Anda di halaman 1dari 9

STANDAR PROSEDUR OPRASIONAL (SPO)

NIFAS/POSTPARTUM
Nomor Dokumen :
Nonor Revisi :
Halaman :

Tanggal Terbit :................................


Ditetapkan Oleh
Penanggungjawab Program KIA Kepala Puskesmas

Lindawaty Marbun, Amd Keb Ketut Durdana


NIP. 19780107 200604 2 016 NIP. 19620510 198503 1 015

Pengertian Pemeriksaan fisik pada ibu pasca persalinan.


Tujuan Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
        

Memastikan involusi uteri berjalan normal: uterus berkontraksi, fundus di bawah


        

pusat, tak ada perdarahan abnormal,  tak ada bau.


Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda
        

penyulit.
Indikasi Ibu pasca persalinan, mulai dari 24 jam pertama hingga 6 minggu.
Persiapan alata.       Tensi
b.      Stetoskop
c.       Sarung tangan (handscoon)
d.      Kom berisi kapas sublimat dan air DTT
e.       Bengkok
f.       Larutan chlorine 0,5%
Persiapan Menyapa klien dengan ramah
        

pasien Memposisikan pasien dengan baik


        

Menutup ruangan/menjaga privasi klien.


        

Prosedur 1.      Mencuci tangan secara efektif dan memakai handscoon.


2.      Melakukan infrome consent
3.      Memeriksa tanda vital sign (tensi, suhu, nadi dan pernafasan)
4.      Melakukan pemeriksaan pada muka ibu (mata conjungtiva pucat/tidak, sclera
ikterus/tidak, muka udema/tidak.

5.      Melakukan pemeriksaan payudara:


Meminta pasien berbaring dengan lengan kiri di atas kepala, kemudian palpasi
        

payudara kiri secara sistematis sampai ke ketiak, raba adanya masa, benjolan yang
membesar, pembengkakkan ata abses.
Ulangi prosedur pada lengan kanan dan palpasi payudara kanan hingga ketiak.
        
6.      Melakukan pemeriksaan abdomen:
Periksa bekas luka jika operasi baru.
        

Palpasi untuk mendeteksi ada atau tidaknya uterus diatas pubis (involusi uteri).
        

Palpasi untuk mendeteksi adanya masa atau kelembekan (konsistensi uterus)


        

7.      Memeriksa kaki untuk:


Varises vena.
        

Kemerahan pada betis.


        

Tulang kering, pergelangan kaki, jika adanya edema maka perhatikan tingkat
        

edema, pitting jika ada.


8.      Menekuk betis untuk memeriksa nyeri betis (tanda-tanda human positif/tanda-
tanda tromboflebitis).
9.      Mengenakan handscoon.

10.  Membantu pasien pada posisi untuk pemeriksaan genetalia dan perineum (dengan
menggunakan handscoon dan memasang perlak):
Memposisikan pasien litotomi.
        

Melakukan vulva hygine.


        

Perhatikan lochea (bau, warna dan konsistensi).


        

Perhatikan perineum (bekas jahitan).


        

11.  Memberitahu klien tentang hasil pemeriksaan.


12.  Melepaskan handscoon dan menaruh dalam larutan klorin 0,5%.
13.  Pasien dirapikan dan membereskan alat.
14.  Mencuci tangan dengan sabun dang mengeringkan dengan handuk yang bersih.
15.  Mendokumentasikan hasil tindakan.
STANDAR PROSEDUR OPRASIONAL (SPO)
PENCEGAHAN PENDARAHAN PADA KALA NIFAS DINI
Nomor Dokumen :
Nonor Revisi :
Halaman :

Tanggal Terbit :................................


Ditetapkan Oleh
Penanggungjawab Program KIA Kepala Puskesmas

Lindawaty Marbun, Amd Keb Ketut Durdana


NIP. 19780107 200604 2 016 NIP. 19620510 198503 1 015

Pengertian Mencegah terjadinya perdarahan yang patologis pada kala nifas dini yaitu perdaralran
  lebilr dari 500 cc setelah plasenta lahir sampai 24 jam pertarna setelah persalinan.
Tujuan Untuk mencegah terjadinya perdarahan yang patologis pada kala nifas dini yaitu
perdaralran lebih dari 500 cc setelah plasenta lahir sampai 24 jam pertama setelah
persalinan.
 Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal
 Prosedur 1. INDIKASI
1.1. Terjadi perdarahan kala nifas (lebih atau diduga lebih 500 cc sejak      plasenta
lahir.
2. Petunjuk :
2.1 Perhitungan secara visual (sulit karena sering sudah menggumpal    atau meresap
dalam kain)
2.2  Atau dengan monitoring tanda vital dan menghitung dalam formula Giesecke
3. Penatalaksanaan
3.1. Pemasangan infus ukuran besar apabila belum terpasang, bila    pendarahan
banyak dan syok berat sebaiknya dipasang lebih dari satu saluran infus.
3.2.   Pemberian cairan pengganti (RL/PZ) sesuai dengan formula Giesecke.
3.3.   Pemasangan kateter tetap den mengukur produksi urine secara berkala.
3.4.   Monitor tanda vital secara intensif selarna pertolongan diberikan.
3.5.   Massage uterus atau kompresi bimanual.
3.6.  Pernberian uterotonika kalau perlu secara kontinyu melalui drip, dengan 20 – 30
unit oksitosis dalam 1000 cc cairan kristaloid dengan kecepatan 200 cc/jam
Quilligan menganjurkan pemberian oksitosin 10 – 20 unit RL 5000 cc/jam
disertai massege bimanual kemudian intermitten fundal massege selama 10 – 20
merit dilakukan selama beberapa jam sampai kontraksi uterus cukup keras tanpa
stimuli.
3.7.  Apabila setelah pemberian oksitosis dalam 1000 cc cairan tidak berhasil dapat
diberikan derifat ergot atau prostagladin.
3.8. Penggunaan tampon uterus mungkin berhasil untuk menghentikan perdarahan
karena atonia yang gagal dengan obat-obatan: Pernasangan tampon harus secara
hati-hati den secara padat. Bahaya adalah memberi rasa aman yang semu
sehingga menunda tindakan definitif yang perlu. Tampon yang padat menyerap
darah sampai 1000 cc. Untuk mencegah infeksi sebaiknya diberikan antibiotika
dan diangkat dalam 24 jam.
3.9.  Apabila usaha di atas juga gagal maka dapat dipertimbangkan tindakan operatif
yang ligasi arteria hypogastrika pada wanita yang masih ingin anak atau
    histerektomi bila sudah tidak menginginkan.
  STANDAR PROSEDUR OPRASIONAL (SPO)
PENJAHITAN ROBEKAN PERINEUM
Nomor Dokumen :
Nonor Revisi :
Halaman :

Tanggal Terbit :................................


Ditetapkan Oleh
Penanggungjawab Program KIA Kepala Puskesmas

Lindawaty Marbun, Amd Keb Ketut Durdana


NIP. 19780107 200604 2 016 NIP. 19620510 198503 1 015
 
 Pengertian Memperbaiki robekan perineum dengan jalan menjahir lapis demi lapis.
 
  Tujuan Sebagai pedoman agar robekan pada perineum baik, yang terjadi
akibat luka episiotomi maupun ruptur perineum spontan dapat
dijahit dengan benar.
 Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal

 Prosedur 1.    ETIOLOGI
Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana :
1.1.   Kepala janin terlalu cepat lahir
1.2.    Persalinan tidak dipimpim sebagaimana mestinya
1.3.    Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
1.4.    Pada persalinan dengan distoksia bahu

2.   JENIS/TINGKAT
2.1.   Robelan perineum dapat dibagi atas 3 tingkat  :
2.1.1.  Tingkat I  : Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau
tanpa mengenai kulit perineum sedikit.
2.1.2.  Tingkat Il : Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selain mengenai
selanput lendir vagina juga mengenai muskulus perinei transversalis, tapi
tidak mengenai sphinter ani.
2.1.3. Tingkat III : Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai
mengenai otot-otot sphinfer ani.

 2.2. Teknik menjahit robekan perineum :


2.2.1   Tingkat I   : Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan hanya
dengan memakai catgut yang dijahit secara jelujur (continouse suture) atau
dengan cara angka delapan (figure of eight).
2.2.2.   Tingkat II  : Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum
tingkat lt maupun tingkat III, jika dijumpai pinggir robekan yang
tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut yang
diratakan terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir
robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.
2.2.3. Mula mula otot dijahit dengan catgut, kemudian selaput lendir
vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur,
penjahitan selaput lendir vagina dimulai dari puncak robekan.
Terakhir kulit perineum dijahit dengan benang sutera secara
  terputus-putus.
   STANDAR PROSEDUR OPRASIONAL (SPO)
RUPTUR PERINEUM TOTAL
Nomor Dokumen :
Nonor Revisi :
Halaman :

Tanggal Terbit :................................


Ditetapkan Oleh
Penanggungjawab Program KIA Kepala Puskesmas

Lindawaty Marbun, Amd Keb Ketut Durdana


NIP. 19780107 200604 2 016 NIP. 19620510 198503 1 015

  
Pengertian Sejumlah tindakan untuk merawat ruptur perineum total.

Tujuan Perawatan Pasien dengan Ruptur perineum total.

Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal

 Prosedur PROSEDUR
1.    Menyiapkan dan memasang dauer catheter (selama 3 hari).
2.    Memberikan diet makanan lunak rendah serat (tanpa sayur).
3.    Memberikan obat sesuai dengan advis dokter (secara iv/im/oral)
3.1.   Antibiotik
3.2.   Analgesik
3.3.   Roborantia
3.4.   Laxantia
4.    Merawat luka perineum.
5.    Observasi penyuluhan tentang :
5.1. Mobilisasi bertahap
5.2. Diet makanan serat
5.3. Pentingnya menjaga kebersihan genetalila/diri dan   lingkungan.

 
 
 
   STANDAR PROSEDUR OPRASIONAL (SPO)
POST PARTUM DINI (DALAM 24 JAM)
Nomor Dokumen :
Nonor Revisi :
Halaman :

Tanggal Terbit :................................


Ditetapkan Oleh
Penanggungjawab Program KIA Kepala Puskesmas

Lindawaty Marbun, Amd Keb Ketut Durdana


NIP. 19780107 200604 2 016 NIP. 19620510 198503 1 015
 
 
Pengertian Suatu tindakan untuk merawat Pasien 2 jam pasca persalinan.

 Tujuan Sebagai pedoman perawatan pasien post partum di ruangan bersalin

 Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal

 Prosedur 1.    Memeriksa
1.1.   Tinggi fundus uteri.
1.2.   Kontraksi uterus.
1.3.   Perdarahan pervaginaan.
1.4.   Mengukur gejala kardinal tiap 4 jam.
1.5.   Memandikan pasien yang baru melahirkan.
1.6.   Merawat jahita.n perineum.
1.7.   Memeriksa dan mengawasi keluarnya ASI.
1.8.   Membantu ibu meneteki bayinya.
1.9.   Observasi keluhan sesudah melahirkan :
1.9.1.    Adanya kesulitan BAK.
1.9.2.    Adanya keluhan tentang laktasi.
1.9.3.    Adanya nyeri karena his postpartum.
1.9.4.    Adanya nyeri pada symphisis.
1.10. Memberikan penyuluhan tentang :
1.10.1. Gizi ibu nifas.
1.10.2. Perawatan payudara dan laktasi.
6.1.10.3. Kebersihan diri dan lingkungan.
6.1.10.4. KB yang cocok bagi ibu nifas.
6.1.10.5. Perawatan bayi (tali pusat).
6.1.10.6. Perawatan jahitan perineum.
1.11. Untuk partus fisiologis perawatan ibu di ruangan bersalin maksimal 3 (tiga) hari.
    STANDAR PROSEDUR OPRASIONAL (SPO)
MENYUSUI BAYI YANG BENAR
Nomor Dokumen :
Nonor Revisi :
Halaman :

Tanggal Terbit :................................


Ditetapkan Oleh
Penanggungjawab Program KIA Kepala Puskesmas

Lindawaty Marbun, Amd Keb Ketut Durdana


NIP. 19780107 200604 2 016 NIP. 19620510 198503 1 015

 
 
 Pengertian Suatu urutan tindakan untuk menyusui bayi yang benar.

Tujuan Sebagai pedoman untuk pelaksanaan menyusui bayi secara benar.

 Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal

 Prosedur 1.    Ibu dalam posisi :


1.1.   Duduk
1.2.   Berbaring
1.3.   Berdiri
 
2.    Cara memegang bayi, posisi perut bayi menempel pada perut ibu.
3.    Cara memegang bayi, posisi perut bayi menempel pada perut ibu.
1. Cara memegang payudara dengan ibu jari berada dibagian payudara
bagian atas, 4 jari bagianpayudara bawah.
2.   Memasukkan putting susu sampai areola mamae.
3.  Memperhatikan posisi putting susu dalam mulut bayi sehingga bayi
kelihatan menghisap dengan kuat.
4. Cara melepas putting susu dengan ujung jari kelingking dimasukkan
ke lidah satu sisi mulut bayi.
5.  Menyusui dengan memberikan kedua payudara.
6.  Menyusui tidak terjadual.
7. Menyendawakan bayi setelah menyusu dengan cara menggendong
bayi tegak dengan kepala bersandar pada pundak ibu kemudian
menepuk punggungnya perlahan-lahan.

 
   STANDAR PROSEDUR OPRASIONAL (SPO)
PEMERIKSAAN VAGINAL
Nomor Dokumen :
Nonor Revisi :
Halaman :

Tanggal Terbit :................................


Ditetapkan Oleh
Penanggungjawab Program KIA Kepala Puskesmas

Lindawaty Marbun, Amd Keb Ketut Durdana


NIP. 19780107 200604 2 016 NIP. 19620510 198503 1 015
  
 
   
 Pengertian  Suatu tindakan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah ke dalam vagina untuk
  pemeriksaan ginekologi.
  Sebagai pedoman untu.k pemeriksaan vaginal dibidang Ginekologi, agar pasien
Tujuan mengerti dan faham akan tujuan pemeriksaan.
 Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal
Prosedur 1.   Konseling
1.1.   Menerangkan maksud dan tujuan petneriksaan vaginal  pada pasien.
2.   Persiapan Tindakan
2.1.  Syarat :
2.1.1.    Dilakukan dengan halus dan hati-hati.
2.1.2.    Dilakukan dalam keadaan steril.
2.1.3.    Dilakukan dengan pendamping tenaga paramedik atau keluarga pasien.
2.2.   Indikasi
2.2.1. Pada perneriksaan kesehatan ginekologik berkala (check up).
2.2.2. Bila ada keluhan dan atau kelainan yang diduga berasal dari organ genitalis.

2.3    Indikasi Kontra


2.3.1.    Masih virgin
2.3.2.    Dalam hal ini dilakukan pemeriksaan rektal.
    2.4.   Persiapan Sebelum Tindakan
2.4.1. Pasien disiapkan pada tempat tidur atau meja yang memungkinkan posisi
litotomi dan kedua paha terbuka.
2.4.2. Peralatan: Kapas yang direndam cairan antiseptik, spekulum, cunam,
tampon, kasa tekan; kasa tampon.

3. Tindakan Pemeriksaan
3.1. Pasien diletakan dalam posisi litotomi.
3.2. Pemeriksaan memakai sarung tangan steril.
3.3. Vulva dan sekitarnya dibersihkan yang telah direndam dengan cairan antiseptik.
3.4. Dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri, vulva dibuka sehingga introitus vagina
tampak.
3.5.Genetalia eksterna diperiksa dengan teliti untuk melihat adanya kelainan maupun
anatomik, misalnya tanda-tanda keradangan, besar klitoris, bentuk himen,
pembesaran kelenjar bartholin, adanya eksudat purulen dari arifisium uretra
dengan melakukan stripping bagian distal uretra.
3.6. Melakukan pemeriksaan inspekulo dengan memasukkan spekulum Graves steril
yang telah dibasahi atau diberi pelicin ke dalam vagina sehingga tampak serviks
uteri.
3.7. Dilihat apakah pada serviks uteri terdapat perubahan seperti: polip, erosi, eversi,
kista retensi, tumor atau keganasan. Dicatat sifat, jumlah, dan sumber flour
albus atau darah. Dilihat pula perubahan-perubahan pada mukosa vagina.
3.8. Setelah pemeriksaan inspekulo selesai, spekulum dilepas selanjutnya dengan
pemeriksaan tusuk vagina. Satu atau lebih jari tangan yang telah dibasahi atau
diberi pelicin dimasukkan vagina. Pada saat jari tangan dimasukkan dirasakan
derajat relaksasi vagina. Bila perlu pasien disuruh mengejan untuk mengetahui
derajat kistokel, rektokel, atau penurunan rahim.
3.9. Pemeriksaan dimulai dengan melakukan palpasi serviks diraba tentang
konsistensinya, besar dan bentuknya, arahnya, nyeri goyang, dan apakah ada
kelainan.
3.10. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan bimanual untuk mengetahui keadaan rahim.
Jika arah uterus antefleksi, uterus dapat diraba diantara dua tangan, yang satu
di dalam vagina pada forniks anterior dan yang lain menekan uterus ke bawah
dari dinding perut. Ditentukan konsistensi, besar, kontur, mudah digerakkan
atau tidak, apakah nyeri tekan, ada atau tidaknya tumor. Jika arah uterus
retrofleksi, tangan yang berada di vagina menekan forniks posterior untuk
dapat meraba uterus.
3.11. Pada saat tangan menekan forniks posterior, diraba pula keadaan ligarnen
sakrouterium dan rongga douglas menonjol.
3.12.  Pemeriksaan dilanjutkan dengan menekan adneksa parametrium kanan dan
kiri. Tangan yang berada di vagina menekan forniks.lateralis dan yang berada
diluar menekan dinding perut. Diraba ovarium: besarnya, nyeri tekan, tumor
dan derajat kebebasannya.
3.13.  Untuk meraba lebih jelas bagian belakang rahim dan rongga douglas,
kadangkala dilakukan pula pemeriksaan rektovaginal. Jari telunjuk
dimasukkan vagina dan jari tengah dimasukkan rectum.

4. Tindak Lanjut
4.1.     Menulis hasil pemeriksaan pada status pasien.
4.2.     Menetapkan diagnosa.
   

Anda mungkin juga menyukai