BAB I
PENDAHULUAN
Gereja yang hidup adalah gereja yang bermisi, Realitas konteks gereja selalu berubah
dan gereja hidup dalam perubahan itu. Kemajuan di bidang teknologi tak luput dari
area dimana gereja juga harus berurusan dan mengambil peran sebagai garam dan
terang. Dalam situasi seperti saat ini, gereja kembali diuji untuk tetap menjalankan
fungsinya. Dari waktu ke waktu, oleh topangan rahmat Tuhan, gereja telah
menunjukkan keteguhan eksistensi kontekstualisasinya sebagai perwujudan tugas dan
panggilan: persekutuan, pelayanan dan kesaksian. Gagasan tentang gereja metaverse
adalah sebuah tawaran kehidupan menggereja pada masa kini. Dunia virtual reality
meskipun di satu sisi memiliki potensi untuk disalahgunakan untuk
kepentingan-kepentingan tertentu; namun disisi lain dapat menjadi peluang di mana
gereja memiliki cara pandang baru dalam memandang realitas Allah yang transenden.
Ketimbang melihat realitas pemanfaatannya dengan segala ancamannya, sudah
waktunya gereja memberikan manfaat baru bagi pembangunan komunikasi,
komunitas dan pemuridan.
Salah satu pertanyaan yang dapat menjadi diskusi sekaligus refleksi akan gereja di
dunia digital adalah, “apakah mungkin bagi orang untuk berjumpa dengan Allah di
dunia digital?” Ini adalah pertanyaan yang sangat penting dalam rangka membentuk
kembali arah misi masa depan gereja.
Hal yang sama terkait pengetahuan yang terus maju mengikuti zamannya, secara
khusus dalam kehidupan bergereja, Pengakuan Gereja Toraja mengatakan “ Ilmu
Pengetahuan adalah anugerah Allah yang dapat membawa manusia kepada usaha
pembangunan untuk perbaikan dan pengembangan kehidupan bagi kemuliaan Allah.
Anugerah Allah itu menuntut tanggung jawab yang besar karena kecenderungan
manusia menyalahgunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan diri,
kelompok, dan golongan masing-masing, merusakkan alam, saling membinasakan
dan bahkan menyangkal Allah.
Dari beberapa kajian terkait kebaktian/ibadah online, terlihat bahwa ada
elemen-elemen pada layanan ibadah online (seperti pengumuman, persembahan,
pemberitaan Firman Tuhan atau mendengarkan pujian) biasanya mudah untuk
dilakukan secara online (live streaming), tetapi bagian-bagian ibadah dari gereja yang
mengandung unsur relasional/interaksi (seperti mendoakan seseorang, mendengarkan
koor, memberi respon saat Firman Tuhan disampaikan, Bertemu setelah kebaktian dan
kehadiran secara fisik) seringkali merupakan hal yang biasa diabaikan dalam ibadah
gereja metaverse. Dari semua bentuk pelayanan yang dilakukan gereja, Perjamuan
kudus mempunyai tempat yang berbeda dan merupakan bagian paling kontroversial
dari penyelenggaraan ibadah secara virtual.
Dari uraian diatas, penulis melihat sebuah hal yang menarik, yakni bagaimana
menelaah secara teologis dalam sakramen Perjamuan kudus dan tradisi gereja, Di era
revolusi industri 4.0 ini, apakah mungkin untuk melakukan sakramen Perjamuan
kudus dalam dunia virtual. Hal ini juga membantu kita memahami hakikat gereja
sebagai gereja yang bermisi dan hidup dalam perubahan bergerak ke arah keutuhan
tubuh Kristus.
Hal ini menarik perhatian saya ketika sebuah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk
direfleksikan dalam terang pemahaman Allah yang Transenden. Tentu Anugerah
Allah melalui Ilmu pengetahuan dapat membawa manusia kepada usaha
pembangunan untuk perbaikan dan pengembangan kehidupan bagi kemuliaan Allah,
Di tengah gempuran perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang
semakin cepat dan di tengah persaingan digital di era revolusi industri 4.0 ini. Oleh
karena itu tulisan ini berjudul: Gereja dan Metaverse; dengan subjudul ;