ii
KATA PENGANTAR
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
iii
SATU
MENGENAL BIOETANOL
Gambar 1 Bioetanol
Sumber: energia.roams.es
1
Bioetanol juga digunakan sebagai pelarut pada industri-
industri farmasi, kosmetik, rokok, pembekuan dan
pengawetan ikan, industri minyak atsiri dan minyak makan
nabati, dan juga sebagai desinfektan dan antiseptik dalam
dunia kesehatan.
Akan tetapi, penggunaan bahan nabati yang mengandung
pati/glukosa untuk pembuatan bioetanol menimbulkan
persaingan antara pemanfaatan komoditas ini untuk pangan,
untuk sumber energi, dan untuk antiseptik. Jika sebagai
sumber energi, komoditas tersebut harus melalui proses
konversi menjadi etanol yang selanjutnya digunakan sebagai
substitusi bahan bakar minyak, sama halnya untuk antiseptik
yang memerlukan proses konversi menjadi etanol.
B. Sejarah Bioetanol
Bioetanol telah digunakan sejak zaman dahulu untuk bahan
minuman beralkohol. Dalam perkembangannya, campuran
bioetanol yang mendekati kemurnian ditemukan oleh
kimiawan muslim yang mengembangkan proses distilasi
pada masa Khalifah Abbasid, dengan peneliti yang popular,
yaitu Jabir Ibn Hayyan (Geber), al-Kindi (Alkindus), dan al-
Razi (Rhazes). Etanol sebagai bahan bakar diketahui melalui
catatan Jabir Ibn Hayyan (721-815 M) yang menyebutkan
bahwa uap wine yang mendidih mudah terbakar. Sementara
itu, al-Kindi (801-873 M) menjelaskan proses destilasi wine.
Bioetanol mutlak baru didapatkan pada 1796 oleh Johann
Tobias Lowitz yang menggunakan saringan arang.
Bioetanol pertama kali dibuat secara sintesis pada 1829 di
Inggris oleh Henry Hennel dan S.G. Serullas di Prancis. Pada
1828, Michael Faraday membuat etanol dengan hidrasi etilen
menggunakan katalis asam. Proses inilah yang kemudian di
2
gunakan dalam produksi etanol sintetis hingga saat ini.
Antoine Lavoisier menggambarkan etanol sebagai senyawa
yang terbentuk dari karbon, hydrogen, dan oksigen. Pada
1808, Nicolas Theodore de Saussure menentukan rumus
kimia etanol, yakni C2H5OH. Pada1858, Archibald Scott
Couper menerbitkan rumus bangun etanol.
C. Karakteristik Bioetanol
Bioetanol memiliki karakteristik yang sama dengan etanol,
karena sejatinya etanol dan bioetanol hanya dibedakan oleh
bahan baku. Bioetanol bersifat mudah menguap, mudah
terbakar, larut dalam air, tidak karsinogenik, dan tidak
berdampak negatif pada lingkungan. Bioetanol memiliki
berat molekul 46,07 g/mol, titik didih 78,15 ̊C, titik beku -
144,1 ̊C, massa jenis 0,79360 kg/L (15 ̊C) – 0,78937 kg/L
(20 ̊C) – 0,78504 kg/L (25 ̊C), serta indeks bias 1,36143
(20 ̊C) – 1,35941 (25 ̊C).
3
D. Bahan Baku Bioetanol
Sesuai dengan namanya, bioetanol merupakan etanol yang
berasal dari tumbuhan yang berpotensi untuk menghasilkan
glukosa yang nantinya dapat dikonversi menjadi etanol. Di
ASEAN, tetes tebu (molase) dan ubi kayu (singkong)
menjadi bahan baku utama bioetanol, Thailand menjadi
negara produsen terbesar (menghasilkan 1370 juta barel pada
2017) dan diikuti oleh Filipina (menghasilkan 271 juta barel
pada 2017). Namun sebetulnya tidak hanya tetes tebu dan ubi
kayu saja yang dapat digunakan sebagai bahan baku
bioetanol. Dalam pembuatan bioetanol, terdapat beberapa
jenis bahan baku nabati yang dapat digunakan:
a. Bahan yang mengandung pati, seperti singkong, ubi jalar,
biji jagung, tepung, biji sorgum, biji chantel, ubi garut,
dll.
b. Bahan yang mengandung gula, seperti molase (tetes
tebu), nira tebu, nira kelapa, nira aren, nira lontar, dll.
c. Bahan selulosa, seperti jerami padi, ampas tebu, tongkol
jagung, dll.
4
DUA
BIOMASSA UNTUK BIOETANOL
5
B. Biomassa Lignoselulosa
Indonesia sebagai negara agraris tentunya memiliki lahan
yang luas di sektor pertanian sehingga memiliki potensi
biomassa yang besar pula, terutama biomassa lignoselulosa.
Hal ini dihasilkan dari aktivitas pertanian, perkebunan, dan
pengolahan pascapanen, baik sebagai limbah maupun
sebagai hasil samping. Potensi biomassa ini belum digunakan
secara optimal dan umumnya hanya digunakan sebagai
mulsa (penutup lahan pertanian/perkebunan) atau dibakar di
udara terbuka sehingga mampu menghasilkan emisi karbon.
Tanaman berlignoselulosa dapat dibagi menjadi tiga
kelompok besar. Pertama, kelompok kayu keras (hardwood),
contohnya kayu jati dan mahoni. Kedua, kelompok kayu
lunak (softwood), contohnya kayu pinus. Ketiga, kelompok
tanaman herbaceous, contohnya rumput-rumputan dan
jagung. Biomassa lignoselulosa terdiri atas komponen
selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang mampu membentuk
struktur yang disebut mikrofibril, yang kemudian bergabung
menjadi makrofibril. Struktur inilah yang menyebabkan
dinding sel tanaman menjadi stabil dan kuat.
1. Selulosa
Selulosa adalah karbohidrat alami yang termasuk golongan
polisakarida dan menjadi komponen utama dalam setiap
struktur tanaman. Selulosa terdiri atas unit monomer D-
glukosa yang terikat melalui ikatan β-1-4-glikosidik. Derajat
polimerasi (DP) selulosa bervariasi antara 7.000-15.000 unit
glukosa, tergantung bahan asalnya.
6
dan struktur yang sukar larut. Mikrofibril dari selulosa terdiri
atas dua tipe, yaitu kristalin dan amorf. Kristalin dari selulosa
merupakan struktur yang semua atomnya memiliki posisi
tetap. Kumpulan kristalin selulosa merupakan susunan
microfibril yang tersusun kuat dan secara alami mencegah
penetrasi molekul yang lebih kecil, seperti air. Hal ini
mengakibatkan selulosa sukar larut dalam air walaupun
dengan pelarut organik. Selain itu, selulosa tidak dapat
dicerna manusia dan mamalia.
7
terdiri atas D-silosa dan D-arabinose, sementara gula heksosa
terdiri atas D-glukosa, D-mannosa, dan D-galaktosa, dengan
struktur seperti gambar 5.
8
mudah dihidrolisis menjadi gula. Hidrolisis hemiselulosa
dengan asam kuat encer akan menghasilkan gula heksosa dan
pentosa, seperti silosa, arabinose, dan sedikit glukosa.
Hidrolisis lebih lanjut akan menghasilkan furfural dan
produk terdekomposisi lainnya. Gula pentosa (C5) sulit
difermentasi menjadi etanol. Oleh karena itu, diperlukan
enzim dan ragi yang spesifik untuk mengonversi
hemiselulosa menjadi etanol.
3. Lignin
9
prekursor trans sinafil alkohol, dan unit p-hidroksil fenil (H)
dari prekursor trans p-kumaril alkohol. Ketiganya
dihubungkan dengan beberapa ikatan berbeda antara ikatan
C-O-C dan C-C. Secara alamiah, lignin berfungsi melindungi
komponen lain. Jika masih ada lignin, tidak mudah
menghidrolisis selulosa dan hemiselulosa. Ketahanan
terhadap hidrolisis ini disebabkan oleh adanya ikatan eter.
Lignin adalah polimer dari gugus aromatik dan bukan
merupakan polimer gula. Lignin dan monomernya tidak bisa
difermentasi menjadi bioetanol. Pada proses konversi
biomassa lignoselulosa menjadi bioetanol, lignin menjadi
penghalang dalam proses hidrolisis. Oleh karena itu,
perlakuan awal untuk menghancurkan ikatan lignin agar
konversi polisakarida menjadi bioetanol optimal.
10
dipanen atau diambil hasil utamanya. Limbah pertanian
dapat digolongkan menjadi empat kelompok sebagai berikut.
a) Limbah pertanian prapanen, contohnya daun, ranting,
dan buah yang gugur.
b) Limbah pertanian saat panen, seperti jerami padi dan
batang jagung.
c) Limbah pertanian pascapanen, misalnya kulit kacang
dan kulit buah.
d) Limbah industri pertanian, contohhnya tongkol jagung.
11
dibandingkan dengan limbah jagung lain sehingga lebih
berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku bioetanol.
12
bioetanol. Kendala teknis yang harus dihadapi, seperti
kurang matang/lengkapnya sumber metode yang digunakan
atau dijadikan acuan sehingga mampu menghasilkan hasil
yang berbeda dari literatur. Untuk kedala ekonomi, seperti
mahalnya alat destilasi dan bahan-bahan tambahan untuk
pembuaan (enzim, asam, basa, dll). Oleh karena itu, perlu
dilakukan banyak riset dan pengembangan agar dapat
menghasilkan teknologi konversi biomassa yang efisien dan
ekonomis.
13
TIGA
PROSEDUR PEMBUATAN
BIOETANOL DARI TONGKOL
JAGUNG
14
Tujuan memperkecil ukuran tongkol jagung, yaitu agar
proses konversi gula dan alkohol berjalan dengan sempurna.
Untuk itu memperluas ukuran permukaan bahan sangat
diperlukan. Lalu, tongkol jagung yang telah digiling diayak
dengan ayakan ukuran 40 mesh dan melalui proses
pretreatment (perlakuan awal).
B. Pretreatment (Perlakuan Awal)
Perlakuan awal pada biomassa lignoselulosa dapat dilakukan
dengan menambahkan bahan kimia yang bertujuan untuk
mendegradasi salah satu komponen yang ada, tergantung dari
bahan kimia yang digunakan. Biasanya bahan kimia yang
digunakan bersifat asam atau basa/alkali.
1. Perlakuan awal menggunakan asam
Proses perlakuan awal menggunakan asam akan
menghidrolisis Sebagian besar hemiselulosa dan menyisakan
banyak selulosa dan lignin. Proses ini umumnya dilakukan
dengan cara menambahkan larutan asam pada sari tongkol
jagung, kemudian dilakukan pemanasan pada rentang
temperatur 140-100 ̊C. Pada umumya metode perlakuan awal
menggunakan asam sulfat (H2SO4) atau asam klorida (HCl)
dengan konsentrasi rendah (0,5-6%) selama 30-60 menit.
Selain itu, metode ini dapat juga dilakukan dengan
menggunakan asam (misal H2SO4) dengan konsentrasi tinggi
(>6%) selama beberapa menit. Adapun kekurangan dari
perlakuan awal dengan menggunakan larutan asam kuat,
yakni mampu menghasilkan produk samping, seperti furfural
dan hidroksi metal furfural (HMF) yang dapat menghampat
proses fermentasi. Untuk mengatasi hal ini, temperature
moderat (121̊C) dapat dipilih. Selain itu, pemberian kalsium
15
hidroksida untuk detoksifikasi juga dapat dilakukan, tetapi
memerlukan biaya tambahan.
2. Perlakuan awal menggunakan basa/alkali
Proses perlakuan awal kimia menggunakan alkali bertujuan
mengurangi kandungan lignin, senyawa grup asetil dan
melarutkan sedikit hemiselulosa. Pada proses ini, ikatan-
ikatan silang, seperti ikatan lignin dengan hemiselulosa akan
hilang. Akibatnya, porositas bahan lignoselulosa meningkat.
Larutan alkali (NaOH) dengan konsentrasi rendah
mengakibatkan bahan lignoselulosa mengembang sehingga
luas permukaan internal meningkat, derajat polimerisasi
menurun, derajat kristalinitas berkurang, kemudian
menyebabkan pemisahan ikatan antara lignin dan karbohidrat
serta pemecahan struktur lignin.
16
C. Hidrolisis
Pada tahap hidrolisis, selulosa dan hemiselulosa diubah
menjadi gula sederhana. Bahan kimia yang digunakan pada
proses hidrolisis adalah asam. Asam yang dapat digunakan
untuk hidrolisis seperti asam sulfat, asam klorida, asam
fluorida, asam fosfat, asam nitrat, dan asam format.
Namun, hidrolisis murni terjadi sangat lambat sehingga
membutuhkan katalisator yang dapat mempercepat reaksi.
Katalisator dapat menggunakan enzim selulase yang
memiliki kondisi optimum pada suhu 20 – 50 ̊C dan pH
optimumnya adalah 4 – 5, sedangkan pH stabilnya 4 – 6.
Serbuk tongkol jagung yang telah di pretreatment disiapkan
sebagai substrat dengan konsentrasi 10% (%w/w) dan
dimasukkan dalam wadah yang berisi 250 mL akuades.
Setelah itu diatur pH-nya menggunakan HCl (asam klorida)
hingga pH=6, kemudian ditambahkan larutan buffer untuk
menjaga pH.
𝑤 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
% = × 100%
𝑤 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
Misalnya serbuk tongkol jagung setelah pretreatment
sebanyak 5 gram, maka:
5
10% = × 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
massa larutan sebanyak:
5
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 = × 100%
10%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 = 50
Jadi, total serbuk tongkol jagung dan air seberat 50 gram.
17
Lalu, dipanaskan untuk mencapai suhu operasi 50 ̊C dan
dibantu dengan pengadukan agar menjadi homogen dan
ditambahkan enzim selulase sebanyak 10% dari volume
pelarut dengan diiringi pengadukan selama 150 menit.
Dari proses ini yang terbentuk nantinya adalah glukosa.
Glukosa yang terbentuk, selanjutnya akan melewati proses
fermentasi agar menjadi etanol.
D. Fermentasi
Pada proses pembuatan bioetanol wajib melalui proses
fermentasi yang bertujuan untuk mengubah gula sederhana
(glukosa dan Sebagian fruktosa) menjadi etanol. Reaksi
pembentukan etanol terjadi karena adanya aktivitas adari
mikrob pada substrat. Mikrob akan menggunakan materi
yang mengandung karbon seperti glukosa untuk proses
metabolismenya. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
Saccharomyces cerevisiae
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2
Glukosa Etanol Karbon dioksida
Pada proses ini dilakukan penambahan (NH4)2HPO4 /
MgSO4 sebanyak 0,9 gram per 10 gram berat limbah jagung
dan Saccharomyces cerevisiae (fermipan) sebanyak 1 gram
per 10 gram berat limbah tongkol jagung. Setelah itu
dilakukan pengadukan agar homogen (tercampur merata).
Proses fermentasi ini memerlukan peran dari bakteri anaerob.
Bakteri anaerob merupakan bakteri yang tumbuh dalam
Susana krang atau tanpa oksigen (O2). Oleh karena itu, saat
proses fermentasi diusahakan dalam kondisi/lingkungan
yang tidak terlalu banyak/tanpa oksigen (O2).
18
Setelah tercampur rata, campuran dimasukkan ke fermentor
dan dibiarkan hingga 3-5 hari.
E. Destilasi (Penyulingan)
Destilasi atau lebih umum dikenal dengan istilah
penyulingan dilakukan untuk memisahkan etanol dalam
cairan hasil fermentasi. Dalam proses destilasi digunakan
prinsip kerja titik didih. Misalnya dalam pemisahan larutan
garam. Titik didih air lebih rendah daripada garam, maka
digunakan proses destilasi untuk menguapkan airnya dengan
cara dipanaskan hingga suhu 100 ̊C (titik didih air).
Cairan hasil fermentasi didestilasi menggunakan destilator
dengan suhu 78,37 ̊C (titik didih alkohol). Nantinya, etanol
akan menguap lebih dahulu daripada air (titik didih 100 ̊C).
19
EMPAT
PEMBUATAN HAND SANITIZER
20
B. Prosedur Pembuatan Hand Sanitizer
Pada awal COVID-19, World Health Organization (WHO)
membagikan pedoman pembuatan hand sanitizer sebagai
berikut.
Bahan-bahan:
a. Etanol 96%
b. Gliserol 98%
c. Hidrogen peroksida 3%
d. Bibit parfum (opsional)
Alat:
a. Gelas ukur 1000 mL
b. Beaker glass
c. Gelas ukur 50 mL
d. Gelas ukur 25 mL
e. Batang pengaduk
Prosedur pembuatan:
a. Etanol 96% sebanyak 833,3 mL dimasukkan ke dalam
gelas ukur 1000 mL.
b. Tambahkan 41,7 mL hidrogen peroksida 3%.
c. Gliserol 98% sebanyak 14,5 mL ditambahkan ke dalam
gelas ukur yang telah berisi etanol dan hidrogen
peroksida
d. Ditambahkan akuades hingga volume total mencapai
1000 mL.
e. Tambahkan bibit parfum bila perlu dan aduk hingga
homogen.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
23