Anda di halaman 1dari 2

JOKOWI yang sudah selesai (Transcendence Leadership).

Ir. Heru Kustriyadi Wibawa MSc.

“Transformasi Diri - dimulai dari kesadaran akan kehidupan pribadi dalam setiap manusia, berawal
dari sana ia ditarik, kepada sesuatu yang bukan dirinya, berbeda dengan dirinya, menjadi pribadi
yang lebih dari dirinya, memenuhi kewajibannya bagi orang lain dan dunia. Semakin dalam ia
menyerahkan diri sendiri kepada suatu tugas untuk melayani orang lain untuk mencintai- semakin
menjadi manusia sejati dirinya dan semakin teraktualisasi potensi dirinya”. (heru k wibawa)

Seperti sebuah pertempuran yang penuh intrik dan ketegangan, di tangan Jokowi berlalu dengan
begitu saja. Seakan membentur tembok tebal, layu sebelum kesampaian maunya. Bahkan segala
cara termasuk kelicikan, kejahatan dan informasi-informasi yang dikembangkan oleh kekuatan uang
dan masa sekalipun, selalu layu sebelum berkembang. Apakah ini pertanda kekuatan para pembisik
Jokowi ? Ataukah ada sebuah mekanisme pengambilan keputusan yang diikuti oleh Jokowi yang bisa
kita pelajari bahkan kita bakukan sebagai sebuah teori menejemen yang baru ?

Dalam tulisan saya yang pertama tentang “Kematian yang menghidupkan, bukan kehidupan yang
mematikan”, saya mencoba menguraikan tentang sebuah pola kepemimpinan yang paradoksial.
Keadaan dimana Sang Pemimpin telah mematikan dirinya, keinginannya, kepentingan diri dan
keluarga serta kelompoknya, kemudian menghidupi sebuah kehidupan yang berpusat pada
kepentingan orang-orang yang dipimpinnya. Dalam pengambilan keputusannya, sang pemimpin
akan menyatu dengan laju perubahan, dinamika dalam masyarakat, bangsa dan dunia untuk
mengambil sebuah tanggungjawab generasi bagi pebaikan alam secara menyeluruh.

Kepemimpinan yang sudah masuk dalam kebutuhan Self-transcendence ini oleh Abraham Maslow
dijelaskan, manusia yang bersedia membayar harga saja yang bisa masuk dalam kebutuhan ini.
Karena didalam transcendence, maka ia dengan suka rela meninggalkan dirinya sendiri di belakang
tugas yang sedang diembannya. Matanya sudah melampaui pemikiran dan kepentingan dirinya
sendiri, ia menyatu dengan ‘destiny’ hidupnya, memenuhi panggilan kehidupan.

Peristiwa yang membuat orang masuk dalam kondisi self-transcendence dijelaskan Maslow, adalah
mereka yang dengan sadar mengalami (lebih tepat memilih) sebuah fenomena ‘plateou Experience’.
Yang muncul dalam sebuah peristiwa biasa, tetapi pengalaman hidup, pelajaran hidup dan
pengetahuan serta kebijaksanaan-kebijaksanaan yang selama ini dijalaninya, merubah kejadian biasa
itu menjadi sebuah peristiwa transcendence.

Kedalaman pemaknaan itulah yang terus dibawa sepanjang hidup sang pemimpin, ia tidak lagi
melihat dirinya sebagai dirinya sendiri, cara berpikir, cara melihat, cara memilih kata-kata, cara
mengambil keputusan sama sekali baru, diluar batas kapasitas dirinya.

Secara fisik, kita masih melihat Jokowi, tetapi sebenarnya Jokowi yang lama sudah tidak ada lagi,
yang ada adalah seorang Jokowi baru dengan cara pandang dan perilaku yang sama sekali baru jauh
lebih besar, lebih bijaksana dan lebih bermanfaat serta menyatu dengan perubahan dunia. Jokowi
hanya menjadi media sebuah kekuatan besar yang sedang menjalankan rencananya. Jokowi adalah
sebuah fenomena pemimpin yang telah bertransformasi yang hidupnya bukan lagi untuk diri sendiri.
Jokowi sudah selesai, dia sudah masuk dalam tataran Transformasi Diri purna ( istilah yang saya
berikan dalam buku Transformasi Diri).

Selanjutnya dalam penjelasannya Maslow yang adalah pakar psikologi humanis ini, pemimpin dalam
tataran transcendence tidak akan melihat sama sekali kepentingan untuk menumpuk kekuatan baik
keuangan maupun kekuasaan ada ditangannya. Ia membiarkan semua terjadi secara alami, sehingga
sangat jelas kalau Jokowi tidak tertarik menjadi pemimpin partai, atau mendorong anaknya menjadi
partisan atau keluarga dan orang-orang terdekatnya. Ia akan melihat seluruh fenomena apapun
disekitarnya entah itu baik ataupun buruk, sebagai bagian dari ‘tugas’ yang sedang diembannya.

Yang sangat menarik adalah orang seperti Jokowi ini bahkan sudah tidak memperdulikan lagi apakah
ia akan terus memimpin atau bahkan berhenti ditengah jalan. Dalam pikiran transcendence nya ia
hanya berpikir apa yang harus dilakukannya secara terbaik pada saat ini.

Sangat berbeda degan pemimpin yang masih dilevel self-actualization, Abraham Maslow juga
menjelaskan dengan sangat rinci tentang keinginannya untuk mewujudkan keinginan dan potensi
dirinya. Ia akan menumpuk seluruh kekuatan uang dan kekuasaan ditangannya, akan sangat
kelihatan egois dan self-center. Namun memang seperti itulah realita seorang pemimpin self-
actualization yang telah membawa masyarakatnya menjadi timpang, saling menjegal, saling
memprovokasi bahkan saling bermusuhan. Pemimpin tipe ini sangat mudah kita temukan di
Indonesia saat ini.

Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah, apakah model kepemimpinan Self-transcendence ala
Jokowi ini bisa kita kembangkan ? Apakah mungkin suatu saat Indonesia akan memiliki Jokowi-
Jokowi, Susi-Susi, Ahok-Ahok dalam setiap tingkat kepemimpinan ? Abraham Maslow sangat
meyakini bahwa itu bisa dilakukan, merubah kepemimpinan yang berpusat pada diri sendiri menjadi
perpusat pada orang lain dan pada dunia.

Setiap hari Sabtu minggu pertama dan minggu keempat, saya membuka kelas Couching Transformasi
Diri untuk mensosialisasikan, dan mempelajari teknik-teknik praktis menghidupi kehidupan self-
transcendence baik dalam kehidupan emosional maupun finansial. Dari beberapa kelas yang saya
lakukan, saya sangat optimis bahwa Indonesia adalah bangsa yang bisa mengikuti perubahan zaman
dan menyesuaikan dirinya dengan perubahan itu. Bahkan lebih jauh lagi saya menemukan bahwa
bangsa ini sesungguhnya telah memiliki benih-benih karakter-karakter dasar yang sangat kuat yang
sesuai dengan kebutuhan pemimpin self-transcendence.

#herukwibawa

#transformasidiri

Anda mungkin juga menyukai