Anda di halaman 1dari 28

YAYASAN PEMBINA LEMBAGA PENDIDIKAN PGRI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PGRI


(STKIP-PGRI) BANDAR LAMPUNG
PROGRAM PASCA SARJANA
Status : TERAKREDITASI
Jl. Khairil Anwar No. 79 Tanjung Karang Bandar Lampung Telp. 255983, 259166

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP


TAHUN AKADEMIK 2020/2021

Nama Mahasiswa : Resti Riyanasari


NIM : 202210023
Mata Kuliah : Orientasi Baru Dalam Pendidikan
Hari :
Semester : Semester Genap
Dosen Pengampu : Dr. FEBRIYANTINA ISTIARA, M.Pd.

JUDUL MAKALAH “BERPIKIR KRITIS DALAM MENUJU KEHIDUPAN

DEMOKRATIS”

A. Latar Belakang

Setiap hari kita dihujani dengan berbagai informasi di media sosial. Jika tidak

cermat dan kritis dalam menyeleksi informasi, kita akan terjebak dalam kesesatan

berpikir yang akan berpotensi menimbulkan hal-hal yang merugikan. Tidak jarang

konflik sosial yang terjadi di masyarakat terjadi akibat kesalahpahaman penafsiran

informasi dari media sosial. Bahayanya hal ini akan menguatkan fenomena post-truth

atau pascakebenaran yang berpotensi memecah belah-belah kehidupan sosial.


Oleh karena itu, bersikap kritis harus juga ditujukan dan ditanamkan dalam diri

sendiri sehingga materi-materi berfikir secara kritis, bersikap secara demokratis dan

sikap secara kritis dalam diri sendiri itu pasti dibarengi dengan sikap secara kritis

terhadap pendapat-pendapat yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Di dalam

sikap secara kritis ini tentu nya harus wajib di dukung dengan sikap tanggung jawab

dengan apa yang sedang di kritisi. Sikap secara kritis yang ada pada suasana

demokrasi wajib perlu untuk di berikan dukungan berdasarkan kemampuan untuk

bisa menyelesaikan suatu masalah dengan cara penuh kedamaian. Suatu

permasalahan yang berasal dari sebuah perbedaan pendapat bisa berujung dengan

konflik dan untuk itu harus di tekankan suatu penyelesaian masalah yang dilakukan

dengan penuh kedamaian dan bukan kekerasan.

Berpikir merupakan suatu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan

penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Berpikir juga merupakan suatu kegiatan

mental untuk membangun dan memperoleh pengetahuan. Salah satu kemampuan

berpikir yang termasuk ke dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah

kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang

sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek

kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam

pendidikan sejak 1942. Penelitian dan berbagai pendapat tentang hal itu, telah

menjadi topik pembicaraan dalam sepuluh tahun terakhir ini (Patrick, 2000:1).

Definisi berpikir kritis banyak dikemukakan para ahli.

Saat ini kita dihadapkan pada sebuah kondisi di mana terjadi ketidakcukupan

dalam melakukan kritik atas sebuah persoalan. Sebuah kondisi di mana masyarakat
cenderung cepat beraksi daripada terlebih dahulu melakukan refleksi. kritik haruslah

tiba pada lapisan terakhir sebuah persoalan dan mampu melihat yang tidak

terpikirkan. Kritik adalah sarana pembebasan, karena hanya melaluinya masyarakat

dapat keluar dari wilayah doktrinasi.

Kelangkaan akal sehat publik dapat dengan mudah ditemukan pada media

sosial. Media sosial idealnya menjadi sumber berkembangnya ilmu pengetahuan,

namun kenyataan yang kita jumpai justru kebalikannya. Hari-hari ini media sosial

malah menjadi tempat berkembangnya kebencian, provokasi dan segala bentuk

ketidakadilan. Realitas ini mau tidak mau mengantarkan kita pada pertanyaan tentang

keberlangsungan demokrasi.

Munculnya berbagai fenomena merosotnya komitmen masyarakat terhadap

etika berdemokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, perilaku kekerasan,

pemaksaan kehendak dan menurunnya penghormatan terhadap pemerintah menjadi

keprihatinan kita semua. Di kalangan remaja dan pelajar, merosotnya nilai-nilai

demokrasi terlihat dari beberapa kejadian dan perilaku yang sering dijumpai di media

massa. Fenomena seperti itu dapat dilihat dengan adanya perkelahian antar pelajar,

demokrasi yang anarkis dan sikap otoriter dari para pemimpin.

Berpikir kritis ternyata bukan sekadar urusan akademis, tetapi juga langsung

berhubungan dengan kehidupan politik, kehidupan bernegara. Masyarakat saat ini

cenderung abai pada substansi dan berfokus pada sensasi. Saat ini momen berpikir

kritis adalah sebuah kelangkaan, sehingga penting dilakukan upaya-upaya untuk

mengaktifkan kapasitas kritis manusi untuk berpikir pada sebuah level yang

kompleks dengan menggunakan berbagai proses analisis dan proses evaluasi terhadap
informasi yang didapatkan untuk dapat berperilaku yang dilandasi nilai-nilai

demokrasi dalam menghadapi kemajuan zaman era milenial. Oleh karena itu penulis

dalam penelitian ini akan membahas materi yang berjudul “Berpikir Kritis Menuju

Kehidupan Demokratis”. Penelitian ini membahas pengertian dan bagaimana kita

sebagai bangsa yang dapat berpikir kritis untuk mewujudkan cita-cita bangsa diera

demokrasi.

B. Tujuan Peelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui definisi , karakteristik dan ciri berpikir kritis

2. Mengetahui cara mengembangkan berpikir kritis dalam menuju kehidupan

demokratis.

C. Teori yang digunakan

1. Pengertian Berpikir Kritis

Berpikir menurut Plato adalah berbicara dalam hati. “Berpikir adalah

meletakkan hubungan antara bagian-bagian pengetahuan kita”1. Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berpikir artinya menggunakan akal budi untuk

mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Proses berpikir itu pada pokoknya

ada tiga langkah, yaitu: pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, dan

penarikan kesimpulan.
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial

untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan

lainnya. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir yang diawali

dan diproses oleh otak kiri. “Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam

pendidikan sejak 1942.

Pengertian berpikir kritis adalah suatu perilaku dan sikap yang pada dasarnya

berdasarkan dengan data serta fakta yang sah (valid) dan di barengi dengan argumen

(pendapat) yang akurat. Berpikir kritis adalah konsep yang baik bagi manusia.

Bagaimana tidak, dengan kritis, seseorang dapat berpikir secara rasional sebelum

benar-benar mengambil sebuah keputusan. Pada dasarnya, berpikir kritis menjadi hal

yang baik jika diterapkan sejak dini. Menurut Adinda (dalam Azizah, dkk:2018)

Orang yang mampu berpikir kritis adalah orang yang mampu menyimpulkan apa

yang diketahuinya, mengetahui cara menggunakan informasi untuk memecahkan

permasalahan, dan mampu mencari sumber-sumber informasi yang relevan sebagai

pendukung pemecahan masalah. Orang yang mampu berpikir kritis adalah orang yang

mampu menyimpulkan apa yang diketahuinya, mengetahui cara menggunakan

informasi untuk memecahkan suatu permasalahan, dan mampu mencari sumber-

sumber informasi yang relevan sebagai pendukung pemecahan masalah (Rahma,

2017:17).

Menurut Rasiman dan Kartinah (dalam Irdayanti:2018) Berpikir kritis dapat

dipandang sebagai kemampuan berpikir siswa untuk membandingkan dua atau lebih

informasi, misalkan informasi yang diterima dari luar dengan informasi yang

dimiliki. Menurut Wulandari (2017:39) berpikir kritis adalah aktivitas mental


individu untuk membuat keputusan dalam memecahkan masalah yang dihadapi

dengan berbagai informasi yang sudah diperoleh melalui beberapa kategori . Menurut

Ratnaningtyas (2016:87) “Seseorangyang berpikir kritis dapat dilihat dari bagaimana

seseorang itu menghadapi suatu masalah.” Begitu juga dengan pendapat Lestari

(2016:14) berpikir kritis adalah kegiatan berpikir secara sistematis yang

memungkinkan seseorang untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan

pendapat mereka sendiri. Jadi, seseorang dalam berpikir kritis itu menggunakan

pemikiran yang masuk akal untuk memutuskan apa yang harus dilakukan sesuai

dengan kemampuan intelektualnya (Febriani, 2015:26). Ennis (2011:1) menyatakan

definisi berpikir kritis adalah “ Critical thinking is reasonable, reflective thinking that

is focused on deciding what to believe or do”. Menurut definisi ini, berpikir kritis

menekankan pada berpikir yang masuk akal dan reflektif. Berpikir yang masuk akal

dan reflektif ini digunakan untuk mengambil keputusan. Jonhson (dalam

Rahmawati:2014) juga menjelaskan Berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal

dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau

dilakukan. Inch (dalam Irdayanti 2015) menyebutkan bahwa berpikir kritis

mempunyai delapan komponen yang saling terkait yaitu (1) adanya masalah, (2)

mempunyai tujuan, (3) adanya data dan fakta, (4) teori, definisi, aksioma, dalil, (5)

awal penyelesaian, (6) kerangka penyelesaian, (7) penyelesaian dan kesimpulan, dan

(8) implikasi. Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu modal dasar atau

modal intelektual yang sangat penting bagi setiap orang dan merupakan bagian yang

fundamental dari kematangan manusia. Salah satu tujuan berpikir kritis menurut
Najla (2016:20) adalah “dapat membantu siswa membuat kesimpulan dengan

mempertimbangkan data dan fakta yang terjadi di lapangan.”

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

berpikir kritis adalah menyimpulkan apa yang diketahui, mengetahui cara

menggunakan informasi untuk memecahkan suatu permasalahan dan mampu mencari

sumber informasi yang relevan sebagai pendukung pemecahan masalah. Berpikir

kritis juga dianggap sebagai kemampuan yang perlu untuk dikembangkan agar

meningkatnya kualitas apa yang ada pada diri seseorang.

* Ciri-Ciri Berfikir Kritis

1. Berkomunikasi secara efektif dalam menyelesaikan suatu masalah yang

kompleks. Berpikir kritis merupakan cara untuk membuat pribadi yang

terarah, disiplin, terkontrol, dan korektif terhadap diri sendiri. Hal ini tentu

saja membutuhkan kemampuan komunikasi efektif dan metode

penyelesaian masalah serta komitmen untuk mengubah paradigma

egosentris dan sosiosentris kita.Saat kita mulai untuk berpikir kritis, ada

beberapa hal yang perlu kita perhatikan disini, yaitu:

a. Mulailah dengan berpikir apa dan kenapa, lalu carilah arah yang

tepat untuk jawaban dari pertanyaan tersebut.

b. Tujuan pertanyaan akan apa dan kenapa.

c. Informasi yang spesifik untuk menjawab pertanyaan diatas.


d. Kriteria standar yang ditetapkan untuk memenuhi jawaban atas

pertanyaan.

e. Kejelasan dari solusi permasalahan/pertanyaan.

f. Konsekuensi yang mungkin terjadi dari pilihan yang kita inginkan.

g. Mengevaluasi kembali hasil pemikiran kita untuk mendapatkan

hasil yang maksimal.

Beberapa kriteria yang dapat kita jadikan standar dalam proses berpikir kritis

ini adalah kejelasan (clarity), tingkat akurasi (accuracy), tingkat kepresisian

(precision) relevansi (relevance), logika berpikir yang digunakan (logic), keluasan

sudut pandang (breadth), kedalaman berpikir (depth), kejujuran (honesty),

kelengkapan informasi (information) dan bagaimana implikasi dari solusi yang kita

kemukakan (implication).

Kriteria-kriteria di atas tentunya harus menggunakan elemen-elemen penyusun

kerangka berpikir suatu gagasan atau ide. Sebuah gagasan/ide harus menjawab

beberapa hal sebagai berikut. Tujuan dari sebuah gagasan/ide.

1. Pertanyaan dari suatu masalah terhadap gagasan/ide.

2. Sudut pandang dari gagasan/ide.

3. Informasi yang muncul dari gagasan/ide.

4. Interpretasi dan kesimpulan yang mungkin muncul.

5. Konsep pemikiran dari gagasan/ide tersebut.

6. Implikasi dan konsekuensi.

7. Asumsi yang digunakan dalam memunculkan gagasan/ide tersebut.


Dasar-dasar ini yang pada prinsipnya perlu dikembangkan untuk melatih

kemampuan berpikir kritis kita. Jadi, berpikir kritis adalah bagaimana

menyeimbangkan aspek-aspek pemikiran yang ada di atas menjadi sesuatu yang

sistemik dan mempunyai dasar atau nilai ilmiah yang kuat. Selain itu, kita juga perlu

memperhitungkan aspek alamiah yang terdapat dalam diri manusia karena hasil

pemikiran kita tidak lepas dari hal-hal yang kita pikirkan.

Sebagaimana fitrahnya, manusia adalah subjek dalam kehidupan ini. Artinya

manusia akan cenderung berpikir untuk dirinya sendiri atau disebut sebagai

egosentris. Dalam proses berpikir, egosentris menjadi hal utama yang harus kita

hindari. Apalagi bila kita berada dalam sebuah tim yang membutuhkan kerjasama

yang baik. Egosentris akan membuat pemikiran kita menjadi tertutup sehingga sulit

mendapatkan inovasi-inovasi baru yang dapat hadir. Pada akhirnya, sikap egosentris

ini akan membawa manusia ke dalam komunitas individualistis yang tidak peka

terhadap lingkungan sekitar. Bukan menjadi solusi, tetapi hanya menjadi penambah

masalah. Semakin sering kita berlatih berpikir kritis secara ilmiah, maka kita akan

semakin berkembang menjadi tidak hanya sebagai pemikir kritis yang ulung, namun

juga sebagai pemecah masalah yang ada di lingkungan.

2. Teori Demokrasi

Istilah demokrasi (democracy) berasal dari penggalan kata bahasa Yunani

yakni demos dan kratos/cratein. Demos berarti rakyat dan cratein berarti

pemerintahan. Jadi demokrasi berarti pemerintahan rakyat. Salah satu pendapat

terkenal dikemukakan oleh Abraham Lincoln di tahun 1863 yang mengatakan


demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat

(government of the people, by the people and for the people).

 Indikator kehidupan Demokrasi

Nilai demokrasi yang menjadi fokus penelitian ini meliputi nilai

berpartisipasi, toleransi dan saling menghargai.

a. Partisipasi

Zamroni (2009: 55) menyatakan bahwa partisipasi menekankan bahwa dalam

masyarakat yang demokratis, setiap individu harus berpartispasi dalam pengambilan

keputusan. Setiap orang berhak danwajib memberikan suara sebagai perwujudan

partisipasi dalam menentukan kebijakan. Partisipasi mencerminkan kesadaran

individu untuk melaksanakan kewajiban atas hak yang dimiliki.

b. Toleransi

Sri Narwanti (2011: 29) menyatakan bahwa toleransi adalah sikap dan

tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan

tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Terdapat indikator sikap toleransi

dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.

1. Pelayanan yang sama terhadap siswa tanpa membedakan suku,

2. ras, agama, golongan, status sosial dan status ekonomi.

3. Memberikan pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus.

4. Bekerja dalam kelompok dengan teman-teman yang berbeda jenis

5. kelamin, agama, suku, dan tingkat kemampuan.


6. Tidak memaksakan pendapat/kehendak kepada orang lain.

7. Hormat-menghormati.

8. Mempunyai perasaan malu jika berbuat kesalahan, takut jika

9. melanggar peraturan, senang jika berbuat kebaikan.

10. Basa-basi (ramah).

11. Sopan santu.

12. Bersuara sewajarnya dan tidak sombong.

c. Saling menghormati (tepa Selira)

Nurul Zuriah (2007: 69) mengungkapkan bahwa saling

menghargai/menghormati adalah sikap dan perilaku untuk menghargai dalam

hubungan antar individu dan kelompok berdasarkan norma dan tata cara yang

berlaku. Setiap orang harus mempunyai rasa saling menghargai satu sama lain tanpa

melihat dari latar belakang sosialnya. Rasa saling menghargai tergambar dalam

kehidupan sehari-hari seperti menyapa, senyum, memberikan kesempatan orang lain

untuk melakukan haknya, dan lain sebagainya.

Menghormati perbedaan pendapat merupakan sikap dan perilaku seseorang

dalam memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengungkapkan ide atau

gagasannya. Dalam mengemukakan gagasan diperlukan pemikiran yang bersifat

kritik agar tercapai suatu tujuan yang didinginkan. Dengan cara tidak memaksakan

pendapatnya sendiri meskipun pendapat itu berbeda dengan orang lain. Jika terdapat

perbedaan, hendaknya diputuskan dengan musyawarah untuk mufakat tanpa

merugikan salah satu pihak.


D. Indikator

1. Pengertian berpikir kritis

Karakteristik dan Indikator Berfikir Kritis

Wade (1995) mengidentifikasi delapan karakteristik berpikir kritis, yakni

meliputi:

1. kegiatan merumuskan pertanyaan,

2. membatasi permasalahan,

3. menguji data-data,

4. menganalisis berbagai pendapat dan bias,

5. menghindari pertimbangan yang sangat emosional,

6. menghindari penyederhanaan berlebihan,

7. mempertimbangkan berbagai interpretasi, dan

8. mentoleransi ambiguitas.

Karakteristik lain yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer

(1995: 12-15) secara lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu:

a. Watak

Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai

sikap skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek

terhadap berbagai data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan

ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan

berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.

b. Kriteria
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan.

Untuk sampai ke arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk

diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari

beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda.

Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan

kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang

kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika yang keliru, logika yang

konsisten, dan pertimbangan yang matang.

c. Argumen

Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-

data. Keterampilan berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan,

penilaian, dan menyusun argumen.

d. Pertimbangan atau pemikiran

Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau

beberapa premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan

antara beberapa pernyataan atau data.

e. Sudut pandang (point of view)

Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini,

yang akan menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan

kritis akan memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang

berbeda.

f. Prosedur penerapan kriteria (procedures for applying criteria)


Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural.

Prosedur tersebut akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan

keputusan yang akan diambil, dan mengidentifikasi perkiraan-perkiraan.

2. Indikator keterampilan berpikir kritis

Pada dasarnya keterampilan berpikir kritis (abilities) Ennis (Costa,

1985 : 54) dikembangkan menjadi indikator-indikator keterampilan berpikir

kritis yang terdiri dari lima kelompok besar yaitu:

1. Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification).

2. Membangun keterampilandasar (basic support).

3. Menyimpulkan (interference).

4. Memberikan penjelasan lebih lanjut (advanced clarification).

5. Mengatur strategi dan taktik (strategy and tactics).

2. Indikator kehidupan Demokrasi

Nilai demokrasi yang menjadi fokus penelitian ini meliputi nilai

berpartisipasi, toleransi dan saling menghargai.

a. Partisipasi

b. Toleransi

c. Menghargai Hak asasi

E. Hasil Kajian Berpikir kritis dalam kehidupan demokratis

a. Makna Bersikap Demokratis


Arti kata dari demokrasi memiliki dua (2) makna yakni secara dilihat dari :

  a. Etimologis (tinjauan)

Maksudnya adalah dengan secara etimologis, demokrasi berasal dari bahasa Yunani

dan terdiri atas kata :

    1. Demos yang berarti adalah rakyat

    2. Kratos/Cratein yang berarti adalah kekuasaan atau kedaulatan

Sehingga dapat dikatakan bahwa secara etimologis demokrasi adalah rakyat yang

memiliki kekuasaan tertinggi dengan kalimat "dari rakyat oleh rakyat dan untuk

rakyat". 

  b. Terminologis (istilah)

Maksudnya adalah dengan secara terminologis, demokrasi adalah sebuah

bentuk dari mekanisme sistem pemerintahan pada negara yang sebagai upaya dalam

mewujudkan kedaulatan rakyat atau kekuasaan warga pada negara atas negara yang

untuk dijalankan dan dilaksanakan pemerintahan negara itu sendiri. Dengan

demikian, konsep demokrasi yang ada pada dasar hidup dalam masyarakat dan negara

memiliki makna bahwa rakyat adalah sosok yang memberikan ketentuan dalam

masalah yang terjadi di dalam kehidupannya, baik itu kebijakan kebijakan negara

karena kebijakan itu yang akan menentukan bagaimana kehidupan rakyat. Oleh

karena itu, suatu negara yang menganut sistem demokrasi ini adalah negara yang

didirikan dan di selenggarakan atas dasar kemauan dan kehendak serta keinginan

rakyat negara tersebut.

Konsep demokrasi yakni :

    1. Dari rakyat
    2. Oleh rakyat

    3. Untuk rakyat

Dalam kehidupan demokrasi berpikir kritis sangat diperlukan, Kritik adalah hal yang

esensial dalam menjamin keberlangsungan momen berpikir kritis. Berpikir kritis

artinya mengurai dan menganalisis berbagai macam masalah, menganalisis artinya

melakukan kritik. Kritik adalah hal yang penting dalam upaya melakukan analisis,

namun seringnya orang berfokus pada solusi. Kritik yang tanpa menghasilkan solusi

dianggap sebagai kesia-siaan. Solusi bukanlah esensi dari kritik. Melakukan kritik

artinya kita sedang menjalankan fungsi primer sebagai manusia. 

Berpikir kritis artinya bercakap dalam ruang dialogis dan terbuka terhadap

kritik.  Ironisnya, hari-hari ini orang mengidap resistensi terhadap kritik. Dalam hal

kehidupan politik misalnya, kritik tidak dipahami sebagai suatu hal yang konstruktif

melainkan sebagai ancaman terhadap jalannya pembangunan. Makna demokrasi

adalah menjalankan kekuasaan yang diberikan oleh rakyat dan

dipertanggungjawabkan kembali pada rakyat. Dengan demikian, kritik seharusnya

dipahami sebagai upaya untuk melakukan evaluasi terhadap mandat demokrasi itu

sendiri. 

Kritik melekat dalam demokrasi yang hanya dapat diaktifkan dengan

melakukan kritik, sehingga menolak kritik dalam upaya menghidupi demokrasi

adalah bentuk inkonsistensi dalam penalaran. Menolak kritik artinya menolak

demokrasi. Saat ini kita dihadapkan pada sebuah kondisi di mana terjadi

ketidakcukupan dalam melakukan kritik atas sebuah persoalan. Sebuah kondisi di

mana masyarakat cenderung cepat beraksi daripada terlebih dahulu melakukan


refleksi. Terlebih dimasa Teknologi yang semakin canggih. warga negara harus peka

terhadap perkembangan IPTEK dan memiliki kemampuan dalam pergaulan

internasional dibutuhkan keterampilan berpikir kritis dan sikap demokratis.

Keterampilan berpikir kritis diperlukan untuk menelaah secara kritis terhadap

segala fenomena global yang masuk dan mempengaruhi warga negara, dalam bahasa

Georgi Lozanov sebagai kesulitan manusia yang luar biasa (Robinson, 2005, p. 1)

yang dihadapi warga negara muda saat ini. Sedangkan sikap demokratis diperlukan

agar warga negara mampu menyesuaikan diri, bersikap toleran, terbuka terhadap

dinamika pluralisme baik pemikiran, identitas suku, ras, agama maupun terhadap

identitas kebangsaan yang berbeda.

Mencapai generasi warga negara yang memiliki keterampilan berpikir kritis

dan sikap demokratis adalah salah satu tujuan pendidikan nasional. Warga negara

yang demokratis adalah warga negara yang memiliki sikap demokratis. Memiliki

keterampilan berpikir kritis, atau kemampuan berpikir yang terampil bisa

membangun pribadi individu yang demokratis. Karena tidak terbiasa berpikir terbuka

misalnya, potensial akan melahirkan konflik dengan orang lain. Orang-orang yang

tidak terlatih dengan kemampuan berpikir yang baik, akan memosisikan dirinya

sebagai pemilik pemikiran yang paling baik, dan menganggap orang lain, pemilik

kemampuan berpikir yang buruk. Segaimana yang disampaikan Sudarman (2013, p.

35) bahwa orang yang tidak terbiasa berdiskusi, atau berdebat, atau dialog, akan

menganggap dirinya adalah pemilik pemikiran yang paling baik. Salah satu isu yang

sangat hangat dalam perbincangan global adalah isu demokrasi.


Terbentuknya demokrasi dan perkembangannya di Indonesia harus diperkuat

dengan faktor internal dari bangsa Indonesia sendiri yaitu demokrasi yang bersumber

dari nilai budaya dan ideologi politik Indonesia. Sajian gagasan-gagasan demokrasi

semacam itu tidak diterima begitu saja melainkan penting untuk difilter untuk

melihat, membaca, mengolah, mengevaluasi secara mendalam, menarik kesimpulan

dan kemudian mengambil sikap yang bermanfaat bagi kehidupan sebagai bangsa.

Proses ini membutuhkan keterampilan berpikir kritis. Demikian penting berpikir

kritis, setelah tahun 1948 konvensi dari American Psychological Association, berpikir

kritis telah menjadi isu penting dalam pendidikan selama bertahun-tahun (Schneider,

2012, p. 1). Pada tempat yang berbeda, Presiden Amerika Serikat Barac Obama,

seperti dikutip oleh majalah The Critical Thinking Community (2009) menyeruhkan

pemikiran kritis dikembangkan di sekolah-sekolah di Amerika.

Pemikiran kritis yang baik akan memenuhi standar intelektual, seperti

kejelasan, relevansi, kecukupan, koherensi. Berpikir kritis juga menuntut

keterampilan dalam memikirkan asumsi-asumsi, dalam mengajukan pertanyaan-

pertanyaan terhadap konsep demokrasi yang diwacanakan sebelum menjadi pilihan

untuk dikembangkan menjadi cara hidup bersama sebagai sebuah bangsa.

Keterampilan berpikir kritis dan sikap demokratis tidak muncul begitu saja.

Keterampilan berpikir kritis dan sikap demokratis adalah hasil dari sebuah proses

pendidikan. Berikut indikator dari keterampilan berpikir kritis :

1. Keterampilan Menganalisis

Keterampilan menganalisis merupakan suatu keterampilan menguraikan sebuah

struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur


tersebut . Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah

konsep global dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut ke dalam

bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci. Pertanyaan analisis, menghendaki agar

pembaca mengindentifikasi langkah-langkah logis yang digunakan dalam proses

berpikir hingga sampai pada sudut kesimpulan (Harjasujana, 1987: 44).

Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir analitis,

diantaranya: menguraikan, membuat diagram, mengidentifikasi, menggambarkan,

menghubungkan, memerinci, dan sebagainya.

2. Keterampilan Mensintesis

Keterampilan mensintesis merupakan keterampilan yang berlawanan dengan

keteramplian menganallsis. Keterampilan mensintesis adalah keterampilan

menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru.

Pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadukan semua informasi yang

diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak

dinyatakan secara eksplisit di dalam bacaannya. Pertanyaan sintesis ini memberi

kesempatan untuk berpikir bebas terkontrol (Harjasujana, 1987: 44).

3. Keterampilan Mengenal dan Memecahkan Masalah

Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa

pengertian baru. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan

dengan kritis sehinga setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap

beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan

keterampilan ini bertujuan agar pembaca mampu memahami dan menerapkan

konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang lingkup baru (Walker, 2001:15).


4. Keterampilan Menyimpulkan

Keterampilan menyimpulkan ialah kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan

pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai

pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang baru yang lain (Salam, 1988: 68).

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa keterampilan ini menuntut

pembaca untuk mampu menguraikan dan memahami berbagai aspek secara bertahap

agar sampai kepada suatu formula baru yaitu sebuah simpulan. Proses pemikiran

manusia itu sendiri, dapat menempuh dua cara, yaitu : deduksi dan induksi. Jadi,

kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir yang memberdayakan pengetahuannya

sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan yang baru.

5. Keterampilan Mengevaluasi atau Menilai

Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai

sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki

pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan

standar tertentu (Harjasujana,1987:44). Dalam taksonomi belajar, menurut Bloom,

keterampilan mengevaluasi merupakan tahap berpikir kognitif yang paling tinggi.

Pada tahap ini siswa ituntut agar ia mampu mensinergikan aspek-aspek kognitif

lainnya dalam menilai sebuah fakta atau konsep.

Dengan menerapkan indikator diatas dalam mengahadapi suatu masalah

ataupun dalam memecahkan masalah dapat kita gunakan keterampilan diatas agar

menemukan solusi yang terbaik dalam pemecahan masalah ataupun memandang

suatu kebijakan yang dibuat oleh kelompok ataupun pemerintah.


Di banyak negara kebutuhan pendidikan demokrasi di sekolah untuk

membentuk sikap demokrasi warga negara menjadi hal yang penting dan mendesak

sebagai solusi dari masalah dunia modern saat ini (Şanlı & Altun, 2015, p. 2).

Selanjutnya dalam tulisan Şanlı & Yesil menyebutkan bahwa, salah satu tujuan

pendidikan demokrasi adalah untuk menbentuk keterampilan berpikir, menyatakan

pikiran secara bebas, rapih, singkat dan menghormati pikiran orang lain (Şanlı &

Altun, 2015, p. 3).

Sebagai warga negara kita harus bersikap kritis dengan cara mengenali tokoh

politiknya dengan baik dan mencermati kebijakan-kebijakan politik yang

diwacanakan karena pilihan kita nantinya akan berkaitan dengan kehidupan kita baik

secara personal maupun kolektif. Begitu juga dalam berselancar di internet. Setiap

hari kita dihujani dengan berbagai informasi di media sosial. Jika tidak cermat dan

kritis dalam menyeleksi informasi, kita akan terjebak dalam kesesatan berpikir yang

akan berpotensi menimbulkan hal-hal yang merugikan. Tidak jarang konflik sosial

yang terjadi di masyarakat terjadi akibat kesalahpahaman penafsiran informasi dari

media sosial. Bahayanya hal ini akan menguatkan fenomena post-truth atau

pascakebenaran yang berpotensi memecah belah-belah kehidupan sosial. Dalam

keseharian kita juga dihadapkan dengan berbagai aturan dan regulasi yang dibuat oleh

pihak yang berkuasa.

Sebagai individu kita memang wajib mematuhi hukum yang berlaku selama

itu baik bagi kehidupan bersama. Namun, kita juga harus aktif dan bersikap kritis

terhadap aturan yang dibuat karena bisa saja aturan yang dibuat hanya ditujukan

menguntungkan pihak tertentu tapi merugikan pihak lain. Dalam bahasa Michel
Foucault, pengetahuan (power) dan kekuasaan (knowledge) sangatlah berkaitan erat.

Bentuk dominasi modern termanifestasi dalam bentuk yang tidak ‘terlihat” terutama

melalui wacana yang banyak menggunakan bahasa sebagai instrumennya. Oleh

karena itu, kemampuan berpikir kritis sangat kita perlukan, terutama kritis dalam

mencermati berbagai wacana yang memanfaatkan permainan bahasa (language of

game) Apa Itu Berpikir Kritis? “Kritis” dalam konteks “berpikir kritis” sering

diartikan secara keliru sebagai kegiatan menyerang atau menjatuhkan seseorang.

Kesalahpahaman ini tidaklah tepat dan dapat berpotensi membatasi kebebasan

berpendapat, terutama di era rezim otoriter. Di era Orde Baru “sikap kritis” sering

diidentikkan sebagai bentuk pembangkangan dan penolakan terhadap kebijakan

pemerintah.  Kritik sering dianggap dapat membahayakan keberlangsungan

kekuasaan. Akibatnya, mereka yang gemar mengkritisi kebijakan pemerintah selalu

berakhir di penjara. Hal ini tentunya sangat mencederai paham demokrasi yang dianut

oleh negara kita. Lalu apa itu berpikir kritis? Defisini paling sederhana dari sikap atau

berpikir kritis adalah kemampuan untuk memecahkan permasalahan, mempersoalkan

atau mempertanyakan sesuatu hal. Bapak tradisi berpikir kritis modern John Dewey

(dalam Kasdin Sihotang, dkk, 2012) mengatakan bahwa berpikir kritis berarti

mempertimbangkan suatu bentuk pengetahuan atau keyakinan yang diterima begitu

saja (taken for granted) secara aktif, terus menerus, dan teliti dengan menyertakan

alasan, mengedepankan fact-checking, dan mengambil kesimpulan yang logis.

Dalam bukunya yang berjudul Logic as Theory of Validation: An Essay in

Philosophical Logic, Richard W. Paul berargumen bahwa berpikir kritis berkenaan

dengan proses disiplin-intelektual yang menuntut individu untuk terampil dan aktif
dalam memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesakan, dan/atau

mengevaluasi informasi berdasarkan observasi, pengalaman, refleksi, penalaran, dan

komunikasi yang dilakukan. Bagi Paul, kegiatan ini dapat dijadikan pedoman untuk

meyakini sesuatu dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut.

Berdasarkan rujukan di atas, secara filosofis berpikir kritis bukanlah

dimaksudkan untuk menyerang, mencari kesalahan, atau menjatuhkan orang lain,

melainkan mengajukan argumen secara rasional untuk menghindari kesalahan

berpikir dan melahirkan sebuah pandangan logis terhadap suatu hal. Oleh karena itu,

berpikir kritis tidaklah mudah karena kita dituntut untuk memiliki keterampilan

intelektual dan komitmen untuk memahami dan memproses informasi yang kita

terima dari sumber manapun. Selain itu, kedewasaan berpikir dan kebijaksanaan

sangat diperlukan dalam kegiatan ini karena tidak semua orang mudah menerima

kritikan, khususnya bagi rezim yang berkuasa, sehingga dibutuhkan sikap besar hati

untuk secara sportif menerima kritikan yang sebagai bentuk masukan positif untuk

terus memperbaiki diri.

Melatih diri berpikir kritis Sebagai sebuah keterampilan (skill), berpikir kritis

membutuhkan pengetahuan, kemampuan berbahasa, kreativitas, dan komitmen

intelektual selain itu berpikir kritis membutuhkan proses yang tidak singkat. Berpikir

kritis tidaklah mudah, namun bukan berarti tidak mungkin bisa dilakukan.

Mengembangkan cara berpikir kritis dapat dilakukan dengan terlebih dahulu

mengenali suatu permasalahan serta menentukan cara atau strategi untuk mencari

solusi atas suatu permasalahan. Kemudian, kita juga dituntut untuk memiliki

pengetahuan yang luas yaitu dengan cara mencari informasi yang relevan sebanyak-
banyak untuk membongkar maksud dan tujuan di balik suatu gagasan tertentu. Selain

itu, kita juga harus memiliki keterampilan bahasa yang baik karena dalam mengkritisi

suatu persoalan kita akan menuangkan kritikan kita dalam bahasa yang komprehensif,

lugas, dan tidak bertele-tele. Hal ini ditujukan supaya kritik tersampaikan dan dapat

dimengerti dengan baik kepada yang dituju.

Budaya masyarakat Maraknya fenomena post-truth, ujaran kebencian, hingga

disinfomasi di era digital ini semakin menuntut kita untuk bersikap kritis terhadap

segala hal.  Jika tidak, kita akan terjerumus dan “terjebak” secara emosional dalam

konten pemberitaan yang kadang menyesatkan. Lahirnya, UU 19/2016 perihal

Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagai dasar hukum serta direncanakannya

polisi virtual untuk mengontrol pelanggaran memang diperlukan. Namun yang

terpenting adalah kita harus menjadikan berpikir kritis sebagai budaya dalam

kehidupan sehari-hari supaya masyarakat terbiasa mengindentifikasi dan

menganalisis suatu permasalahan dengan mengandalkan logika, bukan emosi

sehingga tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat negatif Budaya berpikir

kritis juga harus diperkuat, terutama di sektor pendidikan, untuk menciptakan sumber

daya manusia yang terbiasa menggunakan rasionalitas dalam memecahkan suatu

permasalahan.

Keuntungan lainnya dari berpikir kritis adalah kita akan dengan sendirinya

menumbuhkan rasa kemanusiaan karena kita terbiasa menggunakan logika untuk

kepentingan bersama. Yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai manusia yang

dianugerahi akal sehat untuk berpikir, selain kritis terhadap hal yang merugikan, kita
juga harus terbuka dan siap untuk dikritik, bukan anti-kritik. Hal ini demi kebaikan

diri sendiri maupun bersama.

Berpikir kritis menuju kehidupan yang demokratis tidaklah mudah diperlukan

factor-faktor pendukung dari segala bidang terutama di bidang pendidikan. Sangat

penting dalam dunia pendidikan menanamkan berpikir kritis dan melatih kemampuan

berpikir kritis baik melalui pendidikan didalam keluarga, sekolah maupun

dilingkungan masayarakat dengan cara menanamkan nilai-nilai yang termuat dalam

demokrasi khusussnya nilai pancasila yang menjadi landasan dalam berpikir kritis

agar tercipta kehidupan yang demokratis berdasarkan nilai Pancasila.

Dengan melatih kemampuan berpikir kritis di kalangan pelajar dan pihak

akademisi tentunya akan berpengaruh pada kehidupan menuju kehidupan demokrasi

yaitu melibatkan masyarakat untuk dapat berpartisispasi aktif dalam mengkritisi

kebijakan pemerintah dan ikut andil dalam menyumbangkan pikiran baik secara lisan

maupun tulisan berdasarkan fakta dan data serta berbagai sudut pandang yang luas

berdasarkan wawasan dan ilmu. Oleh karena itu, mengembangkan keterampilan

menganalisis, keterampilan mensintesis, keterampilan mengenal dan memecahkan

masalah, keterampilan menyimpulkan, keterampilan mengevaluasi atau menilai

sebagai cara untuk mealatih kita dalam berpikir kritis agar tercipta pemikiran yang

menghasilkan ide-ide kreatif dan inovatif dalam mewujudkan cita-cita pembangunan.

Nilai demokrasi yang menjadi fokus penelitian ini meliputi nilai

berpartisipasi, toleransi dan saling menghargai.


a. Partisipasi

Partisipasi menekankan bahwa dalam masyarakat yang demokratis, setiap

individu harus berpartispasi dalam pengambilan keputusan. Setiap orang berhak dan

wajib memberikan suara sebagai perwujudan partisipasi dalam menentukan

kebijakan. Partisipasi mencerminkan kesadaran individu untuk melaksanakan

kewajiban atas hak yang dimiliki. Partisipasi berupa memberikan kritik terhadap

kebijakan pemerintah merupakan bagian dari keikutsertaan masyarakat dalam

pembanguanan menuju masayarakat yang demokratis. Dalam penyampaian pendapat

baik kritik maupun saran kepada pmerintah haruslah menngunakan pemikiran yang

kritis agar tercapai tujuan dari kritik atau saran yang ingin disampaikan. Dengan

menerapkan beberapa indikator dan karakteristik dari berpikir kritis diharapkan dapat

tercipta suatu inovasi dan kreativitas yang bersifat membangun sesuai dengan visi dan

misi pembanguan.

b. Toleransi

Toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,

etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Terdapat

indikator sikap toleransi dalam kehidupan bermasyarakat seperti menghargai ras,

agama, golongan, status sosial dan status ekonomi. Bekerja dalam kelompok dengan

teman-teman yang berbeda jenis kelamin, agama, suku, dan tingkat kemampuan.

Tidak memaksakan pendapat/kehendak kepada orang lain. Hormat-menghormati

sesama manusia, mempunyai perasaan malu jika berbuat kesalahan, takut jika

melanggar peraturan, senang jika berbuat kebaikan, bersikap santun


c. Menghargai hak asasi

Mengungkapkan bahwa saling menghargai/menghormati adalah sikap dan

perilaku untuk menghargai dalam hubungan antar individu dan kelompok

berdasarkan norma dan tata cara yang berlaku. Setiap orang harus mempunyai rasa

saling menghargai satu sama lain tanpa melihat dari latar belakang sosialnya. Rasa

saling menghargai tergambar dalam kehidupan sehari-hari seperti menyapa, senyum,

memberikan kesempatan orang lain untuk melakukan haknya, dan lain sebagainya.

Menghormati perbedaan pendapat merupakan sikap dan perilaku seseorang

dalam memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengungkapkan ide atau

gagasannya. Dalam mengemukakan gagasan diperlukan pemikiran yang bersifat

kritik agar tercapai suatu tujuan yang didinginkan. Dengan cara tidak memaksakan

pendapatnya sendiri meskipun pendapat itu berbeda dengan orang lain. Jika terdapat

perbedaan, hendaknya diputuskan dengan musyawarah untuk mufakat tanpa

merugikan salah satu pihak.

F. Kelebihan dan kekurangan dari kajian

A. Kelebihan

Kelebihan dari kajian dalam penelitian tentang Berpikir kritis menuju kehidupan

demokratis sebagai berikut :

1. Memberikan pemahaman mengenai apa yang dimaksud dengan berpikir kritis

2. Menganalisis mengenai bagaimana mengembangkan sikap berpikir kritis

dalam kehidupan demokratis


3. Penelitian ini memberikan gambaran bagaimana berpikir kritis dalam

mengahadapi tantangan diera milenial sesuai dengan nilai-nilai demokrasi.

4. Mengetahui manfaat berpikir kritis

B. Kekurangan

Kekurangan kajian dalam penelitian sebagai berikut :

1. Penelitian ini terlalu luas cakupannya

2. materi yang disajikan kurang spesifik dalam pembahasan mengenai materi

pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini

3. Kurangnya referensi materi yang disampaikan / dikaji dalam penelitian ini

4. Hanya memberikan gambaran secra umum mengenai hubungan berpikir kritis

dalam kehidupan demokrasi, kurangnya penjelasan atas kajian bagaimana cara

mengembangakan berpikir kritis dalam menghadapi tantangan di era milenial

agar mampu bertahan dan tidak keluar dari nilai-nilai demokrasi yang ada.

Anda mungkin juga menyukai