Anda di halaman 1dari 2

Nama : Sherleen Audrey Natawijaya Tanggal : 10 August 2022

Kelas : S206 Tema : Sekali Merdeka Tetap Merdeka


Chapel : Ke-2 Pembicara : Pak Frankie Kusmawardhana

Kitab Galatia ditulis oleh Rasul Paulus, namun sifatnya cukup keras. Banyak teguran yang
disampaikan disana, hal ini dikarenakan kekecewaan Paulus yang sudah menyampaikan Injil Sejati akan
tetapi Jemaat Galatia memilih aliran yang lain dan memutuskan untuk tidak mengikuti Injil Sejati
tersebut. Injil Sejati adalah Injil keselamatan oleh Kristus yang akan memerdekakan kita dari perbudakan
dosa & belenggu ‘aturan’. Contoh; seorang yang belum mengenal Injil Sejati mungkin saja merasa bebas
untuk melakukan segala bentuk dosa di kehidupannya, namun pasti akan ada suatu kejanggalan dalam
hidupnya. Kejanggalan atau gap itu hanya bisa diisi oleh Injil Sejati. Injil yang akan melepaskan dia dari
perhambaan dosa.

Injil Sejati tidak memiliki syarat aturan yang ‘wajib’. Maksud dari kalimat ini dapat dijelaskan
dengan kasus-kasus yang kerap kita temui di kehidupan sehari-hari. Contohnya; untuk masuk surga harus
dilakukannya penyunatan, atau untuk disayang/dihargai orang tua maka seorang harus pintar dan meraih
banyak prestasi. Tuhan tidak pernah menuntut hal-hal yang mungkin dituntut oleh orang tua kita yang
adalah manusia. Dia tidak meminta adanya syarat untuk dilakukan ataupun mengharapkan something in
return.

Malah sesuai Galatia 1 ayat 4 bagi orang yang mencoba untuk membenarkan dirinya dengan bukti
menaati hukum atau atas perbuatan baiknya, maka sesungguhnya orang itu sedang mengasingkan dirinya
dari Kristus. Pernyataan ini juga selaras dengan perkataan Rick Warren, seorang pastor & penulis di
Amerika Selatan. Dia pernah berkata; “We are not saved by good works; we are saved FOR good works.
The Christian lifestyle is to be a lifestyle of goodness”. Sehingga kini kita bisa memahami bahwa bukan
oleh perbuatan baik kita, manusia di selamatkan, namun kita diselamatkan untuk melakukan perbuatan
baik itu. Banyak orang percaya sebuah pemahaman bahwa ketika kita sedang memperoleh keselamatan
saat melakukan perbuatan yang mulia, dan mengikuti hukum taurat, namun Alkitab sendiri dengan jelas
menuliskan di Galatia 2 ayat 16 bahwa; “know that a person is not justified by the works of the law, but
by faith in Jesus Christ. So we, too, have put our faith in Christ Jesus that we may be justified by faith
in Christ and not by the works of the law, because by the works of the law no one will be justified.”

Permasalahannya disini adalah dosa yang dimiliki oleh kita manusia tidak akan pernah lunas oleh
perbuatan baik. Ada sebuah ilustrasi yang menurut saya baik untuk diketahui dari
teologiareformed.blogspot.com. ‘Misalnya suatu hari saudara naik kendaraan bermotor dan melanggar
rambu lalu lintas, dan lalu seorang polisi menilang saudara. Saudara akan disidang pada 1 minggu yang

1
akan datang. Sementara menunggu saat persidangan, saudara lalu mau ‘menebus dosa’ saudara dengan
berbuat baik. Dalam waktu satu minggu tersebut, saudara menghibur teman yang kesusahan,
membelikan obat untuk tetangga yang sakit, membantu lansia menyebrang jalanan dsb. Pada saat
persidangan, hakim bertanya: Apakah saudara, pada tanggal ini, di jalan ini, melanggar rambu lalu
lintas ini? Saudara lalu menjawab: Benar Pak Hakim, tetapi tunggu dulu, saya sudah menebus dosa
dengan berbuat baik. Ini ada 3 saksi yang menerima kebaikan saya. Sekarang pertanyaannya: apakah
orang itu akan dibebaskan dari hukuman?’ Tidak karena perbuatan baik tersebut dimata hakim tidak
cukup dan bahkan tidak berdampak pada hukuman yang ada. Lalu apa yang bisa membebaskan saudara
yang ada pada cerita tersebut? Hanyalah anugerah yang dihadiahkan oleh hakimlah satu-satunya hal yang
bisa membebaskan saudara itu dari ancaman pidana.

Ilustrasi ini sama hal nya dengan kita dan Yesus, oleh karena anugerah nya yang tanpa syarat dan
tanpa balasan lah kita bisa merdeka dari pidana yang didakwa oleh iblis. Namun ada hal terakhir yang
perlu kita ingat. Ketika kita sudah merdeka jangan mempergunakan kemerdekaan tersebut. Ada
pemahaman kedua yang sama kelirunya seperti yang pertama, yaitu bahwa ketika melakukan dosa tinggal
minta ampun kepada Tuhan dan Dia pasti akan menghapuskan. Ketika dibaca ulang mungkin pemahaman
ini logis, memang Tuhan akan mengampuni dosa setiap orang yang meminta pengampunan padanya.
Namun banyak orang yang seakan-akan ‘abuse this policy’ seakan-akan memanipulasi anugerah/kasih
yang Tuhan berikan bagi diri kita.

Saya sendiri dulu saat masih kecil selalu mengakhiri hari dengan memikirkan kesalahan-kesalahan
apa saja yang saya telah saya lakukan seharian penuh, karena sebagai seorang anak saya cukup takut
untuk tidur sebelum meminta ampun atas dosa-dosa yang telah saya lakukan. Motivasi saya dahulu untuk
meminta ampun didasari rasa takut masuk neraka. Seiring saya bertambah dewasa saya menyadari bahwa
motivasi itu salah, bagian takut mungkin sudah hampir benar namun lebih tepatnya meminta
pengampunan harus didasari atas rasa takut akan Tuhan, faith in Christ.

Dari segala diskusi dan materi khotbah diatas, saya menyadari dan berefleksi bahwa kemerdekaan


dan kasih yang diberikan tanpa pamrih oleh Tuhan Yesus bisa saya salurkan kepada orang lain dalam
berbagai bentuk. Saya juga bisa belajar untuk mengasihi orang lain dengan kasih yang sama yang telah
saya alami dari Tuhan Yesus.

Saya juga berkomitmen untuk terus memiliki motivasi yang tepat saat meminta ampun dan untuk
tidak melakukan abuse terhadap policy yang Tuhan dengan kebesaran hatinya telah berikan.

Tangerang, 14 Agustus 2022


Hormat saya,

Sherleen Audrey Natawijaya

Anda mungkin juga menyukai