Anda di halaman 1dari 54

PERANAN UNITED NATIONS WORLD TOURISM ORGANIZATION

(UNWTO) DALAM MEMBANTU PENGEMBANGAN PROJECT TEN NEW


BALI’S DI INDONESIA TAHUN 2019-2022

The Role Of The United Nations World Tourism Organization (Unwto) In Helping
The Development Of The Ten New Bali's Project In Indonesia 2019-2022

USULAN PENELITIAN

disusun oleh:

GEMATRA
NIM. 44318028

diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Komputer Indonesia

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG 2022
KATA PENGANTAR

Salam Sejahtera, Syalom.

Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, atas izin,

berkat serta hikmat dari Tuhan saya bisa menulis penelitian ini yang berjudul

“Peranan United Nations World Tourism Organization (UNWTO) Dalam

Membantu Pengembangan Project Ten New Bali’s di Indonesia Tahun 2019-

2022”. Penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan

pada program Strata-I Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik di Universitas Komputer Indonesia, Bandung.

Ada kebanggaan tersendiri jika kegiatan penelitian ini bisa selesai dengan

hasil yang baik. Dengan keterbatasan penulis dalam membuat riset, maka cukup

banyak hambatan yang penulis temui saat mengerjakan penelitian ini. Dan jika

penelitian ini pada akhirnya bisa diselesaikan dengan baik tentulah karena bantuan

dan dukungan dari banyak pihak terkait. Tak ada yang bisa penulis berikan selain

doa dan rasa terima kasih yang tulus kepada para pendukung. Namun tidak lupa

juga masukan yang berguna seperti saran atau kritik dari para pembaca sangat

diharapkan oleh penulis. penulis sangat berharap bahwa penelitian ini akan sangat

bermanfaat bagi siapa saja yang membaca dan menambah pengetahuan bagi kita

semua.

i
Bandung, Mei 2022

Peneliti

Gematra

44318028

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………..i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….iii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………….iv
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………v

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1. Latar Belakang...............................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..........................................................................13
1.2.1. Rumusan Masalah Mayor.....................................................13
1.2.2. Rumusan Masalah Minor......................................................14
1.2.3. Pembatas Masalah.................................................................14
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian.......................................................14
1.3.1. Maksud Penelitian.................................................................14
1.3.2. Tujuan Penelitian..................................................................15
1.4. Kegunaan Penelitian......................................................................15
1.4.1. Kegunaan Praktis..................................................................15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN..............17


2.1. Hubungan Internasional.................................................................17
2.2. Kerja Sama Internasional...............................................................24
2.3. Organisasi Internasional.................................................................27
2.4. Pariwisata Dalam Kajian Hubungan Internasional........................29
2.4.1. Sustainable Tourism Development......................................29
2.4.2. Understanding of Tourism...................................................34
2.5. Kerangka Pemikiran.......................................................................37

BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................40


3.1. Desain Penelitian ..........................................................................40
3.2. Informan.........................................................................................41
3.3. Teknik Pengumpulan Data.............................................................42
3.3.1. Studi Pustaka........................................................................42
3.3.2. Studi Lapangan....................................................................42
3.4. Uji Keabsahan Data ......................................................................43
3.5. Teknik Analisis Data .....................................................................43
3.6. Lokasi dan Waktu Penelitian.........................................................45

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................46

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Desain Penelitian .................................................................................41


Tabel 3.2. Informan dan Aspek Wawancara.........................................................41
Tabel 3.3. Jadwal Penelitian..................................................................................45

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pemikiran………………………………………...39

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Hubungan internasional merupakan kerja sama antara Negara serta ada

banyak interaksi Negara dalam masyarakat internasional yang berkaitan dengan

segala bentuk interaksi, di antaranya masyarakat-masyarakat Negara, baik itu

yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh beberapa Negara. Adapun kerja

sama internasional biasanya tentang transaksi lintas batas dari semua jenis politik,

ekonomi dan sosial, serta ilmu hubungan internasional juga mempelajari negosiasi

perdagangan atau operasi dan institusi atau lembaga non-state. Salah satu

hubungan kerja sama yang baik serta meningkatkan perekonomian masyarakat

setempat adalah dengan mengembangkan pariwisata di Indonesia.

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar. Berdasarkan

data Direktoral Jenderal Pemerintahan Umum, Kementerian Dalam Negeri yang

dipublikasikan Badan Pusat Statistik, bahwa Indonesia memiliki 17.504 pulau di

Indonesia yang tersebar di 32 provinsi (sebelum pemekaran Kalimantan Utara dan

Sulawesi Barat). Namun, sebagian besar masyarakat masih belum mengetahui

berapa pulau yang dimiliki Indonesia. Provinsi yang dimiliki pulau terbanyak

adalah Kepulauan Riau dengan jumlah 2.408 pulau. Lalu diikuti Papua Barat

dengan 1.945 pulau di urutan kedua dan Maluku Utara dengan 1.474 pulau di

posisi ketiga. Sementara provinsi yang paling sedikit memiliki pulau adalah

Daerah Istimewa Yogyakarta dengan 19 pulau dan Jambi 19 pulau. Adapun luas

1
2

wilayah Indonesia mencapai 1,91 juta km persegi yang terbentang dari Sabang

hingga Merauke. Sedangkan jumlah penduduk diperkirakan mencapai 265 juta

jiwa (Rahma, 2020: 1).

Pariwisata merupakan sektor yang paling efektif untuk mendongkrak

devisa Indonesia. Salah satu alasannya karena sumber daya yang dibutuhkan

untuk mengembangkan pariwisata terdapat di dalam negeri. Selain Sumber Daya

Manusia (SDM), sumber daya yang dimaksud adalah letak geografis antara lain

luas wilayah serta keragaman sumber daya alam, budaya, kuliner dan kekayaan

yang ada di tanah air. Sumber daya inilah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi

wisatawan domestik maupun mancanegara. Terlebih saat ini, di Indonesia

memiliki banyak destinasi eksotis dan memukau. Tidak hanya wisata alam yang

beragam, wisata budaya serta sejarah di Indonesia juga tidak kalah menarik. Hal

ini karena Indonesia memiliki ratusan suku budaya yang tersebar dari Sabang

hingga Merauke.

Pemerintah menargetkan mampu mengumpulkan devisa sebesar 20 miliar

dollar AS atau setara dengan Rp 2,8triliun. Target tersebut lebih besar 3 miliar

dollar AS dibandingkan perolehan devisa dari pariwisata tahun lalu yakni 17

miliar dollar AS atau Rp 2,3 triliun. Besarnya potensi yang dimiliki industri

pariwisata membuat pemerintah yakin bahwa jumlah wisatawan mancanegara

(wisman) yang ke Indonesia akan terus bertambah. Berikutnya, pemerintah

menargetkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia pada 2019 mencapai 20 juta

orang. Target tersebut lebih besar dibandingkan jumlah wisman yang datang pada

tahun lalu, yaitu lebih dari 16 juta orang. Jumlah tersebut jauh lebih besar
3

dibandingkan perolehan sebelumnya pada tahun 2013 yang hanya 8,8 juta orang.

Di sisi lain pada 2018, sektor pariwisata Indonesia tercatat dengan pertumbuhan

tertinggi peringkat ke-9 di dunia, versi The World Travel & Tourism Council

(WTTC).

Bagi negara berkembang seperti Indonesia, pariwisata merupakan salah

satu sektor yang penting bagi peningkatan perekonomian nasional, melalui

penciptaan ribuan lapangan pekerjaan, mengembangkan infrastruktur suatu negara

dan menanamkan rasa pertukaran budaya antara wisatawan mancanegara dan

domestik. Keuntungan terbesar pariwisata adalah masuknya devisa kedalam

perekonomian suatu negara, terutama bagi negara-negara berkembang.

Sebagaimana yang tertulis dalam Laporan Kinerja Kementerian Pariwisata

Republik Indonesia (Kemenpar) bahwa sektor pariwisata memiliki posisi strategis

dalam berbagai kebijakan pembangunan, khususnya bagi negara Indonesia yang

memiliki aset kepariwisataan sehingga menjadikan sektor ini sebagai pilar

ekonomi Negara (Rahayu dan Sulisyawati, 2021: 252).

Perekonomian nasional tidak bisa bergantung pada sektor minyak dan gas

sebagai andalan penyumbang devisa negara, karena cadangan minyak dan gas

pada saatnya akan habis dan mengalami krisis. Maka pariwisata dapat membantu

meringankan kondisi industri yang lemah dan menghentikannya agar tidak

berdampak besar pada ekonomi negara. Sektor pariwisata merupakan jaring

pengaman bagi Negara-negara dan menghasilkan keuntungan ekonomi yang

sangat besar, terutama bagi negara-negara berkembang (Katja, 2020).


4

Menurut Octarica menyatakan bahwa dalam ilmu Hubungan Internasional,

pariwisata dipelajari tidak hanya sebagai salah satu instrumen peningkatan eknomi

negara, namun juga sebagai salah satu instrumen diplomasi dan nation branding

negara dalam konstelasi global. Suatu negara dapat menggunakan pariwisata

sebagai sarana untuk meningkatkan devisa negara, menjalin perdamaian dunia,

menawarkan pekerjaan bahkan dapat digunakan sebagai ajang untuk

mempromosikan potensi sumber daya alamnya ke dunia internasional. Maka dari

itu, diperlukan sebuah strategi untuk mengatur dan mengelola sektor pariwisata

yang melibatkan berbagai aktor negara hingga mampu berdaya saing dan

berkontribusi terhadap peningkatan ekonomi nasional dan citra baik di mata

internasional. Kebijakan pariwisata adalah elemen pengambilan keputusan yang

bersifat politik (Rahayu dan Sulisyawati, 2021: 253).

Pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa pariwisata menjadi bagian

penting yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan politik. Aspek politik dilihat

dari bagaimana kekuasaan digunakan oleh organisasi publik dalam mengelola

pariwisata. Instrumen utama yang digunakan Pemerintah melibatkan semua jenis

organisasi masyarakat dan pemerintah daerah. Akan tetapi, peran Pemerintah

sangat penting karena pariwisata merupakan sektor yang membawa banyak

manfaat baik dari segi ekonomi maupun politik bagi Negara.

Pariwisata menjadi salah satu sektor industri yang dapat meningkatkan

pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perkembangan pariwisata di era globalisasi

telah memberikan pengaruh yang besar. Hal ini membuat beberapa negara yang

menjadikan sektor ini sebagai salah satu fokus untuk meningkatkan perekonomian
5

negaranya. Sebagai salah satu sumber pendapatan negara, Pariwisata telah

dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman namun tetap memperthatikan

kelestarian lingkungan.

Peran sektor pariwisata dalam meningkatkan perekonomian di Indonesia

sangat penting. Sebagai salah satu sumber devisa Negara maupun kesempatan

kerja. Di Indonesia, pariwisata menjadi sektor yang paling strategis dalam

meningkatkan perekonomian maupun pembangunan. Sektor pariwisata di

Indonesia menempati urutan ketiga sebagai penyumbang devisa Negara terbesar

setelah sektor migas dan kelapa sawit. Peran dan kontribusi tersebut semakin

mengukuhkan pariwisata sebagai salah satu sektor yang stategis dan memiliki

potensi serta peluang yang sangat besar untuk dikembangkan.

Penelitian yang dapat dikembangkan yaitu Project Ten New Bali’s

merupakan pengembangan proyek ATSP II tahun 2016-2025. Proyek tersebut

meliputi Danau Toba Sumatra Utara, Tanjung Lesung Banten, Kepulauan Seribu

Jakarta, Pantai Tanjung Kelayang Bangka Belitung, Candi Borobudur Jawa

Tengah, Gunung Bromo Jawa Timur, Mandalika Nusa Tenggara Barat, Labuan

Bajo Nusa Tenggara Timur, Wakatobi Sulawesi Selatan dan Pulau Morotai

Maluku Utara.

Proyek tersebut diprogramkan oleh kementerian pariwisata selama masa

jabatan Arif Yahya sebagai menteri pariwisata pada tahun 2016 pada periode

ATSP II. Hal ini merupakan bagian dari rezim internasional dan Indonesia sebagai

bagian dari kawasan Asia Tenggara dan ASEAN ikut melakukan perubahan

terkait kebijakan pariwisata. Kementerian pariwisata mengembangkan Project


6

Ten New Bali’s sebagai salah satu strategi kebijakan pariwisata baru dalam

memasukkan wilayah-wilayah baru di Nusantara sebagai tujuan wisata utama

selain Bali.

Daerah-daerah tersebut dikembangkan oleh Menteri Pariwisata (Menpar)

Arief Yahya dengan Sekretaris Jenderal UNWTO Zurab Pololikashvili di Madrid,

Spanyol, 24 Januari 2019, pertemuan tersebut membahas tentang Sustainable

Tourism Development (STD), dan Homestay Desa Wisata yang tengah

dikembangkan Kemenpar (Kompas, 26/1/2019). UNWTO adalah organisasi yang

berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang telah diberi

tanggung jawab untuk menangani masalah pariwisata dunia dengan fokus utama

dalam bidang Pariwisata (Nasrun, 2021: 1-2).

UNWTO memiliki program Sustainable Tourism Development yang mana

program tersebut diterapkannya di negara-negara anggota UNWTO, termasuk

Indonesia. Keanggotaan Indonesia dalam UNWTO dimulai sejak tahun 1970

dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Repubik Indonesia No. 2 tahun 1972

tentang Pengesahan Statues of The World Tourism Organization (Pengesahan

"Statues of The World Tourism Organization (Anggaran Dasar Organisasi

Kepariwisataan Sedunia). Sejak saat itu Indonesia aktif dalam kegiatan yang

diadakan oleh UNWTO serta berperan aktif dalam keanggotaan UNWTO

(Nasrun, 2021: 1-2).

Fang (2020: 2-3) UNWTO berkomitmen untuk mempromosikan

pariwisata sebagai instrumen dalam mencapai tujuan Pembangunan Berkelanjutan

(SDGs), yang diarahkan pada pengurangan kemiskinan, dan mendorong


7

pembangunan berkelanjutan. UNWTO mempromosikan kebijakan pariwisata

yang kompetitif dan berkelanjutan dengan mengembangkan instrumen,

pendidikan dan pelatihan pariwisata, dan bekerja untuk menjadikan pariwisata

sebagai alat yang efektif untuk pembangunan melalui proyek bantuan teknis di

lebih dari 100 negara di sekitarnya Dunia. Saat ini, keanggotaan UNWTO

mencakup 158 negara, 6 asosiasi anggota dan lebih dari 480 anggota afiliasi yang

mewakili sektor swasta, pendidikan lembaga, asosiasi pariwisata dan otoritas

pariwisata lokal.

UNWTO memberikan kontribusi berupa dana yang akan digunakan untuk

pembangunan lingkungan Pariwisata atau warisan sejarah yang sesuai dengan

tujuan UNWTO yaitu meningkatkan dan membangun lingkungan Pariwisata yang

merupakan salah satu kontributor dalam peningkatan ekonomi, toleransi dan

perdamaian internasional, HAM (Hak Asasi Manusia) serta persamaan hak untuk

semua kalangan tanpa memandang perbedaan jenis kelamin, ras, agama serta

bahasa.

Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu dapat dipaparkan, di antaranya

pertama, di dalam jurnal yang berjudul Implikasi ASEAN Tourism Strategic Plan

(ATSP) 2016-2025 Dalam Pengembangan Project Ten New Bali’s Indonesia

menyatakan bahwa ASEAN dalam rangka meningkatkan potensi pariwisata di

kawasan Asia Tenggara telah menyepakati satu kerangka kebijakan ATSP

(ASEAN Tourism Strategic Plan) selama dua periode, I dan II. Kebijakan tersebut

berimplikasi pada pengambilan kebijakan terkait pariwisata di negara-negara


8

anggota ASEAN, termasuk Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk membahas

implikasi ATSP II tahun 2016-2025 terhadap kebijakan pariwisata Indonesia.

ATSP II tahun 2016-2025 merupakan satu bentuk rezim pariwisata di Asia

Tenggara yang mempengaruhi perumusan strategi pariwisata Indonesia Project

Ten New Bali’s. Pengembangan Project Ten New Bali’s meliputi Danau Toba

Sumatra Utara, Tanjung Lesung Banten, Kepulauan Seribu Jakarta, Pantai

Tanjung Kelayang Bangka Belitung, Candi Borobudur Jawa Tengah, Gunung

Bromo Jawa Timur, Mandalika Nusa Tenggara Barat, Labuan Bajo Nusa

Tenggara Timur, Wakatobi Sulawesi Selatan dan Pulau Morotai Maluku Utara.

Penelitian ini menggunakan konsep rezim internasional dan sustainable tourism,

untuk menjelaskan keterkaitan strategi pariwisata Project Ten New Bali’s

Indonesia sebagai implikasi pengaruh rezim pariwisata di kawasan Asia Tenggara

yang mendorong Indonesia merumuskan strategi pariwisata baru untuk

meningkatkan daya saing pariwisata nasional (Rahayu dan Sulisyawati, 2021:

249-250).

Kedua, dalam penelitian yang berjudul Peran United Nations Worl

Tourism Organization (UNWTO) Terhadap Perkembangan Pariwisata Di

Indonesia bertujuan untuk mengetahui peran UNWTO (United Nation World

Tourism Organization) dalam pengembangan pariwisata di Indonesia, khususnya

di Pangandaran dengan konsep Sustainable Tourism (Pariwisata Berkelanjutan)

serta untuk mengetahui dampak peran UNWTO dalam pengembangan pariwisata

di Pangandaran. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peran yang

dilakukan oleh UNWTO dalam pengembangan pariwisata di Indonesia,


9

khususnya Pangandaran dengan memberikan peluang bagi masyarakat, lembaga

swasta, pemerintah serta UNWTO dalam pengembangan pariwisata berkonsep

Sustainable Tourism Development yang memberikan dampak dari peran UNWTO

bagi sektor pariwisata di Pangandaran (Nasrun, 2021).

Ketiga, dalam penelitian yang berjudul Pengembangan PAriwisata

Matirim Di Wilayah Perbatasan: Studi Sustainable Tourism Di Natuna dan

Bintan menyatakan bahwa Pembangunan pariwisata yang diusung UNWTO

berfokus kepada pariwisata yang berorientasi keseimbangan ekonomi, sosial dan

budaya, serta lingkungan yang mana sejalan dengan Pasal 4 Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dijelaskan bahwa kepariwisataan

bertujuan penting dalam pembangunan ekonomi. Pariwisata bahari di perbatasan

di wilayah Kepulauan Riau sangat berpotensi untuk dikembangkan, terutama di

Kabupaten Natuna dan Kabupaten Bintan (Kartika dkk, 2021: 48).

Berdasarkan uraian di atas penelitian ini akan membahas tentang

“Peranan United Nations World Tourism Organization (UNWTO) Dalam

Membantu Pengembangan Project Ten New Bali’s Di Indonesia Tahun 2019 -

2022”

Ketertarikan peneliti terhadap penelitian ini didukung oleh beberapa mata

kuliah Ilmu Hubungan Internasional, yaitu antara lain:

1. Organisasi Internasional

2. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional

3. Diplomasi dan Negosiasi


10

Pertama, definisi umum Organisasi Internasional (OI) adalah suatu

organisasi formal yang keanggotaannya terdiri dari tiga atau lebih Negara untuk

mencapai tujuan yang spesifik (Gutner, 2017: 19). Menurut Reinalda dan Gutner

bahwa terdapat dua bentuk organisasi internasional, yaitu: inter-governmental

organization, dikenal dengan singkatan IGO, dan International Non

Governmental Organization, yang selanjutnya dikenal dengan singkatan INGO

(Yolanda dkk, 2020: 5). Namun, ada juga pendapat yang mengkategorisasi

organisasi internasional adalah hanya merujuk pada organisasi yang dibuat Negara

dan tidak memasukkan kategori INCGO sebagai bagian dari OI (Yolanda dkk,

2020: 5). Organisasi Internasional berbeda dengan INGO karena OI mempunyai

pola minimum yaitu (a) dibentuk oleh Negara berdaulat dengan representasi

perwakilan Negara di dalamnya untuk mengupayakan kerja sama internasional;

(b) mempunyai misi berbeda dan status permanen; (c) mempunyai presiden atau

pemimpin teridentifikasi; dan (d) memiliki staf di suatu sekretariat. Karena OI

sebagai aktor internasional, maka penting untuk melihat kualitas pemimpinnya.

Kualitas pemimpin dalam mengemban misi atau tujuan tertentu dilihat dari

kapasitas organisasi dan personal (termasuk karisma personal) serta visi.

Pemimpin suatu OI setidaknya menjalankan tiga fungsi dasar yaitu sebagai

diplomat, politisi, dan pimpinan birokrat Chong dan Weller (2015: 3-12).

Dari penjelasan Ogranisasi Internasional tersebut dapat disimpulkan

bahwa Organisasi Internasional merupakan suatu organisasi formal yang

beranggotakan lebih dari dua Negara untuk mencapai tujuan suatu perjanjian yang

telah ditetapkan. Perlu diketahui, dalam sebuah kerja sama Organisasi


11

Internasional diperlukan setiap aktor harus memiliki kualitas (termasuk karisma

personalnya) agar dalam menjalankan negosiasi serta merealisasikan suatu

program dapat dijalankan dengan baik.

Kedua, pemahaman Ilmu Hubungan Internasional pada masa pasca Perang

Dingin, Joshua Glodstein mendefinisikan bahwa Ilmu Hubungan Internasional

sebagai disiplin ilmu yang menjadi bagian dari ilmu politik, tepatnya politik

internasional yang mempelajari tentang keputusan-keputusan pemerintah

menyankut tindakan mereka terhadap pemerintah lainny. HI (Hubungan

Internasional) juga merupakan studi tentang politik internasional, yakni hubungan

politik antar bangsa dalam hal perperangan, diplomasi, hubungan perdagangan,

aliansi, partisipasi dalam organisasi internasional, pertukaran budaya, dan

seterusnya (Hadiwinata, 2017: 13). Menurut Karen Mingst mendefinisikan Ilmu

Hubungan Internasional dalam perspektif yang tidak lagi berpusat pada Negara

yaitu interaksi antar berbagai aktor yang berpatisipasi dalam politik internasional

termasuk di dalamnya adalah Negara, organisasi internasional, organisasi

pemerintah, entitas sub-nasional seperti birokrasi dan pemerintah local, serta

individu. HI adalah studi tentang perilaku aktor-aktor tersebut ketika mereka

berpatisipasi baik secara individu maupun bersama-sama dalam proses politik

internasional (Hadiwinata, 2017: 13).

Dari definisi tersebut sangat dipengaruhi oleh politik internasional pasca

Perang Dingin yang ditandai dengan kehadiran aktor-aktor non-negara yang ikut

mempengaruhi arah perkembangan politik internasional di mana kelompok-

kelompok seperti non-pemerintah di bidang Hak Asasi Manusia membantu


12

promosi dan perlindungan Hak Asasi Manusia. Dalam konteks inilah Mingst

berupaya mengurangi nuansa state-centrict model dalam studi HI. Dari berbagai

definisi studi HI tersebut tampak bahwa studi HI sebagai disiplin ilmu

menunjukkan perubahan yang dinamis dari waktu ke waktu.

Ketiga, untuk memahami diplomasi negosiasi, pertama kali harus

memahami apa itu diplomasi. Menurut Sharp bahwa diplomasi sebagai lembaga

penting bagi pelaksanaan hubungan antar Negara, seperti yang diketahui. Selain

itu, diplomasi telah terbukti menjadi institusi tangguh, karena merupakan salah

satu dari sedikit lembaga internasional yang berhasil menghadapi tantangan

kedaulatan rakyat dan nasionalisme abad kesembilanbelas (Carlsnaes dkk, 2021:

2). Berikutnya, menurut Hamilton dan Langhorne bahwa diplomasi sebagai

tindakan hubungan dalam antara entitas-entitas politik, para pelakunya dan agen-

agen yang diberi wewenang (Carlsnaes dkk, 2021: 4).

Negosiasi dapat dianggap sebagai salah satu cara pengambilan keputusan

bersama yang dapat dikenali, harus dibedakan dari koalisi, di mana pilihan dibuat

dengan melakukan voting, dan ajudikasi, di mana pilihan dibuat secara hierarkis

oleh seorang hakim yang mengumpulkan nilai-nilai dan kepentingan yang

bertentangan menjadi keputusan tunggal (Carlsnaes dkk, 2021: 28-29).

Sehubungan dengan penjelasan diplomasi negosiasi di atas, dapat

disimpulkan bahwa suatu tindakan hubungan dalam antara entitas-entitas politik,

para pelakunya dam agen-agen yang diberi wewenang dalam pengembilan

keputusan bersama yang dapat dikenali, di mana pilihan dibuat dengan melakukan

voting dan ajudikasi.


13

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini terdiri dari dua rumusan, di

antaranya rumusan masalah mayor dan minor. Adapun kedua rumusan masalah

tersebut sebagai berikut:

1.2.1 Rumusan Masalah Mayor

Adapun rumusan masalah Mayor dalam Penelitian ini adalah “Bagaimana

Peranan United Nations World Tourism Organization (UNWTO) dalam

Membantu pengembangan Project Ten New Bali’s di Indonesia tahun 2019-

2022?”

1.2.2 Rumusan Masalah Minor

Adapun rumusan masalah minor dalam penelitian ini adalah:

1. Apa saja langkah-langkah UNWTO dalam membantu pengembangan Project

Ten New Bali’s di Indonesia tahun 2019-2022?

2. Apa saja hambatan yang dialami UNWTO dalam membantu pengembangan

Project Ten New Bali’s di Indonesia tahun 2019-2022?

3. Bagaimana perkembangan sektor pariwisata melalui Project Ten New Bali’s di

Indonesia tahun 2019-2022?

1.2.3. Pembatasan Masalah

Adapun pembatas masalah dalam penelitian ini di antaranya sebagai

berikut:

1. Membahas tentang langkah-langkah UNWTO dalam pengembangan sektor

pariwisata Project Ten New Bali’s di Indonesia tahun 2019-2022.


14

2. Membahas tentang seputar hambatan yang dialami oleh UNWTO dalam

membantu pengembangan sektor pariwisata Project Ten New Bali’s tahun

2019-2022.

3. Membahas tentang perkembangan sektor pariwisata melalui Project Ten New

Bali’s di Indonesia tahun 2019-2022.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana Peranan

UNWTO dalam mendukung sektor Pariwisata Indonesia.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari Penelitian ini antara lain untuk:

1. Untuk mengetahui bagimana program yang diterapkan oleh UNWTO dalam

membantu pengembangan Project Ten New Bali’s di Indonesia tahun 2019-

2022.

2. Untuk mengetahui apa saja hambatan yang dialami UNWTO dalam membantu

pengembangan Project Ten New Bali’s di Indonesia tahun 2019-2022.

3. Untuk mengetahui perkembangan sektor pariwisata melalui Project Ten New

Bali’s di Indonesia tahun 2019-2022.


15

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang

membutuhkan, baik secara teoritis maupun secara praktis. Berikut beberapa

kegunaan pada penelitian ini:

1.4.1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber

atau referensi pengetahuan mengenai peranan UNWTO dalam mendukung sektor

Pariwisata di Indonesia.

1.4.2. Kegunaan Praktis

1. Untuk Peneliti

Penelitian ini berguna bagi peneliti untuk memperoleh gelar Sarjana S-1

(Strata Satu) pada Progam Studi Hubungan Internasional Universitas

Komputer Indonesia. dan juga sebagai bahan pengalaman dan pengetahuan

bagi peneliti, serta menambah tingkat analisis peneliti.

2. Untuk Akademik

Penelitian ini berguna untuk mahasiswa UNIKOM secara umum dan

mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional terutama sebagai bahan referensi

untuk penelitian selanjutnya yang akan melakukan penelitian pada kajian

yang sama.

3. Untuk Masyarakat

Penelitian ini berguna bagi masyarakat umum dan hadir sebagai

pengetahuan untuk mengetahui bagaimana Peranan UNWTO dalam


16

membantu pengembangan Project Ten New Bali’s di Indonesia tahun

2019-2022.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Hubungan Internasional

Pemahaman Ilmu Hubungan Internasional secara epistemologis, perlu

dimulai dengan menggambarkan bagaimana ilmu ini berkembang. Dengan

demikian kita dapat memahami variasi pemikiran yang selama ini muncul dan

dinamika diskusi yang terjadi di antara berbagai pemikiran. Tanpa pemahaman,

maka akan kehilangan arah dalam menelaah teori-teori Ilmu Hubungan

Internasional.

Perkembangan Ilmu Hubungan Internasional dengan lebih baik, dapat

meminjam model perkembangan ilmu yang diajukan oleh Kuhn. Pendapatnya

menyatakan bahwa Ilmu Hubungan Internasional berkembang dalam tahap-tahap,

dan setiap tahap didominasi oleh semacam paradigma. Teori-teori hubungan

internasional umumnya dianut atau ditolak lebih berdasar kesepakatan, bukan

berdasar proses falsifikasi (cara pandang sesuatu terdahap suatu berdasarkan sisi

kesalahan) yang ketat. Namun, keberhasilan suatu paradigma baru pada umumnya

tidak bias secara telah mengalahkan peragima lama, sehingga dalam satu periode

bisa terdapat berbagai paradigma yang saling bersaing, masing-masing dengan

pendukung yang cukup besar. Periode seperti ini oleh Kuhn disebut pra-

paradigmatis. Dengan kata lain, tema umum teorisasi dalam Ilmu Hubungan

Internasional desawa ini adalah keanekaragaman dan ketidaksepakatan. Keadaan

ini semakin jelas sejak akhir 1960-an, ketika terdapat kecenderungan kuat untuk

17
18

menilai teorisasi dalam ilmu ini berdasar asumsi-asumsi nilai yang mendasarinya.

Dengan masuknya variabel nilai itu, makin jelaslah keanekaragaman pemikiran

teoritis dalam disiplin Ilmu Hubungan Internasional (Mas’oed, 1990: 13).

Dengan berkembangnya teori hubungan internasional (THI) yang telah

tumbuh sedemikian kompleks, rumpun-rumpun THI yang ditawarkan oleh para

ilmuwan pun menjadi sedemikian banyak jumlahnya. Tentu, ini menjadi

tantangan tersendiri bagi 'new comers' dalam mempelajari teori HI (Hubungan

Internasional). Untuk memahami perkembangan yang demikian, pengantar ini

cukup memberikan pemahaman secara singkat dalam memperkenalkan teori HI

melalui tiga pembagian spectrum, yakni teori HI tradisional atau traditional

theories, teori jalan tengah atau middle ground theories, dan teori kritis atau

critical theories (McGlinchey dkk, 2017: 1).

Secara tradisional ada dua teori utama HI adalah liberalism dan relisme.

Mekipun keduanya mendapat tantangan besar dari teori lain, namun, tetap

menjadi pusat rujukan dalam disimplin ini. Pada puncaknya liberalism disebut

sebagai teori ‘utopis’. Dan sampai tingkat tertentu masih diakui sampai sekarang.

Para penganjurnya memandang manusia sebagai orang yang sangat baik dan

percaya bahwa perdamaian dan keharmonisan antar bangsa tidak hanya dapat

dicapai, tetapi juga diinginkan oleh semua orang. Pada akhir abad ke-18,

Immanuel Kant mengembangkan gagasan bahwa negara-negara yang memiliki

nilai-nilai liberal yang sama, tidak memiliki alasan untuk berperang satu sama

lain. Di mata Kant, semakin banyak negara-negara liberal di dunia, maka akan

semakin damai, karena negara-negara liberal diperintah oleh warga negara mereka
19

dan warga negara sangat jarang mendukung berperang bahkan cenderung

menolaknya. Ini berbeda dengan aturan raja, dan penguasa lainnya yang tidak

melalui pemilihan rakyat, yang sering memiliki keinginan egois yang tidak sejalan

dengan aspirasi warga negara. Ide-ide Kant ini telah bergema dan terus

dikembangkan oleh kaum liberal modern, terutama dalam teori perdamaian

demokratis, yang menyatakan bahwa demokrasi tidak saling berperang satu sama

lain (McGlinchey dkk, 2017: 1-2).

Lebih jauh, kaum liberal memiliki keyakinan pada gagasan bahwa

penghentian perang yang permanen adalah tujuan yang dapat dicapai. Dengan

menerapkan gagasan liberal, Presiden AS Woodrow Wilson menyampaikan

‘Fourteen Points’ ke Kongres AS pada Januari 1918 selama tahun terakhir Perang

Dunia Pertama. Poin terakhirnya, yakni gagasan untuk membangun kembali dunia

setelah perang, adalah gagasan inisiasi pembentukan liga bangsa-bangsa (LBB)

atau the League of Nations. Kembali ke tahun 1920, LBB sebagian besar

diciptakan untuk tujuan mengawasi urusan antara negara dan menerapkan, serta

mempertahankan, perdamaian internasional. Namun, ketika Liga runtuh karena

pecahnya Perang Dunia Kedua pada tahun 1939, kegagalannya sulit dipahami

oleh kaum liberal, sebab faktanya bertentangan dengan teori mereka. Karena itu,

meski ada upaya dari tokoh-tokoh seperti Kant dan Wilson, liberalisme gagal

mempertahankan cengkeraman ideanya secara kuat, dan ini menjadi ruang bagi

sebuah teori baru untuk muncul, dan menjelaskan sebab keberadaan perang yang

berkelanjutan. Teori itu dikenal sebagai realisme (McGlinchey dkk, 2017: 3).
20

Realisme mendapatkan momentumnya selama Perang Dunia Kedua,

ketika itu muncul untuk menawarkan penjelasan yang meyakinkan tentang

bagaimana dan mengapa terjadi perang secara luas dan mematikan dalam sejarah

ummat manusia, menggantikan periode yang penuh optimisme untuk menciptakan

perdamaian. Meskipun istilah ‘realisme’ secara formal dipopulerkan pada abad

kedua puluh, namun, banyak para ilmuan realis merunutnya dengan melihat jauh

ke belakang sejarah. Memang, para pendukung realis melihat sejarah dunia kuno,

di mana mereka mendeteksi pola perilaku manusia yang serupa dengan yang

terjadi di dunia modern. Seperti namanya, para intelektual realisme menyatakan

bahwa, hal itu mencerminkan realitas dunia dan lebih efektif untuk menjelaskan

perubahan dalam politik internasional (McGlinchey dkk, 2017: 3-4).

Liberal memiliki pandangan optimis tentang HI, percaya bahwa tatanan

dunia dapat ditingkatkan, dengan perdamaian dan kemajuan secara bertahap

menggantikan perang. Mereka mungkin tidak menyetujui detailnya, tetapi

pandangan optimis ini umumnya menyatukan mereka. Sebaliknya, kaum realis

cenderung mengabaikan optimisme sebagai bentuk idealisme yang salah tempat

dan sebaliknya mereka tiba pada pandangan yang lebih pesimistis. Ini karena

fokus mereka pada sentralitas negara dan kebutuhannya akan keamanan dan

kelangsungan hidup dalam sistem anarkis di mana ia hanya dapat benar-benar

mengandalkan dirinya sendiri. Akibatnya, realis mencapai serangkaian

pemahaman dasar yang menggambarkan HI sebagai sistem di mana perang dan

konflik adalah umum atau biasa, dan periode perdamaian hanyalah saat ketika
21

negara sedang mempersiapkan konflik di masa perang berikutnya di masa depan

(McGlinchey dkk, 2017: 5).

Pemikiran English School sering dipandang sebagai jalan tengah antara

teori liberal dan realis. Teorinya melibatkan gagasan adanya a society of states

atau masyarakat negara-negara secara internasional. Hedley Bull, salah satu tokoh

utama dari madzab English School ini, setuju dengan teori-teori tradisional bahwa

sistem internasional bersifat anarkis. Namun, dia menegaskan bahwa ini tidak

berarti tidak adanya norma (perilaku yang diharapkan) dalam masyarakat

internasional, sehingga mengklaim hadirnya aspek-aspek sosial dalam politik

internasional. Dalam pengertian ini, negara membentuk 'Masyarakat Anarkis'

(Bull 1977) di tempat sebuah tatanan internasional berada, yakni tatanan yang

terbentuk berdasarkan norma dan perilaku bersama (McGlinchey dkk, 2017: 5).

Konstruktivisme adalah teori lain yang umumnya dipandang sebagai jalan

tengah, tetapi kali ini diposisikan antara teori arus utama atau mainstream

(tradisional) dan teori kritis yang akan kita paparkan nanti. Teori konstruktifis

juga memiliki beberapa hubungan rumpun teori dengan English School tadi.

Tidak seperti para sarjana dari perspektif lain, konstruktivis menyoroti pentingnya

nilai dan kepentingan bersama antara individu yang berinteraksi di panggung

global. Alexander Wendt, seorang konstruktivis terkemuka, menggambarkan

hubungan antara agen (individu) dan struktur (seperti negara) sebagai satu satu

kesatuan, di mana struktur tidak hanya membatasi agen tetapi juga membangun

identitas dan kepentingan mereka. Cara lain untuk menjelaskan hal ini, dan untuk

menjelaskan inti konstruktivisme, adalah bahwa esensi hubungan internasional


22

ada dalam interaksi antara orang-orang. Bagaimanapun, negara tidak berinteraksi,

tapi agen-agen dari negaranegara tersebut lah yang melaksanakannya, seperti

politisi dan diplomat, yang berinteraksi satu sama lain. Karena mereka yang

berinteraksi di panggung dunia yang telah menerima anarki internasional sebagai

prinsip yang menentukan, maka keyakinan itu akhirnya menjadi bagian dari

realitas dunia. Namun, jika anarkhi adalah apa yang kita perbuat untuk itu, maka

negara yang berbeda dapat memandang anarki secara berbeda pula, dan kualitas

anarki bahkan dapat berubah seiring waktu. Anarki internasional bahkan dapat

digantikan oleh sistem yang berbeda jika kelompok berpengaruh dari individu lain

(dan dengan perwakilan negara yang mereka wakili) menerima gagasan itu.

Memahami konstruktivisme berarti memahami bahwa gagasan dan norma yang

sering mereka sebut memiliki kekuatan. Dengan demikian, konstruktivis berusaha

mempelajari proses di mana norma ditantang dan berpotensi diganti dengan

norma baru (McGlinchey dkk, 2017: 5-6).

Pendekatan kritis mengacu pada spektrum teori yang luas yang telah

ditetapkan sebagai respons terhadap pendekatan arus utama di lapangan, terutama

liberalisme dan realisme. Singkatnya, para teoretikus kritis memiliki satu sifat

khusus - mereka menentang asumsi-asumsi umum yang digunakan dalam bidang

HI yang telah menjadi pusat pemikiran sejak pendiriannya. Marxisme adalah

tempat yang baik untuk memulai dengan teoriteori kritis. Pendekatan ini

didasarkan pada ide-ide Karl Marx, yang hidup pada abad kesembilan belas di

puncak revolusi industri. Istilah ‘Marxis’ mengacu pada orang-orang yang telah

mengadopsi pandangan-pandangan Marx dan percaya bahwa masyarakat industri


23

dibagi menjadi dua kelas, yakni kelas bisnis ‘pemilik modal’ (borjuasi) dan kelas

pekerja (proletariat). Proletariat berada di bawah kekuasaan kaum borjuis yang

mengendalikan upah dan standar hidup mereka. Marx berharap untuk

menggulingkan borjuasi oleh kaum proletar dan akhirnya mengakhiri masyarakat

kelas. Para ahli teori kritis yang mengambil sudut pandang Marxis sering

berargumen bahwa organisasi politik internasional di seluruh negara telah

menyebabkan orang-orang biasa di seluruh dunia menjadi terpecah-pecah dan

teralienasi, daripada mengakui apa yang mereka semua miliki bersama, dan ini

berpotensi sebagai proletariat global. Agar perubahan ini terjadi, legitimasi negara

harus dipertanyakan dan akhirnya dibubarkan. Dalam arti itu, emansipasi dari

negara dalam bentuk tertentu seringkali menjadi bagian dari agenda pembahasan

secara kritis secara lebih luas (McGlinchey dkk, 2017: 6-7).

Kemungkinan teori paling kritis yang paling kontroversial adalah

poststrukturalisme. Ini adalah pendekatan yang mempertanyakan keyakinan yang

kita semua ketahui dan rasakan sebagai ‘nyata’. Poststrukturalisme

mempertanyakan narasi dominan yang telah diterima secara luas oleh teori arus

utama. Misalnya, kaum liberal dan realis menerima gagasan negara dan sebagian

besar menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar. Asumsi-asumsi semacam itu

adalah ‘kebenaran’ yang mendasar di mana teori-teori tradisional itu bersandar,

dan menjadi ‘struktur’ tempat landasan mereka membangun realitas. Jadi,

meskipun kedua perspektif teoretis ini mungkin berbeda dalam beberapa hal

sehubungan dengan pandangan dunia mereka secara keseluruhan, mereka berbagi

pemahaman umum tentang dunia (McGlinchey dkk, 2017: 9).


24

Seperti yang ditunjukkan oleh pengantar singkat teori HI ini, setiap teori

memiliki pandangan dunia yang sah, namun berbeda. Memang, di luar teori yang

dieksplorasi di atas ada banyak teori dan perspektif lain yang akan ditemukan.

Harus diperhatikan pula bahwa Hubungan Internasional masih merupakan disiplin

atau bidang ilmu yang relative muda, dan sedang mengalami perkembangan

formatif yang signifikan. Di dalam perkembangan itu, ada sekumpulan argumen

sengit tentang sifat negara, individu, organisasi internasional, identitas dan,

bahkan, realitas HI itu sendiri. Poin penting untuk diingat adalah bahwa teori

adalah alat analisis. Seringkali suatu teori itu relevan dan berwawasan luas jika

diterapkan dengan benar dalam suatu peristiwa. Tetapi, sama seringnya teori itu

tidak sempurna, dan akan menemukan suatu teori yang sesuai dengan riset.

2.2. Kerja Sama Internasional

Menurut Krisna bahwa Ilmu Hubungan Internasional memiliki banyak

pokok bahasan, namun hampir seluruh bahasan mengarah pada satu hal, yaitu

kerjasama internasional. Kerjasama dapat terjadi karena adanya kepentingan dan

kesepakatan antara kedua belah pihak. Kerjasama internasional dapat pula

diartikan sebagai adanya kepentingan yang mendasari kesepakatan antar dua atau

lebih aktor internasional untuk berinteraksi dalam suatu bidang tertentu dengan

cara dan tujuan yang telah disepakati bersama. Kerjasama antara kedua atau lebih

aktor internasional tidak tergantung kepada kedekatan antar pihak-pihak tersebut

saja, melainkan tergantung kepada kepentingan masing- masing pihak (Putri,

2021: 16).
25

Seperti yang dikatakan oleh Widiastuti dan Taat bahwa kerjasama yang

dilakukan antara Indonesia dengan negara lain memiliki tujuan untuk menutup

kekurangan dan mendapatkan keuntungan dari Kerjasama yang dilakukan. Begitu

juga negara lain yang bekerjasama dengan Indonesia. Sesuai dengan ruang

lingkup dari kerjasama sebuah negara, apabila negara Indonesia telah melakukan

kerjasama dengan negara lain berarti kerjasama yang dilakukan oIeh negara

Indonesia adaIah kerjasama Internasional. Karena hal tersebut menggambar suatu

hubungan kerjasama yang dilakukan oleh dua Negara merdeka dan juga berdaulat

dengan maksudnya yaitu untuk mencapai tujuan yang sudah direncanakan

(Sardjono dkk, 2021).

Direktorat Jendral Multilateral menyatakan bahwa Indonesia menjalin

kerjasama Internasional secara bilateral dengan berbagai negara seperti AustraIia,

Tiongkok, Singapura, dan sebagainya, serta melakukan kerjasama Internasional

secara multilateral dengan bergabung di beberapa organisasi regional,

sepertiiPerserikatan Bangsa – Bangsa (PBB), Asia-Pacific Economic Cooperation

(APEC), Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), Global Counter

Terrorism Forum (GCTF), NucIear Security Summitn (NSS), Comprehensive

NucIear Test Ban,Treaty (CTBT), InternationaI Atomici Energy Agency (IAEA),

Worid Trade Organization (WTO), G20, MIKTA, Gerakan Non – BIok (GNB),

dan sebagainya (Sardjono dkk, 2021).

Menurut Holsti bahwa ada beberapa alasan antar actor internasional dapat

melakukan kerjasama, di antaranya:

a. Demi meningkatkan kesejahteraan ekonomi,


26

b. Demi meningkatkan efisiensi yang berkaitan dengan pengurangan biaya,

melalui kerjasama dapat diperoleh kesepakatan untuk saling mengurangi beban

yang harus ditanggung kedua belah pihak;

c. Karena adanya masalah-masalah yang mengancam keamanan bersama;

d. Untuk mengurangi hal-hal negative yang disebabkan oleh tindakan- tindakan

individual negara yang memberi dampak pada pihak lain (Putri, 2021: 16).

Interaksi dalam kerja sama internasional salah satu hal yang sangat penting

demi berkembangnya suatu proyek. Proses kerja sama dapat dibentuk melalui

komunikasi yang baik dan pertukaran informasi tentang maksud, paham,

kesepatakan, dan tujuan dalam kerja sama. Kerja sama seperti itu akan

menghasilkan hubungan yang lebih harmonis.

Kerja sama internasional terbagi menjadi tiga, di antaranya sebagai

berikut:

a. Kerja sama bilateral merupakan perjanjian yang dilakukan oleh dua

Negara saja serta bersifat Treaty Contract (Putri, 2021: 28).

b. Kerja sama regional ialah suatu wujud dari kerja sama bidang ekonomi

yang beranggotakan dari beberapa Negara dalam suatu kawaasn atau

daerah tertentu yang mempunyai maksud untuk menjamin kepentingan

ekonomi Negara-negara satu kawasan yang memiliki tujuan yang sama

dalam bidang ekonomi (Sardjono dkk, 2021).

c. Kerja sama multilateral merupakan suatu wujud kerja sama yang bias

dijalan lebih dari dua Negara (Sardjono, 2020).


27

Berdasarkan ketiga kategori bentuk kerja sama yang dikemukakan di atas,

teori kerja sama internasional yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

kerja sama bilateral, yaitu kerja sama yang dilakukan oleh dua negera saja.

Berdasarkan informasi dari Kompas Klasika dinyatakan bahwa sejumlah program

dibahas dalam pertemuan Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya dengan

Sekretaris Jenderal United Nation World Tourism Organization (UNWTO) Zurab

Pololikashvili di Madrid, Spanyol, 24 Januari 2019. Pertemuan tersebut

membahas tentang Sustainable Tourism Develompment (STD) dan Homestay

Desa Wisata tengah dikembangkan Kemenpar (Kompas Klasika, 26/1/2019).

2.3. Organisasi Internasional

Organisasi Internasional pada umumnya tidak merumuskan definisi

Organisasi Internasional secara langsung, melainkan cenderung memberikan

ilustrasi yang substansi mengarah pada kriteria-kriteria serta elemen-elemen dasar

yang atau minimal yang harus dimiliki oleh suatu entitas yang bernama

Organisasi Internasional. Berikut beberapa definisi dan pengertian Organisasi

Internasional yang disajikan dari beberapa sumber dan literature yang

dikemukakan oleh para ahli Hukum Internasional.

a. Bowwet D.W berpendapat bahwa tidak ada suatu batasan mengenai

organisasi publik internasional yang dapat diterima secara umum. Pada

umumnya organisasi ini merupakan organisasi permanen. Sebagai

contoh, jawatan pos atau KA yang didirikan berdasarkan perjanjian

internasional yang kebanyakan merupakan perjanjian multilateral


28

daripada perjanjian bilateral yang disertai beberapa kriteria tertentu

mengenai tujuannya (Suherman, 2003: 45).

b. Starke hanya membandingkan fungsi, hak, dan kewajiban serta

wewenang dari lembaga internasional dengan Negara yang modern.

Starke berpendapat bahwa: pada awalnya seperti fungsi suatu Negara

modern mempunyai hak, kewajiban dan kekuasaan yang dimiliki

beserta alat perlengkapannya, semua itu diatur oleh hokum nasional

yang dinamakan HTN sehingga dengan demikian organisasi

internasional sama halnya dengan alat perlengkapan Negara modern

yang diatur oleh hokum konstitusi internasional (Suherman, 2003: 46).

c. Suryokusumo berpendapat bahwa organisasi internasional adalah suatu

proses; organisasi internasional juga menyangkut aspek-aspel

perwakilan dari tingkat proses tersebut yang telah dicapai pada waktu

tertentu. Organisasi Internasional juga diperlukan dalam rangka kerja

sama menyesuaikan dan mencari kompromi untuk menentukan

kesejahteraan serta memecahkan persoalan bersama serta mengurangi

pertikaian yang timbul (Suherman, 2003: 48).

d. Istanto menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Organisasi

Internasional dalam pengertian luas adalah bentuk kerja sama antar

pihak-pihak yang bersifat internasional untuk tujuan yang bersifat

internasional. Pihak-pihak yang bersifat internasional itu dapat berupa

orang atau perorangan, badan-badan bukan Negara yang berada di

berbagai Negara atau pemerintah Negara. Adapun yang dimaksud


29

dengan tujuan internasional ialah tujuan bersama yang menyangkut

kepentingan berbagai Negara (Suherman, 2003: 51).

Dari beberapa penjelasan tentang Organisasi Internasional di atas dapat

disimpulkan bahwa pengaturan bentuk kerja sama internasional yang melembaga

antara Negara-negara yang merdeka dan berdaulat untuk mencapai tujuan bersama

melalui pertemuan-pertemuan serta kegiatan-kegiatan secara berkala.

2.4. Pariwisata Dalam Kajian Hubungan Internasional

2.4.1. Sustainable Tourism Development

Menurut Nasrun (2021: 20-21) menyatakan bahwa Sustainable Tourism

atau pariwisata berkelanjutan merupakan suatu tindakan yang melibatkan

masyarakat mau pemerintah dalam mengelola lingkungan pariwisata dengan tetap

memperhatikan habitat, keanekaragaman hayati maupun budaya yang sejak lama

tumbuh dalam masyarakat setempat. Kegiatan ini tentunya untuk mengajak

masyarakat agar dapat mengelola sumber daya yang ada dengan tujuan untuk

memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial maupun estetika.

Tujuan pariwisata berkelanjutan dapat diuraikan dalam 12 poin penting

seperti yang dikatakan oleh United Nations World Tourism Organization (Nasrun,

2021: 21-22) sebagai berikut:

1) Viabilitas Ekonomi : Menjamin kelangsungan hidup dan daya saing destinasi

pariwisata dan perusahaan, sehingga mereka dapat terus berkembang dan

memberikan manfaat dalam jangka panjang;


30

2) Kemakmuran Lokal : Untuk memaksimalkan kontribusi pariwisata bagi

kemakmuran destinasi tuan rumah, termasuk proporsi pengeluaran

pengunjung yang dipertahankan secara lokal;

3) Kualitas Ketenagakerjaan : Untuk memperkuat jumlah dan kualitas pekerjaan

lokal yang diciptakan dan didukung oleh pariwisata, termasuk tingkat gaji,

kondisi layanan dan ketersediaan untuk semua tanpa diskriminasi oleh jenis

kelamin, ras, kecacatan atau dengan cara lain;

4) Kesetaraan Sosial: Mencari sebaran luas manfaat ekonomi dan sosial dari

pariwisata di seluruh komunitas penerima, termasuk meningkatkan peluang,

pendapatan dan layanan yang tersedia untuk orang miskin;

5) Pemenuhan Pengunjung : Untuk memberikan pengalaman yang aman,

memuaskan dan memuaskan bagi pengunjung, tersedia untuk semua tanpa

diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, ras, kecacatan atau dengan cara lain;

6) Pengendalian Lokal : Untuk melibatkan dan memberdayakan masyarakat lokal

dalam perencanaan dan pengambilan keputusan tentang pengelolaan dan

pengembangan pariwisata di masa depan di daerah mereka, dengan

berkonsultasi dengan pemangku kepentingan lainnya;

7) Kesejahteraan Masyarakat : Menjaga dan memperkuat kualitas hidup

masyarakat lokal, termasuk struktur sosial dan akses ke sumber daya, fasilitas,

dan sistem pendukung kehidupan, menghindari bentuk apa pun degradasi atau

eksploitasi sosial;

8) Kekayaan Budaya : Untuk menghormati dan meningkatkan warisan sejarah,

budaya otentik, tradisi dan kekhasan komunitas tuan rumah;


31

9) Integritas Fisik : Menjaga dan meningkatkan kualitas lanskap, baik perkotaan

maupun pedesaan, dan menghindari kerusakan fisik dan visual lingkungan;

10) Keanekaragaman Biologi : Mendukung pelestarian kawasan alam, habitat dan

satwa liar, dan meminimalkan kerusakan pada mereka;

11) Efisiensi Sumber Daya : Untuk meminimalkan penggunaan sumber daya yang

langka dan tidak terbarukan di pengembangan dan pengoperasian fasilitas dan

jasa pariwisata; dan

12) Kemurnian Lingkungan : Untuk meminimalkan polusi udara, air dan tanah

serta produksi limbah oleh perusahaan pariwisata dan pengunjung.

Ada beberapa permasalahan yang terdapat dalam pariwisata berkelanjutan

yang dikatakan oleh Wohlmuther dan Wintersteiner (2014: 83) berpendapat

bahwa komunitas lokal dapat memainkan peran penting dalam memajukan prinsip

pariwisata yang bertanggung jawab, pembangunan berkelanjutan dan perdamaian.

Kebanyakan Negara memiliki sejarah di mana pandangan masyarakat tentang hal-

hal yang mempengaruhi kehidupan dan masa depan mereka. Terkadang nyawa

jarang dipertimbangkan secara serius di tingkat pemerintahan. Keputusan adalah

diturunkan dari atas dan mereka mulai membenci sikap ini. Komunitas ingin

memiliki suara langsung dalam hal-hal yang memengaruhi kehidupan dan masa

depan mereka. Masyarakat lokal memiliki peran penting dalam menciptakan

lingkungan yang berkelanjutan dengan produk pariwisata yang berkelanjutan.

Ungkapan 'berpikir secara global, bertindak secara lokal adalah prinsip yang

sangat relevan untuk Komunitas. Keberlanjutan akan datang dari penduduk desa,

masyarakat, dan dari masyarakat atau tidak sama sekali semua.


32

Hal ini memberikan sinyal untuk kegiatan pariwisata berkelanjutan yang

dirundingkan dalam berbagai pertemuan tingkat dunia seperti di Agenda 21 dan

UNWTO. Selain itu, piagam pariwisata berkelanjutan menyatakan pariwisata

seharusnya berpedoman pada syarat berkelanjutan yang intinya pembangunan

harus didukung secara ekologis dengan jangka waktu yang panjang dan secara

ekonomi memiliki kelayakan, secara etika bersifat adil dan sosial terhadap

masyarakat (Arida, 2017: 14).

Pembangunan berkelanjutan merupakan upaya secara menyeluruh dan

terstruktur yang bertujuan untuk mengembangkan kualitas hidup dengan mengatur

persediaan, pengembangan, pemanfaatan serta memelihara sumber daya secara

berkesinambungan. Tujuan tersebut dapat terlaksana apabila adanya sistem

pemerintahan yang baik, melibatkan partisipasi antara pemerintah, masyarakat,

pihak swasta. Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan tidak hanya terkait

dengan isu lingkungan, melainkan juga mencakup isu demokrasi, hak asasi

manusia serta isu lain yang meluas. Sampai saat ini konsep pembangunan

berkelanjutan dianggap sebagai langkah yang efektif termasuk dalam

pembangunan pariwisata berkelanjutan.

Nasrun (2021: 24) bahwa UNWTO sebagai organisasi pariwisata dunia

yang berada di bawah naungan PBB mempromosikan pariwisata sebagai salah

satu pendorong pertumbuhan ekonomi, pembangunan yang inklusif dan

lingkungan yang berkelanjutan. Hal ini menawarkan dukungan terhadap sektor

pariwisata dengan memajukan penhetahuan dan kebijakan pariwisata di seluruh

dunia. UNWTO mendorong penerapan Kode Etik Global untuk Pariwisata


33

(GCET), untuk memaksimalkan kontribusi sosial-ekonomi pariwisata sambil

meminimalkan kemungkinan munculnya dampak negatif.

Menurut UNWTO, pedoman dalam pengelolaan pariwisata berkelanjutan

dapat diterapkan untuk semua bentuk dan jenis destinasi pariwisata. Prinsip

keberlanjutan berpedoman pada aspek sosial budaya, ekonomi, lingkungan dalam

pembangunan pariwisata dan keseimbangan antara tiga dimensi tersebut dalam

menjamin keberlanjutan dalam jangka waktu yang panjang. Maka dari itu,

menurut Nasrun (2021: 25-26) pariwisata berkelanjutan sebaiknya:

1) Pemanfaatan sumber daya lingkungan yang merupakan komponen kunci

dalam membangun pariwisata secara optimal, mengawasi proses ekologi

dan membantu observasi alam dan keanekaragaman hayati;

2) Menghargai kemurnian sosial-budaya dan komunitas tuan rumah,

melakukan pelestarian sumber daya buatan dan kehidupan budaya saat ini,

nilai tradisional serta berkontribusi terhadap pemahaman antar budaya dan

toleransi;

3) Memastikan adanya keberlangsungan pelaksanaan jangka panjang yang

memberikan manfaat dalam hal sosio-ekonomi bagi semua pemangku

kepentingan yang telah terdistribusi secara adil, termasuk penyediaan

lapangan kerja yang stabil dan peluang terhadap komunitas tuan rumah

dalam memperoleh pendapatan dan pelayanan bidang sosial, dan

berkontribusi dalam pengentasan kemiskinan. Pembangunan pariwisata

berkelanjutan membutuhkan partisipasi dari semua stakeholder yang

mendapat informasi dan eksistensi kepemimpinan politis yang kuat dalam


34

menjamin adanya partisipasi dalam lingkup yang luas. Pariwisata

berkelanjutan merupakan proses yang berkesinambungan dan memerlukan

pemantauan, mengenali tindakan pencegahan dan atau tindakan korektif

yang bisa saja diperlukan. Pariwisata berkelanjutan seharusnya menjaga

angka kepuasaan pengunjung dan menjamin pengalaman yang menarik

bagi para wisatawan, menumbuhkan sikap sadar tergadap isu

keberlanjutan dan melakukan promosi praktek pariwisata berkelanjutan

bagi semua pihak yang terlibat.

Sustainable Tourism (Pariwisata Berkelanjutan) merupakan konsep

sederhana, tetapi membutuhkan langkah kompleks dalam pelaksanaannya.

Dibutuhkan kerjasama yang baik antara pemerintah, lembaga swasta maupun

masyarakat agar konsep Sustainable Tourism konsep ini dilanksanakan bukan

hanya dalam waktu tertentu melainkan secara berkesinambungan agar bermanfaat

bagi kehidupan di masa yang akan datang.

2.4.2. Understanding of Tourism

Menurut Masriana (2019: 25), pariwisata adalah berbagai macam kegiatan

dalam wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan

oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Seluruh yang

berkaitan dengan pariwisata yang dapat bersifat multidimensi serta multidisiplin

yang muncul dalam wujud kebutuhan setiap orang dan Negara serta interaksi yang

muncul dalam wujud kebetuhan setiap orang dan Negara serta interaksi antara

wisatawan dan pemerintah.


35

Pitana dan Diarta (Masriana, 2019: 26) ada tiga kelompok yang secara

umum disepakati dalam batasan pariwisata (khususnya pariwisata internasional),

yaitu traveller, visitor, dan tourist. Definisi yang dikemukakan dari komponen

tersebut selalu mengandung unsur pokok, yaitu:

a. Adanya unsur travel (perjalanan), yaitu oergerakan dari suatu tempat

ke tempat lain.

b. Adanya unsur tinggal bersama pada tempat yang bukan merupakan

tempat tinggal yang biasanya.

c. Tujuan utama dari pergerakan manusia ini bukan untuk mencari

penghidupan atau pekerjaan ditempat yang dituju.

Menurut Freyer (Wohlmuther dan Wintersteiner, 2014: 32-33)

menyatakan bahwa pariwisata saat ini di lihat sebagai industri yang dinamis serta

terus berkembang, yang terkonsolidasi dalam kehidupan sosial di masyarakat

yang makmur dan yang memainkan peran penting dalam banyak perekonomian

nasional.

Wohlmuther dan Wintersteiner (2014: 33) menyatakan bahwa pariwisata

dapat memiliki konsekuensi positif dan negatif. Sayangnya, meskipun banyak

upaya untuk membuat pariwisata lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan,

masih ada beberapa dampak negatif ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan

yang sangat signifikan di banyak destinasi di seluruh dunia yang semakin

membutuhkan perhatian semua pemangku kepentingan yang terlibat. Secara

teratur, dan untuk menunjukkan pentingnya pariwisata sebagai alat ekonomi,

pengumuman resmi tentang jumlah masa inap, wisatawan, pengunjung, dan


36

kedatangan internasional dan pangsa pariwisata dalam produk domestik bruto

(PDB) dibuat oleh destinasi pariwisata/ negara bagian/ wilayah/ subkawasan/ kota

dan organisasi internasional terkait. Pada saat yang sama, statistik ini juga dapat

menunjukkan kerentanan sektor pariwisata terhadap penyebab dan krisis akibat

ulah manusia atau alam.

Kaspar (Wohlmuther dan Wintersteiner, 2014: 33) Selain definisi

berorientasi bisnis seperti yang dihasilkan oleh Departemen Statistik Perserikatan

Bangsa-Bangsa dan Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO), yang lain lebih

menentukan pada sisi penawaran atau permintaan. Menurut Wah dan Sola

(Wohlmuther dan Wintersteiner, 2014: 33) Ketika melihat definisi UNWTO dari

tahun 1991, kita melihat bahwa itu menggambarkan pariwisata sebagai " aktivitas

orang yang bepergian dan tinggal di tempat-tempat di luar lingkungan mereka

yang biasa selama tidak lebih dari satu tahun berturut-turut untuk liburan, bisnis,

dan liburan." tujuan lain".

Dibandingkan dengan turis yang melakukan perjalan lebih dari dua lokasi

untuk bewisata sampai bermalam di suatu tempat. Leiper (Wohlmuther dan

Wintersteiner, 2014: 33) definisi yang diturunkan dari para ahli pariwisata

merujuk ke sisi penawaran pariwisata sebagai industri yang terdiri dari

perusahaan, yang memenuhi kebutuhan dan keinginan wisatawan.

Menurut Blanchard dan Higgins (Wohlmuther dan Wintersteiner, 2014:

33), berpendapat bahwa meskipun definisi ini dapat membantu dalam mengukur

dampak ekonomi, definisi tersebut tidak mencerminkan dampak sosial atau


37

lingkungan, dimensi budaya, bahkan konteks hak asasi manusia, keadilan, dan

kewarganegaraan internasional seperti negera-negara bagian.

2.5. Kerangka Pemikiran

Hubungan Internasional merupakan hubungan antar yang dilakukan oleh

antar Negara maupun aktor-aktor lain yang melewati batas territorial suatu Negara

dengan tujuan untuk mencapai suatu kepentingan. Pada dasarnya suatu Negara

tentu saja tidak dapat memenuhi kebutuhan nasionalnya, maka dalam memenuhi

kebutuhan domestiknya Negara akan membutuhkan Negara lain, sehingga tercipta

suatu hubungan internasional antar Negara yang mana hubungan itu dapat

merujuk pada suatu hubungan kerjasama.

Ilmu Hubungan Internasional berkembang dalam tahap-tahap, dan setiap

tahap didominasi oleh semacam paradigma. Teori-teori hubungan internasional

umumnya dianut atau ditolak lebih berdasar kesepakatan, bukan berdasar proses

falsifikasi (cara pandang sesuatu terdahap suatu berdasarkan sisi kesalahan) yang

ketat. Namun, keberhasilan suatu paradigm baru pada umumnya tidak bias secara

telah mengalahkan peragima lama, sehingga dalam satu periode bisa terdapat

berbagai paradigm yang saling bersaing, masing-masing dengan pendukung yang

cukup besar. Periode ini disebut dengan paradigmatis. Dengan kata lain, tema

umum teorisasi dalam Ilmu Hubungan Internasional desawa ini adalah

keanekaragaman dan ketidaksepakatan. Keadaan ini semakin jelas sejak akhir

1960-an, ketika terdapat kecenderungan kuat untuk menilai teorisasi dalam ilmu

ini berdasar asumsi-asumsi nilai yang mendasarinya. Dengan masuknya variabel


38

nilai itu, makin jelaslah keanekaragaman pemikiran teoritis dalam disiplin Ilmu

Hubungan Internasional.

Sehubungan dengan berkembangnya hubungan internasional, Negara

Indonesia merupakan suatu Negara yang sedang berkembang dalam menjalin

hubungan internasional dengan negera lain. Adapun salah satu dari banyaknya

kerja sama internasional adalah dalam bidang sektor pariwisata. Indonesia

terkenal dengan kekayaan alam dan keindahan alam, sehingga para turis senang

datang ke Indonesia untuk menjelajahi dan menikmati keindahan alam bahkan

kuliner yang ada di Indonesia.

Indonesia merupakan sektor pariwisata internasional yang dapat

mendokrak devisa Indonesia. Salah satu alasannya karena sumber daya yang

dibutuhkan untuk mengembangkan pariwisata terdapat di dalam negeri. Selain

Sumber Daya Manusia (SDM), sumber daya yang dimaksud adalah letak

geografis antara lain luas wilayah serta keragaman sumber daya alam, budaya,

kuliner dan kekayaan yang ada di tanah air. Sumber daya inilah yang menjadi

daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Terlebih saat

ini, di Indonesia memiliki banyak destinasi eksotis dan memukau. Tidak hanya

wisata alam yang beragam, wisata budaya serta sejarah di Indonesia juga tidak

kalah menarik. Hal ini karena Indonesia memiliki ratusan suku budaya yang

tersebar dari Sabang hingga Merauke.

Bagi negara berkembang seperti Indonesia, pariwisata merupakan salah

satu sektor yang penting bagi peningkatan perekonomian nasional, melalui

penciptaan ribuan lapangan pekerjaan, mengembangkan infrastruktur suatu negara


39

dan menanamkan rasa pertukaran budaya antara wisatawan mancanegara dan

domestik. Keuntungan terbesar pariwisata adalah masuknya devisa kedalam

perekonomian suatu negara, terutama bagi negara-negara berkembang.

Sebagaimana yang tertulis dalam Laporan Kinerja Kementerian Pariwisata

Republik Indonesia (Kemenpar) bahwa sektor pariwisata memiliki posisi strategis

dalam berbagai kebijakan pembangunan, khususnya bagi negara Indonesia yang

memiliki aset kepariwisataan sehingga menjadikan sektor ini sebagai pilar

ekonomi Negara. Salah satu project yang dikembangkan saat ini oleh kementerian

pariwisata adalah Project Ten New Bali’s.

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran

Indonesia UNWTO

Sekretaris Jenderal
Kementrian Pariwisata
UNWTO
Indonesia

Sustainable Tourism
Project Ten New Bali’s Development

Peranan sebagai
Organisasi
Internasional
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang mengeksplorasi dan

memahami makna di sejumlah individu atau sekelompok orang yang berasal dari

masalah sosial. Penelitian kualitatif secara umum dapat digunakan untuk

penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, konsep atau

fenomena, masalah sosial, dan lain-lain (Creswell, 2018: 4).

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Metode penelitian

deskriptif ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan variable mandiri, baik

hanya pada sat variabel atau lebih (variabel yang berdiri sendiri atau variabel

bebas) tanpa membuat perbandingan variabel itu sendiri dan mencari hubungan

dengan variabel lain (Sugiyono, 2017: 35).

Metode deskriptif ini merupakan metode yang bertujuan untuk mengetahui

sifat serta hubungan yang lebih mendalam antara dua variabel dengan cara

mengamati aspek-aspek tertentu secara lebih spesifik untuk memperoleh data

yang sesuai dengan masalah yang ada dengan tujuan penelitian, dimana data

tersebut diolah, dianalisis, dan diproses lebih lanjut dengan dasar teori-teori yang

telah di pelajari sehingga data tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan.

40
41

Tabel 3.1. Desain Penelitian

No Data Yang Dibutuhkan Teknik Sumber


Pengumpulan
Data
1 Peranan UNWTO dalam Membantu Wawancara dan Narasumber
Pengembangan Project Ten New Dokumentasi Kementrian
Bali’s di Indonesia Pariwisata
2 Program Project Ten New Bali’s Wawancara dan Narasumber
dokumentasi Kementrian
Pariwisata
3 Program UNWTO pada sustainable Wawancara dan Narasumber
Tourism Development dalam Project dokumentasi Kementrian
Ten New Bali’s Pariwisata

3.2. Informan

Teknik penentuan informan ada dua pihak yang dianggap mengerti dan

paham tentang Peranan UNWTO dalam Membatu pengembangan Project Ten

New Bali’s di Indonesia tahun 2019-2022. Adapun informannya dapat di lihat

sebagai berikut.

Tabel 3.2. Informan dan Aspek Wawancara

No Informan Aspek Wawancara


1 Menteri Pariwisata  Bagaimana Program yang
(Menpar) diterapkan oleh UNWTO
2 Menteri pariwisata dan dalam membantu
ekonomi kreatif pengembangan Project Ten
(Menparkeraf) New Bali’s di Indonesia tahun
2019-2022?
 Apa saja hambatan yang
dialami UNWTO dalam
membantu pengembangan
Project Ten New Bali’s di
Indonesia tahun 2019-2022?
 Bagaimana Perkembangan
sektor pariwisata melalui
Project Ten New Bali’s di
Indonesia tahun 2019-2022?
42

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data terdiri dari tiga, wawancara, observasi, dan

dokumentasi. Adapun penjelasannya dapat adalah sebagai berikut:

3.3.1. Studi Pustaka

Sugiyono (2017: 83) studi pustaka merupakan langkah awal dalam metode

pengumpulan data. Studi pustaka merupakan metode pengumpulan data yang

diarahkan kepada pencarian data dan informasi melalui dokumen-dokumen, baik

dokumen tertulis, foto-foto, gambar, maupun dokumen elektronik yang dapat

mendukung dalam proses penulisan. Hasil penelitian juga akan semakin kredibel

apabila didukung foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada.

3.3.1. Studi Lapangan

Merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan pengamatan

langsung pada objek yang diteliti untuk memperoleh data primer. Adapun teknik

pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Observasi

Menurut Sugiyono (2017: 64) menyatakan bahwa “Observasi adalah

kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil panca

indra mata serta dibantu dengan panca indra lainnya. Melalui observasi peneliti

akan mengetahui dan belajartentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut

melalui pengamatan dan pencatatan yang diselidiki secara sistematik dengan cara

melakukan penelitian secara cermat dengan melakukan tinjauan langsung untuk

memperoleh data yang asli/autentik terkait dengan masalah Peranan UNWTO


43

dalam membantu pengembangan Project Ten New Bali’s di Indonesia tahun 2019-

2022.

b. Wawancara

Menurut Bogdan Taylor (Moleong, 2018:186), wawancara ialah interaksi

antara pewawancara (interviewer) dengan narasumber (interview) yang bertujuan

untuk mengumpulkan data terkait dengan indikator yang dicapai. Adapun yang

diwawancara terkait tentang penciptaan puisi dan musikalisasi puisi.

3.4. Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data menurut Moleong (2018: 330) triangulasi merupakan

teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Diluar

data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.

Peneliti menggunakan teknik ini untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan

konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan

data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. Dengan

kata lain, peneliti dapat mengecek temuannya dengan jalan membandingkannya

dengan berbagai sumber, metode, atau teori.

3.5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data menurut Bogdan dan Biklen (Moleong, 2018: 248),

teknik analisis data yang dipakai dalam penelitian ini ialah menggunakan langkah-

langkah yaitu sebagai berikut:

a. Data Collection
44

Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data.

Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan studi

dokumentasi dan wawancara terkait Peranan UNWTO dalam membantu

pengembangan Project Ten New Bali’s di Indonesia tahun 2019-2022.

b. Reduksi Data

Reduksi data adalah aktivitas yang diawali dengan meringkas dan

memisahkan hal yang penting serta diperlukan. Dalam hal ini setelah peneliti

melaksanakan pengumpulan data berhubungan dengan Peranan UNWTO dalam

membantu pengembangan Project Ten New Bali’s di Indonesia tahun 2019-2022.

c. Display Data (Penyajian Data)

Display data merupakan sekelompok informasi yang tersusun dan pada

akhirnya dilakukan penyusunan kesimpulan dan akan dilakukan pengambilan

tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan kedalam bentuk teks naratif.

Penyajian bisa berbentuk matrik, diagram, tabel dan bagan. Kesimpulan yang

dihasilkan ini nantinya akan memberikan penjelasan dan kesimpulan atas

permasalah penelitian yang diteliti oleh peneliti.

d. Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi Data

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menemukan makna yang telah

disajikan. Dari data-data yang telah terkumpul selanjutnya dilakukan penarikan

kesimpulan dan kemudian kesimpulan tersebut diverifikasi serta diuji

validitasnya.
45

3.6. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini di Gedung Sapta Pesona, Jl. Medan Merdeka Barat

No. 17, RT.2/RW.3, Gambir, Jakarta Kota Jakarta Pusat, daerah khusus Ibu Kota

Jakarta. Adapun waktu penelitiannya dapat di lihat pada tabel berikut:

Tabel 3.3. Jadwal Penelitian

Waktu Penelitian Bulan Ke-


No Jenis Kegiatan
April Mei Juni Juli Agustus
1 Persiapan
2 Observasi
3 Menyusun
proposal
4 Bimbingan
proposal
5 Seminar
proposal
6 Melaksanakan
Penelitian
7 Mengolah dan
menganalisis
data
8 Bimbingan hasil
penelitian
9 Ujian sidang
DAFTAR PUSTAKA

Arida, Sukma Nyoman & Sunarta Nyoman. 2017. Pariwisata Berkelanjutan.


Denpasar: Cakra Press.

Carlsnaes, Walter dkk. 2021. Diplomasi Tawar-menawar dan Negosiasi:


Hanbook Hubungan Internasional. Jakarta Timur: NUSAMEDIA.

Creswell, J. W. 2018. Research Design: Qualitative, Quantitative and Mixed


Methods Approaches, 4 Edition. London: Sage.

Fang, W.T. 2020. Tourism in Emerging: The Way Green, Sustainable, and
Healthy. Singapore: Springer Nature Singapore Pte Ltd.

Gutner, Tamar. 2017. Internasional Organizations in World Politics. London:


Sage Publication.

Hadiwinata, Sugeng Bob. 2017. Studi dan Teori Hubungan Internasional: Arus
Utama, Alternatif, dan Reflektivis. Cetakan Pertama. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.

Kartika, Dwi Frizka. 2021. Pengembangan Pariwisata Maritim Di Wilayah


Perbatasan: Studi Sustainable Tourism Di Natuna dan Bintan. Jurnal PIR.
1: 62-78.

Katja. 2020. The Importance of Tourism in Any Country-Economy,


Infrastructure, & Business Opportunities (With Infographic). Melalui
Travel Actions: https://
traveltractions.com/importance-of-tourism-types/{August 28, 2020}.

Kompas. 2019. Menpar Arif Yahya: 10 Bali Baru Semua Berkelanjutan. Melalui
Menpar Arief Yahya: 10 Bali Baru Semua Berkelanjutan (kompas.id)
{26/1/2019}.

Mas’oed, Mohtar. 1990. Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan Metodologi.


Jakarta: LP3S.

Masriana. 2019. Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community


Based Tourism) Di Pantai Ide Sorowako, Kecamatan Nuham Kabupaten
Luwu Timur. Skripsi. Makassar: Universitas Muhammadiyah.

McGlinchey, Stephen et. al. 2017. Dasar-dasar Kajian Teori Hubungan


Internasional. International Relations Theory. United Kingdom:
Komojoyo Press YK dan E-IR Publishing London, UK.

46
47

Moleong, Lexy J. 2018. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya Offset.

Nasrun, Nizaar. 2021. Peran United Nations World Tourism Organization


(UNWTO) Terhadap Perkembangan Pariwisata Di Indonesia. Skripsi.
Makasar: Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial
dan Politik.

Prayuda, Rendi dkk. 2019. Politik Institusi Rezim Internasional (Konsep dan
Pendekatan Analisis). Journal of Diplomacy and International Studies. E-
ISSN 2656-8713: 97-111.

Putri, Mandala Vidya Ruby. 2021. Implikasi Kerjasama Pariwisata Indonesia-


Tiongkok Dalam Mencegah Zero Fare Tour Di Indonesia. Skripsi.
Indralaya: Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya.

Rahayu, Septyana Dini dan Sulistyawati. Implikasi Asean Tourism Strategic Plan
(ATSP) 2016-2025 dalam Mengembangkan Project Ten New Bali’s
Indonesia. Dauliyah. 2: 249-278.

Rahma, Aulia Adenisa. 2020. Potensi Sumber Daya Alam dalam Mengembangkan
Sektor Pariwisata di Indonesia. Jurnal Nasional Parawisata. 1: 1-8.

Sardjono, Alief Heidar dkk. 2021. Analisa Kerja Sama Indonesia Dengan Asia
Pasific Economic Cooperation (APEG) Dalam Bidang Keimigrasian.
Jurnal Inovasi Penelitian. 12: 2703-2712.

Sudiar, Sonny. 2014. Sosek Malindo Kaltim-Sabah, Kerja Sama Pembangunan


Internasional di Wilayah Perbatasan Negara. Surabaya: Pustaka Radja.

Sugiarto, E. C. 2019. Pariwisata, Lokomotif Baru Penggerak Ekonomi Indonesia.


Retrieved August 28, 2020, from Kementerian Sekretariat Negara
Republik Indonesia.Melalui:
https://www.setneg.go.id/baca/index/pariwisata_lokomotif_baru_penggera
k_ekonomi_indonesia {2019, April 09}.

Sugiyono (2017). Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung:


Alfabeta.

Suherman, Maman Ade. 2003. Organisasi Internasional dan Integrasi Ekonomi


Regional Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi. Jakarta: PT Ghalia
Indonesia.

Weller, Patrick & Chong, Yi Xu. 2015. The politics of International


Organizations. New York: Routledge.
48

Wohlmuther, Cordula & Wintersteiner, Werner. 2014. International Handbook on


Tourism and Piece. Australia: Drava.

Yolanda, Maria dkk. 2020. Organisasi Internasional. Edisi I. Malang: PT. Cita
Intrans Selaras.

Anda mungkin juga menyukai