mereka dengan benar melalui pemberian
materi yang berlimpah dalam kehidupan anak.
Dalam media massa Suara Jakarta, dikemukakan bahwa ibu sebagai madrasah
pertama dan utama dalam pendidikan anak semakin tereduksi perannya:

Di era ini, para ibu rumah tangga yang memiliki kodrat untuk bertugas di rumah dan
mengurusi urusan rumah tangga. Mengawasi perkembangan anak baik dalam segi
1
Undang-undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional bab Hak dan Kewajiban Orang
Tua, pasal 7 ayat 2.

5
psikis maupun mental serta pendidikan anak, mulai banyak yang meniti karir dan
terjun ke dunia usaha bahkan dunia politik. Tidak sedikit dari mereka yang melupakan
tanggung jawab mereka di rumah termasuk dalam hal mengurus pendidikan anak-
anak mereka. Banyak dari mereka yang menyerahkan tanggung jawab pendidikan
mereka kepada pengasuh anak, kepada sekolah dan guru yang mengajar anak-anak
mereka. Mereka memberikan tugas yang seharusnya diemban sebagai tugas wajib
mereka kepada pihak luar yang tidak dapat melakukan pengawasan intensif, pihak
yang memiliki tanggung jawab terbatas. Orang tua memberikan hak membangun
pondasi kehidupan sang anak kepada orang lain, tanpa menjadi “mandor” dalam
pembangunan itu sendiri. Akan jadi apakah bangunan tersebut?.2

Fakta di lapangan bahwa banyak di antara kaum ibu yang memiliki double function
dalam konteks keluarga akan mempengaruhi definisi keluarga sebagai intitusi utama dan
pertama dalam konteks pendidikan bagi anak. Atau serendahnya, kondisi ini akan
memperlemah posisi keluarga dalam membentuk watak dan karakter anak yang hidup di
dalamnya. Akibatnya, seringkali terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh
para pelajar, seperti halnya tawuran maupun geng motor yang belakangan ini mulai menyita
perhatian. Menyoroti hal ini, maka akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini mengenai: 1)
Apa saja peran dan tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak, 2) Bagaimana
problematika peran dan tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak dewasa ini?, 3)
Bagaimana solusi untuk mengatasi problematika tersebut?.

B. PEMBAHASAN
1. Peran dan Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak
Ahmadi menyebutkan “keluarga adalah kelompok sosial kecil yang umumnya terdiri
ayah, ibu dan anak yang mempunyai hubungan sosial relatif tetap dan didasarkan atas ikatan
darah, perkawinan dan atau adopsi”.3 Keluarga dilihat dari segi pendidikan merupakan satu
kesatuan hidup (sistem sosial), dan keluarga menyediakan situasi belajar. sebagai satu
kesatuan hidup bersama (sistem sosial) keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak
mempunyai ikatan yang kuat dan saling kerjasama, dan saling memberi kasih sayang.4
Keluarga menyediakan situasi belajar berarti bahwa anak membutuhkan bimbingan orang tua
dalam kelangsungan pendidikannya. Karena orang tua memegang peranan utama dari anak
sejak kecil yang meniru apa yang diajarkan oleh orang tua.

2
Mahgda Melita, “Pendidikan Anak Tanggung Jawab Siapa?”, Suarajakarta.co,
http://suarajakarta.co/news/pendidikan/pendidikan-anak-tanggung-jawab-siapa, diakses tanggal 1 Januari
2018.
3
Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 167.
4
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta: Raja Gravindo persada, 2009), 87.

6
Menurut Hasbullah tanggung jawab keluarga bagi pendidikan anak adalah sebagai
berikut:
a. Memelihara dan membesarkannya, tanggung jawab ini merupakan dorongan alami
untuk dilaksanakan karena si anak memerlukan makan, minum dan perawatan agar
dia dapat hidup secara berkelanjutan.
b. Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah
dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat
membahayakan dirinya.
c. Mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna
bagi kehidupannya kelak sehingga bila ia telah dewasa mampu berdiri sendiri dan
membantu orang lain.
d. Membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberinya pendidikan
agama sesuai dengan ketentuan Allah SWT, sebagai tujuan akhir hidup muslim.5
Adapun tugas dan tanggung jawab keluarga di Indonesia dalam pendidikan menurut
Abdur Rahman Shaleh dapat dirumuskan dengan:
a. Menanamkan jiwa agama atau nilai-nilai ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Menanamkan nilai-nilai pancasila dan nilai budaya yang cocok untuk
pembangunan nasional.
c. Membiasakan dan menanamkan akhlak yang terpuji.
d. Menampilkan keterampilan-keterampilan dalam hidup sehari-hari.
e. Mengembangkan kepribadian yang teguh.
f. Memperhatikan dan mengembangkan bakat serta memupuk minat dan bakat.6
Berdasarkan pendekatan sosio-kultural keluarga memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Fungsi Biologis
Secara biologis, keluarga menjadi tempat untuk memenuhi kebuTuhan dasar
seperti pangan, sandang, dan papan dengan syarat-syarat tertentu. Menurut pakar
pendidikan William Bennett dalam Megawangi, keluarga merupakan tempat yang paling
awal (primer) dan efektif untuk menjalankan fungsi Departemen Kesehatan, Pendidikan,
dan Kesejahteraan. Berkaitan dengan pola tersebut di bidang kesehatan, peran orang tua
yang dapat dilakukan adalah: 1) Memberitahukan pada anak untuk mengurangi
mengonsumsi makanan instan atau cepat saji. 2) Mengajak anak untuk rutin berolahraga.
3) Menyeimbangkan sayuran dan buah untuk gizi dan kesehatan anak. 4) Menerapkan
untuk menjaga kebersihan.7

5
Ibid., 88-89.
6
Abd. Rahman Saleh, Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa (Jakarta: Grafindo Persada,
2005),17.
7
Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter untuk Membangun Masyarakat Madani (IPPK Indonesia: Heritage
Foundation, 2003).

7
b. Fungsi Pendidikan
Keluarga juga berperan sebagai “instusi” pendidikan, sehingga terdapat proses
saling berinteraksi antara anggota keluarga. Keluarga melakukan kegiatan pendidikan
melalui asuhan, bimbingan dan pendampingan, seta teladan nyata untuk mengontrol pola
pergaulan anak.
c. Fungsi Religius
Para orang tua dituntut untuk mengenalkan, membimbing, memberi teladan dan
melibatkan seluruh anggota keluarga untuk mengenal akidah-akidah agama dan perilaku
beragama. Sebagai keluarga hendaknya melakukan sholat berjamaah di rumah untuk
mengembangkan dan meningkatkan kereligiusan anak dalam beribadah.
d. Fungsi Perlindungan
Fungsi perlindungan dalam keluarga adalah untuk menjaga dan memelihara anak
dan anggota keluarga dari tindakan negatif yang mungkin akan timbul. Keluarga
melindungi anggota keluarganya dalam hal apapun. Misalnya, melindungi anak untuk
tidak terpengaruh hal negatif dari lingkungan maupun untuk senantiasa menjadikan
keluarga sebagai pelindung bila anak mengalami suatu masalah.
e. Fungsi sosialisasi
Para orang tua dituntut untuk mempersiapkan anak untuk menjadi anggota
masyarakat yang baik, kalau tidak mau disebut warga negara kelas satu. Dalam
melaksanakan fungsi ini, keluarga berperan sebagai penghubung antara kehidupan anak
dengan kehidupan sosial dan norma-norma sosial, sehingga kehidupan di sekitarnya
dapat dimengerti oleh anak, sehingga pada gilirannya anak berpikir dan berbuat positif di
dalam dan terhadap lingkungannya.
f. Fungsi kasih sayang
Keluarga harus dapat menjalankan tugasnya menjadi lembaga interaksi dalam
ikatan batin yang kuat antara anggotanya, sesuai dengan status dan peranan sosial
masing-masing dalam kehidupan keluarga itu. Ikatan batin yang dalam dan kuat ini,
harus dapat dirasakan oleh setiap anggota keluarga sebagai bentuk kasih sayang. Dalam
suasana yang penuh kerukunan, keakraban, kerjasama dalam menghadapi berbagai
masalah dan persoalan hidup.
Peran kasih sayang dalam pengasuhan anak sangat penting, khususnya pada
aspek perkembangan emosionalnya. Kasih sayang orang tua sangat diperlukan anak pada
awal-awal pertumbuhan dan perkembangannya. Seperti yang ditulis Yuni Setianingsih
dalam jurnalnya mengutip pendapat Kartono dan Elizabeth B. Hurlock,
8
Pada masa bayi anak sangat tergantung pada orang tuanya dikarenakan ketidak-
berdayaannya dan juga banyaknya bahaya yang mengancam dirinya. Pada
periode ini, rasa cinta dan kasih sayang mutlak diperlukan oleh anak agar
kehidupannya kelak berkembang normal. Kurangnya cinta dan kasih sayang bisa
berakibat fatal pada perkembangan anak selanjutnya. Hal ini bisa menyebabkan
anak tersebut mundur dalam perkembangan motorik, berbicara dan tidak belajar
bagaimana harus melangsungkan kontak sosial atau bagaimana harus
mengungkapkan kasih sayang.8
Menurut Banu Garawiyan, “kasih sayang merupakan makanan yang dapat
menyehatkan jiwa anak”.9Secara alamiah makanan merupakan kebuTuhan pokok
manusia yang harus dipenuhi untuk bertahan hidup. Tanpa adanya makanan, tentunya
hidup seseorang tidak sempurna. Kasih sayang merupakan kebuTuhan yang asasi juga
bagi kehidupan seseorang. Dengan kasih sayang, aspek kejiwaan anak berkembang
dengan baik karena ia merasa diterima di dalam komunitasnya, baik itu di lingkungan
keluarga maupun masyarakat sehingga ia pun bisa memberikan kasih sayang kepada
orang lain berdasarkan pengalaman hidup yang ia jalani.
g. Fungsi ekonomis
Fungsi ini menunjukkan bahwa keluarga merupakan kesatuan ekonomis.
Aktivitas dalam fungsi ekonomis berkaitan dengan pencarian nafkah, pembinaan usaha,
dan perencanaan anggaran biaya, baik penerimaan maupun pengeluaran biaya keluarga.
h. Fungsi rekreatif
Suasana rekreatif akan dialami oleh anak dan anggota keluarga lainnya apabila
dalam kehidupan keluarga itu terdapat perasaan damai, jauh dari ketegangan batin, dan
pada saat-saat tertentu merasakan kehidupan bebas dari kesibukan sehari-hari.10

Adapun menurut Hasbullah dalam tulisannya tentang “Dasar-dasar Ilmu Pendidikan”,


keluarga sebagai lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi dalam
perkembangan kepribadian anak dan mendidik anak dirumah, serta fungsi keluarga atau
orang tua dalam mendukung pendidikan di sekolah. Fungsi keluarga dalam pembentukan
kepribadian dalam mendidik anak di rumah bisa juga dikelompokkan menjadi
beberapabagian diantaranya: Pertama, sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak.
Kedua, menjamin kehidupan emosional anak. Ketiga, menanamkan dasar pendidikan moral
anak. Keempat, memberikan dasar pendidikan sosial. Kelima, meletakan dasar-dasar

8
Yuni Setia Ningsih, “Peranan Keluarga dalam Pendidikan Emosional Anak”, Insania, Vol. 13 No. 3
(September-Desember 2008), 432.
9
Banu Garawiyan, Memahami Gejolak Emosi Anak (Bogor: Cahaya, 2002), 73.
10
Ibid., 12.

9
pendidikan agama. Keenam, bertanggung jawab dalam memotivasi dan mendorong
keberhasilan anak.
2. Problematika Peran dan Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak
Dewasa ini
Anak adalah anugerah dan amanah dari Allah Swt yang harus di pertanggung-
jawabkan oleh setiap orang tua dalam berbagai aspek kehidupannya. Di antaranya
bertanggung jawab dalam pendidikan, kesehatan, kasih sayang, perlindungan yang baik, dan
berbagai aspek lainnya.
Menurut perspektif Islam, pendidikan anak adalah proses mendidik, mengasuh, dan
melatih jasmani dan rohani mereka yang dilakukan orang tua sebagai tanggung jawabnya
terhadap anak dengan berlandaskan nilai baik dan terpuji bersumber dari Al-Qur’an dan
Sunnah. Bahkan dalam Islam sistem pendidikan keluarga ini dipandang sebagai penentu masa
depan anak. Sampai-sampai diibaratkan bahwa surga neraka anak tergantung terhadap orang
tuanya Maksudnya adalah untuk melahirkan anak yang menjadi generasi insan yang rabbani
yang beriman, bertaqwa, dan beramal shaleh adalah tanggung jawab orang tua.
Namun, fenomena yang ada menunjukkan masih banyak orang tua yang tidak
bertanggung jawab terhadap anak-anaknya. Masih banyak anak-anak yang tidak memperoleh
haknya dari orang tua mereka, seperti hak mendapatkan perawatan dengan penuh perhatian
dan kasih sayang dan hak memperoleh pendidikan yang baik dan benar.
Belakangan ini, banyak orang tua yang mulai disibukan dengan kegiatan pekerjaan
yang tidak jarang membuat mereka kehabisan waktu bersama keluarga. Mencari nafkah,
bukan lagi menjadi tugas yang hanya diemban oleh kepala keluarga saja, melainkan salah
satu tombak terpenting keluarga yaitu Ibu. Di abad 21 ini, Ibu yang notabenenya memiliki
tugas di rumah sebagai penopang kehidupan rumah tangga mulai keluar dari zona tersebut.
Banyak ibu rumah tangga mulai sibuk dan menenggelamkan diri mereka dalam dunia bisnis
yang kebanyakan dilakukan di luar rumah. Kesibukan yang mereka miliki tidak jarang
membuat mereka lupa terhadap tanggung jawab mereka. Seperti halnya tanggung jawab
pendidikan anak-anak mereka, yang seharusnya menjadi prioritas dan sorotan utama mereka.
Pada dasarnya pendidikan adalah hak mutlak seorang anak dimana anak memiliki hak
penuh untuk mengeyam pendidikan demi kelangsungan hidupnya di masa depan. Pendidikan
seorang anak di mulai dari rumah, dan memerlukan perhatian khusus dari orang tua.
Pendidikan yang diterima oleh anak seumpama “batu bata” yang mana disusun satu-persatu
menjadi pondasi yang kelak menjadi sebuah bangunan. Kekokohan suatu bangunan, terletak
pada pondasinya, jika pondasi bangunan lemah maka tidak akan sanggup menopang
10
bangunan tersebut. Demikian halnya dengan pendidikan anak, pondasinya adalah ilmu yang
dipelajari dari orang tuanya. Jika orang tua terlalu sibuk mengurusi pekerjaan mereka di luar
rumah, sudah bisa dipastikan mereka akan kesulitan dalam membangun pondasi pendidikan
yang kokoh untuk anak-anak mereka.
Dalam media massa Suara Jakarta, dikemukakan bahwa:
Menyoroti peranan orang tua dalam pendidikan anak, peran Ibu adalah salah satu
peran terpenting dalam hal ini. Menghubungkan dengan para kartini di abad ke-21 ini,
para kartini sudah melampaui batas peran yang seharusnya. Emansipasi yang dielu-
elukan mulai kehilangan batasan, emansipasi yang diserukan kartini untuk
memperjuangkan hak-hak wanita untuk memperoleh kebebasan dan menempuh
pendidikan, mulai di serongkan. Para kartini abad 21 ini mulai mengartikan bahwa
Emansipasi yang seharusnya adalah kebebasan untuk turut berperannya para kartini
untuk memberikan kontribusi dalam dunia usaha, bisnis maupun dunia politik.
Kontribusi nyata yang mulai terlihat adalah, mulai banyaknya kartini yang mulai
berkecimpung di dunia politik, terlihat dari jumlah pilitikus wanita di beberapa
periode belakangan ini. Sebut saja pada periode 2009-2014, dari 650 anggota DPR
saat ini, 101 kursi yaitu sekitar 18,03%,  diduduki politisi perempuan. Jumlah ini
merupakan peningkatan yang secara terus-menerus berlangsung dari pemilu 2004,
ketika jumlah politisi perempuan di DPR mencapai 11,6%, sementara hasil pemilu
1999 baru mendudukkan 8,6% perempuan di DPR.11
Di era ini, para ibu rumah tangga yang memiliki kodrat untuk bertugas di rumah dan
mengurusi urusan rumah tangga. Mengawasi perkembangan anak baik dalam segi psikis
maupun mental serta pendidikan anak, mulai banyak yang meniti karir dan terjun ke dunia
usaha bahkan dunia politik. Tidak sedikit dari mereka yang melupakan tanggung jawab
mereka di rumah termasuk dalam hal mengurus pendidikan anak-anak mereka. Banyak dari
mereka yang menyerahkan tanggung jawab pendidikan mereka kepada pengasuh anak,
kepada sekolah dan guru yang mengajar anak-anak mereka. Mereka memberikan tugas yang
seharusnya diemban sebagai tugas wajib mereka kepada pihak luar yang tidak dapat
melakukan pengawasan intensif, pihak yang memiliki tanggung jawab terbatas. Orang tua
memberikan hak membangun pondasi kehidupan sang anak kepada orang lain, tanpa menjadi
“mandor” dalam pembangunan itu sendiri.
Jika kita telusuri lebih lanjut mengenai masalah pendidikan, memang merupakan
masalah yang cukup rumit. Maka tidak jarang orang tua yang menyerahkan tanggung jawab
sepenuhnya kepada guru dan pihak sekolah mengenai pendidikan anaknya. Sebenarnya
pendidikan seorang anak bukanlah hanya menjadi tanggung jawab sekolah belaka, melainkan
tanggung jawab bersama antara orang tua dan guru. Di mana orang tua dan guru dituntut

11
Mahgda Melita, “Pendidikan Anak Tanggung Jawab Siapa?”, Suarajakarta.co,
http://suarajakarta.co/news/pendidikan/pendidikan-anak-tanggung-jawab-siapa, diakses tanggal 1 Januari
2018.

11
untuk saling bekerjasama bahu-membahu dalam mengawasi dan mengikuti perkembangan
pendidikan sang anak. Menyokong perkembangan baik psikologis maupun mental anak yang
konon memiliki peranan penting dalam proses menempuh pendidikan.
Kesibukan yang dimiliki oleh orang tua dalam bekerja, terlebih lagi ibu yang
merangkap menjadi wanita karir menambah kepelikan dalam proses pendidikan anak.
Banyak fakta yang ditemui bahwa, seringkali orang tua meyekolahkan anak mereka di
sekolah-sekolah ternama dan rela membayar biaya yang mahal. Mereka berpikir dengan cara
seperti itu, anak-anak mereka dapat mengeyam pendidikan yang layak, bermutu, dapat belajar
dengan baik dan  akan mendapatkan pelayanan pendidikan yang memuaskan. Namun
sebenarnya, itu semua tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya dukungan dari orang tua
sendiri. Tanpa adanya perhatian orang tua maka pendidikan yang diterima oleh si anak akan
sulit berkembang. Selain itu, banyak juga orang tua yang berpikir bahwa mereka sudah
melakukan tugas mereka dengan benar melalui pemberian materi yang berlimpah dalam
kehidupan anak.
Materi yang sesungguhnya dibutuhkan seorang anak, bukan hanya sekedar materi
yang berupa harta yang terlihat. Melainkan Ilmu dan Pendidikan yang diberikan secara baik
dan diawasi juga pekembangannya. Belakangan ini seringkali terjadi penyimpangan-
penyimpangan yang dilakukan oleh para pelajar, seperti halnya tawuran maupun geng motor
yang belakangan ini mulai menyita perhatian. Menyoroti hal ini, mari kita telusuri lebih
dalam apakah penyebab hal tersebut terjadi. Penyimpangan remaja biasanya terjadi akibat
adanya luapan emosi yang sudah tak tertahankan, selain itu  pewujudan ekspresi terpendam
yang tidak memiliki media untuk meluapkan ekspresi mereka tersebut. Jika kita meperhatikan
lebih seksama, sebenarnya kenakalan remaja dapat dikurangi melalui perhatian dan
kepedulian yang diberikan orang tua terhadap anaknya. Perhatian merupakan suatu motivasi
yang sangat berharga bagi si anak. Anak sangat merasa senang dan bahagia jika orang tua
mereka memperhatikan dan menunjukan kepedulian bagi anak. Terlebih jika orang tua ikut
ambil bagian dalam proses pendidikan mereka dan ada dalam setiap tahap perkembangan
mereka.
Selain itu, bentuk-bentuk pelalaian atau kesalahan pendidikan anak yang sering
dilakukan oleh orang tua antara lain:
a. Memasukkan anak ke tempat pendidikan atau sekolah yang di dalamnya mengajarkan
hal-hal yang bertentangan dengan aqidah, tauhid dan terdapat pelanggaran syar’i di
dalamnya.

12
Keimanan,  tauhid serta aqidah adalah perkara yang terpenting yang kita miliki,
sangat ironis sekali kalau ada orang tua yang mengorbankan aqidah anaknya hanya
dengan tujuan dapat ijazah di sekolah umum misalnya atau bahkan sekolah Kristen atau
Hindu hanya karena sekolah itu bagus atau ternama.
Rasululllah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “ Setiap anak dilahirkan
dalam keadaan fitrahnya (Islam), bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi atau
Nasrani atau Majusi “ (HR. Bukhari dari Abu Hurairah Radiyalallahu ‘Anhu)
b. Melalaikan pendidikan agama terhadap anak
Di antara bentuk pelalaian yang sangat besar adalah ketika orang tua melalaikan
pendidikan agama anak-anaknya. Perbuatan seperti ini merupakan pelanggaran amanah
anak yang paling besar, sebagian orang tua menganggap dirinya sukses ketika anaknya
selesai menempuh pendidikan sarjana atau insinyur atau yang sejenisnya. Dia lupa
bahwa sukses mendidik anak adalah ketika pendidikan orang tua menjadi sebab anaknya
menjadi anak sholeh.
c. Memanjakan anak dan tidak mengajari mereka untuk memikul tanggung jawab.
Di antara kesalahan yang banyak dilakukan orang tua adalah ketika para orang
tua memanjakan anaknya, memberikan semua apa yang mereka minta dan inginkan
dengan dilatar belakangi karena ingin membuat mereka senang. Pengarahan atau
pendidikan seperti ini merupakan sebuah kesalahan, dampak jelek dari pendidikan
seperti ini akan terlihat ketika anak sudah besar, seperti sikap lari dari tanggung jawab,
cengeng dalam menghadapi problema kehidupan dan dampak buruk lainnya.
d. Tidak memahami psikologis dan karakter anak-anak
Banyak di antara orang tua yang tidak memahami psikologis atau kejiwaan dan
karakter anak-anaknya. Padahal anak-anak mempunyai pembawaan dan karakter yang
berbeda-beda. Di antaranya ada yang mudah emosi, atau tersinggung atau  bersikap
dingin dan lain-lain. Akan tetapi orang tua tadi berinteraksi dengan anak-anak tersebut
dengan pola yang sama, terlepas dari sisi kejiwaan mereka. Hal ini terkadang dapat
menyebabkan penyimpangan mereka.
3. Solusi Terkait Problematika Peran dan Tanggung Jawab Orang Tua
a. Menumbuhkan kesadaran bahwa pendidikan adalah tanggung jawab orang tua.
Saat ini muncul anggapan bahwa pendidikan hanya tugas dan tanggung jawab
guru. Sedangkan orang tua hanya bersifat membantu. “Anggapan  tersebut keliru. Yang
benar adalah orang tua mempunyai tangung jawab atas pendidikan anaknya. Sedangkan

13
sekolah hanya membantu”. Hal ini dinyatakan oleh Wakil Sekretaris PCNU Jember
Mochammad Eksan.12
Tanggung jawab mendidik anak adalah tanggung jawab yang sempurna untuk
kedua orang tua. Tanggung jawab tidak hanya sebatas menyerahkan anak untuk dididik
oleh lembaga atau instansi sekolah. Dalam keluargalah tempat pendidikan anak akan
berlangsung lama dan di dalam keluargalah anak mendapatkan pendidikan pertama. Oleh
karena itu, orang tua tidak bisa melepaskan tanggung jawab pendidikan anaknya begitu
saja pada pihak ketiga.
Kesadaran bahwa pendidikan anak adalah tanggung jawab orang tua amat
penting. Tanggung jawab di sini bukan hanya bermakna materi, tetapi juga sesuatu yang
bersifat psikis, seperti perhatian orang tua dalam setiap perkembangan anaknya.
b. Menyediakan quality time untuk memberi perhatian kepada anak
Kondisi keluarga yang bapak ibunya bekerja, pasti akan menunjukkan jurang
yang lebar dalam konteks melakukan kontak langsung dengan anak. Untuk itu sepadat
apapun aktivitas orang tua, harus diluangkan waktu khusus untuk interaksi yang
berkualitas dengan anak. Soal ini memang dapat dieliminasi dengan misalnya
memfungsikan berbagai alat teknologi komunikasi seperti hand phone dan email. Alat
dan media ini dianggap akan menghadirkan efisiensi.
Hubungan antar dua generasi ini (orang tua dan anak) beralih dari kuantitas ke
kualitas. Tetapi patut dipertanyakan dampak psikologis dan filosofis tentang
kebermaknaan “hubungan kualitas” dimaksud. Sebab secara psikologis, ditinjau dari
sudut pandang kependidikan dan kajian kefilsafatan, persoalan-persoalan yang
melingkupi problem anak yang kompleks itu, tidak dapat diseleseikan hanya dengan
kontak-kontak atau hanya melakukan fungsionalisasi alat-alat teknologi tadi. Akibat dari
kondisi ini, anak hidup dalam kondisi yang sulit dan orang tua kehilangan sebagian
fungsi kontrol dan kewajibannya di mata anak-anak.13 Maka dari itu, interaksi secara
langsung dengan anak dan memasuki dunia mereka sangatlah penting dan tidak
tergantikan dengan teknologi apapun.
c. Memilih lembaga pendidikan yang bagus untuk anak
Salah satu tanggung jawab orang tua adalah mendidik anak dengan berbagai ilmu
pengetahuan dan keterampilan. Di sini orang tua perlu bekerja sama dengan lembaga

12
Aryudi A. Razaq, Mahbib, “Pendidikan Anak Tanggung Jawab Orang Tua, Sekolah Hanya Bantu”, NU
Online, www.nu.or.id, 19 Juli 2016, diakses tanggal 01 Januari 2018.
13
Cecep Sumarna, “Peran dan Tanggung Jawab Orang Tua dalam Pendidikan Anak”, Lyceum.id,
https://www.lyceum.id, 19 Oktober 2017, diakses tanggal 01 Januari 2018.

14
pendidikan atau sekolah untuk mendidik anak sesuai dengan bakat dan minatnya. Dalam
memilih lembaga pendidikan, orang tua perlu memperhatikan aspek-aspek tertentu, tidak
hanya pada aspek biaya dan jarak tempuh. Seto Mulyadi mengatakan bahwa saat ini muncul
berbagai macam sekolah dengan metode pengajaran yang beragam pula. Ini membuat
pertimbangan orang tua untuk memilih sekolah tidak lagi sederhana. Kak Seto mengatakan,
“Para orang tua harus memilih sekolah untuk anak bukan anak untuk sekolah. Kenali
kebuTuhan anak anda dan carilah sekolah yang membuat anak bisa belajar dengan
menyenangkan dan tidak stress. Anak pun perlu dilibatkan dalam mencari sekolah.” 14
Menurut psikolog dan pengamat pendidikan anak Seto Mulyadi, kriteria-kriteria yang perlu
diperhatikan dalam memilih sekolah yang tepat untuk anak adalah:
1) Lihat visi-misi sekolah tersebut, visi-misi akan menentukan kurikulum yang
digunakan. Sesuaikan visi-misi sekolah tersebut dengan pandangan pendidikan di
keluarga dan harapan orang tua.
2) Pertimbangkan sekolah bagus dengan tenaga pengajar yang bagus juga. Guru
adalah ujung tombak yang menentukan anak akan belajar dan bermain dengan
menyenangkan atau tidak.
3) Perhatikan kondisi sekolah dan lingkungan sekitarnya, termasuk kelengkapan
sarana dan prasarana di sekolah. Cukupkah untuk mendukung proses belajar-
mengajar yang menyenangkan bagi anak.
4) Perhitungkan jarak sekolah dari rumah. Jangan sampai terlalu jauh sehingga anak
lelah di jalan dan tidak semangat belajar.
5) Kenali karakter anak dan kebuTuhannya untuk menentukan sekolah yang sesuai
dengan anak. Misalnya anak yang suka bergerak cocok disekolahkan di sekolah
alam.
6) Pengenalan akan karakter dan kebuTuhan juga membantu mengenali durasi
bersekolah dan komposisi durasi pengajaran di sekolah, misalnya dengan untuk
menentukan butuh sekolah dengan durasi yang lebih banyak waktu bermain atau
belajar.
7) Pikirkan matang-matang kemampuan finansial untuk membayar segala biaya yang
dibutuhkan.15

14
Riana Afifah, Caroline Damanik, “Jangan Salah Pilih Sekolah untuk Anak”, Kompas on line,
http://www.kompas.com, Kamis 17 Januari 2013, diakses tanggal 10 November 2017.
15
Riana Afifah, Caroline Damanik, “Pilih sekolah yang Tepat, Apa Saja Pertimbangannya”, Kompas on line,
http://www.kompas.com, Jum’at 18 Januari 2013, diakses tanggal 10 November 2017.

15
C. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah diuraikan, peran orang tua dalam pendidikan anak
sangatlah penting karena dapat mempengaruhi dan membentuk kepribadian atau karakter
anak. Orang tua merupakan pendidik yang pertama dan utama bagi anak. Adapun tugas dan
tanggung jawab keluarga di Indonesia dalam pendidikan menurut Abdur Rahman Shaleh
ialah menanamkan jiwa agama atau nilai-nilai ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
menanamkan nilai-nilai pancasila dan nilai budaya yang cocok untuk pembangunan nasional,
membiasakan dan menanamkan akhlak yang terpuji, menampilkan keterampilan-
keterampilan dalam hidup sehari-hari, mengembangkan kepribadian yang teguh,
memperhatikan dan mengembangkan bakat serta memupuk minat dan bakat.
Problematika yang sering muncul belakangan ini adalah orang tua yang selalu sibuk
dengan pekerjaannya dan menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak kepada pihak sekolah.
Hal ini mengakibatkan anak kekurangan kasih sayang dan perhatian sehingga berdampak
pada munculnya kenakalan-kenakalan remaja, seperti tawuran/geng motor. Selain itu,
problematika yang lain adalah kesalahan orang tua dalam mendiidk anak, misalnya
memasukkan anak ke tempat pendidikan atau sekolah yang di dalamnya mengajarkan hal-hal
yang bertentangan dengan aqidah, melalaikan pendidikan agama terhadap anak, memanjakan
anak dan tidak mengajari mereka untuk memikul tanggung jawab, tidak memahami
psikologis dan karakter anak-anak. Solusi yang ditawarkan adalah dengan menumbuhkan
kesadaran di kalangan orang tua bahwa pendidikan adalah tanggung jawab orang tua,
menyediakan quality time untuk memberi perhatian kepada anak dan memilih lembaga
pendidikan yang bagus untuk anak.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.

Garawiyan, Banu. Memahami Gejolak Emosi Anak. Bogor: Cahaya, 2002.

Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Gravindo persada, 2009.

Megawangi, Ratna. Pendidikan Karakter untuk Membangun Masyarakat Madani. IPPK


Indonesia: Heritage Foundation, 2003.

Saleh, Abd. Rahman. Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa. Jakarta:
Grafindo Persada, 2005.

Undang-undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional bab Hak dan
Kewajiban Orang Tua, pasal 7 ayat 2.

Yuni Setia Ningsih. “Peranan Keluarga dalam Pendidikan Emosional Anak”. Insania, Vol. 13
No. 3 (September-Desember 2008).

Aryudi A. Razaq, Mahbib. “Pendidikan Anak Tanggung Jawab Orang Tua, Sekolah Hanya
Bantu”. NU Online, www.nu.or.id, 19 Juli 2016, diakses tanggal 01 Januari 2018.

Cecep Sumarna. “Peran dan Tanggung Jawab Orang Tua dalam Pendidikan Anak”.
Lyceum.id, https://www.lyceum.id, 19 Oktober 2017, diakses tanggal 01 Januari 2018.

Mahgda Melita. “Pendidikan Anak Tanggung Jawab Siapa?”, Suarajakarta.co,


http://suarajakarta.co/news/pendidikan/pendidikan-anak-tanggung-jawab-siapa,
diakses tanggal 1 Januari 2018.

Riana Afifah, Caroline Damanik. “Jangan Salah Pilih Sekolah untuk Anak”, Kompas on line,
http://www.kompas.com, Kamis 17 Januari 2013, diakses tanggal 10 November 2017.

17

Anda mungkin juga menyukai