Anda di halaman 1dari 6

To Be My Love

Karya : Izzatil Ishmah

Kelas : 9.4

Arumi menangis seketika, setelah mendapat kabar bahwa kereta yang ditumpangi oleh
Aqlan mengalami kecelakaan. Kereta yang ditumpangi Aqlan mengalami tabrakan dengan
kereta yang lain dengan kecepatan yang sangat tinggi. Dan hampir dari seluruh penumpang,
tidak selamat.

Aqlan . . . lelaki yang menjadi cinta pertama Arumi dengan lawan jenis, sahabat masa kecil
Arumi. Sekarang, dikabarkan bahwa Aqlan menghilang, tidak ada Aqlan ataupun jasadnya di
dalam kereta begitupun di sekitar tempat terjadinya kecelakaan.

Dan pada suatu hari, Arumi bertemu dengan Aqlan. Arumi kaget, ia tak menyangka kalau
Aqlan masih hidup, tetapi Aqlan tidak mengingatnya. Aqlan mengalami amnesia akibat
kecelakaan itu dan Arumi berjuang untuk mengembalikan ingatan Aqlan tentang dirinya,
keluarganya, dan teman-temannya.

Matahari sedang mengintip di ufuk timur, menunggu waktu yang tepat untuk muncul
menyinari bumi, udara segar yang menghiasi bumi dan hawa dingin yang masih menyelimuti
bumi. Orang-orang baru terbangun dari tidurnya untuk memulai aktivitasnya masing-
masing. Dan di dalam suatu rumah terdapat seorang wanita yang sedang meneriaki anak
perempuannya agar bangun dari tidurnya.

“ARUMI! Bangun!, nanti telat solat subuhnya” teriak sang umi dari dapur. Arumi Labiqa
Mumtaza, anak kedua dari pasangan suami istri yang bernama Raihan Cakra Mumtaz dan
Hasna Shadiqah Kafiya. Perempuan berparas cantik, berkulit putih, hidung mancung, iris
mata berwarna cokelat, berbibir tipis berwarna merah muda itu terbangun dari tidurnya
akibat teriakan sang umi. “iya umi, Arumi sudah bangun” ucap Arumi membalas panggilan
sang umi.

Arumi mendatangi uminya lalu memeluknya dari belakang. “astagfirullah, Arumi jangan
buat umi kaget dong, sudah sana bantu umi menyiapkan sarapan!” ucap umi Hasna kepada
Arumi. Hasna Shidiqah Kafiya, seorang ibu dari dua orang anak, berparas cantik, berhati
lembut, Hasnsa adalah sosok ibu yang cerewet tetapi sangat menyayangi anak-anaknya. “iya
umi . . .” ucap Arumi sambil menyiapkan peralatan makan di meja makan. “anak perempuan
kok bangunnya telat, gimana nanti kalau udah punya suami, nanti suaminya nyesel nikahin
kamu” ejek sang kakak. Fauzan Alfarizi Mumtaz, anak pertama dari pasangan Raihan dan
Hasna. Mempunyai wajah yang tampan, alis tebal, berkulit putih. Lulusan terbaik dari
universitas Institut Teknologi Bandung (ITB) fakultas pendidikan, Fauzan adalah seorang
dosen di Universitas Indonesia (UI). Fauzan sangat usil kepada Arumi, tetapi Fauzan sangat
menyayangi Arumi. “Yeuuu, apa si kak, aku telat bangun karena semalem begadang ngerjain
tugas matematika dari guru Arumi” ucap Arumi yang tidak terima mendapat ejekan dari
kakaknya. “alesan, ya namanya perempuan mau begadang juga harus bangun pagi lah” ucap
Fauzan. “kan ngantuk kak!” balas Arumi. “ya harus tetap bangun lah, tuh sampe subuhnya
kesiangan” ucap Fauzan.“sudah sudah, jangan berantem lagi, masih pagi” ucap sang abi.
Risyad Cakra Adika, ayah dari dua orang anak, berwajah tampan, seseorang yang sabar,
seorang CEO dari perusahaan warisan ayahnya yaitu perusahaan Mumtaz. “oke bi“ ucap
Arumi. Kemudian mereka sarapan dan bergegas untuk pergi bekerja dan sekolah.

ARUMI POV

“Arumi diantar ke sekolah sama siapa?” ucapku bertanya kepada kakak dan abi. “diantar
sama kakak aja, jadwal mengajar kakak nanti siang” ucap Fauzan. “oke kak, kalau gitu ayo
berangkat nanti Arumi telat, doain Arumi ya, mudah-mudahan lancar ujiannya, aamiin...
Assalamualaikum” ucapku sambil berpamitan kepada abi dan umi.

Sesampainya di sekolah, aku pun berpamitan kepada kakak. Aku bersekolah di MAN 1 kota
Bandung kelas 12. Saat aku sedang berjalan di koridor sekolah, aku dikagetkan dengan suara
yang sudah sangatku kenal, yang membuat detak jantungku menjadi lebih cepat, yaitu
Aqlan, sahabatku dari kecil dan aku mencintainya dalam diam. Aqlan Husain Haidar, lelaki
berwajah tampan, berkulit putih, tatapan mata tajam, seseorang yang pintar. Banyak
perempuan yang mencari perhatiannya tetapi ia tak peduli, sikapnya yang dingin terhadap
perempuan membuat perempuan-perempuan itu mundur, Aqlan tidak bersikap dingin
hanya dengan ibunya, saudara-saudaranya dan Arumi. Banyak yang mengira kami pacaran,
padahal tidak, dan aku tidak mau pacaran sebelum menikah, karena pacaran itu dosa besar.
Dan sebentar lagi kami akan berpisah untuk mencapai cita-cita kami. Kami sedang
menghadapi ujian-ujian untuk lulus dari sekolah kami. Aku akan melanjutkan kuliah di
Amerika Serikat yaitu di Universitas Harvard fakultas kedokteran.

“Arumi!” ucapnya sambil berlari kearahku. “gua deg-degan nih, takut, mudah-mudahan
kita dimudahkan dalam mengerjakan soalnya ya, aamiin...” ucapnya sambil berjalan
disampingku. “aamiin... kamu kira, kamu doang yang takut, aku juga takut tau walaupun
udah belajar” ucapku membalasnya.

AQLAN POV

Ku lihat dia sedang berjalan di koridor, aku pun memanggilnya. “Arumi!” ucapku
memanggilnya. Ya Arumi, Arumi adalah sahabatku dari kecil dan aku mencintainya tetapi
aku tidak berani mengungkapkannya karena kami ingin fokus terhadap cita-cita kami dan
aku takut apabila karena aku mengungkapkannya, maka hubungan persahabatan kami akan
rusak. Tetapi nanti apabila kami telah menyelesaikan pendidikan kami, baru aku akan
menikahinya. Aku pun mengajaknya mengobrol hingga kami berdua sampai di depan kelas
dan mencari bangku untuk ujian.

AUTHOR POV

Setelah melewati masa-masa ujian, tibalah hari di mana siswa dan siswi menamatkan masa
SMA nya. Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan, dan sekarang mereka sedang
mengalami masa perpisahan. “Arumi, nanti aku bakal kangen sama kamu, huhuhu” ucap
Davina. Davina Nur Latifah, sahabat Arumi, cerewet, bawel, tapi ia seseorang yang
perhatian. “Aku juga bakal kangen kalian” ucap Hana. Hana Dalilatul Inayah, sahabat Arumi,
ia seseorang yang perhatian.“aku juga” ucap Arumi.

Beberapa hari berlalu, tibalah saatnya untuk Arumi pergi ke Amerika Serikat untuk
melanjutkan pendidikannya, yaitu di Universitas Harvard. Isak tangis dari keluarga Arumi,
keluarga Aqlan dan sahabat-sahabatnya. Melepas Arumi di bandara.

“jaga diri baik-baik di sana, jaga kesehatan, jangan lupa solat, belajar yang rajin biar cepet
pulang ke Indonesia, jangan lupain gua, pokoknya baik-baik ya disana” ucap Aqlan kepada
Arumi. “Arumiii, jangan lupain kita ya”. Ucap Davina dan Hana.“iya, aku gak bakal ngelupain
kalian, semangat buat kita!” ucap Arumi.

“nak . . . jaga diri ya, jangan lupa hubungi umi sama abi, jangan telat makan, jangan bangun
kesiangan, umi bakal kangen sama kamu” ucap umi sambil menangis dan memeluk Arumi.
“iya umi, Arumi juga bakal kangen sama umi, abi dan kakak.” ucap Arumi kepada umi sambil
memeluknya. “Arumi pamit dulu ya, assalamualaikum” ucap Arumi. “waalaikumsalam”.

ARUMI POV

5 tahun berlalu.

Aku kembali ke Indonesia, karena aku telah menamatkan pendidikannya di Universitas


Harvard. Dan pada saat aku sampai di rumah. “Assalamualaikum, Arumi pulang” ucapku
sambil berteriak di depan pintu. “Waalaikumsalam, umi kangen banget sama kamu, abiii
kakakk, siniii Arumi pulangg” teriak umi sambil memelukku. “apa kabar nak” tanya abi
kepadaku. “alhamdulillah baik bi” jawabku. “wess sekarang adeknya kakak udah nyelesaiin
pendidikan S1 nya” ucap kakakku. “ya dong, Arumi gitu”ucapku membalas ucapan kakakku.
“sudah ayo masuk, biarkan Arumi istirahat, pasti dia capek” ucap umi. “oke mi, Arumi ke
kamar dulu ya” ucapku. Setelah aku istirahat sebentar, aku pun turun untuk makan siang,
setelah makan siang, aku pergi ke rumah Aqlan untuk mengunjungi orang tuanya yang
bernama Raditya Malik dan Haruna Zaina. Setelah mengunjungi orang tuanya Aqlan, aku
pun pulang ke rumah. Ternyata Aqlan sedang pergi berlibur bersama temannya ke
Yogyakarta.
Pada saat aku di depan gerbang rumah. Terdengar teriakan yang memanggilku, aku pun
terkejut saat tahu siapa yang memanggilku, ternyata Hana dan Davina. Kemudian aku
mengajak mereka masuk.

“assalamualaikum umi, Arumi pulang, Arumi bareng Hana sama Davina nih” ucapku di
depan pintu. Kemudian umi memanggilku dengan nada panik. “ada apa umi?” tanyaku.
“nak, itu kereta yang ditumpangi Aqlan, keretanya mengalami tabrakan dengan kereta lain”
ucap umi sambil menunjuk ke televisi. Tok tok tok, pintu rumah kami diketuk, kemudian aku
membukanya dan ternyata yang datang ke rumah kami adalah ayah dan ibunya Aqlan,
mereka datang ke rumah kami sambil menangis. “Arumi, hiks, nak, kamu sudah lihat berita
nak? Itu kereta yang di tumpangi Aqlan nak, hiks” ucap ibu. Seketika nafasku sesak,
jantungku berdetak lebih kencang, air mata jatuh tanpa permisi, badanku lemas. Aqlan . . .
apakah dia selamat, Ya Allah . . . tolong selamatkan dia Ya Allah . . . ucapku dalam hati. “hiks
umi, Aqlan mi, apakah Aqlan selamat, hiks” ucapku yang tak kuasa menahan sedih. “tenang,
kita tenang dulu, sekarang saya dan Haruna ingin ke stasiun melihat keadaan dan nama-
nama yang selamat” ucap ayahnya Aqlan. “aku mau ikut” ucapku kepada ayahnya Aqlan.
“tidak naik, kau baru pulang, lebih baik kau di rumah saja, kau perlu istirahat” ucap ayahnya
Aqlan menolak permintaanku. “tapi . . . aku mau ikut” ucapku yang tetap akan kemauanku.
“tidak Arumi, kamu harus istirahat dulu nak” ucap abi. “hiks, oke bi” ucapku yang sudah tak
ingin berdebat. “aku ikut, Radit” ucap abi kepada ayah Raditya. “aku juga mau ikut bi” ucap
kakak. “oke” jawab ayah Radiyta.

AUTHOR POV

Beberapa hari kemudian.

Arumi hanya dapat berdiam diri di kamar ditemani. Arumi mengingat kenangan-
kenangannya dengan Aqlan, Arumi yang berharap setelah ia pulang ke Indonesia, ia akan
menikah dengan Aqlan dan membangun surga di akhirat kelak. Namun harapan tinggal
harapan, setelah mendapat kabar bahwa Aqlan menghilang. Tim SAR tidak menemukannya,
baik di sekitar tempat terjadinya kecelakaan ataupun di dalam kereta. Arumi terus berdoa
kepada Allah, berharap bahwa Aqlan masih hidup. Arumi hanya dapat berharap dan
berharap. Berharap Allah mengabulkan doanya, berharap Aqlan datang ke rumah dengan
keadaan selamat, dan berharap agar ia bisa ikhlas melepas kepergian Aqlan untuk selama-
lamanya.

Hari demi hari berlalu, Arumi sudah bisa bangkit lagi walau masih belum bisa
mengikhlaskan Aqlan. Aqlan sahabat Arumi dari kecil, cinta pertama Arumi, Aqlan seperti
dunianya Arumi. Kini, tak tahu bagaimana keadaannya, tak tahu berada di mana. Tetapi
Arumi yakin, ia bisa mengikhlaskan dan melepas Aqlan dan ia yakin bahwa setelah ada
kesedihan pasti ada kebahagiaan, dan ia harus terus berbaik sangka kepada-Nya.

Dua bulan kemudian.


ARUMI POV

Ya Allah, bantu aku mengikhlaskan dan melepasnya, apapun yang Engkau berikan adalah
yang terbaik, ucapku dalam hati. “Arumi, assalamualaikum” ucap seseorang yang berdiri di
depan pintu rumahku. Aku pun membuka pintu rumah “waalaikumsalam, eh Hana dan
Davina, yuk kita berangkat. Arumi pamit ya” ucapku menyalami umi, abi dan kakak.
“assalamualaikum” ucapku beserta Hana dan Davina. “waalaikumsalam” jawab umi, abi dan
kakak. Hari ini aku dan kedua sahabatku ini, mau ke Yogyakarta untuk berlibur. Hari ini hari
Senin, kami di Jogja selama seminggu. Kami pergi ke Jogja naik kereta. Sesampainya di Jogja
kami pun beristirahat

Keesokannya kami pergi ke Candi Prambhanan. Saat kami sampai di Candi Prambhanan.
Aku, Hana dan Davina dikejutkan dengan seseorang yang mirip sekali dengan Aqlan sedang
bekerja sebagai fotografer. Kami pun menghampirinya, “Aqlan . . .” ucapku memanggilnya
tetapi ia malah bertanya kepada kami, “mbak mbak mau minta difotoin?” tanyanya kepada
kami. Air mataku pun jatuh tanpa permisi. Ya itu Aqlan, aku yakin sekali bahwa itu Aqlan. Ya,
itu adalah suara yang aku rindukan.

“Arumi!” teriak kedua sahabatku yang panik akibat aku menangis. “mbak, maaf mbak, kok
tiba-tiba mbak menangis, saya gak ngapa-ngapain mbak lho, stop nangisnya mbak, diliatin
banyak orang tuh” ucapnya seperti tidak mengenaliku sama sekali. “Aqlan . . . kamu masih
hidup”. Ucapku. “maaf mbak, Aqlan siapa ya, nama saya Alban bukan Aqlan” ucapnya.
“tidak! Kamu Aqlan bukan Alban, apa yang kamu lakukan di sini, kenapa kau membuat
keluargamu cemas, kenapa kau tidak pulang ke Bandung, Aqlan?!” ucapku kepadanya.
“maaf mbak, mbak tidak sopan berkata seperti itu kepada saya” ucapnya tak terima.
“permisi, mbak, maaf sebelumnya, ini kenapa marah-marah kepada Alban ya mbak?” ucap
seorang lelaki paruh baya yang menghampiri kami. “maaf mbak, nama mbak siapa?”
tanyanya lagi kepadaku. “namaku Arumi Labiqa Mumtaza, sering dipanggil Arumi pak”
ucapku memperkenalkan diri. “oh, nak Arumi. Kalau nama bapak Rafa Shadeeq bisa
dipanggil Rafa” ucap pak Rafa memperkenalkan diri. “maaf, kalau boleh tahu, kenapa nak
Arumi marah-marah kepada nak Alban, apakah nak Arumi mengenal Alban?” tanyanya
kepadaku. Aku pun terkejut dengan pertanyaan pak Rafa, kemudian aku menjawab “saya
sahabat Aqlan dari kecil pak, dan yang saya tahu, nama aslinya adalah Aqlan Husain Hidar
anak dari Raditya Malik Al Ghifari dan Haruna Zaina Maulida. Aqlan lulusan dari Universitas
Gajah Mada fakultas perekonomian, dan Aqlan mengalami tabrakan kereta dua bulan yang
lalu dan Aqlan menghilang, kemudian saya bertemu dengan Aqlan yang mengaku sebagai
Alban” ucapku menjelaskan kepada pak Rafa.

“nak . . . apa benar kau sahabatnya? Kau sedang tidak berpura-pura kan?” ucap pak Rafa
menyelidikku. “tidak pak, buat apa saya berpura-pura untuk masalah ini” ucapku
menyakinkan pak Rafa. “Alban . . . dia saya temukan di hutan, jauh dari tempat terjadinya
kecelakaan kereta itu, ia terluka parah lalu saya bawa ia ke rumah sakit untuk diobati. Dan
Alban mengalami amnesia hebat nak, saya sudah berusaha untuk mendapatkan informasi
tentang nak Alban, tetapi nihil karena Alban tidak ingat apa-apa. Apakah Alban, orang yang
menjadi korban dari kecelakaan kereta itu nak?” ucap pak Rafa kepadaku. “kemungkinan
besar jawabannya adalah YA pak!” ucapku menjawab dengan yakin pertanyaan pak Rafa itu.

Hembusan kasar terdengar dari pak Rafa. “baiklah nak, kalau begitu bapak harap kamu bisa
mengembalikan ingatan nak Alban. Segera hubungi orang tuanya nak.” Ucapnya kepadaku.
“baiklah pak, saya beritahu orang tuanya dulu” ucapku lega. Entah sekarang apakah aku
harus senang atau sedih.

AUTHOR POV

Arumi terus berusaha mengembalikan ingatan Aqlan, walaupun ia dibentak, dimarahi,


dihina oleh Aqlan, ia sama sekali tidak menyerah. Sampai hari di mana perempuan bernama
Prima meminta ayahnya yaitu pak Rafa untuk menikahkannya dengan Aqlan. Arumi tak kuat
lagi, ia menyerah, ia kembali ke Bandung dan memutuskan untuk melepasnya. Dan pada
saat Arumi kembali ke Bandung. Aqlan mengingat semuanya, tentang rasa cintanya kepada
Arumi, tentang hubungan persahabatnya dengan Arumi, tentang keluarganya, teman-
temannya, semuanya. Saat ia ingin kembali ke Bandung, ia bingung, antara memilih tujuan
hidupnya atau menikahi Prima anak dari seseorang yang pernah menyelamatkannya. Ia
frustasi dan pada suatu hari. “ayah . . . Alban, aku memilih untuk melepaskannya, biarkan
Alban bahagia walau tidak bersama denganku, ayah” ucap Prima dihadapan Aqlan dan pak
Rafa.

Aqlan mengucapkan banyak terimakasih dan tidak tahu bagaimana harus membalas jasa
pak Rafa, tetapi pak rafa ikhlas dalam menolong Aqlan, ikhlas atas semuanya. Aqlan pun
kembali ke rumah dan disambut haru oleh keluarganya, keluarga Arumi, teman-temannya
dan yang lain.

Pada malam harinya. “Arumi, aku minta maaf atas segala perbuatanku waktu itu, maaf
karena telah membuatmu menunggu. Arumi entah ini masih pantas atau tidak, bolehkan
aku meminta satu permintaan kepadamu. Arumi, will you marry me?” ucap Aqlan dengan
penuh harapan. “yes, i will” ucap Arumi sambil menangis terharu.

Semua berbahagia dengan pernikahan mereka. Mereka dikaruniani 3 anak. Dua laki-laki
dan 1 perempuan. Merekapun hidup bahagia selamanya.

Walau banyak kejadian-kejadian yang tidak dapat kita duga. Percayalah bahwa
setelah kesedihan pasti ada kebahagiaan. Kebahagiaan yang tidak dapat kita duga. Dan
percayalah bahwa takdir Yang Maha Kuasa adalah yang terbaik. Dan mau seberat apapun
masalah yang menimpa, sejauh mana kalian terpisah, kalau memang itu adalah jodohmu,
pasti dia akan kembali.

-TAMAT-

Anda mungkin juga menyukai