Anda di halaman 1dari 35

PENGARUH POLA ASUH DALAM LINGKUNGAN KELUARGA

TERHADAP PERILAKU ANAK REMAJA DI SEKOLAH

Karya Tulis Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Ujian
Sekolah
Tahun Pelajaran 2022/2023
Disusun oleh:
Nama           : Anggi Fathma Simatupang
Nomor Induk : 0051180393
Kelas           : XII IPS 1

SEKOLAH MENENGAH ATAS SUNDA KELAPA 


Jln. Taman Sunda Kelapa No. 16A, Menteng - Jakarta Pusat
MOTTO
“ BAGAIMANA INGIN NEGARA MAJU JIKA 
DIRI SENDIRI SAJA BELUM INGIN MAJU” 

i
KATA PENGANTAR
 
         Dengan menyebut nama Allah SWT. yang maha pengasih lagi maha
penyayang, penulis panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis mampu
menyelesaikan karya tulis dengan judul “Pengaruh Pola Asuh Dalam Lingkungan
Keluarga Terhadap Perilaku Anak Remaja Di Sekolah”.
         Pada kesempatan ini, penulis hendak mengucapkan terima kasih sebesar –
besarnya kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam penyelesaian
penulisan karya tulis ini.
1. Ibu Ir. Aminah selaku kepala sekolah SMA Sunda Kelapa
2. Ibu Maretha Murti. SH. selaku wali kelas yang memberi dukungan
dan bimbingan
3. Ibu Lita Mirasanti, S.Pd. selaku pembimbing materi
4. Bapak Sugeng Priyono, S.Pd. selaku pembimbing teknis
5. Kedua orang tua yang mendukung dan memberikan saran serta
masukan kepada penulis
6. Kelas XII IPS 1 yang selalu mendukung dan memberikan
semangat bagi satu sama lain
7. Teman – teman SMA Sunda Kelapa yang telah berjuang bersama
hingga saat ini 

i
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Penulis berharap karya tulis ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca. Penulis menyadari bahwa masih terdapat
banyak kekurangan dalam penulisan karya tulis ini. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang membangun dari para pembaca sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan karya tulis ini kedepannya.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….i


LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………….ii
LEMBAR PENGUJIAN .………………………………………………………iii
MOTTO ………………………………………………………………………....iv
KATA PENGANTAR …………………………………………………………...v
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
C. Alasan Memilih Judul
D. Metode Penulisan
E. Sistematika Penulisan
BAB II PERAN LINGKUNGAN KELUARGA TERHADAP
PERKEMBANGAN ANAK REMAJA
A. Pengertian Keluarga
B. Pengertian Anak Remaja
C. Peran Keluarga Dalam Perkembangan Anak Remaja
D. Perubahan Perilaku Sosial Anak Remaja
E. Pengaruh Perilaku Sosial Dalam Lingkungan Keluarga dan Sekolah 

i
BAB III POLA ASUH DAN PERILAKU SOSIAL ANAK REMAJA
A. Pola Asuh Orang Tua
B. Perilaku Sosial Anak Remaja
C. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Sosial Remaja
D. Undang-Undang Perlindungan Anak Terhadap Hak Anak 
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan 
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lingkungan merupakan kondisi alam yang mempengaruhi tingkah
laku kita. Lingkungan merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap
pendidikan anak. Pada dasarnya lingkungan mencakup lingkungan fisik
yang meliputi keadaan iklim, keadaan tanah, keadaan alam, dan
lingkungan budaya yang meliputi bahasa, seni, ekonomi, ilmu
pengetahuan pandangan hidup, keagamaan, serta lingkungan sosial atau
masyarakat yang meliputi keluarga, kelompok bermain dsb.

Pendidikan dalam keluarga terutama berperan dalam


mengembangkan watak kepribadian, nilai-nilai budaya, nilai-nilai
keagamaan dan moral serta keterampilan sederhana. Orang tua mempunyai
peranan pertama dan utama bagi anak-anaknya selama anak belum dewasa
dan mampu berdiri sendiri. Untuk membawa anak kepada kedewasaan,
orang tua harus memberi teladan yang baik karena anak suka mengimitasi
kepada orang yang lebih tua atau orang tuanya. 

i
Berdasarkan kenyataan yang terjadi, sebagian orang tua
beranggapan bahwa pendidikan adalah tanggung jawab sekolah, orang
tualah yang membiayai anak. Padahal pendidikan keluarga memiliki nilai
strategis dalam pembentukan kepribadian anak. Lingkungan tempat
tinggal juga mempengaruhi perkembangan pribadi anak. Lingkungan
sekitar rumah memberikan pengaruh sosial pertama bagi anak. Dalam
lingkungan anak dapat mempelajari hal-hal yang baik,akan tetapi ia juga
meniru kelakuan yang buruk, tergantung pada sifat kelompoknya. 

Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi seorang anak dalam


mempelajari berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya.
Dalam proses belajar inilah, seorang anak akan mencontoh apa yang
diajarkan dan dilakukan oleh setiap anggota keluarganya. Perilaku
keluarga khususnya orang tua dalam menerapkan pola asuh terhadap anak
akan berpengaruh pada proses tumbuh kembang anak terutama dalam
membentuk kepribadian anak. 

Kepribadian anak akan menjadi baik atau tidak tergantung dari


pola asuh yang diterapkan oleh orang tuanya. Orang tua yang cenderung
menuntut dan mengekang dapat memberikan dampak negatif pada anak
khususnya anak yang sudah beranjak remaja. Remaja yang dalam
kehidupannya cenderung dituntut dan dikekang, justru akan berpengaruh
pada kondisi fisik dan psikologis remaja tersebut.

Orang tua diharapkan mampu menerapkan pola asuh yang sesuai


pada remaja dengan memberikan contoh yang baik serta dukungannya
kepada remaja dalam mengembangkan bakat dan minat yang dimilikinya.
Namun kenyataannya, masih banyak orang tua yang menerapkan pola
asuh yang tidak sesuai kepada remaja, seperti pola asuh otoriter, dimana
orang tua cenderung menuntut remaja dan tidak memberi dukungannya
pada remaja. 

i
Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua
selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang
tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan, serta melindungi anak
untuk mencapai kegiatan hasil belajar anak yang cukup baik menurut
orang tua. Pengasuhan orang tua pada dasarnya diciptakan oleh adanya
interaksi antara orang tua dan anak dalam hubungan sehari-hari yang
berevolusi sepanjang waktu, sehingga orang tua akan menghasilkan anak-
anak sealiran, karena orang tua tidak hanya mengajarkan dengan kata-kata
tetapi juga dengan contoh-contoh.

Keluarga merupakan “Pusat Pendidikan” yang pertama dan


terpenting karena sejak timbulnya adab kemanusiaan sampai kini, keluarga
selalu mempengaruhi pertumbuhan budi pekerti tiap-tiap manusia.
Disamping itu, orang tua dapat menanamkan benih kebatinan yang sesuai
dengan kebatinannya sendiri ke dalam jiwa anak-anaknya, inilah tugas
orang tua yang utama dan tidak bisa dibatalkan oleh orang lain. Masalah
anak-anak dan pendidikan adalah suatu persoalan yang amat menarik bagi
seorang pendidik dan ibu-ibu yang setiap saat menghadapi anak-anak yang
membutuhkan pendidikan. Mengasuh dan membesarkan anak berarti
memelihara kehidupan dan kesehatannya serta mendidiknya dengan penuh
ketulusan dan cinta kasih. Secara umum tanggung jawab mengasuh anak
adalah tugas ayah dan ibunya. 

Prinsip serta harapan-harapan seseorang dalam bidang pendidikan


anak beraneka ragam coraknya, ada yang menginginkan anaknya
menjalankan disiplin keras, ada yang menginginkan anaknya lebih banyak
kebebasan dalam berpikir maupun bertindak. Ada orang tua yang terlalu
melindungi anak, ada yang bersikap acuh terhadap anak. Ada yang
mengadakan suatu jarak dengan anak dan ada pula yang menganggap anak
sebagai teman. 

i
Banyak orang tua yang keliru dalam menerapkan pola asuh pada
anaknya. Mereka menganggap bahwa mereka telah memberikan yang
terbaik bagi anaknya, tetapi tanpa mereka sadari, pada kenyataannya
mereka telah melakukan kesalahan dalam mengasuh anaknya. Mereka
banyak menuntut anak untuk melakukan seperti yang mereka inginkan,
yang membuat anak kehilangan waktu bermainnya. 

Pada saat ini banyak orang tua yang mengabaikan hak anak. Para
orang tua menuntut anak untuk melakukan hal-hal yang berlebihan bahkan
yang seharusnya belum pantas mereka lakukan. Ada orang tua yang
meminta anaknya untuk bekerja baik sebelum maupun sesudah
bersekolah.
Anak diminta untuk bangun pagi, mempersiapkan segala
kebutuhan keluarga untuk pagi hari seperti memasak sarapan, menimba air
dan sebagainya. Selepas pulang sekolah mereka juga diminta untuk
bekerja seperti berjualan, ikut ke sawah, membersihkan rumah, menjaga
adik-adik dan lain-lain. Memang hal ini tidak lepas juga dari faktor
ekonomi keluarga, tapi bagaimanapun keadaannya anak yang masih dalam
masa pertumbuhan dan perkembangan tidak boleh dieksploitasi dan
dituntut secara berlebihan. 

B. Tujuan Penulisan
1. Memberikan informasi kepada orang tua dan pendidik mengenai
pengaruh pola asuh dalam lingkungan keluarga terhadap perilaku
anak remaja di sekolah.
2. Memberikan wawasan pengetahuan bagi para pembaca.      
3. Sebagai salah satu profil lulusan siswa SMA Sunda Kelapa.

C. Alasan Memilih Judul


Keluarga adalah masyarakat terkecil yang paling inti, dari
keluargalah anak mulai memperoleh pendidikan sebelum memasuki

i
pendidikan secara formal di sekolah, oleh karena itu pola asuh orang tua
dalam mendidik anak akan mempengaruhi perilaku anak. 

Anak remaja adalah tunas bangsa yang akan menerima tongkat


estafet perjuangan dan cita-cita bangsa, untuk itu anak memerlukan
bimbingan, arahan dan didikan dari orang tua sejak dini, sebagai persiapan
untuk menghadapi masa yang akan datang.

Atas dasar pemikiran di atas, penulis merasa tertarik untuk


membahas masalah tersebut khususnya yang berkaitan dengan pola asuh
dalam lingkungan keluarga untuk itu siswa mengajukan karya tulis dengan
judul “Pengaruh Pola Asuh Dalam Lingkungan Keluarga Terhadap
Perilaku Anak Remaja Di Sekolah”. 

D. Metode Penulisan
Metode penelitian yang penulis digunakan di dalam karya tulis ini
adalah metode kualitatif. Sebagian besar materi yang penulis susun
terdapat dalam karya tulis ini diambil dari internet dan buku. 

E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, tujuan penulisan, alasan memilih
judul, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II PERAN LINGKUNGAN KELUARGA TERHADAP


PERKEMBANGAN ANAK REMAJA
Bab ini berisi pengertian keluarga, pengertian anak remaja, peran
keluarga dalam perkembangan anak remaja, perubahan perilaku sosial
anak remaja, dan pengaruh perilaku sosial dalam lingkungan keluarga dan
sekolah.

i
BAB III POLA ASUH DAN PERILAKU SOSIAL ANAK
REMAJA
Bab ini berisi pola asuh orang tua, perilaku sosial anak remaja,
hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku sosial remaja, dan undang-
undang perlindungan anak terhadap hak anak.

BAB IV PENUTUP
Bab ini berisi simpulan dan saran karya tulis.

BAB II
PERAN LINGKUNGAN KELUARGA TERHADAP PERKEMBANGAN
ANAK REMAJA
 
A.   Pengertian Keluarga

Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta: kula dan warga


"kulawarga" yang berarti "anggota" "kelompok kerabat". Keluarga adalah
lingkungan di mana beberapa orang yang masih memiliki hubungan
darah.                     

Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu,


memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung
jawab diantara individu tersebut. Keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang
terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan
saling ketergantungan. 

i
Gambar 2.1. Keluarga

Dengan demikian dapat dipahami bahwa fungsi keluarga tidak


hanya sebagai tempat berlindung tetapi keluarga merupakan tempat segala
perasaan yang didapatkan dengan pelayanan yang baik oleh anak, suami
atau istri, dan seluruh anggota keluarganya. Keluarga yang baik, dapat
menurunkan perilaku, nilai dan informasi yang baik kepada anak-anaknya
dan seluruh anggota dalam lingkungan keluarganya. 

B. Pengertian Anak Remaja

i
Remaja berasal dari kata latin adolensence yang memiliki makna
proses pertumbuhan menuju kedewasaan. Istilah adolensence seperti yang
dipergunakan saat ini mempunyai arti yang luas mencakup kematangan
mental, emosional, dan fisik. Pengertian remaja berdasarkan usia adalah
antara 13-18 tahun. Masa ini dibagi menjadi usia 13-16 tahun sebagai
masa remaja awal dan usia 16-18 tahun disebut sebagai masa remaja akhir
(Hurlock dalam Sarwono, 2011).

Gambar 2.2. Anak Remaja

Remaja adalah usia peralihan yang relatif rentan. Seringkali


mereka menunjukkan perilaku-perilaku tertentu yang secara tidak
langsung bermakna mereka bukan anak- anak lagi. Selain rentan, remaja
dikenal sebagai masa yang menjadikan mereka sangat labil, tidak menentu
dan sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Remaja
merupakan masa dimana peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa,
yang telah meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan
memasuki masa dewasa. 
 
Sehingganya dalam memperkaya pemahaman kita dalam
memahami perkembangan anak maka bagaimanakah sebaiknya peran
keluarga dalam perkembangan anak remaja? 

i
 
C.   Peran Keluarga Dalam Perkembangan Anak Remaja

1. Peran Keluarga Dalam Perkembangan Karakter Anak


Karakter anak dapat dibentuk melalui sistem
transformasi perilaku orangtua dalam keluarga, bentuk
hubungan sosial dengan teman sebaya atau orang lain,
komunikasi humanistic dan lainnya, namun yang paling
penting dalam pembentukan karakter anak yang utama dan
pertama adalah pendidikan orang tua karena tumbuh
kembangnya anak pertama kali adalah dalam lingkungan
keluarga, maka peran orangtua sangat dibutuhkan dalam
pembinaan karakter anak.

2. Peran Keluarga Dalam Perkembangan Kognitif Anak


Perkembangan kognitif anak dapat diberikan oleh
keluarga dalam bentuk pemahaman benda-benda dan
gambar-gambar. Ketika anak mulai mengkritik dan
bertanya tentang suasana dan keadaan ataupun apa yang
melihatnya maka pada saat itu perkembangan Penanaman
konsep pemikiran pada anak dapat dilakukan ketika anak
sudah mulai.

3. Peran Keluarga Dalam Perkembangan Sosial Anak


Peran keluarga yang dapat memberikan tingkat
kepercayaan diri anak adalah dalam memberikan ruang
gerak kepada anaknya untuk dapat beraktualisasi dengan
teman sebayanya juga dengan orang lain. Perkembangan
sosial anak dapat dilakukannya melalui peran keluarga
dalam memilihkan cara yang baik untuk anaknya dalam
memberikan suatu pilihan dengan siapa anak itu dapat
berkomunikasi dan bersikap dengan baik.

i
Hal ini sebaiknya dalam pengawasan kontrol
anggota keluarga anak tersebut atau orang yang dipercayai
oleh orang tua anak dalam hubungan perkembangan sosial
anaknya tersebut.

Peran keluarga dalam perkembangan sosial anak


akan berhasil jika orang tua dapat memberikan pelayan dan
pilihan yang baik dan benar kepada anaknya untuk
kebutuhan perkembangan dan menumbuhkan kepercayaan
diri anaknya.

4. Peran Keluarga Dalam Perkembangan Moral Anak


Dalam perkembangan pemikiran anak, kebanyakan
anak sering mengajukan pertanyaan sambal memukul atau
saling bermain. Dari perilaku anak seperti itu dapat
membuat anak melakukan perbuatan diluar kontrol kendali
dirinya, hal ini yang sering membuat orangtua atau yang
lainnya beranggapan bahwa anak tersebut
berperilaku/bermoral tidak baik.

5. Peran Keluarga Dalam Perkembangan Mendidik Anak


Keluarga bagi seorang anak merupakan lembaga
pendidikan non formal pertama, di mana mereka hidup,
berkembang, dan matang. Di dalam sebuah keluarga,
seorang anak pertama kali diajarkan pada pendidikannya.
Dari pendidikan dalam keluarga tersebut anak mendapatkan
pengalaman, kebiasaan, keterampilan berbagai sikap dan
bermacam-macam ilmu pengetahuan.

Keluarga memiliki peranan penting dalam


peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sayangnya,

i
banyak orang tua yang tidak tahu bagaimana cara mendidik
anak yang baik bagi pertumbuhan optimal anak. Akibatnya,
anak pun tumbuh tidak sebagaimana yang diharapkan.

6. Peran Keluarga Dalam Perkembangan Kreativitas Anak


Peran keluarga dalam kreativitas anak
mempengaruhi keterampilan berpikir anak yakni melalui
proses penalaran untuk mengetahui bakat yang dimiliki
oleh anaknya.

Intervensi pola pembinaan kepada anak dapat


meningkatkan daya pikir dan perkembangan potensi,
orangtua perlu mendeteksi melalui tes bakat dan
kemampuan anak, hal ini dimaksudkan untuk melihat
apakah anak dapat tumbuh normal atau tidak. Dengan
demikian peran keluarga sangat menentukan perkembangan
kreativitas anak dalam meningkatkan potensi dalam minat
dan bakat yang dimiliki anaknya.

D.   Perubahan Perilaku Sosial Anak Remaja


Berbagai bentuk perilaku sosial seseorang pada dasarnya
merupakan karakter atau ciri kepribadian yang dapat diamati ketika
seseorang berinteraksi dengan orang lain. Remaja lebih banyak
menghabiskan waktunya bersama dengan teman-teman, maka pengaruh
teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan
perilaku lebih besar dari pada pengaruh keluarga.

i
Gambar 2.3. Perilaku Sosial Anak Remaja

Seperti dalam kehidupan berkelompok, kecenderungan perilaku


sosial seseorang yang menjadi anggota kelompok akan terlihat jelas
diantara anggota kelompok lainnya. Perubahan perilaku sosial dapat
dilihat melalui sifat-sifat dan pola respon antar pribadi, yaitu :
1. Pengaruh Kelompok Sebaya
Dengan bersama kelompok sebaya, remaja merasa
lebih dimengerti karena berada pada posisi yang sejajar dan
tidak ada yang memaksakan nilai-nilai serta sanksi yang
berlaku pada dunia dewasa yang ingin dihindari.

Maka, intensitas kebersamaan remaja dengan


teman-teman sebayanya cukup tinggi sehingga berpengaruh
besar pada pembicaraan, minat, sikap, penampilan dan
perilaku yang mereka tunjukkan.

2. Perubahan dalam Perilaku Sosial


Pada masa remaja, individu tidak lagi memandang
lawan jenis sebagai teman namun mereka mulai menyukai
lawan jenis. Dengan bertambahnya kegiatan sosial yang

i
mereka ikuti, maka semakin banyak pula wawasan dan
kompetensi sosial yang mereka miliki. Hal inilah yang
menyebabkan remaja meningkatkan prasangka dan
diskriminasi dalam pemilihan teman karena sangat
dipengaruhi oleh lingkungan.

3. Pengelompokkan Sosial yang Baru


Remaja mulai membentuk kelompok yang tertarik
dengan kegiatan sosial yang tak kenal lelah. Namun,
kelompok yang dibimbing oleh orang dewasa sering kali
tersaing dan tidak menarik karena remaja merasa
dikendalikan, lebih suka membentuk kelompok dengan
kondisi yang saling mendukung dan mempengaruhi yang
kira-kira setara dengannya.

4. Nilai-nilai Baru dalam Memilih Teman


Remaja menginginkan teman yang memiliki minat
dan nilai yang sama, yang memahami mereka dan membuat
mereka merasa aman.

Jadi individu dapat mengungkapkan apa yang orang


tua atau guru mereka tidak bisa katakan. Remaja bersikeras
untuk memiliki teman mereka sendiri tanpa campur tangan
orang dewasa. Namun, kondisi ini sering menyebabkan
pertengkaran dalam persahabatan. Remaja itu kurang
pengalaman, sehingga lama kelamaan ia merasa tidak layak
bereman.

Selain itu, remaja mungkin memiliki standar yang


tidak realistis, dan ketika standar tersebut tidak terpenuhi,
remaja memiliki lebih kritis dan mencoba membuat teman
mereka lebih baik.

i
5. Nilai-nilai Baru dalam Penerimaan Sosial
Remaja cenderung menggunakan nilai-nilai yang
ada dalam kelompok sebayanya untuk menerima atau
menolak orang lain dalam pertemanan.

6. Nilai-nilai Baru dalam Memilih Pemimpin


Remaja merasa bahwa kepemimpinan adalah
tentang siapa yang mereka wakili di masyarakat. Dengan
demikian, remaja lebih memilih pemimpin yang
berpenampilan bersih, menarik, bertanggung jawab,
proaktif, berwawasan luas, dan terlihat oleh masyarakat.

Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa wajar bagi remaja
untuk menghabiskan waktu bersama teman daripada keluarga. Wajar bagi
remaja untuk membentuk geng.

Namun, kita harus ingat bahwa sebagai orang tua, guru atau
saudara yang lebih tua, juga perlu memantau perkembangan kelompok di
mana kaum muda berpartisipasi. Jangan memaksa kelompok atau
melakukan hal-hal yang tidak mereka inginkan, tetapi beri mereka
bimbingan dan pengawasan yang cukup agar mereka belajar bersosialisasi
dengan baik dan tidak salah tempat.

E. Pengaruh Perilaku Sosial Dalam Lingkungan Keluarga dan Sekolah

Dalam masa perkembangan anak remaja, dalam lingkungan keluarga


dan sekolah terdapat beberapa hal yang terjadi dalam hidupnya antara lain:
1. Ada proses imitasi dalam kehidupan seorang anak
Salah satu fungsi dari hal meniru ini ialah untuk
memajukan interaksi sosial. Anak-anak lebih mungkin
meniru suatu tindakan yang telah disetujui, misalnya

i
membeli handphone karena teman-temannya mempunyai
handphone tersebut.

2. Memiliki kemampuan mempengaruhi orang lain


Anak remaja mulai mengarahkan perilaku orang
lain. Tujuannya bukan untuk mendapatkan benda tertentu,
tetapi untuk mempengaruhi orang dewasa. Anak tidak akan
memberi perintah jika mereka tidak berharap orang tua
mematuhi mereka. Di sini kita bisa melihat bahwa seorang
anak mempunyai kesadaran tentang kemampuannya dalam
mempengaruhi orang lain.

3. Memiliki simpati
Mempunyai kemampuan untuk menghargai persepsi
dan perasaan orang lain. Hal ini ditunjukkan dengan sikap
anak jika mereka melihat orang lain terluka atau tertekan.

i
BAB III
POLA ASUH DAN PERILAKU SOSIAL ANAK REMAJA

A. Pola Asuh Orang Tua


1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Anak merupakan masa depan keluarga bahkan bangsa oleh
sebab itu perlu dipersiapkan agar kelak menjadi manusia yang
berkualitas, sehat, bermoral dan berguna bagi diri, keluarga dan
bangsanya. Seharusnya pola asuh anak perlu dipersiapkan sejak
dini agar mereka mendapatkan pendidikan yang benar saat
mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Pola asuh
yang baik menjadikan anak berkepribadian kuat, tak mudah putus
asa, dan tangguh menghadapi tekanan hidup.

Gambar 3.1. Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh anak adalah suatu pola atau sistem yang


diterapkan dalam menjaga, merawat, dan mendidik seorang anak
yang bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Tujuan utama
pola asuh yang normal adalah menciptakan kontrol. Meskipun
setiap orang tua berbeda dalam cara mengasuh anaknya, namun
tujuan utama orang tua dalam mengasuh anak adalah sama yaitu
untuk mempengaruhi, mengajari dan mengontrol perilaku anak
mereka. 

i
Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak dari segi negatif
atau positif. Seperti contohnya kebiasaan-kebiasaan yang diajarkan
orang tua kepada anaknya. Pola asuh merupakan sikap orang tua
dalam berinteraksi dengan anak-anaknya.

Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan


aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua
menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan
perhatian serta tanggapan terhadap anaknya. 

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua adalah


sebuah cara yang dilakukan oleh orang tua dalam berinteraksi
dengan anaknya yang tujuannya memberikan penjagaan,
perawatan, pendidikan, pembimbingan dan kontrol yang diberikan
dalam intensitas waktu yang cukup konstan dengan maksud
mengarahkan anak sesuai dengan tujuan yang diharapkan orang
tua.

2. Jenis-Jenis Pola Asuh Orang Tua


Setiap orang tua tentunya ingin yang terbaik bagi anak-anak
mereka. Keinginan ini kemudian akan membentuk pola asuh yang
akan ditanamkan orangtua kepada anak-anak. Pola asuh menurut
Diana Baumrind, pada prinsipnya merupakan parental control yaitu
bagaimana orangtua mengontrol, membimbing, dan mendampingi
anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangannya
menuju pada proses pendewasaan.

Diana Baumrind membagi pola asuh ke dalam 3 bentuk,


yaitu:
a. Pola Asuh Otoriter (Authoritarian Parenting)

i
Orang tua dengan tipe pola asuh ini biasanya
cenderung membatasi dan menghukum. Mereka secara
otoriter mendesak anak untuk mengikuti perintah dan
menghormati mereka. Orang tua dengan pola ini sangat
ketat dalam memberikan batasan dan kendali yang tegas
terhadap anak-anak, serta komunikasi verbal yang terjadi
juga lebih satu arah.

Gambar 3.2. Pola Asuh Otoriter

Orang tua tipe otoriter umumnya menilai anak


sebagai objek yang harus dibentuk oleh orang tua yang
merasa “lebih tahu” mana yang terbaik bagi anak-anaknya.
Anak yang diasuh dengan pola otoriter sering kali terlihat
kurang bahagia, ketakutan dalam melakukan sesuatu karena
takut salah, minder, dan memiliki kemampuan komunikasi
yang lemah. Contoh orang tua dengan tipe pola asuh ini,
mereka melarang anak laki-laki bermain dengan anak
perempuan, tanpa memberikan penjelasan ataupun
alasannya.

Pola Asuh Otoriter memiliki beberapa ciri-ciri


sebagai berikut:
1) Sikap “acceptance” rendah namun
kontrolnya tinggi

i
2) Suka menghukum secara fisik
3) Bersikap mengomando (mengharuskan anak
untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi)
4) Bersikap keras
5) Cenderung emosional dan bersikap menolak 
6) Harus mematuhi peraturan-peraturan orang
tua dan tidak boleh membantah

b. Pola Asuh Otoritatif (Authoritative Parenting)


Pola pengasuhan dengan gaya otoritatif bersifat
positif dan mendorong anak-anak untuk mandiri, namun
orang tua tetap menempatkan batas-batas dan kendali atas
tindakan mereka. Orang tua tipe ini juga memberikan
kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan
suatu tindakan, serta pendekatan yang dilakukan orang tua
ke anak juga bersifat hangat.

Gambar 3.3. Pola Asuh Otoritatif

Pada pola ini, komunikasi yang terjadi dua arah dan


orang tua bersifat mengasuh dan mendukung. Anak yang
diasuh dengan pola ini akn terlihat lebih dewasa, mandiri,
ceria, mampu mengendalikan diri, berorientasi pada
prestasi, dan mampu mengatasi stresnya dengan baik.

i
Pola Asuh Otoritatif memiliki beberapa ciri-ciri
sebagai berikut:
1) Kebebasan anak tidak mutlak
2) Menghargai dengan penuh pengertian
3) Keterangan yang rasional terhadap yang
boleh dan tidak boleh dilakukan 
4) Bersikap responsif terhadap kebutuhan anak 
5) Mendorong anak untuk menyatakan
pendapat atau pertanyaan 
6) Selalu menggunakan cara musyawarah dan
kesepakatan 
7) Hubungan antar keluarga sangat harmonis
dan akrab. 
8) Orang tua selalu memberikan kesempatan
kepada anak untuk berkreatifitas

c. Pola Asuh Permisif (Permissive Parenting)


Orang tua dengan gaya pengasuhan ini tidak pernah
berperan dalam kehidupan anak. Anak diberikan kebebasan
melakukan apapun tanpa pengawasan dari orangtua. Orang
tua cenderung tidak menegur  atau memperingatkan, sedikit
bimbingan, sehingga seringkali pola ini disukai oleh anak.

i
Gambar 3.3. Pola Asuh Permisif

Orang tua dengan pola asuh ini tidak


mempertimbangkan perkembangan anak secara
menyeluruh. Anak yang diasuh dengan pola ini cenderung
melakukan pelanggaran-pelanggaran karena mereka tidak
mampu mengendalikan perilakunya, tidak dewasa,
memiliki harga diri rendah dan terasingkan dari keluarga.

Pola Asuh Permisif memiliki beberapa ciri-ciri


sebagai berikut:
1) Sikap “acceptance” nya tinggi namun
kontrolnya rendah
2) Memberi kebebasan kepada anak untuk
menyatakan dorongan atau  keinginan
3) Anak diperbolehkan melakukan sesuatu
yang dianggap benar oleh anak
4) Hukuman tidak diberikan karena tidak ada
aturan yang mengikat
5) Kurang membimbing
6) Anak lebih berperan daripada orang tua
7) Kurang tegas dan kurang komunikasi

3. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua


Setiap orang mempunyai sejarah sendiri-sendiri dan latar
belakang yang seringkali sangat jauh berbeda. Perbedaan ini sangat
memungkinkan terjadinya pola asuh yang berbeda terhadap anak.

Menurut Prasetya, ada beberapa faktor yang mempengaruhi


pola asuh orang tua yaitu:
a. Sosial Ekonomi
Lingkungan sosial berkaitan dengan pola hubungan
sosial atau pergaulan yang dibentuk oleh orang tua maupun

i
anak dengan lingkungan sekitarnya. Orang tua dari kelas
menengah kebawah cenderung lebih keras dalam mengasuh
anak. 

b. Pendidikan
Latar belakang pendidikan orang tua dapat
mempengaruhi pola asuh orang tua baik formal maupun
non formal kemudian juga berpengaruh pada aspirasi atau
harapan orang tua kepada anaknya. Orang tua yang
berpendidikan tinggi akan lebih mengerti kebutuhan anak. 

c. Nilai-Nilai Agama yang Dianut Orang Tua


Nilai-nilai agama juga menjadi salah satu hal yang
mempengaruhi pola asuh orang tua. Orang tua yang taat
beragama tentu akan menekankan nilai-nilai agama pada
anak dalam pengasuhan yang mereka lakukan. 

d. Ambisi Orang Tua yang Berlebihan


Orang tua yang ambisius terhadap sesuatu yang
mereka yakini benar, cenderung memaksakan kehendak
kepada anaknya.

Gambar 3.4. Anak Stress Akibat Orang Tua

i
Anak seolah menjadi boneka, yang segala sesuatu
yang dikerjakan akan diatur dan dipaksakan oleh orang tua.
Bahkan tidak sedikit orang tua yang ambisius seperti ini
tidak pernah memberikan pilihan kepada anaknya. Bagi
mereka yang terpenting adalah anaknya menjadi seperti apa
yang mereka mau.

e. Jumlah Anak
Jumlah anak yang dimiliki keluarga akan
mempengaruhi pola asuh yang diterapkan orang tua.
Semakin banyak jumlah anak dalam keluarga, maka ada
kecenderungan bahwa orang tua tidak begitu menerapkan
pola pengasuhan secara maksimal pada anak karena
perhatian dan waktunya terbagi antara anak yang satu
dengan anak yang lainnya. 

B. Perilaku Sosial Anak Remaja


Perilaku sosial remaja adalah gambaran perilaku umum yang
ditunjukkan oleh remaja dalam hidup bermasyarakat sebagai respon
terhadap apa yang dianggap dapat diterima atau tidak dapat diterima oleh
kelompok sebaya seseorang dalam menanggapi orang lain dengan cara
yang berbeda-beda. Perilaku tersebut bisa ditunjukkan dengan perasaan,
tindakan, sikap, keyakinan, kenangan, atau rasa hormat terhadap orang
lain.

1. Teori Perilaku Sosial


Teori perilaku sosial menurut Sarwono Sarlito (2009) dibagi
menjadi tiga yaitu:
a. Perilaku Sosial (social behavior) 
Perilaku sosial adalah perilaku yang tumbuh dari
orang-orang yang ada pada masa kecil seseorang sehingga
mendapatkan cukup kepuasan akan kebutuhan inklusinya.
Bila yang  tidak mempunyai masalah dalam hubungan antar

i
pribadi mereka bersama orang lain pada situasi dan
kondisinya.

Mereka bisa berpartisipasi, bisa juga tidak, mereka


bisa melibatkan diri pada orang lain, bisa juga tidak, secara
tidak disadari mereka merasa dirinya berharga dan bahwa
orang lain pun mengerti akan hal itu tanpa menonjolkan
diri. 

b. Perilaku yang Kurang Sosial (under social behavior) 


Perilaku ini nampak jika kebutuhan akan inklusi
kurang terpenuhi, misalnya sering tidak diacuhkan oleh
keluarga semasa kecilnya. Kecenderungan seseorang yang
memiliki perilaku ini adalah menghindari hubungan dengan
orang lain, tidak mau ikut dalam kelompok-kelompok,
menjaga jarak antara dirinya dengan orang lain, tidak mau
tahu, serta acuh tak acuh.

Dalam pendek kata, ada kecenderungan introvert


dan menarik diri. Bentuk tingkah laku yang lebih ringan
seperti terlambat dalam pertemuan atau tidak datang sama
sekali, atau tertidur di ruang diskusi dan sebagainya.
Kecemasan yang ada dalam ketidak sadarannya adalah
bahwa mereka seorang yang tidak berharga dan tidak ada
orang lain yang mau menghargainya. 

c. Perilaku yang Terlalu Sosial (over social behavior) 


Psikodinamikanya sama dengan perilaku kurang
sosial, yaitu disebabkan kurang inklusi. Tetapi pernyataan
perilakunya sangat berlawanan. Seseorang yang terlalu
sosial cenderung memamerkan diri berlebih-lebihan,
bicaranya keras, selalu menarik perhatian orang,

i
memaksakan dirinya untuk diterima dalam kelompok,
sering menyebutkan namanya sendiri, dan suka
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengagetkan.

Sebagai makhluk sosial, seorang individu sejak lahir


hingga sepanjang hayatnya senantiasa berhubungan dengan
individu lainnya atau dengan kata lain melakukan relasi
interpersonal. Dalam relasi interpersonal itu ditandai
dengan berbagai aktivitas tertentu. Berbagai aktivitas
individu dalam relasi interpersonal ini biasa disebut
perilaku sosial.

2. Aspek-Aspek Perilaku Sosial


Menurut Mussen (1989) aspek-aspek perilaku sosial memiliki
beberapa macam, yaitu: 
a. Berbagi 
Berbagi yaitu kesediaan untuk berbagi perasaan
dengan orang lain dalam suasana suka maupun duka. 

b. Menolong 
Menolong yaitu kesediaan untuk memberikan
pertolongan atau bantuan kepada orang lain yang sedang
mengalami kesulitan atau yang sedang membutuhkan baik
berupa bantuan materil maupun moril. Menolong meliputi
membantu orang lain atau menawarkan sesuatu yang
menunjang keberlangsungan kegiatan orang lain. 

c. Kerjasama 
Yang dimaksud dengan kerjasama adalah kesediaan
untuk bekerjasama dengan orang lain demi tercapainya
suatu tujuan. Kerjasama pada umumnya saling

i
menguntungkan, saling memberi, saling menolong, dan
menenangkan.

d. Bertindak jujur
Bertindak jujur yaitu kesediaan untuk melakukan
sesuatu seperti apa adanya, tidak berbuat curang terhadap
orang lain. 

e. Berderma 
Berderma yaitu kesediaan untuk memberikan secara
sukarela sebagian barang miliknya kepada orang yang lebih
membutuhkan. 

C. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Sosial Remaja


Dalam sebuah keluarga, orang tua memiliki peran yang sangat
penting dalam proses pembentukan karakter anak yang baik. Mengingat
kegiatan dan proses pendidikan dapat terjadi dalam 3 lingkungan yaitu
keluarga, sekolah dan masyarakat. Lingkungan yang memiliki peran dalam
proses pembentukan karakter anak diantaranya adalah keluarga.
Mengingat anak menghabiskan waktunya di sekolah hanya 5-6 jam.
Sisanya kehidupan anak dijalani dirumah. 

Menurut Syamsu Yusuf, fungsi dasar keluarga adalah memberikan


rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang, dan mengembangkan hubungan
yang baik di antara anggota keluarga. Mengkaji lebih jauh tentang fungsi
keluarga, Syamsu Yusuf mengemukakan bahwa dalam fungsi keluarga
terdapat dua sudut pandang yaitu secara psikologi sosial dan sosiologis.

Secara psikologi sosial, keluarga berfungsi sebagai: 


1. Pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga yang
lainnya. 
2. Sumber pemenuhan kebutuhan fisik maupun psikis. 

i
3. Sumber kasih sayang dan penerimaan.
4. Model pola perilaku yang tepat untuk anak untuk belajar
bermasyarakat. 
5. Pemberi bimbingan yang tepat bagi pengembangan
perilaku. 
6. Mengajarkan anak untuk belajar memecahkan
permasalahan yang dihadapinya. 
7. Membimbing anak dalam belajar keterampilan motorik,
verbal, dan sosial. 
8. Stimulator bagi anak untuk mencapai prestasi baik di
sekolah maupun di masyarakat. 
9. Pembimbing dalam mengembangkan aspirasi. 
10. Sumber persahabatan atau teman bermain bagi anak sampai
cukup usia untuk bermain di luar lingkungan keluarga.

Sedangkan secara sosiologis, terdapat beberapa klasifikasi fungsi


keluarga, yaitu: 
1. Fungsi Biologis 
Menurut Syamsu Yusuf, keluarga dipandang sebagai
pranata sosial yang memberikan legalitas, kesempatan, dan
kemudahan bagi para anggotanya untuk memenuhi
kebutuhan biologisnya. Kebutuhan tersebut meliputi:
a) Sandang, pangan, dan papan.
b) Hubungan seksual suami-istri.
c) Reproduksi atau penerus keturunan. 
2. Fungsi Ekonomis
Kepala keluarga mempunyai kewajiban untuk
memberi nafkah kepada anak dan istri.

3. Fungsi Edukatif
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan
pertama dan utama bagi anak. Menurut Hurlock, keluarga

i
berfungsi sebagai transfer bagi anak. Fungsi keluarga dalam
pendidikan adalah menyangkut penanaman, pembimbingan
atau pembiasaan nilai-nilai agama, budaya, dan
keterampilan-keterampilan tertentu yang bermanfaat bagi
anak. 

4. Fungsi Sosialisasi 
Keluarga berfungsi sebagai miniatur masyarakat
yang mensosialisasikan nilai-nilai atau peran-peran hidup
dalam masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para
anggotanya.

Keluarga merupakan lembaga yang mempengaruhi


perkembangan kemampuan anak untuk berdisiplin, mau
bekerja sama dengan orang lain, bersikap toleran,
menghargai pendapat orang lain, mau bertanggung jawab,
dan mampu bersikap matang dalam kehidupan masyarakat
heterogen. 

5. Fungsi Perlindungan
Keluarga memiliki fungsi untuk melindungi anggota
keluarga dari gangguan, ancaman, atau kondisi yang
menimbulkan rasa kurang nyaman bagi anggota keluarga.

6.  Fungsi Rekreatif 
Untuk melaksanakan fungsi ini, keluarga harus
dapat menciptakan kondisi yang memberikan kenyamanan,
keceriaan, kehangatan dan penuh semangat bagi anggota
keluarga. 

7. Fungsi Agama 

i
Menurut Syamsu Yusuf, keluarga berfungsi sebagai
penanam nilai-nilai agama kepada anak agar mereka
memiliki pedoman hidup yang benar. Keluarga
berkewajiban mengajarkan, membimbing dan
membiasakan anggotanya untuk mempelajari dan
mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

Anggota keluarga yang memiliki keyakinan yang


kuat terhadap Tuhan akan memiliki mental yang sehat,
sehingga mereka akan terhindar dari beban-beban
psikologis dan mampu menyesuaikan diri dengan orang
lain.

Dalam kegiatan memberikan pengasuhan ini, sikap, perilaku, dan


kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang
kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar akan diresapi, kemudian
menjadi kebiasaan bagi anak-anaknya.

Sikap-sikap yang diperlihatkan oleh orang tua, keputusan yang


diambil dan cara komunikasi yang dilakukan orang tua terhadap anaknya
akan sangat berpengaruh bagi perilaku anak. Semua hal yang dilakukan
orang tua akan selalu terekam dalam memori anak dan anak akan
menirunya.

Kegagalan orang tua untuk melakukan ini dengan benar dapat


mengakibatkan anak beralih ke sumber informasi luar yang tidak selalu
tepat atau benar untuk mengubah perilaku anak.

D. Undang-Undang Perlindungan Anak Terhadap Hak Anak 


1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak
Penyelenggaraan Undang-undang ini berasaskan Pancasila
dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun

i
1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-hak Anak yang
meliputi, Pasal 2:
a. Non Diskriminasi
b. Kepentingan yang terbaik untuk anak
c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan
perkembangannya
d. Penghargaan terhadap anak

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya


hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,
berakhlak mulia dan sejahtera. (Pasal 3)

2. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan


Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
Penyelenggaraan Undang-undang ini berasaskan Pancasila
dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun
1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-hak Anak yang
meliputi, Pasal 14:

a. Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya


sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang
sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi
kepentingan terbaik bagi Anak dan merupakan
pertimbangan terakhir.
b. Dalam hal terjadi pemisahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Anak tetap berhak:
1) Bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara
tetap dengan kedua Orang Tuanya

i
2) Mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan,
pendidikan dan perlindungan untuk proses tumbuh
kembang dari kedua Orang Tuanya sesuai dengan
kemampuan, bakat, dan minatnya
3) Memperoleh pembiayaan hidup dari kedua Orang
Tuanya
4) Memperoleh Hak Anak lainnya.

Anda mungkin juga menyukai