Anda di halaman 1dari 17

ALOKASI DANA DESA

Makalah

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ekonomi Agribisnis
Pedesaan

Oleh
Kelompok 5

Annisa (1904010192)
Shinta (1904010194)
Tio Asrul TK (1904010197)
Lailatul Rosita (1904010202)

EKIS-G Semester 6
Nama Dosen :
Muh. Ginanjar, S.E., M.M.

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALOPO
2022
KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, penyusun


senantiasa mensyukuri atas segala nikmat dan ridho-Nya, maka penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya, dengan judul “ALOKASI
DANA DESA”. Makalah ini dibuat untuk melengkapi nilai tugas dari mata kuliah
Ekonomi Agribisnis Pedesaan.

Pada kesempatan kali ini juga, penyusun menghanturkan ucapan terima


kasih yang sebesar besarnya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu
penyusun dalam menyelasaikan makalah ini. Diantaranya :
1. Bapak Muh. Ginanjar, S.E., M.M. selaku dosen pengampu pada mata kuliah
Ekonomi Agribisnis Pedesaan.
2. Rekan-rekan semua yang mengikuti perkuliahan Ekonomi Agribisnis
Pedesaan.
3. Keluarga yang selalu mendukung.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa pengalaman dan ilmu yang dimiliki


masih terbatas dan terdapat banyak kekurangan, sehingga penyusunan makalah ini
masih jauh dari sempurna. Namun penyusun tetap bersyukur karena dengan
bimbingan dan bantuan semua pihak, maka makalah ini dapat diselesaikan.
Penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun guna
mencapai hasil yang lebih baik. Semoga makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Palopo, 18 Mei 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 3
C. Tujuan ............................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 5


A. Landasan Teori .................................................................................. 5
1. Definisi Desa ............................................................................... 5
2. Definisi Alokasi Dana Desa ......................................................... 5
B. Solusi atau Peranan Pemerintah Terkait Alokasi Dana Desa ............ 10

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 13


A. Penutup ............................................................................................. 13
B. Saran ................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa merupakan salah satu
produk hukum yang berhasil mengubah tatanan di tingkat desa. Lahirnya Undang-
undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa telah membawa desa mempunyai
otonomi tersendiri yang berada dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Desa yang mempunyai kewenangan luas dan mendapat suplai anggaran
yang meningkat signifikan membuat desa harus berlomba-lomba untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Desa sebagai unit organisasi pemerintah yang berhadapan langsung dengan
masyarakat dengan segala latar belakang kepentingan dan kebutuhannya
mempunyai peranan yang sangat strategis. Dikarenakan kemajuan dari sebuah
negara pada dasarnya sangat ditentukan oleh kemajuan desa, karena tidak ada
negara yang maju tanpa provinsi yang maju, tidak ada provinsi yang maju tanpa
kabupaten yang maju, dan tidak ada kabupaten yang maju tanpa desa dan
kelurahan yang maju. Ini berarti bahwa basis kemajuan sebuah negara ditentukan
oleh kemajuan desa.
Untuk itulah pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu pembentukan Alokasi
Dana Desa (ADD) sebagai perwujudan dari desentralisasi keuangan menuju desa
yang mandiri. Alokasi Dana Desa adalah dana yang dialokasikan oleh pemerintah
Kabupaten / Kota untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan
keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten atau kota untuk
menunjang segala sektor di masyarakat, serta untuk memudahkan pemerintah
dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa, khususnya dalam melakukan pemerataan dalam penataan
keuangan dan akuntabilitasnya, serta untuk mendorong peningkatan swadaya
gotong royong masyarakat.

1
Dalam penggunaan Alokasi Dana Desa, memerlukan adanya perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban terhadap penggunaannya.
Perencanaan pembangunan desa tidak terlepas dari perencanaan pembangunan
dari kabupaten atau kota, sehingga perencanaan yang dibuat tersebut bisa tetap
selaras. Pelaksanaan pembangunan desa harus sesuai dengan yang telah
direncanakan dalam proses perencanaan dan masyarakat, bersama aparat
pemerintahan juga berhak mengetahui dan melakukan pengawasan terhadap
jalannya pembangunan desa. Alokasi Dana Desa harus digunakan dan di
alokasikan sebagaimana mestinya sesuai dengan undang - undang dan ketentuan
yang berlaku yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia.
Namun, walaupun begitu masih banyak permasalahan-permasalahan yang
dihadapi pemerintah desa terkait pengelolaan dana desa tersebut seperti :
Permasalah utama yang harus dihadapi oleh aparatur desa dalam mengelola dana
desa secara umum yaitu berkaitan dengan sumber daya manusia aparatur desa.
Hampir semua desa memiliki problem terkait keterbatasan sumberdaya manusia,
khususnya kualitas sumberdaya manusia. Problem sumber daya manusia
merupakan problem umum dan sekaligus problem klasik yang harus dihadapi oleh
desa dalam mengelola dana desa. Dapat dilihat kenyataannya bahwa masih
mengemukanya kelemahan kapasitas kepala desa dan perangkat dalam mengelola
dana desa. Dalam kondisi lemahnya sumber daya manusia dan kapasitas
organisasi di desa, mengucurkan dana yang begitu besar untuk dikelola langsung
oleh desa adalah bagaikan menabur garam di lautan, kurang akan membawa
dampak signifikan bagi upaya mengentaskan desa dari kondisi kemiskinan dan
membuat kita menjadi berdaya dan mandiri. Masih rendahnya kapasitas
Pemerintah desa untuk diberi tanggung jawab “mengelola” dana sedemikian besar
justru dapat menimbulkan masalah. Belum lagi bila kita berbicara mengenai apa
sebenarnya makna pembangunan di desa dan sejauh mana keberpihakan terhadap
kaum miskin, serta sejauh mana partisipasi. Pengucuran dana seyogianya
disesuaikan dengan perkembangan kapasitas desa. Pengucuran dana besar-besaran
tanpa menyiapkan sumber daya manusia dan kapasitas desa memperlihatkan
bahwa lembaga-lembaga desa di Indonesia kurang dikembangkan sebagai salah

2
satu strategi yang inheren dalam memformulasikan kebijakan tentang
pemerintahan desa. Dan juga pemberian dana desa dalam jumlah sedemikian
besar tanpa diikuti dengan penguatan komunitas dan kelembagaan demokrasi
Desa. Ini telah membuat pengelolaan dana desa ibarat menyerahkan begitu saja
sepenuhnya pengelolaan dana desa kepada kepala desa, mengingat pada beberapa
desa tertentu terdapat kecenderungan kepala desa bertindak one man show yang
sekaligus telah membuat lemahnya sisi pengawasan oleh masyarakat desa sendiri.
Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya permasalahan lain yang akan
mengikuti dan tentu mengganggu jalannya roda pemerintahan desa.
Masalah umum selanjutnya yang dihadapi oleh aparatur desa dalam
mengelola dana desa yaitu komunikasi dan koordinasi dari pemerintah desa,
dalam hal ini komunikasi kepala desa. Kepala desa yang kurang baik dalam
menjalin komunikasi dan koordinasi baik secara vertikal maupun secara
horisontal dapat menyebabkan pengelolaan dan pelaksanaan dana desa terganggu
dan juga akan menimbulkan masalah. Misalnya, ketika Pemerintah Desa atau
Kepala Desa tidak bisa berkomunikasi dan berkoordinasi secara baik (vertical)
dengan Bupati sebagai instansi vertikal ke atas atau dengan aparatur desa sebagai
hubungan vertikal ke bawah, hal ini akan menyebabkan pengelolaan dana desa
terganggu. Jika hubungan antara desa dengan pemerintah daerah terganggu akibat
adanya permasalahan yang bersifat umum seperti menyalahi aturan umum dan
secara teknis (misalnya terlambat membuat laporan) dapat menyebabkan
terkendalanya proses pencairan dana desa. Keadaan tersebut sangat tidak
menguntungkan bagi desa, melihat desa harus berpacu dengan waktu dalam
mengelola dan melaksanakan dana desa (Muhtada, Diniyanto, & Alfana, 2017).
Begitu juga komunikasi dan koordinasi yang dilakukan oleh kepala desa
secara horisontal. Kepala desa yang tidak bisa melakukan komunikasi dan
koordinasi secara horisontal, misalnya dengan Badan Permusyawaratan Desa,
maka akan menimbulkan terganggunya proses jalannya pemerintahan desa. Selain
itu juga akan menyebabkan permasalahan dalam pengelolaan dana desa, baik
secara langsung maupun secara tidak langsung.

3
Masalah umum selanjutnya yang dihadapi oleh desa dalam rangka
pengelolaan dana desa yaitu terkait dengan pengawasan dana desa. Kewenangan
yang diberikan oleh lembaga pengawas dana desa dalam hal ini Badan
Permusyawaratan Desa yang dirasa masih kurang menyebabkan problem
tersendiri dalam pengelolaan dana desa. Badan Permusyawaratan Desa yang
merupakan lembaga aspirasi dari masyarakat dan juga lembaga mitra pemerintah
desa dirasa masih belum cukup kuat kewenangannya dalam mengawasi dana desa
yang jumlahnya relatif besar. Walaupun dalam pengawasan dana desa juga
terdapat banyak pihak yang ikut terlibat mengawasi, seperti dari pihak pemerintah
daerah, lembaga swadaya masyarakat, dan juga masyarakat sendiri, namun
penguatan fungsi Badan Permusyawaratan Desa dalam mengawasi dana desa
sangat penting secara kelembagaan. Hal ini penting agar pengawasan dana desa
tidak hanya dilakukan secara vertikal yang formal dan kuat ke atas saja,
melainkan juga ada pengawasan secara horisontal yang formal dan kuat.
Masalah umum selanjutnya yang juga dialami desa dalam proses pengelolaan
dana desa adalah keterlambatan sampainya dana desa ke desa. Dana desa yang
terlambat turun jelas akan menyebabkan problem berkelanjutan bagi desa.
Rencana penggunaan anggaran yang sudah ditetapkan oleh desa tidak akan
terealisasi dengan tepat secara waktu dan juga dapat merubah hasil yang telah
direncanakan sebelumnya. Kondisi tersebut merupakan kondisi yang dikeluhkan,
baik oleh pemerintah desa maupun oleh tim pelaksana kegiatan atau TPK di desa.
Masalah umum selanjutnya terkait pengelolaan dana desa yaitu berkaitan
dengan insentif atau remunerasi. Insentif yang diberikan kepada pemerintah desa
baik kepala desa, aparatur desa, tim pelaksana kegiatan dan Badan
Permusyawaratan Desa tidak sebanding dengan tugas dan kewajiban dalam
mengelola dana desa. Mereka mengeluhkan insentif yang rendah dan menganggap
hal tersebut sebagai salah satu problem dalam mengelola dana desa. Mereka
berharap bisa diberikan insentif yang layak dan sebanding dengan tugas dan
kewajiban dalam mengelola dana desa sehingga pengelolaan dana desa tidak
dipengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya pribadi.

4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana solusi dalam mengatasi masalah-
masalah diatas yaitu solusi mengenai masalah sumber daya manusia yang
berkualitas rendah, komunikasi dan koordinasi dari pemerintah desa yang kurang
baik, pengawasan dana desa yang tidak efektif dan efisien, keterlambatan
sampainya dana desa ke desa, pemberian insentif yang tidak sebanding dengan
tugas dan kewajiban dalam mengelola dana desa ?

C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana pemerintah memberikan solusi terkait
permasalahan sumber daya manusia yang berkualitas rendah, komunikasi dan
koordinasi dari pemerintah desa yang kurang baik, pengawasan dana desa yang
tidak efektif dan efisien, keterlambatan sampainya dana desa ke desa, pemberian
insentif yang tidak sebanding dengan tugas dan kewajiban dalam mengelola dana
desa.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Teori
1. Desa
Menurut UU Nomor 6 tahun 2014 pasal 1 ayat 1 Desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Desa adalah suatu hasil perpaduan antara
kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan
itu ialah suatu wujud atau kenampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh
unsurunsur fisiografi, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang saling
berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah-
daerah lain.
2. Alokasi Dana Desa
Menurut Simanjuntak dan Hidayanto (2002:158) menyebutkan bahwa
perumusan alokasi dana bantuan harus memiliki sifat kecukupan, fleksibel
dan stabil. Kecukupan artinya alokasi dana dapat menutupi kebutuhan dana
pemerintah daerah. Fleksibel artinya besar dana alokasi disesuaikan dengan
kemampuan pemerintah pusat sedangkan stabil artinya bahwa adanya
kepastian bagi pemerintah daerah dalam mendapatkan alokasi dana.
Menurut Sahdan (2004:10) Alokasi Dana Desa yang kemudian disebut
ADD adalah dana responsivitas Negara untuk membiayai kewenangan desa
kewengan desa mencakup : (a) kewenangan asal usul (mengelola sumberdaya
alam, peradilan adat, membentuk susunan asli, melestarikan pranata lokal)
yang diakui (rekognisi) oleh Negara: (b) kewenangan atributif organisasi
local (perencanaan, tata ruang, ekologi, pemukiman, membentuk organisasi
local dan lain lain) yang ditetapkan oleh pemerintah melalui undang-undan;

6
(c) kewenangan delegatif-administratif dari delegasi atau tugas pembantu dari
pemerintah.
Menurut HAW Widjaja (2005:133) Alokasi Dana Desa (ADD) adalah
dalam rangka meningkat pemberdayaan, kesejahtraan dan pemerataan
pembangunan dipedesaan melalui dana APBD kabupaten, provinsi dan
pemerintah pusat, pemerintah kabupaten, provinsi dan pusat perlu
merealisasikan dana APBD masing masing sebesar 10% untuk dana Alokasi
Dana Desa (ADD).
Menurut Hanif Nurcholis (2011:88-89) Alokasi Dana Desa (ADD)
adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Kabupaten yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar desa untuk mendanai kebutuhan desa dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan serta
pelayanan masyarakat.
Alokasi dana desa yang selanjutnya disingkat ADD adalah dana yang
dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten untuk desa yang bersumber dari
bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah. Pemberian alokasi
dana desa tersebut merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk
menyelenggarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang mengikuti
pertumbuhan dari desa itu sendiri berdasarkan keanekaragaman, partisipasi,
otonomi asli, demokrasi dan pemberdayaan masyarakat desa.
Sementara Penggunaan dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah
proses, cara, perbuatan menggunakan sesuatu; pemakaian: kita harus
menggalakkan bahasa Indonesia, dengan demikian penggunaan merupakan
salah satu perbuatan seseorang dalam menggunakan ataupun mengelola
sesuatu baik barang maupun jasa. Mengacu pada definisi tersebut penggunaan
Alokasi Dana Desa (ADD) adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna
ADD (pemerintah desa) dalam mengelola dan menata usahakan Alokasi dana
desa (ADD) yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi yang
bersangkutan. Penggunaan ADD harus gunakan secara efektif dan efisien.

7
Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan perimbangan dana pemerintah
kabupaten/kota kepada pemerintah desa yang bersumber dari keuangan
pemerintah 16 pusat dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Menurut
Wasistiono (dalam Pratama, 2019) mengatakan bahwa konsep tentang dana
perimbangan desa sendiri bukan merupakan suatu gagasan ekonomi semata,
melainkan suatu gagasan untuk memberikan dukungan bagi pengembangan
proses politik dan proses reform di desa. Distruksi politik dimasa lalu,
tentunya memerlukan suatu proses rehabilitasi yang memadai. Sumber daya
desa yang terkuras keluar, perlu di kembalikan dari prinsip pemerataan yang
hilang, perlu pula segera diwujudkan agar tidak terus menerus menjadi slogan
politik.
Sebagai konsekuensi diberikannya otonomi kepada desa maka diberikan
pula anggaran untuk mengelola daerahnya disebut Alokasi Dana Desa
(ADD). Alokasi Dana Desa adalah dana yang dialokasikan oleh pemerintah
kabupaten untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan
keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten. Adapun tujuan dari
alokasi dana desa (ADD) adalah untuk:
a. Meningkatkan penyelenggaraan pemerintah desa dalam
melaksanakan pelayanan pemerintahan, pembangunan, dan
kemasyarakatan sesuai kewenangannya.
b. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara
partisipasif sesuai dengan potensi desa.
c. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan
kesempatan berusaha bagi masyarakat desa.
d. Mendorong peningkatan swadaya gotong royong masyarakat desa.
Pemerintah mengharapkan kebijakan alokasi dana desa (ADD) dapat
mendukung pelaksanaan pembangunan partisipasif berbasi masyarakat dalam
upaya pemberdayaan masyarakat pedesaan sekaligus memelihara
kesinambungan pembangunan ditingkat desa. Dengan adanya Alokasi Dana
Desa (ADD), desa memiliki kepastian pendanaan sehingga pembangunan

8
dapat terus dilaksanakan tanpa arus terlalu lama menunggu datangnya dana
bantuan dari pemerintah pusat.
Alokasi Dana Desa tersebut akan mendorong terlaksananya otonomi
desa, sekaligus sebagai usaha pemberdayaan pemerintah desa dan masyarakat
desa. Pemerintah pronvinsi dan pemerintah kabupaten sebagai fasilitator,
memfasilitasi masyarakat agar mampu menjalankan fungsi perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan terhadapat penggunaan alokasi dana desa yang
diterima.
Pemberian Alokasi Dana Desa merupakan wujud dari pemenuhan hak
desa untuk menyelenggarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang
mengikuti pertumbuhan dari desa itu sendiri berdasarkan keanekaragaman,
partisipasi, otonomi asli, demokratisasai dan pemberdayaan masyarakat.

B. Solusi Pemerintah Terkait Alokasi Dana Desa


Dalam menghadapi permasalahan-permasalahan desa, pemerintah telah
mengeluarkan solusi yang dapat memecahkan masalah diatas melalui UU No.16
Tahun 2014 Tentang Desa.
Dengan disahkannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa diberikan
kesempatan yang besar untuk mengurus tata pemerintahannya sendiri serta
pelaksanaan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup
masyarakat desa. Selain itu, pemerintah desa diharapkan untuk lebih mandiri
dalam mengelola pemerintahan dan berbagai sumber daya alam yang dimiliki,
termasuk di dalamnya pengelolaan keuangan dan kekayaan milik desa. Begitu
besar peran yang diterima oleh desa, tentunya disertai dengan tanggung jawab
yang besar pula. Oleh karena itu, pemerintah desa harus bisa menerapkan prinsip
akuntabilitas dalam tata pemerintahannya, di mana semua akhir kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat desa sesuai dengan ketentuan. Kita dalam hal ini mengingat
peringatan Schumacher sejak 1970-an yang telah menyatakan bahwa persoalan
pokok yang dihadapi negara-negara berkembang terletak pada dua juta desa di
dunia yang miskin dan terkebelakang. Menariknya bahwa berbagai sebab

9
kemiskinan, seperti faktor-faktor material (kekurangan kekayaan alam, atau tidak
ada modal, tidak cukup prasarana) hanya merupakan sumber kedua penyebab
kemiskinan desa. Sebab-sebab utamanya justru pada lemahnya pendidikan,
organisasi, dan disiplin.
Penguatan kapasitas pemerintahan desa dalam hal ini memiliki sejumlah
indikator. Pertama, secara institusional seberapa jauh pemerintah desa mampu
menjalankan fungsinya secara efektif, efisien, dan berkelanjutan, baik dalam
menyelenggarakan perencanaan, melaksanakan pembangunan penguatan
kompetensi administratif, SDM, kepemimpinan, pengelolaan anggaran. Kedua,
secara komunitas, bagaimana pemerintahan desa mampu melakukan fungsi
pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat sehingga
mewujudkan pemerintahan desa yang akomodatif, aspiratif, dan partisipatif.
Sementara itu, penguatan demokrasi dalam rangka implementasi dana desa
setidaknya menyasar pada dua hal. Pertama, penguatan dan pelibatan segenap
warga desa. Kedua, menguatkan demokrasi agar segala kewenangan pemerintah
desa, seperti ketika membentuk peraturan desa diarahkan dan dipastikan tidak
memarginalkan kelompok minoritas di desa. Indikatornya, antara lain seberapa
jauh tersedia informasi yang transparan kepada warga desa tentang dana desa dan
pengelolaannya?; bagaimana kesadaran masyarakat dalam berpartisipasi dalam
pembangunan yang menggunakan dana desa?; seberapa jauh masyarakat ikut
mempengaruhi dan ambil bagian dalam proses pembuatan keputusan/kebijakan
terkait pengelolaan dana desa?; seberapa jauh masyarakat mendapat ruang untuk
ambil bagian pada proses merancang, memutuskan, dan melaksanakan program-
program yang didanai oleh dana desa?; serta seberapa sikap tanggap pemerintah
terhadap keinginan warganya dalam pengelolaan dana desa?; apakah warga dapat
mengawasi jalannya proses pengambilan kebijakan?; bagaimana pengawasan
rakyat desa maupun lembaga formal desa terhadap jalannya pemerintahan desa,
khususnya terkait pengelolaan dana desa?
Dengan demikian, keberhasilan pengelolaan dana desa amat ditentukan oleh
bagaimana desa melakukan penguatan komunitas desa dan kelembagaan
demokrasi di desa terlebih dahulu. Dalam hal ini, masyarakat desa hendaknya

10
tidak lagi semata-mata mengandalkan pada peran lembaga tertentu, seperti BPD,
namun pada pengembangan partisipasi masyarakat secara menyeluruh dan
pengawasan kolektif masyarakat desa guna menjamin pengelolaan desa yang
akuntabel dan legitimate (diterima secara luas oleh seluruh warga desa).
Besarnya kewenangan desa dan kepala desa di satu pihak memberi peluang
bagi upaya mendorong tumbuh dan berkembangnya otonomi desa, tetapi di sisi
lain menjadi semacam “bencana” apabila tidak disertai pengelolaan yang baik
serta dengan pengawasan internal yang memadai, khususnya dari masyarakat.
Sementara itu, institusi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai salah satu
lembaga yang sesuai UU Desa pasal 5520 yang berfungsi melakukanpengawasan
terhadap kinerja kepala desa posisinya tidak sekuat dulu (masa UU 22/1999)
karena pertangungjawaban anggaran kepala desa bukan lagi kepada BPD,
melainkan disampaikan kepada kepala daerah (bupati/walikota). Luasnya
kewenangan pemerintah desa tanpa pengawasan kuat BPD pada akhirnya dapat
membuka peluang korupsi di desa bila keterlibatan masyarakat minimal,
disebabkan oleh sumber daya aparatur yang minim, apalagi jika pemerintah
kurang bersungguh-sungguh dalam melakukan pembinaan dan pengawasan
sebagaimana amanat undang-undang desa.
Tantangan implementasi UU 6/2014 tentang Desa meliputi bagaimana
melakukan penguatan kapasitas pemerintah desa yang berjalan simultan dibarengi
dengan penguatan demokrasi di tingkat desa sehingga memungkinkan terjadinya
proses pengelolaan dana desa yang melibatkan semua warga desa di dalamnya,
mulai dari proses perencanaan sampai pengawasan, sehingga akuntabilitas
pengelolaan keuangan desa bisa diwujudkan. Pada akhirnya, diharapkan
implementasi UU Desa dan pengucuran dana desa dapat memecahkan
permasalahan kemiskinan di pedesaan.
Selain itu, Banyaknya masalah dan tantangan yang didapat oleh pemerintah
desa atau aparatur desa sesungguhnya memerlukan sebuah terobosan atau solusi
untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam mengelola dana desa. Solusi
tersebut merupakan solusi yang strategis untuk menjadikan pengelolaan dana desa

11
agar lebih efektif dan efisien. Masalah yang telah dijelaskan sebelumnya dapat
diselesaikan dengan solusi strategis.
1. Peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur desa khususnya
kepala desa, kepala urusan keuangan desa, dan tim pelaksana kegiatan.
Selain itu juga perlu dilakukan peningkatan kualitas sumber daya
manusia terhadap Badan Permusyawaratan Desa.
2. Pembentukan Forum Komunikasi dan Koordinasi Pimpinan Desa
(Forkopimdes).
3. Pemerintah daerah harus menyampaikan aspirasi pemerintah desa ke
pemerintah pusat terkait dengan dana desa yang turun terlambat.
4. Melibatkan Badan Permusyawaratan Desa secara intens dalam
pengawasan pengelolaan dan pelaksananan dana desa.
5. Peningkatan kesejahteraan aparatur desa dan anggota Badan
permusyawaratan desa.
6. Pendampingan desa secara intens dan terfokus.
7. Perbaikan dan pengembangan Simkudes yang otomatis dan terintegrasi
agar lebih mudah dioperasikan.
8. Peningkatan profesionalitas kinerja aparatur desa.
9. Penyediaan layanan satu pintu terkait konsultasi dana desa oleh
pemerintah daerah.
Sembilan solusi tersebut merupakan alternatif untuk menyelesaikan dan
menghadapi problem dan tantangan dalam mengelola dana desa. Solusi tersebut
harus dilaksanakan dengan menggunakan model agar mampu menyelesaikan
problem dan tantangan pengelolaan dana desa secara efektif dan efisien.

12
PENUTUP

A. Kesimpulan
Alokasi dana desa adalah merupakan bagian dari dana perimbagan keuangan
pusat dan daerah yang diterima oleh daerah/kabupaten untuk desa paling sedikit
10 persen yang pembagiannya untuk desa secara proporsional dalam anggaran
pendapatan dan belanja daerah setelah dikurang dana alokasi khusus. Maka
intinya, alokasi dana desa adalah bagian keuangan desa yang diperoleh dari hasil
bagi hasil pajak daerah dan bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan
daerah yang diterima oleh kabupaten/kota untuk desa yang dibagikan secara
proporsional.
Masalah yang muncul dalam pengelolaan dana desa masih relatif banyak dan
harus diselesaikan dengan tepat dan baik.Oleh karena itu, disarankan kepada
pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pemerintah desa untuk bekerja sama
dalam rangka mengatasi masalah pengelolaan dana desa, serta untuk menciptakan
pengelolaan dana desa yang efektif dan efisien.

B. Saran
Penulis menyadari banyak nya kekurangan dalam penulisan makalah ini oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca baik secara
lisan maupun tulisan guna penyempurnaan penulisan makalah berikutnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Eka, Pendra Putra. (2018). PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD) DI


DESA TANJUNG KECAMATAN KOTO KAMPAR HULU KABUPATEN
KAMPAR. https://media.neliti.com/media/publications/207117-pengelolaan-
alokasi-dana-desa-add-di-des.pdf

Cahyono, Heru, Latifah, Nyimas L.A, dkk. Maret 2020. Pengelolaan Dana Desa
Studi Dari Sisi Demokrasi dan Kapasitas Pemerintahan Desa. Jakarta:
Penerbit LIPI Press, anggota Ikapi.

Dani Muhtada, Ayon Diniyanto, dan Ganang Qory Alfana. 2021. MODEL
PENGELOLAAN DANA DESA: IDENTIFIKASI PROBLEM,
TANTANGAN, DAN SOLUSI STRATEGIS. http://lib.unnes.ac.id/39758/.
2022.

Antonius Galih Prasetyo dan Abdul Muis. Pengelolaan Keuangan Desa Pasca
UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa: Potensi Permasalahan dan Solusi .
https://www.academia.edu/18749414/Pengelolaan_Keuangan_Desa_Pasca_U
U_No_6_Tahun_2014_tentang_Desa_Potensi_Permasalahan_dan_Solusi.
2022.

14

Anda mungkin juga menyukai