UNIVERSITAS INDONESIA
OLEH:
RESTU LESTARIANINGSIH - 1806248305
(Restu Lestarianianingsih)
1
PENDAHULIAN
1. Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 kesehatan adalah keadaan
sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dengan sehat memudahkan
seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari, sehingga kesehatan menjadi aspek
penting dalam kehidupan yang dapat merefleksikan tinggi rendahnya standar hidup
seseorang (Saptutyaningsih, 2015). Ketika seseorang mengalami gangguan kesehatan
baik ringan maupun berat, maka pengobatan merupakan sesuatu yang sangat
dibutuhkan.
Seperti yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 28H ayat (1) bahwa setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan
dan ayat (2) bahwa Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Dalam rangka
mewujudkan amanat yang diberikan undang-undang tersebut pemerintah memberikan
solusi penanganan masalah pemeliharaan kesehatan dengan jaminan sosial pelayanan
kesehatan yang universal bagi seluruh rakyat Indonesia.
BPJS sebagai badan hukum publik merupakan transformasi dari Badan Usaha
Milik Negara yaitu PT. Askes (Persero) merupakan badan penyelenggaran jaminan
social dalam bidang kesehatan. Melalui tranformasi tersebut berbagai perubahan
terjadi dalam pengelolaan jaminan kesehatan diantaranya peserta jaminan, peserta
penyedia pelayanan kesehatan. Namun dalam kurun waktu 4 tahun pelaksanaannya
terdapat beberapa permasalah timbul diantaranya terkait pelayan yang deficit
anggaran. Sehingga hal ini menajdi menarik untuk dibahas terutama dalam sudut
pandang ekonomi kelembagaan.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut dalam makalah ini penulis ingin mengetahui :
- bagaimana intervensi pemerintah dalam bentuk kerjasama pemerintah dan swasta
dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan;
- bagaimana principal dan agent problem yang diahadapi dalam jaminan pelayanan
kesehatan.
2
3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adaalah untu :
- menegetahui intervensi pemerintah dalam jaminan pelayanan kesehatan;
- mengetahui bentuk kerjasama pemerintah dan swasta dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan;
- menegetahui bagaimana principal dan agent problem yang diahadapi dalam
jaminan pelayanan kesehatan.
STUDI LITERATUR
1. Institution Change
2. Public-Private Partnership
Peran pemerintah diperlukan ketika kepentingan masyarakat sedang
dipertaruhkan. Menurut sudut pandang Static Neoclassical, kepentingan masyarakat
didefinisikan sebagai ketidaksempurnaan pasar yang tidak dapat diatasi oleh pihak
swasta. Sedangkan dalam sudut pandang Transacton Cost Economics, kapan dan
bagaimana intervensi pemerintah dilihat dari tata kelola organisasi yand lebih disukai.
Dalam hal ini, pemerintah perlu melakukan intervensi karena kepentingan
masyrakat mungkin sedang dipertaruhkan dan konsekuensinya adalah kesejahteraan
tidak maksimal, intervensi dari pemerintah dapat mengurangi atau bahkan
menghilangkan deadweight loss sehingga dapat meingkatkan efisiensi. Pemerintah
hanya akan mengintervensi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah akan memilih bentuk intervensi untuk melayani masyarakat dengan
meminimalisasi total biaya termasuk biaya transaksi.
Sector Spesific State Intervention in case of Information Imperfections
Intervensi pemerintah juga dapat dilakukan di sector atau profesi yang lebih spesifik,
karena barang-barang yang mereka supply sangat penting bagi masyarakat luas.
Untuk profesi seperti notaris, pengacara, dan dokter; untuk sector seperti asuransi
kesehatan, industry farmasi, dan sector keuangan. Pemerintah melakukan intervensi
terhadap beberapa profesi karena pada saat tertentu warga negara menjadi tergantung
pada jasa dari para praktisi tersebut ketika timbulnya asimetri informasi yang sangat
3
luas. Jasa dari para profesi/praktisi yang ditawarkan berdasarkan kepercayaan, jadi
klien/pasien hanya harus percaya terhadap jasa yang ditawarkan adalah kualitas yang
baik. Mengawasi profesi-profesi tersebut dapat diatur oleh negara atau dengan
peraturan tersendiri dari pihak swasta yang terdapat untung dan rugi sendiri bila
dibandingkan dengan di awasi oleh pemerintah.
Alasan pemerintah melakukan intervensi, karena ada sebuah kemungkinan
dimana para praktisi tersebut menyalahgunakan asimetri informasi dengan
menciptakan permintaan yang sebenarnya tidak perlu dan meyakinkan kliennya untuk
mengeluarkan asuransi tambahan atau dengan menaikkan biaya jasa kepada
konsumen untuk membebankan biaya dari pembuat aturan di tempatnya berusaha.
Alasan utama pemerintah melakukan intervensi di industry farmasi adalah untuk
melindungi kesehatan masyarakat luas karenan berdampak pada peretumbuhan
ekonomi. Pada sector finansial, alasan dari intervensi pemerintah adalah untuk
menstimulus pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan transparansi keuangan dan
membangun keamanan dalam berfinansial.
Intervensi pemerintah dibenarkan hanya dalam kasus adanya posisi dominan
yang menyalahgunakan posisi, atau dalam kasus penciptaan kekuatan pasar dengan
cara anti-persaingan. Aspek ini menyiratkan bahwa intervensi pemerintah harus
berfokus pada tujuan, alasan dan efek dari integrase yang mungkin memiliki efek
positif dan negative dari sudut pandang kesejahteraan ekonomi. Intervensi pemerintah
biasanya disebut dengan kebijakan persaingan yang secara umum ditetapkan oleh
otoritas persaingan (Lembaga di Indonesia adalah KPPU).
Competition Authority
Secara umum, otoritas persaingan hanya akan dapat mengintervensi dalam tiga
situasi yaiyu:
1. Ketika kekuatan pasar disalahgunakan oleh perusahaan dominan yang ada.
Dalam kasus perusahaan dominan, penyalahgunaan dapat didefinisikan secara
longgar sebagai perilaku yang bermanfaat bagi perusahaan, namun berdampak
buruk pada pelanggan dan/atau supplier yang pada akhirnya konsumen.
2. Dalam mencegah kemungkinan penyalahgunaan posisi dominan ketika
penggabungan beberapa perusahaan.
Otoritas persaingan akan mencoba untuk menilai apakah penggabungan beberapa
perusahaan (integrase vertikal, horizontal, akuisisi atau merger bentuk lainnya)
akan mengubah struktur pasar sedemikian rupa sehingga persaingan dapat
4
dikurangi secara substansial. Otoritas persaingan dapat memblokir merger, salah
satunya dengan mengenakan sanksi dan memaksa perusahaan menjual sebagian
dari bisnis mereka.
3. Ketika kekuatan pasar diberikan sebagai akibat dari kolusi eksplisit oleh kartel.
Dalam kasus kolusi eksplisit (kartel), memungkinkan penetapan harga yang lebih
tinggi, kuantitas yang lebih rendah atau penetapan wilayah geografis yang diberikan
kepada anggota dari kartel. Ini akan selalu mengarah pada harga yang lebih tinggi,
karena perjanjian dimaksud untuk menciptakan kekuatan pasar dengan tidak bersaing
pada harga, kuantitas atau area operasi
3. Principal-Agent Problem
Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham
(shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen
merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi
kepentingan pemegang saham. Karena mereka dipilih, maka pihak manejemen harus
mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham. Prinsip
utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi
wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi)
yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut ”nexus of contract”.
Didalam hubungan kerjasama ini meskipun prinsipal adalah pihak yang
memberikan wewenang kepada agen, namun prinsipal tidak boleh mencampuri
urusan teknis dalam operasi perusahaan. Didik J. Rachbini di dalam bukunya
mengatakan bahwa masalah-masalah yang terjadi di dalam teori prinsipal agen/ teori
keagenan ini disebabkan oleh informasi yang asimetri (asymmetric information).
Asimetri informasi merupakan suatu kondisi dimana pihak manajemen lebih banyak
mengetahui kondisi internal perusahaan dibandingkan principal yang dalam hal ini
adalah shareholder.
Karena kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui
oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat
melakukan tindakan diluar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak
dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan hal ini
merupakan Moral Hazard (J).
Untuk mengatasi hal tesebut maka prinsipal harus mengeluarkan biaya diluar
biaya produksinya yang jumlahnya tidak sedikit, hal ini guna memberikan insentif
5
kepada agen agar bertindak sesuai dengan yang diinginkan prinsipal. Gaji yang besar
yang diberikan oleh prinsipal tidak serta merta membuatnya percaya kepada agen
akan menjalankan tugas seperti yang diinginkan prinsipal,yaitu mendapatkan
keuntungan yang besar untuk perusahaan miliknya. Hal ini terjadi karena masing-
masing pihak berusaha untuk memaksimalkan utilitinya.
Kontrak dan Kompensasi
a. Kontrak Kerja
Perusahaan sebagai prinsipal yang mempekerjakan agen akan berpikir berulang-
ulang kali untuk mengatur desain kontrak yang sesuai dan restruktukrisasi sistem
insentif. Hal ini dapat dilakukan wawancara yang intens pemeri kerja dengan
pekerja sehingga informasi yang didapatkan cukup memadai, terutama dalam hal
kinerja pekerja dan kompensasi untuk pekerjanya. Perbedaan kuantitas dan
kualitas informasi mengenai kinerja pekerjanya akan berpengaruh juga didalam
menentukan wujud kontraknya.
b. Kompensasi Non Finansial
Sistem insentif yang diberikan kepada pekerja tidak harus selalu berupa uang,
insentif atau kompensasi non-finansial merupakan bagian yang tidak kalah
penting dibandingkan dengan insentif finansial. Bahkan apabila prinsipal
mengembangkan sistem insentif non-finansial maka harapan agen dapat bertindak
sesuai dengan keinginan prinsipal dapat lebih terlaksana.
PEMBAHASAN
9
b. Dalam hal penyediaan obat generic, terkadang tidak semua rumah sakit
menyediakan seluruh obat generic yang terdapat dalam daftar oebat yang
ditanggung oleh BPJS. Dengan alasan ketidak tersediaan obat pihak
penyedia layanan kesehatan yang seharusnya dapat menyediakan obat
yang akan ditanggung BPJS membebankan biaya pembelian obat
terhadap peserta , sehingga lagi-lagi peserta BPJS menjadi pihak yang
ditugikan padahal mereka sudah membayar iuran kepesertaan tetapi
manfaat yang dirasakan tidak maksimal.
4. Kasus defisit anggaran dan keterlambatan pembayaran tanggungan dari PT.
BPJS Kesehatan. Data tahun …… menjukan bahwa keuangan PT. BPJS
mengalami defisit, hal ini mungkin yang menjadi penyebab kasus
keterlambatan pembayaran tanggungan BPJS kepada fasilitas pelayanan
kesehatan yang muncul akhir-akhir ini. Hal ini menimbulkan ekternalitas
negatif bagi para penyedia jasa layanan kesehatan baik lembaga pelayanan
kesehatan itu sendiri, dokter, perawat dan komponen pelayanan kesehatan
lainnya. Masaah deficit anggaran dan keterlambatan pembayaran secara
finansial mengancam keberlangsungan PT. BPJS Kesehatan itu sendiri
maupun Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Keterlambatan pembayaran
mengancam terselenggaranya pelayanan kesehatan terutama di fasilitas
pelayanan kesehatan milik pemerintah yang sebagian besar pasien yang
ditangani adalah masyarakat peserta BPJS dan mengandalkan pendaan dari
pemerintah.
10
KESIMPULAN & REKOMENDASI KEBIJAKAN
11