Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PRAKTIK KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN KASUS POST STROKE

DI DUSUN SUKOSARI TIMUR DESA SUKOSARI

KECAMATAN JATIROTO

LUMAJANG

DISUSUN OLEH :

Pusfita Dwi Rosantina

14901.08.21215

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

PROBOLINGGO

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PRAKTIK KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN KASUS POST STROKE

DI DUSUN SUKOSARI TIMUR DESA SUKOSARI

KECAMATAN JATIROTO

LUMAJANG

Lumajang,

Mahasiswa

Pusfita Dwi Rosantina

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

(.....................................) (.....................................)

Kepala Ruangan

(.....................................)
I. KONSEP KELUARGA
A. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh
ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan
mengidentifikasian diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Zakaria,
2017). Sedangkan menurut Depkes RI tahun 2000, keluarga adalah
unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan
beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah
satu atap dalam keadaan saling kebergantungan. Duval dan Logan
(1986 dalam Zakaria, 2017). mengatakan keluarga adalah sekumpulan
orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan
menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan
pertumbuhan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap anggota
keluarganya.Dari hasil analisa Walls, 1986 (dalam Zakaria, 2017)
keluarga sebagai unit yang perlu dirawat, boleh jadi tidak diikat oleh
hubungan darah atau hukum, tetapi berfungsi sedemikian rupa
sehingga mereka menganggap diri mereka sebagai suatu keluarga.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah dua orang atau
lebih yang disatukan oleh ikatan perkawinan, kelahiran, adopsi dan
boleh jadi tidak diikat oleh hubungan darah dan hukum yang tinggal di
suatu tempat di bawah satu atap dengan keadaan saling
ketergantungan dan memiliki kedekatan emosional yang memiliki
tujuan mempertahankan budaya, meingkatkan pertumbuhan fisik,
mental, emosional serta sosial sehingga menganggap diri mereka
sebagai suatu keluarga

B. Tipe Keluarga
Menurut Nadirawati (2018) pembagian tipe keluarga adalah :
1) Keluarga Tradisional
a. Keluarga Inti (The Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri
dari suami, istri, dan anak baik dari sebab biologis maupun
adopsi yang tinggal bersama dalam satu rumah. Tipe keluarga
inti diantaranya :
1. Keluarga Tanpa Anak (The Dyad Family) yaitu keluarga
dengan suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama
dalam satu rumah.
2. The Childless Family yaitu keluarga tanpa anak dikarenakan
terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak terlambat
waktunya disebabkan mengejar karir/pendidikan yang terjadi
pada wanita.
3. Keluarga Adopsi yaitu keluarga yang mengambil tanggung
jawab secara sah dari orang tua kandung ke keluarga yang
menginginkan anak.
b. Keluarga Besar (The Extended Fmily) yaitu keluarga yang
terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu
rumah, contohnya seperti nuclear family disertai paman, tante,
kakek dan nenek
c. Keluarga Orang Tua Tunggal (The Single-Parent Family) yaitu
keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu)
dengan anak. Hal ini biasanya terjadi karena perceraian,
kematian atau karena ditinggalkan (menyalahi hukum
pernikahan).
d. Commuter Family yaitu kedua orang tua (suami-istri) bekerja di
kota yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai
tempat tinggal dan yang bekerja di luar kota bisa berkumpul
dengan anggota keluarga pada saat akhir minggu, bulan atau
pada waktu waktu tertentu
e. Multigeneration Family yaitu kelurga dengan beberapa
generasi atau kelompok umur yang tinggal bersama dalam
satu rumah.
f. Kin-Network Family yaitu beberapa keluarga inti yang tinggal
dalam satu tumah atau berdekatan dan saling menggunakan
barang-barang dan pelayanan yang sama. Contohnya seperti
kamar mandi, dapur, televise dan lain-lain.
g. Keluarga Campuran (Blended Family) yaitu duda atau janda
(karena perceraian) yang menikah kembali dan membesarkan
anak dari hasil perkawinan atau dari perkawinan sebelumnya.
h. Dewasa Lajang yang Tinggal Sendiri (The Single Adult Living
Alone), yaitu keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang
hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan (separasi),
seperti perceraian atau ditinggal mati.
i. Foster Familyyaitu pelayanan untuk suatu keluarga dimana
anak ditempatkan di rumah terpisah dari orang tua aslinya jika
orang tua 9 dinyatakan tidak merawat anak-anak mereka
dengan baik. Anak tersebut akan dikembalikan kepada orang
tuanya jika orang tuanya sudah mampu untuk merawat.
j. Keluarga Binuklir yaitu bentuk keluarga setela cerai di mana
anak menjadi anggota dari suatu sistem yang terdiri dari dua
rumah tangga inti.
2) Keluarga Non-tradisional
a. The Unmarried Teenage Motheryaitu keluarga yang terdiri dari
orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa
nikah.
b. The Step Parent Family yaitu keluarga dengan orang tua tiri.
c. Commune Family yaitu beberapa keluarga (dengan anak)
yang tidak ada hubungan saudara yang hidup bersama dalam
satu rumah, sumber, dan fasilitas yang sama, pengalaman
yang sama; serta sosialisasi anak melalui aktivitas
kelompok/membesarkan anak Bersama.
d. Keluarga Kumpul Kebo Heteroseksual (The Nonmarital
Heterosexual Cohabiting Family), keluarga yang hidup
bersama berganti-ganti pasangan tanpa melakukan
pernikahan.
e. Gay and Lesbian Families, yaitu seseorang yang mempunyai
persamaan seks hidup bersama sebagaimana ‘marital
partners’.
f. Cohabitating Family yaitu orang dewasa yang tinggal bersama
diluar hubungan perkawinan melainkan dengan alasan
tertentu.
g. Group-Marriage Family, yaitu beberapa orang dewasa yang
menggunakan alat-alat rumah tangga bersama yang saling
merasa menikah satu dengan lainnya, berbagi sesuatu
termasuk seksual dan membesarkan anak.
h. Group Network Family, keluarga inti yang dibatasi
aturan/nilainilai, hidup berdekatan satu sama lain, dan saling
menggunakan alat-alat rumah tangga bersama, pelayanan,
dan bertanggung jawab membesarkan anaknya.
i. Foster Family, keluarga menerima anak yang tidak ada
hubungan keluarga/saudara di dalam waktu sementara, pada
saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan
untuk menyatukan kembali keluarga aslinya.
j. Homeless Family, yaitu keluarga yang terbentuk dan tidak
mempunyai perlindungan yang permanen karena krisis
personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan
atau masalah kesehatan mental.
k. Gang, bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda
yang mencari ikatan emosional dan keluarga mempunyai
perhatian, tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal
dalam kehidupannya.

C. Struktur Keluarga
Beberapa ahli meletakkan struktur pada bentu/tipe keluarga,
namun ada juga yang menggambarkan subsitem-subsistemnya
sebagai dimensi struktural. Struktur keluarga menurut Friedman (2009)
dalam Nadirawati (2018) sebagai berikut :
1. Pola dan Proses Komunikasi
Komunikasi keluarga merupakan suatu proses simbolik,
transaksional untuk menciptakan mengungkapkan pengertian
dalam keluarga.
2. Struktur Kekuatan
Struktur keluarga dapat diperluas dan dipersempit tergantung
pada kemampuan keluarga untuk merespon stressor yang ada
dalam keluarga.Struktur kekuatan keluarga merupakan
kemampuan (potensial/aktual) dari individu untuk mengontrol
atau memengaruhi perilaku anggota keluarga. Beberapa
macam struktur keluarga:
a. Legimate power/authority (hak untuk mengontrol) seperti
orang tua terhadap anak.
b. Referent power (seseorang yang ditiru) dalam hal ini orang
tua adalah sesorang yang dapat ditiru oleh anak.
c. Resource or expert power (pendapat, ahli, dan lain).
d. Reward power (pengaruh kekuatan karena adanya harapan
yang akan diterima).
e. Coercive power (pengaruh yang dipaksa sesuai dengan
keinginannya).
f. Informational power (pengaruh yang dilalui melalui pesuasi).
g. Affective power (pengaruh yang diberikan melalui manipulasi
cinta kasih, misalnya hubungan seksual).

Sedangkan sifat struktural di dalam keluarga sebagai berikut:

a. Struktur egilasi (demokrasi), yaitu dimana masing-masing


anggota keluarga memiliki hak yang sama dalam
menyampaikan pendapat.
b. Struktur yang hangat, menerima, dan toleransi.
c. Struktur yang terbuka dan anggota yang terbuka (honesty dan
authenticity), struktur keluarga ini mendorong kejujuran dan
kebenaran.
d. Struktur yang kaku, yaitu suka melawan dan bergantun pada
peraturan.
e. Struktur yang bebas (permissiveness), pada struktur ini tidak
adanya peraturan yang memaksa.
f. Struktur yang kasar (abuse); penyiksaan, kejam dan kasar.
g. Suasana emosi yang dingin; isolasi dan sukar berteman
h. Disorganisasi keluarga; disfungsi individu, stres emosional.

3. Struktur Peran
Peran biasanya meyangkut posisi dan posisi
mengidentifikasi status atau tempat sementara dalam suatu
sistem sosial tertentu.
a. .Peran-peran formal dalam keluarga
Peran formal dalam keluarga dalah posisi formal pada keluarga,
seperti ayah, ibu dan anak Setiap anggota keluarga memiliki
peran masing-masing. Ayah sebagai pemimpin keluarga
memiliki peran sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung,
pemberi rasa aman bagi seluruh anggota keluarga, dan sebagai
anggota masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Ibu
berperan sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan
pendidik anak, pelidung keluarga, sebagai pencari nafkah
tambahan keluarga, serta sebagai anggota masyarakat atau
kelompok sosial tertentu. Sedangkan anak berperan sebagai
pelaku psikosoal sesuai dengan perkembangan fisik, mental,
sosial dan spiritual.
b. Peran Informal kelauarga
Peran informal atau peran tertutup biasanya bersifat implisit,
tidak tampak ke permukaan, dan dimainkan untuk memenuhi
kebutuhan emosional atau untuk menjaga keseimbangan
keluarga.
4. Struktur Nilai
Sistem nilai dalam keluarga sangat memengaruhi nilai-nilai
masyarakat. Nilai keluarga akan membentuk pola dan tingkah
laku dalam menghadapi masalah yang dialami keluarga. Nilai
keluarga ini akan menentukan bagaimana keluarga menghadapi
masalah kesehatan dan stressor-stressor lain.

D. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga menurut Friedman (2003) dalam Nadirawati
(2018) sebagai berikut:
1. .Fungsi afektif dan koping dimana keluarga memberikan
kenyamanan emosional anggota, membantu anggota dalam
membentuk identitas, dan mempertahankan saat terjadi stres
2. Fungsi sosialisasi; keluarga sebagai guru, menanamkan
kepercayaan, nilai, sikap, dan mekanisme koping, memberikan
feedback dan saran dalam penyelesaian masalah.
3. Fungsi reproduksi; dimana keluarga melanjutkan garis
keturunannya dengan melahirkan anak.
4. Fungsi ekonomi; keluarga memberikan finansial untuk anggota
keluarga dan kepentingan di masyarakat.
5. Fungsi pemeliharaan kesehatan; keluarga memberikan keamanan
dan kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan,
perkembangan dan istirahat juga penyembuhan dari sakit.

E. Tugas Keluarga
Tugas kesehatan keluarga menurut Bsilon dan Maglalaya
(2009) :
1. Mengenal masalah Kesehatan
Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan
perubahanperubahan yang dialami anggota keluarga.Dan sejauh
mana keluarga mengenal dan mengetahui fakta-fakta dari masalah
kesehatan yang meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor
penyebab dan yang mempengaruhinya, serta persepsi keluarga
terhadap masalah Kesehatan.

2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat


Hal ini meliputi sejauh mana kemampuan keluarga mengenal sifat
dan luasnya masalah. Apakah keluarga merasakan adanya
masalah kesehatan, menyerah terhadap masalah yang dialami,
adakah perasaan takut akan akibat penyakit, adalah sikap negatif
terhadap masalah kesehatan, apakah keluarga dapat menjangkau
fasilitas kesehatan yang ada, kepercayaan keluarga terhadap
tenaga kesehatan, dan apakah keluarga mendapat informasi yang
benar atau salah dalam tindakan mengatasi masalah kesehatan.
3. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.
Ketika memberikan perawatan kepada anggota keluarganya yang
sakit, keluarga harus mengetahui beberapa hal seperti keadaan
penyakit, sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan,
keberadaan fasilitas yang diperlukan, sumber-sumber yang ada
dalam keluarga (anggota keluarga yang bertanggung jawab,
finansial, fasilitas fisik, psikososial), dan sikap keluarga terhadap
yang sakit.
4. Memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang
sehat Hal-hal yang harus diketahui oleh keluarga untuk
memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang
sehat yaitu sumbersumber keluarga yang dimiliki, manfaat dan
keuntungan memelihara lingkungan, pentingnya dan sikap keluarga
terhadap hygiene sanitasi, upaya pencegahan penyakit.
5. Merujuk pada fasilitas kesehatan masyarakat Hal-hal yang harus
diketahui keluarga untuk merujuk anggota keluarga ke fasilitas
kesehatan yaitu keberadaan fasilitas keluarga,
keuntungankeuntungan yang dapat diperoleh dari fasilitas
kesehatan, tingkat kepercayaan keluarga dan adanya pengalaman
yang kurang baik terhadap petugas dan fasilitas kesehatan, fasilitas
yang ada terjangkau oleh keluarga

F. Tahapan Keluarga Sejahtera


Tingkatan kesehatan kesejahteraan keluarga menurut Amin
Zakaria (2017) adalah :
1. Keluarga Prasejahtera
Keluarga yang belum bisa memenuhi kebutuhan dasar minimal, yaitu
kebutuhan pengajaran agama, sandang, pangan, papan dan
kesehatan. Dengan kata lain tidak bisa memenuhi salah satu atau
lebih indikator keluarga sejahtera tahap I.
2. Keluarga Sejahtera Tahap I
Keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimal,
tetapi belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan psikososial, seperti
pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, lingkungan sosial dan
transportasi.Indikator keluarga tahap I yaitu melaksanakan ibadah
menurut kepercayaan masing-masing, makan dua kali sehari, pakaian
yang berbeda untuk berbagai keperluan, lantai rumah bukan dari
tanah, kesehatan (anak sakit, KB dibawa keperawatan pelayanan
kesehatan).
3. Keluarga Sejahtera Tahap II
Pada tahap II ini keluarga sudah mampu memenuhi kebutuhan dasar
minimal, dapat memenuhi seluruh kebutuhan psikososial, tetapi belum
dapat memenuhi kebutuhan perkembangan (kebutuhan menabung
dan memperoleh informasi. Indikator keluarga tahap II adalah seluruh
indikator tahap I ditambah dengan melaksanakan kegiatan agama
secara teratur, makan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk minimal
satu tahun terakhir, luas lantai rumah perorang 8 m2 , kondisi anggota
17 keluarga sehat dalam 3 bulan terakhir, keluarga usia 15 tahun
keatas memiliki penghasilan tetap, anggota keluarga usia 15-60 tahun
mampu membaca dan menulis, anak usia 7-15 tahun bersekolah
semua dan dua anak atau lebih PUS menggunakan Alkon.
4. Keluarga Sejahtera Tahap III
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimal,
setelah memenuhi keseluruhan kebutuhan psikososial, dan memenuhi
kebutuhan perkembangan, tetapi belum bisa memberikan sumbangan
secara maksimal pada masyarakat dalam bentuk material dan
keuangan dan belum berperan serta dalam lembaga kemasyarakatan.
5. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus
Memenuhi indikator keluarga tahap sebelumnya ditambah dengan
upaya keluarga menambahkan pengetahuan tentang agama, makan
bersama minimal satu kali sehari, ikut serta dalam kegiatan
masyarakat, rekreasi sekurangnya dalam enam bulan, dapat
memperoleh berita dari media cetak maupun media elektronik,
anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi.

G. Teori Perkembangan Keluarga


Salah satu teori perkembangan keluarga adalah keluarga
berkembang dari waktu-kewaktu dengan pola secara umum dan dapat
diprediksi (Zakaria, 2017). Paradigma siklus kehidupan ialah
menggunakan tingkat usia, tingkat sekolah dan anak paling tua
sebagai tonggak untuk interval siklus kehidupan (Duvall dan Miller,
1987 dalam Zakaria, 2017).
Tabel 2.1 Tahap Siklus Kehidupan Keluarga

Tahap I Keluarga pemula (Keluarga baru menikah - hamil)

Tahap II Keluarga mengasuh anak (anak tertua bayi - umur 30


bulan)

Tahap III Keluarga dengan anak usia pra sekolah (anak tertua
berusia 2 - 6 tahun) Tahap

Tahap IV Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua


berusia 6 – 13 tahun)

Tahap V Keluarga dengan anak usia remaja (anak tertua


berusia 13 – 20 tahun)

Tahap VI Keluarga melepas anak usia dewasa muda (mencakup


anak pertama sampai dengan anak terakhir
meninggalkan rumah)

Tahap VII Orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan, pension)

Tahap VIII Keluarga dalam masa pension dan lansia (hingga


pasangan meninggal dunia)

Sumber: Duval dan Miller, 1985 dalam Zakaria, 2017


II. STROKE
A. Anatomi Fisiologi Vaskularisasi Otak
Anatomi dan Fisiologi Otak Otak adalah organ vital yang terdiri dari
100 - 200 milyar sel aktif yang saling berhubungan dan bertanggung
jawab atas fungsi mental dan intelektual kita. Otak terdiri dari sel - sel
otak yang disebut neuron. Otak merupakan organ yang sangat mudah
beradaptasi meskipun neuron - neuron di otak mati tidak mengalami
regenerasi kemampuan adaptif atau plastisitas. Pada otak dalam situasi
tertentu bagian - bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian-
bagian yang rusak. Otak sepertinya belajar kemampuan baru. Ini
merupakan mekanisme paling penting yang berperan dalam pemulihan
stroke (Sarwawadi. 2014).
Secara garis besar sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem
saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk
oleh otak dan medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut
sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari SST adalah menghantarkan
informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh lainnya
(Sarwawadi. 2014).
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf dengan
komponen bagiannya adalah :
1. Cerebrum Cerebrum
Merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri serta tersusun dari korteks. Korteks ditandai
dengan sulkus (celah) dan girus. Cerebrum dibagi menjadi beberapa
lobus, yaitu:
a. Lobus Frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih
tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area
broca di hermisfer kiri), pusat penghidit dan emosi. Bagian ini
mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus
presentralis (area motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik
(area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur
ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku
sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves dkk, 2004).
b. Lobus Temporalis
Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan
ke bawah dari fisura lateral dan sebelah posterior dari fisura parieto-
oksipitalis. Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal,
visual, pendengaran dan berperan dalam pembentukan dan
perkembangan emosi (White, 2018).
c. Lobus Parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di
gyrus post sentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan
pendengaran (White, 2008).
d. Lobus Oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan
dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan
informasi saraf lain dan memori (White, 2018).
e. Lobus Limbik
Lobus limbik untuk mengatur emosi manusia, memori emosi dan
bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui
pengendalian atas susunan endokrin dan susunan autonom (White,
2008).

Lobus dan cerebru. (Sumber: White, 2018)

2. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih
banyak neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran
koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada
informasi somatosensori yang diterima inputnya 40 kali lebih banyak
dibandingkan output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang
berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain
dari sistem saraf pusat (Sarwawadi. 2014).
Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan
tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot - otot volunter secara optimal.
Bagian - bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis
dan lobus fluccolonodularis (Purves, 2014).

3. Brainstem
Brainstem
adalah batang
otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses kehidupan yang
mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan medulla
spinalis dibawahnya. Struktur - struktur fungsional batang otak yang
penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis
antara medulla spinalis dan bagian - bagian otak, anyaman sel saraf
dan 12 pasang saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari
tiga segmen, yaitu mesensefalon, pons dan medulla oblongata.

B. Fisiologi Peredaran Darah Otak


Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang
diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak sangat
mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus terus
dipertahankan. Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan
pembuluh - pembuluh darah yang bercabang - cabang, berhubungan erat
satu dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang
adekuat untuk sel.
a. Peredaran Darah Arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri
vertebralis dan arteri karotis interna, yang bercabang dan
beranastosmosis membentuk circulus willisi. Arteri karotis interna dan
eksterna bercabang dari arteri karotis komunis yang berakhir pada arten
serebri anterior dan arteri serebri medial. Di dekat akhir arteri karotis
interna, dari pembuluh darah ini keluar arteri communicans posterior
yang bersatu kearah kaudal dengan arteri serebri posterior. Arteri
serebri anterior saling berhubungan melalui arteri communicans
anterior. Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia
sisi yang sama. Arteria subklavia kanan merupakan cabang dari arteria
inominata, sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung
dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen
magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri
ini bersatu membentuk arten basilaris (Sarwawadi. 2014).
b. Peredaran Darah Vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus - sinus
duramater, suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam
struktur duramater. Sinus - sinus duramater tidak mempunyai katup dan
sebagian besar berbentuk triangular. Sebagian besar vena cortex
superfisial mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior yang berada
di medial. Dua buah vena cortex yang utama adalah vena anastomotica
magna yang mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior dan vena
anastomotica parva yang mengalir ke dalam sinus transversus. Vena -
vena serebri profunda memperoleh aliran darah dari basal ganglia
(Wilson, el al, 2002).
c. Sistem Sensorik
Menurut Despopoulus dan Silbernagl (2013), tentang sistem
kontrol sensorik menjelaskan bahwa dengan indera yang kita miliki, kita
mampu menerima sejumlah besar informasi dari lingkungan.
Rangsangan mencapai tubuh dalam berbagai bentuk energi seperti
elektromagnetik (rangsangan visual) atau energi mekanik (rangsangan
taktil). Berbagai reseptor sensorik atau sensor untuk rangsangan ini
secara klasik terdapat pada organ mata, telinga, kulit, lidah, dan hidung
sedangkan pada permukaan tubuh maupun didalam tubuh terdapat
pada propiosensor dan organ vestibular (keseirnbangan). Jalur sistem
sensorik ini memiliki empat elemen stimulasi yaitu modalitas, intensitas,
durasi dan lokalisasi. Setiap jenis sensor adalah memiliki stimulus unik
yang spesifik atau mampu membangkitkan modalitas sensorik tertentu
seperti penglihatan, suara, sentuhan, getaran, suhu, nyeri, rasa, bau,
juga posisi tubuh dan gerakan lain -lain. Masing - masing modalitas
memiliki submodalitas seperti rasa yang bisa manis atau pun pahit dan
lain – lain (Fransisca B.2018).

Despopoulus dan Silbernagl (2013), juga menjelaskan bahwa


pada stimulasi yang konstan, kebanyakan sensor beradaptasi yaitu
proses penurunan potensi meraka. Dimana potensi sensor itu perlahan -
lahan beradaptasi menjadi sebanding dengan intensitas stimulus (P
sensor atau tonik sensor). Sensor merespon dengan beradaptasi secara
cepat hanya pada awal dan akhir dari stimulus. Pada proses sentral
pada fase pertama impuls inhibisi dan stimulasi berkonduksi ke saraf
pusat yang terintegrasi untuk meningkatkan kontras rangsangan. Dalam
hal ini impuls stimulasi yang berasal dari sensor yang berdekatan
dilemahkan pada prosesnya (lateral inhibition). Pada fase kedua sebuah
kesan rangsangan sensorik mengambil bentuk dalam tingkat yang
rendah dari korteks sensoris dan hal ini merupakan langkah pertama
fisiologi sensorik secara subjektif. Kesadaran adalah sarat utama dalam
proses ini. Kesan sensorik akan diikuti dengan interpretasi dan hasil
tersebut disebut sebagai sebuah persepsi. Yang didasarkan pada
pengalaman dan alasan dan tunduk pada interpretasi individu
(Fransisca B.2018).
Menurut Lambantobing (2015) System sensorik somatik
menerima informasi primer dari reseptor eksteroseptif dan proprioseptif.
Didapatkan 4 subkelas mayor dari sensasi somatik, yaitu :
1) Sensasi nyeri, yang dicetuskan oleh rangsang yang dapat menciderai
(noxious)
2) Sensasi suhu (termal), terdiri dari rasa panas dan rasa dingin
3) Rasa (sensasi) sikap, dicetuskan oeh perubahan mekanis di otot dan
persendian serta mencakup rasa sikap anggota gerak serta gerakan
anggota gerak (kinesthesia)
4) Sensasi (rasa) tekan, dicetuskan oleh stimulasi mekanis yang diberikan
pada permukaan tubuh.
d. Sistem Motorik
Menurut Guyton dan Hall (2016), tentang bagian motorik dari
sistem saraf (efektor) menjelaskan bahwa peran terakhir yang paling
penting dari sistem saraf adalah untuk mengontrol berbagai kegiatan
tubuh. Hal ini dicapai dengan mengendalikan kontraksi yang tepat dari
kerangka otot - otot pada seluruh tubuh, kontraksi dari otot polos dalam
organ internal, dan sekresi zat kimia aktif oleh kedua kelenjar eksokrin
dan endokrin di banyak bagian tubuh. Kegiatan ini secara kolektif
disebut fungsi motorik dari sistem saraf, otot dan kelenjar yang disebut
sebagai efektor karena mereka merupakan struktur anatomi yang
sebenarnya melakukan fungsi yang didikte oleh sinyal saraf.
Menunjukkan bahwa axis saraf motorik kerangka dari sistem saraf
untuk mengontrol kontraksi otot rangka. Operasi sejajar dengan surnbu
ini merupakan sistem lain yang berbeda, yang disebut sistem saraf
otonom untuk mengendalikan otot halus, kelenjar, dan sistem internal
tubuh lainnya. Pada gambar tersebut pula dijelaskan bahwa otot rangka
dapat dikendalikan dari banyak tingkatan pada sistem saraf pusat
termasuk sumsung tulang belakang, subtansi reticular pada medula,
batang otak, dan mesenchepalon, basal ganglia, serebellum, dan
korteks motorik. Masing - masing area tersebut memainkan peran
sendiri secara spesifik, area yang lebih rendah terutama berkaitan
dengan sistem otonom, respon otot seketika untuk rangsangan
sensorik, dan pada area yang lebih tinggi untuk gerakan otot kompleks
yang sengaja dikendalikan oleh proses berpikir otak (Guyton dan Hall,
2016).

C. Definisi Stroke
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak
(Smeltzer,2015). Pengertian dari stroke adalah setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya
aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price, 2015).
Stroke merupakan kegawatdaruratan neurologi yang mendadak
(akut) karena oklusi atau hipoperfusi pada pembuluh darah otak,
sehingga jika tidak segera diatasi maka akan terjadi kematian sel dalam
beberapa menit, kemudian akan menimbulkan defisit neurologis dan
menyebabkan kecacatan atau kematian (Misbach, 2011). Sedangkan
menurut Irfan (2010) stroke adalah gangguan fungsi saraf yang
disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul
secara mendadak dalam beberapa detik atau secara cepat dalam
beberapa jam dengan gejala atau tanda-tanda sesuai dengan daerah
yang terganggu.
Definisi menurut WHO, Stroke adalah suatu keadaan dimana
ditemukan tanda-tanda klinis yang berkembang cepat berupa defisit
neurologik fokal dan global, yang dapat memberat dan berlangsung lama
selama 24 jam atau lebih dan atau dapat menyebabkan kematian, tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vascular. Menurut Padila (2015)
istilah stroke lebih dikenal daripada Cerebro Vaskuler Accident (CVA),
kelainan ini terjadi pada organ otak. Lebih tepatnya adalah ganguan
pembuluh darah otak. Berupa penurunan kualitas pembuluh darah otak
yang menyebabkan angka kematian yang tinggi. Kejadian sebagian
besar dialami oleh kaum laki-laki dan usianya umumnya diatas 55 tahun.
Stroke iskemik/stroke non hemoragik biasanya juga dikenal sebagai
infark serebral karena penyumbatan arteri. Sekitar 80 persen dari stroke
adalah iskemik, karena gangguan pasokan darah. Biasanya disebabkan
oleh penyumbatan pembuluh darah (arteri) di otak. Jika arteri tersumbat,
sel-sel otak tidak bisa mendapatkan oksigen dan nutrisi dan akhirnya
akan berhenti bekerja. Jika arteri tetap tersumbat lebih dari beberapa
menit, sel-sel otak mungkin mati (Silva, dkk. 2014).
Stroke adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah dalam otak yang timbul secara mendadak dan
akut dalam beberapa detik atau secara tepat dalam beberapa jam yang
berlangsung lebih dari 24 jam dengan gejala atau tanda tanda sesuai
daerah yang terganggu (Irfan, 2012). Stroke atau serangan otak adalah
suatu bentuk kerusakan neurologis yang disebabkan oleh sumbatan atau
interupsi sirkulasi darah normal ke otak.Dua tipe stroke yaitu stroke
iskemik dan stroke hemoragik. Stroke hemoragik lebih jauh dibagi
menjadi hemoragik intrasrebral dan hemoragik subaraknoid (Weaver &
Terry, 2013).
Seiring dengan perkembangan zaman, perubahan pola hidup
masyarakat stroke dapat menyerang di usia dibawah 55 tahun. Dapat
diambil kesimpulan bahwa stroke adalah penyakit sistem persyarafan
yang mana pada pembuluh darah otak mengalami penyumbatan atau
pecahnya pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan kematian jika
tidak segera ditangani.

D. Etiologi Stroke
Penyebab stroke menurut Rendi dan Margareth (2015) :
a. Infark otak (80%)
1) Emboli
Emboli kardiogenik, fibrilasi atrium dan aritmia lain, thrombus
mural dan ventrikel kiri, penyakait katub mitral atau aorta,
endokarditis (infeksi atau non infeksi).
2) Emboli paradoksal
Emboli arkus aorta, aterotrombotik (penyakit pembuluh darah
sedang-besar), penyakit eksrakanial, arteri karotis interna, arteri
vertebralis.
3) Penyakit intracranial
Arteri karotis interna, arteri serebri interna, arteri basilaris,
lakuner (oklusi arteri perforans kecil)
b. Pendarahan intraserebral (15%)
c. Hipertensi, malformasi arteri-vena, angipati amiloid.
d. Pendarahan subaraknoid (5%)
e. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark/pendarahan)
Trobus sinus dura, diseksi arteri karotis/vertebralis, vaskulitis
sistem saraf pusat, penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intra
cranial yang progresif), migren, kondisi hiperkoagulasi,
penyalahgunaan obat, dan kelainan hematologist (anemia sel sabit,
polisistema, atau leukemia), serta miksoma atrium.

Terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan seseorang beresiko


terhadap stroke.Faktor risiko ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang
tidak dapat dikendalikan dan yang dapat dikendalikan.Faktor yang dapat
dikendalikan yaitu faktor yang tidak dimodifikasi.Sedangkan, faktor yang
dapat diubah sesuai dengan perilaku masing-masing individu.(Farida &
Amalia , 2009).

a. Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan


1) Usia
Lebih tua umur lebih mungkin terjadinya stroke (Irfan, 2012). Resiko
semakin meningkat setelah usia 55 tahun. Usia terbanyak terkena
serangan stroke adalah usia 65 tahun ke atas (Indrawati, Sari, & Dewi,
2008). Namun stroke tidak hanya diderita oleh orang lanjut usia saja,
melainkan golongan remaja akhir dan dewasa juga beresiko terkena
stroke. Stroke juga dapat terjadi pada usia muda, bahkan anak anak.
Anak-anak biasanya sangat senang bermain dan dapat beresiko jatuh
serta mengalami benturan dikepala.Apabila terjadi benturan di kepala,
maka ini dapat mengakibatkan stroke.Hal ini dapat mengakibatkan
terjadinya stroke hemoragik yaitu stroke yang diakibatkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak(Farida & Amalia, 2009).
2) Jenis kelamin
Stroke menyerang laki-laki 19% lebih banyak dibandingkan perempuan
(Indarwati , Sari, & Dewi, 2008). Hal ini dikarenakan perempuan
memiliki hormon esterogen yang berperan dalam mempertahankan
kekebalan tubuh sampai menopause dan sebagai proteksi atau
pelindung pada proses ateroskerosis. Namun setelah perempuan
tersebut mengalami menopouse , besar risiko terkena stroke antara laki-
laki dan perempuan menjadi sama (Farida & Amalia, 2009).
3) Riwayat Stroke dalam Keluarga
Dari sekian banyak kasus stroke yang terjadi, sebagian besar penderita
stroke memiliki faktor riwayat stroke dalam keluarganya. Keturunan dari
penderita stroke diketahui menyebabkan perubahan penanda
aterosklerosis awal, yaitu proses terjadinya timbunan zat lemak dibawah
lapisan dinding pembuluh darah yang dapat memicu terjadinya stroke.
Beberapa penelitian lain yang telah dilakukan mengesankan bahwa
riwayat stroke dalam keluarga mencerminkan suatu hubungan antara
faktor genetis dengan tidak berfungsinya lapisan dinding pembuluh
darah dalam arteri koronaria(Farida & Amalia, 2009).

b. Faktor Risiko yang dapat dikendalikan


1) Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi merupakan faktor risiko baik untuk orangtua maupun dewasa
muda (Irfan, 2012). Hipertensi mempercepat terjadinya aterosklerosis,
yaitu dengan cara menyebabkan perlukaan secara mekanis pada sel
endotel (dinding pembuluh darah) di tempat yang mengalami tekanan
tinggi (Farida & Amalia, 2009). Jika proses tekanan berlangsung lama,
dapat menyebabkan kelemahan pada dinding pembuluh darah sehingga
menjadi rapuh dan mudah pecah (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008).
2) Kadar Kolestrol
Hiperkolestrolemia dapat menyebabkan aterosklerosis. Aterosklerosis
berperan dalam menyebabkan penyakit jantung koroner dan stroke itu
sendiri (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008). Karena kolestrol tidak dapat
langsung larut dalam darah dan cenderung menempel di pembuluh
darah, akibatnya kolestrol membentuk bekuan dan plak yang
menyumbat arteri dan akhirnya memutuskan aliran darah ke jantung
(menyebabkan serangan jantung) dan ke otak (menyebabkan stroke)
(Farida & Amalia, 2009).
3) Obesitas
Makan berlebihan dapat menyebabkan kegemukan (obesitas).Obesitas
lebih cepat terjadi dengan pola hidup pasif (kurang gerak dan
olahraga).Jika makanan yang dimakan banyak mengandung lemak
jahat (seperti kolestrol), maka ini dapat menyebabkan penimbunan
lemak disepanjang pembuluh darah.Penyempitan pembuluh darah ini
menyebabkan aliran darah kurang lancar dan memicu terjadinya
aterosklerosis atau penyumbatan dalam pembuluh darah yang pada
akhirnya beresiko terserang stroke. Penyumbatan tersebut biasanya
diakibatkan oleh plak-plak yang menempel pada dinding pembuluh
darah (Farida & Amalia, 2009).
4) Life style
Life style atau gaya hidup seringkali dikaitkan sebagai pemicu
berbagai penyakit yang menyerang, baik pada usia produktif maupun
usia lanjut. Salah satu contoh life style yaitu berkaitan dengan pola
makan.Generasi muda biasanya sering menerapkan pola makan yang
tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan siap saji yang
serat lemak dan kolesterol namun rendah sehat. Kemudian, seringnya
mengonsumsi makanan yang digoreng atau makanan dengan kadar
gula tinggi dan berbagai jenis makanan yang ditambah zat
pewarna/penyedap/pemanis dan lain-lain. Faktor gaya hidup lain yang
dapat beresiko terkena stroke yaitu sedentary life style atau kebiasaan
hidup santai dan malas berolah raga. Hal ini dapat mengakibatkan
kurangnya kemampuan metabolisme tubuh dalam pembakaran zat-zat
makanan yang dikonsumsi. Sehingga, beresiko membentuk terjadinya
tumpukan kadar lemak dan kolestrol dalam darah yang beresiko
membentuk ateroskelorosis (plak) yang dapat menyumbat pembuluh
darah yang dapat berakibat pada munculnya serangan jantung dan
stroke(Farida & Amalia, 2009).
5) Stres
Pada umumnya, stroke diawali oleh stres. Karena, orang yang stres
umumnya mudah marah,mudah tersinggung, susah tidur dan tekanan
darahnya tidak stabil. Marah menyebabkan pencarian listrik yang
sangat tinggi dalam urat syaraf. Marah yang berlebihan akan
melemahkan bahkan mematikan fungsi sensoris dan motorik serta
dapat mematikan sel otak. Stres juga dapat meningkatkan kekentalan
darah yang akan berakibatkan pada tidak stabilnya tekanan darah.
Jika darah tersebut menuju pembuluh darah halus diotak untuk
memasok oksigen ke otak , dan pembuluh darah tidak lentur dan
tersumbat, maka hal ini dapat mengakibatkan resiko terkena serangan
stroke. (Farida & Amalia , 2009).

E. Manisfestasi Stroke
Pada stroke non hemoragik (iskemik), gejala utamanya adalah
timbulnya defisit neurologist, secaara mendadak/subakut, di dahului
gejala prodromal, terjadinya pada waktu istirahat atau bangun pagi dan
biasanya kesadaran tidak menurun, kecuali bila embolus cukup besar,
biasanya terjadi pada usia > 50 tahun. Menurut WHO dalam International
Statistic Dessification Of Disease And Realeted Health Problem 10 th
revitoan, stroke hemoragik dibagi atas Pendarahan Intra Serebral (PIS)
dan Pendarahan Subaraknoid (PSA) (Rendi, Margareth, 2015).
Manifestasi klinis stroke akut dapat berupa kelumpuhan wajah atau
anggota badan (hemiparesis yang timbul mendadak), gangguan
sensabilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan
hemiparesik), perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium,
letargi, stupor, atau koma), afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan,
atau kesulitan memahami ucapan), disartria (bicara pelo/cadel),
gangguan penglihatan (hemianopia/monokuler, atau diplopia), ataksia
(trunkal/anggota badan), vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala
(Rendi, Margareth, 2015).

F. Klasifikasi Stroke
Klasifikasi stroke menurut Corwin (2009) adalah:
A. Stroke non hemoragik
1) Trombosis cerebri, terjadi penyempitan lumen pembuluh darah otak
perlahan karena proses arterosklerosis cerebral dan perlambatan
sirkulasi serebral.
2) Embolisme cerebral, penyempitan pembuluh darah terjadi mendadak
akibat abnormalitas patologik pada jantung. Embolus biasanya
menyumbat arteri cerebral tengah atau cabang-cabangnya yang
merusak sirkulasi cerebral.
B. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik merupakan pendarahan serebral dan mungkin
perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak pada daerah otak tertentu. Kejadiannya biasanya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran psien umunya dapat menurun.

G. Patofisiologi Stroke
Patofisiologi stroke berbeda berdasarkan jenis stroke, iskemik dan
hemorhagik yaitu (Permana, 2018) :
1. Stroke iskemik
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral
Blood Flow (CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan
berkurang. Nilai kritis CBF adalah 23 ml/100 gr/mnt, dengan nilai
normal 50 ml/100 gr/mnt. Penurunan CBF di bawah nilai normal dapat
menyebabkan infark. Suatu penelitian menyebutkan bahwa nilai CBF
pada pasien dengan infark adalah 4,8-8,4 ml/100 gr/mnt. Patofisiologi
stroke iskemik dibagi menjadi dua bagian yaitu vaskular dan
metabolisme. Iskemia disebabkan karena terjadi oklusi vaskular.
Oklusi vaskular yang menyebabkan iskemia ini dapat disebabkan oleh
emboli, thrombus, plak, dan penyebab lainnya. Iskemia menyebabkan
hipoksia dan akhirnya kematian jaringan otak. Oklusi vaskular yang
terjadi menyebabkan terjadinya tanda dan gejala pada stroke iskemik
yang muncul berdasarkan lokasi terjadinya iskemia. Sel-sel pada otak
akan mati dalam hitungan menit dari awal terjadinya oklusi. Hal ini
berujung pada onset stroke yang tiba-tiba.
Gangguan metabolisme terjadi pada tingkat selular, berupa
kerusakan pompa natrium-kalium yang meningkatkan kadar natrium
dalam sel. Hal ini menyebabkan air tertarik masuk ke dalam sel dan
berujung pada kematian sel akibat edema sitotoksik. Selain pompa
natrium-kalium, pertukaran natrium dan kalsium juga terganggu.
Gangguan ini menyebabkan influks kalsium yang melepaskan
berbagai neurotransmiter dan pelepasan glutamat yang memperparah
iskemia serta mengaktivasi enzim degradatif. Kerusakan sawar darah
otak (membran pemisah sirkulasi darah dari cairan ekstraselular otak)
juga terjadi, disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah oleh proses
di atas, yang menyebabkan masuknya air ke dalam rongga
ekstraselular yang berujung pada edema. Hal ini terus berlanjut hingga
3-5 hari dan sembuh beberapa minggu kemudian. Setelah beberapa
jam, sitokin terbentuk dan terjadi inflamasi.
Akumulasi asam laktat pada jaringan otak bersifat neurotoksik dan
berperan dalam perluasan kerusakan sel. Hal ini terjadi apabila kadar
glukosa darah otak tinggi seehingga terjadi peningkatan glikolisis
dalam keadaan iskemia. Stroke iskemik dapat berubah menjadi stroke
hemorhagik. Pendarahan yang terjadi tidak selalu menyebabkan defisit
neurologis. Defisit neurologis terjadi apabila perdarahan yang terjadi
luas. Hal ini dapat disebabkan oleh rusaknya sawara darah otak,
sehingga sel darah merah terekstravasasi dari dinding kapiler yang
lemah.

H. Pemeriksaan Penunjang Stroke


Pemeriksaan penunjang bagi pasien penderita stroke, yaitu (Solander
H. 2016) :
1. Laboratorium
Mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan
bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
2. CT Scan Kepala
Untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark
Memperlihatkan adanya edema,hematoma,iskemia dan infak
catatan:mungkin tidak denagan secara menunjukan semua perubahan
tersebut
3. MRI
Untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya
struktur otak, Menunjukan daerah yang mengalami infart, hemoragik,
malformasi, arteriovena (MAV).
4. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri. Membantu menentukan penyebab
stroke spesifik,seperti pendarahan, atau obstuksi arteri,adanya titik
okualsi atau rupture.
5. Pungsi Lumbal .
Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada tombosis,emboli
serebral,dan TIA ,tekanan meningkat dan cairan yang mengandung
darah menunjukan adanya hemoragik subarachnoid atau perdarahan
intre karnial.kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis
sehubungan dengan adanya proses inflamasi. Tekanan meningkat dan
cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan..
6. Ultrasonografi Dopler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena.Mengedintifikasi penyakit
arteriovena (masalah system arteri katotis aliran darah/muncul plak
arteriosklerotik).
7. Sinar-X Tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempengpineal daerah yang
berlawanan dari masalah yang meluas;klasifikasi karotis interna
terdapat pada thrombosis serebral;klasifikasi parsial dinding anoerisma
pada perdarahan subarachnoid.Menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng pineal.(DoengesE, Marilynn,2000).
8. EEG
Menidintifikasi masalah berdasarakan pada gelombang otak dan
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

I. Penatalaksanaan Stroke
Penanganan stroke ditentukan oleh penyebab stroke dan dapat
berupa terapi farmasi, radiologi intervensional, atau pun pembedahan.
Untuk stroke iskemik, terapi bertujuan untuk meningkatkan perfusi darah
keotak, membantu lisis bekuan darah dan mencegah trombosis lanjutan,
melindungi jaringan otak yang masih aktif, dan mencegah cedera
sekunder lain. Pada stroke hemoragik, tujuan terapi adalah mencegah
kerusakan sekunder dengan mengendalikan tekanan intrakranial dan
vasospasme, serta mencegah perdarahan lebih lanjut (Hartono, 2010).
Salah satu penatalaksanaan stroke :
1. Penatalaksanaan umum
a. Umum : Ditujukan terhadap fungsi vital : paru-paru, jantung, ginjal,
keseimbangan elektrolit dan cairan, gizi, higiene.
b. Khusus : Pencegahan dan pengobatan komplikasi Rehabilitasi
Pencegahan stroke : tindakan promosi, primer dan sekunder
2. Penatalaksanaan khusus
Penderita stroke non hemoragik atau stroke iskemik biasanya
diberikan:
a. Anti agregasi platelet : Aspirin, tiklopidin, klopidogrel, dipiridamol,
cilostazol
b. Trombolitik : Alteplase (recombinant tissue plasminogen activator
(rt-PA))
Indikasi : Terapi trombolitik pada stroke non hemoragik akut. Terapi
harus dilakukan selama 3 – 4,5 jam sejak onset terjadinya simptom
dan setelah dipastikan tidak mengalami stroke perdarahan dengan CT
scan.

Kontra Indikasi : rtPA tidak boleh digunakan pada pasien yang


mengalami resiko tinggi perdarahan, pasien yang menerima
antikoagulan oral (warfarin), menunjukkan atau mengalami perburukan
pendarahan, punya riwayat stroke atau kerusakan susunan saraf
pusat, hemorrhage retinopathy, sedang mengalami trauma pada
external jantung (operasi besar atau mengalami trauma yang
signifikan pada 10 hari, pendarahan cerebral, punya riwayat
cerebrovascular disease, keganasan intrakranial, arteriovenous
malformation, pendarahan internal aktif.

c. Farmakologis
1. Vasodilator
meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intraarterial.
3. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena
trombositmemainkan peran sangat penting dalam pembentukan
trombus dan ambolisasi. Antiagresi trombosis seperti aspirin
digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
4. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam
sistem kardiovaskuler (Mutaqin, 2011).
d. Non Farmakologis
Berikut ini beberapa jenis terapi yang dapat dijalankan terkait proses
pemulihan kondisi pasca stroke :
1. Fisioterapi
Kegunaan metode fisioterapi yang digunakan untuk menangani
kondisi stroke stadium akut bertujuan untuk :
a. Mencegah komplikasi pada fungsi paru akibat tirah baring yang
lama
b. Menghambat spastisitas, pola sinergis ketika ada peningkatan
tonus
c. Mengurangi oedem pada anggota gerak atas dan bawah sisi
sakit
d. Merangsang timbulnya tonus ke arah normal, pola gerak dan
koordinasi gerak
e. Meningkatkan kemampuanaktivitas fungsional (Farida &
Amalia, 2009).
2. Akupuntur.
Akupuntur merupakan metode penyembuhan dengan cara
memasukkan jarum dititik-titk tertentupada tubuh penderita stroke.
Akupuntur dapat mempersingkat waktu penyembuhan dan
pemulihan gerak motorik serta ketrampilan sehari-hari (Farida &
Amalia, 2019).
3. Terapi Sonolisis (Sonolysis Theraphy)
Terapi ini bertujuan untuk memecahkan sumbatan pada pembuluh
darah agar menjadi partikel-partikel kecil yang sangat halus
sehingga tidak menjadi resiko untuk timbulnya sumbatan-
sumbatan baru ditempat lain. Terapi sonolisis ini dilakukan dengan
teknik ultrasound dan tanpa menggunakan obat-obatan (Wiwit,
2010).
4. Senam Ergonomik
Senam ini berfungsi untuk melatih otot-otot yang kaku dengan
gerakan-gerakan yang ringan dan tidak menimbulkan rasa sakit
bagi penderitanya. Senam ergonomik diawali dengan menarik
napas menggunakan pernapasan dada. Hal ini bertujuan supaya
paru-paru dapat lebih banyak menghimpun udara. Ketika napas,
oksigen dialirkan keotak yang memerlukan oksigen dalam jumlah
yang banyak supaya dapat berfungsi dengan baik. Dengan
demikian, senam ergonomik dapat dikatakan membantu penderita
stroke karena kondisi stroke merupakan terganggunya suplai
oksigen ke otak (Farida & Amalia, 2009).
5. Yoga (Terapi Meditasi)
Yoga menurunkan resiko terkena stroke dengan meningkatkan
suplai darah keotak bila yoga dilakukan secara teratur. Aktivitas
yang dilakukan dalam yoga khusus penderita stroke yaitu latihan
peregangan seluruh bagian tubuh, memijit organ-organ internal,
kelenjar, sistem peredaran darah dan sistem pembuangan,
demikian pernyataan Rahmat Darmawan, seorang master of
energy yang juga praktisi yoga (Farida & Amalia, 2009)
6. Terapi Musik
Penelitian mengungkapkan bahwa dengan mendengarkan musik
setiap hari, penderita akan mengalami peningkatan pada ingatan
verbalnya dan memiliki mood yang lebih baik dibandingkan
dengan penderita stroke yang tidak mendengarkan musik. Selain
itu, mendengarkan musik pada tahap awal pascastroke dapat
meningkatkan pemulihan daya kognitif dan mencegah munculnya
perasaan negatif (Wiwit, 2010)
7. Terapi Bekam.
Dalam konsep bekam, darah kotor yaitu darah yang tidak
berfungsi lagi, sehingga tidak diperlukan tubuh dan harus dibuang.
Bekam juga dapat menurunkan tekanan darah berkurang setelah
dibekam. Dengan terhindar dari penggumpalan darah dan tekanan
darah tinggi dapat mencegah dan mengobati stroke (Farida &
Amalia, 2009).

J. Komplikasi Stroke
Komplikasi yang dapat terjadi akibat stroke diantaranya bisa
menyebabkan aspirasi, paralitic illeus, atrial fibrilasi, diabetus insipidus,
peningkatan TIK, dan hidrochepalus (Padila, 2015). Komplikasi stroke
menurut (Smeltzer & Bare, 2016) adalah :
1. Hipoksia serebral
2. Penurunan aliran darah serebral
3. Embolisme
4. Kematian
5. Perdarahan

III. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


A. Pengkajian Keperawatan
Proses pengkajian menurut Bakri (2017) merupakan pengumpulan
informasi yang berkesinambungan, dianalisa dan diinterpretasikan serta
diidentifikasi secara mendalam. Sumber data pengkajian diperoleh dari
anamnesa (wawancara), pengamatan (observasi), pemeriksaan fisik
anggota keluarga dan data dokumentasi. Alat yang dapat digunakan
saat pengkajian biasanya quisioner dan check list. Cara mengumpulkan
data menurut Dion dan Betan (2013) dalam Bakri (2017):
1. Data Keluarga
Yaitu terdiri dari nama kepala keluarga, alamat rumah, agama dan
suku, bahasa sehari-hari, jarak yankes terdekat, alat transportasi.

2. Data Anggota Keluarga


Yaitu data yang tinggal serumah atau satu kartu keluarga dan juga
didalamnya terdapat status gizi, ttv, status imusisasi. Dll.
3. Identitas
Stroke didapatkan yang mengalami stroke non hemoragik lebih
banyak pada rentang umur 45-65 tahun (Geissler A.C,2016).
4. Keluhan utama
Tidak dapat menggerakan anggota badan
5. Riwayat Perkembangan Keluarga
6. Struktur Keluarga
Pola komunikasi dan pean dalam keluarga.
7. Fungsi Keluarga
Afektif dan social berfungsing baik atau tidak.
8. Pola Koping Keluarga
Bagaimana koping keluarga saat menghadapi masalah.
9. Tipe Keluarga
10. Genogram
3 Generasi
11. Riwayat penyakit dahulu
Pernah mengalami hipertensi, hiperkolesterol atau penyakit jantung
sebelumnya
12. Riwayat penyakit keluarga
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh
darah, dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih
anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65
tahun
13. Pengkajian fisik
Jika pasien adalah inidivu, maka pemeriksaan fisik hanya pada
anggota keluarga yang mempunyai masalah kesehatan, akan tetapi
bisa juga dilakukan kepada seluruh anggota keluarga jika pasien
adalah satu keluarga bukan pasien individu, seperti :
1) Keadaan umum
2) Tanda-tanda vital
3) Pemeriksaan fisik head to toe, yang di lakukan dari kepala hingga
ujung kaki dengan menggunakan 4 teknik : inspeksi (melihat),
palpasi (meraba), perkusi (mengetuk), auskultasi (mendengar).
Pengkajian rentang gerak sendi merupakan pengkajian fungsi
sendi, termasuk didalamnya adalah pengkajian kekuatan otot.
Pengkajian ini digunakan untuk menguji fungsi otot disekitar sendi.
Perawat melakukan pengkajian kekuatan otot dengan memberikan
tekanan pada sendi tertentu pada atau di dekat otot di sekeliling
sendi. Uji kekuatan otot ini dilakukan dengan menggunakan skala 0-
5, yang akan dijabarkan dibawah ini :

Tabel 2. Derajat kekuatan otot


Nilai Kekuatan otot
0 0% dari kekuatan normal, tidak ada kontraksi yang terlihat atau
terpalpasi; paralisis komplet
1 10% dari kekuatan normal, tidak bergerak, kontraksi otot dapat
dipalpasi atau di lihat, kontraksi yang dilihat sedikit; paresis,
kelemahan parah
2 25% dari kekuatan normal, gerakan otot penuh melawan gravitasi
dengan bantuan.
Rentang gerak pasif jika gravitasi dihilangkan
3 50% dari kekuatan normal, gerakan normal melawan gravitasi
Rentang gerak aktif melawan gravitasi sendiri atau melawan
tahanan ringan, kelemahan ringan
4 75% dari kekuatan normal penuh melawan gravitasi dan melawan
tahanan minimal
Rentang gerak aktif melawan gravitasi sendiri atau melawan
tahanan ringan, kelemahan ringan
5 100% dari kekuatan normal, gerakan normal penuh melawan
gravitasi dan melawan tahanan penuh
Rentang gerak aktif melawan tahanan penuh; normal

14. Kemampuan Keluarga Melakukan Tugas Pemeliharaan Kesehatan


Anggota Keluarga
Menurut Riasmini (2017) pengkajian keperawatan keluarga
dapat menggunakan metode observasi, wawancara dan pemeriksaan
fisik. Ada dua tahap dalam pengkajian keperawatan keluarga.
Pengkajian tahap satu berfokus pada masalah kesehatan keluarga.
Pengkajian tahap dua menyajikan kemampuan keluarga dalam
melakukan lima tugas kesehatan keluarga.
Variabel data dalam pengkajian keperawatan keluarga menurut
Riasmini (2017) mencakup :
1. Data umum/ identitas keluarga. Mencakup nama kepala keluarga,
komposisi anggota keluarga, alamat, agama, suku, bahasa sehari-
hari, jarak pelayanan kesehatan terdekat, dan alat transportasi
2. Kondisi kesehatan semua keluarga. Terdiri dari nama, hubungan
dengan keluarga, umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir,
pekerjaan saat ini, status gizi, tanda vital, status imunisasi dasar
dan penggunaan alat bantu/protesa, serta status kesehatan anggota
keluarga saat ini, meliputi keadaan umum, riwayat penyakit/ alergi.
3. Data pengkajian individu yang mengalami masalah kesehatan (saat
ini sedang sakit). Meliputi data individu yang sakit, diagnosis medis,
rujukan dokter/ rumah sakit, keadaan umum, sirkulasi, cairan,
perkemihan, pernapasan, muskuloskeletal, neurosensori, kulit,
istirahat dan tidur, status mental, komunikasi dan budaya,
kebersihan diri, perawatan diri sehari-hari, dan data penunjang
medis individu yang sakit (lab, radiologi, EKG, USG).
4. Data kesehatan lingkungan. Mencakup sanitasi lingkungan
pemukiman antara lain ventilasi, penerangan, kondisi lantai, tempat
pembuangan sampah dll.
5. Struktur keluarga. Mencakup struktur peran, nilai (value),
komunikasi, kekuatan. Komponen struktur keluarga ini akan
menJawab pertanyaan tentang siapa anggota keluarga, bagaimana
hubungan diantara anggota keluarga.
6. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga. Variabel
perkembangan keluarga ini akan menJawab tahap perkembangan
keluarga, tugas perkembangan keluarga.
7. Fungsi keluarga. Terdiri dari aspekinstrumental dan ekspresif.
8. Aspek instrumental fungsi keluarga adalah aktivitas hidup sehari-
hari, seperti makan, tidur, pemeliharaan kesehatan. Aspek ekspresif
fungsi keluarga adalah fungsi emosional, komunikasi,
pemecahanmasalah, keyakinan, dll. Pengkajian ini mencakup
kemampuan keluarga dalam melakukan tugas kesehatan keluarga,
meliputi kemampuan mengenal masalah kesehatan, mengambil
keputusan mengenai tindakan keperawatan yang tepat, merawat
anggota keluarga yang sakit, memelihara lingkungan rumah yang
sehat, dan menggunakan fasilitas atau pelayanan kesehtan di
masyarakat.
15. Pola kesehatan
1. Pola fungsi persepsi
2. Pola nutrisi
3. Pola eliminasi
4. Pola aktivitas
5. Pola cairan
6. Pola persepsi kognitif
7. Pola konsep diri
8. Pola toleransi koping stress
9. Pola ketakinan dalam diri
10. Pola reproduksi seksual
11. Pola spiritual

1. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut Tim Pokja
SDKI DPP PPNI (2017) dan Donsu, Induniasih, Purwanti (2015)
diantaranya yaitu :
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga memberikan perawatan bagi anggotanya yang sakit (D.0054).
2. Resiko gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga memberikan perawatan bagi anggotanya
yang sakit (D.0129).
3. Manajemen kesehatan keluarga tidak efeketif berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dalam merawat
anggota keluarga yang sakit (D.0115).
4. Kesiapan Peningkatan Pengetahuan
5. Kesiapan Peningkatan Koping Keluarga
6. Resiko Keberdayaan
7. Defisit pengetahuan (00126) b/d kurang sumber pengetahuan
8. Gangguan Rasa Nyaman (D.0074)
9. Risiko Jatuh (D.0143) b.d Gangguan Keseimbangan

2. Penerapan Prioritas
Bailon dan Maglaya dalam Bakri (2017) telah merumuskan skala prioritas
sebagai berikut:

Tabel. Skala Prioritas Keperawatan Keluarga


No Kriteria Nilai Bobot
1. Sifat masalah
Tidak/kurang 3
sehat Ancaman 2 1
kesehatan 1
Keadaan sejahtera
2. Kemungkinan masalah yang dapat
diubah
Mudah 2 2
Sebagian 1
Tidak 0
dapat
3. Potensi masalah untuk dicegah
Tinggi 3
Cukup 2 1
Rendah 1
4. Menonjolnya masalah
Masalah yang benar-benar harus segera 2
ditangani 1
Ada masalah tetapi tidak segera 1
ditangani Masalah tidak dirasakan 0
Rumus Skoring :

a. Tentukan angka dari skor tertunggi terlebih dahulu

b. Skor yang dimaksud diambil dari skala prioritas

c. Skor dibagi dengan angka tertinggi

d. Kemudian dikalikan dengan bobot skor

e. Jumlahkan skor dari semua kriteria. Urutan prioritas dari


skor tertinggi ke rendah.

3. Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan/intervensi keperawatan
merupakan rancangan spesifik dalam membantu pasien untuk mencapai
tujuan dan kriteria hasil/ standar yang harus dicapai pada saat perawat
memberikan asuhan keperawatan (Nada Syahla, 2020). Berikut
intervensi dan kriteria hasil kasus hipoglikemia pada anak sesuai
diagnose yang mungkin muncul:

No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Keperawatan


keperawatan hasil

1 Gangguan mobilitas SLKI (L.05042) SIKI (I.05177)


fisik berhubungan Setelah dilakukan Observasi
dengan tindakan asuhan a. Identifikasi
ketidakmampuan keperawatan selama ... indikasi dilakukan
keluarga memberikan x... diharapkan pasien latihan
perawatan bagi mampu melaksanakan b. Identifikasi
anggotanya yang aktivitas fisik sesuai keterbatasan
sakit (D.0054). kemampuannya pergerakan sendi
dengan kriteria hasil : c. Monitor lokasi
,
a. 1.Pergerakan ketidaknyamanan
ekstremitas 2.kekuatan atau nyeri pada saat
rentang gerak bergerak
meningkat Terapeutik
b. 3.Nyeri menurun a. Gunakan pakaian
c. 4.Kecemasan menurun yang longgar
d. 5.Kaku sendi menurun b. Cegah terjadinya
e. 6.Gerakan tidak cedera selama
terkoordinasi menurun latihan rentang gerak
f. 7.Gerakan dilakukan
terbatas menurun c. Fasilitasi
g. 8.Kelemahan fisik mengoptimalkan
menurun posisi tubuh untuk
pergerakan sendi
yang aktif dan pasif
d. Lakukan gerakan
pasif frngan
bantuan sesuai
dengan indikasi
e. Berikan dukungan
positif pada saat
melakukan latihian
gerak sendi
Edukasi
a. Jelaskan tujuan
dan prosedur
latihan
b. Anjurkan melakukan
rentang gerak pasif
dan aktif secara
sistematis
c. Anjurkan duduk di
tempat tidur atau
kursi, jika perlu
d. Ajarkan rentang
gerak aktif sesuai
program latihan

2 Resiko gangguan SLKI (L.14125) SIKI (I.11353)


integritas Setelah dilakukan Observasi
kulit/jaringan tindakan asuhan a. Identifikasi usia dan
berhubungan dengan keperawatan budaya dalam
ketidakmampuan selama ... x... membantu kebersihan
keluarga memberikan diharapkan tidak diri
perawatan bagi terjadi gangguan b. Identifikasi jenis
anggotanya yang integritas kulit/jaringan, bantuan yang
sakit dengan kriteria hasil: dibutuhkan
a. 1. Elastisitas, hidrasi, c. Monitor kebersihan
dan perfusi jaringan tubuh (mis. Rambut,
meningkat mulut, kulit, kuku)
b. 2. Nyeri, perdarahan d. Monitor integritas
kemerahan, hematoma, kulit
pigmentasi abnormal,
jaringan parut, nekrosis, Terapeutik
abrasi kornea menurun
c. 3. Suhu kulit, sensasi, a. Sediakan peralatan
tekstur, pertumbuhan mandi
rambut membaik b. Sediakan lingkungan
yang aman dan
nyaman
c. Fasilitasi

menggosok gigi,
sesuai kebutuhan
d. Fasilitasi mandi,
sesuai kebutuhan
e. Pertahankan
kebiasaan
kebersihan diri
f. Berikan bantuan
sesuai tingkat
kemandirian
Edukasi
a. Jelaskan manfaat
mandi dan dampak
tidak mandi terhadap
kesehatan
3 Nyeri akut b.d agen SLKI (L.12105) SIKI (I.12383)
pencedera fisik Setelah dilakukan Observasi
tindakan asuhan a. Identifikasi kesiapan
(D.0077) dan kemampuan
keperawatan selama ...
x... diharapkan menerima informasi
manajemen kesehatan b. Identifikasi faktor-
keluarga efektif, dengan faktor yang
kriteria hasil: dapat
1. Kemampuan meningkatkan dan
menjelaskan menurunkan
masalah kesehatan motivasi perilaku
yang dialami hidup bersih dan
meningkat sehat.
2. Aktivitas keluarga Terapeutik
mengatasi masalah a. Sediakan materi dan
kesehatan dengan media pendidikan
tepat meningkat kesehatan
3. Tindakan untuk b. Jadwalkan
mengurangi pendidikan
faktor risiko kesehatan
meningkat sesuai
4. Verbalisasi kesulitan kesepakatan
menjalankan c. Berikan kesempatan
perawatan yang untuk bertanya
ditetapkan menurun Edukasi
5. Gejala penyakit a. Jelaskan factor risiko
anggota yang dapat
keluarga mempengaruhi
menurun kesehatan

b. Ajarkan perilaku hidup


bersih dan sehat

c. Ajarkan strategi yang


dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat.

5.Implementasi

Melakukan tindakan intervensi yang sudah direncanakan sebelumnya


sesuai dengan Standart Operasional Prosedure yang benar dan tepat.

6.Evaluasi

Evaluasi respon klien dan lakukan dokumentasi keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidin 2010. Pengantar Keperawatan Keluarga.Jakarta: EGC.

Harmoko, 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga. Jogjakarta:Pustaka Pelajar.

Wahyu 2016. Keperawatan Keluarga dan Komunitas. Kebayaran Baru


Jakarta Selatan.

Andarmoyo, S. 2012.Keperawatan keluarga Konsep Teori, Proses dan


Praktik Keperawatan.Yogyakarta: Grahaillmu.

Friedman,M.M. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori dan


Praktek. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Linangkung Erfanto, S,ST. Sarwawadi. 2014. Buku Pintar Anatomi Tube


Manusia. Dunia Cerdas : Cipayung-Jakarta.

Muklisin Abi, 2012. Keperawatan Keluarga. Jogjakarta: Gosyen Publishing


Harnilawati. 2013. Pengantar Ilmu Keperawatan Komunitas. Sulawesi:
Pustaka As Salam

Budiyono, Setiadi. 2009. Anatomi Tube Manusia, Cetakan III. Laskar :


Jakarta

Diastuti, Reni.2009. Biologi Untuk SMA/MA kelas XI. Pusat Pembukaan


Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta

Bambang P, Ugrasena, Ratwita M, 2012. Anemia Aplastik. Bagian SMF Ilmu


Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya.

Doenges E.M, Moorhouse M.F, Geissler A.C, 2016. Rencana Asuhan


Keperawatan, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Erika K.A, Hariati S, Seniwati T, 2011. Buku Ajar Keperawatan Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Unhas, Makassar.

Widjanarko, A. 2010. Anemia Aplastik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam. Jilid II Edisi IV. Balai Penerbit FKUI : Jakarta

Solander H. 20016. Anemia aplastik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al


(eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Keempat. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

Bakta, IM. 2013. Hematologi Klinik ringkas. Kedokteran.EGC : Jakarta

Sylvia A.P, Wilson L.M, 20016. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit, Volume 1, Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi daan


Indikato Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi daan


Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi daan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai