Dalam paradigma ini diungkapkan pula bahwa antara keempat faktor tadi terjadi saling
mempengaruhi . Perilaku mempengaruhi lingkungan dan lingkungan mempengaruhi perilaku .
Faktor pelayanan kesehatan , akan berperan dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat bila pelayanan yang disediakan digunakan ( perilaku ) oleh masyarakat . Faktor genetik
yang tidak menguntungkan akan berkurang resikonya bila seseorang berada dalam lingkungan
yang sehat dan berperilaku sehat . Dengan demikian , perilaku memainkan peran yang penting bagi
kesehatan .
Oleh karena itu , ruang lingkup utama sasaran promosi kesehatan adalah perilaku dan akar -
akarnya serta lingkungan , khususnya lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku . Green
mengkategorikan akar - akar perilaku ke dalam 3 kelompok faktor , yaitu faktor - faktor predisposisi
( yang merupakan prasyarat terjadinya perilaku secara sukarela ) , pemungkin ( enabling yang
memungkinkan faktor predisposisi yang sudah kondusif menjelma menjadi perilaku ) , dan faktor
penguat ( reinforcing , yang akan memperkuat perilaku atau mengurangi hambatan psikologis
dalam berperilaku yang diinginkan )
Menurut bagan teori Green , diketahui bahwa factor perilaku kesehatan ditentukan oleh 3 faktor ,
yaitu :
Pertama , faktor predisposisi ( predisposing factor ) , yaitu faktor yang mempermudah atau
mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang , antara lain : pengetahuan , sikap , keyakinan ,
kepercayaan , nilai - nilai , tradisi , dsb
Predisposing
Faktors
Reinforcing
Faktors
Kedua faktor pemungkin ( enabling factor ) , yaitu faktor yang memungkinkan atau yang
menfasilitasi perilaku atau tindakan , antara lain : prasarana , sarana , ketersediaan sdm . Contoh
konkritnya , ketersediaan puskesmas , ketersediaan tong sampah , adanya tempat olah raga , dsb .
Ketiga , faktor penguat ( reinforcing factor ) , yaitu faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku , antara lain : sikap petugas kesehatan , sikap tokoh masyarakat ,
dukungan suami , dukungan keluarga , tokoh adat , dsb .
Hal tersebut sesuai dengan tujuan dari promosi kesehatan yaitu tercapainya derajat
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang tinggi , dengan dijalankannya perilaku yang
menguntungkan kesehatan . Untuk itu upaya - upaya promosi kesehatan adalah penciptaan kondisi
yang memungkinkan masyarakat berperilaku sehat dan membuat perilaku sehat sebagai pilihan
yang mudah dijalankan .
Promosi kesehatan juga merupakan salah satu bentuk tindakan mandiri keperawatan
untuk membantu klien baik individu , kelompok maupun masyarakat dalam mengatasi masalah
kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran yang didalamnya perawat perperan sebagai perawat
pendidik . Perubahan perilaku yang diharapkan pada klien berupa perubahan pola pikir , sikap , dan
keterampilan yang spesifik terhadap kesehatan . Hubungan pembelajaran yang terjadi tersebut
harus bersifat dinamis dan interaktif .
Promosi kesehatan pada proses keperawatan tersebut merupakan tahap pengkajian dan
intervensi keperawatan yang diarahkan pada faktor predisposisi , faktor pemungkin dan faktor
penguat masalah perilaku .
Ruang lingkup dalam promosi kesehatan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu , sehingga dapat
dilihat dari berbagai sudut pandang , yaitu :
Ruang lingkup promosi kesehatan yang bersifat komprehensif harus mencakup kelima tingkat
pencegahan tersebut
a. Pendidikan kesehatan masyarakat untuk mengenal masalah - masalah kesehatan serta cara -
cara untuk mencegah dan menanggulangi •
b. Peningkatan ketersediaan pangan dan nutrisi •
c. Penyediaan air bersih dan kebutuhan sanitasi dasar •
d. Pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana •
e. Imunisasi •
f. Pencegahan dan penaggulangan penyakit endemik lokal •
g. Pengobatan yang memadai untuk penyakit - penyakit umum dan kecelakaan •
h. Penyediaan obat yang esensial
4. Ruang lingkup aktivitas
Diperluasnya peran Pendidikan Kesehatan menjadi Promosi Kesehatan oleh WHO
menggambarkan juga luasnya ruang lingkup aktivitas promosi kesehatan .
Ottawa Charter mengemukakan 5 ( lima ) pilar utama / cara untuk mempromosikan kesehatan
( yang bunyi pernyataannya sesungguhnya bersifat perintah ) , yaitu :
1. Build Healthy Public Policy ( Buat kebijakan publik yang sehat )
2. Create Supportive Environment ( Ciptakan lingkungan yang mendukung )
3. Strengthen Community Action ( Perkuat kegiatan masyarakat )
4. Develop Personal Skills ( Kembangkan / tumbuhkan keterampilan pribadi )
5. Reorient Health Services ( Orientasi ulang pelayanan kesehatan )
Ruang lingkup aktivitas yang lebih operasional dapat kita rujuk ke definisi yang
dikemukakan Green dan Kreuter serta Kerangka Precede - Proceed , yang meliputi ( 1 )
aktivitas pendidikan kesehatan , ( 2 ) pembuatan dan pelaksanaan kebijakan peraturan
serta upaya organisasi . Kedua aktivitas ini merupakan intervensi yang bersifat langsung
terhadap perilaku , akar - akar perilaku atau lingkungan . Aktivitas lain yang sangat mutlak agar
aktivitas yang disebut di atas dapat dihasilkan dan dijalankan adalah ( 3 ) advokasi .
5. Ruang Lingkup Perilaku Kesehatan
Becker menguraikan perilaku kesehatan menjadi tiga domain , yakni pengetahuan
kesehatan ( health knowledge ) , sikap terhadap kesehatan ( health attitude ) dan praktik
kesehatan ( health practice ) . Konsep perilaku sehat ini merupakan pengembangan dari konsep
perilaku yang dikembangkan Benjamin Bloom . Hal ini berguna untuk mengukur seberapa
besar tingkat perilaku kesehatan individu yang menjadi unit analisis . Becker
mengklasifikasikan perilaku kesehatan menjadi tiga dimensi :
1. Pengetahuan Kesehatan . Pengetahuan tentang kesehatan mencakup apa yang diketahui
oleh seseorang terhadap cara - cara memelihara kesehatan , seperti pengetahuan tentang
penyakit menular , pengetahuan tentang faktor - faktor yang terkait . dan atau
mempengaruhi kesehatan , pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan , dan
pengetahuan untuk menghindari kecelakaan .
2. Sikap terhadap kesehatan . Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian
seseorang terhadap hal - hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan , seperti sikap
terhadap penyakit menular dan tidak menular , sikap terhadap faktor - faktor yang terkait
dan atau memengaruhi kesehatan , sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan , dan sikap
untuk menghindari kecelakaan .
3. Praktek kesehatan Praktek kesehatan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan atau
aktivitas orang dalam rangka memelihara kesehatan , seperti tindakan terhadap penyakit
menular dan tidak menular , tindakan terhadap faktor - faktor yang terkait dan atau
memengaruhi kesehatan , tindakan tentang fasilitas pelayanan kesehatan , dan tindakan
untuk menghindari kecelakaan .
1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar
Kegiatan belajar adalah suatu sistem yang terdiri atas input , proses dan output . Dengan
demikian dalam kegiatan belajar terdapat tiga persoalan yang mendasar , antara lain :
1. Input , terdiri atas subjek atau sasaran belajar dari berbagai latar belakang .
2. Proses , merupakan pengaruh timbal balik di antara berbagai faktor , termasuk subjek belajar ,
pengajar atau fasilitator , metode yang digunakan , alat bantu belajar dan materi atau bahan
yang dipelajari .
3. Output , berupa kemampuan baru atau perubahan baru pada diri subjek belajar .
Faktor - faktor yang mempengaruhi belajar dapat dikelompokkan menjadi faktor eksternal dan
faktor internal . Faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga ( misalnya sikap orang tua yang
acuh , keadaan ekonomi keluarga dan hubungan yang tidak serasi di antara anggota keluarga ) ,
lingkungan sekitar ( pengaruh tempat bergaul , media massa dan kegiatan organisasi ) dan
instrumental ( misalnya keadaan gedung atau ruang kelas , waktu belajar , metode belajar
mengajar , pekerjaan rumah dan alat - alat bantu belajar ) Faktor internal meliputi fisiologis
( misalnya cacat tubuh yang dapat menimbulkan frustrasi dan rasa rendah diri dan kondisi
kesehatan ) dan psikologis ( motivasi , emosi , sikap , minat , bakat , intelegensia dan kreativitas ) .
J Guilbert menyatakan faktor - faktor yang mempengaruhi proses belajar adalah :
1. Faktor materi . Materi adalah bahan pelajaran yang digunakan dalam proses belajar . Materi
untuk pengetahuan , sikap dan keterampilan substansinya akan berbeda .
2. Faktor lingkungan , mencakup lingkungan fisik ( suhu , cuaca , ventilasi , penerangan ,
kebisingan dan kondisi tempat belajar ) dan lingkungan sosial ( manusia dengan segala
interaksi dan statusnya )
3. Faktor instrumental , terdiri atas perangkat keras atau hard - ware ( perlengkapan belajar dan alat
peraga ) dan perangkat lunak atau soft - ware seperti kurikulum , pengajar dan metode belajar .
4. Faktor individu atau subjek belajar , yaitu kondisi individual subjek belajar yang terdiri atas
kondisi fisiologis ( gizi dan panca indera terutama 20 pendengaran dan penglihatan ) dan
kondisi psikologis ( intelegensia , pengamatan , daya tangkap , ingatan , motivasi , bakat , sikap ,
daya kreativitas dan persepsi )
4. Perubahan kemampuan mengatur pengarahan dan otot - otot tubuh ( belajar berbicara atau
mengendalikan diri )
Kalau diamati , sebenarnya jenis perubahan di atas sama dengan perubahan domain
perilaku , yakni pengetahuan , sikap dan tindakan seperti dibahas pada bab sebelumnya . Dengan
kata lain perubahan sebagai hasil proses belajar pada perilaku tertentu . Untuk mengetahui
terjadinya perubahan dalam proses tersebut , harus ditentukan terlebih dahulu kriteria ketercapaian
perilaku yang diharapkan . Hal ini berarti bahwa proses belajar menyangkut nilai dan norma .
Berdasarkan hal tersebut , penting untuk mengenal situasi belajar di masyarakat agar dapat
menentukan metode yang sesuai dan tingkat ketercapaian perubahan perilaku yang diharapkan .
3. Self - directive Dalam situasi belajar self directive , masyarakat telah mengetahui pentingnya
masalah kesehatan yang terjadi . Oleh sebab itu masyarakat atau sasaran pendidikan sendiri
yang menentukan tujuan yang harus dicapai . Tugas petugas dalam program ini adalah
membantu masyarakat dalam mencari informasi , mengevaluasi , merencanakan dan
menusun program mereka sendiri . Bantuan ini berupa petunjuk , pengarahan , bimbingan
dan saran kepada masyarakat.Urutan prioritas dalam program ini sering kali berlainan
dengan pendapat petugas kesehatan . Namun hal yang lebih penting adalah masyarakat telah
menjalani proses self - initiated dalam menyusun program kesehatan .
Agar aktivitas yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran terarah pada upaya
peningkatan potensi siswa secara komprehensip, maka pembelajaran harus dikembangkan sesuai
dengan prinsip-prinsip yang benar, yang bertolak dari kebutuhan internal siswa untuk belajar.
Davies (1991:32), mengingatkan beberapa hal yang dapat menjadikan kerangka dasar bagi
penerapan prinsip-prinsip belajar belajar dalam proses pembelajaran, yaitu :
1. Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak
seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya.
2. Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan untuk setiap kelompok
umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar.
3. Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan
penguatan (reinforcement).
5. Apabila murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih
termotivasi untuk belajar, dan ia akan belajar dan mengingat lebih baik.
Prinsip belajar menunjuk kepada hal-hal penting yang harus dilakukan guru agar terjadi
proses belajar siswa sehingga proses pembelajaran yang dilakukan dapat mencapai hasil yang
harapkan. Prinsip-prinsip belajar juga memberikan arah tentang apa saja yang sebaiknya dilakukan
oleh guru agar para siswa dapat berperan aktif di dalam proses pembelajaran.
Prinsip relevansi artinya prinsip kesesuaian . Prinsip ini ada dua jenis , yaitu relevansi
eksternal dan relevansi internal . Relevansi eksternal artinya kurikulum harus sesuai dengan
tuntutan masyarakat yang ada pada masa kini maupun kebutuhan yang diprediksi pada masa
yang akan datang . Kurikulum harus bisa menyiapkan program belajar bagi anak untuk
menyiapkan anak agar bisa beradaptasi dengan masyarakat , memenuhi harapan dan
kebutuhan masyarakat serta situasi dan kondisi kehidupan masyarakat tempat dimana ia
berada . Kurikulum bisa memenuhi relevansi eksternal apabila para pengembang kurikulum
memiliki pengetahuan dan wawasan tentang kehidupan masyarakat pada masa kini dan
masa datang .
Prinsip relevansi eksternal dalam pengembangan kurikulum dibagi menjadi tiga . yaitu :
2. Relevansi epistomologis , artinya isi kurikulum harus sesuai dengan tuntutan ilmu
pengetahuan dan teknologi .
3. Relevansi Psikologis , artinya isi kurikulum harus sesuai dengan tuntutan dunia
pekerjaan dan profesi peserta didik .
Istilah “Instruksi Langsung” telah digunakan oleh beberapa peneliti untuk merujuk pada
suatu model pengajaran yang terdiri dari penjelasan guru mengenai konsep atau
keterampilan baru terhadap siswa. Penjelasan ini dilanjutkan dengan meminta siswa
menguji pemahaman mereka dengan melakukan praktik di bawah bimbingan guru (praktik
yang terkontrol/controlled practice), dan mendorong mereka meneruskan praktik di bawah
bimbingan guru (praktik yang dibimbing/guided practice). Model Instruksi yaitu :
c. Guru memberikan koreksi terhadap kesalahan dan memperkuat praktik yang sudah
benar
Menurut teori belajar Kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat
aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa
mengadakan transformasi.
Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer begitu saja dari pikiran
orang yang mempunyai pengetahuan ke pikiran orang yang belum mempunyai
pengetahuan. Bahkan bila seorang guru bermaksud mentransfer konsep, ide dan pegertian
kepada seorang murid, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh si
murid lewat pengalamannya (Glasersferld dalam Battencourt, 1989).
Implikasi prinsip keaktifan atau aktivitas bagi guru di dalam proses pembelajaran adalah:
d. Memberikan pujian verbal dan non verbal terhadap siswa yang memberikan respons
terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
Prinsip balikan dan penguatan pada dasarnya merupakan implementasi dari teori
belajar yang dikemukakan oleh Skiner melalui Teori Operant Conditioning dan salah
satu hukum belajar dari Thorndike yaitu “law of effect”. Menurut hukum belajar ini,
siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang
baik. Hasil belajar, apalagi hasil yang baik merupakan balikan yang menyenangkan dan
berpengaruh positif bagi upaya-upaya belajar berikutnya. Namun dorongan belajar,
menurut Skinner tidak hanya muncul karena penguatan yang menyenangkan, akan tetapi
juga terdorong oleh penguatan yang tidak menyenangkan, dengan kata lain penguatan
positif dan negatif dapat memperkuat belajar.
Sumantri dan Permana (1999:274) mengemukakan secara khusus beberapa tujuan dari
pemberian penguatan, yaitu:
e. Mengendalikan dan mengubah sikap negatif peserta didik dalam belajar ke arah
perilaku yang mendukung belajar.
2. Penguatan gestural, yaitu penguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang
memberi arti/kesan baik kepada peserta didik. Penguatan gestural dapat berupa;
tepuk tangan, acungan jempol, anggukan, tersenyum, dan sebagainya.
3. Penguatan dengan cara mendekati, yaitu perhatian guru terhadap perilaku peserta
didik dengan cara mendekatinya. Penguatan dengan cara mendekati ini dapat
dilakukan ketika peserta didik menjawab pertanyaan, bertanya, berdiskusi atau
sedang melakukan aktivitas-aktivitas lainnya.
4. Penguatan dengan cara sentuhan, yaitu penguatan yang dilakukan guru dengan cara
menyentuh peserta didik, seperti menepuk pundak, menjabat tangan, mengusap
kepala peserta didik, atau bentuk-bentuk lainnya.
5. Penguatan dengan cara memberikan kegiatan yang menyenangkan. Memberikan
penghargaan kepada kepada kemampuan peserta didik dalam suatu bidang tertentu,
seperti peserta didik yang pandai bernyanyi diberikan kesempatan untuk melatih
vokal pada temannya.
6. Penguatan berupa tanda atau benda, yaitu memberikan penguatan kepada peserta
didik berupa simbol-simbol atau benda-benda. Penguatan ini dapat berupa
komentar tetulis atas karya peserta didik, hadiah, piagam, lencana, dan sebagainya.
Implikasi prinsip-prinsip balikan dan penguatan bagi guru antara lain; (1)
memberikan balikan dan penguatan secara tepat, baik tenik, waktu maupun bentuknya,
(2) memberikan kepada siswa jawaban yang benar, (3) mengoreksi dan membahas
pekerjaan siswa, (4) memberikan catatan pada hasil pekerjaan siswa baik berupa angka
maupun komentar-komentar tertentu, (5) memberikan lembar jawaban atau kerja siswa,
(6) mengumumkan atau menginformasikan peringkat secara terbuka, (7) memberikan
penghargaan.
Teori belajar klasik yang memberikan dukungan paling kuat terhadap prinsip
belajar pengulangan ini adalah teori psikologi daya. Berdasarkan teori ini, belajar adalah
melatih daya-daya yang ada pada manusia yang meliputi daya berpikir, mengingat,
mengamati, manghafal, menanggapi dan sebagainya. Melalui latihan-latihan maka daya-
daya tersebut semakin berkembang. Sebaiknya semakin kurang pemberian latihan, maka
daya-daya tersebut semakin lambat perkembangannya.
Di samping teori psikologi daya, prinsip pengulangan ini juga didasari oleh teori
Psikologi Asosiasi atau Connecsionisme yang dipelopori oleh teori Thorndike dengan
salah satu hukum belajarnya “Low of exercise” yang mengemukakan bahwa belajar
adalah pembentukan hubungan stimulus dan respons. Pandangan psikologi condisioning
juga memberikan dasar yang kokoh bagi pentingnya proses latihan. Psikologi ini
berpandangan bahwa munculnya respons, tidak saja disebabkan oleh adanya stimulus,
akan tetapi lebih banyak disebabkan karena adanya stimulus yang dikondisikan.
Pengetahuan
Keterampilan
(bagaimana melakukan)
KEBIASAAN
Keinginan
(mau melakukan)
Pola menuju Unsur , maksudnya materi bahasa yang diberikan mula - mula
harus yang berupa satu kesatuan kebulatan , sesudah itu sesudah itu baru diberikan unsur
unsur dari kebukatan itu . Jadi , mula - mula , misalnya diberikan bentuk - bentuk kalimat
utuh , baru kemudian unsur - unsur yang membentuk kalimat itu . Penggunaan menuju
pengetahuan , maksudnya , materi pelajaran bahasa yang mula - mula harus diberikan
adalah penggunaan bentuk - satuan bahasa itu . Asas penggunaan ini dapat diberikan
dalam bentuk latihan latihan yang berulang - ulang dan terus - menerus . Setelah mereka
dapat menggunakannya , baru dijelaskan penggunaan yang berkenaan dengan satuan -
satuan bahasa itu .
Masalah bukan kebiasaan , hampir semua anak Indonesia tidak berbahasa Ibu
bahasa Indonesia , melainkan bahasa daerah . Dalam hal ini terdapat adanya perbedaan
pada tataran fonologi , morfologi , sintaksis dan juga kosa kata pada bahasa Indonesia dan
bahasa - bahasa daerah tersebut , oleh karena itu perbedaan inilah yang pertama harus
diperhatikan agar siswa dapat berbahasa dalam bentuk dan stuktur yang benar .