Anda di halaman 1dari 7

PERDARAHAN POST PARTUM

No.Dokumen No. Revisi Halaman


1 dari 7
RSUD Dr. M.M DUNDA
LIMBOTO
Jln. Moh. A. Wahab (Eks
Jln. Jend. A. Yani No. 53)

Ditetapkan Oleh :
STANDAR Kepala UPF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
OPERASIONAL Tanggal Terbit RSUD Dr. M.M Dunda Limboto
PROSEDUR 1 Oktober 2008

Dr. I Gusti Ketut Alit Semarawisma, Sp.OG


NIP.19620617 198803 1 013

Pengertian Adalah perdarahan lebih dari 500cc yang terjadi setelah bayi lahir.

Tujuan Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu

Kebijakan -

Prosedur a. Prosedur : perdarahan post partum adalah perdarahan pervaginam sebanyak


500 cc yang terjadi setelah bayi lahir.
Perdarahan post partum dini adalah perdarahan pasca perslinan yang terjadi <
24 jam.
Perdarahan post partum lambat adalah perdarahan pasca persalinan yang terjadi
> 24 jam.
b. Diagnosa ditegakkan dengan tanda – tanda / gejala sebagai berikut:
1. Penderita shock / tidak
2. Anemia, muka pucat
3. Perdarahan keluar terus menerus dari vagina
4. Tinggi fundus uteri naik
5. Penderita gelisah, keringat dingin
6. Kontraksi uterus lembek
c. Sebab-sebab perdarhan post partum dini
 Atonia uteri
 Ruptura jalan lahir ( uterus, Cervix, vagina, dan perineum )
 Retensio plasentae
 Gangguan pembekuan darah
d. Sebab-sebab perdarahan post partum lambat ( nifas ) :
 Retensio sisa plasenta
 Infeksi
Terapi perdarahan post partum oleh karena atonia
uteri :
 Uterotonika : diberikan oxitosin 2 ampul (20 IU) dalam larutan Ringer
Laktat 500 cc, tetesan cepat. bila perdarahan tidak dapat diatasi atau
terkontrol,. Lanjutkan ke langkah berikutnya.

 Massage uterus atau kompressi bimanual :


A. PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK
B. PERSIAPAN SEBELUM TINDAKAN (Pasien dan Penolong)
C. PENCEGAHAN INFEKSI SEBELUM TINDAKAN
D. TINDAKAN
1. Kosongkan kandung kemih
2. Lakukan pemeriksaan, sehingga dapat dipastikan bahwa perdarahan ini
disebabkan oleh atonia uteri
3. Pastikan tetesan cairan infus yang berisi oksitosin 20.I.U berjalan dengan baik
dan ergometrin 0,4 mg (perhatikan kontraindikasi) sudah diberikan secara
intramuskuler
 Tambahkan misoprostal apabila kontraksi uterus kurang memadai
E. KOMPRESI BIMANUAL EKSTERNAL
1. Penolong berdiri menghadap pada sisi kanan ibu
2. Tekan ujung jari telunjuk, tengah dan manis satu tangan diantara simfisis dan
umbilikus pada korpus depan bawah sehingga fundus uteri naik kearah
dinding abdomen.
3. Letakan sejauh mungkin, telapak tangan lain di korpus uteri bagian belakang
dan dorong uterus kearah korpus depan vertal.
4. Geser perlahan-lahan ujung ketiga jari tangan pertama kearah fundus
sehingga telapak tangan dapat menekan korpus uteri bagian depan.
5. Lakukan kompresi korpus uteri dengan jalan menekan dinding belakang dan
dinding depan uterus dengan telapak tangan kiri dan kanan (mendekatkan
tangan belakang dan depan)
6. Perhatikan perdarahan per vaginam. Bila perdarahan berhenti, pertahankan
berhenti, pertahanan posisi tersebut uterus dapat berkontraksi dengan baik.
Bila perdarahan belum berhenti, lanjutkan ke langkah berikut (F)
F. KOMPRESI BIMANUAL INTERNAL
1. Penolong berdiri didepan vulva. Basahi tangan kanan dengan larutan dataran
antiseptik. Dengan ibu jari dan telunjuk , sisihkan kedua labium mayus ke
lateral.
2. Masukan tangan lain secara obstetrik melalui introitus kedalam lumen vagina.
(Bila diperlukan, beri anlgetika)
3. Ubah tangan obstetrik menjadi kealpaan dan letakan dataran punggung jari
telunjuk hingga kelingking pada forniks anterior dan dorong segmen bawah
uterus ke kranio antrior
4. Letakan telapak tangan luar pada dinding perut dan upayakan untuk
mencakup bagian belakang korpus uteri seluas/banyak mungkin
5. Lakukan kompresi uterus dengan jalan mendekatkan telapak tangan luar
dengan kepalan tangan dalam pada forniks anterior
6. Bila perdarahan berhenti, pertahankan posisi demikian hingga kontraksi
uterus membaik kemudian lanjutkan ke langkah 7.
 Bila perdarahan belum berhenti, lanjutkan ke tindakan berikut (G).
7. Keluarkan (perlahan-lahan) tangan kanan dengan mengubah kepalan menjadi
tangan obstetrik.
8. Masukan kedua tangan kedalam wadah yang berisi larutan klorin 0.5%,
bersihkan sarung tangan dari darah atau cairan tubuh pasien
9. Lepaskan sarung tangan secara terbalik dan rendam dalam wadah tersebut
10. Cuci tangan dengan air dan sabun. Keringkan tangan dengan handuk bersih
dan kering
11. Pakai sarung tangan DTT yang baru secara benar
G. KOMPRESI AORTA ABDOMEN
1. Baringkan ibu diatas ranjang, penolong menghadap sisi kanan pasien. Atur
posisi penolong sehingga pasien berada pada ketinggian yang sama dengan
pinggul penolong
2. Tungkai diletakkan pada dasar yang rata (tidak menggunakan penopang kaki)
dengan sedikit fleksi pada artikulasio coxae
3. Raba pulsasi arteri femoralis dengan jalan meletakkan ujung jari telunjuk dan
tengah kanan pada lipat paha, yaitu perpotongan garis lipat paha dengan
garis horisontal yang melalui titik 1 sentimeter diatas dan sejajar dengan tepi
atas simfisis aoosium pubis. Pastikan pulsasi arteri teraba dengan baik.
4. Setelah pulsasi dikenali, jangan pindahkan kedua ujung jari dari titik pulsasi
tersebut
5. Kepalkan tangan kiri dan tekankan kiri dan tekankan bagian punggung jari
telunjuk, tengah, manis dan kelingking pada umbilikus kearah kolumna
vertabralis dengan arah tegak lurus.
6. Dorongan kepalan tangan kanan mengenai bagian yang keras dibagian
tengah /sumbu badan ibu dan apabila tekanan kepalan tangan kiri mencapai
aorta abdominalis maka pulsasi arteri femoralis (yang dipantau dengan ujung
jari telunjuk dan tengah kanan) akan berkurang/terhenti (tergantung dari
derajat tekanan pada aorta)
7. Perhatikan perubahan perdarahan per vaginam (kaitkan dengan perubahan
pulsasi arteri femoralis)
Perhatikan :
√ : Bila perdarahan berhenti sedangkan uterus tidak berkontraksi dengan baik,
usahakan pemberian preparat prostaglandin. Bila bahan tersebut tidak
tersedia atau uterus tetap tidak dapat berkontraksi setelah pemberian
prostaglandin, pertahankan posisi demikian hingga pasien dapat mencapai
fasilitas rujukan.
√ : bila kontraksi membaik tetapi perdarahan masih berlangsung maka lakukan
kompresi ekternal dan pertahankan posisi demikian hingga pasien mencapai
fasilitas rujukan.

: Bila kompresi sulit untuk dilakukan secara terus menerus maka lakukan
pemasangan tampon padat utero – vaginal, pasang gurita ibu dengan
kencang dan lakukan rujukan
√ : kompresi baru dilepaskan bila perdarahan berhenti dan uterus berkontraksi
dengan baik. Teruskan pemberian uterotonika.
8. Bila perdarahan berkurang atau berhenti, pertahankan posisi tersebut dan
lakukan pemijatan uterus (oleh asisten ) hingga uterus berkontraksi dengan
baik (lanjutkan ke langkah I)
H. PENCEGAHAN INFEKSI PASCATINDAKAN
I. PERAWATAN LANJUTAN
1. Perhatikan tanda vital, perdarahan dan kontraksi uterus tiap 10 menit dalam
2 jam pertama
2. Tuliskan instruksi perawatan lanjutkan, buat catatan kondisi pasien dan
pemantauan pascatindakan
3. Jelaskan pada yang merawat tentang pengobatan yang diberikan, jadwal
pemantauan dan gejala-gejala yang harus diwaspadai

 Prosedur operatif alternatif (B-LYNCH METHOD) :

A. PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK


B. PERSIAPAN
C. TINDAKAN
a. Membuka dinding perut
BILA BERSAMAAN DENGAN SEKSIO SESAR
b. Tindakan pada dinding uterus
1. Dengan jarum jaringan semisirkuler (3/8 curve) no. 8 atraumatik atau french
eye, tusukan benang kromik no. 1 pada 3 cm dari sayatan SBR, 3 cm dari tepi
lateral kiri hingga menembus dinding dalam SBR
2. Tususkan kembali jarum tersebut melalui dinding dalam SBR pada 3 cm diatas
sayatan dan 4 cm dari dari tepi lateral SBR hingga menembus dinding SBR
depan kiri
3. Kemudian lingkarkan benang tersebut pada korpus depan, fundus hingga ke
korpus belakang dan tusukan kembali jarum pada SBR belakang kiri, 3 cm dari
tepi lateral setinggi tusukan jarum pada dinding hingga tembus dinding
belakang
4. Tarik jarum dan benang kromik keluar, kemudian lingkarkan benang tersebut
diatas sayatan pada SBR depan (sama tinggi dengan tempat tusukan diatas
sayatan SBR depan kiri), hingga menembus dinding dalam.
5. Tarik jarum dan benang kromik keluar, kemudian lingkarkan benang tersebut
pada korpus belakang, fundus dan korpus depan kanan
6. Tusukan jarum pada dinding SBR depan, 4 cm dari tepi lateral kanan 3 cm
diatas sayatan pada SBR depan (sama tinggi depan tempat tusukan diatas
sayatan SBR depan kiri, hingga menembus dinding dalam)
7. Arahkan dan tusukan jarum ke dinding dalam SBR depan 3 cm kebawah dari
luka sayatan SBR, SBR 3 cm dari tepi lateral kanan, hingga tembus ke depan
(luar)
8. Minta bantuan asisten untuk menekan uterus (dari fundus ke SBR) agar
operator dapat menarik benang dengan aman dan efektif (tidak terjadi
robekan dan benang dapat mengecilkan ukuran uterus semaksimal mukgkin)
9. Lakukan pengikatan benang dengan simbol kunci pada SBR depan
10. Perhatikan perdarahan yang keluar pervaginam dan perdarahan dari bagian
lain, bila perdarahan tidak dapat diatasi atau terkontrol, Lanjutkan ke langkah
berikutnya.

 Ligasi Arteri Uterina :

A. PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK


B. PERSIAPAN SEBELUM TINDAKAN
I. PASIEN
II. PENOLONG
C. PENCEGAHAN INFEKSI SEBELUM TINDAKAN
D. TINDAKAN
Membuka dinding perut
1. Tanyakan kepada petugas anestesi tentang kesiapan untuk memulai tindakan
operasi. Setelah siap, lakukan sayatan mediana dari suprasimfisis hingga
setinggi fundus uteri
2. Perdalam sayatan pada kulit ke subkutis dan fascia. Lakukan hemostasis pada
pembuluh darah yang terpotong
3. Pisahkan otot dinding perut secara tumpul, kemudian jepit peritoneum pada
dua tempat secara bergantian dan trans-iluminasi (untuk menghindarkan
terjepitnya atau cedera pada organ dalam abdomen). Tembus dan sayat
peritoneum dari ujung atas sayatan hingga 1 cm, diatas kandung kemih
4. Tembus dan sayat peritoneum secara vertikal, dari ujung atas sayatan hingga
1 cm diatas kandung kemih. Lindungi kandung kemih dengan retraktor.
Eksplorasi dan stimulasi
1. Dengan bantuan kasa lebar di kiri dan kanan uterus, sisihkan usus dan organ
yang menghalangi daerah operasi
2. Keluarkan uterus melalui syatan dinding perut, lakukan rangsangan taktil dan
perhatikan kemungkinan adanya kelainan pada organ pelvik dan abdomen
3. Buka plika vesikouterina kemudian pisahkan secara tumpul dari uterus
(keatas dan kebawah)
4. Perluas pelepasan lapisan serosa tersebut kearah parametrium atau
ligamentum latum kiri dan kanan (hati-hati agar tidak merobek anyaman
pembuluh darah yang melebar akibat proses kehamilan
5. Ikuti ramus decendens arteri utrina hingga mencapai percabangannya dengan
ramus ascendens
Ligasi arteri uterina
1. Ambil pengait arteri atau ujung mosquito untuk mengambil arteri uterina
kanan atau kiri kemudian ikat dengan benang kromik 1 dengan jarak 1 cm dari
percabangan ramus ascendens
2. Perhatikan perdarahan yang terjadi sambil melakukan stimulasi taktil pada
dinding uterus
√ : Bila perdarahan berhenti dan kondisi membaik (pantau 3 x 5 menit ), jahit
kembali plika vesikouterina dan lakukan penutupan dinding perut.
√ : Bila perdarahan tidak dapat dikendalikan maka lakukan histerektomi
supravaginalis atau subtotal (lebih cepat dari histerektomi totalis efektif
untuk menghentikan perdarahan masif)
√ Bila sulit membebaskan lapisan serosa unutk mengidentifikasi arteri uterina
dan waktu sangat terbatas, lakukan upaya berikut :
a. Angkat dan keluarkan uterus dari kavum pelvis
b. Lakukan palpasi pada dinding lateral uterus (perbatasan segmen bawah
uterus dengan serviks
c. Tentukan pulsasi arteri pada dinding lateral tersebut (kecuali bila kondisi
pasien kurang memungkinkan untuk perabaan pulsasi)
d. Bila pulsasi tidak teraba, tentukan titik ikatan cabang ascendens dengan
jalan mengukur 2 cm lateral atas dari ujung sayatan SBR (bila sesaat
setelah seksio sesar) atau 1 jari lateral atas batas uterus dan serviks
e. Lakukan pengikatan cabang ascendens dengan jalan menusukkan jarum
ke dinding uterus (pada bagian yang telah ditentukan tersebut diatas) dari
anterior jalannya arteri ke posterior (sekitar 2 cm melingkupi arteri
uterina) kemudian ikat pangkal ligamentum suspensorium ovari kiri dan
kanan
f. Lakukan hal yang sama pada sisi lateral yang lain
g. Agar upaya yang hemostatis berlangsung efektif, lakukan pula pengikatan
arteri utero-ovarika yaitu dengan melakukan pengikatan pada 1 jari atau
2 cm lateral di bawah pangkal ligamentum suspensorium kiri dan kanan
Penjahitan plika dan serosa
1. Setelah ligasi arteri cukup efektif unutk mengetes perdarahan, jahit kembali
lapisan serosa dan plika vesikouterina dengan plain 2/0 secara jelujur
2. Setelah penjahitan selesai, perhatikan kembali perdarahan dan kontraksi
uterus
3. Pastikan tidak ada perdarahan dalam rongga abdomen (akibat prosedur
opratif). Bila perdarahan tidak dapat diatasi atau terkontrol, lanjutkan ke
langkah berikutnya. (Histerektomi Sub Total atau Total)

 Histerektomi Sub Total atau Total ( SOP


Berikutnya)

E. PENUTUPAN DINDING PERUT


1. Lakukan Penutupan dinding perut lapis demi lapis (peritoneum, otot, fascia,
subkutis dan kulit)
2. Lakukan aposisi kulit setelah penjahitan
3. Tutup daerah sayatan pada kulit dengan kassa steril yang telah dibasahi
dengan larutan antiseptik
A. KAJIAN PASCAOPERATIF
B. DEKONTAMINASI DAN PENCEGAHAN INFEKSI PASCAOPERATIF
C. REKAM MEDIK DAN INSTRUKSI
D. PERAWATAN PASCA TINDAKAN
1. Pantau tanda vital tiap 15 menit pada 2 jam pertama. Apabila kondisi pasien
stabil/membaik, pemantauan tanda vital dilakukan setiap 1 jam hingga 12 jam
pertama
2. Restorasi cairan dan darah
3. Teruskan pemberian uterotonika dalam larutan kristaloid yang sesuai
4. Nilai kesadaran penderita, lakukan komunikasi sesegera mungkin
5. Berikan analgesia dan antibiotika seperti yang telah direncanakan
6. Segera lakukan mobilisasi pasif dan aktif
7. Realimentasi setelah sistem pencernaan berfungsih secara normal
8. Pindahkan pasien dari ruang pulih ke ruang perawatan apabila hasil observasi
menunjukan perkembangan seperti yang diharapak
9. Kunjungi secara berkala dan nilai kemajuan hasil pengobatan

Unit terkait Kamar Operasi


Kamar bersalin
Ruang Nifas

Anda mungkin juga menyukai