Anda di halaman 1dari 6

2.

2 Penentuan Luka dan Aspek Medikolegal

Dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan mengenai jenis luka


yang terjadi, jenis kekerasan, senjata atau benda yang menyebabkan luka, dan
derajat luka pada pemeriksaan terhadap korban hidup atau meninggal yang
menderita luka akibat kekerasan pada hakikatnya.18 Pada penentuan luka secara
medikolegal seperti pada tindakan bunuh diri, pembunuhan atau kecelakaan dapat
ditentukan dengan mengumpulkan semua data pemeriksaan korban. Aspek yang
harus diperhatikan dalam kasus bunuh diri dan pembunuhan:18

a) Bunuh diri
Pada pemeriksaan luka dengan teliti sering didapatkan satu atau lebih luka
lebih dangkal dan berjalan sejajar disekitar luka utama, luka tersebut adalah luka
percobaan. Selain dada dalam hal ini daerah jantung maka pada daerah perut
yang biasanya di daerah lambung, adalah merupakan daerah-daerah yang sering
dipilih korban untuk kasus-kasus bunuh diri. Dengan adanya senjata yang
tergenggam erat “cadaveric spasm” hampir dapat ditentukan dengan pastikan
bahwa korban telah melakukan bunuh diri.18

b) Pembunuhan
Jumlah luka umumnya lebih dari satu, tidak mempunyai lokasi atau tempat
khusus, seringkali didapati luka-luka yang didapat sewaktu korban mengadakan
perlawanan – “luka perlawanan”.18

2.3 Pemeriksaan Derajat Luka


Pada pemeriksaan luka ada dua tipe luka oleh karena instrumen yang tajam
yang perlu diperhatikan dengan baik dan memiliki ciri yang dapat dikenali dari aksi
korban yaitu tanda percobaan dan luka perlawanan. Keduanya mempunyai bentuk,
letak dan medikolegal.19
Tanda percobaan adalah insisi dangkal, luka tusuk dibuat sebelum luka yang
fatal oleh individu yang berencana bunuh diri. Luka percobaan tersebut seringkali
terletak paralel dan terletak dekat dengan luka dalam di daerah pergelangan tangan
atau leher. Bentuk lainnya antara lain luka tusuk dangkal didekat luka tusuk dalam
dan mematikan. Meskipun jarang sekali dilaporkan.20 Bentuk lain dari luka oleh
karena instrumen yang tajam adalah luka perlawanan. Luka jenis ini dapat ditemukan
di jari-jari, tangan, dan lengan bawah (jarang ditempat lain) dari korban sebagaimana
ia berusaha melindungi dirinya dari ayunan senjata, contohnya dengan menggenggam
bilah dari instrument tajam.20
Dalam pemeriksaan, interpretasi luka harus berdasarkan penemuan dan tidak
boleh dipengaruhi oleh keterangan pasien atau keluarga. Pemeriksaan ditujukan untuk
menentukan: 21
a. Jumlah luka
b. Lokasi luka
c. Arah luka
d. Ukuran luka (panjang, lebar dan dalam)
e. Memperkirakan luka sebagai penyebab kematian korban atau bukan
f. Memperkirakan cara terjadinya luka apakah kasus pembunuhan, bunuh diri,
atau kecelakaan.

Lokasi luka dijelaskan dengan menghubungkan daerah-daerah yang berdekatan


dengan garis anatomi tubuh dan posisi jaringan tertentu, misalnya garis tengah tubuh,
ketiak, puting susu, pusat, persendian dan lain-lain. Bentuk luka sebaiknya dibuat
dalam bentuk sketsa atau difoto untuk menggambarkan kerusakan permukaan kulit,
jaringan dibawahnya, dan bila perlu organ dalam (viseral). Diukur secara tepat (dalam
ukuran millimeter atau centimeter) tidak boleh dalam ukuran kira-kira saja.20

2.4 Derajat Luka


Dokter diharapkan dapat membantu kalangan hukum dalam menilai berat
ringannya luka yang dialami korban pada waktu atau selama perawatan dilakukannya.
Kualifikasi luka yang dapat dibuat oleh dokter adalah menyatakan pasien mengalami
luka ringan, sedang atau berat. Yang dimaksud dengan luka ringan adalah luka yang
tidak menimbulkan halangan dalam menjalankan mata pencaharian, tidak
mengganggu kegiatan sehari-hari. Sedangkan luka berat harus disesuaikan dengan
ketentuan undang-undang yaitu yang diatur dalam KUHP pasal 90. Luka sedang
adalah keadaan luka antara luka ringan dan luka berat. KUHP Pasal 90; luka berat
berarti:22
a) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuhsama
sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut,
b) Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencaharian
c) Kehilangan salah satu panca indera
d) Mendapat cacat berat
e) Menderita sakit lumpuh
f) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih
g) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

Derajat luka akibat penganiayaan atau kekerasan dibagi menjadi tiga


kategori yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP), yaitu:22

a. Luka derajat satu (ringan/golongan C)


Luka derajat satu adalah luka yang setelah masa penyembuhannya
tidak akan menghalangi aktivitas sehari-hari baik pekerjaan korban atau
menimbulkan penyakit. Contoh luka derajat satu diantaranya adalah luka
sayat yang superfisial dan ukurannya kecil atau luka tusuk yang superfisial.
Lokasi luka tersebut perlu diperhatikan karena kekerasan atau luka pada
bagian-bagian tubuh tertentu dapat lebih hebat dibanding yang terlihat
dikulitnya. Luka sayat atau luka tusuk yang luas dan derajatnya terbilang
parah dapat diartikan sebagai bukan sekedar luka ringan atau luka derajat
satu.

b. Luka derajat dua (sedang/golongan B)


Luka derajat dua adalah luka yang setelah masa penyembuhannya akan
menghalangi aktivitas sehari-hari baik pekerjaan korban atau menimbulkan
penyakit. Luka derajat dua ini berada diantara luka derajat satu dan luka
derajat tiga.

c. Luka derajat tiga (berat/golongan A)


Contoh luka yang dikatakan berat atau derajat tiga yaitu jika pada
korban ditemukan luka lecet, memar, luka robek pada limpa sehingga
membutuhkan prosedur pengangkatan limpa untuk menyelamatkan jiwanya
dan dibutuhkan waktu satu bulan untuk masa penyembuhannya.

Luka derajat tiga menurut KUHP pasal 90 ayat 6 adalah;


a. Luka yang tidak dapat disembuhkan atau luka yang membawa bahaya
maut
b. Luka yang akan sangat menghalangi korban dalam pekerjaannya di
kemudian hari dalam menjalankan tugas jabatan atau pencaharian
c. Luka yang menyebabkan korban kehilangan salah satu panca indranya
d. Luka yang menimbulkan disabilitas atau cacat
e. Luka yang menyebabkan gugurnya janin pada ibu yang sedang hamil
f. Menderita lumpuh
g. Terganggu daya pikir dan mentalnya selama empat minggu lebih

Hal ini perlu dipahami oleh dokter karena ini merupakan jembatan untuk
menyampaikan derajat kualifikasi luka dari sudut pandang medik untuk penegak
hukum. Penerapan penyampaian pendapat dokter dalam VeR tentang luka yang
menimbulkan bahaya maut, misalnya bila seorang korban mendapat luka di perut
yang mengenai hati, yang menyebabkan perdarahan hebat sehingga dapat mengacam
jiwa. Walaupun pasien akhirnya sembuh tetapi di dalam VeR dokter dapat
menggambarkan keadaan ini dalam kata – kata, “korban mengalami luka tusuk di
perut mengenai jaringan hati yang menyebabkan perdarahan banyak yang dapat
mengancam jiwa pasien”. Ungkapan ini akan mengingatkan para penegak hukum
bahwa korban telah mengalami luka berat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Abdul Mun’im,


Sidhi, et. al. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 1997.
2. Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi ke-III.
Jakarta: EGC. 2006.
3. Amir, Amri. Trauma Mekanik. Dalam. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi
Kedua Medan: Percetakan Ramadhan. 2005; IV: 72-90.
4. James-payne J, Vanezis P. Sharp and Cutting Edge Wounds.
Encyclopedia of Forensic and Legal Medicine; Elseiver Academic
Press. 2005: p -123-129.
5. Shkrum MU, Ramsay DA. Penetrating Trauma, Sharp-Force Injuries In
Forensic Pathology of Trauma Common Proplems for Pathologist.
Humana Press. 2007 p 357-397.

Anda mungkin juga menyukai