Anda di halaman 1dari 2

= 2500 mL, yang diberikan selama 48 jam.

Laju infus Komplikasi


dapat dilihat pada Tabel 2. Jumlah cairan tersebut di- Ensefalopati dengue: edema otak dan alkalosis.
sesuaikan dengan kondisi klinis, tanda vital, keluaran Dapat terjadi baik pada syok maupun tanpa syok.
urin, dan kadar hematokrit. Kelainan ginjal; akibat syok berkepanjangan.
Edema paru; akibat pemberian cairan berlebihan.
Manajemen DBD Derajat IV (Kasus Syok)
I. Pemberian cairan dilakukan lebih agresif: 10 Sumber Bacaan:
mL/KgBB bolus selama 10-15 menit. Evaluasi I. Wo rld Health Organization (WHO). Comprehe ns ive guide-
tekanan darah; bila ada perbaikan, lanjutkan terapi lines for prevention a nd co ntrol of dengue and dengue
seperti manajemen kasus grade III. haemorragic fever. India: WHO: 20 I I.
2. Bila syok belum teratasi, ulangi pemberian cairan 2. Pudjiadi AH, Hegar B. Ha rdyastuti S, Idris NS. Ga ndapu tra
bolus 10 mL/KgBB, serta evaluasi dan atasi ab-
normalitas hasil laboratorium (asidosis, gangguan
EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pe laya nan medis
lkatan Dokte r Anak Indonesia (!DAO . Jakarta: Badan Pe ner-
....
-
(/)

keseimbangan elektrolit, hipoglikemia) . bit IDA!; 20 I I. .!le:


QI
3. Transfusi segera (mempertimbangkan kadar he- 3. White horn J. Simmons CP. The pathogenesis of dengue.
matokrit sebelum resusitasi) dapat diberikan. Vaccine 2011 ;29:722 1-8. .....
4. Bila syok belum teratasi, pertimbangkan pemberi- 4. Sumarmo SPS. Herry G. Sri RSH. Hindra IS, penyunt ing.
71
an inotropik dan rawat intensif bila jumlah cairan Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Jaka rta: Badan Pen-
diberikan sudah adekuat. e rbit IDA!; 201 2.

22
Kompt•tens1 lllR Difteria
11
•• Novita Suprapto, Mulya Rahma Karyanti

Definisi dan Epidemiologi eksotoksin yang awalnya bersifat lokal, kemudian


Infeksi akut yang disebabkan oleh Corynebacterium menyebar secara limfogen dan hematogen, seperti:
diphtheriare. Infeksi ini sering mengenai saluran Kelenjar getah bening regional (pembesaran dan
pernapasan atas. Indonesia termasuk negara yang edema; disebut juga "bullneck") ,
endemik difteria dengan insidens tertinggi pada usia • Jantung (inflamasi dan degenerasi miokardium) ,
2-5 tahun, mesk.i bergantung juga dengan status Ginjal dan hati (nekrosis lokal, interstitial nefritis) ,
imunitas populasi setempat. Bayi usia <6 bulan dan • Jaringan saraf (destruksi dan degenerasi selubung
anak usia >10 tahunjarang terdiagnosis difteria. Faktor mielin, edema akson).
sosial ekonomi, pemukiman yang padat, nutrisi yang
kurang, terbatasnya fasilitas kesehatan merupakan Tanda dan Gejala
faktor yang berperan untuk timbulnya penyak.it ini. Tanda patognomonik difteria ialah ditemukannya
pseudomembran, yaitu jaringan nekrotik dan fibrin
Etiologi yang berwarna abu-abu keputihan, sulit untuk
Bakteri C. diphtheriare termasuk bakteri Gram dilepaskan, dan mudah berdarah. Namun, gejala dapat
positif, non-motil, dan tidak membentuk spora. Pada bervariasi sebagai berikut:
pemeriksaan mikroskopis, tampak bakteri berbentuk Gejala umum: demam ringan-sedang, malaise, dan
basil yang tersusun paralel membentuk huruf "V". nyeri kepala;
Masa inkubasi kuman 2-6 hari. Transimisi paling Manifestasi spesifik (sesuai lokalisasi). seperti
sering dari orang yang sak.it difteria sebelumnya atau pilek, odinofagia, dispnea, maupun stridor;
'karier' akibat penularan droplet. Manifestasi lokal:
Nasal diphetheria (2%). Gejala mulai dari
Patogenesis dan Patofisiologi pilek ringan hingga produksi sekret purulen
Basil C. diphtheriar e bermultiplikasi di saluran sanguinosa:
pernapasan atas yang ditularkan melalui kontak Tonsil dan faring (fau cial diptheria), insidens
dengan pasien atau droplet. Meski jarang, multiplikasi sek.itar 7 5%. Paling sering mengenai adenoid,
dapat juga terjadi pada mukosa lainnya seperti vulva, uvula, dan palatum mole. Gejala mulai dari
kulit, konjungtiva, umbilikus, dan telinga. Basil akan demam subfebris, pseudomembran, nyeri
membentuk pseudomembran dan menghasilkan tenggorokan, odinofagia, disfagia, perubahan
vokal suara, pembesaran kelenjar getah bening kongenital;
regional; Untuk faucial diphtheria: tonsilitis folikularis.
Laringotrakeal (25%). Apabila infeksi menyebar angina plaut vincent (penyakit stomatitis
hingga ke faring. lnfeksi yang berat dapat ulseromembranosa);
menimbulkan obstruksi saluran napas; Untuk laringitis diphtheria : laringitis akut,
Cutaneous diphtheria. pada area aurikuler. laringotrakeitis, korpus alienum.
konjungtiva, umbilikus, maupun vagina.
Tata Laksana
Pemeriksaan Penunjang • Tata laksana umum: isolasi pasien. tirah baring to-
.....
-....
:;j
CD
l:ll;'
(/)
Penurunan hemoglobin dan eritrosit;
Leukositosis dengan kecenderungan shift to left:
Urinalisis: albuminuria ringan. ditemukan silinder
hialin. hematuria, piuria.
tal. serta observasi terjadinya komplikasi .
Medikamentosa:
o Antidiphtheria serum (ADS) 20.000 JU selama
2 hari. Cepat/ lambatnya pemberian antitoksin
sangat mempengaruhi mortalitas. Penundaan
Komplikasi pemberian lebih dari 4 hari menimbulkan
Kardiovaskular. Terjadi pada akhir minggu pertama risiko mortalitas sebesar 25%. Sebelumnya wa-
atau awal minggu kedua. jib dilakukan uji kulit dikarenakan ADS dapat
72
Takikardia (pada awalnya) . lalu terjadi inflamasi memicu reaksi anafilaktik dengan menyuntikan
miokardium akut (bradikardia); 0,1 mL dalam larutan garam fisiologis 1:1000
Abnormalitas elektrokardiogram: depresi secara intrakutan. Hasil positif bila dalam 20
ringan segmen ST. kadang disertai inversi ge- menit terjadi undurasi >I Omm;
lombang T. gangguan konduksi (prognosis bu- o Antibiotik diberikan untuk mengeradikasi bak-
ruk) ; teri dan menghentikan produksi toksin. Penisi-
Miokarditis. Bunyi jantung I melemah. hiper- lin Prokain (PP) 50.000-100.000 IU/ KgBB;
trofi jantung, irama gallop. murmur sistolik; o Kortikosteroid: prednison 2 mg/ KgBB/ hari sela-
Syok kardiogenik, ak.ibat kerusakan miokardi- ma 2 minggu, lakukan tappering-off bila meng-
um yang ekstensif; hentikan steroid;
Dekompensasi kordis. o Apabila terjadi paralisis: strychinine 0,25 mg.
Urogenital: nefritis. vitamin B1 100 mg selama 10 hari
Sistem saraf: paralisis palatum (perubahan suara, Selain tirah baring. sangat dianjurkan untuk
disfagia) ; paralisis otot oftalmik (tidak bisa memba- melakukan pemeriksaa EKG. pemeriksaan hema-
ca, strabismus, dilatasi pupil, ptosis); paralisis otot tologi dan urinalisis setiap minggu.
wajah, paralisis nervus frenikus (batuk, dispnea,
pernapasan torakoabdominal. sianosis) ; sistem Sumber Bacaan
respirasi (obstruksi. bronko-pneumonia, atelekta- 1. Pudjiadi AH . Hegar B. Hardyastuli S. Idris NS. Gandaputra
sis). EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pelayana n medis
Ikatan Dokter Anak Indonesia ODAI). Jakarta: Badan Pener-
Diagnosis bit !DAI: 201 1.
Ditegakkan berdasarkan manifestasi k.linis, pemerik- 2. Long SS. Diphtheria (corynebacterium diphteriae). Dalam:
saan preparat langsung atau kultur dari usap tenggo- Kliegman RM. Stanton BM. Geme J. Schor . Behrman RE.
rok untuk menemukan kuman. dan riwayat imunisasi. penyunting. Nelson's textbook of pediatrics. Edisi ke- 19.
Philadelphia: Elsevier Saunders: 2011.
Diagnosis Banding 3. Sumarmo SPS, Herry G. Sri RSH. Hindra IS. penyunting.
Untuk nasal diphtheria: corpus alienum. sifilis Buku ajar infeksl da n pediatrl tropis. Jakarta: Badan Pen-
erbit !DAI; 20 12.

23
K.11nipdcn\i IVA
• Pertusis
11
•• Novita Suprapto, Mulya Rahma Karyanti

Definisi dan Epidemiologi pertussis atau agen infeksi lainnya. seperti B. para-
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri Bordetel/a pertussis. B. bronchiseptica, Mycoplasma pneumoniae,

Anda mungkin juga menyukai