Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN

KARDIOVASKULER : RHD (Reumatoid Heart Disease)

OLEH
KELOMPOK 1 PROGSUS KARANGASEM

NAMA NIM NAMA NIM


NAZILATUD DIANA AMALIA 21089144075 NI LUH PUTU GERIANTI 21089144099
NURUL HOTIMAH 21089144076 NI PUTU WIWIEK KURNIANTI 21089144100
NI NYOMAN DEWI BUDIARTHI 21089144077 MUZAYYINU RAHMAN 21089144101
DESAK PT. SRI YUNITA HARYANTI 21089144078 NI KETUT SUARTINI 21089144102
NI PUTU YESI MEGAYANTI 21089144079 NI WAYAN KOMALA LESTARI 21089144103
I NENGAH ARSAYUSA 21089144080 NI NYOMAN ENY WAHYUNI 21089144104
NI MADE MIRAYANTI 21089144081 NI WAYAN RIYANTI TERESA 21089144105
NI NYOMAN ANI SUTARMI 21089144082 I GEDE ARIAWAN 21089144107
NI MADE DWI DHARMA SANTI 21089144083 NI PUTU SINDY APRILIA 21089144108
PUTU EKA SANDYAWATI 21089144084 I MADE DIRGA RUDYTAWAN 21089144109
NI LUH PUJA ASTUTI 21089144085 NI KADEK PUSPITARINI 21089144110
NI NYOMAN TRI APRIANTARI S 21089144086 PANDE PUTU PAJAR SANTOSA 21089144111
NI WAYAN MEI INDRAWATI 21089144087 NI WAYAN AYU SUPADMI 21089144112
NI WAYAN PITRI UDAYANI 21089144088 NI WAYAN DEWI WIRA ASTUTI 21089144113
NI KADEK YULI HARTAWATI 21089144089 NI KETUT PUJIWATI 21089144114
NI LUH PUTU LABANI 21089144090 NI PUTU SUASTIARI 21089144116
I PUTU DEDY ARTAMA 21089144091 I NYOMAN ARI DARMAWAN 21089144117
NI KADEK SUARDANI 21089144092 LUH ERNA DARMAYANTI 21089144118
NI MADE KRISTYA DWIJAYANTHI 21089144093 I WAYAN HARTHAWAN 21089144119
NI MADE DWI YUNAWATI 21089144094 LUH PUTU GITA ASRINI 21089144120
PUTU KRISNA YANTI 21089144095 NI KADEK MONALISA 21089144121
NI KOMANG SRI INDRAWATI 21089144096 I NENGAH BUDIARTANA 21089144122
NI KOMANG OKTAVIANI DEWI 21089144097 WAYAN AYU RIBAYANTI 21089144123
ADI KUSUMA YUDANA 21089144098

STIKES BULELENG
PROGSUS KARANGASEM
2022

2
KATA PENGANTAR

Atas Asung Kertha Wara Nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Kami
panjatkan puja syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan
anungrah kepada kita, sehingga kita dapat menyelesaikan makalah tentang
“Patosifiologi, Farmakologi dan Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskular: RHD (Reumatoid Heart Disease)” sebagai
tugas di mata kuliah Keperawatan Anak Sakit Kornis Dan Terminal.
Selama proses penyusunan makalah ini,
kelompok mengalami berbagai kendala, namun
berkat bantuan dari beberapa pihak, maka
makalah ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu
kelompok ingin mengucapkan terimakasih kepada
:
Ns. Mochammad Heri, S.Kep., M.Kep selaku dosen pengajar mata kuliah
Keperawatan Anak Sakit Kornis Dan Terminal di STIKES BULELENG.
Kelompok menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.

Karangasem, 03 Agustus 2022

Kelompok
Satu

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................1
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................2
BAB II : TINJAUAN TEORITIS
1. Kosep Dasar Medik
A. Definisi...................................................................................................3
B. Anatomi Fisiologi...................................................................................3
C. Klasifikasi .............................................................................................5
D. Etiologi ..................................................................................................6
E. Manifestasi Klinis .................................................................................8
F. Patofisiologi ........................................................................................10
G. Pathway ...............................................................................................11
H. Komplikasi ..........................................................................................11
I. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................12
J. Penatalaksanaan ..................................................................................13
2. Konsep Dasar Keperawatan
A. Pengkajian............................................................................................16
B. Diagnosa Keperawatan.........................................................................17
C. Intervensi Keperawatan........................................................................18
D. Implementasi Keperawatan..................................................................23
E. Evaluasi................................................................................................23
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan .........................................................................................24
B. Saran ...................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
RHD atau yang lebih dikenal dengan Reumatik Heart Disease terdapat
diseluruhdunia. Lebih dari 100.000 kasus baru demam rematik didiagnosa
setiap tahunnya, khususnya pada kelompok anak usia 6-15 tahun. Cenderung
terjangkit padadaerah dengan udara dingin, lembab, lingkungan yang kondisi
kebersihan dangizinya kurang memadai. Sementara penyakit jantung rematik
menyebabkan setidaknya 200.000-250.000 kematian bayi premature setiap
tahun dan penyebab umum kematian akibat penyakit jantung pada anak-
anak dan remaja di negara berkembang. (Marijon, 2012)
Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober–1
November 2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR
0,5 per 100.000 penduduk di Negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk
di negara berkembang di daerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per
100.000 penduduk. Diperkirakan sekitar 2.000-332.000 penduduk yang
meninggal diseluruh dunia akibat penyakit tersebut. (WHO, 2010)
Prevalensi demam rematik di Indonesia belum diketahui secara
pasti, meskipun beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan
bahwa prevalensi penyakit jantung rematik berkisar antara 0,3 sampai 0,8 per
1.000 anak sekolah. (WHO, 2010)

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini yaitu, “Bagaimana Fatofisiologi,
Farmakologi dan Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular: RHD (Reumatoid Heart Disease) ?”

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memahami tentang Fatofisiologi,
Farmakologi dan Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular: RHD (Reumatoid Heart Disease).

1
2. Tujuan khusus.
a. Memahami Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskular: RHD (Reumatoid Heart Disease)
mulai dari definisi sampai dengan pencegahan.
b. Memahami Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular: RHD (Reumatoid Heart Disease)

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi
Penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease) merupakan
penyakit jantung didapat yang sering ditemukan pada anak. Penyakit
jantung reumatik merupakan kelainan katup jantung yang menetap
akibat demam reumatik akut sebelumnya, terutama mengenai katup
mitral (75%), aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspid, dan tidak
pernah menyerang katup pulmonal. Penyakit jantung reumatik dapat
menimbulkan stenosis atau insufisiensi atau keduanya.
Demam Rheumatik merupakan suatu penyakit radang yang terjadi setelah
adanya infeksi streptokokus golongan beta hemolitik A, yang dapat
menyebabkan lesi patologis di daerah jantung, pembuluh darah, sendi, dan
jaringan subkutan. ( Alimul Aziz, 2006 )
Penyakit jantung rematik (RHD) adalah suatu proses peradangan yang
mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung
dan pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitic-β grup A
(Sunoto Pratanu, 2009).
Demam rematik biasanya terjadi pada anak-anak usia antara 6 dan 15
tahun, dengan puncak insidensi pada usia 8 tahun. Terjadi lebih sering pada
akhir musim dingin dan awal musim semi saat infeksi streptokokus paling
sering terjadi. (Mery, 2013)

B. Anatomi Fisiologi

Jantung terletak di rongga toraks sekitar garis tengah antara sternum di


sebelah anterior dan vertebra di sebelah posterior. Jantung memiliki pangkal

3
lebar disebelah atas dan meruncing membentuk ujung yang disebut apeks.
Sewaktu jantung berdenyut (kontraksi) secara kuat, apeks membentur bagian
dalam dinding dada di sisi kiri. Kenyataan bahwa jantung terletak antara dua
struktur tulang, sternum dan vertebra digunakan sebagai bagian dari resusitasi
jantung paru pada tindakan penyelamatan.
Jantung dibagi menjadi saperuh kanan dan kiri, yaitu atria (atrium,
tunggal) menerima darah yang kembali ke jantung dan memindahkannya ke
ventrikel yang memompa darag dari jantung ke seluruh tubuh. Pembuluh
yang mengembalikan darah dari jaringan ke atria adalah vena (vena kava),
dna pembuluh yang mengangkut dari menjauhi ventrikel menuju jairngan
adalah arteri (aorta abdominalis). Kedua belah jantung dipisahkan oleh
septum, otot kontinyu yang mencegah pencampuran darah dari kedua sisi
jantung.
Ada empat katup jantung memastikan darah mengalir satu arah. Empat
katup jantung terdiri dari katup atrioventrikuler (AV) kanan dan kiri. Katup
AV kanan disebut juga katup trikuspid karena memiliki tiga buah katup dan
katup AV kiri terdiri dari dua buah katup disebutjuga katup bikuspid atau
katup mitral. Dua katup lainnya, katup aorta dan katup pulmonalis. Tepi-tepi
katup AV diikat oleh tali fibrosa yang disebut korda tendinae. Tali-tali ini
melekat ke otot papilaris. Letak katup trikuspid letaknya setinggi ICS IV
parastemal kiri, katup bikuspid atau mitral letaknya setinggi ICS V
medioklavikularis kiri, katup aorta letaknya setinggi ICS II parastenal kanan
dan katup pulmonal letaknya ICS II parsternal kiri.

Fisiologi
Darah yang kembali dari sirkulasi sistemik masuk ke atrium kanan melalui
vena-vena besar yang dikenal dengan vena kava. Darah yang masuk ke
atrium kanan kembali dari jaringan tubuh kaya karbondioksida. Darah
tersebut mengalir dari atrium kanan ke ventrikel kanan dan memompanya
keluar melalui arteri pulmonalis ke paru. Di dalam paru CO2O2dan
dikembalikan ke atrium kiri melalui vena pulmonalis. Darah dari atrium kiri
mengalir ke dalam ventrikel kiri dan memompa ke semua sistem tubuh

4
kecuali paru. Arteri besar yang membawa darah menjauhi ventrikel kiri
adalah aorta abdominalis.
Sirkulasi paru adala sistem yang memiliki tekanan dan resistensi yang
rendah, sedangkan sirkulasi sistemik adalah sistem dengan tekanan dan
resistensi yang tinggi. Walaupun sisi kiri dan kanan jantung memompa darah
jumlah yang sama, sisi kiri melakukan kerja yang lebih besar karena harus
memompa dalam resistensi yang tinggi. Dengan demikian otot jantung
sebelah kiri jau lebih tebal dari pada oto jantung sebelah kanan.
Katup jantung membuka dan menutup secara pasif karena adanya
perbedaan tekanan. Katup-katup ini terbuka ketika tiap-tiap tekanan ventrikel
kanan dan kiri melebihi tekanan di aorta dan arteri pulmonalis, selama
ventrikel berkontraksi dan mengosongkan sisinya. Katup tertutup apabila
ventrikel melemas dna tekanan ventrikel turun di bawah tekanan aorta dan
arteri pulmonalis. Ketika ventrikel berkontraksi, otot papilaris juga
berkontrkasi, menarik ke bawah korda tendinae. Tarikan ini menimbulkan
ketegangan didaun katup AV yang tertutup, sehingga daun katup dapat
tertahan dalam posisinya dan tetap menutup rapat walaupun terdapat gradien
yang besar kearah belakang.

C. Klasifikasi
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik atau penyakit jantung reumatik
dapat dibagi dalam 4 stadium menurut Ngastiyah, 2010 adalah :
1. Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus
Hemolyticus Group A. Keluhan : demam, batuk, rasa sakit waktu
menelan, muntah, diare.
2. Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi
streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya
periode ini berlangsung 1-3 minggu.
3. Stadium III

5
Yang dimaksud dengan stadium 3 ini ialah fase akut demam reumatik,
saat ini timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik atau
penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan
dalam gejala peradangan umum dan manifestasi spesifik demam
reumatik atau penyakit jantung reumatik. Gejala peradangan umum :
demam yang tinggi, lesu, anoreksia, lekas tersinggung, berat badan
menurun, kelihatan pucat, rasa sakit disekitar sendi.
4. Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik
tanpa kelainan jantung atau penderita jantung reumatik tanpa gejala sisa
katup tidak menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita jantung
reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul
sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pada fase ini baik penderita
demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu
dapat mengalami reaktivitas penyakitnya

D. Etiologi
Etiologi terpenting dari penyakit jantung reumatik adalah demam
reumatik. Demam reumatik merupakan penyakit vaskular kolagen
multisistem yang terjadi setelah infeksi Streptococcus grup A pada
individu yang mempunyai faktor predisposisi. Keterlibatan
kardiovaskuler pada penyakit ini ditandai oleh inflamasi endokardium dan
miokardium melalui suatu proses ’autoimunne’ yang menyebabkan kerusakan
jaringan. Inflamasi yang berat dapat melibatkan perikardium. Valvulitis
merupakan tanda utama reumatik karditis yang paling banyak mengenai katup
mitral (76%), katup aorta (13%) dan katup mitral dan katup aorta (97%).
Insidens tertinggi ditemukan pada anak berumur 5-15 tahun.
Infeksi Streptococcus beta-hemolyticus grup A pada tenggorok selalu
mendahului terjadinya demam rematik, baik pada serangan pertama maupun
serangan ulang.
Telah diketahui bahwa dalam hal terjadi demam rematik terdapat beberapa
predisposisi antara lain :

6
1. Faktor genetik
Banyak penyakit jantung reumatik yang terjadi pada satu keluarga
maupun pada anak-anak kembar, meskipun pengetahuan tentang faktor
genetik pada penyakit jantung, namun pada umumnya disetujui bahwa
ada faktor keturunan pada penyakit jantung reumatik.
2. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan
dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak
ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin
lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
3. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada
timbulnya demam reumatik atau penyakit jantung reumatik. Penyakit
ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan
puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara
umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau
setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens
infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz
menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka
yang berumur 2-6 tahun.
4. Keadaan gizi
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat
ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya
demam reumatik.
5. Serangan demam reumatik sebelumnya
Serangan ulang demam rematik sesudah adanya reinfeksi dengan
Streptococcus beta-hemolyticus grup A adalah sering pada anak yang
sebelumnya pernah mendapat demam rematik.
6. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai
predisposisi untuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam
reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum

7
era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk
sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat,
rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati
anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah
sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain.
Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya
demam reumatik.

E. Manifestasi Klinis
Untuk diagnosis rheumatic fever digunakan kriteria Jones yang pertama
kali diperkenalkan pada tahun 1944, dan kemudian dimodifikasi beberapa
kali. Kriteria ini membagi gambaran klinis menjadi dua, yaitu manifestasi
mayor dan minor.
1. Kriteria mayor
a. Carditis : Karditis adalah komplikasi yang paling serius dan
paling sering terjadi setelah poliartritis. Pankarditis meliputi
endokarditis, miokarditis dan perikarditis. Pada stadium lanjut,
pasienmungkin mengalami dipsnea ringan-sedang, rasa tak nyaman
di dada atau nyeri pada dada pleuritik, edema, batuk dan ortopnea.
Pada pemeriksaan fisik, karditis paling sering ditandai dengan murmur
dan takikardia yang tidak sesuai dengan tingginya demam.
b. Poliarthritis : Gejala ini muncul 30 hari setelah infeksi
Streptococcus yakni saat antibodi mencapai puncak. Radang sendi
aktif ditandai dengan nyeri hebat, bengkak, eritema pada beberapa
sendi. Nyeri saat istirahat yang semakin hebat pada gerakan aktif dan
pasif merupakan tanda khas. Sendi yang paling sering terkena adalah
sendi-sendi besar seperti sendi lutut, pergelangan kaki, siku, dan
pergelangan tangan. Gejala ini bersifat asimetris dan berpindah-
pindah (poli arthritis migrans). Peradangan sendi ini dapat sembuh
spontan beberapa jam sesudah serangan namun muncul pada sendi
yang lain.

8
c. Khorea Syndendham : gerakan yang tidak disengaja atau gerakan
abnormal sebagai manifestasi peradangan pada sistem saraf pusat.
Gejala awal biasanya emosi yang lebih labil dan iritabilitas.
Kemudian diikuti dengan gerakan yang tidak disengaja, tidak
bertujuan, dan inkoordinasi muskular. Semua bagian otot dapat
terkena, namun otot ekstremitas dan wajah adalah yang paling
mencolok. Gejala ini semakin diperberat dengan adanya stress dan
kelelahan, namun menghilang saat beristirahat.
d. Eritema marginatum : tanda kemerahan pada batang tubuh dan
telapak tangan yang tidak gatal. Ruam berbentuk anular berwarna
kemerahan yang kemudian ditengahnya memudar pucat, dan tepinya
berwarna merah berkelok-kelok seperti ular. Umumnya ditemukan
ditubuh (dada atau punggung) dan ekstremitas.
e. Nodul subkutan : terletak pada permukaan ekstensor sendi
terutama siku, ruas jari, lutut, persendian kaki; tidak nyeri dan dapat
bebas digerakkan. Nodulus terletak pada permukaan ekstensor sendi,
terutama pada siku, ruas jari, lutut, dan persendian kaki. Kadang juga
ditemukan di kulit kepala bagian oksipital dan di atas kolumna
vertebralis. Nodul berupa benjolan berwarna terang keras, tidak
nyeri, tidak gatal, mobile, dengan diameter 0,2-2 cm.

2. Kriteria minor
a. Demam biasanya tinggi sekitar 39oC dan biasa kembali normal
dalam waktu 2-3 minggu, walau tanpa pengobatan. Artralgia, yakni
nyeri sendi tanpa disertai tanda-tanda objektif (misalnya bengkak,
merah, hangat) juga sering dijumpai. Artralgia biasa melibatkan
sendi-sendi yang besar. Penanda peradangan akut pada
pemeriksaan darah umumnya tidak spesifik, yaitu LED dan
CRP umumnya meningkat pada rheumatic fever. Pemeriksaan
dapat digunakan untuk menilai perkembangan penyakit.

9
F. Patofisiologi
Penyakit Jantung Reumatik (PJR) adalah kelainan jantung yang terjadi
akibat demam reumatik, atau kelainan karditis reumatik. Penyakit ini
disebabkan karena infeksi bakteri streptokokus beta hemolitikus Grup A.
Bakteri ini akan menginfeksi saluran pernapasan atas yaitu tenggorokan yang
nantinya akan menyebabkan peradangan dan infeksi pada tenggorokan
sehingga menyebabkan terjadinya faringitis dan tonsillitis. Akibat peradangan
atau infeksi ini, merangsang terbentuknya antibodi sehingga bereaksi dengan
antigen streptokokus yang mengakibatkan terjadinya reaksi antigen-antibodi.
Akibat terjadinya reaksi imunologis ini menyebabkan terjadinya demam
reumatik. Demam reumatik bisa bersifat menetap dan reversible. Reversible
terjadi jika pasien dengan demam reumatik memilki sistem imun yang baik
sehingga dapat disembuhkan. Sebaliknya, bila sistem imun pasien ini
menurun, maka demam reumatik ini bisa berlanjut (berulang-ulang) dalam
jangka waktu yang lama. Demam reumatik dapat mengakibatkan gejala sisa
(sequele), sehingga dalam serum penderita terdapat antibodi anti otot jantung.
Antibody ini mengakibatkan terjadinya respon autoimun dimana antibody
ini dianggap sebagai antigen (antigen pada katup jantung) sehingga terjadi
reaksi perlawanan antara antibodi yang dihasilkan dalam tubuh dengan
antigen streptokokus dan antigen katup jantung. Hal ini menyebabkan
terjadinya peradangan pada katup jantung dan dapat pula disertai dengan
gejala –gejala seperti karditis (kriteria mayor dan kriteria minor). Bila
terdapat 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor disertai dengan 2 kriteria
minor akan mengakibatkan terjadinya penyakit jantung reumatik (RHD).
Penyakit jantung rematik ini juga dapat menyerang kulit, sistem saraf
pusat, dan persendian. Jika menyerang bagian kulit akan menyebabkan
peradangan kulit dan jaringan subcutan akan timbul bercak merah atau
eritema marginatum. Sedangkan pada bagian persendian penyakit ini akan
menyebabkan peradangan pada membran sinovial maka pasien akan
merasakan nyeri di bagian persendian atau atralgia. Pada sistem saraf pusat
pasien akan mengalami mudah merasa lelah dan gerakan infolunter.

10
G. Pathway
Streptococcus group Tubuh mengeluarkan
A (melepaskan Faringitis dan antibody berlebihan dan
endotoksin di faring tonsilitis tidak dapat membedakan
dan tonsil) antibody dan antigen

RHD Respon imunologi


abnormal

SSP Kulit Persendian Jantung

Gerakan Peradangan kulit Peradangan Peradangan katub


involunter, cepat dan jaringan pada membran mitral
dan kelemahan subcutan sinovia
oto atau khorea
M.K:
Bercak merah Polyartritis Hipertermia
M.K: atau eritema atau atralgia
Resiko cidera marginatum
Intoleransi Peningkatan sel
M.K:
aktivitas retikuloendotelial,
Nyeri akut
M.K: sel plasma dan
Kerusakan limfosit
integritas kulit

Jaringan parut

Stenosis katub
M.K:
mitral
Penurunan curah
jantung

H. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR)
diantaranya adalah gagal jantung, pankarditis (infeksi dan peradangan di
seluruh bagian jantung), pneumonitis reumatik (infeksi paru), emboli atau
sumbatan pada paru, kelainan katup jantung, dan infark (kematian sel
jantung).

11
1. Dekompensasi Cordis
Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan
terdapatnya sindroma klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi
keperluan metabolic termasuk pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena
kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena kelainan struktur
jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau
gabungan kedua faktor tersebut.
I. Pemeriksaan Penunjang
Adapun beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan
untuk mendukung diagnosis dari rheumatic feverdan rheumatic heart
diseaseadalah:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Reaktan Fase Akut
Merupakan uji yang menggambarkan radang jantung
ringan.Pada pemeriksaan darah lengkap, dapat ditemukan
leukosistosis terutama pada fase akut atau aktif, namun sifatnya
tidak spesifik.Marker inflamasi akut berupa C-reactive protein
(CRP) dan laju endap darah (LED). Peningkatan laju endap darah
merupakan bukti non spesifik untuk penyakit yang aktif.
Pada rheumatic feverterjadi peningkatan LED, namun normal pada
pasien dengan congestive failure atau meningkat pada anemia.
b. Rapid Test Antigen Streptococcus
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi antigen bakteri
Streptococcusgrup A secara tepat dengan spesifisitas 95 % dan
sensitivitas 60-90 %.
c. Kultur tenggorok
Pemeriksaan kultur tenggorokan untuk mengetahui ada
tidaknya streptococcus beta hemolitikus grup A. Pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan sebelum pemberian antibiotik.
3. Pemeriksaan Ekokardiografi
Pada pasienRHD, pemeriksaan ekokardiografi bertujuan untuk
mengidentifikasi dan menilai derajat insufisiensi atau stenosis katup,

12
efusi perikardium, dan disfungsi ventrikel. Pada pasien rheumatic fever
dengan karditis ringan, regurgitasi mitral akanmenghilang beberapa
bulan. EKG dapat menyatakan interval PR memanjang yangbersifat tidak
spesifik. Nilai normal batas atas interval PR uuntuk usia 3-12 tahun =
0,16 detik, 12-14 tahun = 0,18 detik , dan > 17 tahun = 0,20 detik.
4. Pemeriksaan Radiologi
Pada pemeriksaan radiologi dapat mendeteksi adanya
kardiomegali dan kongesti pulmonal sebagai tanda adanya gagal
jantung kronik pada karditis.Pemeriksaan ini dapat menyatakan
pembesaran jantung.

J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan rheumatic heart disease secara garis
besar bertujuan untuk mengeradikasi bakteri Streptococcus beta hemolyticus
grup A, menekan inflamasi dari respon autoimun, dan memberikan terapi
suportif untuk gagal jantung kongestif. Setelah lewat fase akut, terapi
bertujuan untuk mencegah rheumatic heart diseaseberulang pada anak-anak
dan memantau komplikasi serta gejala sisa dari rheumatic heart
diseasekronis pada saat dewasa.
1. Terapi antibiotik
Pemilihan regimen terapi sebaiknya mempertimbangkan aspek
bakteriologi dan efektifitas antibiotik, kemudahan pasien untuk
mematuhi regimen yang ditentukan (frekuensi, durasi, dan
kemampuan pasien meminum obat), harga, dan juga efek
samping.Penisilin G Benzathine IM, penisilin V pottasium oral, dan
amoxicilin oral adalah obat pilihan untuk terapi Streptococcus beta
hemolyticus grup Afaring pada pasien tanpa riwayat alergi terhadap
penisilin.
Agen Dosis

Amoxicillin 50 mg/kgBB (maksimal, 1 g) oral


satu kali sehari selama 10 hari

13
Penicillin G benzathine Pasien berat < 27 kg (60 lb):
600,000unit IM sekali

Penicillin V potassium Pasien dengan BB <27 kg


diberikan 250 mg oral 2-3x sehari
selama 10 hari

2. Terapi anti inflamasi


Manifestasi dari rheumatic fever(termasuk karditis) biasanya
merespon cepat terhadap terapi anti inflamasi. Anti inflamasi yang
menjadi lini utama adalah aspirin. Untuk pasien dengan karditis
yang burukatau dengan gagal jantungdan kardiomegali, obat yang
dipilih adalah kortikosteroid.
Penggunaan kortikosteroid dan aspirin sebaiknya menunggu
sampai diagnosis rheumatic feverditegakan. Pada anak-anak dosis aspirin
adalah 100-125 mg/kg/hari, setelah mencapai konsentrasi stabil selama 2
minggu, dosis dapat diturunkan menjadi 60-70 mg/kg/hari untuk 3-6
minggu. Pada pasien yang alergi terhadap aspirin bisa digunakan
naproxen 10-20 mg/kg/hari.

3. Terapi gagal jantung


Gagal jantung pada rheumatic feverumumnyamerespon baik terhadap
tirah baring, restriksi cairan,dan terapi kortikosteroid, namun pada
beberapa pasien dengan gejala yang berat, terapi diuterik, ACE-
inhibitor, dan digoxin bisa digunakan.
Obat Dosis

Digoxin 30 mcg/kg dosis total


digitalisasi, 7,5 mcg/kg/hari
dosis pemeliharaan

Diuretik: 0,5 –2 mg/kg/hari,0,2 –0,4

14
mg/kg/hari
- Furosemide
- Metolazone

4. Diet dan aktivitas


Diet pasien rheumatic heart diseaseharus bernutrisi dan tanpa restriksi
kecuali pada pasien gagal jantung. Pada pasien tersebut, cairan dan
natrium harus dikurangi. Suplemen kaliumdiperlukan apabila pasien
diberikan kortikosteroid atau diuretik.
Tirah baring yang dianjurkan pada rheumatic fever
Tanpa karditis Tirah baring selama 2 minggu,
mobilisasi bertahap selama 2
minggu

Karditis, tanpa kardiomegali Tirah baring selama 4 minggu,


mobilisasi bertahap selama 4
minggu

Karditis, dengan kardiomegali Tirah baring selama 6 minggu,


mobilisasi bertahap selama 6
minggu

Karditis dengan kardiomegalidan Tirah baring selama gagal


gagal jantung jantung, mobilisasi bertahap
selama 3 bulan

5. Terapi operatif
Pada pasien dengan gagal jantung yang persisten atau terus
mengalami perburukanmeskipun telah mendapat terapi medis yang
agresif untuk penanganan rheumatic heart disease, operasi untuk
mengurangi defisiensi katup mungkin bisa menjadi pilihan untuk
menyelamatkan nyawa pasien.

15
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan,
alamat.
b. Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin, hubungan
dengan keluarga, pekerjaan, alamat.
2. Keluhan utama
Peningkatan suhu tubuh tidak terlalu tinggi kurang dari 39oc namun
tidak terpola, Tekanan darah menurun, denyut nadi meningkat, dada
berdebar-debar, nyeri abdomen, mual, anoreksia dan penurunan
hemoglobin, arthralgia, gangguan fungsi sendi, kelemahan otot.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Kesehatan sekarang
Pada anak demam reumatik biasanya demam ringan memuncak pada
sore, nyeri abdomen, atralgia tanpa perubahan artritis, kelemahan,
pucat, kehilangan nafsu makan, dan penurunan berat badan.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pernah terkena penyakit demam rematik sebelumnya atau
terkena penyakti radang tenggorokan.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita dema rematik atau penyakit
jantung rematik.
4. Pemeriksaan umum
Keadaan umum lemah, suhu 38-39oc , nadi cepat dan lemah, beratbadan
menurun, TD.
5. Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan leher
b. Nadi perkusi redup, suara napas, ruang interiostae dari
nosostaetakipnos serta takikardi.

16
c. Abdomen pembesaran hati, mual, muntah
d. Auskultasi jantung; bunyi jantung melemah dengan irama derap
diastole, denjut jantung di atas normal
e. sendi : poliartritis. Pada inspeksi terlihat bengkak dan merah pada
sendi. Pada palpasi teraba hangat.
f. korea
inspeksi : gerakan yang tidak disadari
palpasi : kelemahan otot, ketidak mampuan memegang atau
menggapai tangan
g. Eritema Marginatum
inspeksi : ada atau tidaknya kemerahan yang ditengahnya pucat,
makular
palpasi : kemerahan akan menghilang pada penekanan
h. Nodul subkutan
inspeksi : ada atau tidak adanya massa
palpasi : tidak nyeri, mudah digerakkan dari dasarnya
6. Pemeriksaan penunjang
a. Protein reaktif –C (CRP) meningkat
b. Titer reaktan fase akut (peningkatan antistreptolisin-O ASLO, ASO,)
ditunjukkan dengan paling sedikit dua uji, meningkat >33 unit Todd
mengindikasikan infeksi streptokokus pada anak-anak)
c. LED (laju endapan darah meningkat)
d. HDL akan menyatakan anemia transien dan peningkatan hitung sel
darah putih (SDP)
e. Pemeriksaan EKG
f. Pemeriksan hapus tenggorokan.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraksi otot


jantung. Ditandai dengan wajah pasien pucat, dada terasa berdebar debar,
suara jantung abnormal yaitu murmur, takikardi, hipotensi.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis. Ditandai dengan

17
pasien mengeluh nyeri dada.
3. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit. Ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh yaitu 38 derajat celcius.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia ditandai dengan pasien mengeluh tidak ada nafsu makan.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan
pasien cepat lelah saat melakukan aktivitas berlebihan.

C. Intervensi Keperawatan
1. Dx. Keperawatan
Hipertermia b.d proses penyakit, peradangan pada sendi

NO DIAGNOSA TUJUAN NOC INTERVENSI NIC


KEPERAWATAN

Penurunan Goal : pasien tidak akan Perawatan jantung


1
curah jantung mengalami penurunan 1. Lakukan
berhubungan curah jantung selama penilaian
dengan dalam perawatan. kompherensif
Perubahan Objektif : pasien tidak terhadap sirkulasi
kontraksi otot mengalami perubahan perifer (misalnya
jantung kontraksi otot jantung : cek nadi perifer,
setelah dilakukan edema, pengisian
tindakan keperawatan kapiler, dan suhu
selama 3x24 jam dengan ekstermitas).
kriteria hasil : 2. Catat adanya
1. Tekanan darah dalam disritmea, tanda
rentang normal dan gejala
2. Toleransi terhadap penurunan curah
aktivitas jantung
3. Nadi perifer kuat 3. Observasi tanda-
4. Tidak ada disritmea tanda vital
5. Tidak ada bunyi 4. Kolaborasi dalam

18
jantung abnormal yaitu pemberian terapi
terdengar bunyi mur- aritmia sesuai
mur kebutuhan
6. Tidak ada angina 5. Instruksi klien
7. Tidak ada kelelahan dan keluaraga
tentang
pematasan
aktivitas
2 Nyeri akut Goal : pasien tidak akan Manajemen nyeri
berhubungan mengalami nyeri selama 1. Kaji secara
dengan agen cedera dalam perawatan kompherensif
bioogis Objektif : klien akan tentang nyeri,
terbebas dari nyeri meliputi lokasi,
setelah dilakukan karakteristik
tindakan keperawatan nyeri, durasi,
selama 1x 24 jam dengan frekuensi,
kriteria hasil : intensitas /
1. Mengontrol nyeri: beratnya nyeri,
Mengenal faktor dan faktor
penyebab nyeri, presipitasi
Tindakan pencegahan, 2. Berikan informasi
tindakan pertolongan tentang nyeri,
non analgetik, seperti penyebab,
menggunakan berapa lama
analgetik dengan tepat, terjadi, dan
mengenal tanda-tanda tindakan
pencetus nyeri untuk pencegahan
mencari pertolongan, Ajarkan
melaporkan gejala penggunaan
kepada tenaga teknik non-
kesehatan farmakologi
2. Menunjukkan tingkat (misalnya :

19
nyeri : melaporkan relaksasi,
nyeri, frekuensi nyeri, imajinasi
lama nyeri, ekspresi terbimbing, terapi
nyeri. musik, distraksi
imajinasi
terbimbing,
masase)
4. Evaluasi
keefektifan dari
tindakan
mengontrol nyeri
5. Kolaborasi
pemberian
analgetik
3 Hipertensi Goal : pasien tidak akan Penanganan
berhubungan mengalami hipertermi Hipertermia
dengan proses selama dalam perawatan. 1. Observasi suhu
penyakit Objektif : pasien dapat sesering
menunjukkan mungkin
termoregulasi yang baik 2. Observasi
setelah dilakukan tekanan darah,
tindakan keperawatan nadi, dan
selama 1x 24 jam dengan frekuensi nafas
kriteria hasil: 3. Observasi
1. Suhu tubuh dalam batas penurunan
normal tingkat
2. Tidak sakit kepala kesadaran
3. nadi dalam batas 4. Observasi
normal adanya
4. frekuensi nafas dalam aritmea
batas normal 5. Berikan anti
5. tidak ada perubahan piretik

20
warna kulit 6. Berikan
pengobatan
untuk mengatasi
penyebab
demam
7. Selimuti klien
8. Berikan cairan
intravena
9. Kompres klien
pada lipatan
paha dan aksila
4 Ketidakseimbangan Goal : pasien akan Manajemen
nutrisi kurang dari meningkatkan asupan nutrisi dan
kebutuhan tubuh nutrisi yang adekuat observasi
berhubungan selama dalam perawatan nutrisi
dengan anoreksi Objektif : kebutuhan 1. Identifikasi
nutrisi adekuat setelah faktor penyebab
dilakukan tindakan mual muntah
keperawatan selama 4x 24 2. Tanyakan pada
jam dengan kriteria hasil: klien tentang
1. Adanya peningkatan alergi makanan
berat badan 3. Timbang berat
2. Tidak terjadi penurunan badan klien pada
berat badan interval yang
3. Klien mampu tepat
mengidentifikasi Anjurkan
kebutuhan nutrisi masukan kalori
4. Asupan nutrisi dan yang tepat yang
cairan adekuat sesuei dengan
5. Klien melaporkan gaya hidup
keadekuatan tingkat 5. Anjurkan
energy peningkatan

21
pemasukan
protein dan
vitamin b
6. Anjurkan agar
banyak makan
dan buah serta
minum
7. Diskusi dengan
ahli gizi dalam
menentukan
kebutuhan kalori
dan protein
8. Ciptakan
lingkungan yang
menyenangkan
sebelum makan
5 Intoleransi aktifitas Goal : pasien akan Manajemen energy
meningkatkan toleransi 1. Tentukan
terhadap aktivitas selama keterbatasan
dalam perawatan klien terhadap
Objektif : klien dapat aktivitas
menunjukkan toleransi 2. Dorong pasien
terhadap aktivitas setelah untuk
dilakukan tindakan menggungkapka
keperawatan selama 1x24 n perasaan
jam dengan kriteria hasil : tentang
1. Klien dapat menentukan keterbatasan
aktivitas yang sesuei 3. Motivasi untuk
dengan peningkatan melakukan
nadi, tekanan darah, dan periode istirahat
frekuensi napas, dan aktivitas
2. Mempertahankan warna 4. Rencanakan

22
dan kehangatan kulit periode aktivitas
dan aktivitas saat klien
3. Melaporkan memiliki banyak
peningkatan aktivitas tenaga
harian. 5. Bantu klien
untuk bangun
dari tempat tidur
atau duduk
dismaping
tempat tidur atau
berjalan
6. Bantu klien
untuk
mengidentivikasi
aktivitas yang
lebih disukai
7. Evaluasi
program
peningkatan
tingkat aktivitas
Dikutip dari buku NANDA (2018), Wagner (2013), Sawnson (2013)

D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan dan perencanaan keperawatan yang telah dibuat untuk mencapai
hasil efektif. Dalam pelaksanaan, penguasaan keterampilan dan pengetahuan
harus dimiliki oleh setiap perawat supaya memberikan pelayanan yang
bermutu. Dengan demikian tujuan dapat tercapai.

E. Evaluasi Keperawatan
1. Tanda-tanda vital dalam batas normal
2. Terjadi penurunan episode dyspnea, angina.
3. Mulai dapat beraktifitas secara mandiri

23
4. Nyeri hilang/ terkontrol, klien tampak tenang
5. Berat badan dalam batas normal
6. Klien dapat beraktifitas secara mandiri.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang
mengenaijaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian jantung
dan pembuluh daraholeh organisme streptococcus hemolytic-b group A,
mempunyai kecenderungan untuk kambuh dan dapat menyebabkan gejala
sisa pada jantung khusunya katub. Demam reumatik akut biasanya didahului
oleh radang saluran nafas bagian atas yangdi sebabkan oleh infeksi
streptokokus beta-hemolitikus golongan A, sehingga kuman termasuk
dianggap sebagai penyebab demam reumatik akut.
B. Saran
1. Saran bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa disarankan dengan adanya makalah ini dapat
meningkatkan kembali pengetahuan terkait Reumatic Heart Disease dan
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular : RHD (Reumatoid Heart Disease.
2. Saran bagi Perguruan Tinggi
Bagi perguruan tinggi disarankan untuk menjadikan makalah ini sebagai
bahan ajar dalam meningkatkan pengetahuan terkait materi di atas.
3. Saran bagi Pasien dan Perawat
a. Diharapkan makalah ini dapat dijadikan sebagai sarana meningkatkan
pengetahuan pasien mengenai demam rematik dan Konsep Dasar
Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular : RHD (Reumatoid Heart Disease.

24
b. Diharapkan makalah ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam
memberikan pelayanan Asuhan KeperawatanPada Anak Dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskular: RHD (Reumatoid Heart Disease)”.

DAFTAR PUSTAKA

Chakko S, Bisno AL. Acute Rheumatic Fever. In: Fuster V, Alexander RW,
O’Rourke et al. Hurst The Heart; vol.II; 10th ed. Mc Graw-Hill :
NewYork, 2001; p. 1657 –65.2.

Marijon E, Mirabel M, ,et al. Rheumatic fever. Paris: Lancet 2012; 379: 953–
643.World Health Organization. Rheumatic fever and rheumatic
heart disease

NANDA. (2018). Diagnosa keperawatan definisi dan Klasifikasi 2018-2020 Edisi


10. Jakrta: EGC

Ninditasari, Ghina. 2016. https://www.slideshare.net/GhinaNinditasari/referat-


penyakit-jantung-rematik-pada-anak. Diakses pada tanggal 06 September
2019 pada jam 10.00

Ngastiyah. 2007. Perawatan Anak Sakit, Edisi III EGC: Jakarta.

Premana, Pande. 2018.


https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/4cfc4cc71e834014
18ccef06f5fe587e.pdf. Diakses pada tanggal 06 September 2019 pada jam
09.12

Rahayu, Sri. 2011.


http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Pustaka_Unpad_D
emam_Rematik_Akut.pdf. Diakses pada tanggal 06 September 2019 pada
jam 09.30

Wagner, B. (2013). Nursing Intervention Classification Ed 6. Missouri: Elseiver


Mosby

WHO Technical report series 923. Report of a WHO Expert Consultation


Geneva, 29October–1 November 2010.

25
26

Anda mungkin juga menyukai