Anda di halaman 1dari 100

Tim Pengajar Bahasa Indonesia

MODUL BAHASA INDONESIA

PENGANTAR MENULIS KARYA ILMIAH


DI PERGURUAN TINGGI

Jalan Taman Amir Hamzah http//:unusia.ac.id


No. 5, Pegangsaan, Menteng, sekretariat@unusia.ac.id 021-3906501
Jakarta Pusat Pmb.unusia.ac.id
BAHASA INDONESIA
Pengantar Menulis Karya Ilmiah di Perguruan Tinggi

Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia


MODUL 1: LARAS ILMIAH DAN RAGAM BAHASA

1. PENDAHULUAN
LARAS BAHASA
Pada saat digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk adalah
dalam berbagai laras sesuai dengan fungsi pemakaiannya. kesesuaian antara bahasa
dan
Jadi, laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan
fungsi pemakaiannya.
fungsi pemakaiannya. Dalam hal itu, kita mengenal berbagai
laras, seperti laras iklan, laras lagu, laras ilmiah, laras ilmiah
populer, laras feature, laras komik, laras sastra. Setiap laras
masih dapat dibagi lagi atas sublaras, misalnya laras sastra
dapat dibagi lagi atas laras cerpen, laras puisi, laras novel, dan
sebagainya.

Setiap laras memiliki format dan gaya tersendiri. Setiap laras


dapat disampaikan secara lisan atau tulis dan dalam bentuk
formal, semiformal, atau nonformal. Oleh karena itu, dalam
menulis, kita harus menguasai berbagai laras yang berbeda itu
agar dapat memilih laras yang tepat untuk khalayak sasaran.
Laras bahasa yang menjadi perhatian kita dalam kelas ini
adalah laras ilmiah.

2. LARAS ILMIAH

Karya tulis ilmiah bukan sepenuhnya karya ekspresi diri.


KARYA TULIS ILMIAH
Sebuah karya tulis fiksi, atau sering disebut karya sastra, bukan
merupakan ekspresi diri penulisnya yang dihasilkan dari karya ekspresi diri.
imajinasi penulis. Hasil karya penulis merupakan hasil
rekaannya sendiri berdasarkan realitas di sekelilingnya. Oleh
karena itu, hasil karyanya disebut karangan dan penciptanya
disebut pengarang (Soeseno, 1993: 1).

Sebaliknya, sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil


rangkaian fakta yang berupa hasil pemikiran, gagasan, KARYA TULIS ILMIAH
merupakan
peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi, seorang penulis karya hasil rangkaian fakta yang
ilmiah menyusun kembali pelbagai bahan informasi menjadi berupa hasil pemikiran,
gagasan, peristiwa, gejala,
sebuah karangan yang utuh. Oleh sebab itu, penulis karya dan pendapat.
ilmiah tidak disebut pengarang melainkan disebut penulis
(Soeseno, 1993: 1).
Laras ilmiah memiliki tujuan dan khalayak sasaran yang jelas.
Meskipun demikian, dalam laras ilmiah, aspek komunikasi
tetap memegang peranan utama. Oleh karenanya, berbagai
kemungkinan untuk penyampaian yang komunikatif tetap
harus diperhatikan. Penulisan laras ilmiah tidak hanya untuk
mengekspresikan pikiran, tetapi untuk menyampaikan hasil
penelitian. Kita harus dapat meyakinkan pembaca akan
kebenaran hasil yang kita temukan di lapangan. Dapat pula,
kita menumbangkan sebuah teori berdasarkan hasil
penelitian kita. Jadi, sebuah karya tulis ilmiah tetap harus
dapat secara jelas menyampaikan pesan kepada pembacanya. PERSYARATAN
KARYA TULIS ILMIAH
Persyaratan lain bagi sebuah tulisan untuk dikategorikan
A. Menyajikan fakta
sebagai karya ilmiah adalah sebagai berikut (Brotowidjojo,
objektif secara
2002). sistematis atau
menyajikan aplikasi
a. Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara hukum alam pada
situasi spesifik.
sistematis atau menyajikan aplikasi hukum alam pada B. Ditulis secara cermat,
situasi spesifik. tepat, benar, jujur, dan
tidak bersifat terkaan..
C. Harus disusun
b. Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, secara sistematis.
dan tidak bersifat terkaan. Dalam pengertian jujur D. Menyajikan rangkaian
terkandung sikap etik penulisan ilmiah, yakni sebab-akibat yang
mendorong pembaca
pencantuman rujukan dan kutipan yang jelas. untuk menarik
kesimpulan.
c. Karya ilmiah harus disusun secara sistematis, setiap E. Mengandung
pandangan yang
langkah direncanakan secara terkendali, konseptual,
disertai dukungan
dan prosedural. dan pembuktian
berdasarkan suatu
d. Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat hipotesis.
F. Ditulis secara tulus.
dengan pemahaman dan alasan yang indusif yang G. Pada dasarnya bersifat
mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan. ekspositoris.

e. Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai


dukungan dan pembuktian berdasarkan suatu
hipotesis.

f. Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa


karya ilmiah hanya mengandung kebenaran faktual
sehingga tidak akan memancing pertanyaan yang
bernada keraguan. Penulis karya ilmiah tidak boleh
memanipulasi fakta, serta tidak bersifat ambisius dan
berprasangka. Penyajiannya tidak boleh bersifat
emotif.

g. Karya ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika


pada akhirnya timbul kesan argumentatif dan
persuasif, hal itu ditimbulkan oleh penyusunan
kerangka karangan yang cermat. Dengan demikian, CIRI BAHASA
KARYA TULIS ILMIAH
fakta dan hukum alam yang diterapkan pada situasi
spesifik itu dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca 1. Harus tepat dan
dibiarkan mengambil kesimpulan sendiri berupa tunggal makna, tidak
remang nalar atau
pembenaran dan keyakinan akan kebenaran karya mendua makna.
ilmiah tersebut. 2. Harus secara tepat
mendefinisikan
setiap istilah, sifat,
Berdasarkan uraian di atas, dari segi bahasa, dapat dikatakan dan pengertian yang
bahwa karya tulis ilmiah memiliki tiga ciri, yaitu digunakan, agar tidak
menimbulkan
(1) harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau kerancuan atau
keraguan.
mendua makna; 3. Harus singkat,
berlandaskan
(2) harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan ekonomi bahasa.
pengertian yang digunakan, agar tidak menimbulkan
kerancuan atau keraguan; dan

(3) harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.

3. RAGAM BAHASA DALAM LARAS ILMIAH


RAGAM BAHASA
Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang terjadi karena adalah
pemakaian bahasa. Ragam bahasa terbagi atas dua kelompok, variasi bahasa yang terjadi
karena pemakaian bahasa.
yaitu ragam bahasa berdasarkan media pengantarnya dan
ragam bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya.

A. Ragam Bahasa berdasarkan Media Pengantarnya


RAGAM BAHASA
Penggunaan bahasa berdasarkan media pengantarnya atau dilihat dari
sarananya terbagi atas ragam lisan dan ragam tulis. Ragam (A)media pengantarnya:
tulis, lisan;
lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita (B) situasi pemakaiannya:
dapat menemukan ragam lisan yang formal dan ragam lisan formal, semiformal,
dan nonformal.
yang nonformal.
Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak.
Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang formal
maupun nonformal. Ada pula ragam tulis dan lisan yang
semiformal. Artinya, tidak terlalu formal, namun tidak pula
terlalu nonformal. Laras ilmiah dapat ditemukan dalam ragam
tulis maupun ragam lisan.

B. Ragam Bahasa berdasarkan Situasi Pemakaiannya

Dalam uraian di atas, disebutkan ragam lain, yakni ragam


formal, ragam nonformal, dan ragam semiformal. Ragam
tersebut merupakan pengelompokan bahasa dari sudut
situasi pemakaian. Bahasa ragam formal memiliki sifat
kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi,
kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam formal tetap luwes
sehingga memungkinkan perubahan di bidang kosakata,
peristilahan, serta mengizinkan perkembangan berbagai jenis
laras yang diperlukan dalam kehidupan modern (Alwi dkk.,
1998: 14). Pembedaan antara ragam formal, nonformal, dan
semiformal dilakukan berdasarkan hal berikut ini. KRITERIA PEMBEDA
RAGAM BAHASA
a. Topik yang sedang dibahas a. Topik yang
sedang dibahas;
b. Hubungan antarpembicara b. Hubungan
antarpembicara;
c. Medium yang digunakan c. Medium yang
digunakan;
d. Lingkungan d. Lingkungan; atau
e. Situasi saat
e. Situasi saat pembicaraan terjadi pembicaraan terjadi

Ada lima ciri yang dapat dengan mudah digunakan untuk


membedakan ragam formal dari ragam nonformal. Setiap ciri
adalah sebagai berikut. CIRI PEMBEDA
RAGAM BAHASA
a. Penggunaan kata sapaan dan kata ganti
A. Penggunaan kata
b. Penggunaan kata tertentu sapaan dan kata ganti
B. Penggunaan
c. Penggunaan imbuhan kata tertentu
d. Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata C. Penggunaan imbuhan
D. Penggunaan kata
depan (preposisi) sambung
(konjungsi) dan kata
e. Penggunaan fungsi yang lengkap depan (preposisi)
E. Penggunaan fungsi
yang lengkap.
Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri
pembeda ragam formal dari ragam nonformal yang sangat PENGGUNAAN KATA
menonjol. Kepada orang yang kita hormati, kita akan SAPAAN DAN KATA
cenderung menyapa dengan menggunakan kata Bapak, Ibu, GANTI
Saudara, Anda, atau kita akan menyertakan penyebutan
jabatan, gelar, atau pangkat. Sementara, untuk menyapa
teman atau rekan sejawat, kita cukup menyebut namanya atau
kita menggunakan bahasa daerah. Jika kita menyebut diri kita,
dalam ragam formal kita akan menggunakan kata saya,
sedangkan aku digunakan dalam ragam semiformal. Dalam
ragam nonformal, kita akan menggunakan kata gue, ogut.

Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat


menandai perbedaan ragam formal dari ragam nonformal. PENGGUNAAN KATA
Dalam ragam nonformal akan sering muncul kata nggak, TERTENTU
bakal, gede, udahan, kegedean, cewek, bokap, ortu. Di samping
itu, dalam ragam nonformal sering muncul bentuk penekan,
seperti sih, kok, deh, lho. Dalam ragam formal, bentuk-bentuk
itu tidak akan digunakan.

Penggunaan imbuhan adalah ciri lain. Dalam ragam formal


kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti. PENGGUNAAN
Hanya pada kalimat perintah kita dapat menghilangkan IMBUHAN
imbuhan dalam kata kerjanya (verba). Dalam ragam
nonformal, imbuhan sering kali ditanggalkan. Misalnya, pake
untuk memakai, nurunin untuk menurunkan.

Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan


(preposisi) merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam KATA SAMBUNG
nonformal, sering kali kata sambung dan kata depan (KONJUNGSI) DAN
KATA DEPAN
dihilangkan. Kadang kala, kenyataan itu mengganggu
(PREPOSISI)
kejelasan kalimat. Dalam laras jurnalistik kedua kelompok
kata tersebut sering dihilangkan. Hal itu menunjukkan bahwa
laras jurnalistik termasuk ragam semiformal.

Kelengkapan fungsi berkaitan dengan adanya bagian dalam


kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah dianggap PENGGUNAAN FUNGSI
cukup mendukung pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang YANG LENGKAP
nonformal, predikat kalimat sering dihilangkan. Sering kali
pelesapan fungsi terjadi ketika kita menjawab pertanyaan
orang.
Sebenarnya, pembedaan lain yang juga muncul, tetapi tidak
disebutkan di atas adalah intonasi. Masalahnya, pembeda
intonasi hanya ditemukan dalam ragam lisan dan tidak
terwujud dalam ragam tulis.

Setiap laras dapat disampaikan dalam ragam formal,


LARAS ILMIAH
semiformal, atau nonformal. Akan tetapi, tidak demikian
halnya dengan laras ilmiah. Laras ilmiah harus selalu Harus selalu menggunakan
menggunakan ragam formal sekalipun disampaikan secara RAGAM BAHASA
FORMAL
lisan. Persyaratan itulah yang membedakan laras ilmiah dari sekalipun disampaikan
laras lainnya. Oleh karena itu, kita harus mempelajari unsur- secara lisan.
unsur yang membedakan laras ilmiah dari laras-laras lain.

4. DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka.

Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.

Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta:


Akademika Pressindo.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.


Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:


Penerbit Nusa Indah.

Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk
Majalah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
MODUL 2: BORANG DISKUSI-1 DAN TUGAS MANDIRI

1. PENDAHULUAN

Salah satu tugas yang harus dipenuhi, baik dalam sistem


pemelajaran berdasarkan masalah (Problem-based Learning/
PBL) maupun sistem pemelajaran berkolaborasi
(Collaborative Learning/CL), adalah penyusunan tugas
mandiri. Tugas mandiri disusun oleh setiap anggota kelompok
mahasiswa CL dan PBL dalam rangka menyumbangkan
pemikiran bagi kelompoknya pada saat mengerjakan pemicu.
Ada tiga bentuk tugas mandiri:
(1) ringkasan TUGAS MANDIRI
(2) ikhtisar atau abstrak 1. Ringkasan
2. Ikhtisar atau Abstrak
(3) laporan bacaan jika mahasiswa diminta untuk
3. Laporan bacaan
melaporkan isi sebuah buku.

Penyusunan tugas mandiri merupakan kesempatan


mahasiswa untuk secara individual menunjukkan
kemampuannya, baik dalam hal kemahiran bahasa maupun
dalam hal pemahaman materi. Kesempatan itu mengemuka
karena laporan tugas mandiri merupakan tugas yang
dikerjakan dan dihasilkan oleh individu dan bukan hasil
kelompok. Penyusunan tugas mandiri dibahas pada saat
diskusi kelompok atau diskusi home-group. Cara membuat
dan menyusun ringkasan, ikhtisar atau abstrak, akan dibahas
dalam Modul 11 (Ringkasan dan Ikhtisar). Dalam modul ini
akan dibahas Borang (form) Diskusi-1 dan format laporan
bacaan.
2. BORANG (FORM) DISKUSI-1

Form Diskusi-1 (Latihan 4) mempunyai empat ruang yang


harus diisi. Ruang pertama adalah “Definisi Masalah”. Ruang
kedua adalah “Hal Baru yang Harus Diketahui”. Ruang ketiga
adalah “Hal yang Sudah Diketahui”. Ruang keempat adalah
“Pembagian Tugas Bahasan yang Harus Dipelajari”.

Ruang Definisi Masalah adalah tempat untuk mencatat


permasalahan yang timbul dari pemicu yang diberikan oleh
DEFINISI MASALAH
fasilitator. Definisi Masalah menyerupai kalimat tesis. Cara sama dengan
merumuskan Definisi Masalah ada dalam Modul 5 (Topik dan kalimat tesis
Tesis). Definisi Masalah akan menjadi arahan bagi kelompok
dalam mengumpulkan bahan.

Ruang-ruang lain (“Hal Baru yang harus Diketahui” dan “Hal


yang Sudah Diketahui”) diisi dengan cara mencatat gagasan-
gagasan (ide-ide) yang muncul. Gagasan itu dapat berupa
sebuah kata, sebuah frase (kumpulan kata), atau sebuah
kalimat. Selain itu, mahasiswa harus mencatat dari mana
gagasan itu dapat diambil. Misalnya, untuk topik
PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI, ada ide untuk membahas
kasus foto para selebriti yang dimuat dalam majalah pria.
Mahasiswa harus mencatat dari mana kasus itu dapat diambil:
dari tabloid, internet, atau televisi. Mahasiswa dapat melihat
Modul 4 untuk mengetahui tata cara menulis rujukan.

3. FORMAT LAPORAN BACAAN

Laporan tugas mandiri bertujuan untuk mendorong


mahasiswa membaca buku-buku atau teks yang diwajibkan
serta meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam
memahami isi buku atau teks. Selain itu, mahasiswa dilatih
untuk membaca secara kritis dan mampu memilih bagian
yang dibutuhkan untuk menjawab keingintahuan mereka.
Terakhir, mahasiswa dilatih untuk mampu menyampaikan
hasil bacaannya kepada teman-teman sekelompok, secara
tulis maupun lisan.
Laporan Bacaan cukup diuraikan dalam satu sampai dua
halaman saja yang terdiri atas tiga paragraf dan berspasi 1,5.
Format laporan bacaan adalah sebagai berikut.

  JUDUL (bukan judul teks atau buku yang dilaporkan)


 NAMA PENULIS/MAHASISWA pembuat laporan
dan nomor mahasiswa
 DATA PUBLIKASI

- judul teks/buku
- nama pengarang
- kota dan nama penerbit
- tebal buku
 PENDAHULUAN

- hal yang menjadi masalah
- kaitan teks atau buku dengan permasalahan
 ISI

- ikhtisar atau kutipan yang akan disumbangkan
pada makalah kelompok
 PENUTUP

- pendapat penulis mengenai bacaan
yang disampaikannya.

Langkah-langkah pembuatan laporan bacaan sama dengan


langkah-langkah pembuatan ringkasan dan ikhtisar. LANGKAH-LANGKAH
MEMBUAT LAPORAN
(1) Membaca teks yang dibutuhkan. Teks dapat diambil dari BACAAN
buku, artikel, atau internet. 1. Membaca teks yang
dibutuhkan
(2) Menandai atau mencatat bagian-bagian yang dianggap 2. Menandai atau
mencatat bagian-
penting. bagian yang
dianggap penting
(3) Menyusun laporan tugas mandiri. Usahakan untuk 3. Menyusun laporan
menggunakan kata-kata sendiri. Beri tekanan pada
kepentingan kutipan atau ikhtisar itu dengan
permasalahan yang dihadapi.
Laporan tugas mandiri akan lebih lengkap jika tidak hanya
merupakan kutipan atau ringkasan dari sebuah teks atau
buku. Sebaiknya, laporan itu merupakan sebuah sintesis dari
beberapa teks atau buku yang telah dibaca. Pada laporan tugas
mandiri seperti itu, ketentuan cara pengutipan berlaku pula.

Contoh laporan tugas mandiri yang dibuat berdasarkan teks


“Abortus Dua Sisi” oleh Tb. Ronny Nitibaskara (Lampiran M2-
1).

Dua Muka Abortus JUDUL


NAMA MAHASISWA
oleh Miranti, 0702xxx

Judul: “Abortus Dua Sisi”

Pengarang: Tb. Ronny Nitibaskara, kriminolog, FISIPUI


DATA PUBLIKASI
Data Publikasi: Majalah Forum, VI: 18, 15 Desember 1997, 99

Apakah jika terpaksa, kita boleh melakukan aborsi atau tidak?


Pertanyaan itu selalu muncul dan muncul lagi. Akan tetapi,
tidak pernah ada jawaban. Pertanyaan itu pula yang muncul
PENDAHULUAN
sebagai pemicu kali ini. Ronny Nitibaskara, seorang pengamat
sosial, menulis mengenai aborsi dari kedua sisinya.

Menurut Nitibaskara, ada beberapa faktor yang dianggap


menjadi penyebab timbulnya praktik aborsi. (1)
meningkatnya perilaku permisif dan seks bebas di kalangan
remaja; (2) mudahnya melakukan aborsi sendiri dengan
berbagai cara; (3) lemahnya kontrol dan sanksi sosial.
Akibatnya, meskipun praktik aborsi dilarang di Indonesia dan
dikenai hukuman pidana, tetap saja tingkat aborsi di ISI
Indonesia cukup tinggi. Aborsi itu dilakukan karena
kehamilan yang tidak dikehendaki dan bukan karena alasan
medis. Di kalangan remaja, sering kali kehamilan terjadi
karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman remaja
mengenai akibat hubungan seksual dan juga cara mencegah
kehamilan. Oleh karenanya, jika hamil di luar pernikahan,
remaja putri cenderung memilih melakukan aborsi.
Melihat pembahasan di atas, terlihat bahwa masalah aborsi
masih merupakan dilema di Indonesia. Di satu pihak, aborsi
dilarang; di pihak lain, masih banyak orang melakukannya.
Uraian Nitibaskara itu dapat dikutip untuk menunjukkan PENUTUP
bahwa masalah aborsi saat ini di Indonesia masih merupakan
masalah yang bermuka dua.

4. DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan Kemampuan
Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.

Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta:


Akademika Pressindo.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.


Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:


Penerbit Nusa Indah.

Ramlan, M. 1993. Paragraf: Alur Pikiran dan Kepaduannya dalam Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: Penerbit Andi Offset Yogyakarta.

Wishon, George E. dan Burks, Julia M. 1968. Let’s Write English. New York: American Book
Company.
5. LAMPIRAN M2-1: TEKS
ASLI
Abortus Dua Baru-baru ini, ditemukan dua belas bayi
bercampur sampah di bawah jalan tol sekitar
SisiTb. Ronny Nitibaskara,
kriminolog,
FISIP
Tanjung Priok, Jakarta. Laporan dari bagian
UI forensik RS Ciptomangunkusumo menye-butkan
bahwa sebagian besar bayi tersebut belum cukup
bulan.

Aborsi dalam pengertian medis berarti kelahiran janin yang belum dapat mempertahankan
hidup. Aborsi dapat terjadi pada setiap wanita hamil karena berbagai sebab. Ada dua cara aborsi:
tidak sengaja alias keguguran (abortus apontaneous) dan sengaja (abortus provocatus). Aborsi
dengan sengaja masih terbagi dua: abortus provocatus medicinalis dan abortus provocatus
criminalis. Abortus provocatus medicinalis dilakukan dokter untuk keselamatan si ibu. Tindakan itu
dilindungi oleh pasal 48 KUHP sebagai alasan pemaaf. Sementara itu, aborsi yang dianggap sebagai
kejahatan adalah aborsi dengan cara yang kedua, yakni aborsi yang sengaja dilakukan dengan
alasan nonmedis terhadap janin yang sedang dikandung.

Keberadaan aborsi senantiasa menimbulkan pendapat pro dan kontra dalam masyarakat. Di
beberapa negara, aborsi dilarang keras. Pelakunya diancam hukuman yang relatif berat. Sebaliknya,
di sejumlah negara lain abortus diperbolehkan. Di Amerika Serikat, Jerman, dan RRC yang sudah
memiliki undang-undang yang mengizinkan aborsi, ternyata pengguguran kandungan masih terus
diperdebatkan. Di Amerika Serikat, sekitar 70.000 aktivis wanita antiaborsi, akhir-akhir ini,
melakukan unjuk rasa agar Mahkamah Agung di negara superkuat itu mengkaji kembali UU Aborsi.

Di Indonesia, pengguguran kandungan secara tegas dilarang dan diancam hukuman pidana.
Hal itu tercermin dalam pasal 299, 346, 348, dan 349 KUHP. Pasal-pasal itu tidak hanya berlaku
bagi wanita yang melakukan tindakan aborsi, tetapi, juga bagi orang yang menyuruh melakukan
maupun pelaku aborsi, seperti dokter, bidan, atau dukun. Pasal-pasal tersebut menetapkan sanksi
yang relatif berat bagi pelanggar.

Meskipun demikian, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat aborsi di Indonesia
cukup tinggi. Menurut data resmi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Denpasar, dalam periode Oktober
1988 sampai Maret 1989, tercatat 25 kasus pengguguran kandungan oleh dokter swasta dan 80
kasus di RS pemerintah di Bali. Khusus di Jakarta, disinyalir bahwa ada banyak klinik yang sanggup
melakukan aborsi dengan tarif tertentu. Dokter Asrul Aswar (Jakarta-Jakarta No. 154) selaku ketua
IDI Pusat mengakui bahwa, di Jakarta, ada klinik-klinik yang melakukan aborsi, bahkan, sampai 50
kasus perhari.
Djayadilaga (1992) menyatakan bahwa kegagalan KB berkisar 8 sampai 10 persen dari seluruh
penggunaan alat dan obat pencegah kehamilan. Jika dibandingkan keluarga yang ingin mempunyai
dua anak saja dengan tingkat kegagalan itu dan usia menikah rata-rata 18 tahun di Indonesia,
diperkirakan ada sekitar 2 sampai 3 persen kehamilan yang tidak diinginkan.

Sementara, dalam hasil penelitian Prof. Dr. Tjitrarasa (1994) dari perkumpulan KB di Bali,
ditemukan bahwa satu juta wanita Indonesia melakukan aborsi setiap tahun. Dari jumlah tersebut,
kira-kira 50 persen dilakukan oleh wanita yang belum menikah dan 10 sampai 25 persen di
antaranya dilakukan oleh remaja. Harian Republika (1994) dalam laporannya menyebutkan bahwa
328 pelajar dan mahasiswa di Yogyakarta melakukan aborsi dalam kurun Januari—Oktober 1993.
Jumlah itu menunjukkan peningkatan 300 persen dari jumlah aborsi tahun sebelumnya. Semuanya
karena kehamilan yang tidak dikendaki, bukan karena alasan medis.

Mencari faktor penyebab terjadinya praktik aborsi di Indonesia tidaklah mudah. Ada beberapa
faktor yang diduga sebagai penyebab meluasnya praktik aborsi.

Pertama, meningkatnya perilaku permisif dan seks bebas di kalangan remaja, baik di
perkotaan maupun di pedesaan. Hal itu dibarengi dengan kurangnya pengetahuan dan
pemahaman remaja mengenai akibat hubungan seksual dan cara pencegahan kehamilan.
Akibatnya, jika terjadi kehamilan di luar pernikahan, mereka cenderung memilih abortus sebagai
alternatif utama.

Kedua, mudahnya melakukan aborsi sendiri, seperti dengan melakukan gerakan tertentu
(loncat, berlari kencang) atau minum ramuan tertentu yang mudah diperoleh di pasar bebas.
Apabila cara itu gagal, barulah wanita meminta pertolongan orang lain untuk menggugurkan
kandungannya, baik secara tradisional (tenaga nonmedis) maupun secara modern (tenaga medis).
Praktik aborsi yang dilakukan dukun beranak, bidan, atau perawat banyak terjadi di kota maupun
di desa. Sementara itu, praktik aborsi terselubung yang dilakukan di klinik-klinik bersalin dan
rumah sakit, baik negeri maupun swasta, juga ada di kota-kota besar.

Gejala itu diperparah oleh faktor ketiga, yaitu lemahnya kontrol dan sanksi sosial. Hal itu
tercermin dari sikap acuh tak acuh dan tertutupnya mata anggota masyarakat terhadap praktik
aborsi di sekitar mereka. Padahal, sebenarnya, mereka memahami bahwa praktik aborsi
bertentangan dengan norma agama, sosial, dan hukum.

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bahwa, di satu sisi, aborsi yang sebenarnya dibenci;
di sisi lain, seolah dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam kaitan itu, perlu disimak ucapan Emile
Durkheim, sosiolog kenamaan dari Prancis: “kejahatan adalah normal dan kehadirannya
fungsional di dalam masyarakat.”

Dikutip dengan suntingan dari Forum Keadilan, VI: 18, 15 Desember 1997, hlm.99.
MODUL 3: KUTIPAN DAN SISTEM RUJUKAN
1. PENDAHULUAN
SINTESIS
Dalam Bab Kerangka Teori, seorang penulis akan melakukan merupakan
sintesis, langkah terakhir dalam penyusunan bab tersebut. rangkuman berbagai
rujukan yang disesuaikan
Dalam penulisan karya ilmiah, sintesis merupakan dengan kebutuhan
rangkuman berbagai rujukan yang disesuaikan dengan penelitian si penulis.
kebutuhan penelitian si penulis. Sintesis dibangun
berdasarkan kutipan-kutipan yang dikumpulkan oleh penulis
dan pemahamannya atas kutipan tersebut. Cara penulis SINTESIS
dibangun berdasarkan kutipan-
mengutip dan membuat rujukannya berkaitan erat dengan kutipan yang dikumpulkan
penyusunan daftar bacaan (bibliografi). Ada berbagai cara oleh penulis dan
mengutip dan merujuk. Akan tetapi, format yang dibahas pemahamannya atas kutipan
tersebut
dalam modul ini, hanya sistem perujukan MLA dan APA.

2. KUTIPAN

Kutipan adalah bagian dari pernyataan, pendapat, buah KUTIPAN


adalah
pikiran, definisi, rumusan, atau hasil penelitian dari penulis bagian dari pernyataan,
lain atau penulis sendiri yang telah terdokumentasi. Kutipan pendapat, buah pikiran,
definisi, rumusan, atau
akan dibahas dan ditelaah berkaitan dengan materi penulisan. hasil penelitian dari
Kutipan dari pendapat berbagai tokoh merupakan esensi penulis lain atau dari
dalam penulisan sintesis. penulis sendiri yang telah
terdokumentasi.
Kutipan dilakukan apabila penulis sudah memperoleh sebuah
kerangka berpikir yang mantap. Jika belum, hasilnya akan
merupakan karya “suntingan”, yaitu “suSUN” dan “gunTING”
(lihat Modul 12). Menurut Keraf (1997), walaupun kutipan
atas pendapat seorang ahli itu diperkenankan, tidaklah berarti
bahwa keseluruhan sebuah tulisan dapat terdiri dari kutipan-
kutipan. Garis besar kerangka karangan serta kesimpulan
yang dibuat harus merupakan pendapat penulis sendiri.
Kutipan-kutipan hanya berfungsi sebagai bahan bukti untuk
menunjang pendapat penulis.

Penggunaan kutipan memiliki beberapa manfaat, yaitu


(1) untuk menegaskan isi uraian,
(2) untuk membuktikan kebenaran dari sebuah pernyataan
yang dibuat oleh penulis,
(3) untuk memperlihatkan kepada pembaca materi dan teori MANFAAT KUTIPAN
yang digunakan penulis,
(4) untuk mengkaji interpretasi penulis terhadap bahan
kutipan yang digunakan,
(5) untuk menunjukkan bagian atau aspek topik yang akan
dibahas, dan
(6) untuk mencegah penggunaan dan pengakuan bahan
tulisan orang lain sebagai milik sendiri (plagiat).

Ada beberapa cara mengutip yang dapat diterapkan secara


bervariasi dalam tulisan. Jenis kutipan itu adalah sebagai
berikut.

A. Kutipan Langsung KUTIPAN LANGSUNG


adalah
cuplikan tulisan orang
Kutipan langsung adalah cuplikan tulisan orang lain tanpa lain tanpa perubahan ke
perubahan ke dalam karya tulis kita. Prinsip yang harus dalam karya tulis kita.
diperhatikan pada saat mengutip langsung adalah
1. Tidak boleh mengadakan perubahan terhadap teks asli
yang dikutip.
2. Harus menggunakan tanda [sic!], jika ada kesalahan
dalam teks asli. PRINSIP MENGUTIP
LANGSUNG
3. Menggunakan tiga titik berspasi [. . .] jika ada bagian
dari kutipan yang dihilangkan.
4. Mencantumkan sumber kutipan dengan sistem MLA,
APA, atau sistem yang berlaku sesuai dengan selingkung
bidang.

Ada dua cara melakukan kutipan langsung, yaitu kutipan


langsung pendek dan kutipan langsung panjang.

1. Kutipan Langsung Pendek (tidak lebih dari empat


baris) dilakukan dengan cara
KUTIPAN LANGSUNG
 diintegrasikan langsung dengan teks, PENDEK

 diberi berjarak antarbaris yang sama dengan teks,

 diapit oleh tanda kutip, dan

disebut sumber kutipan.
2. Kutipan Langsung Panjang (lebih dari empat baris)
dilakukan dengan cara
 dipisahkan dari teks dengan spasi (jarak antarbaris)
KUTIPAN LANGSUNG
lebih dari teks,
 PANJANG
 diberi berjarak rapat antarbaris dalam kutipan,

 disebut sumber kutipan, dan

 boleh diapit tanda kutip, boleh juga tidak.

B. Kutipan Tak Langsung (Inti Sari Pendapat)

Kutipan tak langsung adalah kutipan yang diuraikan kembali KUTIPAN TAK LANGSUNG
dengan kata-kata sendiri. Untuk dapat melakukan kutipan adalah
jenis itu, pengutip harus memahami inti sari dari bagian yang kutipan yang diuraikan kembali
dengan kata-kata sendiri
dikutip secara tidak langsung itu. Kutipan tidak langsung
dapat dibuat secara panjang maupun pendek dengan cara
 diintegrasikan dengan teks,

PRINSIP MENGUTIP
 diberi jarak antarbaris yang sama dengan teks
 LANGSUNG
 tidak diapit tanda kutip, dan

 dicantumkan sumber kutipan dengan sistem MLA, APA,
atau selingkung bidang.

C. Kutipan pada Catatan Kaki

Kutipan pada catatan kaki, biasanya, merupakan kutipan


langsung dan dapat dicantumkan secara panjang maupun
pendek dengan cara
 selalu diberi jarak spasi rapat,
 PRINSIP MENGUTIP PADA
 diapit oleh tanda kutip, dan CATATAN KAKI

 dikutip tepat sebagaimana teks aslinya.

D. Kutipan Ucapan Lisan dan Chatting (pembicaraan
sinkronik via internet)

Kutipan ucapan lisan atau chatting, sebenarnya, tidak


terlalu dianjurkan dalam karya ilmiah. Akan tetapi, jika akan
digunakan, hal-hal yang harus diperhatikan adalah
 meminta persetujuan dari sumber, sedapat mungkin
berupa transkrip yang ditandatangani nara sumber;

 mencatat tanggal dan peristiwa tempat ujaran itu PRINSIP MENGUTIP
UCAPAN LISAN
diucapkan;

 menyebutkan dengan jelas sumbernya;

 menuliskan kutipan secara langsung atau tidak langsung
pada badan teks atau pada catatan kaki.


3. PLAGIARISME

Penyebutan sumber kutipan dalam mengutip sangat penting.


Bahkan, penyebutan sumber merupakan sebuah tindakan
legal untuk tidak dianggap sebagai plagiator. Sumber tidak
perlu disebut jika pengetahuan yang dikutip telah bersifat
umum atau jika pendapat atau fakta yang dikutip mudah
diperiksa dan diteliti kebenarannya. Fungsi penyebutan
sumber adalah
1) penghargaan terhadap penulis yang dikutip karya atau
pendapatnya, FUNGSI KUTIPAN

2) aspek legalitas untuk izin penggunaan karya penulis yang


PLAGIAT
dikutip, dan adalah
penjiplakan atau
3) etika dalam masyarakat ilmiah dan akademis. pengambilan karangan,
pendapat, dan
Dalam uraian di atas, muncul istilah plagiat dan plagiator. sebagainya dari orang
lain dan menjadikannya
Plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, seolah karangan dan
pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya pendapat sendiri.
seolah karangan dan pendapat sendiri (KBBI, 1997: 775)
Plagiat merupakan pelanggaran etika akademis. Plagiarisme PLAGIARISME
merupakan tindak
merupakan tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain
pidana karena
(Hak atas Kekayaan Intelektual-HAKI). Plagiator adalah orang mencuri hak cipta orang
yang melakukan tindakan plagiat. lain (Hak atas Kekayaan
Intelektual-HAKI).

Ada delapan hal yang dianggap sebagai tindakan plagiat,


sebagaimana diambil dari Booth (1995) dan Gibaldi (1999). PLAGIATOR
adalah
orang yang melakukan
tindakan plagiat.
1) mengakui tulisan orang lain sebagai tulisan sendiri,
2) mengakui gagasan orang lain sebagai pemikiran
sendiri,
3) mengakui temuan orang lain sebagai kepunyaan
sendiri,
4) mengakui karya kelompok sebgai kepunyaan atau
hasil sendiri,
5) menyajikan tulisan yang sama dalam kesempatan yang
berbeda tanpa menyebutkan asal-usulnya, CIRI PLAGIARISME
6) menyalin (mengutip langsung) bagian tertentu dari
tulisan orang lain tanpa menyebutkan sumbernya dan
tanpa membubuhkan tanda petik, meringkas dengan
cara memotong teks tanpa menyebutkan sumbernya
dan tanpa membubuhkan tanda petik,
7) meringkas dan memparafrasekan (mengutip tak
langsung) tanpa menyebutkan sumbernya, dan
8) meringkas dan memparafrasekan dengan menyebut
sumbernya, tetapi rangkaian kalimat dan pilihan
katanya masih terlalu sama dengan sumbernya.

3. SISTEM PERUJUKAN

Sistem rujukan digunakan sebagai sumber referensi, jika


penulis
1) menggunakan kutipan dengan berbagai cara yang
disebutkan di atas,
2) menjelaskan dengan kata-kata sendiri pendapat
penulis atau sumber lain,
FUNGSI SISTEM RUJUKAN
3) meminjam tabel, peta, atau diagram dari suatu sumber,
4) menyusun diagram berdasarkan data penulis atau
sumber lain,
5) menyajikan suatu pembuktian khusus yang bukan
suatu pengetahuan umum, dan
6) merujuk pada bagian lain pada teks.
Sebenarnya, setiap bidang ilmu memiliki sistem perujukannya
masing-masing. Sistem perujukan di kedokteran berbeda dari
sistem perujukan ekonomi atau teknik. Akan tetapi, ada dua DUA SISTEM
sistem perujukan sumber bacaan yang sering digunakan RUJUKAN
  Sistem Catatan
sebagai dasar kutipan kita, yaitu Sistem Catatan dan Sistem  Sistem Langsung
Langsung.
SISTEM CATATAN
a. Sistem catatan (note-bibliography) menyajikan informasi
mengenai sumber dalam bentuk catatan kaki (footnotes)
atau catatan belakang (endnotes) atau langsung dalam
daftar pustaka (bibliography). Beberapa bidang ilmu sudah
tidak lagi menggunakan sistem catatan, tetapi
menggunakan sistem langsung.

b. Sistem langsung (parenthetical-reference) yang SISTEM LANGSUNG


menempatkan informasi mengenai sumber dalam tanda .

kurung dan diletakkan (a) langsung pada bagian yang


dikutip, (b) pada daftar kutipan (list of work cited), atau (c)
pada daftar pustaka. Cara kedua ini adalah cara yang
direkomendasikan oleh MLA (The Modern Language
Association) dan APA (The American Psychological
Association).

A. SISTEM CATATAN SISTEM CATATAN



Pencantuman
pemarkah angka arab di
Sistem catatan dilakukan dengan mencantumkan pemarkah akhir setiap kutipan.

angka arab di akhir setiap kutipan. Angka arab tersebut  Angka mengacu
mengacu kepada catatan yang berisi informasi dari sumber kepada catatan yang
berisi informasi dari
kutipan. Angka itu diletakkan langsung di akhir kutipan dan  sumber kutipan.
terletak setengah spasi ke atas.  Angka diletakkan
langsung di akhir
kutipan dan terletak
Ada dua cara penempatan catatan. (1) Catatan dapat setengah spasi ke atas.
ditempatkan di bawah halaman yang sama dengan nomor
pemarkah dan disebut catatan kaki (footnotes). (2) Catatan
PENEMPATAN
dapat pula ditempatkan pada akhir setiap bab atau sebuah CATATAN
tulisan dan disebut catatan belakang (endnotes). Biasanya,
untuk catatan belakang, penomoran kutipan dilakukan secara 1) Footnotes: catatan
ditempatkan di bawah
berurutan dalam satu bab dan dimulai lagi dengan angka satu halaman yang sama
pada bab berikutnya. Untuk catatan kaki, urutan angka dapat dengan nomor
pemarkah.
berlaku sepanjang tulisan atau karya ilmiah.
2) Endnotes: catatan
ditempatkan pada akhir
setiap bab atau sebuah
tulisan.
Fungsi catatan kaki dan catatan belakang ini tidak hanya
untuk menunjukkan sumber kutipan, tetapi ada beberapa
fungsi lain. Jadi, ada empat fungsi catatan kaki dan belakang.

1. Untuk menyusun pembuktian, khususnya yang


berkaitan dengan pembuktian kebenaran yang
dilakukan oleh penulis lain; FUNGSI
SISTEM CATATAN
2. Untuk referensi atau untuk menyatakan utang budi
kepada penulis yang teksnya digunakan sebagai bahan
kutipan;
3. Untuk menyampaikan keterangan tambahan yang
dibutuhkan, namun tidak berkaitan langsung dengan
karya ilmiah yang ditulis; dan
4. Untuk merujuk pada bagian lain dari karya ilmiah.

Jika sistem catatan digunakan untuk menyusun pembuktian


atau referensi, ada unsur-unsur dan aturan yang perlu
diketahui oleh penulis karya ilmiah. Unsur-unsur yang
digunakan sama dengan unsur-unsur yang digunakan dalam
daftar pustaka. Akan tetapi, ada tiga perbedaan yang cukup
penting.

Perbedaan antara sistem catatan dan sistem daftar pustaka.

SISTEM CATATAN SISTEM DAFTAR PUSTAKA


Nomor halaman dari sumber rujukan Nomor halaman tidak selalu harus
harus dicantumkan. dicantumkan.

Nama sumber rujukan dicantumkan Nama sumber ditulis dengan nama


dengan urutan: nama diri diikuti oleh keluarga terlebih dahulu, baru nama diri
nama keluarga.

Ada penyebutan referensi pertama dan Tidak ada penyebutan referensi lanjutan.
penyebutan referensi lanjutan.
Unsur-unsur yang harus dicantumkan dalam menyusun
referensi pertama adalah
1) nama penulis yang diawali dengan penulisan nama diri
diikuti nama keluarga,
2) judul karya tulis yang dicetak miring dengan
menggunakan huruf besar untuk huruf pertama kecuali
kata sambung dan kata depan, dan
3) data publikasi berisi nama tempat (kota), koma, dan
tahun terbitan yang diletakkan di antara tanda kurung,
dan nomor halaman yang diletakkan di luar tanda
kurung, contoh: (Jakarta: Djambatan, 1967), 49—51.
4) untuk kutipan dari buku berjilid atau dari
jurnal/majalah ilmiah, nomor jilid menggunakan angka
romawi atau angka arab, diikuti dengan data publikasi
dalam kurung, koma, dan diakhiri nomor halaman yang
menggunakan angka arab, contoh: MISI, I (April, 1963):
27—30.

Contoh sistem catatan diambil dari Azril Azahari (1998):

1A.Parasuraman, Marketing Research, ed. ke-2 (Reading:


Addison-Wesley, 1991), 63-69.

2William Giles Campbell, Stephen Vaughn Ballou, dan


Carole Slade, Form and Style: Theses, Report, Term Papers, ed.
ke-8 (Boston: Houghton Mifflin, 1991), 35.

3“Focus-Group Interviewing: New Strategies for


Business and Industry,” Evaluation. Okt. 1990, 233.

4Carrick Martin et al., Introduction to Accounting ed.ke-3


(Singapore: Mc.Graw-Hill, 1991), 123.

FORMAT
B. SISTEM LANGSUNG (FORMAT MLA dan APA) SISTEM LANGSUNG
 Author-Date (AD): nama
Sistem pencantuman sumber kutipan dengan format MLA dan keluarga, tahun terbitan.
APA disebut juga format Author-Date (AD) atau Author-Date-  Author-Date-Page
(ADP): nama keluarga,
Page (ADP). Format ini mencantumkan sumber kutipan tahun terbitan, halaman.
langsung pada teks. Sumber kutipan tersebut terdiri atas
nama keluarga penulis, tahun terbitan buku, dan halaman
tempat kutipan itu berasal.

Pernyataan sumber kutipan dapat diletakkan sesudah kutipan


atau sebelum kutipan. Misalnya, contoh di ambil dari Azahari
(1998: 54)

Parasuraman (1991) mengungkapkan bahwa, “marketing research is an


essential link between marketing decision makers and the market they operate in”
(hlm. 15).

“Marketing research is an essential link between marketing decision makers and


the market they operate in” (Parasuraman, 1991: 15)

Dalam bukunya, Parasuraman (1991: 15) mengungkapkan bahwa, “marketing


research is an essential link between marketing decision makers and the market
they operate in”

4. DAFTAR PUSTAKA
Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins College
Publishers.
Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan Kemampuan
Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.
Biagi, Shirley.1981. How to Write and Sell Magazine Articles. Englewood Cliffs, New Jersey:
Prentice-Hall.
Booth, W.C., Colomb, G.G., dan Williams, J.M. 1995. The Craft of Research. Chicago: The
University of Chicago Press.
Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta:
Akademika Pressindo.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.
Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Gibaldi, Joseph. 1999. MLA Handbook for Writers of Research Papers. Ed. ke-5. New York:
The Modern Language Association of America.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende-Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Kranthwohl, David R. 1988. How to Prepare a Research Proposal. (Ed. ke-3). New York:
Syracuse University Press.
Purbo-Hadiwidjojo, M. M. 1993. Menyusun Laporan Teknik. Bandung: Penerbit ITB.
Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai
Pustaka.
Swasono, Sri-Edi. 1990. Pedoman Menulis Daftar Pustaka, Catatan Kaki untuk Karya Ilmiah
dan Terbitan Ilmiah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Turabian, Kate L. 1996. A Manual for Writers of Term Papers, Theses, and Dissertation.
(Ed. ke-6). Chicago: The University of Chicago Press.
Winkler, Anthony C. Dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook.
Ed. ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Publishers.
MODUL 4: DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
merupakan
1. PENDAHULUAN rujukan penulis
selama ia
Jika sudah mengetahui buku-buku dan teks apa saja yang akan melakukan dan menyusun
penelitian atau laporannya
digunakan sebagai sumber data atau rujukan, penulis sudah
dapat menyusun sebuah daftar pustaka. Daftar pustaka
diletakkan pada bagian akhir sebuah tulisan ilmiah. Daftar
pustaka merupakan rujukan penulis selama ia melakukan dan
menyusun penelitian atau laporannya. Semua bahan rujukan
yang digunakan penulis, baik sebagai bahan penunjang
maupun sebagai data, disusun dalam daftar pustaka tersebut.

2. FUNGSI DAFTAR PUSTAKA

Fungsi daftar pustaka adalah


FUNGSI
(1) membantu pembaca mengenal ruang lingkup studi
DAFTAR PUSTAKA
penulis,
(2) memberi informasi kepada pembaca untuk memperoleh
pengetahuan yang lebih lengkap dan mendalam daripada
kutipan yang digunakan oleh penulis, dan
(3) membantu pembaca memilih referensi dan materi dasar
untuk studinya.

Daftar pustaka dapat disusun dengan berbagai format. Ada


dua format yang akan diuraikan dalam modul ini, yakni format
MLA (The Modern Language Association) dan format APA
(American Psychological Association). Kedua format itu
adalah format yang umum ditemukan dalam bidang ilmu
humaniora. Akan tetapi, sebenarnya, ada berbagai format
daftar pustaka yang berlaku di selingkung bidang ilmu.
Misalnya, format daftar pustaka untuk bidang ilmu biologi,
kedokteran, hukum, dan lain-lain.
3. TEKNIK PENULISAN DAFTAR PUSTAKA
Teknik penulisan daftar pustaka adalah sebagai berikut.
TEKNIK PENULISAN
(1) Baris pertama dimulai pada pias (margin) sebelah kiri, DAFTAR PUSTAKA
baris kedua dan selanjutnya dimulai dengan 3 ketukan ke
dalam.
(2) Jarak antarbaris adalah 1,5 spasi.
(3) Daftar pustaka diurut berdasarkan abjad huruf pertama
nama keluarga penulis. (Akan tetapi, cara mengurut daftar
pustaka amat bergantung pada bidang ilmu. Setiap bidang
ilmu memiliki gaya selingkung.)
(4) Jika penulis yang sama menulis beberapa karya ilmiah
yang dikutip, nama penulis itu harus dicantumkan ulang.

Unsur yang harus dicantumkan dalam daftar pustaka adalah


UNSUR-UNSUR
(1) nama penulis yang diawali dengan penulisan nama DAFTAR PUSTAKA
keluarga,
(2) tahun terbitan karya ilmiah yang bersangkutan,
(3) judul karya ilmiah dengan menggunakan huruf besar
untuk huruf pertama tiap kata kecuali untuk kata sambung
dan kata depan, dan
(4) data publikasi berisi nama tempat (kota) dan nama
penerbit karya yang dikutip.

Meskipun setiap bidang ilmu mempunyai format daftar


pustakanya masing-masing, keempat unsur daftar pustaka
wajib dicantumkan dalam daftar pustaka. Tata letaknya saja
yang akan mengikuti format selingkung. Oleh karena itu,
pelajarilah format dari bidang ilmu yang sedang ditekuni.
Format Daftar Pustaka dalam buku ini mengikuti sistem yang
lazim digunakan di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia.
Berikut adalah cara penulisan daftar pustaka dengan format MLA dan APA.
JENIS FORMAT FORMAT
RUJUKAN MLA APA
SATU Sukadji, Soetarlinah. Menyusun dan Mengevaluasi Sukadji, S. (2000). Menyusun dan Mengevaluasi
PENULIS Laporan Penelitian. Jakarta: UI Press, 2000. Laporan Penelitian. Jakarta: UI Press.

DUA PENULIS Widyamartaya, Al., dan Veronica Sudiati. Dasar- Widyamartaya, Al., dan Sudiati , V. (1997).
dasar Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Penerbit Dasar-dasar Menulis Karya Ilmiah. Jakarta:
PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997. Penerbit PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.
TIGA PENULIS Akhadiah, Sabarti, Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Akhadiah, S., Arsyad, M.G., dan Ridwan, S. H.
Ridwan. Pembinaan Kemampuan Menulis (1989). Pembinaan Kemampuan Menulis
Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga, Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit
1989. Erlangga.
LEBIH DARI Alwi, Hasan, et al. Tata Bahasa Baku Bahasa Alwi, H., et al. (1993). Tata Bahasa Baku
TIGA PENULIS Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen
dan Kebudayaan, 1993. Pendidikan dan Kebudayaan.
ATAU ATAU
Alwi, Hasan, dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa Alwi, H., dkk. (1993). Tata Bahasa Baku
Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen
dan Kebudayaan, 1993. Pendidikan dan Kebudayaan.
LEBIH DARI Gibaldi, Joseph. MLA Handbook for Writers of Gibaldi, J. (1999). MLA Handbook for Writers of
SATU EDISI Research Papers. Ed. ke-5. New York: The Research Papers. (Ed. ke-5). New York: The
Modern Language Association of America, Modern Language Association of America.
1999.
Sugono, D. (2002). Berbahasa Indonesia
Sugono, Dendy. Berbahasa Indonesia dengan dengan Benar. (Ed. Rev.) Jakarta: Puspa
Benar. Ed. Rev. Jakarta: Puspa Swara, 2002. Swara.

PENULIS Keraf, Gorys. Komposisi: Sebuah Pengantar Keraf, G. (1982). Argumentasi dan Narasi.
DENGAN Kemahiran Bahasa. Ende, Flores: Penerbit Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
BEBERAPA Nusa Indah, 1997.
Keraf, G. (1997). Komposisi: Sebuah Pengantar
BUKU
- - -. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Penerbit Kemahiran Bahasa. Ende, Flores: Penerbit
MLA: Gramedia Pustaka Utama, 1982. Nusa Indah.
pencantuman
buku ATAU
didasarkan Keraf, Gorys. Argumentasi dan Narasi. Jakarta:
urutan tahun Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 1982.
terbit.
- - -. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran
APA: Bahasa. Ende, Flores: Penerbit Nusa Indah,
pencantuman 1997.
buku
didasarkan
abjad judul
buku.

JENIS FORMAT FORMAT


RUJUKAN
MLA APA
PENULIS Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
TIDAK Universitas Indonesia. Panduan Teknis Universitas Indonesia. (2002). Panduan Teknis
DIKETAHUI/ Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta: UI Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta: UI
LEMBAGA Press, 2002. Press.
BUKU Creswell, John W. Research Design: Qualitative Creswell, J. W. (2002). Research Design: Qualitative
TERJEMAHAN and Quantitative Approaches. Terj. Angkatan and Quantitative Approaches. (Terj. Angkatan
III dan IV KIK-UI bekerja sama dengan Nur III dan IV KIK-UI bekerja sama dengan Nur
Khabibah. Eds. Chryshnanda DL dan Bambang Khabibah). Eds. Chryshnanda DL dan Bambang
Hastobroto. Jakarta: KIK Press, 2002. Hastobroto. Jakarta: KIK Press.
ATAU ATAU
DL, Chryshnanda dan Bambang Hastobroto. Eds. Creswell, J. W. (2002). Research Design: Qualitative
Desain Penelitian: Pendekatan Kualitatif dan and Quantitative Approaches. (Terj. Angkatan
Kuantitatif terj. dr. John Creswell. Jakarta: KIK III dan IV KIK-UI bekerja sama dengan Nur
Press, 2002. Khabibah). Jakarta: KIK Press.
BUKU DENGAN Ihromi, T.O., peny. Pokok-pokok Antropologi Ihromi, T.O. (peny.). (1981). Pokok-pokok
PENYUNTING/ Budaya. Jakarta: PT Gramedia, 1981. Antropologi Budaya. Jakarta: PT Gramedia.
EDITOR
ATAU ATAU
Ihromi, T.O., ed. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Ihromi, T.O. (ed.). (1981). Pokok-pokok
Jakarta: PT Gramedia, 1981. Antropologi Budaya. Jakarta: PT Gramedia.
SERIAL/ Sadie, Stanley, ed. The New Grove Dictionary of Sadie, S. (ed.). (1980) The New Grove Dictionary of
BERJILID Music and Musicians.Vol. 15. London: Music and Musicians. Vol. 15. London:
Macmillan, 1980. Macmillan.
ATAU ATAU
Sadie, Stanley, ed. The New Grove Dictionary of Sadie, S. (ed.). (1980) The New Grove Dictionary of
Music and Musicians. Vol. 15. London: Music and Musicians (Vol. 15, hlm. 3—66).
Macmillan, 1980. London: Macmillan.
JURNAL Molnar, Andrea. “Kemajemukan Budaya Flores: Molnar, A. (1998). Kemajemukan Budaya Flores:
Suatu Pendahuluan.” Antropologi Indonesia 56 Suatu Pendahuluan. Antropologi Indonesia 56,
(1998): 13—19. 13—19.
MAJALAH Asa, Syu’bah. “PKS: ‘Sayap Ulama’ dan ‘Sayap Asa, S. (2004, 5—11 Juli). PKS: ‘Sayap Ulama’ dan
Idealis’.” Tempo, 5—11 Juli 2004, 38—39. ‘Sayap Idealis’. Tempo, 38—39.
Syifaa, Ika Nurul. “Klub Profesi, Perlukah Syifaa, I. N. (2004, 22—28 Juli). Klub Profesi,
Dimasuki?” Femina, No. 30, 22—28 Juli 2004, Perlukah Dimasuki? Femina, No. 30, 54—55.
54—55.
SURAT KABAR Suwantono, Antonius. “Keanekaan Hayati Mikro- Suwantono, A. Keanekaan Hayati Mikro-
organisme: Menghargai Mikroba Bangsa.” organisme: Menghargai Mikroba Bangsa.
Kompas, 24 Des. 1995, 11. (1995, 24 Desember). Kompas, 11.
“Potret Industri Nasional: Tak Berdaya Dihantam Potret Industri Nasional: Tak Berdaya Dihantam
Impor Komponen dan Disortasi Pasar.” Impor Komponen dan Disortasi Pasar. (1995,
Kompas, 23 Des. 1995, 13. Desember 23). Kompas, 13.
“Menyambut Terbentuknya Badan Pengurus Menyambut Terbentuknya Badan Pengurus
Kemitraan Deklarasi Bali.” Tajuk Rencana Kemitraan Deklarasi Bali. Tajuk Rencana
(editorial). Kompas, 22 Des. 1995, 4. (editorial). (1995, 22 Desember). Kompas, 4.

JENIS FORMAT FORMAT


RUJUKAN
MLA APA
DOKUMEN Biro Pusat Statistik. Struktur Ongkos Usaha Tani Biro Pusat Statistik. (1993). Struktur Ongkos
PEMERINTAH Padi dan Palawija 1990. Jakarta: BPS, 1993. Usaha Tani Padi dan Palawija 1990. Jakarta:
BPS.
NASKAH YANG Ibrahim, M.D., P. Tjitropranoto, dan Y. Slameka. Ibrahim, M.D., Tjitropranoto, P., dan Slameka, Y.
BELUM “National Network of Information Services in (1993). National Network of Information
DITERBITKAN Indonesia: A Design Study.” Makalah tidak Services in Indonesia: A Design Study.
diterbitkan, 1993. Makalah tidak diterbitkan.
Budiman, Meilani. “The Relevance of Budiman, M. (1996, Maret). The Relevance of
Multiculturalism to Indonesia”. Makalah pada Multiculturalism to Indonesia. Makalah pada
Seminar Sehari tentang Multikulturalisme di Seminar Sehari tentang Multikulturalisme di
Inggris, Amerika, dan Australia, Universitas Inggris, Amerika, dan Australia, Universitas
Indonesia, Depok, Maret 1996. Indonesia, Depok.

Selain mengutip sumber-sumber tercetak, sekarang ini,


penulis juga dapat mengumpulkan data dan referensi dari
Internet atau WWW (World Wide Web, Jaringan Jagad
Jembar). Aturan penulisan referensi sama saja dengan rujukan
buku, hanya tempat, nama, dan tanggal terbitan ditulis
berbeda. Artinya, unsur-unsur itu mengikuti tata cara
penulisan di Internet. Unsur-unsur yang dicantumkan dalam
referensi Internet adalah
UNSUR-UNSUR
(1) nama penulis yang diawali dengan penulisan nama REFERENSI INTERNET
keluarga,
(2) judul tulisan diletakkan di antara tanda kutip,
(3) judul karya tulis keseluruhan (jika ada) dengan huruf
miring (italics), dan
(4) data publikasi berisi protokol dan alamat, path, tanggal
pesan, atau waktu akses dilakukan.

Contoh pengutipan rujukan dari internet.

1. Dari WWW

Walker, Janice R. “MLA-Style Citations of Electronic Sources.”


Style Sheet. http://www.cas.usf.edu/english/walker/mla.html
(10 Feb. 1996)

2. Dari File Transfer Protocol (kutipan yang dipunggah


[download] melalui FTP)

Johnson-Eilola, Jordan, “Little Machines: Rearticulating


Hypertext Users.” ftp daedalus.com/pub/CCCC95/johnson-eilola
(10 Feb.1996)
3. Dari ratron (surat elektron, e-mail)

Bruckman, Amy S. “MOOSE Crossing Proposal.”


Mediamoo@media.mit.edu (20 Des. 1994)

4. Dari komunikasi lisan sinkronis (chatting), nama teman


chatting menggantikan nama penulis, jenis komunikasi
(misalnya, wawancara pribadi, alamat ratron (jika ada),
tanggal komunikasi dalam tanda kurung.

Marsha s_Guest. Personal interview. Telnet daedalus.com


7777 (10 Feb 1996)

4. FORMAT LAIN DAFTAR PUSTAKA

Format penyusunan daftar pustaka bukan hanya format MLA


dan APA, masih ada format lain, misalnya format Turabian,
format Chicago (The Chicago Manual Style), format Dugdale.
Setiap format harus dipelajari. Sebaiknya, dipilih salah satu
format dan digunakan secara konsisten dalam daftar pustaka.
Berikut akan diperkenalkan format yang dianut oleh UI Press
(Swasono, 1990). Perhatikan perbedaan penggunaan tanda
baca dengan teliti.

JENIS RUJUKAN FORMAT UNUSIA


SATU PENULIS Sukadji, Soetarlinah, Menyusun dan Mengevaluasi Laporan Penelitian (Jakarta: UI
Press, 2000).
DUA PENULIS Widyamartaya, Al., dan V. Sudiati, Dasar-dasar Menulis Karya Ilmiah (Jakarta:
Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997).
TIGA PENULIS Akhadiah, Sabarti, M. G. Arsjad, dan S. H. Ridwan, Pembinaan Kemampuan Menulis
Bahasa Indonesia (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1989).
LEBIH DARI TIGA PENULIS Alwi, Hasan, et al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1993).
ATAU
Alwi, Hasan, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1993).
PENULIS TIDAK DIKETAHUI/ Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Panduan
LEMBAGA Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Sains (Jakarta: UI Press, 2002).

JENIS RUJUKAN FORMAT UNUSIA


BUKU TERJEMAHAN Creswell, John W., Research Design: Qualitative and Quantitative Approches, diterj.
Oleh Angkatan III dan IV KIK-UI bekerja sama dengan Nur Khabibah. Eds.
Chryshnanda DL dan Bambang Hastobroto (Jakarta: KIK Press, 2002).
BUKU DENGAN PENYUNTING/ Ihromi, T.O. (peny.), Pokok-pokok Antropologi Budaya (Jakarta: PT Gramedia, 1981).
EDITOR
ATAU
Ihromi, T.O. (ed.), Pokok-pokok Antropologi Budaya (Jakarta: PT Gramedia, 1981).
SERIAL/ BERJILID Sadie, Stanley (ed.), The New Grove Dictionary of Music and Musicians, Vol. 15, hlm.
3—66 (London: Macmillan, 1980).
JURNAL Molnar, Andrea, “Kemajemukan Budaya Flores: Suatu Pendahuluan”, Antropologi
Indonesia, No. 56, hlm. 13—19 , 1998.
MAJALAH Asa, Syu’bah, “PKS: ‘Sayap Ulama’ dan ‘Sayap Idealis’”, Tempo, hlm. 38—39,
5—11 Juli 2004.
Syifaa, Ika Nurul, “Klub Profesi, Perlukah Dimasuki?” Femina, No. 30, hlm.
54—55, 22—28 Juli 2004.
DOKUMEN PEMERINTAH Biro Pusat Statistik, Struktur Ongkos Usaha Tani Padi dan Palawija 1990 (Jakarta:
BPS, 1993).
SURAT KABAR Suwantono, Antonius, “Keanekaan Hayati Mikro-organisme: Menghargai Mikroba
Bangsa”, Kompas, hlm. 11, 24 Des. 1995.
“Potret Industri Nasional : Tak Berdaya Dihantam Impor Komponen dan Disortasi
Pasar”, Kompas (23 Des. 1995) hlm. 13.
“Menyambut Terbentuknya Badan Pengurus Kemitraan Deklarasi Bali”, Tajuk
Rencana (editorial), Kompas (22 Des. 1995) hlm. 4.
NASKAH YANG BELUM Ibrahim, M.D., P. Tjitropranoto, dan Y.Slameka, “National Network of Information
DITERBITKAN Services in Indonesia: A Design Study”, mimeo, makalah tidak diterbitkan
(Jakarta: 1993).
Budiman, Meilani, “The Relevance of Multiculturalism to Indonesia”, mimeo,
makalah pada Seminar Sehari tentang Multikulturalisme di Inggris, Amerika,
dan Australia, Universitas Indonesia (Depok: Maret 1996).
Swasono, Meutia Farida Hatta, Generasi Minangkabau di Jakarta: Masalah Identitas
Sukubangsa, skripsi sarjana (Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia,
1974).

Dalam Lampiran M4-1, disajikan format daftar pustaka yang berlaku di selingkung FMIPA-
UI. Selain itu, dalam Lampiran M4-2, disajikan permintaan kriteria yang diminta oleh
berbagai jurnal ilmiah di lingkungan Unusia.

5. DAFTAR PUSTAKA

Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins

College Publishers.

Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan Kemampuan
Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
American Psychological Association. 2001. Publication Manual of The American
Psychological Association. Ed. ke-5. Washington, D.C.

Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.

Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. Ed. ke-2. Jakarta: Akademika
Pressindo.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.


Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. 2002. Panduan
Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta: UI Press.

Gibaldi, Joseph. 1999. MLA Handbook for Writers of Research Papers. Ed. ke-5. New York:
The Modern Language Association of America.

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:


Penerbit Nusa Indah.

Kranthwohl, David R. 1988. How to Prepare a Research Proposal. Ed. ke-3. New York:
Syracuse University Press.

Swasono, Sri-Edi. 1990. Pedoman Menulis Daftar Pustaka, Catatan Kaki untuk Karya Ilmiah
dan Terbitan Ilmiah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Turabian, Kate L. 1996. A Manual for Writers of Term Papers, Theses, and Dissertation. Ed.
ke-6. Chicago: The University of Chicago Press.

Winarto, Yunita T., Suhardiyanto, Totok, dan Choesin, Ezra M. 2004. Karya Tulis Ilmiah
Sosial: Menyiapkan, Menulis, dan Mencermatinya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Winkler, Anthony C. dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook.
Ed. ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich Publishers.
LAMPIRAN M4-1
Perhatikan format daftar pustaka yang berlaku di Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam UNUSIA untuk Skripsi S1

Sistem H (= Harvard)
Kaufman-Bühler W., Peters A. & Peters K. (1981) Mathematicians love books. Dalam: Steen, L.A.
ed. (1981) Mathematics tomorrow, hlm. 121–126. Springer-Verlag, New York.
Nybakken J.W. (1988) Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: An
ecological approach, oleh Eidman M., Koesoebiono, Bengen D.G., Hutomo M. & Sukardjo
S., xv + 459 hlm. PT Gramedia, Jakarta.
Soemardi T.P., Budiarso, Sumarsono D.A., Fauzan M., Djatmiko H. & Huwae R. (1997) Light and
low cost crossflow microhydro water turbine using composite materials. Makara *2B,
42– 50. [Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.]
Varga, R.S. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems. Dalam:
OrtegaJ.M.& Rheinholdt W.C., eds. (1970) Studies in numerical analysis 2: Numerical
solutions of nonlinearproblems. Symposium in Numerical Solution of Nonlinear
Problems, Philadelphia, October 21–23, 1968, hlm. 99–113. SIAM, Philadelphia.

Sistem Hm (= Harvard, modified)


Kaufman-Bühler, W., A. Peters & K. Peters. 1981. Mathematicians love books. Dalam: Steen, L.A.
(ed.). 1981. Mathematics tomorrow. Springer-Verlag, New York: 121–126.
Nybakken, J.W. 1988. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: An
ecological approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo &
S.Sukardjo. PT Gramedia, Jakarta: xv + 459 hlm.
Soemardi, T.P., Budiarso, D.A. Sumarsono, M. Fauzan, H. Djatmiko & R. Huwae. 1997. Light and
low cost crossflow microhydro water turbine using composite materials. Makara *2B:
42– 50. [Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.]
Varga, R.S. 1970. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems. Dalam:
Ortega, J.M. & W.C. Rheinholdt (eds.). 1970. Studies in numerical analysis 2: Numerical
solutions of nonlinear problems. Symposium in Numerical Solution of Nonlinear Problems,
Philadelphia, October 21–23, 1968. SIAM, Philadelphia: 99–113.

Sistem V (= Vancouver)
Kaufman-Bühler W, Peters A & Peters K. Mathematicians love books. Dalam: Steen LA, ed.
Mathematics tomorrow. New York: Springer-Verlag, 1981: 121–126.
Nybakken JW. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: an ecological
approach, oleh Eidman, Koesoebiono M, Bengen DG, Hutomo M & Sukardjo S. Jakarta: PT
Gramedia, 1988: xv + 459 hlm.
Soemardi, TP, Budiarso, Sumarsono DA, Fauzan M, Djatmiko H & Huwae R. Light and low cost
crossflow microhydro water turbine using composite materials. Makara *2B, 1997: 42–50.
[Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.]
Varga RS. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems. Dalam: Ortega JM
& Rheinholdt WC, eds. Studies in numerical analysis 2: numerical solutions of nonlinear
problems. Symposium in Numerical Solution of Nonlinear Problems, Philadelphia, October
21–23, 1968. Philadelphia: SIAM, 1970: 99–113.

Sistem A (= Abjad, bernomor urut)


Nomor urut mengawali tiap aran yang disusun berdasarkan abjad Sistem H, Hm, atau V.
Contoh yang diberikan adalah Sistem A dengan penulisan aran Sistem Hm.

1. Kaufman-Bühler, W., A. Peters & K. Peters. 1981. Mathematicians love books. Dalam:
Steen, L.A. (ed.). 1981. Mathematics tomorrow. Springer-Verlag, New York: 121–126.
2. Nybakken, J.W. 1988. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology:
An ecological approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo &
S.Sukardjo. PT Gramedia, Jakarta: xv + 459 hlm.
3. Soemardi, T.P., Budiarso, D.A. Sumarsono, M. Fauzan, H. Djatmiko & R. Huwae. 1997. Light
and low cost crossflow microhydro water turbine using composite materials. Makara
*2B: 42–50. [Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.]
4. Varga, R.S. 1970. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems.
Dalam: Ortega, J.M. & W.C. Rheinholdt (eds.). 1970. Studies in numerical analysis 2:
Numerical solutions of nonlinear problems. Symposium in Numerical Solution of
Nonlinear Problems, Philadelphia, October 21–23, 1968. SIAM, Philadelphia: 99–113.

Sistem N (= Nomor urut)


Aran disusun berdasarkan nomor urut pengacuan buku dalam skripsi, bukan abjad nama
penulis. Contoh yang diberikan adalah Sistem N dengan penulisan aran Sistem Hm.

1. Soemardi T.P., Budiarso, Sumarsono D.A., Fauzan M., Djatmiko H. & Huwae R. 1997. Light
and low cost crossflow microhydro water turbine using composite materials.
Makara *2B: 42–50. [Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.]
2. Kaufman-Bühler W., Peters A. & Peters K. 1981. Mathematicians love books. Dalam:
Steen, L.A. (ed.). 1981. Mathematics tomorrow. Springer-Verlag, New York: 121–126.
3. Varga, R.S. 1970. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems.
Dalam: Ortega, J.M. & W.C. Rheinholdt (eds.). 1970. Studies in numerical analysis 2:
Numerical solutions of nonlinear problems. Symposium in Numerical Solution of
Nonlinear Problems, Philadelphia, October 21–23, 1968. SIAM, Philadelphia: 99–113.
4. Nybakken J.W. 1988. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: An
ecological approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo & S. Sukardjo. PT
Gramedia, Jakarta: xv + 459 hlm.
LAMPIRAN M4-2
Format daftar pustaka sebagaimana disyaratkan berbagai jurnal ilmiah di
lingkungan Unusia
Jurnal Islam Nusantara
AL-Washath
LAMPIRAN M4-3
DATA SUMBER ACUAN ELEKTRONIK

1. Jika sumber informasi berupa buku atau majalah, data yang harus dicantumkan
sesuai dengan cara yang berlaku untuk media cetak.

2. Jika berupa artikel yang khusus dibuat untuk informasi tertentu, data yang dicatat
adalah sebagai berikut.
(a) nama penulis artikel;
(b) tahun penulisan artikel;
(c) judul artikel;
(d) tanggal penulisan artikel itu atau pemutakhirannya;
(e) tebal artikel;
(f) nama laman (digarisbawahi);
(g) tanggal dan waktu penulisan laporan atau skripsi mengkases informasi;
MODUL 5: TOPIK DAN TESIS

1. PENDAHULUAN

Persiapan untuk menulis sebuah karya ilmiah berbeda dengan


persiapan untuk menulis sebuah berita. Jika kita akan menulis
berita, topik sudah tersedia, yakni hal yang harus diliput.
Tujuan juga jelas, yakni menyajikan informasi yang hangat
dan aktual ke hadapan pembaca. Siapa yang menjadi pembaca
berita atau artikel itu juga sudah jelas.

Tidak demikian halnya dengan karya tulis ilmiah. Sering kali,


sebagai mahasiswa yang mendapat tugas dari pengajar, topik
sudah ditentukan oleh pengajarnya. Akan tetapi, tidak jarang
pula, topik harus ditentukan oleh penulis, dalam hal ini
mahasiswa sendiri, terutama dalam penulisan skripsi atau
tugas akhir. Biasanya, topik yang dipilih berkaitan dengan hal
yang sedang diteliti. Tujuan juga harus jelas karena tujuan
penulis akan berkaitan dengan jenis tulisan yang dihasilkan.
KARYA TULIS ILMIAH
Karya ilmiah harus disusun secara sistematis, setiap langkah  Tersusun secara
direncanakan secara terkendali, konseptual, dan prosedural.  sistematis
Berdasarkan syarat itu, dilakukan pemilihan topik disertai  Setiap langkah terencana
secara terkendali,
penetapan tujuan. Kemudian, topik dan tujuan itu dirumuskan konseptual, prosedural.
menjadi sebuah tesis yang utuh. Tesis tersebut menjadi awal
dari rangkaian penulisan sebuah karya ilmiah yang sistematis
dan yang direncanakan secara terkendali, konseptual, dan
prosedural. Dengan demikian, akan dihasilkan sebuah tulisan
yang mengandung pandangan dan pembuktian yang tersusun
secara sistematis.
2. TOPIK

Topik sering kali sulit dibedakan dari judul. Sebuah topik atau,
TOPIK tidak sama
bahkan, sebuah tesis, dapat saja, pada akhirnya, dijadikan dengan JUDUL
judul tulisan. Akan tetapi, topik tidak sama dengan judul.
Tidak selalu sebuah judul merupakan topik tulisan. Mungkin
saja terjadi bahwa sebuah judul mengandung topik. Mengenai
judul akan diuraikan lebih lanjut dalam pembahasan
mengenai tema atau tesis.

Dalam Keraf (1997), dikatakan bahwa topik berasal dari kata


Yunani, topoi. Topoi berarti ‘tempat’. Jadi, kita menempatkan Topik berasal dari kata
pokok persoalan atau pembahasan. Oleh karena itu, dalam Yunani, topoi, yang
berarti ‗tempat‘.
tulis-menulis, topik adalah ‘pokok pembicaraan’. Ada empat
syarat pemilihan topik, yaitu
(1) menarik minat penulis,
(2) diketahui dan dikuasai oleh penulis,
(3) harus cukup sempit dan terbatas, dan
(4) sebaiknya, tidak terlalu baru, teknis, atau kontroversial
(khusus untuk penulis pemula)

Topik menarik minat penulis merupakan sebuah


persyaratan yang penting. Tanpa ada minat pribadi penulis, TOPIK MENARIK
pembahasan dalam sebuah karya tulis ilmiah tidak akan MINAT PENULIS

mendalam dan tuntas. Penulis dapat kehilangan kemampuan


dan kegairahan mengembangkan gagasan. Oleh karena itu,
persyaratan penting dalam penulisan ilmiah adalah
kegairahan dan minat penulis untuk menguraikan fakta yang
ditemukannya dan, kemudian, menghimpunnya dalam sebuah
karya ilmiah. Oleh karenanya, persyaratan berikutnya juga
penting.

Topik diketahui dan dikuasai penulis merupakan


penunjang bagi persyaratan pertama. Tanpa penguasaan dari TOPIK DIKETAHUI DAN
DIKUASAI PENULIS
penulis, usaha untuk menyusun karya ilmiah akan merupakan
beban yang berat bagi penulis. Penulis masih harus
mempelajari teori atau penelitian lain. Dengan demikian,
penulis akan kehilangan banyak waktu hanya dalam hal
mempersiapkan diri untuk penguasaan materi. Akibatnya,
penulis akan mengalami kesulitan dalam

menetapkan luas cakupan penelitian, sebagaimana diminta dalam persyaratan berikutnya.


Topik harus cukup sempit dan terbatas merupakan sebuah persyaratan yang sangat
relatif dan bergantung pada pengetahuan dan kemampuan penulis. Sebuah topik yang
sangat sempit dapat menghasilkan sebuah karya tulis ilmiah yang menghabiskan beratus-
ratus halaman. Sebaliknya, topik yang luas tidak menjamin ketebalan sebuah tulisan jika
tidak disertai dengan pemahaman dan penguasaan yang mendalam mengenai pokok
pembicaraan. Sering kali, topik yang luas juga tidak menjamin ketuntasan pembahasan. Jadi,
topik yang sempit dan terbatas berkaitan erat dengan penguasaan penulis atas topik yang
dipilihnya.

Topik jangan terlalu baru, teknis, atau kontroversial


merupakan persyaratan mutlak bagi penulis pemula. Topik yang terlalu baru akan
menyulitkan seorang penulis pemula karena kelangkaan pustaka penunjang atau
kekurangan data lapangan. Jika tidak melakukan penelitian yang komprehensif, penulis
akan menghadapi masalah dalam mempertanggung- jawabkan keilmiahan tulisannya.
Untuk penulis pemula, diharapkan bahwa tulisannya tidak bersifat terlalu teknis.
Maksudnya, jangan sampai penulis tidak menguasai istilah-istilah dan konsep-konsep yang
digunakan dalam tulisannya. Terakhir, topik jangan terlalu kontroversial. Maksudnya,
jangan sampai seorang penulis pemula memilih sebuah topik yang kontroversial yang akan
menjebaknya dalam polemik yang berkepanjangan, tanpa adanya kemampuan dalam diri
penulis untuk mempertahankan diri atau membuktikan kebenaran pendapatnya.

Meskipun hanya ada empat syarat pemilihan topik, dalam kenyataannya, proses penemuan
topik bukan pekerjaan yang mudah dan singkat. Jika penulis belum siap dan belum banyak
membaca, proses itu akan memerlukan waktu beberapa bulan, bahkan beberapa tahun. Ada
cara bagi seorang penulis untuk menguji topiknya.
Minat Luas cakupan
pribadi topik
peneliti

Kapasitas Posisi topik


dan dalam bidang
pendidikan pengetahuan
peneliti
PENELITI TOPIK
Posisi sosial Makna sosial
peneliti topik

Sumber Tingkat
materiil kesulitan
penulis topik

3. TUJUAN

Jika selesai memilih topik, langkah berikutnya bagi penulis


adalah menetapkan tujuan penulisan. Menurut Keraf (1997),
tujuan penulisan ada dua, yaitu
(1) sesuatu yang ingin disampaikan oleh penulis TUJUAN
(a) sesuatu yang ingin
berlandaskan topik yang telah dipilih disampaikan penulis
(b) maksud penulis dalam
(2) maksud penulis dalam menguraikan topik bahasan menguraikan topik

Jadi, tujuan yang dimaksudkan bukan tujuan topik melainkan


tujuan pribadi penulis. Oleh karenanya, dalam merumuskan
tujuan penulisan, penulis juga harus mempertimbangkan
kepada siapakah tulisan tersebut ditujukan, siapakah
pembacanya. Penetapan pembaca berkaitan dengan moto
“bahasa Indonesia yang baik”. Jika kelompok pembaca
dipertimbangkan, hal itu akan berpengaruh kepada pilihan
kata dalam karya tulis ilmiah itu. Biasanya, sebuah karya
ilmiah telah memiliki kelompok pembaca khusus, sedangkan
dalam penulisan ilmiah populer, pemilihan kata akan lebih
bersifat umum. Berdasarkan penetapan tujuan yang baik,
penulis dengan mudah menetapkan jenis tulisan yang
dihasilkannya.
JENIS TULISAN TUJUAN PENULIS
EKSPOSISI (PAPARAN) Memberikan informasi, penjelasan, keterangan,
atau pemahaman.

DESKRIPSI (PERIAN) Menggambarkan bentuk objek pengamatan,


sifatnya, rasanya, atau coraknya dengan
mengandalkan pancaindra dalam proses
penguraiannya.

NARASI (KISAHAN) Bercerita baik berdasarkan observasi maupun


kumpulan fakta.

ARGUMENTASI (BAHASAN) Meyakinkan orang, membuktikan pendapat atau


pendirian pribadi, membujuk pembaca agar
menerima pendapat pribadi penulis berdasarkan
pembuktian.

4. TESIS
TESIS = TEMA*
Langkah berikutnya adalah merumuskan tesis, yakni  penggabungan topik
menggabungkan topik dan tujuan kita. Tesis sebenarnya sama  dan tujuan penulis
 berbentuk satu kalimat
dengan tema. Istilah tema digunakan untuk laras karangan dengan topik dan
pada umumnya, sedangkan tema bagi tulisan ilmiah disebut tujuan yang bertindak
tesis. Dalam laras ilmiah, sebagaimana diuraikan dalam Keraf sebagai gagasan sentral
kalimat tersebut.
(1997), tesis adalah tema bagi laras ilmiah yang berbentuk
satu kalimat dengan topik dan tujuan yang berfungsi sebagai (*) Tema untuk laras
umum; Topik untuk
gagasan sentral kalimat tersebut. laras ilmiah

Kata tema berasal dari bahasa Yunani, tithenai, yang berarti


‘menempatkan’ atau ‘meletakkan’. Jadi, tema berarti bahwa Tema berasal dari bahasa
ada ‘sesuatu yang telah diuraikan’ atau ‘sesuatu yang telah Yunani, tithenai, yang
berarti ‗menempatkan‘
ditempatkan’. Dalam proses penulisan sebuah karya, tema atau ‗meletakkan‘.
berarti ‘sebuah perumusan dari topik yang telah dipilih
sebagai landasan pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai
melalui pilihan topik tadi. TEMA adalah sebuah
perumusan dari topik yang
telah dipilih sebagai
Sebuah tesis merupakan perumusan singkat yang landasan pembicaraan dan
mengandung tema dasar sebuah tulisan dengan satu gagasan tujuan yang akan dicapai
sentral yang menonjol. Jika kita memandangnya dari sudut melalui pilihan topik tadi.

analisis kalimat, gagasan sentral dari tesis adalah subjek,


predikat, dan objek (jika ada) atau gagasan sentral adalah
gagasan utama kalimat (dalam hal ini, kalimat tesis). Tesis
berbentuk satu kalimat, dapat berupa kalimat tunggal
ataupun kalimat majemuk bertingkat, tetapi tidak boleh
berbentuk kalimat majemuk setara.

Jadi, dalam merumuskan sebuah tesis, selain persyaratan


tema, harus diperhatikan pula bentuk kalimat tesis itu dengan
memperhatikan lima hal berikut ini.
(1) Harus berupa sebuah kalimat hasil perumusan topik dan TESIS
tujuan. (1) harus berupa
sebuah kalimat
(2) Dapat berupa kalimat tunggal atau kalimat majemuk (2) dapat berupa kalimat
tunggal atau kalimat
bertingkat. majemuk bertingkat
(3) tidak boleh
(3) Tidak boleh berupa kalimat majemuk setara. berupa kalimat
majemuk setara
(4) Harus bergagasan sentral, dalam hal ini gagasan utama (4) harus bergagasan
kalimat tesis. sentral
(5) tidak mengandung kata
(5) tidak mengandung kata negasi dan kata relatif, seperti negasi dan kata relatif
beberapa, hanya, agak.

Kalimat tesis merupakan payung dari keseluruhan jenis


tulisan. Pembagian bab atau pembagian paragraf dalam
sebuah karya tulis merupakan gagasan-gagasan bawahan
yang akan menunjang kalimat tesis tersebut. Kerangka tulisan
yang baik selalu dapat menunjukkan kepada pembaca topik
dan tujuan si penulis.

Sebuah tesis yang baik harus memiliki:


(1) kejelasan yang diwujudkan melalui sebuah gagasan sentral SYARAT
TESIS YANG BAIK
yang dapat diikuti oleh perincian dan subordinasinya; (1) kejelasan
(2) kesatuan melalui gagasan sentral yang berada dalam tema (2) kesatuan
(3) perkembangan yang
yang akan memayungi seluruh karya tulis dan menjaga jelas
agar fokus pembicaraan tidak bergeser; (4) keaslian
(5) kecocokan judul
(3) perkembangan yang jelas merupakan penyusunan uraian
perincian secara logis dan teratur sehingga pembaca akan
dengan mudah mengikuti alur berpikir penulis;
(4) keaslian dalam hal pemilihan pokok persoalan, sudut
pandang, dan pendekatannya sehingga rangkaian kalimat
dan pilihan katanya pun akan terlihat keasliannya; dan
(5) kecocokan judul menggambarkan tema karangan, tetapi
tidak mengungkapkan seluruh isi karangan.

Tesis dan topik bukan judul. Jika topik dan tesis dirumuskan
di awal proses penulisan, sebaliknya, perumusan judul
dilakukan setelah seluruh karangan selesai. Boleh saja, pada SYARAT JUDUL
1) ringkas,
akhirnya, sebuah topik atau tesis menjadi judul, tetapi tidak 2) provokatif, dan
selalu sebuah topik itu sama dengan judul. Sebuah judul harus 3) relevan dengan isi
memiliki persyaratan:
(1) ringkas,
(2) provokatif, dan
(3) relevan dengan isi.

Langkah-langkah penyusunan karya tulis ilmiah:

TOPIK + TUJUAN KERANGKA


= TESIS TULISAN
(1) RAGANGAN
OUTLINE
(2)

PENYAJIAN
KARYA ILMIAH
(3)

LISAN (4a) TULISAN(4b)


Dengan demikian, terlihat bahwa fungsi sebuah tesis bagi
sebuah tulisan sama dengan fungsi sebuah kalimat topik
dalam sebuah paragraf, yakni memayungi satuan yang lebih SIFAT TESIS
luas. Ada syarat lain yang merupakan syarat khas untuk tesis 1) bersifat terbatas, jika
berkaitan dengan sifat ilmiahnya, yaitu sudah ditetapkan jenis
pendekatan yang akan
(1) bersifat terbatas, jika sudah ditetapkan jenis pendekatan digunakan dalam
yang akan digunakan dalam penulisan penulisan
2) mengandung kesatuan
(2) mengandung kesatuan dengan hanya satu gagasan dengan hanya satu
gagasan sentral
sentral; 3) mengandung ketepatan,
yaitu tesis mengandung
(3) mengandung ketepatan, yaitu tesis mengandung kata atau kata atau istilah yang
istilah yang mengandung satu pengertian yang dapat mengandung satu
dipertanggungjawabkan pengertiannya dalam tulisan pengertian yang dapat
dipertanggungjawabkan
ilmiahnya kelak. pengertiannya dalam
tulisan ilmiahnya kelak
Jika kalimat topik sudah dapat dirumuskan, kerangka tulisan
dengan mudah disusun dengan kalimat tesis sebagai payung
keseluruhan karangan.
Topik
dan
tujuan
=
TESIS

Kerangka
Karangan

Bab Bab-bab Bab


Pendahuluan isi penutup

Subbab Subbab Subbab Subbab Subbab Subbab Subbab Subbab subbab


pendahuluan Isi penutup pendahuluan isi penutup pendahuluan isi penutup

Paragraf Paragraf Paragraf Paragraf Paragraf Paragraf Paragraf Paragraf Paragraf


pendahuluan Isi penutup pendahuluan isi penutup pendahuluan isi penutup

Kalimat Kalimat Kalimat Kalimat Kalimat Kalimat Kalimat Kalimat Kalimat


pendahuluan isi Penutup pendahuluan isi penutup pendahuluan isi penutup
5. DAFTAR PUSTAKA

Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins College
Publishers.

Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan Kemampuan
Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.

Booth, W.C., Colomb, G.G., dan Williams, J.M. 1995. The Craft of Research. Chicago: The
University of Chicago Press.

Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta: Akademika
Pressindo.

Gibaldi, Joseph. 1999. MLA Handbook for Writers of Research Papers. Ed. ke-5. New York:
The Modern Language Association of America.

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:


Penerbit Nusa Indah.

Kranthwohl, David R. 1988. How to Prepare a Research Proposal. (Ed. ke-3). New York:
Syracuse University Press.

Purbo-Hadiwidjojo, M. M. 1993. Menyusun Laporan Teknik. Bandung: Penerbit ITB.

Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai
Pustaka.

Winkler, Anthony C. dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook.
Ed. ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich Publishers.

Wishon, George E. dan Burks, Julia M. 1968. Let’s Write English. New York: American Book
Company.
MODUL 6: KERANGKA TULISAN

1. PENDAHULUAN

Dalam menyusun makalah, seorang mahasiswa harus


merencanakan kerangka tulisannya terlebih dahulu. Dalam
uraian mengenai penyusunan tesis (Modul 5) sudah dijelaskan
mengenai keterkaitan tesis dengan kerangka tulisan. Dengan
demikian terlihat bahwa fungsi sebuah tesis bagi sebuah tulisan
sama dengan fungsi sebuah kalimat topik dalam sebuah
paragraf, yakni memayungi satuan yang lebih besar. Jika kita
sudah dapat merumuskan sebuah kalimat topik, kita dengan
mudah dapat menyusun sebuah kerangka tulisan.

Untuk dapat dipublikasikan sebagai karya ilmiah ada ketentuan Karya tulis ilmiah
struktur atau format tulisan yang kurang lebih bersifat baku. memiliki ketentuan struktur
atau format karangan yang
Ketentuan itu merupakan kesepakatan sebagaimana tertuang bersifat baku.
dalam International Standardization Organization (ISO).
Publikasi yang tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan yang
tercantum dalam ISO memberikan kesan bahwa publikasi itu
kurang absah sebagai terbitan ilmiah ISO 5966 (1982)
menetapkan bahwa karya tulis ilmiah (Soehardjan, 1997: 38)
terdiri atas

 judul,

 nama penulis,

 abstrak,

 kata kunci,

 PENDAHULUAN,

 inti tulisan (teori, metode, hasil, dan pembahasan), ISI

 KESIMPULAN dan USULAN,



 ucapan terima kasih, dan

 daftar pustaka

Jadi, pada dasarnya, kerangka tulisan ilmiah agak mudah


disusun karena hanya terdiri atas tiga bagian besar. Masing-
masing adalah PENDAHULUAN, ISI, dan PENUTUP atau
KESIMPULAN. Dapat saja terjadi variasi dalam perinciannya,
karena tidak terlepas kemungkinan bahwa setiap bidang ilmu
memiliki peraturan mereka masing-masing.

Penulis harus memperhatikan agar setiap bagian atau bab


berkaitan satu sama lain dan berada di bawah satu payung
besar, yakni TESIS. Setiap bagian tulisan, pada dasarnya,
merupakan bagian yang lebih kecil atau subbawahan bagi
satuan tulisan yang lebih besar. Isi setiap bagian kurang lebih
adalah sebagai berikut.
BENTUK TULISAN BENTUK BAB BENTUK PARAGRAF
dibangun oleh BAB/SUBBAB dibangun oleh PARAGRAF dibangun oleh KALIMAT
 Latar belakang topik  Mengantar gagasan utama  Kalimat topik
BAGIAN
 Alasan pemilihan topik  Menarik perhatian  Gagasan utama paragraf
PENDAHULUAN
 Pembatasan topik  Menyiapkan pembaca
 Kerangka metode penelitian
 Kerangka teori
 Sistematik penulisan
 Penyusunan gagasan bawahan ke  Paragraf-paragraf penghubung  Kalimat-kalimat yang mendukung
BAGIAN-BAGIAN
dalam beberapa bab yang dinyatakan secara teratur KALIMAT TOPIK
ISI  Pembahasan secara sistematis dan logis.  Kalimat-kalimat yang
 Setiap paragraf harus mempertahankan kepaduan paragraf
mempertahankan perhatian dengan: REPETISI, KATA GANTI,
pembaca. dan KATA-KATA PERALIHAN
 Bagian akhir atau penutup dari  Bagian akhir suatu bagian tulisan  Kesimpulan
BAGIAN
tulisan yang berfungsi menurunkan dan  Pengulangan atau penekanan
PENUTUP  Kesimpulan yang dirumuskan kembali (KALIMAT TOPIK)
menghentikan perhatian pembaca.
secara tegas  Bagian yang mempersiapkan  Pengalihan perhatian pembaca pada
 Dapat dalam bentuk dalil-dalil pembaca untuk mengalihkan paragraf berikutnya.
(terbuka atau tertutup) perhatian mereka ke topik baru.
 Dapat merupakan sari dari tujuan
2. FUNGSI KERANGKA TULISAN KERANGKA TULISAN
adalah
suatu rencana kerja yang
Kerangka tulisan sebenarnya adalah suatu rencana kerja yang memuat garis besar suatu
memuat garis besar suatu tulisan yang akan digarap. Oleh tulisan yang akan digarap
karena itu, selama menulis, kita dapat saja mengubah susunan
kerangka tulisan kita dan menggunakan tesis sebagai tolok
ukur perkembangan pemikiran kita selama menulis. Kerangka
tulisan bermanfaat bagi penulis sebagai alat kontrol dalam
menulis. Sering kali, penulis yang sedang berhadapan dengan
berbagai fakta tidak dapat memilih fakta mana yang sebaiknya
digunakan dan fakta mana yang sebaiknya dibuang atau
disimpan. Rasanya, sayang untuk membuang fakta yang
diperoleh secara susah payah dan dianggap sangat berharga.
Itulah salah satu manfaat kerangka tulisan, yaitu
mengarahkan penulis untuk memilih data yang sesuai dengan
tujuan penulisan.
MANFAAT
KERANGKA TULISAN
Ada empat manfaat kerangka tulisan dalam proses menulis.
1. Tulisan dapat
(1) Tulisan dapat disusun secara teratur. Penyajian menjadi disusun secara teratur
terarah dengan alur yang jelas dan rapi. Gagasan yang 2. Tulisan tidak
penting diletakkan di awal, diikuti oleh gagasan bawahan. mengalami
pengulangan
(2) Tulisan tidak mengalami pengulangan. Dengan adanya 3. Data, kasus, atau
rujukan dengan
kerangka tulisan penulis akan mengetahui hal-hal apa mudah dapat dicari
yang sudah dituangkan dan hal-hal apa saja yang belum 4. Kerangka tulisan
dituangkan dalam tulisannya. berfungsi sebagai
miniatur
(3) Data, kasus, atau rujukan dengan mudah dapat dicari
sesuai dengan kepentingan penulisan. Penulis dengan
mudah dapat mencari materi pembantu.
(4) Kerangka tulisan berfungsi sebagai miniatur atau
prototipe tulisan yang akan memudahkan pembaca
melihat wujud, gagasan, struktur, serta nilai umum tulisan
itu. Kelak, pada akhir penulisan, kerangka tulisan itu akan
menjadi daftar isi karya ilmiah kita.

Ada empat syarat yang harus dipenuhi agar penulis dapat


menghasilkan kerangka tulisan yang baik.
(1) Tesis harus jelas. Langkah yang paling sulit dalam
penulisan karya ilmiah adalah perumusan tesis. Akan
tetapi, jika tesis sudah jelas, penulisan karya ilmiah akan
sangat mudah dan lancar karena semua telah terpikirkan
secara matang.
(2) Tiap unit dalam kerangka hanya mengandung satu SYARAT
gagasan yang akan diuraikan secara tuntas. Rangkaian KERANGKA TULISAN
antara gagasan sentral dan gagasan bawahan tersusun 1. Tesis harus jelas
dengan baik. Gagasan bawahan harus mengandung 2. Tiap unit hanya
mengandung
dukungan dan alasan bagi gagasan sentralnya. Dengan
satu gagasan
demikian, fakta yang terhimpun akan berbicara dengan 3. Pokok-pokok harus
sendirinya dalam pembahasan sebuah gejala yang diteliti. disusun secara logis
4. Setiap unit utama dan
(3) Pokok-pokok dalam kerangka tulisan harus disusun secara subunit menggunakan
pasangan simbol yang
logis. Hanya dengan penyusunan yang logis, kita dapat konsisten
mencapai tujuan dengan baik. Rangkaian sebab-akibat
harus tersusun dengan baik agar pembaca mudah menarik
kesimpulan.
(4) Setiap unit, baik unit utama dan subunit, harus
menggunakan pasangan simbol yang konsisten (I, A, 1, a,
dst.). Akan tetapi, yang lebih penting lagi adalah bahwa
penamaan setiap unit dan subunit dalam kerangka tulisan
harus bersifat sejajar atau paralel.

Oleh karena kerangka tulisan sangat penting dan bermanfaat


dalam rangkaian penulisan karya ilmiah, langkah-langkah
pembuatan kerangka tulisan harus diawali dari tesis yang baik
dan dilanjutkan dengan empat langkah lainnya. Hal yang perlu
diingat adalah bahwa perumusan tesis dan penyusunan
kerangka tulisan tidak bersifat kaku. Artinya, proses itu terjadi
berulang kali dengan penyempurnaan dan perubahan, baik
pada tesis maupun kerangka tulisan. Berikut ini langkah-
langkah yang perlu dilakukan dalam menyusun sebuah
kerangka tulisan. LANGKAH
PENYUSUNAN
(1) Merumuskan tesis dengan baik. Hal tersebut telah KERANGKA TULISAN
ditekankan berkali-kali dalam pembahasan di atas. 1. Merumuskan tesis
2. Menginventarisasi
(2) Menginventarisasi gagasan-gagasan bawahan untuk gagasan bawahan
diletakkan sebagai subunit dalam kerangka tulisan. 3. Mengevaluasi
semua gagagsan
(3) Mengevaluasi semua gagasan yang tercatat dengan 4. Melakukan langkah ke-2
mengajukan pertanyaan berikut. dan ke-3 berulang kali
5. Menentukan pola
 Apakah gagasan tersebut memiliki relevansi susunan yang paling
cocok.
langsung dengan tesis?
 Apakah ada dua topik atau lebih yang sebenarnya
merupakan hal yang sama atau pengulangan?

 Apakah semua topik sama derajatnya?

(4) Melakukan langkah kedua dan ketiga secara berulang-
ulang dan menyesuaikan kembali tesis berdasarkan
perbaikan kerangka tulisan.
(5) Menentukan pola susunan yang paling cocok dan tepat
untuk mengurutkan semua gagasan, baik sentral maupun
bawahan, secara logis sesuai dengan perincian tesis.

Jadi, sebenarnya proses tersebut di atas tidak bersifat linear,


melainkan bersifat spiral yang berputar terus selama
penulisan karya ilmiah.

3. JENIS KERANGKA TULISAN

Ada berbagai jenis dan pengembangan kerangka tulisan dan


sifatnya tidak terlalu baku, bergantung pada setiap disiplin
ilmunya. Berikut ini, akan dikutip berbagai jenis dan
pengembangan kerangka tulisan sebagaimana diuraikan oleh
Keraf dalam bukunya Komposisi (1997). Kerangka tulisan
yang diuraikan oleh Keraf adalah jenis dan pengembangan
kerangka tulisan yang paling sering ditemui dalam berbagai
karya ilmiah.

Jenis kerangka tulisan dapat dikelompokkan berdasarkan dua


hal, yakni berdasarkan perincian dan berdasarkan
perumusannya. Kerangka tulisan yang disusun berdasarkan
perincian terbagi dua.
(1) Kerangka tulisan sementara atau nonformal, yaitu
kerangka tulisan yang masih berubah sesuai dengan
proses, baik pada saat dirujuk kembali pada tesis maupun
JENIS BERDASARKAN
pada saat proses menulis sedang berlangsung. PERINCIAN:
(2) Kerangka tulisan formal adalah kerangka tulisan yang  Kerangka sementara
sudah mantap, tidak akan berubah lagi. Dengan demikian,  Kerangka mantap
biasanya, kerangka tulisan formal itulah yang akan
menjadi bagian dari daftar isi karya ilmiah.
Jenis kerangka tulisan berdasarkan perumusannya dapat
digolongkan lagi ke dalam dua jenis kerangka tulisan sebagai
berikut.
(1) Kerangka tulisan kalimat. Kerangka jenis itu adalah
kerangka tulisan yang unit-unitnya ditulis dalam JENIS BERDASARKAN
perumusan kalimat. Kerangka seperti itu sangat berguna PERUMUSANNYA:
jika penulis tidak akan langsung menuangkan gagasannya
  Kerangka kalimat
ke dalam karyanya. Oleh karena disusun dalam kalimat  Kerangka topik
lengkap, penulis tidak akan kehilangan arah dan tujuan
pada saat penulisan tertunda agak lama. Jenis kerangka
tulisan demikian, dilihat dari segi perinciannya,
dikategorikan sebagai kerangka tulisan sementara.
Biasanya, topik subunit terangkum dalam kerangka tulisan
kalimat.
(2) Kerangka tulisan topik. Kerangka tulisan jenis itu adalah
kerangka tulisan yang unit-unitnya ditulis dalam
perumusan kata atau frase. Kerangka jenis itu berguna jika
penulis akan langsung menulis karyanya atau penulis
sudah mendekati penyelesaian. Oleh karena sifatnya yang
pendek dan lugas, jika penulisan ditunda agak lama,
biasanya, penulis akan mengalami kesulitan dalam
mengingat kembali tujuan dari pokok persoalan yang
tercantum dalam kerangka tulisan. Akibatnya penulis akan
sulit mengarahkan pikirannya dalam proses menulis.
Kerangka tulisan topik adalah kerangka yang tersusun
sebagai kerangka tulisan formal. Pada saat penulis sudah
merampungkan karyanya, ia akan harus merumuskan
kembali kerangka tulisan dan penamaan unit-unit dalam
kerangka tulisan.

Pengembangan kerangka tulisan adalah penyusunan


kerangka tulisan selama proses menulis. Masalah yang
penting dalam pengembangan kerangka tulisan adalah PENGEMBANGAN
KERANGKA TULISAN
kemantapan dalam tujuan penulisan. Sebenarnya, harus adalah penyusunan
diketahui berdasarkan tujuan apakah penulis menyusun kerangka karangan selama
proses menulis
tulisannya? Dengan demikian, jika telah diketahui benar
tujuan penulisan akan lebih mudah bagi penulis memilih jenis
pengembangan kerangka tulisan yang dikehendakinya.
Pengelompokan kerangka tulisan berdasarkan
pengembangannya terbagi atas dua kelompok utama dengan
beberapa subkelompoknya.
Pengembangan kerangka tulisan secara alamiah adalah
pengurutan pokok pikiran sesuai dengan kenyataan yang KELOMPOK UTAMA
sesuai dengan dimensi kehidupan manusia. Kerangka alamiah PENGEMBANGAN
KERANGKA TULISAN:
terdiri atas tiga jenis kerangka tulisan. 
 alamiah
(1) Pengembangan spasial atau ruang adalah  logis
pengembangan kerangka tulisan yang bertalian dengan
lokasi kejadian. Sifat uraiannya lebih deskriptif. Biasanya, PENGEMBANGAN
pengembangan harus dilakukan dengan menempatkan KERANGKA TULISAN
penulis dalam posisi pengamat dari suatu sudut tertentu ALAMIAH:
 spasial
dalam ruang.  kronologis, dan

 topik yang ada
(2) Pengembangan kronologis atau waktu adalah pengem-
bangan kerangka tulisan berdasarkan urutan kejadian
suatu peristiwa atau tahap kejadian.
(3) Pengembangan berdasarkan topik yang ada adalah
pengembangan kerangka tulisan berdasarkan hal, barang,
atau peristiwa yang telah diketahui bagian-bagiannya.
Untuk menggambarkan atau menguraikan suatu hal,
barang, atau peristiwa mau tidak mau bagian-bagiannya
harus dijelaskan secara berturut-turut dan logis.

Pengembangan kerangka tulisan secara logis adalah


pengurutan pokok pikiran yang sesuai dengan penalaran
manusia dalam usaha mereka untuk menemukan landasan
bagi setiap pokok persoalan. Sebenarnya, pengembangan
secara logis tersebit mirip dengan pengembangan kerangka
tulisan berdasarkan topik yang tersedia. Perbedaannya adalah
dalam pengembangan kerangka tulisan yang logis, urutan
topik dilakukan berdasarkan kepentingan tujuan penulisan.
Pengembangan kerangka tulisan logis dapat dikelompokkan
atas tujuh jenis kerangka tulisan.
(1) Pengembangan klimaks-antiklimaks PENGEMBANGAN
KERANGKA TULISAN
(2) Pengembangan umum-khusus atau khusus-umum LOGIS:
 Klimaks-antiklimaks
(3) Pengembangan perbandingan dan pertentangan
 Umum-khusus
(4) Pengembangan sebab-akibat  Perbandingan-
pertentangan
(5) Pengembangan pemecahan masalah  Sebab-akibat
 Pemecahan masalah
(6) Pengembangan familiaritas  Familiaritas
 Akseptabilitas
(7) Pengembangan akseptabilitas

Sebaiknya, berbagai jenis pengembangan kerangka tulisan itu


kita kuasai. Dengan demikian, kita akan mudah menyusun
pikiran kita dengan baik, tidak sampai terjadi kesalahan
urutan berpikir.

4. DAFTAR PUSTAKA

Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins
College Publishers.

Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.

Booth, W.C., Colomb, G.G., dan Williams, J.M. 1995. The Craft of Research. Chicago: The
University of Chicago Press.

Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta:


Akademika Pressindo.

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:


Penerbit Nusa Indah.

Kranthwohl, David R. 1988. How to Prepare a Research Proposal. (Ed. ke-3). New York:
Syracuse University Press.

Purbo-Hadiwidjojo, M. M. 1993. Menyusun Laporan Teknik. Bandung: Penerbit ITB.

Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai
Pustaka.

Winkler, Anthony C. Dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook.
Ed. ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich Publishers.
MODUL 7: JENIS TULISAN

1. PENDAHULUAN
DUA KATEGORI
Pada Modul 1 (Laras Ilmiah dan Ragam Bahasa) telah KARYA TULIS
diuraikan dua kategori karya tulis, yaitu karya tulis fiksi dan
1. Fiksi
nonfiksi. Sebuah karya tulis fiksi, atau sering disebut karya Hasil rekaan penulis
sastra, merupakan ekspresi diri penulisnya yang dihasilkan ber-dasarkan realitas.
dari imajinasi penulis. Hasil karya penulis merupakan hasil 2. Nonfiksi
Hasil rangkaian fakta
rekaannya sendiri berdasarkan realitas di sekelilingnya. berdasarkan pemikiran,
Sebaliknya, sebuah karya tulis nonfiksi merupakan hasil gagasan, peristiwa, dan
pendapat penulis.
rangkaian fakta yang merupakan hasil pemikiran, gagasan,
peristiwa, gejala, dan pendapat penulis.

Sebuah karya tulis ilmiah adalah karya tulis nonfiksi. Seorang


penulis karya ilmiah menyusun kembali pelbagai bahan
informasi menjadi sebuah karangan yang utuh. Akan tetapi,
sebuah karya tulis pasti dibangun oleh bagian-bagian atau
paragraf-paragraf. Setiap paragraf merupakan rangkaian
fakta yang dialami penulis dan dapat dikembangkan dalam
jenis tulisan yang berbeda bergantung tujuan penulis
membahas topiknya (lihat kembali Modul 5, Topik dan Tesis).

2. REALITAS DAN FAKTA REALITAS


Peristiwa yang
Dalam uraian di atas dibedakan antara pengertian realitas dan digambarkan merupakan
fakta. Seorang pengarang akan merangkai realitas kehidupan hal yang benar dan dapat
dibuktikan kebenarannya,
dalam sebuah cerita, sedangkan seorang penulis akan merangkai tetapi tidak secara
berbagai fakta dalam sebuah tulisan. Realitas berarti bahwa langsung dialami penulis.
peristiwa yang diceritakan merupakan hal yang benar dan dapat
dibuktikan kebenarannya, tetapi tidak secara langsung dialami
oleh penulis. Data realitas dapat berasal dari dokumen, surat FAKTA
keterangan, press release, surat kabar atau sumber bacaan lain, Rangkaian peristiwa atau
percobaan yang
bahkan juga dari suatu peristiwa faktual. Fakta berarti bahwa disampaikan benar-benar
rangkaian peristiwa atau percobaan yang diceritakan benar- dilihat, dirasakan, dan
benar dilihat, dirasakan, dan dialami oleh penulis (Marahimin, dialami penulis
1994: 37–38).

3. JENIS TULISAN
DALAM LARAS
ILMIAH
Setiap tulisan pasti dibangun oleh beberapa bagian. Bagian-
bagian pembangun sebuah karya tulis akan mengandung
beberapa jenis tulisan. Sebuah karya tulis berlaras ilmiah pun
akan dibangun oleh beberapa jenis tulisan.

Pada dasarnya, sebuah karya ilmiah merupakan sebuah


tulisan nonfiksi yang bertujuan memberitahukan,
menjelaskan, atau membuktikan suatu fakta kepada khalayak JENIS TULISAN DALAM
LARAS ILMIAH
sasaran. Tekanan pada fungsi memberitahukan,
menjelaskan, atau membuktikan menyebabkan jenis 1. EKSPOSISI
2. ARGUMENTASI
tulisan pada karya ilmiah merupakan eksposisi 3. NARASI
(memberitahukan, menjelaskan) dan argumentasi 4. DESKRIPSI
(membuktikan). Dalam usaha untuk menyampaikan karya
ilmiah secara lebih akurat, karya ilmiah sering kali juga
menampilkan jenis tulisan deskripsi (memerikan suatu
keadaan atau seseorang) dan narasi (menceritakan).

Argumentasi dalam karya ilmiah ditimbulkan oleh


penyusunan fakta secara cermat dalam sistematik tulisan.
Dengan demikian, fakta tersebut dibiarkan berbicara sendiri.
Pembaca diyakinkan akan kebenaran yang disampaikan karya
ilmiah tersebut.

Dalam Modul 5 (Topik dan Tesis) sudah diterangkan


mengenai kaitan antara tujuan penulis dan jenis tulisan yang
akan dihasilkannya. Berdasarkan perumusan tujuan secara
baik, penulis dengan mudah menetapkan jenis tulisan yang
tepat untuk mencapai tujuan tersebut.
BENTUK KARANGAN TUJUAN PENULIS

EKSPOSISI (PAPARAN) Memberikan informasi, penjelasan,


keterangan, atau pemahaman.

Membuktikan pendapat atau pendirian


penulis, meyakinkan pembaca agar
ARGUMENTASI (BAHASAN) menerima pendapat penulis yang
berdasarkan pembuktian.

NARASI (KISAHAN) Menceritakan baik berdasarkan


observasi maupun kumpulan fakta.

Menggambarkan bentuk objek


pengamatan, sifatnya, rasanya, atau
DESKRIPSI (PERIAN) coraknya dengan mengandalkan
pancaindra dalam proses
penguraiannya.

Berikut ini, akan diuraikan empat jenis karangan yang lazim


ditemukan dalam karya ilmiah.

A. Eksposisi (Paparan)
EKSPOSISI
Pada saat karya ilmiah berfungsi untuk memberitahukan dan
menjelaskan sesuatu, jenis tulisan yang digunakan adalah Jenis tulisan yang
memaparkan, menjelaskan,
eksposisi atau paparan. Eksposisi adalah tulisan yang atau menguraikan suatu
berusaha memberi penjelasan atau informasi. Tulisan yang topik, menyingkapkan buah
pikiran, perasaan, atau
ekspositoris akan menguraikan sebuah proses, melukiskan
pendapat penulisnya.
proses pembuatan sesuatu yang belum diketahui pembaca,
atau proses kerja suatu benda (Keraf, 1997: 110).

Definisi lain dari eksposisi adalah tulisan yang berusaha


menyingkapkan buah pikiran, perasaan, atau pendapat
penulis untuk diketahui pembaca (Marahimin, 1994: 208).
Ada beberapa jenis tulisan ekspositoris, di antaranya
eksposisi yang menjelaskan suatu prosedur atau proses,
memberikan dan menguraikan sebuah definisi atau
pandangan, menerangkan arah, menjelaskan dan menafsirkan
gagasan, menerangkan bagan atau tabel, mengulas suatu hal
atau peristiwa (Biagi, 1981: 53).
Narasi bersifat
Pada dasarnya, dalam sebuah karya ilmiah, eksposisi
menghimpun informasi
menghimpun dua hal, yakni pencerapan alat indra (deskripsi)
berdasarkan
dan penggalian referensi. Pada saat eksposisi melukiskan
pengamatan,
sesuatu, jenis tulisan deskripsi akan muncul juga. Dalam usaha
wawancara, dan bacaan.
lainnya, seperti menguraikan, menafsirkan, menjelaskan,
Oleh karena itu, narasi
eksposisi berusaha untuk merangkaikan atau merangkum
sebuah hasil riset berdasarkan percobaan, akumulasi data,
perluasan pemikiran, atau pengamatan. Dalam tulisan
ekspositoris ada suatu bagian simpulan atau saran yang akan
mengakhiri tulisan tersebut (Marahimin, 1994: 210).

B. Argumentasi (Bahasan)

Argumentasi adalah penulisan yang bertujuan untuk


meyakinkan orang, membuktikan pendapat atau pendirian
pribadi, atau mengubah pendapat pembacanya. Dalam karya
tulis ilmiah, bentuk argumentasi dianjurkan karena karya
ilmiah juga harus dapat meyakinkan pembaca akan pendapat
penulis. Oleh karena itu, argumentasi harus dibangun dengan
menyusun alasan secara logis. Alasan disusun berdasarkan
penjelasan atau kutipan dan fakta-fakta yang tepat. ARGUMENTASI

C. Narasi (Kisahan) Jenis tulisan yang


menekankan pembuktian
berdasarkan penalaran yang
Narasi adalah penulisan yang sifatnya bercerita, baik logis dan kritis.
berdasarkan pengamatan atau observasi maupun
berdasarkan pengalaman. Jenis tulisan itu digunakan pada
saat penulis harus menyampaikan hasil observasinya. Dalam
menyampaikan perilaku dari objek penelitiannya, misalnya,
seorang penulis akan menyampaikan laporan yang berisi
himpunan informasi faktual mengenai suatu peristiwa dan
NARASI
situasi. Jenis tulisan yang digunakan dalam laporan itu adalah
narasi, kisahan, atau penceritaan. Narasi dalam hal demikian Jenis tulisan yang bercerita,
baik berdasarkan
bukan narasi rekaan atau imajinatif, melainkan narasi yang pengamatan atau observasi
merupakan himpunan peristiwa yang diuraikan secara maupun pengalaman, yang
berurutan dan logis. Narasi berusaha untuk mengisahkan biasanya tersusun secara
kronologis.
suatu peristiwa atau kejadian secara kronologis (Keraf, 1997:
109).

dalam karya ilmiah


merupakan himpunan
peristiwa yang faktual,
bukan realistis
(Marahimin, 1994:37–38). Dalam karya ilmiah, narasi
bertujuan menyampaikan sebuah peristiwa secara kronologis.
Peristiwa itu digunakan sebagai ilustrasi untuk menguatkan
uraian yang sedang disampaikan oleh penulis.

Penulisan narasi yang baik membutuhkan tiga hal, yaitu


a. kalimat pertama dalam paragraf harus menggugah
minat pembaca,
b. kejadian disusun secara kronologis, dan SYARAT KEBAHASAAN
NARASI
c. berfokus pada tujuan akhir yang jelas.

Narasi yang tersusun dengan baik akan menggunakan hal


berikut ini.
(1) keterangan waktu
(2) keterangan yang berkaitan dengan pekerjaan atau
peristiwa
(3) kata-kata peralihan yang mengungkapkan
 kaitan pikiran

 kaitan waktu

 kaitan hasil

 pertentangan

D. Deskripsi (Perian)

Terkait dengan narasi adalah jenis tulisan deskripsi. Deskripsi


adalah tulisan yang berusaha untuk menggambarkan bentuk
objek pengamatan: rupanya, sifatnya, rasanya, atau coraknya
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Deskripsi juga DESKRIPSI
merupakan penulisan yang menggambarkan perasaan,
Jenis tulisan yang
seperti bahagia, takut, sepi, sedih, atau gembira. Tujuan dari memerikan atau memerinci
deskripsi adalah membantu pembaca untuk membayangkan dengan cermat suatu objek
pengamatan ataupun pe-rasaan
seseorang, merasakan suatu suasana, atau memahami suatu sesuai dengan keadaan
sensasi atau emosi. Ungkapan bahasa penulis diharapkan yang sebenarnya.
akan menggugah imajinasi pembaca.

Deskripsi bertalian
dengan pelukisan kesan
yang tertangkap oleh
pancaindra penulis
berkaitan dengan
sebuah objek atau
peristiwa (Keraf, 1997: 109–110). Menurut Marahimin (1994:
38), dalam penulisan deskripsi, yang ditulis adalah fakta,
JENIS DESKRIPSI
bukan realitas. Deskripsi adalah hasil observasi dengan
menggunakan pengindra penulis. 1. Deskripsi ekspositoris
Jenis deskripsi yang
sangat logis dan disusun
Ada dua jenis deskripsi, yaitu deskripsi ekspositoris dan mengikuti urutan logis
deskripsi impresionistis (Marahimin, 1994: 46). Deskripsi objek yang di-amati.
ekspositoris adalah deskripsi yang sangat logis yang isinya 2. Deskripsi
impresionistis
merupakan daftar perincian yang disusun menurut sistem Jenis deskripsi yang
atau urutan logis dari objek yang diamati. Deskripsi memeri-kan kesan yang
diperoleh penulis dari
impresionistis adalah deskripsi yang menggambarkan objek pengamatan-nya.
impresi penulis atau untuk menstimulir pembaca dengan
lebih menekankan kesan yang timbul pada saat penulis
melakukan observasi. Urutan pemerian dilakukan
berdasarkan kuat atau lemahnya kesan penulis terhadap
objek yang ditulis.

Dalam menulis sebuah deskripsi ada beberapa hal yang SYARAT KEBAHASAAN
DESKRIPSI
harus diperhatikan, yaitu
(1) Fokus penggambaran harus tercantum dalam kalimat
topik paragraf.
(2) Suasana peristiwa dapat dirasakan melalui pilihan kata
yang baik.
(3) Pengembangan paragraf harus dilakukan secara
 efektif,

 masuk akal atau logis, dan

 dipikirkan dan dirancang dengan cermat dan
teliti.
Deskripsi orang, sebaiknya, menggambarkan SYARAT
KELENGKAPAN
 Penampilan seseorang,
 DESKRIPSI
 Moral atau etika yang dianut seseorang BERDASARKAN
 OBJEK PENGAMATAN
 Perilaku seseorang, terutama dalam saat tertentu PENULIS

 Sifat seseorang

 Suara dan cara seseorang berbicara

Sikap seseorang terhadap orang lain.
Deskripsi tempat menggambarkan suatu lokasi dan,
sebaiknya, dapat menjawab pertanyaan berikut
 Apakah gambaran diberikan atas dasar pencerapan
seluruh pancaindra atau hanya berdasarkan
penglihatan?

 Apakah penggambaran dilakukan pada satu saat
tertentu?

 Apakah perincian ditata dalam urutan yang logis?

 Apakah sudut pandang yang konsisten dipertahankan
selama deskripsi dilakukan?

 Apakah penggunaan kata sifat dalam deskripsi
tersebut jelas dan tepat?

 Apakah kata kerja yang digunakan memberikan
gambaran yang tepat?

 Apakah kata benda yang digunakan betul-betul
khusus?
Deskripsi waktu harus mencakup
 Keterangan waktu yang tepat

 Pengurutan yang kronologis dan logis

 Unsur perian orang dan tempat.

Setiap jenis tulisan yang telah diuraikan itu secara bersama-


sama membangun keutuhan karya tulis ilmiah. Karya tulis
ilmiah yang bersifat argumentatif dapat saja membangun
alasan pembahasannya melalui paragraf yang berisi jenis
tulisan yang bersifat deskriptif dan ekpositoris.

Pada saat penyusunan sebuah laporan ilmiah, sebaiknya,


diperhatikan penggunaan berbagai jenis tulisan itu. Dengan
demikian, karya ilmiah tidak akan menjadi sebuah laporan
ilmiah yang kering dan menjemukan. Alasan argumentasi
dibangun atas berbagai paragraf yang mengandung narasi,
deskripsi, dan eksposisi. Dengan proses itu, diharapkan
bahwa pembaca akan dengan mudah memahami jalan pikiran
penulis.
4. DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka.
Biagi, Shirley.1981. How to Write and Sell Magazine Articles. Englewood Cliffs, New
Jersey: Prentice-Hall.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Marahimin, Ismail. 1994. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.
Wishon, George E. dan Burks, Julia M. 1968. Let’s Write English. New York: American
Book Company.
MODUL 8: PARAGRAF

1. PENDAHULUAN
PARAGRAF
adalah
Sebuah paragraf atau alinea adalah sebuah satuan pikiran yang satuan pikiran yang
membahas satu gagasan melalui sebuah rangkaian kalimat yang membahas satu gagasan
saling berhubungan. Gagasan yang terdapat dalam paragraf melalui serangkaian
kalimat.
diuraikan pula oleh uraian-uraian tambahan untuk
memperjelas gagasan utama.

Panjang sebuah paragraf tidak pasti karena panjang pendeknya


sebuah paragraf ditentukan oleh kejelasan dan ketuntasan
uraian yang berhubungan dengan gagasan utama paragraf.
Contoh (1)

Lukisan yang menggambarkan keindahan pemandangan yang


digantungkan di dinding berwarna putih atau warna terang, bisa
memberikan suasana yang amat teduh. Suasana seperti itu
ditemui di lobi hotel atau restoran. Banyak dinding hotel dihiasi FUNGSI PARAGRAF
lukisan yang menggambarkan seni dan budaya Indonesia.
1. Memudahkan orang
mengerti dan
Manfaat sebuah paragraf pertama-tama adalah untuk memu- memahami tema.
dahkan orang mengerti dan memahami sebuah tema. Selain itu, 2. Memisahkan sebuah
tema dari tema lain dan
sebuah paragraf bermanfaat untuk memisahkan sebuah tema
memberi penekanan
dari tema yang lain dan untuk memberikan penekanan pada pada satu tema.
satu tema.
JENIS PARAGRAF
Dalam sebuah karya tulis dapat kita bedakan tiga jenis paragraf,
yakni paragraf pembuka, paragraf isi, dan paragraf penutup. 1. Paragraf pembuka,
2. Paragraf isi,
Paragraf pembuka adalah paragraf yang terdapat di awal
3. Paragraf penutup
karya tulis dan merupakan bagian yang mengantar pokok
pikiran yang terdapat dalam karya tulis tersebut. Paragraf isi
merupakan paragraf yang menguraikan inti permasalahan
dalam sebuah karya tulis; paragraf penutup merupakan
bagian dari sebuah karya tulis yang menyimpulkan atau
mengakhiri sebuah karya tulis.
2. Syarat Pembentukan Paragraf

Sebuah paragraf yang baik dan efektif memenuhi syarat-syarat SYARAT PEMBENTUKAN
berikut. PARAGRAF

a. Setiap paragraf hanya mengandung satu pokok pikiran 1. Hanya ada


satu gagasan
atau gagasan utama. Pikiran-pikiran lainnya dalam 2. Ada kesatuan
sebuah paragraf hanya melengkapi pokok pikiran utama 3. Ada koherensi
tadi.
b. Setiap paragaraf harus memiliki kesatuan. Maksudnya
dalam sebuah paragraf tidak boleh terdapat penjelasan-
penjelasan yang saling bertentangan.
c. Setiap paragaraf harus memiliki koherensi dan
kesinambungan. Agar ada pengembangan yang baik
dalam sebuah paragraf harus dipelihara keeratan
hubungan antarkalimat serta tidak terdapat loncatan-
loncatan pikiran yang dapat membingungkan pembaca
atau penyimpangan dari pokok pikiran utama.

3. Kalimat Topik

Gagasan utama diuraikan dalam sebuah kalimat yang disebut KALIMAT TOPIK
kalimat topik. Kalimat topik mengungkapkan maksud pokok adalah
kalimat yang mengandung
uraian paragaraf. Kalimat-kalimat lainnya berfungsi sebagai gagasan utama.
kalimat penjelas.

4. Peletakan Kalimat Topik


LETAK
Ada tiga macam cara penempatan kalimat topik.
KALIMAT TOPIK

a. Kalimat topik di awal paragraf, contoh: 1. Di awal paragraf


2. Di awal dan di akhir
Landasan yang dapat didarati pesawat jet Fokker F28 dan paragraf
3. Di akhir paragraf
sejenisnya akan ditambah tiga buah lagi pada tahun 2004. Dari
55 landasan yang dibina oleh Direktorat Jendral Perhubungan
Udara, dewasa ini hanya 23 saja yang sanggup menampung
pesawat Fokker F28. Di antaranya ialah Lapangan Udara
Panasan di Solo, Ahmad Yani di Semarang, dan Supadio di
Pontianak, yang semua diresmikan awal tahun ini. Sekarang
landasan Blang Bintang di Banda Aceh, Sentani di Jayapura, dan
Penfui di Kupang sedang diperpanjang dan diperluas. Pada
akhir tahun ini, perbaikan ketiga landasan itu diharapkan
sudah selesai, dan pesawat jet jenis Fokker F28 dapat mendarat
di sana dan memperluas jaringan lalu-lintas udara di tanah air
kita.

b. Kalimat topik di akhir paragraf, contoh:

Setiap malam berpuluh ribu tikus menyerbu desa-desa di


Kecamatan Pracimantoro. Segala macam tanaman, hingga pohon
petai cina yang sudah tua, habis digerogoti tikus. Binatang
peliharaan seperti ayam, kambing, dan sapi tidak luput dari
serangan yang ganas itu. Apalagi bahan makanan. Memang itu
dicari. Habis tandas ditelan tikus. Bahkan, penduduk beberapa desa
terpaksa diungsikan karena ketakutan. Sampai sekarang masih
ada orang yang tidak mau pulang ke kampung halamannya.
Memang dahsyat sekali serangan hama tikus yang melanda
Wonogiri pada tahun 1961-1963.

c. Kalimat topik di awal dan di akhir paragraf, contoh:

Pemerintah bukannya tidak tahu bahwa rakyat Indonesia haus


akan rumah yang sehat dan kuat. Departemen PUTL sudah lama
menyelidiki hal itu. Dicarinya bahan rumah yang kuat dan
murah. Agaknya bahan perlit yang diperoleh dari batu-batuan
gunung berapi menarik perhatian. Bahan itu tahan api, tahan
air, dan tahan suara. Karena berlimpah-limpah di Jawa Barat,
Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur, harganya dapat
ditekan menjadi murah. Lagi pula, perlit dapat dicetak menurut
kemauan kita. Itulah sebabnya mengapa pemerintah berusaha
membayar ratusan ribu rumah murah yang kuat dan sehat
untuk memenuhi kebutuhan rakyat.

5. Unsur-unsur Kebahasaan Pembangun Paragraf

a. Penunjukan, yakni penggunaan kata(-kata) untuk menun-


jukkan atau mengacu kata(-kata) atau suatu acuan yang
sudah disebutkan, misalnya kata itu, ini, tersebut, demikian.

b. Penggantian, yakni penanda hubungan kalimat yang


berupa kata(-kata) yang menggantikan kata(-kata) yang
lain yang sudah disebutkan sebelumnya, misalnya
dengan kata ganti orang (dia, mereka, dan lain-lain), hal
itu, itulah, itu, ini, sana, sini, situ, begitu, begini. UNSUR KEBAHASAAN
PEMBANGUN
PARAGRAF
c. Pelesapan, yakni ada unsur kalimat yang tidak dinyatakan
secara tersurat pada kalimat berikutnya dan kehadiran 1. Penunjukan: ini, itu,
tersebut, demikian.
unsur itu dapat diperkirakan atau dipulihkan.
2. Penggantian: hal
itu, itulah, itu, ini,
d. Perangkaian, yakni ada kata(-kata) yang merangkaikan sana, sini, situ,
kalimat satu dengan yang lainnya dengan: seperti begitu, begini
3. Pelesapan
sebaliknya, sesudah itu, dengan demikian, oleh karena itu, 4. Perangkaian: seperti,
walaupun demikian, namun. sebaliknya, sesudah
itu, dengan demikian,
oleh karena itu,
e. Pengulangan, yakni ada kata(-kata) yang diulang dengan walaupun demikian,
tujuan mendapat penekanan atau pementingan, atau namun
pengulangan bentuk atau imbuhan. 5. Pengulangan kata atau
imbuhan

6. DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka.
Gunawan, dkk. 1994. Kiat Membuat Alinea. Jakarta: PT Aries Lima.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Marahimin, Ismail. 1994. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya.
Radikun, Tulus Budi S. 2002. Kiat Penulisan Efektif Laporan Pemeriksaan Psikologis. Depok:
Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi, Fakultas
Psikologi UI.
Ramlan, M. 1993. Paragraf: Alur Pikiran dan Kepaduannya dalam Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: Penerbit Andi Offset.
Sakri, Adjat. 1988. Belajar Menulis Lewat Paragraf. Bandung: Penerbit ITB.
Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai
Pustaka.
Soeseno, Slamet. 1980. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk
Majalah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Subiyakto, Markus G. 1996. Kiat Menulis Artikel Iptek Populer di Media Cetak. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia Dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.
MODUL 9: PENGEMBANGAN PARAGRAF

1. PENDAHULUAN

Dalam bagian terdahulu telah dibahas mengenai paragraf.


Selanjutnya akan diuraikan bagaimana cara mengembangkan
sebuah paragraf. Ada beberapa cara yang ditempuh seorang
penulis untuk mengembangkan gagasan utamanya.

2. Pola Pengembangan paragraf

Pola pengembangan yang dipakai seorang penulis untuk


mengem-bangkan tema tulisannya adalah dengan cara-cara
sebagai berikut.

a. Penambahan PENAMBAHAN

Pola pengembangan paragraf dengan cara penambahan


dilakukan seperti dalam contoh berikut.

Persoalannya mereka khawatir setelah renovasi mereka tidak


dapat berdagang di lokasi itu. Di samping itu, mereka juga
mengharapkan dapat menjadi pelaksana renovasi pasar
tersebut.
URUTAN PERISTIWA
b. Urutan peristiwa dan waktu DAN WAKTU

Pola pengembangan paragraf dengan cara urutan peristiwa dan


waktu tampak dalam contoh berikut.

Baru-baru ini Dr.Osofsky mengatakan, “Bayi-bayi yang cerdik itu


lebih banyak memandang kepada ibunya untuk mengatakan
sesuatu. Kemudian, sang ibu akan tersenyum pada bayinya,
mengusap pipinya, dan dengan cepat mendekapnya.

c. Perlawanan atau pertentangan PERLAWANAN ATAU


PERTENTANGAN
Pola pengembangan paragraf dapat juga dilakukan dengan cara
perlawanan atau pertentangan seperti dalam contoh berikut.
Dr. Kinichi menekankan, mereka menghadapi krisis energi,
kekurangan tenaga kerja, miskinnya sumber daya alam, dan
pasar dalam negeri yang terbatas. Walaupun demikian,
pengusaha Jepang tidak menyerah dan mengupayakan semua
potensi untuk bisa bertahan.

d. Peningkatan PENINGKATAN

Paragraf berikut dikembangkan dengan cara peningkatan


menjadi lebih dari pernyataan sebelumnya.

Jadi jelas, jika data yang diberikan oleh South ini sahih, penduduk
Jakarta sebenarnya sedang mengalami krisis air minum. Bahkan,
majalah itu juga menyebutkan bahwa hanya sepuluh persen saja
penduduk Jakarta yang bisa menikmati air bersih. Selebihnya
bisa jadi menikmati air yang sarat dengan bakteri coli itu.

e. Sebab-akibat
SEBAB - AKIBAT
Cara pengembangan paragraf yang paling sering dilakukan
adalah pengembangan dengan menyusun peristiwa dalam
urutan sebab-akibat. Contoh berikut memperlihatkan
hubungan itu.

Menurut Harsya, dalam keadaan sekarang jika sekolah hanya


boleh dipakai pada pagi hari, akan banyak anak usia sekolah
yang tidak tertampung. Karena itu, katanya, masalah ini harus
dilihat sebagai masa transisi.

f. Syarat
SYARAT
Paragraf dapat pula dikembangkan dengan mengemukakan
syarat, seperti dalam contoh berikut.

Dengan kekuatan ekonominya saat ini, masyarakat Amerika


menganggap Jepang berusaha menghancurkan ekonomi mereka.
Jika demikian halnya, benarkah peringatan 55 tahun serangan
terhadap Pearl Harbor dilakukan untuk menggaungkan kembali
kesan bahwa Jepang tetap musuh Amerika yang berbahaya?
g. Cara

Contoh berikut memperlihatkan pengembangan paragraf yang CARA


mengemukakan cara.

Kebanyakan penduduk yakin, Moskow yang berjarak delapan


ribu kilometer dari wilayah itu (Kepulauan Kuril) telah
menyerahkan kepulauan itu kepada Jepang. Dengan itu, mereka
berharap, Jepang akan membayar beberapa juta yen yang akan
sangat berguna untuk membantu perekonomian Rusia yang
lumpuh ketika itu.

h. Kesimpulan
KESIMPULAN
Pengembangan paragraf dapat dilakukan dengan
mengemukakan sebuah kesimpulan. Contoh

Hakim dengan menggunakan hukum acara perdata sebagai


“aturan permainan” melalui putusan-putusannya menciptakan
hukum. Dengan demikian, hakim seperti halnya pembentuk
undang-undang adalah pembentuk hukum juga.

i. Kegunaan
KEGUNAAN
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengembangkan
paragraf ialah dengan penyebutan kegunaan, seperti dalam
contoh berikut ini.

Menurut Syahrir, program pemerataan pembangunan memang


sulit dipacu karena pemerintah menghadapi persoalan yang
cukup berat, yakni menipisnya anggaran dana pembangunan.
Untuk itu, katanya, sebaiknya kebijakan pemberian saham 1-5
persen dari BUMN dan swasta kepada koperasi dialihkan untuk
membantu program-program inpres.

j. Contoh
CONTOH
Untuk mengembangkan sebuah pokok pikiran yang sulit
sebaiknya dipakai cara pengembangan melalui contoh, seperti
terlihat dalam contoh berikut ini.

Saat ini pelbagai upaya pemerataan itu sudah dilakukan.


Misalnya, program-program inpres, kemitraan usaha antara

bapak angkat dan anak angkat, serta penyebaran proyek


pembangunan di semua daerah. Hal yang lebih baru dan
mendasar adalah pengalihan saham dari perusahaan besar dan
sehat kepada koperasi serta penyediaan kredit usaha kecil oleh
perbankan.
PERBANDINGAN
k. Perbandingan

Pengembangan paragraf melalui perbandingan sering dipakai


dalam sebuah karya tulis, contoh

Walaupun jelas berbeda dalam hal panjang, dari segi bangunnya


paragraf dan esai itu sama. Misalnya, paragraf diawali dengan
kalimat topik. Dalam esai, paragraf pertama merupakan
pendahuluan yang memperkenalkan bahan bahasan dan
menetapkan fokus topik. Begitu pula tubuh esai terdiri atas
rangkaian paragraf yang memperluas dan menunjang gagasan
yang dikemukakan dalam paragraf pendahuluan. Akhirnya
penyudah, baik berisi penegasan kembali, kesimpulan, ataupun
pengamatan mengakhiri sebuah paragraf. Esai juga mempunyai
sarana yang membawa gagasannya kepada ketuntasan.
Walaupun dalam tulisan modern yang tercipta terdapat
kekecualian atas rampatan di muka, kebanyakan paragraf dan
esai paparan memiliki bangun yang serupa.

IBARAT
l. Ibarat

Paragraf dapat pula dikembangkan dengan sebuah ibarat,


seperti dalam contoh berikut.

Lelaki tua itu menerangkan sedikit, menurut agama, setengah


permulaan hidup seseorang berupa pendakian, dan setengah
sisanya penurunan. Pada penurunan, hidup orang tidak lagi
menjadi miliknya karena dapat diambil sewaktu-waktu.
DAFTAR
m. Daftar

Yang dimaksud dengan pengembangan paragraf melalui daftar


adalah pengembangan seperti dalam contoh berikut.

Pola susunan sebab-akibat dipakai dalam tulisan ilmiah atau


keteknikan untuk berbagai keperluan, antara lain untuk (1)
mengemukakan alasan dengan logis, (2) memerikan suatu
hewani. Industri
proses, (3) menerangkan mengapa sesuatu terjadi demikian, dan perikanan dilihat dari
(4) meramalkan runtunan peristiwa yang akan datang. segi ekonomi juga
penting. Bank Dunia
n. Definisi
memperkirakan
Dalam sebuah karya ilmiah seringkali dipakai pengembangan bahwa dua belas juta
paragraf dengan definisi seperti dalam contoh berikut ini.

Pembangunan tidak pernah, dan tidak akan dapat, didefinisikan


dengan memuaskan bagi semua orang. Secara umum,
pembangunan menunjuk kepada kemajuan yang diinginkan di DEFINISI
bidang sosial dan ekonomi, tetapi manusia selalu berbeda-beda
pendapatnya tentang apa yang diinginkannya. Sudah tentu
pembangunan harus berarti perbaikan hidup, dan untuk itu
pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi sangat menentukan.

o. Pertanyaan

Paragraf dapat dikembangkan pula melalui sebuah pertanyaan


seperti dalam contoh berikut.

Tahun 1961 David McClelland, seorang psikolog Universitas


Harvard, menerbitkan The Achieving Society, sebuah upaya
PERTANYAAN
dengan ambisi yang luar biasa untuk mengetahui mengapa
kebudayaan tertentu lebih berhasil dari yang lain. Mengapa di
kalangan suku Afrika Barat, kaum Asyani dan Ibo begitu
dominan dalam segi ekonomi? Mengapa bagitu banyak
perdagangan di Asia Tenggara dikuasai oleh orang Cina
perantau? Mengapa imigran Yahudi di Amerika Serikat maju
lebih pesat dari kelompok yang lain?

p. Gambaran

Variasi pengembangan paragraf dapat dilakukan dengan


sebuah gambaran seperti dalam contoh berikut.

Perikanan menduduki tempat penting dalam ekosistem dunia,


baik dalam bidang ekonomi dunia maupun makanan manusia,
dengan menyumbangkan 23 persen dari seluruh komsumsi GAMBARAN
protein hewani. Di beberapa negara berkembang, seperti juga di
beberapa negara industri, ikan merupakan sumber protein
buruh di seluruh dunia hidup dengan menangkap ikan atau
bertani ikan; jutaan lebih terlibat dalam pengangkutan,
pengolahan, dan pemasaran tangkapan mereka.

q. Perincian
PERINCIAN
Dalam tulisan ilmiah sering kali dipakai paragraf dengan
perincian seperti terlihat dalam contoh berikut.

Di hutan Kalimantan hidup kera tak berekor, yang jika berdiri


tingginya mencapai 1,14 meter dan disebut orang utan. Hanya
anaknya yang mirip manusia. Dahi orang utan dewasa miring ke
belakang. Di atas matanya yang jeluk terdapat pinggiran tulang
yang menganjur. Hidung pesek, sementara sekat rongga
hidungnya menganjur ke luar cuping hidung. Mulutnya
menganjur monyong, dan bibirnya tipis dan pendek. Dagu tidak
ada; leher pendek dan memiliki kantung leher. Si jantan biasanya
berjanggut merah.

r. Penggolongan PENGGOLONGAN

Jika dalam sebuah tulisan ada beberapa fenomen yang harus


dikelompokkan maka cara pengembangan paragraf dengan
penggolongan banyak dipakai. Contoh:

Dunia tumbuhan terbagi atas empat divisi yang besar, yakni


tumbuhan daun (talofita), lumut (briofita), paku-pakuan
(pteridofita), dan tumbuhan bunga (spermatofita). Setiap divisi
itu terbagi lagi atas kelas, kelas atas bangsa, bangsa atas marga,
dan marga atas jenis. Setiap jenis mempunyai satu varietas atau
lebih.
KLIMAKS
s. Klimaks

Pengembangan paragraf melalui cara klimaks dilakukan


melalui peningkatan kepentingan atau perhatian terhadap
gagasan-gagasan. Gagasan bawahan diurutkan sedemikian
rupa sehingga gagasan yang berikutnya lebih tinggi daripada
gagasan sebelumnya, seperti dalam contoh berikut.

Segala kungkungan kini tak terasa lagi. Beban telah terlepas.


Keterikatan tak lagi menyiksa. Kita bebas berbicara. Merdekalah
kita sebenar-benarnya merdeka.
3. HUBUNGAN LOGIS ANTARKALIMAT

Hubungan logis dalam paragraf adalah hubungan dalam HUBUNGAN LOGIS


rangkaian kalimat-kalimat yang ditata dengan baik dan masuk adalah
rangkaian kalimat-kalimat
akal sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Dalam hubungan yang ditata dengan baik
logis antarkalimat, pada dasarnya, kata sambung yang dan masuk akal sehingga
mudah dipahami oleh
digunakan harus mengacu ke kalimat terdahulu. Perlu dicatat pembaca.
bahwa tidak semua kata sambung dalam kalimat dapat
digunakan untuk menghubungkan kalimat-kalimat dalam
paragraf. Kata sambung antarkalimat dapat juga digunakan
untuk menghubungkan paragraf yang satu dengan yang lain. Di
dalam penulisannya, kata sambung antarkalimat harus disertai
koma.

Hubungan antarkalimat yang sering didapati dalam tulisan


adalah sebagai berikut.
(1) Hubungan akibat menyatakan akibat. Hubungan tersebut
dimarkahi oleh: akibatnya, walhasil, alhasil, karena itu, oleh
karena itu, oleh sebab itu, maka dari itu, sebagai akibatnya.
(2) Hubungan konsekuensi. Hubungan yang menyatakan
konse-kuensi ditandai oleh kata sambung dengan demikian,
maka.
(3) Hubungan sebab ditandai oleh kata sambung alasannya,
sebabnya.
(4) Hubungan tujuan ditandai oleh kata sambung untuk itu,
untuk keperluan itu, untuk tujuan itu.
(5) Hubungan perlawanan/konsesif ditandai oleh kata
sambung meskipun demikian/begitu, walaupun
demikian/begitu, kendati demikian/begitu, bagaimanapun,
akan tetapi, dan namun.
Perhatikan: Jangan gunakan namun demikian karena
ungkapan itu tidak ada artinya (bandingkan dengan
tetapi demikian).
(6) Hubungan pertentangan/kebalikan ditandai oleh kata
sambung sebaliknya, sementara itu.
(7) Hubungan waktu dapat dibedakan atas:
o hubungan keserempakan yang ditandai oleh kata
sambung sementara itu, dalam pada itu, pada saat itu,
pada saat yang bersamaan, ketika itu.
o hubungan anterioritas yang ditandai oleh kata
sambung sebelumnya, sebelum itu.
o hubungan posteroritas yang ditandai oleh kata
sambung sesudahnya, sesudah itu, setelah itu,
kemudian.
(8) Hubungan syarat ditandai oleh kata sambung jika demikian
halnya, kalau begitu.
(9) Hubungan urutan ditandai oleh kata sambung selanjutnya,
demikian pula, Pertama ... Kedua, ... Ketiga, ... Terakhir, ...
atau Pertama-tama, ... Kemudian, ... Akhirnya, ... .
(10) Hubungan penambahan ditunjukkan oleh kata sambung
selain itu, tambah lagi, lagi pula, di samping itu.
(11) Hubungan keinklusifan dan keeksklusifan dinyatakan
oleh kata sambung kecuali itu, tanpa itu, di satu pihak, ...; di
pihak lain, ... .
(12) Hubungan penegasan ditandai oleh kata sambung
malahan, bahkan, memang, apalagi, terlebih lagi, dengan
kata lain, singkatnya, singkat kata.
(13) Hubungan penyimpulan ditandai oleh kata sambung
jadi, kesimpulannya, demikianlah maka.
(14) Hubungan pembenaran dinyatakan oleh kata sambung
sesungguhnya, bahwasannya, sebenarnya.

4. DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka.

Gunawan, dkk. 1994. Kiat Membuat Alinea. Jakarta: PT Aries Lima.

Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka.
Soeseno, Slamet. 1980. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer. Jakarta: Penerbit PT Gramedia

Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk Majalah.
Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Subiyakto, Markus G. 1996. Kiat Menulis Artikel Iptek Populer di Media Cetak. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.

Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia Dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.
MODUL 10: RINGKASAN, IKHTISAR, ABSTRAK

1. PENDAHULUAN

Pada saat menulis bab mengenai Kerangka Teori, berbagai


teori dan konsep yang diajukan oleh para ahli harus
dikumpulkan. Teori dan konsep itu menjadi landasan teoretis
untuk menelaah data yang sudah dikumpulkan. Teori-teori itu
dikumpulkan dari berbagai buku teori yang sudah dibaca dan
dipahami. Pendapat-pendapat yang mendukung sudut
pandang atau yang mendukung alasan penulis akan dikutip.
LANGKAH
Untuk dapat memperoleh inti sari mengenai sudut pandang MEMPEROLEH INTI SARI
ahli yang pendapatnya digunakan untuk menunjang sebuah BACAAN
karya tulis ilmiah, ada tiga langkah yang harus dilakukan. 1. Membuat ringkasan
Pertama, penulis membuat ringkasan. Kedua, penulis 2. Membuat ikhtisar
membuat ikhtisar atau abstrak dari ringkasan yang telah atau abstrak
3. Menyusun sintesis
dibuatnya. Ketiga, menyusun segala pengetahuan yang
diperoleh dari bacaan dalam sebuah sintesis. Semua kegiatan
itu disebut sebagai kegiatan mereproduksi sebuah karya
ilmiah. Jadi, reproduksi meliputi kegiatan membuat kutipan,
membuat ringkasan, membuat ikhtisar atau abstrak, dan
menyusun sintesis. Modul ini hanya akan membahas masalah
ringkasan, ikhtisar, dan abstrak. Masalah sintesis akan
dibahas dalam Modul 14.
RINGKASAN
adalah
2. RINGKASAN 1. Reproduksi tulisan
atau peristiwa yang
Salah cara untuk memahami sebuah teori adalah dengan panjang dalam bentuk
membuat ringkasan. Ringkasan adalah penyajian kembali yang singkat
2. Sari tulisan
(reproduksi) suatu karya tulis atau peristiwa yang panjang tanpa hiasan.
dalam bentuk yang singkat. Ringkasan adalah sari tulisan
tanpa hiasan. Ringkasan itu dapat merupakan ringkasan
FUNGSI RINGKASAN
sebuah buku, ringkasan sebuah bab, ataupun ringkasan
sebuah artikel. 1. Memahami dan
mengetahui isi sebuah
tulisan
Fungsi ringkasan adalah memahami dan mengetahui isi 2. Mempelajari cara
sebuah buku atau tulisan. Dengan membuat ringkasan, kita penulis menyusun
pikirannya
mempelajari cara seseorang menyusun pikirannya dalam
3. Menangkap
gagasan-gagasan yang diatur dari gagasan yang besar pokok pikiran dan
tujuan penulis
menuju ke gagasan-gagasan penunjang. Melalui ringkasan,
kita dapat menangkap pokok pikiran dan tujuan penulis.

Untuk memperoleh ringkasan yang baik, bagian-bagian yang


dapat dihilangkan adalah BAGIAN-BAGIAN
YANG DIHILANGKAN
 keindahan gaya bahasa,
 1. Keindahan gaya bahasa.
 ilustrasi atau contoh, dan 2. Bagian ilustrasi atau
 contoh.
 penjelasan yang terperinci. 3. Penjelasan yang
terperinci.
Meskipun memiliki bentuk yang ringkas, sebuah ringkasan
tetap mempertahankan pola pikiran dan cara pendekatan
penulis asli. Jadi, ringkasan tetap disusun dengan suara asli
penulis. Ringkasan harus langsung diawali bagian-bagian
tulisan asli. Ringkasan tidak perlu diawali dengan dengan
kalimat pembuka, seperti “Dalam tulisannya, penulis
berpendapat bahwa...”

Syarat ringkasan yang baik adalah


SYARAT RINGKASAN
(1) Ringkasan tetap mempertahankan urutan pikiran dan YANG BAIK
cara pendekatan penulis asli.
1. Tetap mempertahankan
(2) Ringkasan tidak boleh mengandung hal baru, pikiran, atau urutan pikiran dan cara
opini dari pembuat ringkasan, baik yang dimasukkan pendekatan penulis asli
2. Tidak mengandung
secara sadar maupun tidak sadar. hal, pikiran, atau
opini dari peringkas
(3) Ringkasan harus disampaikan dengan suara asli penulis, 3. Disampaikan dengan
bukan dengan suara pembuat ringkasan. suara asli penulis

Untuk dapat membuat sebuah ringkasan yang baik,


dibutuhkan langkah-langkah sebagai berikut.
(1) Membaca naskah atau teks asli beberapa kali.
(2) Mencatat gagasan utama penulis. Dalam artikel, harus
dicatat kalimat topik pada setiap paragraf.
(3) Membuang paragraf yang berisi contoh, deskripsi, atau LANGKAH MEMBUAT
kutipan. RINGKASAN

(4) Membuang berbagai keterangan tambahan yang tidak


penting dalam sebuah kalimat.
(5) Mengubah dialog langsung ke dalam bentuk tidak
langsung.
(6) Sedapat mungkin, menggunakan kalimat tunggal.
(7) Menyusun ringkasan dengan mempertahankan susunan
gagasan penulis asli.

3. IKHTISAR DAN ABSTRAK Sebuah IKHTISAR


dibuat setelah penyusun
Istilah ringkasan seringkali dikacaukan dengan istilah ikhtisar ikhtisar mampu membuat
atau abstrak. Memang, keduanya merupakan inti sari dari RINGKASAN.
sebuah teks asli. Akan tetapi, ada perbedaan besar dalam
teknik pembuatannya. Sebuah ikhtisar atau abstrak dibuat,
jika penyusunnya sudah mampu membuat ringkasan dari
sebuah teks. Jadi, penyusunan ikhtisar atau abstrak adalah
langkah berikut setelah disusun sebuah ringkasan.

A. IKHTISAR IKHTISAR
adalah
rangkuman gagasan yang
Ikhtisar adalah rangkuman gagasan yang dianggap penting dianggap penting oleh
oleh penyusun ikhtisar yang digali dari sebuah teks yang penyusun ikhtisar yang
dibacanya. Penyusun ikhtisar dapat langsung mengemukakan digali dari teks yang
dibacanya.
inti atau pokok permasalahan yang berkaitan dengan
kepentingan atau perhatiannya. Dalam penyusunan ikhtisar,
urutan dari teks asli tidak perlu dipertahankan. Ikhtisar tidak Dalam penyusunan ikhtisar,
akan memberikan isi keseluruhan dari tulisan asli secara urutan dari teks asli tidak
perlu dipertahankan.
proposional. Bab-bab atau bagian dari teks asli yang dianggap
kurang penting oleh penyusun ikhtisar dapat diabaikan.

Ciri sebuah ikhtisar adalah

 Merupakan tulisan baru yang mengandung sebagian gagasan


dari teks asli yang dianggap penting oleh penyusun ikhtisar, CIRI IKHTISAR

 Tidak mengandung hal baru, pikiran, atau opini penyusun
ikhtisar, baik yang dimasukkan secara sadar maupun tidak
sadar, dan

Menggunakan kata-kata dari penyusun ikhtisar sendiri.
Sebuah ikhtisar yang baik disusun berdasarkan tujuh langkah
berikut ini.
(1) Menetapkan tujuan membaca: gagasan apa yang saya
butuhkan?
(2) Membaca dengan cermat: apa relevansi gagasan yang
saya perlukan itu dalam konteks tulisan saya ini?
LANGKAH MEMBUAT
(3) Mencatat gagasan yang penting dari sudut pandang IKHTISAR
penyusun ikhtisar dengan kata-katanya sendiri.
(4) Menyusun kerangka tulisan.
(5) Menulis ikhtisar.
(6) Memeriksa kembali tulisan asli untuk meyakinkan bahwa
semua gagasan yang penting telah tergali.
(7) Mengoreksi kesalahan bahasa dan kesalahan cetak.

Contoh-contoh penggunaan ikhtisar dapat ditemukan dalam


penulisan teras berita (lead) di surat kabar, sampul belakang
buku, kilasan berita, dan ulasan buku, film, atau sandiwara.

B. ABSTRAK

Sebenarnya, abstrak dan ikhtisar merupakan dua kata yang ABSTRAK dan
bermakna kurang lebih sama. Dalam Kamus Besar Bahasa IKHTISAR memiliki arti
yang sama.
Indonesia tercantum bahwa kata abstrak berarti ‘ringkasan;
inti; ikhtisar (tulisan, laporan, dsb.)’, sedangkan kata ikhtisar ABSTRAK dari bahasa
Inggris.
berarti ‘pandangan secara ringkas (yang penting-penting IKHTISAR dari bahasa
saja); ringkasan’. Istilah Abstrak berasal dari bahasa Inggris, Arab.
sedangkan istilah ikhtisar berasal dari bahasa Arab. Jadi,
sebenarnya, abstrak berpadanan dengan ikhtisar.

Akan tetapi, di Indonesia, istilah ikhtisar dibedakan dari istilah


abstrak. Ikhtisar merupakan rangkuman gagasan yang IKHTISAR merupakan
rangkuman gagasan yang
berlaku dalam laras umum, sedangkan abstrak merupakan berlaku dalam laras umum.
rangkuman atau ikhtisar yang berlaku dalam laras ilmiah.
Oleh karenanya, berlaku format tertentu bagi abstrak, baik ABSTRAK merupakan
rangkuman atau ikhtisar
untuk jurnal maupun untuk karya tulis ilmiah, yang secara yang berlaku dalam laras
umum meliputi aspek ilmiah.

(1) Latar belakang dan tujuan penelitian,


(2) Bahan dan metode penelitian,
FORMAT ABSTRAK
(3) Hasil dan kesimpulan.

Perbedaan dalam penyusunan kedua abstrak adalah pada


jumlah kata.
A. Untuk skripsi atau laporan tugas akhir, panjang abstrak
ABSTRAK SKRIPSI
200—250 kata.
B. Untuk jurnal ilmiah, panjang abstrak 75—100 kata dan
ABSTRAK JURNAL
diletakkan di awal sebuah artikel serta berlaku sebagai
ILMIAH
teras artikel (beranalogi dengan teras berita).

Contoh abstrak dapat dilihat di Lampiran M11-1 modul ini.

4. DAFTAR PUSTAKA

Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins College
Publishers.

Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan Kemampuan
Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.

Booth, W.C., Colomb, G.G., dan Williams, J.M. 1995. The Craft of Research. Chicago: The
University of Chicago Press.

Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta:


Akademika Pressindo.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.


Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:


Penerbit Nusa Indah.

Kranthwohl, David R. 1988. How to Prepare a Research Proposal. (Ed. ke-3). New York:
Syracuse University Press.

Purbo-Hadiwidjojo, M. M. 1993. Menyusun Laporan Teknik. Bandung: Penerbit ITB.

Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai
Pustaka.

Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk
Majalah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Winkler, Anthony C. Dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook.
Ed. ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich Publishers.
5. LAMPIRAN M11-1

Contoh Abstrak dari Berbagai Bidang Ilmu

ABSTRAK 1

Identitas adalah isu sentral dalam perjalanan sebuah bangsa, tidak terkecuali bangsa Inggris. Dengan
melihat perjalanan konsentrasi identitas bangsa Inggris dari abad ke-18, tulisan ini berusaha untuk
memahami proses budaya yang membentuk identitas. Berbagai faktor internal dan eksternal
mempengaruhi proses ini dan meyakinkan bahwa identitas bangsa Inggris sedang diperdebatkan.
Berbagai makna seputar identitas Inggris juga dibahas untuk menunjukkan adanya negosiasi dalam
proses pembentukan identitas. Pada akhir pembahasan, terlihat bahwa identitas lebih bersifat
majemuk. Akan tetapi, masa depan Inggris, sebagai sebuah komunitas imajiner, ketika semua elemen
masyarakat merasa dihargai, memiliki kesempatan yang sama dalam mengaktualisasi diri dan
menikmati persahabatan dalam semangat keberagaman, masih perlu dilihat kemudian. (Junaidi,
Wacana 4, 1, April, 2002: 54)

ABSTRAK 2
Konflik antara warga komunitas setempat dan pihak pengusaha Hak Pengusahaan Hutan (HPH)
dilaporkan telah terjadi dan berlangsung di berbagai kawasan hutan konsesi di luar Jawa. Temuan
penelitian lapangan pada dua komunitas yang berada di dalam satu kawasan konsesi hutan di daerah
Kabupaten Jayapura, Irian Jaya, yang dibahas dalam makalah ini, menguatkan laporan tersebut, dan
menunjukkan bahwa konflik juga terjadi di antara warga komunitas berkenaan dengan masalah
pelanggaran batas wilayah penguasaan dan perebutan akses pada kesempatan kerja di perusahaan
HPH. Secara khusus, makalah ini membahas bentuk-bentuk nyata dari konflik tersebut dan proses
serta mekanisme-mekanisme penanganan konflik tersebut. (Iwan Tjitradjaja, Ekonesia 1, 1, Mei,
1993: 58)

ABSTRAK 3

Pengalaman dengan alley farming dan bentuk-bentuk lain dalam pelestarian lahan di Nusa Tenggara
berawal setidak-tidaknya sejak permulaan abad ini. Sejak itu, petani maupun organisasi
pembangunan telah mengadaptasi dan mengembangkan teknologi tersebut ke dalam sistem
pertanian dataran tinggi untuk memenuhi kebutuhan penduduk setempat. Alley farming menjadi
landasan dari sejumlah kegiatan yang semuanya bertujuan menghasilkan keanekaragaman tanaman
dan memperbaiki sistem pertanian dataran tinggi. Tulisan ini menguraikan pengalaman dan evolusi
teknologi alley farming di Nusa Tenggara, serta menunjukkan upaya dan pendekatan yang menjadi
kunci keberhasilan pengelolaan lahan di kawasan ini. (Larry A. Fisher dan Julia DiPietro, Ekonesia 1,
1, Mei, 1993: 70)

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI 89


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

ABSTRAK 4

Spektrometer massa Quadrupole digunakan untuk menganalisis berkas ion dengan perbandingan
massa spesifik terhadap muatan. Untuk menganalisis spektrum massa ion metal cair, dipersiapkan
sumber ion metal cair yaitu CuP, dan kestabilannya dianalisis untuk pengamatan terhadap
kemungkinan terjadinya pergeseran arus ion fosfor selama penelitian berlangsung. Pengukuran
arus ion fosfor satu jam dan sembilan jam menunjukkan bahwa sumber ion metal cair tetap stabil
tanpa adanya indikasi terjadinya pergeseran arus ion fosfor. Pengukuran selanjutnya dilakukan
selama 21 jam secara kontinu setelah dilakukan pembakaran pertama. Hasilnya menunjukkan
adanya stabilitas yang konsisten tanpa terjadi pergeseran. Setelah berjalan 21 jam arus fosfor
dihentikan karena sumber reservoir metal cair telah habis terpakai. (R.H.Rusli, Makara* 7B, Mei,
2000: 71) [*7 = nomor seri; B = seri majalah)
MODUL 11: FORMAT MAKALAH ILMIAH

1. PENDAHULUAN
Langkah terakhir dalam kegiatan sistem pemelajaran
berdasarkan masalah (Problem-based Learning/PBL)
maupun sistem pemelajaran berkolaborasi (Collaborative
Learning/CL) adalah menyusun sebuah makalah. Makalah ini MAKALAH ILMIAH
merupakan hasil himpunan dari berbagai tugas mandiri yang merupakan
hasil himpunan dari
sudah disajikan dalam diskusi kelompok. Agar layak disebut berbagai tugas mandiri
sebagai makalah ilmiah, makalah yang disusun harus yang sudah disajikan dalam
memenuhi persyaratan ilmiah. diskusi kelompok.

Ciri laras ilmiah sudah dibahas dalam Modul 1. Kerangka


tulisan ilmiah dibahas dalam Modul 7. Cara mengembangkan
paragraf dengan baik ada dalam Modul 9 dan 10. Cara
membuat abstrak untuk sebuah makalah ilmiah dapat dilihat
dalam Modul 11. Cara menghimpun berbagai kutipan dari
berbagai sumber sudah diuraikan dalam Modul 13 dan sistem
perujukannya diuraikan dalam Modul 14.

Modul 15, 16, 17, 18 ini akan menelusuri kembali berbagai hal
yang berkaitan dengan penulisan karya ilmiah. Akan tetapi,
perhatian akan lebih ditekankan pada aspek teknisnya.

2. MAKALAH KELOMPOK

Dalam Modul 7 sudah diuraikan bentuk kerangka makalah


ilmiah. Sekadar untuk mengingatkan, berikut ini, disajikan
kembali kerangka tulisan ilmiah sebagaimana dicantumkan
dalam Modul 7.
 judul,
 nama penulis, FORMAT
 MAKALAH ILMIAH
 abstrak,

 kata kunci,

 PENDAHULUAN,

 inti tulisan (teori, metode, hasil, dan pembahasan),

 KESIMPULAN dan USULAN,

 ucapan terima kasih, dan

 daftar pustaka

Untuk makalah kelompok, ketentuan agak berbeda. Unsur


judul dan nama penulis dialihkan ke halaman judul. Jadi,
makalah akan didahului oleh lembar judul, diikuti oleh lembar
halaman berisi abstrak dan kata kunci (lihat Lampiran M15-
2). Pada halaman berikutnya, barulah bagian pendahuluan
dimulai.

Halaman judul (lihat Lampiran M15-1) yang mengandung


unsur:
 judul/topik,
 HALAMAN JUDUL
 nomor kelompok,

 nama dan nomor mahasiswa setiap kelompok,

 kelas, dan

 fakultas.

Makalah kelompok harus diserahkan pada pertemuan keempat


dengan kriteria berikut.
KRITERIA
1. Maksimum 12 halaman; minimum 7 halaman (tidak termasuk MAKALAH
halaman judul, halaman abstrak, dan daftar pustaka) AKHIR

Jenis huruf yang digunakan adalah times new roman, dengan


ukuran huruf 12, berspasi 1,5.

Pergantian paragraf ditandai oleh spasi ganda (dua kali


ketukan enter atau pemberian 6 pt untuk before dan 6 pt untuk
after pada format paragraf, spacing pada komputer).
2. Format untuk pias kiri dan kanan dan uraian mengenai
format makalah dapat dilihat pada Lampiran M15-2.

3. ASPEK PENILAIAN

Komponen penilaian untuk makalah akhir terdiri atas tiga


aspek pokok, yakni teknik penulisan, bahasa, dan logika.
Ketiga aspek akan diuraikan di bawah ini.

TEKNIK PENULISAN adalah aspek yang dapat dinilai secara TEKNIK


PENULISAN
kasat mata. Selain itu, aspek ini dianggap sebagai bagian
penunjang yang lebih berkaitan dengan format penyampaian.
Oleh karenanya, aspek ini dinilai paling awal dengan bobot
penilaian 2.

Aspek ini berkaitan tata cara penilaian makalah ilmiah pada


seminar-seminar international. Penilaian diawali dengan
meneliti daftar pustaka. Penulisan daftar pustaka yang baik,
rapi, dan konsisten dengan bidang ilmu akan memperoleh
nilai yang baik. Setelah itu, penilaian diikuti oleh penilaian
terhadap abstrak. Abstrak yang sesuai dengan tata cara
penulisan abstrak memperoleh bobot tertinggi.

Penilaian berikutnya berkaitan dengan kemampuan penulis


mempertahankan kepaduan antara pendahuluan, unsur-
unsur dalam pendahuluan, pengembangan isi makalah, dan
kesimpulan atau penutup. Harus dilihat bagaimana cara,
melalui judul-judul bab dan subbabnya, penulis
mempertanggungjawabkan kesimpulannya melalui isi
makalah.

Pengembangan isi makalah akan berkaitan dengan kutipan


atau catatan kaki yang disusunnya. Kemampuan penulis
menyusun kutipan agar tidak terkesan makalah yang
“SUNTING” memperlihatkan kemampuan mahasiswa
merangkaikan pikirannya dalam alur berpikir yang logis.
BAHASA
BAHASA merupakan bagian yang penting dalam komunikasi
dan merupakan inti penilaian bahasa Indonesia dalam sebuah
makalah. Oleh karena itu, bobot bagi aspek ini adalah 4.
Aspek ini menilai bagaimana penulis menata kalimat mereka dan menyusun kalimat yang
efektif. Fokus penilaian diberikan pada kesatuan dan kepaduan kalimat. Kemudian, penilai
perlu memperhatikan kemampuan penulis dalam menggabungkan kalimat-kalimat mereka
ke dalam sebuah paragraf. Fokus juga diberikan kepada kesatuan dan kepaduan dalam
paragraf. Dalam memperhatikan kesatuan dan kepaduan dalam kalimat dan paragraf,
pungtuasi dan ejaan menjadi salah satu aspek yang perlu dinilai karena mempengaruhi
pemahaman pembaca atas tulisan yang dibaca.

LOGIKA berkaitan erat dengan bahasa dan komunikasi. Tanpa logika yang baik, tentunya,
tidak akan dihasilkan makalah yang baik. Sebenarnya, melalui penilaian aspek bahasa dan
logika ini, sekaligus penilaian atas isi (content) makalah akan tercapai. Oleh karena itu,
seperti juga aspek bahasa, aspek ini diberi bobot 4.
LAMPIRAN M15-1

FORMAT HALAMAN SAMPUL

3cm

JUDUL MAKALAH DIKETIK TEBAL: SEMUA HURUF KAPITAL


TANPA TANDA BACA DI AKHIR JUDUL
JIKA LEBIH DARI DUA BARIS,
SPASI DIJADIKAN SATU SETENGAH

KELAS 1
KELOMPOK XX

4cm nama mahasiswa, 0704xxxxxxxxx


3cm
nama mahasiswa, 0704xxxxxxxxx
nama mahasiswa, 0704xxxxxxxxx
nama mahasiswa, 0704xxxxxxxxx

Makalah Akhir bagi


Pemicu Pemilu
untuk Mata Kuliah
Pendidikan Dasar Perguruan Tinggi

FAKULTAS
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA INDONESIA

3cm
LAMPIRAN M15-2

FORMAT HALAMAN ABSTRAK

3cm

ABSTRAK

Judul ABSTRAK diketik 3 spasi dari baris terakhir alamat penulis,


diletakkan di tengah (center). Baris pertama teks Abstrak diketik 3 spasi dari
judul ABSTRAK. Teks diketik dengan spasi tunggal, menggunakan huruf
4cm Times New Roman 10 point seperti contoh di sini. Teks Abstrak dan seluruh 3cm
naskah makalah diketik rata kiri. Panjang Abstrak 75—100 kata, hanya satu
paragraf.

Kata Kunci: Diurutkan sesuai abjad, tiap kata kunci diakhiri tanda baca
titik koma (;), kecuali yang terakhir (ditutup dengan tanda
baca titik). Jarak baris satu spasi.

3cm
LAMPIRAN M15-3

FORMAT MAKALAH

Kertas HVS-putih, 60–80 gram, ukuran kuarto (21,5 x 28 cm).

3 cm
Nomor halaman

BAB I
PENDAHULUAN
4 cm
4 x 1 spasi
Xxxxxx xxxxx xxxxxx xxxxxxx xxxxxxxxxxxxx xxxxxx

Xxxxxxxx xxxx. Xxxxxx xxxxxxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxx xxxxx- Batas bidang pengetikan.
Huruf Times New Roman 12, jarak
xxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxx xxxxx xxxx. baris 2 spasi. Teks tidak rata kanan.

Xxxxxxx xxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxx xxxx


Baris pertama paragraf baru
xxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxx. diketik masuk 1 tab (1,27 cm)

3 x 1 spasi

A. LATAR BELAKANG Tanda baca (.),(,),(:),(;),(?),(!)


diketik rapat dengan huruf
3yangx1spasimendahuluinya.
Xxxxxxxxx xxxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxx

xxxxxxxx xxxxxxxxx xxxxxxxxxx.

1. Nilai ekonomis Awal kalimat baru berjarak dua


ketukan kosong dari akhir kalimat
sebelumnya.
Xxxxxxxxxx xxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxxx xxxxxxxx Xxxxxxxx

xxxx xxxx xxxxxxxx xxxxxxx. Xxxxxx xxxxxx xxxxxxx xxxxxxxx

xxxxxxxxxx xxxxxxxxxxx. Xxxxxxxxxxxxx


3 cm

3 cm
LAMPIRAN C: CARA MENGACU
Dalam kegiatan penulisan ilmiah, tidak seorang penulis pun RUJUKAN

berhak menambahkan pendapatnya pada apa yang ditulisnya, bentuk tertulis


apalagi menyatakan bahwa pendapat tersebut adalah pendapat pertanggungjawaban penulis
karya ilmiah mengenai apa
pribadinya. Dalam dunia ilmiah, setiap komentar, setiap yang ditulisnya.
pendapat, bahkan setiap kata harus dipertanggungjawabkan
penulis. Bentuk pertanggungjawaban tertulis yang lazim dalam
kegiatan penulisan ilmiah adalah rujukan atau acuan.
Rujukan atau acuan dapat berupa (1) daftar pustaka, (2)
daftar acuan, (3) pengacuan di awal kalimat, (4) pengacuan di RAGAM RUJUKAN
akhir kalimat, (5) pengacuan di akhir paragraf, dan (6) catatan 1. Daftar Pustaka
kaki. Setiap macam rujukan mematuhi aturan tertentu, yang 2. Daftar Acuan
ditetapkan lembaga, media, atau bidang selingkung masing- 3. Pengacuan di
awal kalimat
masing. Misalnya, aturan pengacuan yang diberlakukan untuk 4. Pengacuan di
skripsi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, akhr kalimat
5. Pengacuan di akhir
Unversitas Indonesia tidak sama dan tidak berlaku untuk paragraf
skripsi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Demikian pula, 6. Catatan Kaki
cara mengacu di majalah Sari Pediatri (Ikatan Dokter Anak
Indonesia) tidak sama dengan cara yang dianut majalah Makara
Universitas Indonesia. Majalah Makara bahkan membedakan
cara mengacu untuk majalah Makara, Sosial Humaniora;
Makara, Sains; Makara, Teknologi; Makara, Kesehatan.

1. Daftar Pustaka
Frasa Daftar Pustaka bersinonim dengan Bibliografi dan DAFTAR PUSTAKA
Kepustakaan, yaitu “semua buku, karangan, dan tulisan
bersinonim dengan
mengenai suatu bidang ilmu, topik, gejala, atau kejadian” (KBBI Bibliografi dan
Ed. ketiga 2002: 912). Sumber yang didaftarkan mencakup Kepustakaan,
sumber-sumber yang diacu dan yang tidak diacu. Sumber yang yaitu semua buku,
diacu adalah sumber yang digunakan penulis sebagai sumber karangan, dan tulisan
informasi untuk tulisannya. Sumber yang tidak diacu adalah mengenai suatu bidang
ilmu, topik, gejala, atau
sekalian buku dan sumber pustaka lain yang pernah dibaca kejadian (KBBI Ed. ketiga
penulis, tetapi, mungkin, tidak digunakan untuk penyusunan 2002: 912).
tulisannya. Ada arti lain yang dikandung istilah kepustakaan,
yaitu “sumber acuan” (KBBI Ed. ketiga 2002: 912), Akan tetapi,
arti tersebut lebih tepat digunakan untuk ragam rujukan yang
kedua, yaitu Daftar Acuan.
2. Daftar Acuan
DAFTAR ACUAN
Acu berarti “menunjuk (kepada); merujuk” dan acuan
berarti “rujukan; referensi” (KBBI Ed. ketiga 2002: 4–5). Dengan bersinonim dengan
Daftar Rujukan dan
demikian, arti kedua kepustakaan, yaitu “daftar kitab yang Daftar Referensi,
dipakai sebagai sumber acuan untuk mengarang dan
yaitu daftar kitab yang
sebagainya” (KBBI Ed. ketiga 2002: 912) sangat tepat dipakai sebagai sumber
menggambarkan pengertian yang dikandung Daftar Acuan, acuan untuk mengarang
yang bersinonim dengan Daftar Rujukan dan Daftar Referensi. dan sebagainya
(KBBI Ed. ketiga 2002:
Dengan kata lain, dalam Daftar Acuan hanya didaftarkan 912)
sumber-sumber pustaka yang memang dan benar diacu penulis
untuk menyusun tulisannya. Daftar Acuan memuat sekalian
pustaka yang menjadi sumber sintesis kerangka pemikiran
penulis serta melandasi alasan pemilihan topik, metode
penelitian, dan proses analisisnya.

Baik Daftar Pustaka, maupun Daftar Acuan memiliki


beragam sistem penyusunan. Dalam Modul 4 Daftar Pustaka,
telah diuraikan beberapa sistem yang ada serta contoh masing-
masing.

3. Pengacuan di awal kalimat

Kolom terakhir Tabel Ragam Rujukan (halaman 11)


mencantumkan contoh cara mengacu di awal kalimat pada butir (a).

4. Pengacuan di akhir kalimat

Kolom terakhir Tabel Ragam Rujukan (halaman 161)


mencantumkan contoh cara mengacu di akhir kalimat pada
butir (b).

5. Pengacuan di akhir paragraf

Cara menuliskan pengacuan di akhir paragraf sama dengan


di akhir kalimat. Jika sumber yang diacu—baik di awal atau
akhir kalimat maupun akhir paragraf—lebih dari satu, urutan
pencantumannya diawali sumber yang tahun penerbitannya
tertua ke tahun yang paling muda. Dengan kata lain, urutannya
tidak berdasarkan abjad penulis sumber yang diacu. Misalnya,
urutan pencantuman bukan Abubakar 1995; Darwis 1985;
Mintuno 2001, melainkan Darwis 1985; Abubakar 1995;
Mintuno 2001.
6. Catatan Kaki
CATATAN KAKI
Catatan kaki adalah “keterangan yang dicantumkan pada
margin bawah pada halaman buku (biasanya dicetak dengan keterangan yang
dicantumkan pada margin
huruf yang lebih kecil daripada huruf di teks guna bawah pada halaman buku
menambahkan rujukan uraian di dalam naskah pokok)” (KBBI (biasanya dicetak dengan
Ed. ketiga 2002: 196). Jika keterangan semacam itu huruf yang lebih kecil
daripada huruf di teks guna
ditempatkan di akhir bab atau, bahkan, di akhir karangan, menambahkan rujukan
catatan itu disebut sebagai Keterangan atau Catatan Belakang. uraian di dalam naskah
pokok
(KBBI Ed. ketiga
Hubungan antara catatan kaki dan teks yang diberi 2002: 196)
penjelasan, biasanya, dinyatakan dengan nomor penunjukan
yang sama untuk teks dan catatan kakinya. Baik di dalam teks,
maupun pada catatan kakinya, nomor tersebut dicetak sebagai
superskrip, yaitu huruf yang berukuran lebih kecil daripada
teks dan berada sekitar setengah spasi lebih tinggi daripada
teks. Dengan peranti lunak MS-Word, misalnya, pembuatan
catatan kaki dapat dilakukan secara otomatis1. Pilihan untuk
menandai hubungan juga tersedia beragam, misalnya dapat
berupa nomor urut angka arab (1,2,3…), angka romawi kecil (i,
ii, iii, …), huruf kecil (a, b, c, …), tanda asterisk (*), atau tanda
salib (†).

Unsur-unsur catatan kaki

Unsur-unsur catatan kaki, umumnya, sama dengan data


pustaka suatu Daftar Acuan, yaitu (1) penulis, (2) judul, (3) data
pustaka berupa tempat dan tahun penerbitan, serta (4) jilid dan
nomor halaman.

Saat pertama kali merujuk suatu sumber, nama penulis


sumber tidak dibalik dan data pustaka dituliskan lengkap.

Contoh: 1Joseph Gibaldi, MLA Handbook for Writers of Research


Papers. 5th ed. (New York: MLA, 1999), hlm. 35.

a. Nama penulis sumber ditulis lengkap, tidak dibalik


karena referensi pertama;

1 Ini contoh pembuatan catatan kaki secara otomatis yang menggunakan nomor urut.
b. Antara nama penulis sumber dan judul buku digunakan
tanda koma, bukan titik. Sebaliknya, antara judul buku
dan data pustaka tidak ada titik ataupun koma (pada
contoh, tanda titik digunakan karena menandai
singkatan kata edition);

c. Tempat, penerbit, dan tahun penerbitan sumber pustaka


diapit tanda kurung. Nama tempat dibubuhi tanda titik
dua, kemudian diikuti nama penerbit yang diakhiri
tanda koma, dan diikuti angka tahun penerbitan.

Jika catatan kaki yang berikut menunjuk kepada karya


yang telah dirujuk dalam catatan nomor sebelumnya,
digunakan singkatan ibid. (= ibidem), yang berarti di tempat
yang sama. Jika halaman yang dirujuk berbeda, sesudah
singkatan ibid. dicantumkan pula nomor halamannya. Jika
nomor halamannya sama, cukup ibid.

Contoh: 2Ibid. hlm. 40.

Jika catatan kaki menunjuk kembali kepada sumber yang SINGKATAN


telah disebut lebih dahulu, tetapi sudah diselingi sumber lain,
ibid. = ibidem (di tempat
digunakan singkatan op. cit. atau loc. cit., tergantung pada jenis yang sama)
sumber yang diacu. loc. cit. = loco citato
(bagian
karangan yang
Singkatan op.cit. (= opere citato), yang berarti karya yang dikutip)
telah dikutip, digunakan jika catatan itu menunjuk kembali op. cit. = opere citato
kepada sumber buku yang telah disebut lebih dahulu, tetapi (karya yang
telah dikutip)
sudah diselingi sumber lain.

Contoh: 6Gibaldi op. cit. hlm. 45.

Singkatan loc. cit. (= loco citato), yang berarti bagian (suatu)


karangan yang dikutip, digunakan jika catatan kaki menunjuk
kepada sebuah artikel dalam buku himpunan karangan,
majalah, harian, atau ensiklopedia yang telah disebut
sebelumnya, tetapi diselingi oleh catatan bersumber lain.
Karena artikel merupakan bagian dari buku himpunan
karangan, majalah, harian, atau ensiklopedia, ia tidak
merupakan karya atau opus sehingga digunakan locus, yang
berarti tempat.
Contoh: 8Robert Ralph Bolgar, “Rhetoric,” Encyclopaedia
Brittanica (1970), XIX, 257–260. ( Nomor jilid
dinyatakan dengan angka romawi.)
9Keraf, Komposisi, hlm. 125.

10Bolgar, loc. cit., hlm. 260.

Jika ada lebih dari satu buku ditulis orang yang sama dan
buku-buku itu dirujuk, nama penulis diikuti satu bentuk
singkat dari judul yang dimaksud agar tidak menimbulkan
keraguan.
Contoh: 3Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi (Jakarta: Gramedia,
1982), hlm. 25.
4GorysKeraf, Komposisi. Sebuah Pengantar Kemahiran
Bahasa (Ende: Nusa Indah, 1994), hlm. 50.
5Keraf, Argumentasi, hlm. 60.

Nama penulis kedua, ketiga, dan seterusnya dari satu sumber


pustaka ditulis semua.

Contoh: 7Sabarti Akhadiah, Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Ridwan,


Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia (Jakarta:
Erlangga, 1988), hlm. 35.

Jika tidak ada nama penulis, catatan kaki dimulai dengan judul
buku atau judul artikel.

Contoh: 14”Vaccination,” Encyclopaedia Brittanica (4th ed.), XXII, 921–


923.

Jika karangan diambil dari suatu himpunan artikel, nama


pengarang didahulukan, sedangkan editor atau penyunting buku
himpunan mengikutinya.

Contoh: 15Harimurti Kridalaksana, “Pembentukan Istilah Ilmiah dalam


Bahasa Indonesia,” Bahasa dan Kesusastraan Indonesia
sebagai Tjermin Manusia Indonesia Baru, ed. Lukman Ali
(Djakarta, 1967), hlm. 84–85.
Contoh penerapan pengacuan dengan sistem catatan kaki.

1Joseph Gibaldi, MLA Handbook for Writers of Research Papers. 5th ed.
(New York: MLA, 1999), hlm. 35.
2Ibid. hlm. 40.
3Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi (Jakarta: Gramedia, 1982), hlm.
25.

4Gorys Keraf, Komposisi. Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa (Ende:


Nusa Indah, 1994), hlm. 50.

5Keraf, Argumentasi, hlm. 60.

6Gibaldi op. cit. hlm. 45.

7Sabarti Akhadiah, Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Ridwan,


Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia (Jakarta:
Erlangga, 1988), hlm. 35.

8Robert Ralph Bolgar, “Rhetoric,” Encyclopaedia Brittanica (1970), XIX,


257–260.
9Keraf, Komposisi, hlm. 125.

10Bolgar, loc. cit., hlm. 260.

11Akhadiah et al., op. cit., hlm. 65.

12Ibid. hlm. 40.

13H. Soebadio, “Penggunaan Sansekerta dalam Pembentukan Istilah

Baru,” Madjalah Ilmu-ilmu Sastra Indonesia, I(April, 1963), hlm. 47–


58.

14”Vaccination,” Encyclopaedia Brittanica


(4th ed.), XXII, 921–923.
15Harimurti Kridalaksana, “Pembentukan Istilah Ilmiah dalam Bahasa
Indonesia,” Bahasa dan Kesusastraan Indonesia sebagai Tjermin
Manusia Indonesia Baru, ed. Lukman Ali (Djakarta, 1967), hlm. 84–85.
PENGANTAR MENULIS KARYA ILMIAH
DI PERGURUAN TINGGI

Jalan Matraman Nomor 5, Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat

Anda mungkin juga menyukai