Anda di halaman 1dari 7

ALLAH YANG LUAR BIASA

Nama : Gideon Otto Biantong


Nats : Keluaran 12:29-42
Tujuan :

Kehidupan kita tidak pernah terlepas dari kehadiran dan campur tangan Allah. Di dalam
setiap aspek kehidupan kita ini Allah selalu melakukan karya-karya-Nya dengan luar biasa. Namun
yang menjadi permasalahan adalah seringkali kita tidak menyadari bahkan sulit untuk mengakui
bahwa di dalam setiap aspek dan setiap detik kehidupan kita itu, Allah sedang bekerja dengan luar
biasa. Keteraturan alam dan pola kehidupan yang kita alami seringkali membuat kita tidak
menyadari akan adanya kuasa tangan Allah yang bekerja secara luar biasa untuk kita. Kalau kita
bisa bernafas dengan bebas tanpa harus membayar atau membeli oksigen yang kita hirup , bukankah
itu hal luar biasa yang tidak bisa dilakukan oleh siapapun kecuali oleh Tuhan. Kalau kita bisa hidup
dan beraktivitas sebagaimana adanya seperti sekarang ini, bukankah ini juga merupakan suatu hal
yang luar biasa yang telah Allah lakukan di dalam kehidupan kita. Cepat atau lambat, mau atau
tidak mau, kita harus menyadari dan mengakui bahwa Allah yang kita percaya adalah Allah yang
sanggup bekerja dengan luar biasa. Dari perikop yang telah kita baca pada pagi ini kita akan belajar
dua alasan mengapa Allah yang kita percaya merupakan Allah yang sanggup bekerja dengan luar
biasa. Kedua alasan tersebut adalah karena :
1. Allah yang kita percaya adalah Allah yang berdaulat (29-32, 42)
Allah yang berdaulat berarti Allah yang mempunyai kemerdekaan secara mutlak untuk
melakukan kehendak-Nya kapan saja dan dimana saja tanpa dapat dibatasi oleh apa pun dan oleh
siapa pun. Ini berarti kedaulatan Allah tidak dapat dibatasi oleh waktu, ini juga berarti tidak
dibatasi oleh tempat ataupun oleh pribadi yang seperti apapun. Kedaulatan Allah yang tidak dapat
dibatasi oleh waktu ini terlihat dengan jelas dalam ayat 29, “Maka pada tengah malam TUHAN
membunuh tiap-tiap anak sulung di Mesir”, dalam hal ini kita melihat bahwa Allah dapat bertindak
kapan saja termasuk pada tengah malam, tatkala mungkin segala kegiatan seharusnya terhenti.
Kedaulatan Allah juga tidak dapat dibatasi oleh tempat terlihat jelas tatkala Allah membunuh semua
anak sulung orang Mesir yang tinggal di istana ataupun anak sulung orang-orang Mesir yang ada
dalam penjara. Lebih dari itu kedaulatan Allah juga tidak dapat dibatasi oleh Firaun dengan
kekerasan hatinya.

1
Tema “mengeraskan hati” tercatat dua puluh kali antara Keluaran 4 dan 14. Dari dua puluh
kali penyebutannya, 10 kali diantaranya disebutkan bahwa Allah sendiri-lah yang mengeraskan hati
Firaun, dan hal ini telah dua kali dinyatakan Allah kepada Musa dalam Kel. 4:21 dan Kel. 7:3.
Dalam lima tulah yang pertama, Alkitab mencatat sebanyak 10 kali Firaun berusaha untuk
mengeraskan hatinya sendiri(Kel. 7:13,14,22; 8:15,19,32; 9:7, 34,45 dan 13:15). Dalam ayat-ayat
tersebut jelas kita menemukan bahwa Firaunlah yang selalu mengeraskan hatinya sendiri selama
berlangsungnya tulah-tulah ini. Tanda-tanda mujizat yang Tuhan nyatakan dalam tulah-tulah itu
tidak pernah melunakkan hati Firaun ataupun membuatnya mengakui bahwa Yahweh-lah satu-
satunya Allah yang benar. Sebaliknya, Firaun malah menjadikan bukti ini sebagai dasar pengerasan
hatinya.
Kekerasan hati Firaun telah menimbunkan murka TUHAN atas dirinya dan juga bangsa
Mesir, dan puncak murka Allah atas kekerasan hatinya ini akhirnya dinyatakan TUHAN melalui
suatu tulah yang tidak dapat dihindarinya lagi, yaitu kematian seluruh anak sulung orang Mesir.
Dari mulai anak sulung Firaun yang akan menjadi pewaris tahtanya sampai dengan anak sulung
orang tawanan yang ada di liang tutupan, bahkan anak sulung hewan. LAI Terjemahan Lama
memberikan terjemahan yang lebih jelas untuk orang tawanan yang ada dalam liang tutupan ini
sebagai orang yang terbelenggu dalam penjara, yang menunjuk kepada orang-orang yang berada
dalam hukuman. Akan tetapi catatan dalam Kel 11:5 sepertinya berbeda dengan catatan dalam
12:29, dalam Kel 11:5 dicatat budak perempuan yang menghadapi batu kilangan (sahaja
perempuan yang dalam penggilingan-LAI TL), sedangkan dalam Kel 12:29 dicatat orang tahanan
yang ada di liang tutupan (orang yang terbelenggu dalam penjara), yang menunjuk kepada orang-
orang yang memiliki status sosial yang jauh lebih rendah daripada Firaun ditahtanya. Akan tetapi
keduanya pada dasarnya ingin menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan status sosial ataupun
kedudukan yang menyebabkan tulah itu tidak dijatuhkan kepada orang-orang Mesir. Anak Firaun
dan anak orang-orang tawanan sama-sama terbaring kaku pada malam itu. Ini menunjukkan bahwa
Allah berkuasa dan berdaulat atas seluruh kehidupan di dunia ini, termasuk kehidupan dari orang-
orang yang paling berharga, yang paling diharapkan dan juga kehidupan orang-orang yang mungkin
paling dilindungi. Dari peristiwa ini kita dapat melihat bahwa pekerjaan Allah tidak dapat dibatasi
oleh keadaan ataupun oleh status manusia yang seperti apa pun.
Tulah yang dahsyat ini memang merupakan tanda murka-Nya tetapi juga menandakan
kemurahan-Nya, karena pada waktu itu TUHAN tidak melenyapkan semua anak manusia dan anak
hewan, tetapi hanya anak-anak sulung manusia dan hewan. TUHAN masih memberikan

2
kesempatan kepada Firaun, pegawai-pegawai dan rakyatnya untuk bertobat, yakni untuk
memenuhi tuntutan TUHAN dengan melepaskan Israel pergi. Pukulan yang keras itu sebenarnya
merupakan peringatan : “Kembalikanlah milik-Ku kepada-Ku!” Pukulan yang keras itu akhirnya
membawa perubahan dalam diri Firaun sehingga ia memanggil Musa dan Harun dengan
menyangkali ucapannya dalam 10:28 bahwa ia tidak akan melihat Musa dan Harun lagi.
Pemanggilan ini merupakan sebuah drama yang menggambarkan penaklukan diri Firaun yang
sempurna. Firaun menyatakan penolakannya kepada Musa dan bangsa Israel dengan menyuruh
mereka pergi. Dimulai dari Musa, Firaun menyuruh seluruh bangsa Israel dan kepunyaannya untuk
keluar dari Mesir.
Dari peristiwa ini terlihat bahwa gambaran keagungan Firaun yang mengagumkan telah
lenyap, ia harus melakukan apa yang perlu ia lakukan terhadap Musa, Israel dan TUHAN yang
menginginkan milik-Nya. Di sinilah Firaun harus menyadari dan harus mengakui bahwa yang
membuat dan yang berkuasa atas tulah-tulah itu bukanlah Musa dan Harun, akan tetapi Allah
sendiri. Sampai akhirnya Ia memohon agar Musa mau memintakan berkat bagi dirinya kepada
TUHAN Allah Israel, Yang berkuasa dan yang berdaulat, yang pernah dipertanyakan Firaun pada
saat pertemuan pertamanya dengan Musa (Kel. 5:2). Drama penaklukan diri ini juga merupakan
penyerahan diri Firaun yang telah mengklaim tidak adanya TUHAN, yang telah mencoba
menandingi mujizat-mujizat TUHAN.
Seperti dikatakan TUHAN dalam Kel. 3:20 dan 6:3 bahwa akan tiba waktunya, Firaun akan
membiarkan Israel umat kepunyaan TUHAN ini keluar dari Mesir. Maka pada malam itu, TUHAN
membuktikan kedaulatan dan kuasa-Nya, dan Ia tidak perlu lagi mengeraskan hati Firaun. Satu
malam saja telah mengubah keadaan yang telah berlangsung selama 430 tahun, yaitu suatu keadaan
yang penuh dengan ketakutan, kecemasan, kepedihan bahkan mungkin keputusasaan akibat
penindasan dari bangsa Mesir itu. Satu malam yang baik dan indah dalam perencanaan TUHAN
bagi umat kesayangan-Nya. Demikianlah pada malam itu menjadi suatu malam berjaga-jaga untuk
seluruh orang Israel, turun temurun, sebab tepat pada malam itu TUHAN yang sesungguhnya tidak
terlelap dan tidak tertidur (Mzm. 121:4) berjaga-jaga secara istimewa bagi bangsa Israel itu (40-42).
Di dalam kedaulatan-Nya, Ia menggenapi seluruh rencana bagi umat kesayangan-Nya dengan
sempurna dan tepat pada waktu-Nya. Di dalam kedaulatan-Nya juga Allah telah menggenapi
rencana-Nya melalui kedatangan dan kematian Anak-Nya yang tunggal yaitu Yesus Kristus, yang
dengan kematian-Nya telah menebus dan melepaskan setiap orang yang mau percaya kepada-Nya
dari segala perbudakan dosa.

3
Aplikasi :
Sdr, kedaulatan Allah yang luar biasa sebenarnya sudah sering kita dengar dan bahkan
pernah kita alami. Akan tetapi seringkali kita masih meragukan dan mempertanyakan kedaulatan-
Nya itu. Sehingga seringkali juga kita begitu takut dan kuatir ketika menghadapi realita maupun
tantangan dan pergumulan hidup yang ada di hadapan kita. Setiap kali kita masih kuatir ketika akan
memasuki semester baru atau tahun yang baru. Bahkan tidak jarang kita juga begitu kuatir ketika
kita harus dan akan menyelesaikan sebuah tanggung jawab yang sama sekali baru, ataupun ketika
kita akan memasuki sebuah ladang yang baru dengan pengalaman yang baru. Seringkali kekuatiran
kita ini membuat kita menganggap Allah hanya sebagai Allah yang mati, yang ruang gerak-Nya
terbatas. Tidak jarang pula kekuatiran kita ini membuat kita tidak bisa lagi mempercayai Dia,
bahwa Dia adalah Allah yang berdaulat, yang dapat bekerja sesuai dengan kehendak-Nya tanpa
dapat dibatasi ataupun dicegah oleh apapun dan siapapun. Sdr, akankah kita terus membiarkan
kekuatiran itu menggerogoti iman kita, sementara itu Allah telah menunjukkan kedaulatan-Nya
sejak awal dunia diciptakan, dalam kehidupan bapak-bapak beriman bahkan juga dalam kehidupan
kita pada masa kini. Apalagi yang menjadi pertimbangan kita untuk tidak mempercayai kedaulatan-
Nya yang sanggup melakukan segala rencana-Nya sampai bagian yang terkecil sekalipun di dalam
kehidupan kita ini?

Alasan kedua mengapa Allah yang kita percaya adalah Allah yang sanggup bekerja dengan luar
biasa adalah karena :

2. Allah yang kita percaya adalah Allah tidak pernah berubah (29-30,35-36,40).
Allah yang kita percaya adalah Allah yang tidak pernah berubah (Ayub23:13). Apa pun
yang pernah dikatakan Allah mengenai diri-Nya sendiri tidak pernah perlu diperbaiki; apa pun yang
dengan ilham Roh Kudus dikatakan oleh para nabi dan para rasul mengenai Allah tidak akan pernah
dibatalkan. Di dalam diri Allah tidak mungkin ada perubahan (Yak. 1:17). Allah tidak pernah
berubah, jadi segala apa yang dikatakan dan diperbuat-Nya harus tetap tidak berubah.
Manusia bisa menjadi tidak setia dan berubah karena keinginan, ketakutan, kelemahan,
kehilangan minat atau karena pengaruh yang besar yang datang dari luar. Akan tetapi, tidak ada
salah satu hal yang disebutkan di atas yang dapat mempengaruhi Allah dengan cara bagaimanapun.
Hakekat dan perbuatan Allah tidak pernah berubah karena Ia adalah Allah. Allah tidak dapat
dipaksa oleh sesuatu di luar diri-Nya sendiri, tetapi Ia senantiasa berkata dan berbuat sesuatu karena

4
alasan yang ada di dalam diri-Nya sendiri, atas kehendak-Nya sendiri sebagaimana disenangi-Nya.
Allah yang tidak berubah dalam perikop yang kita baca pagi ini terlihat dalam ketidakberubahan
Firman-Nya (Mzm. 89:35).
Ketidakberubahan firman-Nya ini terbukti dalam penggenapan atas rencana pembebasan-Nya
bagi umat Israel. Dalam firman-Nya kepada Abraham dalam Kej. 15:13-16, Allah telah berfirman
bahwa Ia akan membebaskan umat-Nya dari perbudakan dan penganiayaan bangsa Mesir. Dalam
firman-Nya kepada Musa dalam Kel. 3:8,17, Allah berfirman bahwa Ia sendirilah yang akan
membebaskan dan menuntun bangsa Israel itu keluar dari tanah Mesir. Tetapi dalam pasal 3 di
ayat 19-20, juga dengan jelas Tuhan berfirman bahwa “Raja Mesir tidak akan membiarkan bangsa
Israel pergi, kecuali dipaksa oleh tangan yang kuat” seperti ditegaskan Allah dalam firman-Nya di
dalam Kel. 5:24. Dan tangan Tuhan yang kuat itu nyata melalui kematian anak-anak sulung seperti
yang difirmankan Tuhan kepada Musa dalam Kel. 4:22-23. Itulah sebabnya mengapa Firaun tidak
membiarkan Israel pergi sejak Mesir mengalami bau busuk yang hebat akibat air yang berubah
menjadi darah atau ketika lalat pikat, nyamuk, hujan es dan kegelapan menimpa Mesir. Ini semua
karena di balik seluruh tulah yang menimpa Mesir ini Allah ingin menyatakan kemurahan-Nya
sekaligus penggenapan akan firman yang telah diucapkan-Nya.
Selanjutnya di dalam ayat 35-36 , kita juga menemukan perubahan hati bangsa Mesir seperti
firman Tuhan dalam Kel. 3:21-22; 11:2-3. Latar belakang peristiwa ini terletak pada janji Allah
yang diberikan kepada Abraham dalam Kej. 15:14, bahwa bangsa Ibrani akan meninggalkan Mesir
“dengan membawa harta benda yang banyak”. Allah mengulangi janji itu kepada Musa bahwa
Israel “tidak akan pergi dengan tangan hampa” (Kel. 3:20-21) dari Mesir. Allah sendirilah yang
mengatur hati bangsa Mesir terhadap Israel (Mzm. 106:46 mengatakan, “diberi-Nya mereka
mendapat rahmat dari pihak semua orang yang menawan mereka”). Meskipun Musa “sangat
terpandang” di mata orang Mesir (Kel. 11:3), mempunyai reputasi yang sama dengan para ahli sihir
(Kel. 8:18-19), atau sama dengan para pejabat istana (Kel. 9:20; 10:7) dan bahkan seperti Firaun
sendiri (Kel. 9:27; 10:16), tetapi bukan hal-hal itu yang membuat hati bangsa Mesir berubah.
Pengakuan rakyat Mesir bahwa Allah beserta dengan Musa dan bangsanya inilah yang
menyebabkan mereka menjadi sangat bermurah hati dan inilah yang dicatat dalam Alkitab. Yang
harus dilakukan oleh bangsa Israel pada saat itu hanyalah meminta. Bangsa Mesir sudah siap
mengakui bahwa Israel sesungguhnya telah diperlakuk2an dengan sewenang-wenang dan bahwa
telah sangat nyata Allah hadir dalam kehidupan bangsa Israel sehingga mereka dapat memberikan
dengan murah hati.

5
Tetapi lebih dari itu sesungguhnya bangsa Israel dan Musa serta kita pada masa kini dapat
melihat bahwa Allah yang kita percaya adalah Allah yang setia kepada firman yang telah
diucapkan-Nya, Ia tidak akan berkompromi dan Ia tidak perlu dibujuk. Allah tidak dapat dibujuk
maupun dipengaruhi agar mengubah firman-Nya, apapun yang difirmankan-Nya itulah yang
dilakukan dan digenapi-Nya. Ketidakberubahan firman-Nya ini juga terbukti dengan kematian
Yesus yang telah difirmankan-Nya sejak beribu-ribu tahun yang lalu, yaitu sejak Adam - manusia
pertama itu – jatuh ke dalam dosa (Kej. 3:15)

Ilustrasi :
A. W. Tozer dalam bukunya Mengenal yang Maha Kudus menulis:“Ketidakberubahan Allah
akan nampak indah sekali jika dibandingkan dengan manusia yang selalu berubah-ubah. Di dalam
diri Allah tidak mungkin ada perubahan; di dalam diri manusia tidak mungkin tidak terjadi
perubahan, semua tidak ada yang tetap. Setiap orang kadang-kadang tertawa dan kadang-kadang
menangis, kadang-kadang bekerja dan kadang-kadang bermain, dan kemudian harus memberikan
tempat mereka kepada yang akan mengikuti jejaknya dalam lingkaran yang tiada akhir”.

Aplikasi :
Sdr, dari pernyataan Tozer ini kita mendapatkan keyakinan bahwa Allah kita adalah Allah
yang dapat dipercaya. Ia dapat diandalkan karena Ia tidak pernah berubah dan tidak pernah
mengubah firman-Nya kepada kita. Jika Dia adalah Allah yang tidak pernah berubah dan dapat
diandalkan, apalagi yang menjadi alasan bagi kita untuk kuatir? Pertimbangan-pertimbangan logis
apalagi yang menjadi penghambat bagi kita untuk mempercayai-Nya dan menyerahkan hidup kita
seutuh-Nya ke dalam tangan pemeliharaan-Nya? Akankah Allah yang firman-Nya tidak pernah
berubah ini mengalami perubahan pada zaman ini ? Tentu tidak, bukan ? Oleh sebab itu sudah
seharusnyalah kita mengakui dan mempercayai-Nya sebagai Allah yang dapat diandalkan di
sepanjang kehidupan kita, juga pada saat kekuatiran, kecemasan, keraguan, ketakutan, tantangan
yang berat dan bahkan kegagalan sekalipun ada di hadapan kita.

Penutup :
Sdr, kehidupan kita tidak pernah terlepas dari kekuatiran, keraguan, ketakutan, tantangan,
kecemasan ataupun kegagalan, akan tetapi kita memiliki Allah yang sanggup bekerja dengan luar

6
biasa, mengatasi segala kekuatiran, ketakutan, keraguan, tantangan maupun kegagalan dalam
menghadapi realita hidup ini. Karena Allah yang kita percaya adalah Allah yang berdaulat dan Ia
adalah Allah yang tidak pernah berubah.

Anda mungkin juga menyukai