Anda di halaman 1dari 21

BAB II

MENGENAL AHMADIYAH DAN ISA IBNU MARYAM

Pada bab ini akan dipaparkan deskripsi Ahmadiyah secara umum, dimulai dengan
latar belakang kemunculan Ahmadiyah, pendiri gerakan Ahmadiyah, ajaran-ajaran
Ahmadiyah, sejarah masuknya Ahmadiyah ke Indonesia dan juga pembahasan tentang Isa
ibnu Maryam.

A. Gerakan Ahmadiyah: Latar Belakang Historis


1. Islam di India Masa Penjajahan Inggris
Munculnya Ahmadiyah di India merupakan serentetan peristiwa sejarah
dalam Islam yang tidak terlepas dari situasi umat Islam pada saat itu, maka sebelum
beranjak pada historis kemunculan gerakan Ahmadiyah, ada baiknya kita melihat
terlebih dahulu keadaan umat Islam di India.
Pada periode abad pertengahan, di India terdapat satu kerajaan Islam yang
menjadi bukti kejayaan Islam pada saat itu. Kerajaan ini adalah kerajaan Mughal
(1526-1858 M.). Kerajaan Mughal adalah suatu kerajaan Islam yang berkuasa di
India dengan Delhi sebagai ibukotanya. Kerajaan Mughal memang tidak sebesar
kekhilafahan Turki Utsmani, tetapi ia dapat bertahan selama kurang dari tiga
setengah abad, dan berhasil mengoasai wilayah yang mayoritas penduduknya adalah
Hindu.1
Kerajaan Mughal didirikan oleh salah seorang keturunan Timur Lenk,
Zahiruddin Babur (1482-1530 M.) pada tahun 1256 M. Sebelum mengoasai India,
Babur lebih dahulu menundukkan Kabul dan pada tahun 1505 M. ia menyeberang ke
India melalu Kaybar Pass, kemudian pada tahun 1523 M., Lahore jatuh ke bawah
kekuasaannya. Empat tahun kemudian India Tengah dapat dikuasai Babur.2
Kedatangan Zahiruddin Babur ke India ini dicatat dalam sejarah dengan membawa
perubahan besar dalam kehidupan masyarakat dan peradaban India, terutama dalam
bidang literature dan arsitektur. Keperkasaan yang dimiliki Babur dalam berperang
telah diturunkan kepada generasi penerusnya sehingga kerajaan Mughal mengalami
kejayaan selama satu setengah abad. Dengan ambisi kuat dari raja-raja Mughal,

1
Moh. Nurhakim, Jatuhnya Sebuah Tamadun: Menyingkap Sejarah Kegemilangan dan Kehancuran
Imperium Khalifah Islam (Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia, 2012) hlm. 161
2
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, Cet. Keempat, 2011
(Jakarta: Kencana), hlm. 255
semua kerajaan kecil yang ada di India, baik yang dipimpin Islam sepeninggal
dinasti Ghasnawi (seperti Khalji, Tughluq, dan Lodi) maupun kerajaan Hindu,
dipersatukan dan tunduk di bawah kekuasaan kerajaan Mughal di Delhi.3
Jumlah keseluruhan sultan Mughal adalah 29 orang, dimulai dari sultan
Babur sampai dengan Sirajudin Bahadur Syah II. Di antara sultan-sultan itu, yang
terkenal adalah sultan Babur (1526-1530 M.), Humayun (1530-1556 M.), Akbar
(1556-1605 M.), Jehangir (1605-1628 M.), Syah Jihan (1628-1658 M.) dan
Auranzeb (1658-1707 M.).4
Dari masa panjang sekitar tiga setengah abad Kerajaan Mughal berkuasa di
India, akan tetapi masa perkembangan dan kejayaannya hanya dapat dipertahankan
sekitar satu abad saja, yaitu sampai dengan masa kesultanan Auranzeb (1658-1707
M.). setelah masa Auranzab, kerajaan Mughal mengalami kemunduran secara
berangsur-angsur dalam waktu sekitar kurang sedikit dari dua setengah abad. Di
masa sultan Baharudin Syah, kerajaan Mughal kemudian mengalami kejatuhannya.5
Factor-faktor yang menjadi penyebab kemunduran dan kehancuran kerajaan
Mughal yaitu perebutan kekuasaan antara keluarga, pemberontakan oleh umat
Hindu, serangan dari kerajaan atau kekuatan luar, dan lemahnya ekonomi. Kejatuhan
Mughal sebetulnya diawali dari konflik laten kekuasaan Islam dengan umat Hindu
dan diperkuat dengan pengoasaan Inggris kepada Mughal sehingga keberadaan para
sultan sangat bergantung kepada Inggris.6
Islam hadir di India dibawa mereka, dinasti-dinasti Islam yang berkuasa
selama kurang lebih delapan setengah abad. Hal ini tentu saja memberi pengaruh
kepada penduduk India, banyak di antara mereka yang beralih ke agama Islam,
walau jumlahnya tidak mayoritas. Setelah beratus-ratus tahun dan turun temurun
menganut agama Islam, umat islam terbawa dalam persaingan dan pertentangan
keras antara aliran, mazhab, dan golongan Islam lainnya yang mereka anut.
Sementara itu, Inggris, Portugis, Prancis, dan Belanda telah memasuki India sejak
abad ke-15 M. untuk kepentingan perdagangan dan pendudukan. Namun lama
kelamaan berubah untuk kepentingan penjajahan, seperti yang dibuktikan Inggris

3
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek, Jilid I (Jakarta: UI Press, 1978), hlm. 82
4
Opcit, Moh. Nurhakim, Jatuhnya Sebuah Tamadun…, hlm.162
5
Ibid, hlm. 165-167
6
Ibid, hlm. 165-167
ketika menghancurkan dinasti Mughal pada tahun 1857 dan menjajah sampai tahun
1947 M.7
Sesudah India menjadi koloni Inggris, tampaknya sikap umat Islam yang
masih sangat tradisional dan fatalistis dengan disertai semangat antipati dan
fanatisme keagamaan yang berlebihan dalam menghadapi tradisi Barat, menjadikan
mereka semakin terisolasi. Keadaan umat Islam di India semakin memburuk
terutama sesudah terjadinya pemberontakan Munity di tahun 1857. Akibat dari
pemberontakan ini, pihak Inggris mejadi lebih curiga dan bersikap reaksioner
terhadap umat Islam. Inggris berkeyakinan bahwa umat Islamlah yang menjadi biang
keladi pemberontakan dan harus bertanggung jawab. Selain itu, umat Islam dituduh
ingin mengembalikan hak-hak kemaharajaan Mughal. Dengan ini, Inggris
menganggap sikap oposisi umat muslim adalah didorong semangat nasionalisme
yang menyala-nyala, yang tentu saja berbahaya bagi kepentingan colonial Inggris.
Adapun umat Hindu dapat menyembunyikan sikap itu sehingga mereka dapat diajak
kerja sama dengan pemerintah Inggris. Dengan demikian, posisi kaum Hindu jauh
lebih baik dibandingkan dengan posisi umat Islam. Posisi umat Islam semakin
terpencil sehingga mereka semakin mundur dan jatuh martabatnya dalam
masyarakat India yang majemuk.8
Umat Islam di India, selain itu, mereka semakin tenggelam dalam
keterbelakangan dan perselisihan dengan sesama muslim karena masalah khilafiyah.
Hubungan di antara merekapun, terutama yang telah mendapat pendidikan Barat,
semakin jauh. Sering terjadi pertarungan antar sesama kelompok muslim hanya
karena perbedaan paham yang kecil, karena dipandang sebagai pengabdian yang
paling besar terhadap Islam dengan menganggap muslim lainnya sebagai kafir.9
Perkembangan situasi dan kondisi umat Islam di India sangat menyedihkan,
terutama pada abad ke-18 M. ketika dinasti Mughal memasuki zaman kemunduran.
Pemikiran umat Islam statis, sementara sikap dan perilakunya konservatif. Keadaan
ini telah menggugah dan menyadarkan pemimpin-pemimpin Islam India untuk
mengkaji dn mencari solusi atas masalah itu. Hasrat untuk memperbaharui dan
mengangkat kembali umat Islam telah dilakukan para pemikir dan pemimpin muslim
India, baik melalui gerakan politik maupun intelektual. Termasuk gerakan politik

7
Opcit, Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah…, hlm. 49-50
8
Ibid, hlm. 50-51
9
Ibid, hlm. 50-51
yaitu Pan-Islam, gerakan Khilafat, gerakan Khaksar, dan gerakan Liga Muslimin
India yang dipimpin Muhammad Ali Jinnah. Sedangkan dalam gerakan intelektual
ada tiga tokoh utama India, yaitu Sayyid Ahmad Khan, Sayyid Amir Ali, dan
Muhammad Iqbal yang dianggap banyak berperan dalam gerakan ini, meskipun
sebenarnya Syah Waliyullah dan Mirza Ghulam Ahmad juga tidak dapat
dikesampingkan begitu saja.10
Pembaharuan di India sebenarnya sudah dimulai sebelum periode modern,
yaitu sejak pertengahan abad ke-18 M. oleh seorang ulama terkenal Syah Waliyullah
(1703-1762 M.). Pembaharuan ini kemudian dilanjutkan oleh puteranya Syah Abdul
Aziz (1746-1823 M.), dan dilanjutkan lagi oleh muridnya, Abdul Aziz dan Sayyid
Ahmad Syahid yang memimpin gerakan Mujahidin di India dan wafat dalam
pertempuran melawan pasukan Sikh.11
2. Latar Belakang Munculnya Ahmadiyah
Ahmadiyah lahir di India pada akhir abad ke-19 di tengah suasana
kemunduran umat Islam India di bidang agama, politik, sosial, ekonomi, dan bidang
kehidupan lainnya, yang merupakan dampak dari kemunduran kerajaan Mughal
yang berkuasa di India (1526-1858) pada akhir abad ke-18.12 Kemunduran kerajaan
ini berawal dari faktor internal berupa tidak adanya pemimpin yang bisa
mempertahankan kemajuan kerajaan Mughal setelah masa pemerintahan Auranzeb,
yang bergelar Alamghir, karena dekadensi moral dan pola hidup mewah dalam
lingkup kerajaan Mughal. Kerajaan muslim ini cukup lama berkuasa di India, namun
mayoritas penduduk India tetap beragama Hindu. Pada masa-masa kemunduran ini,
terjadi pula pemberontakan-pemberontakan dari pihak Hindu dan Sikh yang hendak
melepaskan diri dari kekuasaan Mughal. Dalam beberapa penyerangan yang mereka
lakukan, mereka melakukan perampasan dan pembunuhan penduduk muslim,
misalnya saat terjadi penyerangan ke Sirhind.13
Di sisi lain, intervensi Inggris terutama setelah terjadinya revolusi India
dengan pemberontakan munity pada tahun 1875, juga berhasil memberikan pengaruh
yang besar terhadap India. Serangan-serangan Inggris berakhir dengan kemenangan
East India Company, lalu Inggris menjadikan India sebagai salah satu koloni yang

10
Opcit, Harun Nasution, Pembaruan Dalam Islam…, hlm. 156
11
Opcit, Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah…, hlm. 48-49
12
Opcit, Hajam, Kenabian Belum…, hlm. 43
13
Ibid, hlm. 46-47.
terpenting di Asia. Kondisi ini seakan memberikan kesempatan emas bagi Inggris
untuk menjadikan India sebagai salah satu daerah kristenisasi, terutama setelah
dideklarasikannya misi Kristen setelah terbentuknya British and Foreign Binle
Society yaitu The Great Century of World Evangelization (Abad Agung Penginjilan
Dunia).14
Di samping masalah-masalah tersebut di atas, kondisi umat Islam di India
amat menyedihkan. Umat Islam kebanyakan memiliki pemikiran yang statis, dan
cenderung kuat dalam hal fanatisme kelompok, sehingga persaingan dan
pertentangan antar aliran, mazhab, dan golongan Islam yang mereka anut seringkali
terjadi. Ditambah lagi sikap mereka yang tidak kritis dan membiarkan keyakinan
mereka bercampur dengan ajaran dan tradisi masyarakat Hindu ataupun Budha.
Kebanyakan dari mereka juga tidak mengindahkan perintah dan larangan yang telah
dietapkan dalam agama. Selain itu, pemikiran serta prilaku mereka amat konservatif,
misalnya mereka menentang penerjemahan al-Quran ke dalam bahasa bukan Arab,
seperti bahasa Urdu atau bahasa Persia, padahal itu akan mempermudah masyarakat
awam untuk memahami al-Quran. Dan saat Inggris menjajah India, kondisi umat
Islam semakin terisolasi. 15
Pada pertengahan abad ke-18, muncul seorang ulama terkenal, yaitu Syekh
Waliyullah, yang memotori umat Islam untuk menyadari dan mencari solusi
keterbelakangannya.16 Usaha ini kemudian diteruskan oleh para pengikutnya,
termasuk Syekh Ahmad Khan yang mendirikan gerakan Aligarh. Ia meminta agar
kaum muslimin menempuh jalan damai untuk mengembangkan ajaran agamanya.
Gerakan yang ia bangun, yakni Aligarh semakin besar. Kesediaannya bekerja sama,
membuat Inggris memberikan ruang gerak yang lebih besar bagi Syekh Ahmad
Khan. Di tahun-tahun berikutnya Aligarh mempunyai pusat pendidikan yang
menghasilkan pujangga-pujangga besar dari India. Menurut Muhammad Iqbal,
Syekh Ahmad Khan adalah orang yang pertama kali merasakan perlunya
pembaharuan pemikiran Islam, dan beliau pulalah yang merealisasikannya.17
Dalam waktu yang hampir bersamaan, muncul seorang pembaharu bernama
Mirza Gulam Ahmad, yang dianggap memiliki aliran yang sama dengan Syekh

14
Barsihannor, Haruskah Membenci Ahmadiyah (Cet. I; Yogyakarta: Kota Kembang, 2009), hlm. 89).
15
Opcit, Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah.., hlm. 48-51.
16
Ibid., hlm. 58
17
Opcit, Moh. Nurhakim, Jatuhnya Sebuah Tamadun…, hlm. 161-164
Ahmad Khan, bahkan ada yang mempersamakannya. Namun, menurut beberapa
pengamat, ada yang menyebutkan bahwa Ahmadiyah lahir sebagai reaksi atas
munculnya gerakan Aligarh. Dalam hal ini, Wilfred Cantwell Smith, dalam bukunya
Iskandar Zulkarnain, menggambarkan bahwa Ahmadiyah lahir menjelang akhir
abad ke-19 di tengah huru-hara runtuhnya masyarakat Islam lama dengan sikap yang
baru karena infiltrasi budaya, serangan gencar kaum missionaris Kristen, dan
berdirinya universitas Alighar. Ahmadiyah lahir sebagai proses terhadap
keberhasilan kaum missionaries Kristen memperoleh pengikut-pengikut baru. Selain
itu, juga sebagai protes terhadap paham rasionalis dan westernisasi yang dibawa oleh
Syekh Ahmad Khan dengan Aligarhnya. Di samping itu, tambah Smith, lahirnya
Ahmadiyah juga sebagai protes atas kemerosotan Islam pada umumnya.18
H.A.R. Gibb, kemudian, dalam Iskandar Zulkarnain juga memberikan
komentar bahwa di India lahir satu-satunya sekte baru dalam Islam yang berhasil.
Sekte itu adalah Ahmadiyah yang berawal dari gerakan pembaharuan yang bersifat
liberal dan cinta damai dengan maksud menarik perhatian orang-orang yang telah
kehilangan kepercayaan terhadap Islam dengan pemahaman yang lama. Pendiri
gerakan ini yaitu Mirza Ghulam Ahmad, dalam dakwahnya ia tidak hanya mengaku
sebagai al-Mahdi Islam dan al-Masih bagi umat Kristen, tetapi juga sebagai Avatar
(inkarnasi) Krishna. Sayangnya, lanjut Gibb, pembaharuan Ahmadiyah ini
menyentuh keyakinan umat Islam yang sangat sensitive, yaitu masih adanya nabi
dan wahyu yang diturunkan Tuhan sesudah Al-Qur‘an dan sesudah kerasulan Nabi
Muhammad saw. inilah yang menyebabkan timbulnya reaksi keras dan permusuhan
umat Islam terhadap Ahmadiyah.19
Mengenai tahun berdirinya Ahmadiyah, terdapat dua versi. Versi pertama
adalah tahun 1888, yang diakui oleh Ahmadiyah Lahore, yang didasarkan pada
tahun ketika Mirza Gulam Ahmad menerima ilham untuk menerima baiat dari
pengikutnya. Versi yang kedua adalah tahun 1889, yang diakui oleh Ahmadiyah
Qadian, yang didasarkan pada tahun pembai‘atan itu terjadi.20
3. Munculnya Ahmadiyah di Indonesia
Berkenaan dengan awal kemunculan Ahmadiyah di Indonesia, Federspiel
mengemukakan, lewat Iskandar Zulkarnain, bahwa Ahmadiyah pada awalnya

18
Ibid, hlm. 58-59
19
Ibid, hlm. 58-59
20
Ibid., hlm. 65.
sampai ke Indonesia melalui para siswa yang kembali dari sekolah Ahmadiyah di
India pada akhir abad ke-19, akan tetapi secara kronologis versi ini dipermasalahkan
karena di akhir abad ini gerakan Ahmadiyah baru lahir di India. 21 Sementara itu,
Raden Ngabei Haji Minhadjurrahman Djojosugito22 menulis bahwa ia mendengar
gerakan Ahmadiyah antara tahun 1921 dan 1922. Sebenarnya Ahmadiyah mulai
dikenal sejak tahun 1918 melalui majalah Islamic Review edisi Melayu yang terbit di
Singapura. Akan tetapi Ahmadiyah baru diperkenalkan secara langsung oleh
tokohnya sendiri pada tahun 1920. Tokoh tersebut bernama Prof. Maulana H.
Kwadja Kamaluddin, seorang tokoh Ahmadiyah Lahore sekaligus seorang Ahmadi
yang membawa misi Islam di London dan Eropa, serta redaktur surat kabar Islam
Review yang menerbitkan artikel-artikel tentang agama Islam dan juga merupakan
Imam Masjid Woking, Surrey, London . Ia datang ke Indonesia pada tanggal 23
Oktober 1920 untuk berobat sekaligus melihat keadaan di Surabaya.23
Pada tanggal 28 November 1920, Perhimpunan Tashwirul Afkar memberikan
kesempatan kepada Prof. Maulana H. Kwadja Kamaluddin untuk memberikan
sambutan dalam acara peringatan maulid Nabi Muhammad saw., di masjid Ampel
Surabaya. Sambutannya berisi tentang ajakan kepada kaum muslim supaya
melakukan dakwah Islamiyah kepada orang Islam yang masih gelap keislamannya
dan Al-Qur‘an jangan hanya sekadar di baca, namun juga wajib diketahui isinya. Di
samping itu, ia juga menginformasikan perkembangan Islam di Inggris dan
semangat mereka dalam mempelajari Al-Qur‘an setelah masuk Islam. Pada tahun
1921 kemudian, ia memberikan ceramah di Gambir Park, Batavia.24
Hamka menyatakan bahwa berita tentang ahmadiyah tersebar melalui buku-
buku dan majalah-majalah yang terbit di luar negeri. Sebaliknya, artikel yang
muncul belakangan menunjukkan bahwa Ahmadiyah tidak dikenal di Indonesia
sampai pada ketika tiga orang siswa Indonesia pergi belajar ke India pada tahun
1922. Setelah mendengar pengajaran Islam di India tidak kurang hebatnya
dibandingkan dengan pengajaran Islam di Timur Tengah, sejak saat itu banyak
murid Indonesia berangkat ke India untuk meneruskan pendidikannya ke Lahore

21
Ibid, hlm. 169-172
22
Pendiri cabang Ahmadiyah Lahore di Indonesia dengan nama Gerakan Ahmadiyah Indonesia Centrum
Lahore yang kemudian berubah menjadi Gerakan Ahmadiyah Lahore Indonesia (GAI).
23
Ibid, hlm. 169-172
24
Ibid, hlm. 170-173
menuju kampung Qadian. Kemudian mereka mengirim informasi melalui surat
tentang gerakan Ahmadiyah kepada orang-orang Islam di Indonesia.25
Ajararan Ahmadiyah kemudian tersebar melalui pelajar Sumatra yang belajar
di India yang kembali ke Indonesia sekitar tahun 1925. Abdul Sami Sumantri
misalnya, seorang siswa asal Sumatra yang sedang sekolah di Ahmadiyah School
Qadian yang mengirim surat tersebut. Ia menginformasikan bahwa sekolah di
Ahmadiyah School sangat menyenangkan. Di sekolah itu ada pelajaran bahasa Arab
yang cukup, bahasa Inggris, bahasa Persia, bahasa urdu dan bahasa Hindustan yang
merupakan bahasa sehari-hari.26
Sekembalinya para pelajar Indonesia dari India, mereka mulai
memperkenalkan gerakan Ahmadiyah Qadian kepada masyarakat Indonesia, di
mulai dari Sumatra kemudian ke pulau Jawa. Sementara aliran Ahmadiyah Lahore
tampaknya lebih suka memakai cara mengirim mubaligh-mubaligh ke Indonesia
untuk memperkenalkan Ahmadiyah.27 Karena Pada tahun 1924, Ahmadiyah Lahore
mulai dikenal di Yogyakarta, dikarenakan kedatangan dua orang mubaligh
Ahmadiyah langsung dari Hindustan, yaitu Maulana Ahmad dan Mirza Wali Ahmad
Baig secara tiba-tiba dan tidak jelas siapa yang mengundang keduanya. Menurut
Muhammadiyah, Wali Ahmad Baig mengungkapkan bahwa sebenarnya ia ingin ke
Manila, namun karena tidak ada biaya hidup yang cukup, terpaksa ia tinggal di
Indonesia. Namun sumber lain mengungkapkan bahwa keduanya sebenarnya berniat
ke Cina dan hanya singgah di Indonesia. Tetapi setelah mendengar berita mengenai
penyiaran agama Kristen di Jawa yang sangat kuat dan sukses, baik ketika mereka
berada di Singapura maupun di Jawa, mereka membatalkan niatnya untuk ke Cina
dan tetap tinggal di Jawa, dan mereka melaporkan perubahan rencana ini kepada
Pedoman Besar Gerakan Ahmadiyah Lahore (Shadr Anjuman Isy‟ati Islam) di India,
serta meminta agar dikirimkan muballig lain ke Cina.28
Kedatangan mereka awalnya disambut baik dan dibantu oleh organisasi
Muhammadiyah. Hal ini terbukti dengan tinggalnya Wali Ahmad Baig di rumah
Haji Hilal di Kauman, tempat kelahiran Muhammadiyah dan pusat aktivitas Islam di
Yogyakarta. Selain itu, Pengurus Besar Muhammadiyah sendiri juga menyambut

25
Ibid, hlm. 170-173
26
Ibid, hlm. 170-173
27
Ibid, hlm. 180-181
28
Ibid, hlm. 180-181
mereka dalam kongresnya yang diadakan pada tahun 1924. Pada kongres tersebut
Maulana Ahmad memperoleh kehormatan memberikan sambutan dalam bahasa
Arab, sementara wali Ahmad Baig memberi sambutan dalam bahasa Inggris, karena
kurang fasih berbahasa Arab.
Berita-berita menarik tentang Ahmadiyah kemudian seringkali diterbitkan
dalam jurnal K. H. Fachruddin, yaitu Bintang Islam, bahkan al-Manak
Muhammadiyah tahun 1926 juga berisi artikel-artikel menarik tentang Ahmadiyah.
Lebih lanjut, periode ini Taman Pustaka, terbitan resmi Muhammadiyah juga telah
menerbitkan karya-karya Ahmadiyah.29
Sementara itu, menurut Ustadz Maulana Irfan, seorang mubaligh Ahmadiyah
Qadian di Desa Manislor-Kuningan, berpendapat bahwa Ahmadiyah masuk ke
Indonesia pada tahun 1925 yang dibawa oleh Maulana Muhammad Ali HA.OT.
Muhammad Ali ini adalah mubaligh Martazi yang berasal dari Labua, utusan dari
Qadian yang diutus langsung oleh Khalifah untuk menyampaikan mengenai risalah,
amalan, dan imamah Mirza Ghulam Ahmad kepada bangsa Indonesia. Lanjutnya
kemudian, Maulana Muhammad Ali sampai di Tapaktuan Aceh, karena di Aceh
tanggapan atau respon masyarakat kurang bagus maka beliau pindah ke Padang, di
Padangpun sama sepert itu, jadi beliau pindah ke tempat-tempat lain, hingga
kemudian beliau sampai di Jakarta. Dari Jakarta kemudian beliau berdakwah sampai
ke Bogor, Cianjur, dan kota-kota lainnya. Jadi beliau lah yan pertama kali membawa
jemaat Ahmadiyah. Walaupun sebetulnya sudah ada juga, yaitu dari Ahmadiyah
Lahore, tapi ya memang yang sekarang berkembang itu adalah jemaat Ahmadiyah
Indonesia.30
Respon masyarakat Indonesia pada awal kedatangan Ahmadiyah baik Qadian
maupun Lahore sangatlah berbeda, Ahmadiyah Qadian di Sumatra langsung
mendapatkan tantangan keras karena Ahmadiyah secara terang-terangan
menunjukkan ajarannya dan siap melakukan perdebatan, sedangkan Ahmadiyah
Lahore di Yogyakarta, pada awalnya tidak menunjukkan secara jelas identitas yang
terkandung dalam ajaran mereka yang bertentangan dengan ajaran Islam yang telah
disepakati, sekalipun ajarannya tidak sekontroversial Ahmadiyah Qadian. Namun,
terlepas dari itu semua, mereka dapat diterima secara baik, terutama oleh kaum

29
Ibid, hlm. 180-183
30
Detik ke 00:00-01:58
muda karena tawaran kajian Islam yang lebih modern dan liberal. Hal ini terlihat
dari perkembangan pengikut Ahmadiyah Indonesia secara kuantitas, meskipun tidak
diketahui dengan pasti jumlahnya, semakin lama semakin banyak dan mempunyai
jaringan di berbagai kota di Indonesia.
B. Ajaran-Ajaran Ahmadiyah
Di kalangan Ahmadiyah, ada beberapa ajaran yang perlu dikaji agar tidak
menimbulkan kesalahpahaman tentangnya, antara lain sebagai berikut.
a. Ajaran tentang al-Mahdi dan al-Masih
Ajaran al-Mahdi dan al-Masih merupakan ajaran pokok Ahmadiyah.
Ahmadiyah Lahore maupun Qadian meyakini bahwa Mirza Gulam Ahmad adalah
al-Mahdi sekaligus al-Masih yang dijanjikan. Menurut mereka, al-Mahdi tidak
dapat dipisahkan dengan al-Masih, karena keduanya merupakan satu tokoh, satu
pribadi yang kedatangannya telah dijanjikan Tuhan. Ia ditugaskan untuk
membunuh Dajjal dan mematahkan tiang salib, yakni mematahkan argumen-
argumen agama Nasrani dengan dalil-dalil atau bukti-bukti yang meyakinkan
serta menunjukkan kepada para pemeluknya tentang kebenaran Islam, dan
menegakkan kembali syariat Nabi Muhammad saw. yang telah mengalami
kemerosotan.31Isa al-Masih yang dijanjikan akan datang di akhir zaman, namun
demikian, yang akan datang bukanlah nabi Isa a.s. putra Maryam yang telah
meninggal, melainkan seorang muslim yang mempunyai perangai atau
mempunyai sipat-sipat seperti Isa a.s. dan dia adalah Mirza Ghulam Ahmad.32
b. Ajaran Tentang Kenabian
Terkait dengan masalah kenabiaan, dikalangan Ahmadiyah terdapat
perbedaan pandangan antara Ahmadiyah Qadian dan Lahore. Ahmadiyah Qadian
memunculkan tiga klasifikasi terkait masalah kenabiaan33:
1) Nabi shahib asy-Syariah dan mustaqil. Shahib asy-Syariah adalah Nabi
pembawa syariat (hukum-hukum) untuk manusia. sementara Nabi Mustaqil
adalah hamba Allah yang menjadi nabi dengan tidak mengikuti nabi
sebelumnya, seperti Nabi Musa a.s., beliau menjadi nabi bukan atas dasar
menjadi mengikuti nabi atau syariat sebelumnya. Ia langsung menjadi nabi

31
Ibid, hlm. 83-85
32
Ibid, hlm. 90
33
Opcit, Hajam, Kenabian Belum Berakhir…, hlm. 79
dan membawa Taurat. Begitu pula Nabi Muhammad Saw. nabi semacam ini
dapat juga disebut sebagai Nabi Tasyri dan mustaqil.
2) Nabi Mustaqil Ghair at-Tasyri yakni hamba tuhan yang menjadi nabi dengan
tidak mengikuti nabi sebelumnya, hanya saja ia tidak membawa syariat baru.
Dalam arti bahwa ia ditugaskan oleh Allah untuk menjalankan syariat yag
dibawah oleh nabi sebelumnya. Pada Nabi yang tergolong atau masuk
kedalam Nabi Mustaqil Ghair at-Tasyri, adalah Nabi Harun, Daud,
Sulaiman, Zakariyah, Yahya, dan Nabi Isa a.s. semuanya menjadi nabi secara
langsung (Mustaqil), tidak karena hasil mengikuti para nabi sebelumnya.
Mereka secara langsung diangkat oleh Allah menjadi Nabi dan ditugaskan
menjalankan syariat Nabi Musaa.s. yang ada dalm kitab taurat.
3) Nabi Zhilli Ghair at-Tasyri‟i, yakni hamba tuhan yang mendapatkan
anugrah dari Allah menjadi nabi semata-mata karena hasil kepatuhan kepada
nabi sebelumnya dan juga karena hasil kepatuhan kepada nabi sebelumnya
dan juga karena mengikuti syari‘atnya. Karena itu, tingkatan derajatnya
berada dibawah kenabiaan sebelumnya dan ia juga tidak membawa syariat
baru. Hamba tuhan yang masuk kedalam golongan nabi Zhilli Ghair at-
Tasyri‟i adalah Mirza Ghulam Ahmad yang mengikuti syariat Nabi
Muhammad saw.34

Adapun Ahmadiyah Lahore membuat klasifikasi kenabian sebagai berikut:

1) Nabi Haqiqi, yaitu nabi yag membawa syariat.


2) Nabi Lughawi yang disebut sebagai ― nabi yag tidak haqiqi‖. Dia adalah
seorang manusia biasa, namun ia mempunyai persamaan cukup besar dengan
para Nabi, yakni ia menerima wahyu. Hanya saja, wahyu yang ia terima tidak
bersifat tasyri‘i meskipun mengandung pengetahuan dan pengajaran tentang
hal yang ghaib.

Dalam kaitannya dengan nabi lughawi tersebut, Ahmadiyah Qadian


lebih suka menggunakan istilah nabi zilli atau buruzi yang berarti nabi
Bayangan. Nabi ini menjadi bayangan dari nabi sebelumnya karena ia tunduk,
mengikuti dan mencontoh sifat-sifat dan perintah-perintah nabi sebelumnya.
Oleh karena begitu taat dan patuh terhadap nabi haqiqi, maka pada akhirnya ia

34
Opcit, Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah…., hlm. 104.
menjadi bayangan atau cermin dari nabi yang diikuti. Nabi zhilli atau buruzi
ini diangkat oleh tuhan. Selain menyabut dengan istiklah nabi zhilli atau
buruzi, mereka juga meyebutnya dengan nabi ummati, nabi majazi, dan nabi
kiasi.35

Jadi mengenai status kenabian Mirza Ghulam Ahmad dimata


pengikutnya terdapat perbedaan pandangan yang mendasar antara Lahore dan
Qadian. Golongan Lahore sekalipun secara implisit memandangnya sebagai
nabi lughawi atau majazi, akan tetapi mereka menolak paham golongan
Qadiani secara tegas. Mereka memandang Mirza Ghulam Ahmad sebagai
bukanlah nabi, melainkan seorang Mujaddid pada abad ke-14 H. Ia
mempunyai banyak persamaan dengan dengan nabi dalam hal ia menerima
wahyu atau berita samawi (langit). Selanjutnya, mereka juga berpandangan
bahwa wahyu yang diterimanya adalah wahyu kewaliaan. Menurut pandangan
Ahmadiyah Lahore, wahyu semacam inilah yang tetap terbuka agar dengan
wahyu tersebut, iman umat manusia tetap hidup dan segar. 36 Berbeda dengan
paham kenabiaan Ahmadiyah Lahore, Ahmadiyah Qadian memandang bahwa
Nabi Muhammad bukanlah penutup para nabi karena pintu kenabian masih
tetap terbuka, dan Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi dan rasul yang wajib
diyakini dan dipatuhi perintahnya. Sebagaimana nabi dan rasul lainnya.37

c. Ajaran Tentang Wahyu


Keberadaan wahyu tidak hanya terbatas sampai pada Nabi Muhammad
saw. Setelah Nabi Muhammad saw. meninggal, wahyu Tuhan masih akan tetap
turun, dan bahkan sampai hari akhir. Wahyu tidak hanya diperuntukan bagi nabi
dan rasul saja, tetapi juga untuk manusia, binatang, dan bahkan benda mati.38
d. Ajaran tentang kematian Nabi Isa a.s.
Nabi Isa a.s. adalah manusia biasa yang meninggal secara wajar dan
dikubur di Srinagar, Kasymir. Artinya, Nabi Isa a.s. tidak meninggal di atas tiang
salib sebagaimana yang menjadi kepercayaan di kalangan umat Kristiani. Dasar
yang menjadi kepercayaan mereka adalah Al-Qur‘an surat Al-Maidah ayat 117,

35
Ibid., hlm. 105.
36
Ibid., hlm. 107.
37
Mahmud Ahmad Cheema H.A., Tiga Masalah Penting, Cet. Ke-15, 2004 (Bogor: Jemaat Ahmadiyah
Indonesia) hlm. 16
38
Opcit, Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah…., hlm. 101-102
Ali Imran ayat 143 dan 54, surat An-Nisa‘ ayat 157-158, serta Ash-Shaff ayat 6.
Dengan meninggalnya Isa al-Masih maka Mirza Ghulam Ahmad adalah al-Masih
al-Mahdi yang dijanjikan.39
e. Ajaran tentang Khilafat
Sebagaimana masalah kenabian, dalam masalah khilafat Ahmadiyah juga
mempunyai dua pandangan berbeda dalam hal ini. Ahmadiyah Lahore
berpandangan bahwa setelah al-Khulafa ar-Rasyidun sudah tidak ada lagi
khalifah, yang ada adalah mujaddid. Sementara menurut Ahmadiyah Qadian,
semua nabi adalah khalifah Allah, termasuk Mirza Ghulam Ahmad. Menurutnya,
setelah al-Khulafa ar-Rasyidun masih akan tetap muncul khalifah. Khalifah yang
muncul setelah meninggalnya Mirza Ghulam Ahmad disebut dengan khalifaul
Masih.40
f. Ajaran tentang Jihad
Jihad tidak diartikan sama dengan perang, melainkan diartikan dengan
menyebarkan ajaran agama Islam dengan pena dan lisan (jihad kabir) dan
memerangi hawa nafsu (jihad akbar). Dalam kaitanya dengan pemerintah,
Ahmadiyah berpandangan bahwa umat Islam harus setia dan taat meski terhadap
pemerintah penjajah.41
C. Sekilas Riwayat Hidup Mirza Ghulam Ahmad
Sejarah berdirinya Ahmadiyah tidak terlepas dari sejarah Mirza Ghulam Ahmad
sebagai pendiri gerakan ini. Mirza Ghulam Ahmad lahir pada hari Juma‘at 14 Syawal
1259 H/ 13 Februari 1835 di Desa Qadian Punjab, India. Ia kemuIan meninggal tanggal
26 Mei 1908 di Lahore dan dikuburkan di Qadian.42 Mirza Ghulam Ahmad adalah
putera kedua dari Mirza Ghulam Murtadho. Lahir kembar, tetapi si puteri meninggal
beberapa hari kemuIan. Kelahirannya merupakan kegembiraan bagi keluarga, karena
pada masa itu, krisis keuangan yang menimpa keluarga Murtadho baru saja berakhir.
Lima belas desa, bagian dari esta te milik keluarga yang disita sewaktu kaum Sikh
berkuasa di Punjab, kemuIan dikembalikan kepada mereka.43

39
Opcit, Mahmud Ahmad Cheema H.A., Tiga Masalah Penting…, hlm. 1-13
40
Opcit, Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah…., hlm. 101-102
41
Ibid, hlm. 101-102
42
Opcit, Hajam, Kenabian Belum…., hlm. 46
43
Ibid, hlm. 46
Mirza Ghulam Ahmad adalah keturunan Haji Barlas, raja kawasan Qesh yang
merupakan paman Amir Tughlak Temur. Tatkala Amir Temur menyerang Qesh, Haji
Barlas sekeluarga terpaksa melarikan diri ke Khorasan dan Samarkand dan menetap di
sana. Pada abad ke-16 M., akan tetapi, seorang keturunan Haji Barlas bernama Mirza
Haji Bagi–keturunan dinasti Mughal—beserta 200 orang pengikutnya meninggalkan
Samarkand dan pindah ke daerah Gurdaspur di Punjab, sekitar kawasan sungai Bias. Di
sini ia mendirikan sebuah perkampungan bernama Islampur. Mirza Hadi Baig inilah
yang menjadikan kota Qadian sebagai tempat lahirnya pendiri gerakan Ahmadiyah
karena keluarga Mirza Ghulam Murtadha masih keturunan Haji Barlas, dan atas dasar
itu pulalah di depan nama keturunan keluarga ini terdapat sebutan Mirza.44
Mirza Hadi Baig adalah seorang cerdik dan pandai. Pemerintah pusat Delhi
mengangkatnya menjadi qhadi untuk daerah sekelilingnya. Dengan kedudukannya
sebagai qhadi, tempat tinggalnya yang semula disebut dengan Islampur lambat laun
menjadi nama Qadian. Selama kerajaan Mughal berkuasa, keluarga ini senantiasa
memperoleh kedudukan mulia dan terpandang dalam pemerintah negara. Setelah
dinasti Mughal jatuh, keluarga ini tetap mengoasai kawasan 60 pal sekitar Qadian
sebagai kawasan otonomi. Namun ketika bangsa Sikh mulai berkuasa dan kuat, daerah
otonomi keluarga ini menjadi sangat melemah, bahkan akhirnya dikuasai. Pada masa
pemerintahan Sikh inilah keluarga Mirza Ghulam Ahmad menjadi miskin dan
menderita, sehingga keluarga ini terpaksa harus meninggalkan Qadian. Baru pada tahun
1818, setelah masa kekuasaan Maharaja Ranjit Singh yang telah mengoasai semua raja
kecil, keluarga Ghulam Ahmad kembali ke Qadian dan sebagian harta benda mereka
diserahkan kembali. 45
Dalam perjalan hidupnya, Mirza Ghulam Ahmad pernah mendapat pendidikan
dasar di kampungnya sendiri. Pada tahun 1841, Ayahnya memanggil seorang guru
untuk mengajar Ahmad dan ilmu yang pertama kali ia terima adalah kemampuan
membaca Al-Qur‘an dan beberapa kitab berbahasa Persia dari seorang guru bernama
Fazal Ilahi. Setelah berumur 10 tahun, yakni tahun 1845, dipanggil lagi seorang guru
bernama Fazal Ahmad untuk mengajar kitab nahwu sharaf. Pada umur 17 tahun
ditetapkan seorang guru lain, yakni Gus ali Shah dari Batala, untuk mengajar kitab

44
Opcit, Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah…., hlm. 59-60
45
Ibid, hlm. 60-61
nahwu dan mantiq. Untuk ilmu ketabiban, ia pelajari dari ayahnya sendiri yang
memang sorang tabib yang pandai.46
Setelah berumur 29 tahun, sejak 1864-1868, ia menjadi pegawai pada
pemerintahan Inggris di kantor Bupati Sialkot. Sepeninggal ayahnya, Mirza Ghulam
Murtadho, merupakan babak baru dalam sejarah hidup Ahmad. Ia lebih suka
mencurahkan perhatiannya terhadap Islam. Tampaknya ia mulai tertarik pada
pergerakan kaum Hindu Arya Samaj yang merupakan tantangan baginya serta
mendorongnya untuk menulis beberapa artikel keagamaan untuk kepercayaan dan
kepemimpinan Hindu.47
Mirza Ghulam Ahmad kemudian mulai mengarang buku berisi keterangan-
keterangan untuk melawan agama Kristen dan Hindu Arya. Ia juga tidak memiliki
ketertarikan pada hal-hal duniawi. Ia lebih banyak membaca, sehingga kemampuannya
dalam berdiskusi mampu menarik minat beberapa orang, termasuk misionaris-
misionaris Kristen yang gencar menyebarkan agamanya. Ia banyak belajar tentang
Islam, demikian pula tentang ajaran Hindu dan Kristen, sehingga Ia banyak menulis
artikel untuk menentang kepercayaan dan pemimpin Hindu, begitu pula terhadap
Kristen. Akhirnya pada tahun 1880 ia menyusun buku Barahiyn Ahmadiyah yang
berisi kebenaran Islam. Bagian pertama buku ini dicetak pada tahun 1880, bagian kedua
pada tahun 1881, bagian ketiga pada tahun 1882, dan bagian keempat pada tahun 1884.
Buku ini mengundang keinginan tokoh-tokoh agama lain untuk berIalog denga Mirza
Gulam Ahmad, dan membuat umat Islam bersuka cita. Pada saat itu, ia belum mengaku
sebagai mujaddid, meskipun banyak orang menyebutnya mujaddid. Selanjutnya pada
tahun 1888, ia mengaku menerima ilham memerintahkannya dua hal, yaitu hendaknya
ia menerima baiat dari pengikutnya, dan membentuk sebuah wadah untuk
menyatukannya serta untuk mendukung penyebaran Islam. Namun hal ini baru
dilakukan pada tahun 1889 di kota Ludhiana, rumah Mia Ahmad Jaan, yang dibaiat
sekitar 40 orang. Ada sepuluh syarat baiat untuk masuk ke dalam jemaah tersebut tanpa
satupun syarat yang menyalahi syariat Islam. Dan pada tahun 1891 ia mengaku
mendapat wahyu dan juga mengaku bahwa dirinya adalah al-Masih yang dijanjikan

46
Ibid, hlm. 62-67
47
Opcit, Hajam, Kenabian Belum…., hlm. 47
sekaligus al-Mahdi. Pada tahun 1908, Mirza Ghulam Ahmad kemudian wafat karena
sakit.48
D. Ahmadiyah Setelah Meninggalnya Mirza Ghulam Ahmad
Tiga tahun sebelum Mirza Ghulam Ahmad meninggal, tepatnya pada Desember
1905, ia menulis sebuah buku yang berjudul al-Washiyyat. Buku ini berisi
pemberitahuan bahwa dirinya tak lama lagi akan meninggal dan nasihat agar warga
Ahmadiyah tetap tentram dan bersabar hati. Kemudian pada tahun berikutnya, tepatnya
Desember 1906, didirikan sebuah lembaga dengan nama Sadr Anjuman Ahmadiyah
yang berpusat di Qadian, yang bertugas mengurusi sekolah-sekolah, majalah Review of
Religion, Bahesyti Maqbarah atau badan urusan wasiat, dan urusan-urusan lain-
lainnya.49
Saat Mirza Gulam Ahmad masih hidup, umat Ahmadiyah amat bersatu, dan
kondisi tersebut terus terjaga hingga menjelang kematian Khalifah I, yakni Maulwi
Nuruddin pada 30 Mei 1908, yang merupakan pengganti Mirza Gulam Ahmad. Pada
masa Maulwi Nuruddin, Ahmadiyah sebagai gerakan Mahdi telah mencapai kemajuan
pesat dan mulai dikenal di kalangan umat Islam secara luas. Akan tetapi, menjelang
meninggal Khalifah ke-2 ini, bibit perpecahan di kalangan pengikutnya mulai tampak.
Menurut Mirza Bashir Ahmad, ada tiga persoalan yang menjadi ajang perbedaan
pendapat di kalangan Ahmadiyah yang mengakibatkan perpecahan, yakni masalah
khalifah (pemimpim), iman kepada Mirza Ghulam Ahmad, dan kenabian.50
Masalah khalifah sudah barang tentu sangat erat hubungannya dengan masalah
manajemen pengorganisasian Ahmadiyah sebagai gerakan Mahdi yang memiliki
jangkauan luas, baik dikalangan muslim maupun non muslim. Di kalangan Ahmadiyah,
ada dua pendapat mengenai hal ini. Pertama, mengakui dan mendukung keberadaan
organisasi khilafat dengan alasan untuk menuruti ajaran Islam dan wasiat Mirza
Ghulam Ahmad, dalam jema‘at harus ada khilafat sebagaimana khalifah pertama ditaati
oleh jemaat. Begitu pula khalifah yang akan datang harus ditaati. Pendapat ini didukung
oleh Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad (putera dari Mirza Ghulam ahmad), Nawab
Muhammad Ali Khan Sahib, Sert Abdurrahman Madrasi, Mir Muhammad Ismail
Sahib, Kalifat Rasyiduddin Sahib, Mauvi Sher Ali Sahib dan Mirza Bashir Ahmad.
Pendapat keduai mengatakan bahwa organisasi khilafat tidak perlu, cukup dengan

48
Opcit, Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah…, hlm. 63
49
Ibid, hlm. 68
50
Ibid, hlm. 71
organisasi anjuman saja. Untuk menghormati wasiat khalifat I, bolehlah ditetapkan
seseorang sebagai amir. Akan tetapi, amir ini tidak wajib ditaati oleh jema‘at atau Sadr
Anjuman Ahmadiyah. Bahkan jamabatan amirpun waktunya terbatas dan bersyarat.
Sedangkan pendapat kedua didukung oleh Maulvi Muhammad Ali Sahib, Kwaja
kamaluddin Sahib, Mirza Yakup Beg Shahib, Sayyid Muhammad Husen Shah Sahib,
Syaikh Ramatullah Sahib, dan Mauvi Ghulam Hasan Shah Sahib.51
Mengenai iman, sebenarnya tidak hanya berkaitan dengan doktrin Mahdisme
Ahmadiyah, tetapi juga ada hubungannya dengan prinsip Islam. Iman kepada Mirza
Ghulam Ahmad juga ada dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa iman
kepada Ghulam Ahmad merupakan suatu kewajiban, artinya orang yang tidak percaya
kepada Mirza Ghulam Ahmad tergolong keluar dari Islam (kafir). Pendapat kedua
memandang bahwa iman kepada Mirza Ghulam Ahmad memng merupakan suatu hal
yang baik dan perlu untuk kemajuan ruhani, namun bukan untuk kebebasan di akhirat
nanti. Artinya, tidak beriman kepada Mirza Ghulam Ahmad pun orang akan
mendapatkan kebebasan juga. Masalah kedua ini rupanya merupakan sebab utama
timbulnya perpecahana di kalangan Ahmadiyah, terutama setelah Maulwi Nuruddin
meninggal dunia. 52
Mengenai kenabian Mirza Ghulam Ahmadiyah, di kalangan Ahmadiyah juga
ada dua pendapat. Pendapat pertama berkeyakinan bahwa kenabian tetap terbuka
sesudah Rasulullah saw. Sementara itu, pendapat kedua berkeyakinan bahwa sesudah
Nabi Muhammad pintu nubuwwat sama sekali tetutup dan mengakui bahwa Mirza
Ghulam Ahmad tidak mendakwahkan diri sebagai nabi. Pendapat pertama dimunculkan
oleh Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, sedangkan pendapat kedua yaitu dari
Maulana Muhammad Ali dan Kwaja Kamaluddin. Munculnya perbedaan pendapat
tentang kenabian ini sebenarnya berakar dari pernyataa Ghulam Ahmad sendiri daam
dua buku karangannya yang mengakibatkan timbulnya penafsiran yang berbeda antara
yang satu dengan yang lain.53
Sejak munculnya dua pendapat yang kontroversi dari internal Ahmadiyah,
seperti yang telah dijelaskan di atas, pada tahun 1914 secara riil Ahmadiyah terpecah
menjadi dua golongan. Golongan pertama yaitu Ahmadiyah Qadian yang dipimpin oleh
Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad. Sementara golongan kedua adalah Ahmadiyah

51
Ibid, hlm. 70-72
52
Ibid, hlm. 70-72
53
Ibid, hlm. 70-72
Lahore atau disebut juga dengan Ahmadiyah Anjuman Isha‟at Islam. Golongan kedua
dipimpin oleh Maulana Muhammad Ali dan Kwaja Kamaluddin. Tampaknya,
perpecahan Ahmadiyah akibt perbedaan pandangan menjadi dua golongan ini sangat
sulit untuk dipersatukan kembali. Meski demikian, kedua golongan tersebut sangat aktif
dan intensif dalam usaha mewujudkan cita-cita kemahdian terutama di kalangan
masyarakat Kristen Barat.54
Perpecahan ini menunjukkan sebuah titik terang bahwa sebenarnya pengikut
Mirzalah yang amat agresif dalam menyebarkan ajaran Ahmadiyah yang kontroversi
dengan ajaran Islam yang telah diyakini kebenarannya sejak lama. Awalnya
Ahmadiyah lahir sebagai sebuah solusi terhadap problematika umat, namun setelah
Mirza Gulam Ahmad dan khalifah I yang menggantikannya meninggal dunia, mulai
terjadi penyelewengan-penyelewengan dalam tubuh Ahmadiyah itu sendiri. Hal ini
menjadi penting untuk kita ketahui bersama, bahwa Ahmadiyah sulit untuk dicegah
untuk beredar, karena sebenarnya masih ada golongan Ahmadiyah yang tetap memiliki
pemahaman seperti yang dimiliki oleh umat Islam. meskipun kebanyakan orang
menyamakan antara Ahmadiyah Qadiani dan Ahmadiyah Lahore yang sebenarnya amat
bertentangan dalam beberapa hal yang sangat prinsipil.
E. Nabi Isa Ibnu Maryam
Nabi Isa al-Masih putra Maryam, yang juga akrab disebut oleh umat Kristiani
dengan ―Jesus‖ atau ―Yesus, adalah Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah SWT.
kepada kaum Bani Israil. Menurut Ibnu Katsir, Nabi Isa a.s. memiliki kekhususan
dalam hal kelahiran, ia dilahirkan hanya melalui seorang ibu (tanpa ayah). Sehingga
karenanya, Maryam menjadi sasaran cemoohan (kaum pendusta ketika itu), yang
membuatnya dirundung kegundahan dan keresahan, bukan karena ragu, melainkan
karena sangkaan orang-orang terhadap dirinya. Maka ketika tiba saat bersalin, Maryam
berkata: ―Alangkah baik aku mati sebelum ini (terjadi), aku menjadi tidak berarti,”(QS.
Maryam: 23). Sedangkan kaumnya berkata: ―Hai Maryam! Sungguh kamu telah
melakukan sesuatu yang amat keji. Hai saudara perempuan Harun! Ayahmu sekali-kali
bukanlah orang jahat, dan ibumu bukanlah pezina,” (QS. Maryam: 27-28).55
Proses penciptaan Nabi Isa a.s. adalah dengan ditiupkannya roh ke dalam rahim
Maryam, kemudian Allah katakan kepadanya ―kun”(jadilah), maka seketika itu

54
Ibid, hlm. 70-72
55
Ibid, Ibnu Katsir, „Alamatu Yaum…, hlm. 98-99
Maryam hamil sebagaimana wanita pada umumnya dan kemudian melahirkan Nabi Isa
a.s. sebagai seorang anak manusia. 56 Keterangan ini telah Allah SWT jelaskan dalam
salah satu firmannya, yaitu sebagai beriku:

           

     

Artinya: “Dan (ingatlah) Maryam binti Imran yang memelihara


kehormatannya, Maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan)
Kami, dan Dia membenarkan kalimat Rabbnya dan Kitab-KitabNya, dan Dia adalah
Termasuk orang-orang yang taat.” (Qs. At-Tahriim ayat 12).
Maryam atau ibu dari Nabi Isa a.s. merupakan anak perempuan dari seorang
lelaki pilihan Allah bernama Imran dari keturunan Bani Israil (anak-anak Nabi Yakub
a.s.).57 Menurut Ibnu Katsir, keluarga Imran ini merupakan salah satu keluarga yang
dipilih Allah untuk mendapatkan keistimewaan dari-Nya berupa nikmat kenabian, hal
ini sudah diterangkan Allah SWT dalam firmannya Al-Qur‘an surat Ali Imran ayat 33-
34.

             

       

Artinya: ―Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan
keluarga 'Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing). (Sebagai) satu
keturunan yang sebagiannya (turunan) dari yang lain. dan Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui.”

56
Syarifatun Nafsih, Skripsi: Kewafatan dan Kebangkitan Nabi Isa as (Persfektif Tafsir Al-Qur‟an Al-Azim
Karya Ibnu kasir), (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2013), hlm. 61-67
57
Ibnu Katsir, „Alamatu Yaum al-Qiyamah, Terj. Luqman Junaedi (Jakarta: Mutiara Embun, 2012), hlm. 98-
99.
Seperti halnya nabi-nabi yang lainnya, Nabi Isa a.s juga diberkati mukjizat oleh
Allah SWT untuk membuktikan kebenarannya sebagai utusan Allah kepada kaumnya.
Di dalam tafsiran Ibnu Katsir, mukjizat-mukjizat itu diantaranya58:
a. Nabi Isa a.s dapat berbicara kepada kaumnya saat kecil
b. Nabi Isa a.s dapat membuat burung dari tanah dengan izin Allah, dapat
menyembuhkan orang yang buta, dapat menyembuhkan orang yang sopak, dapat
menghidupkan orang yang mati, dan dapat mengetahui makanan yang disimpan
di dalam rumah orang, semuanya dilakukan Nabi Isa a.s dengan izin Allah.
Keterangan ini dapat dilihat dalam Al-Qur‘an surat Ali ‗Imran ayat 49.
c. Nabi Isa a.s dapat menurunkan makanan dari langit atas permintaan kaumnya,
beliaupun berdoa kepada Allah dan Allah pun mengabulkan permintaan Nabi ‗Isa
‗alaihissalam. Seperti yang sudah diterangkan dalam firman Allah berikut ini:
Ingatlah), ketika pengikut-pengikut Isa berkata: "Hai Isa putera Maryam,
sanggupkah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?." Isa
menjawab: "Bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang yang
beriman." Mereka berkata: "Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya
tenteram hati kami dan supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar
kepada kami, dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu."
Isa putera Maryam berdoa: "Ya Tuhan kami turunkanlah kiranya kepada kami
suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi
kami yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan
menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rzekilah kami, dan Engkaulah
pemberi rezki Yang Paling Utama." Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan
menurunkan hidangan itu kepadamu, barangsiapa yang kafir di antaramu
sesudah (turun hidangan itu), maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan
siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorangpun di antara umat
manusia." (Q.S. Al-Maa‘idah : 112-115).
Itulah beberapa mukjizat Nabi Isa a.s yang diterangkan dalam Al-Quran. Semua
mukjizat ini dilakukan dengan izin Allah SWT., karena mukjizat itu diberikan Allah
kepada seorang nabi ataupun rasul untuk membenarkan risalahnya, sebagai bukti bahwa
dia memang utusan Allah.

58
Opcit, Syarifatun Nafsih, Skripsi: Kewafatan dan Kebangkitan Nabi Isa as…, hlm. 76-80
Berkenaan dengan kewafatan Nabi Isa a.s, umat Islam pada umumnya, yang
diwakili oleh Madzhab Sunni (Ahlussunnah wal-jamaah) dan Syiah, berpandangan
bahwa Nabi Isa putra Maryam atau dalam umat kristiani lebih dikenal dengan nama
Yesus atau Jesus tidaklah meninggal dunia, tetapi beliau diangkat ke langit oleh Allah
SWT dan pada akhir zaman nanti akan turun ke bumi.59

59
Opcit, Hajam, Kenabian…., hlm 86

Anda mungkin juga menyukai