Anda di halaman 1dari 17

KONSEP PEMBELAJARAN DALAM PROMOSI KESEHATAN

1.1 Arti dan Ruang Lingkup


1. Arti dan Lingkup Belajar
a. Arti Belajar Kadang - kadang bahan pengajaran disamakan dengan pendidikan . Belajar
adalah usaha untuk menguasai segala sesuatu yang berguna untuk hidup , akan tetapi
konsep Eropa , arti belajar itu agak sempit hanya mencakup menghapal, mengingat
mereproduksi sesuatu yang dipelajari
b. Proses Belajar
1) Latihan Latihan adalah penyempurnaan potensi tenaga tenaga yang ada dengan
mengulang - ulang aktivitas tertentu .
2) Menambah / Memperoleh tingkah laku baru Belajar sebenarnya adalah suatu usaha
untuk memperoleh hal - hal ( nilai - nilai ) dengan aktivitas kejiwaan sendiri .
c. Ciri - ciri Kegiatan Belajar
1) Belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang
sedang belajar baik actual maupun potensial.
2) Perubahan tersebut pada pokoknya didapatkan karena kemampuan baru yang
berlaku untuk waktu yang relatif lama.
3) Perubahan - perubahan itu terjadi karena usaha , bukan karena proses kematangan.
2. Beberapa Teori Proses Belajar
Teori stimulus , respon yang kurang memperhitungkan faktor internal dan teori
transformasi yang memperhitungkan faktor internal . Sedangkan kelompok teori belajar yang
kedua sudah memperhitungkan faktor internal maupun eksternal . Para ahli psikologi kognitif
juga memperhitungkan faktor eksternal dan internal di dalam mengembangkan teorinya .
Selanjutnya mereka menjelaskan bahwa perencanaan pengajaran hendaknya berdasarkan
pada pengetahuan tentang subjek belajar agar dapat dirancang metode pengajaran berdasarkan
teori belajar yang tepat .
3. Teori - teori Belajar Sosial ( Social Learning )
Dalam hal ini ada dua macam belajar , yaitu secara fisik , misalnya menari , olahraga ,
mengendarai mobil dan sebagainya
a. Teori belajar sosial dan tiruan dari NE Miller dan M. Dollard
1) Tingkah laku sama ( same behavior )
2) Tingkah laku tergantung ( matched depend behavior )
3) Tingkah laku salinan ( copying behavior )
b. Teori belajar sosial A Bandura dan RH Wailer
1) Efek modeling ( modeling effect ) Peniru melakukan tingkah laku -tingkah aku baru
melalui asosiasi sehingga sesuai dengan tingkah laku model .
2) Efek penghambat ( inhabitation ) dan Penghapus hambatan (inhabitation) Tingkah
laku - tingkah laku yang tidak sesuai dengan tingkah laku model dihambat
timbulnya , sedangkan tingkah laku - tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku
model dihapuskan hambatannya sehingga timbul tingkah laku yang dapat menjadi
nyata .
3) Efek kemudahan ( facilitation effect ) Tingkah laku -tingkah laku yang sudah
pernah dipelajari oleh peniru lebih mudah muncul kembali dengan mengamati
tingkah laku model.
1.2 Ruang lingkup promosi kesehatan
Sesungguhnya , ruang lingkup sasaran promosi kesehatan adalah keempat determinan
kesehatan dan kesejahteran seperti terlihat dalam model klasik dari Bloom ( Forcefield Paradigm of
Health and Wellbeing ) , yaitu :
1. Lingkungan
2. Perilaku
3. Pelayanan kesehatan , dan
4. Faktor genetik ( atau diperluas menjadi faktor kependudukan ) .

Dalam paradigma ini diungkapkan pula bahwa antara keempat faktor tadi terjadi saling
mempengaruhi . Perilaku mempengaruhi lingkungan dan lingkungan mempengaruhi perilaku .
Faktor pelayanan kesehatan , akan berperan dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat bila pelayanan yang disediakan digunakan ( perilaku ) oleh masyarakat . Faktor genetik
yang tidak menguntungkan akan berkurang resikonya bila seseorang berada dalam lingkungan
yang sehat dan berperilaku sehat . Dengan demikian , perilaku memainkan peran yang penting bagi
kesehatan .

Oleh karena itu , ruang lingkup utama sasaran promosi kesehatan adalah perilaku dan akar -
akarnya serta lingkungan , khususnya lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku . Green
mengkategorikan akar - akar perilaku ke dalam 3 kelompok faktor , yaitu faktor - faktor predisposisi
( yang merupakan prasyarat terjadinya perilaku secara sukarela ) , pemungkin ( enabling yang
memungkinkan faktor predisposisi yang sudah kondusif menjelma menjadi perilaku ) , dan faktor
penguat ( reinforcing , yang akan memperkuat perilaku atau mengurangi hambatan psikologis
dalam berperilaku yang diinginkan )

Menurut bagan teori Green , diketahui bahwa factor perilaku kesehatan ditentukan oleh 3 faktor ,
yaitu :

Pertama , faktor predisposisi ( predisposing factor ) , yaitu faktor yang mempermudah atau
mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang , antara lain : pengetahuan , sikap , keyakinan ,
kepercayaan , nilai - nilai , tradisi , dsb

Hubungan Promosi Kesehatan

Dengan Determinan Perilaku

Predisposing
Faktors

Health Enabling Health


Promotions Faktors Behavior

Reinforcing
Faktors

Contoh : seorang ibu mau membawa anaknya ke posyandu untuk dilakukan


penimbangan agar mengetahui pertumbuhannya . Tanpa adanya pengetahuan , ibu tersebut
mungkin tidak akan membawa anaknya ke posyandu .

Kedua faktor pemungkin ( enabling factor ) , yaitu faktor yang memungkinkan atau yang
menfasilitasi perilaku atau tindakan , antara lain : prasarana , sarana , ketersediaan sdm . Contoh
konkritnya , ketersediaan puskesmas , ketersediaan tong sampah , adanya tempat olah raga , dsb .

Ketiga , faktor penguat ( reinforcing factor ) , yaitu faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku , antara lain : sikap petugas kesehatan , sikap tokoh masyarakat ,
dukungan suami , dukungan keluarga , tokoh adat , dsb .
Hal tersebut sesuai dengan tujuan dari promosi kesehatan yaitu tercapainya derajat
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang tinggi , dengan dijalankannya perilaku yang
menguntungkan kesehatan . Untuk itu upaya - upaya promosi kesehatan adalah penciptaan kondisi
yang memungkinkan masyarakat berperilaku sehat dan membuat perilaku sehat sebagai pilihan
yang mudah dijalankan .

Promosi kesehatan juga merupakan salah satu bentuk tindakan mandiri keperawatan
untuk membantu klien baik individu , kelompok maupun masyarakat dalam mengatasi masalah
kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran yang didalamnya perawat perperan sebagai perawat
pendidik . Perubahan perilaku yang diharapkan pada klien berupa perubahan pola pikir , sikap , dan
keterampilan yang spesifik terhadap kesehatan . Hubungan pembelajaran yang terjadi tersebut
harus bersifat dinamis dan interaktif .

Promosi kesehatan pada proses keperawatan tersebut merupakan tahap pengkajian dan
intervensi keperawatan yang diarahkan pada faktor predisposisi , faktor pemungkin dan faktor
penguat masalah perilaku .

Ruang lingkup dalam promosi kesehatan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu , sehingga dapat
dilihat dari berbagai sudut pandang , yaitu :

1. Ruang lingkup berdasarkan area masalah


Dilihat dari area masalah , ruang lingkup upaya promosi mencakup berbagai ideologi dari
kesehatan dan penyakit seperti kesehatan ibu , kesehatan anak , penyakit infeksi dan penyakit
infeksi menular , penyakit tidak menular , kecelakaan dan bencana , kesehatan manula . Pada
saat ini , model kesehatan yang baru yaitu social model of health , mulai diterima ,
meninggalkan medical model . Pada model sosial , masalah kesehatan dilihat lebih pada
penyebabnya bukan semata - mata dengan mengobati penyakit yang merupakan akaibat dari
masalah kesehatan .
2. Ruang lingkup berdasarkan tingkat pencegahan
Oleh karena masyarakat berada dalam berbagai status atau kondisi , maka promosi
kesehatan harus bersifat komprehensif . Di dalam upaya kesehatan , dikenal 5 tingkat
pencegahan dari Leavell and Clark ( 1967 ) • Pencegahan primer , yang terdiri dari :
a. Peningkatan derajat kesehatan ( health promotion )
b. Perlindungan khusus ( specific protection )
 Pencegahan sekunder
c. Diagnosis dini dan pengobatan segera ( early diagnosis and prompt treatment )
d. Pembatasan cacat ( disability limitation ) .
 Pencegahan tertier
e. Rehabilitasi ( rehabilitation )

Ruang lingkup promosi kesehatan yang bersifat komprehensif harus mencakup kelima tingkat
pencegahan tersebut

3. Ruang Lingkup Pelayanan Kesehatan Dasar


Deklarasi Alma Ata ( 1978 ) yang terkenal dengan visi " Sehat untuk semua tahun 2000 "
menghasilkan konsep Pelayanan Kesehatan dasar ( Primary Health Care ) , yang meliputi :
Acute primary care ; Health education ; Health promotion ; Disease surveilance and
monitoring ; Community Development .
Sigerist ( 1945 ) mengakategorikan upaya - upaya seperti di atas menjadi 4 tingkat pelayanan
dan menyebutnya sebagai fungsi kedokteran ( Tones and Green , 2004 : 14 ) :
1. Peningkatan derajat kesehatan ( health promotion )
2. Pencegahan penyakit ( prevention of disease )
3. Perawatan / pengobatan penyakit ( curation of disease )
4. pemulihan dari sakit ( rehabilitation

WHO menggarisbawahi seperangkat kegiatan minimalyang harus dilaksanakan dalam


pelayanan kesehatan dasar , beberapa diantaranya sangat berkaitan dengan determinan kesehatan
yang telah diuraikan sebelumnya . Kegiatan - kegiatan itu ialah :

a. Pendidikan kesehatan masyarakat untuk mengenal masalah - masalah kesehatan serta cara -
cara untuk mencegah dan menanggulangi •
b. Peningkatan ketersediaan pangan dan nutrisi •
c. Penyediaan air bersih dan kebutuhan sanitasi dasar •
d. Pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana •
e. Imunisasi •
f. Pencegahan dan penaggulangan penyakit endemik lokal •
g. Pengobatan yang memadai untuk penyakit - penyakit umum dan kecelakaan •
h. Penyediaan obat yang esensial
4. Ruang lingkup aktivitas
Diperluasnya peran Pendidikan Kesehatan menjadi Promosi Kesehatan oleh WHO
menggambarkan juga luasnya ruang lingkup aktivitas promosi kesehatan .
Ottawa Charter mengemukakan 5 ( lima ) pilar utama / cara untuk mempromosikan kesehatan
( yang bunyi pernyataannya sesungguhnya bersifat perintah ) , yaitu :
1. Build Healthy Public Policy ( Buat kebijakan publik yang sehat )
2. Create Supportive Environment ( Ciptakan lingkungan yang mendukung )
3. Strengthen Community Action ( Perkuat kegiatan masyarakat )
4. Develop Personal Skills ( Kembangkan / tumbuhkan keterampilan pribadi )
5. Reorient Health Services ( Orientasi ulang pelayanan kesehatan )
Ruang lingkup aktivitas yang lebih operasional dapat kita rujuk ke definisi yang
dikemukakan Green dan Kreuter serta Kerangka Precede - Proceed , yang meliputi ( 1 )
aktivitas pendidikan kesehatan , ( 2 ) pembuatan dan pelaksanaan kebijakan peraturan
serta upaya organisasi . Kedua aktivitas ini merupakan intervensi yang bersifat langsung
terhadap perilaku , akar - akar perilaku atau lingkungan . Aktivitas lain yang sangat mutlak agar
aktivitas yang disebut di atas dapat dihasilkan dan dijalankan adalah ( 3 ) advokasi .
5. Ruang Lingkup Perilaku Kesehatan
Becker menguraikan perilaku kesehatan menjadi tiga domain , yakni pengetahuan
kesehatan ( health knowledge ) , sikap terhadap kesehatan ( health attitude ) dan praktik
kesehatan ( health practice ) . Konsep perilaku sehat ini merupakan pengembangan dari konsep
perilaku yang dikembangkan Benjamin Bloom . Hal ini berguna untuk mengukur seberapa
besar tingkat perilaku kesehatan individu yang menjadi unit analisis . Becker
mengklasifikasikan perilaku kesehatan menjadi tiga dimensi :
1. Pengetahuan Kesehatan . Pengetahuan tentang kesehatan mencakup apa yang diketahui
oleh seseorang terhadap cara - cara memelihara kesehatan , seperti pengetahuan tentang
penyakit menular , pengetahuan tentang faktor - faktor yang terkait . dan atau
mempengaruhi kesehatan , pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan , dan
pengetahuan untuk menghindari kecelakaan .
2. Sikap terhadap kesehatan . Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian
seseorang terhadap hal - hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan , seperti sikap
terhadap penyakit menular dan tidak menular , sikap terhadap faktor - faktor yang terkait
dan atau memengaruhi kesehatan , sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan , dan sikap
untuk menghindari kecelakaan .
3. Praktek kesehatan Praktek kesehatan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan atau
aktivitas orang dalam rangka memelihara kesehatan , seperti tindakan terhadap penyakit
menular dan tidak menular , tindakan terhadap faktor - faktor yang terkait dan atau
memengaruhi kesehatan , tindakan tentang fasilitas pelayanan kesehatan , dan tindakan
untuk menghindari kecelakaan .
1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar
Kegiatan belajar adalah suatu sistem yang terdiri atas input , proses dan output . Dengan
demikian dalam kegiatan belajar terdapat tiga persoalan yang mendasar , antara lain :
1. Input , terdiri atas subjek atau sasaran belajar dari berbagai latar belakang .
2. Proses , merupakan pengaruh timbal balik di antara berbagai faktor , termasuk subjek belajar ,
pengajar atau fasilitator , metode yang digunakan , alat bantu belajar dan materi atau bahan
yang dipelajari .
3. Output , berupa kemampuan baru atau perubahan baru pada diri subjek belajar .
Faktor - faktor yang mempengaruhi belajar dapat dikelompokkan menjadi faktor eksternal dan
faktor internal . Faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga ( misalnya sikap orang tua yang
acuh , keadaan ekonomi keluarga dan hubungan yang tidak serasi di antara anggota keluarga ) ,
lingkungan sekitar ( pengaruh tempat bergaul , media massa dan kegiatan organisasi ) dan
instrumental ( misalnya keadaan gedung atau ruang kelas , waktu belajar , metode belajar
mengajar , pekerjaan rumah dan alat - alat bantu belajar ) Faktor internal meliputi fisiologis
( misalnya cacat tubuh yang dapat menimbulkan frustrasi dan rasa rendah diri dan kondisi
kesehatan ) dan psikologis ( motivasi , emosi , sikap , minat , bakat , intelegensia dan kreativitas ) .
J Guilbert menyatakan faktor - faktor yang mempengaruhi proses belajar adalah :
1. Faktor materi . Materi adalah bahan pelajaran yang digunakan dalam proses belajar . Materi
untuk pengetahuan , sikap dan keterampilan substansinya akan berbeda .
2. Faktor lingkungan , mencakup lingkungan fisik ( suhu , cuaca , ventilasi , penerangan ,
kebisingan dan kondisi tempat belajar ) dan lingkungan sosial ( manusia dengan segala
interaksi dan statusnya )
3. Faktor instrumental , terdiri atas perangkat keras atau hard - ware ( perlengkapan belajar dan alat
peraga ) dan perangkat lunak atau soft - ware seperti kurikulum , pengajar dan metode belajar .
4. Faktor individu atau subjek belajar , yaitu kondisi individual subjek belajar yang terdiri atas
kondisi fisiologis ( gizi dan panca indera terutama 20 pendengaran dan penglihatan ) dan
kondisi psikologis ( intelegensia , pengamatan , daya tangkap , ingatan , motivasi , bakat , sikap ,
daya kreativitas dan persepsi )

1.4 Tipe-Tipe Belajar


Belajar adalah suatu proses dinamis . Proses ini dimulai dengan adanya keinginan , kebutuhan ,
minat atau kepentingan tertentu yang membuat individu lebih peka terhadap rangsangan dari luar .
Pendorong individu agar memiliki kemauan untuk belajar dapat berupa frustrasi , gagal , merasa
tidaka menentu , merasa ingin tahu mengenai sesuatu dan atau bosan . Keadaan - keadaan tersebut
memudahkan individu terdorong untuk mengikuti perubahan . Menurut Lewitt , terdapat beberapa
jenis perubahan dalam proses belajar :

1. Perubahan kognitif ( bertambahnya pengetahuan ) .

2. Perubahan motivai ( lebih suka atau tidak suka )

3. Perubahan group belongingness atau ideologi kelompok ( sering menyangkut budaya ) .

4. Perubahan kemampuan mengatur pengarahan dan otot - otot tubuh ( belajar berbicara atau
mengendalikan diri )

Kalau diamati , sebenarnya jenis perubahan di atas sama dengan perubahan domain
perilaku , yakni pengetahuan , sikap dan tindakan seperti dibahas pada bab sebelumnya . Dengan
kata lain perubahan sebagai hasil proses belajar pada perilaku tertentu . Untuk mengetahui
terjadinya perubahan dalam proses tersebut , harus ditentukan terlebih dahulu kriteria ketercapaian
perilaku yang diharapkan . Hal ini berarti bahwa proses belajar menyangkut nilai dan norma .

Seorang pendidik atau petugas kesehatan cenderung akan mempengaruhi masyarakat


untuk meniru normanya jika merasa normanya lebih baik dari norma masyarakat . Masalahnya
apakah nilai dan norma petugas dan masyarakat sama ? Pada kenyataannya nilai dan norma yang
diperkenalkan petugas belum tentu sama dengan nilai dan norma yang selama ini diyakini
masyarakat . Jika norma atau nilai yang petugas anut tetap dipaksanakan untuk diterima
masyarakat , akan timbul ketidakpuasan , bahkan dapat terjadi penolakan oleh masyarakat .
Dalam mengantisipasi hal tersebut , diperlukan pendekatan yang lebih lama , seksama , cermat
dan hati - hati .

Berdasarkan hal tersebut , penting untuk mengenal situasi belajar di masyarakat agar dapat
menentukan metode yang sesuai dan tingkat ketercapaian perubahan perilaku yang diharapkan .

Dalam kesehatan terdapat tiga tipe atau situasi belajar


1. Required Situasi yang membutuhkan ( require ) suatu tindakan atau sikap tertentu untuk
dipelajari . Dalam situasi ini proses pendidikan dapat berlangsung cepat karena masyarakat
tidak diberi alternatif lain , di samping yang diberi pendidik sehingga mereka harus menerima
saja apa yang diberikan . Pada situasi belajar ini , perubahan perilaku atau tindakan tertentu
benar - benar dibutuhkan individu atau kelompok individu , misalnya pendidikan dalam
institusi pendidikan atau kelompok masyarakat yang diserang wabah .

2. Recommended Situasi belajar yang menyarankan ( recommend ) peserta didik untuk


mempelajari perilaku tertentu . Hal ini berarti masyarakat tidak diharuskan menerima
perilaku yang disarankan , masyarakat boleh menerima atau menolak . Tujuan program ini
adalah memberikan informasi , menyadarkan , menasihati orang dan mendorong
masyarakat menilai sendiri program yang disarankan . Hasil program diukur dari banyaknya
informasi yang diterima masyarakat dan dampak informasi tersebut terhadap sikap
masyarakat . Oleh karena itu , tugas petugas adalah mengemukakan ide atau norma untuk
dinilai dan dipertimbangkan masyarakat , dibandingkan norma sosial lainnya .

3. Self - directive Dalam situasi belajar self directive , masyarakat telah mengetahui pentingnya
masalah kesehatan yang terjadi . Oleh sebab itu masyarakat atau sasaran pendidikan sendiri
yang menentukan tujuan yang harus dicapai . Tugas petugas dalam program ini adalah
membantu masyarakat dalam mencari informasi , mengevaluasi , merencanakan dan
menusun program mereka sendiri . Bantuan ini berupa petunjuk , pengarahan , bimbingan
dan saran kepada masyarakat.Urutan prioritas dalam program ini sering kali berlainan
dengan pendapat petugas kesehatan . Namun hal yang lebih penting adalah masyarakat telah
menjalani proses self - initiated dalam menyusun program kesehatan .

1.5 Prinsip-Prinsip Belajar

Agar aktivitas yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran terarah pada upaya
peningkatan potensi siswa secara komprehensip, maka pembelajaran harus dikembangkan sesuai
dengan prinsip-prinsip yang benar, yang bertolak dari kebutuhan internal siswa untuk belajar.
Davies (1991:32), mengingatkan beberapa hal yang dapat menjadikan kerangka dasar bagi
penerapan prinsip-prinsip belajar belajar dalam proses pembelajaran, yaitu :

1. Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak
seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya.
2. Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan untuk setiap kelompok
umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar.

3. Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan
penguatan (reinforcement).

4. Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajaran, memungkinkan


murid belajar secara lebih berarti.

5. Apabila murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih
termotivasi untuk belajar, dan ia akan belajar dan mengingat lebih baik.

Prinsip belajar menunjuk kepada hal-hal penting yang harus dilakukan guru agar terjadi
proses belajar siswa sehingga proses pembelajaran yang dilakukan dapat mencapai hasil yang
harapkan. Prinsip-prinsip belajar juga memberikan arah tentang apa saja yang sebaiknya dilakukan
oleh guru agar para siswa dapat berperan aktif di dalam proses pembelajaran.

1. Prinsip Belajar Relevansi

Prinsip relevansi artinya prinsip kesesuaian . Prinsip ini ada dua jenis , yaitu relevansi
eksternal dan relevansi internal . Relevansi eksternal artinya kurikulum harus sesuai dengan
tuntutan masyarakat yang ada pada masa kini maupun kebutuhan yang diprediksi pada masa
yang akan datang . Kurikulum harus bisa menyiapkan program belajar bagi anak untuk
menyiapkan anak agar bisa beradaptasi dengan masyarakat , memenuhi harapan dan
kebutuhan masyarakat serta situasi dan kondisi kehidupan masyarakat tempat dimana ia
berada . Kurikulum bisa memenuhi relevansi eksternal apabila para pengembang kurikulum
memiliki pengetahuan dan wawasan tentang kehidupan masyarakat pada masa kini dan
masa datang .

Prinsip relevansi eksternal dalam pengembangan kurikulum dibagi menjadi tiga . yaitu :

1. Relevansi sosiologis , artinya proses pengembangan kurikulum harus relevan / sesuai


dengan kondisi lingkungan hidup peserta didik .

2. Relevansi epistomologis , artinya isi kurikulum harus sesuai dengan tuntutan ilmu
pengetahuan dan teknologi .
3. Relevansi Psikologis , artinya isi kurikulum harus sesuai dengan tuntutan dunia
pekerjaan dan profesi peserta didik .

Sedangkan relevansi internal , yaitu kesesuaian antarkomponen kurikulum itu sendiri .


Kurikulum merupakan suatu sistem yang dibangun oleh subsistem atau komponen tujuan ,
isi , metode , dan evaluasi untuk mencapai tujuan tertentu , belajar dan kemampuan siswa .
Kurikulum yang baik adalah kurikulum yag memenuhi syarat relevansi internal , yaitu
adanya koherensi dan konsistensi antarkomponenya . Hal ini harus diperhatikan karena setiap
tujuan tertentu akan menuntut adanya isi , metode , dan sistem evaluasi tersendiri .
Ketidakseuaian dalam komponen - komponen ini akan menyebabkan kurikulum tidak akan
bisa mencapai tujuan secara optimal . Implikasi dari prinsip ini adalah para pengembang
kurikulum harus memahami betul tentang jenis dan hakikat dari tujuan kurikulum , isi
kurikulum , metode pembelajaran , dan sistem evaluasi .

2. Prinsip Belajar Urutan Instruksi

Istilah “Instruksi Langsung” telah digunakan oleh beberapa peneliti untuk merujuk pada
suatu model pengajaran yang terdiri dari penjelasan guru mengenai konsep atau
keterampilan baru terhadap siswa. Penjelasan ini dilanjutkan dengan meminta siswa
menguji pemahaman mereka dengan melakukan praktik di bawah bimbingan guru (praktik
yang terkontrol/controlled practice), dan mendorong mereka meneruskan praktik di bawah
bimbingan guru (praktik yang dibimbing/guided practice). Model Instruksi yaitu :

1. Tahap pertama : Orientasi .

a. Guru menentukan materi pelajaran .

b. Guru meninjau pelajaran sebelumnya .

c. Guru menentukan tujuan pelajaran

d. Guru menentukan prosedur pengajaran

2. Tahap kedua : Presentasi

a. Guru menjelaskan konsep atau keterampilan baru .

b. Guru menyajikan representasi visual atau tugas yang diberikan .


c. Guru memastikan pemahaman

3. Tahap ketiga : Praktik yang terstruktur .

a. Guru menuntun siswa dengan contoh praktik dalam beberapa langkah

b. Siswa merespons pertanyaan

c. Guru memberikan koreksi terhadap kesalahan dan memperkuat praktik yang sudah
benar

4. Tahap keempat : Praktik di bawah bimbingan guru

a. Siswa berpraktik secara semi independent

b. Guru menggilir siswa untuk melakukan praktik dan mengamati praktik .

c. Guru memberikan tanggapan balik berupa pujian , komentar , maupun petunjuk

5. Tahap kelima : Praktik mandiri

a. Siswa melakukan praktik secara mandiri di rumah atau di kelas

b. Guru menunda respons balik dan memberikannya di akhir rangkaian praktik

3. Prinsip Belajar Keterlibatan Aktif

Keaktifan belajar ditandai oleh adanya keterlibatan secara optimal, baik


intelektual, emosional dan fisik jika dibutuhkan. Pandangan mendasar yang perlu menjadi
kerangka pikir setiap guru adalah bahwa pada prinsipnya anak-anak adalah makhluk yang
aktif. Individu merupakan manusia belajar yang aktif dan selalu ingin tahu. Daya keaktifan
yang dimiliki anak secara kodrati itu akan dapat berkembang ke arah yang positif
bilamana lingkungannya memberikan ruang yang baik untuk tumbuh suburnya keaktifan
itu.

Menurut teori belajar Kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat
aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa
mengadakan transformasi.
Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer begitu saja dari pikiran
orang yang mempunyai pengetahuan ke pikiran orang yang belum mempunyai
pengetahuan. Bahkan bila seorang guru bermaksud mentransfer konsep, ide dan pegertian
kepada seorang murid, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh si
murid lewat pengalamannya (Glasersferld dalam Battencourt, 1989).

Dalam proses konstruksi itu menurut Glasersferld, diperlukan beberapa


kemampuan; (1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, (2)
kemampuan membandingkan, mengambil keputusan (justifikasi) mengenai persamaan
dan perbedaan, dan (3) kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu
daripada pengalaman yang lain.

Implikasi prinsip keaktifan atau aktivitas bagi guru di dalam proses pembelajaran adalah:

a. Memberi kesempatan, peluang seluas-luasnya kepada siswa untuk berkreativitas dalam


prose pembelajarannya.

b. Memberikan kesempatan melakukan pengamatan, penyelidikan atau inkuiri dan


eksperimen.

c. Memberikan tugas individual dan kelompok melalui kontrol guru.

d. Memberikan pujian verbal dan non verbal terhadap siswa yang memberikan respons
terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

e. Menggunakan multi metode dan multi media di dalam pembelajaran.

4. Prinsip Belajar Umpan Balik

Prinsip balikan dan penguatan pada dasarnya merupakan implementasi dari teori
belajar yang dikemukakan oleh Skiner melalui Teori Operant Conditioning dan salah
satu hukum belajar dari Thorndike yaitu “law of effect”. Menurut hukum belajar ini,
siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang
baik. Hasil belajar, apalagi hasil yang baik merupakan balikan yang menyenangkan dan
berpengaruh positif bagi upaya-upaya belajar berikutnya. Namun dorongan belajar,
menurut Skinner tidak hanya muncul karena penguatan yang menyenangkan, akan tetapi
juga terdorong oleh penguatan yang tidak menyenangkan, dengan kata lain penguatan
positif dan negatif dapat memperkuat belajar.

Memberi penguatan (reinforcement) merupakan tindakan atau respon terhadap


suatu bentuk perilaku yang dapat mendorong munculnya peningkatan kualitas tingkah
laku pada waktu yang lain.

Sumantri dan Permana (1999:274) mengemukakan secara khusus beberapa tujuan dari
pemberian penguatan, yaitu:

a. Membangkitkan motivasi belajar peserta didik.

b. Merangsang peserta didik berpikir lebih baik.

c. Menimbulkan perhatian peserta didik.

d. Menumbuhkan kemampuan berinisiatif secara pribadi.

e. Mengendalikan dan mengubah sikap negatif peserta didik dalam belajar ke arah
perilaku yang mendukung belajar.

Terdapat beberapa jenis penguatan yang dapat dilakukan guru:

1. Penguatan verbal, yaitu penguatan yang diberikan guru berupa kata-kata/kalimat


yang diucapkan, seperti: “bagus”, “baik”, “smart”, “tepat” dan sebagainya.

2. Penguatan gestural, yaitu penguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang
memberi arti/kesan baik kepada peserta didik. Penguatan gestural dapat berupa;
tepuk tangan, acungan jempol, anggukan, tersenyum, dan sebagainya.

3. Penguatan dengan cara mendekati, yaitu perhatian guru terhadap perilaku peserta
didik dengan cara mendekatinya. Penguatan dengan cara mendekati ini dapat
dilakukan ketika peserta didik menjawab pertanyaan, bertanya, berdiskusi atau
sedang melakukan aktivitas-aktivitas lainnya.

4. Penguatan dengan cara sentuhan, yaitu penguatan yang dilakukan guru dengan cara
menyentuh peserta didik, seperti menepuk pundak, menjabat tangan, mengusap
kepala peserta didik, atau bentuk-bentuk lainnya.
5. Penguatan dengan cara memberikan kegiatan yang menyenangkan. Memberikan
penghargaan kepada kepada kemampuan peserta didik dalam suatu bidang tertentu,
seperti peserta didik yang pandai bernyanyi diberikan kesempatan untuk melatih
vokal pada temannya.

6. Penguatan berupa tanda atau benda, yaitu memberikan penguatan kepada peserta
didik berupa simbol-simbol atau benda-benda. Penguatan ini dapat berupa
komentar tetulis atas karya peserta didik, hadiah, piagam, lencana, dan sebagainya.

Ketepatan pemberian dan penggunaan penguatan harus mendapat perhatian


guru. Bilamana penguatan dipergunakan pada situasi dan waktu yang tidak tepat, maka
hal itu dapat kehilangan keefektifannya. Sebaliknya bilamana penguatan itu
dipergunakan secara tepat, maka akan memberikan pengaruh yang positif terhadap
aktivitas belajar peserta didik.

Implikasi prinsip-prinsip balikan dan penguatan bagi guru antara lain; (1)
memberikan balikan dan penguatan secara tepat, baik tenik, waktu maupun bentuknya,
(2) memberikan kepada siswa jawaban yang benar, (3) mengoreksi dan membahas
pekerjaan siswa, (4) memberikan catatan pada hasil pekerjaan siswa baik berupa angka
maupun komentar-komentar tertentu, (5) memberikan lembar jawaban atau kerja siswa,
(6) mengumumkan atau menginformasikan peringkat secara terbuka, (7) memberikan
penghargaan.

5. Prinsip Belajar Pengulangan

Teori belajar klasik yang memberikan dukungan paling kuat terhadap prinsip
belajar pengulangan ini adalah teori psikologi daya. Berdasarkan teori ini, belajar adalah
melatih daya-daya yang ada pada manusia yang meliputi daya berpikir, mengingat,
mengamati, manghafal, menanggapi dan sebagainya. Melalui latihan-latihan maka daya-
daya tersebut semakin berkembang. Sebaiknya semakin kurang pemberian latihan, maka
daya-daya tersebut semakin lambat perkembangannya.

Di samping teori psikologi daya, prinsip pengulangan ini juga didasari oleh teori
Psikologi Asosiasi atau Connecsionisme yang dipelopori oleh teori Thorndike dengan
salah satu hukum belajarnya “Low of exercise” yang mengemukakan bahwa belajar
adalah pembentukan hubungan stimulus dan respons. Pandangan psikologi condisioning
juga memberikan dasar yang kokoh bagi pentingnya proses latihan. Psikologi ini
berpandangan bahwa munculnya respons, tidak saja disebabkan oleh adanya stimulus,
akan tetapi lebih banyak disebabkan karena adanya stimulus yang dikondisikan.

Stephen R. Covey, pengarang buku The 7 Habits of Effective People,


mengemukakan bahwa kebiasaan sebagai titik pertemuan dari pengetahuan,
keterampilan dan keinginan. Pengetahuan adalah paradigma teoritis, apa yang harus
dilakukan dan mengapa. Keterampilan adalah bagaimana melakukannya. Dan
keinginan adalah motivasi, keinginan untuk melakukan. Agar sesuatu bisa menjadi
kebiasaan dalam hidup kita, kita harus mempunyai ketiga hal tersebut. Pandangannya ini
digambarkan sebagai berikut:

Pengetahuan

(apa yang harus dilakukan, mengapa)

Keterampilan

(bagaimana melakukan)

Pola Terbentuknya Kebiasaan

KEBIASAAN

Keinginan

(mau melakukan)

Implikasi prinsip-prinsip pengulangan bagi guru adalah:

a. Memilah pembelajaran yang berisi pesan yang membutuhkan pengulangan.

b. Merancang kegiatan pengulangan.

c. Mengembangkan soal-soal latihan.

d. Mengimplementasikan kegiatan-kegiatan pengulangan yang bervariasi.


Sedangkan pada siswa sangat dituntut untuk memiliki kesadaran yang
mendalam agar bersedia melakukan pengulangan latihan-latihan baik yang ditugaskan
oleh guru maupun atas inisiatif dan dorongan diri sendiri.

6. Prinsip Belajar Sederhana ke Kompleks

Sederhana menuju kompleks , maksudnya bahan pelajaran harus dimulai dari


yang sederhana , baru diikuti yang kompleks . Dekat menuju jauh , maksudnya
pemberian materi pelajaran harus dimulai dari yang ada di dekat anak didik , kemudian
secara berangsur - angsur menuju yang agak jauh atau yang jauh . Misalnya , dalam
mengajarkan kosa kata harus dimulai dari yang ada di kelas ( jika siswa berada di kelas )
baru kemudian yang ada diluar kelas , dihalaman sekolah , kemudian yang ada diluar
halaman , dan seterusnya .

Pola menuju Unsur , maksudnya materi bahasa yang diberikan mula - mula
harus yang berupa satu kesatuan kebulatan , sesudah itu sesudah itu baru diberikan unsur
unsur dari kebukatan itu . Jadi , mula - mula , misalnya diberikan bentuk - bentuk kalimat
utuh , baru kemudian unsur - unsur yang membentuk kalimat itu . Penggunaan menuju
pengetahuan , maksudnya , materi pelajaran bahasa yang mula - mula harus diberikan
adalah penggunaan bentuk - satuan bahasa itu . Asas penggunaan ini dapat diberikan
dalam bentuk latihan latihan yang berulang - ulang dan terus - menerus . Setelah mereka
dapat menggunakannya , baru dijelaskan penggunaan yang berkenaan dengan satuan -
satuan bahasa itu .

Masalah bukan kebiasaan , hampir semua anak Indonesia tidak berbahasa Ibu
bahasa Indonesia , melainkan bahasa daerah . Dalam hal ini terdapat adanya perbedaan
pada tataran fonologi , morfologi , sintaksis dan juga kosa kata pada bahasa Indonesia dan
bahasa - bahasa daerah tersebut , oleh karena itu perbedaan inilah yang pertama harus
diperhatikan agar siswa dapat berbahasa dalam bentuk dan stuktur yang benar .

Kenyataan bukan buatan , Kenyataan menunjukkan bahwa bahasa itu


( termasuk bahasa Indonesia ) mempunyai variasi , baik yang bersifat regional , sosial
maupun fungsional . Kenyataan ini tidak dapat diabaikan dalam pengajaran bahasa .

Anda mungkin juga menyukai