LUSIANAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
2
LUSIANAH
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional pada
Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
3
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Strategi dan Prospek
Pengembangan Industri Produk Olahan Minyak Pala dalam Rangka
Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Bogor adalah karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Lusianah
F 352064015
4
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Muhammad Syamsun, MSc Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi
Ketua Anggota
Diketahui
RINGKASAN
Minyak pala (nutmeg oil) sebagai salah satu produk minyak atsiri
merupakan salah satu produk ikutan (by product) komoditas pala yang banyak
memiliki produk olahan, diantaranya untuk industri makanan dan minuman,
parfum dan kosmetika, sabun, farmasi dll. Biji dan fuli pala sebagai penghasil
minyak atsiri serta produk olahannya belum banyak mendapatkan perhatian serius
untuk dikembangkan dalam rangka pemberdayaan masyarakat di Kabupaten
Bogor. Bertolak dari hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk (1) menentukan
bahan baku minyak pala yang baik bagi industri produk olahan unggulan minyak
pala di lokasi yang potensial di Kabupaten Bogor; (2) menganalisis kelayakan dan
potensi pengembangan industri; serta (3) merumuskan strategi pengembangan
industri tersebut. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa
Barat.
Salah satu cara menentukan bahan baku minyak pala yang baik bagi
industri produk olahan unggulan minyak pala di lokasi yang potensial di
Kabupaten Bogor adalah melalui pemilihan metode destilasi, pemilihan produk
unggulan, dan pemilihan lokasi potensial pengembangan industri, yang ketiganya
dilakukan dengan menggunakan metode perbandingan eksponensial (MPE) untuk
penyaringan alternatif dengan metode brain storming dan teknik wawancara
langsung dengan pakar serta jajak pendapat melalui alat bantu pengisian
kuesioner. Untuk menilai kelayakan investasi industri produk olahan minyak pala
adalah dengan menggunakan tolok ukur finansial yang meliputi net present value
(NPV), internal rate of return (IRR), net B/C ratio, pay back period (PBP), dan
analisis sensitivitas. Untuk menentukan posisi industri produk olahan minyak pala
digunakan analisis evaluasi faktor internal dan eksternal, dan matriks internal
eksternal. Bobot dan nilai akhir dari setiap faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi pengembangan industri juga ditentukan oleh responden pakar
melalui alat bantu pengisian kuesioner dengan menggunakan metode
perbandingan berpasangan. Hasil analisis SWOT digunakan untuk merumuskan
strategi alternatif dalam pengembangan industri produk kosmetik dan parfum, dan
metode analytical hierarchy process (AHP) berguna untuk menentukan strategi
prioritas. Kedua alat analisis terakhir tersebut juga menggunakan data yang
diperoleh melalui wawancara dan pengisian kuesioner oleh pakar, dan dibantu
sofware expert choice 2000 untuk pengolahan data.
Penyaringan alternatif dan kriteria dengan metode MPE menentukan
metode destilasi minyak pala yang terpilih berdasarkan pendapat responden pakar
adalah metode uap langsung, dengan kriteria kemudahan proses dan sesuai
dengan dana yang tersedia sebagai kriteria dengan bobot tertinggi. Sedangkan
produk kosmetik dan termasuk parfum di dalamnya sebagai produk olahan
unggulan terpilih, dengan kriteria kemudahan pasar, nilai ekonomis, dan
kemudahan sebagai kriteria dengan peringkat bobot tertinggi dalam penentuan
produk unggulan, serta Kecamatan Ciomas terpilih sebagai lokasi paling potensial
6
ABSTRACT
RIWAYAT HIDUP
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha
Menguasai dan Menggenggam seluruh mahluk-Nya, karena hanya dengan
pertolongan dan karunia-Nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Judul
dari tugas akhir ini adalah “STRATEGI DAN PROSPEK PENGEMBANGAN
INDUSTRI PRODUK OLAHAN MINYAK PALA DALAM RANGKA
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT di KABUPATEN BOGOR”
Dengan selesainya tugas akhir ini, Penulis tidak lupa mengucapkan terima
kasih yang tulus kepada pihak-pihak yang turut membantu, yaitu :
1. Bapak Dr. Ir. Muhammad Syamsun, MSc dan Ibu Dr. Ir.Nurheni Sri Palupi,
MSi selaku Komisi Pembimbing, serta Ibu Dr. Ir. Ani Suryani, DEA selaku
Penguji Luar Komisi yang telah dengan sabar meluangkan waktu untuk
membimbing, menguji, memberi pengarahan, membuka wawasan Penulis,
serta memberi semangat dan motivasi bagi Penulis untuk segera
menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Seluruh staff pengajar di MPI IPB yang telah memberikan ilmu sebagai modal
Penulis untuk mengamalkan ilmu yang diberikan dengan sebaik-baiknya.
3 Responden Pakar yang telah bermurah hati menyediakan waktu dan pemikiran
untuk mengisi kuesioner dan membantu dalam pengumpulan data yang
diperlukan, Ibu Ir. Prasetiowati ; Bapak Ir. Dedi Supriadi, MSc; Bapak Edy
Wibowo, STP,MP; Ibu Diah S.R, S.Hut; Bapak Drs. Edy Sapto Hartanto,
Bapak Drs. Ma’mun, BSc; dan Bapak Drs. M. Hadad. E.A.
4. Khusus kepada Ibu Ir. Nanan Nurdjannah, Bapak. Yudi R, STP atas
sumbangsih pemikiran yang demikian besar, Mbak Widi, Bpk. Acep atas
inspirasinya serta bantuannya diawal penyusunan tugas akhir ini, serta tidak
lupa Mas Haryanto atas segala bantuan moril dari awal hingga akhir
penyusunan tugas akhir ini.
5. Mama (Alm, semoga Allah selalu menyayangi Beliau, sebagaimana kasih
sayang dan didikannya sejak Penulis kecil hingga dewasa), Abah, Bapak, Ibu,
selaku orang tua dan mertua Penulis yang tidak henti-hentinya berdoa.
Kakak, adik, putera-puteri tercinta (Hanum dan Bagas) dan seluruh keluarga
besar yang penulis miliki, atas kasih sayang dan persaudaraan yang tulus dan
ikhlas.
6. Seluruh teman-teman MPI Angk-9 termasuk Mbak Vera dan Mas Haer atas
segala support dan dukungannya, seluruh rekan-rekan di BNI Divisi Usaha
Syariah atas pengertian dan kesempatan yang diberikan selama proses
perkuliahan dan penyusunan tugas akhir.
7. Semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan dalam bentuk
sekecil apapun, yang karena keterbatasan Penulis sebagai manusia, terlupa
menyebutkannya disini dan juga karena keterbatasan tempat, Penulis mohon
maaf atas kealpaan ini
Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat.
Penulis
10
DAFTAR ISI :
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I PENDAHULUAN
Kondisi tersebut merupakan hal yang dapat memperkuat daya saing harga produk
perkebunan Indonesia di pasaran dunia.
Pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan salah satu komoditi
perkebunan yang memiliki nilai ekonomis tinggi, disamping berjenis-jenis
komoditi perkebunan ekonomis lainnya. Sebagai tanaman rempah-rempah, pala
dapat menghasilkan minyak etheris (minyak atsiri) dan lemak khusus yang
berasal dari biji dan fuli. Biji pala menghasilkan 2 – 15% minyak etheris dan 30 –
40% lemak, sedangkan fuli menghasilkan 7 – 18% minyak etheris dan 20-30%
lemak (fuli adalah arie yang berwarna merah tua dan merupakan selaput jala yang
membungkus biji). Daging buah pala dapat digunakan sebagai manisan, asinan,
atau jelly. Biji dan fulinya bermanfaat dalam industri pembuatan sosis, makanan
kaleng, pengawetan ikan, dan lain-lainnya. Minyak pala merupakan salah satu
dari lima jenis minyak atsiri yang memberikan kontribusi terbesar terhadap total
nilai ekspor minyak atsiri nasional. Kontribusi kelima jenis minyak atsiri tersebut
mencapai angka 70% dari total nilai ekspor minyak atsiri nasional. Volume dan
nilai ekspor lima jenis minyak atsiri terbesar Indonesia pada tahun 2002 dapat
dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1 Volume dan Nilai Ekspor Lima Komoditas Minyak Atsiri terbesar
Indonesia tahun 2002 (BPS 2003).
Jenis Minyak Atsiri 2002
Volume (kg) Nilai (US $)
Minyak Nilam 1 295 379.00 $ 22 526 142.00
Minyak Pala 295 089.00 $ 9 273 112.00
Minyak Serai Dappres 106 315.00 $ 775 564.00
Minyak Akar Wangi 75 714.00 $ 1 078 451.00
Minyak Kayu Manis 176.00 $ 3 276.00
Tabel 2 Volume dan Nilai Ekspor serta Harga FOB Minyak Pala Indonesia
Tahun 1998 – 2002 (BPS 2003)
Tahun Volume Ekspor Nilai Ekspor Harga FOB
(Kg) (US $) (US $ / Kg)
1998 382 100 $ 10 014 413.00 26.21
1999 383 725 $ 10 046 165 .00 26.18
2000 350 544 $ 9 109 814.00 25.99
2001 495 021 $ 14 782 076.00 29.86
2002 295 089 $ 9 273 112.00 31.42
Kekuatan sumber daya luas lahan perkebunan pala rakyat yang cukup
besar pada Tabel 3 tersebut tidak diimbangi dengan nilai ekonomi yang
seharusnya diperoleh para petani pala khususnya dan masyarakat di Kabupaten
Bogor pada umumnya. Pala merupakan salah satu komoditas perkebunan tahunan
dan banyak ditemukan di Kecamatan Cijeruk, Cigudeg, Taman Sari, dan lain -
22
lain. Sepuluh kecamatan yang memiliki luas areal dan produksi perkebunan pala
rakyat terbesar di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Pala Rakyat di Kabupaten Bogor
menurut Kecamatan Tahun 2006 (Dispertan Kab Bogor 2006)
Kecamatan Luas/ Luas Areal Tanaman (Ha) Produksi (Ton) Banyak
Baku/ Tanaman Tanaman Tanaman Bahan Hasil Pemilik
Lahan yg belum Menghasilkan Tua/Rusak Mentah Olahan (KK)
ditempati Menghasilkan (TM)
(Ha) (TBM)
Cigudeg 54.00 8.30 38.94 7.06 51.40 12.85 543
Dramaga 37.00 5.54 25.99 4.51 34.30 8.58 363
Ciomas 43.00 6.63 31.09 5.64 41.04 10.26 433
Taman Sari 46.00 7.39 34.13 6.08 45.05 11.26 503
Caringin 15.68 17.91 32.12 5.68 42.40 10.60 472
Cijeruk 103.35 26.13 75.14 13.44 99.18 24.80 1 060
Ciawi 31.00 4.91 23.00 4.17 30.37 7.59 320
Nanggung 21.00 3.22 15.12 2.74 19.96 4.99 211
Sukajaya 19.00 2.15 10.06 1.82 13.28 3.32 140
Sukaraja 16.50 2.53 11.87 2.15 15.67 3.92 165
Pala merupakan salah satu komoditas yang tidak diatur tata niaganya oleh
pemerintah, sehingga harga pala di tingkat petani ditentukan mekanisme pasar
bebas. Petani pala di Kabupaten Bogor bebas menjual hasil panennya kepada para
pedagang pengumpul, baik berupa buah pala (gelondong) maupun biji berikut
fuli. Dari informasi pendahuluan di salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor
yakni Desa Sukamantri Kecamatan Taman Sari, para pemilik kebun biasa menjual
hasil pala tanpa mempertimbangkan dengan lebih fokus pada alternatif
pemanfaatannya untuk dijadikan sebagai suatu produk agroindustri yang memiliki
nilai ekonomi lebih tinggi, seperti produk minyak atsiri salah satunya.
Pengolahan Pala di Kabupaten Bogor masih sederhana, pemanfaatan buah
pala sebagai manisan dan bahan makanan lain adalah pengolahan yang banyak
dijumpai pada industri rumah tangga di Kabupaten Bogor. Biji dan fuli pala
sebagai penghasil minyak atsiri serta pengolahannya belum banyak mendapatkan
perhatian serius untuk dikembangkan. Diversifikasi pengolahan perlu dilakukan
untuk meningkatkan nilai tambah tidak hanya buah pala sebagai produk manisan,
tetapi juga minyak pala yaitu dengan memanfaatkannya menjadi produk yang
bernilai tinggi, melalui industri produk olahannya yang berlokasi di Kabupaten
Bogor.
23
Dari hasil identifikasi masalah, maka hal penting yang harus diketahui dan
dikaji dalam perencanaan agroindustri produk olahan minyak pala di Kabupaten
Bogor adalah :
1. Bagaimana menentukan bahan baku minyak pala yang baik bagi industri
produk olahan unggulan minyak pala, di lokasi yang potensial di Kabupaten
Bogor?
2. Bagaimana analisis kelayakan dan potensi usaha pengembangan industri
produk olahan minyak pala di Kabupaten Bogor?
3. Bagaimana strategi pengembangan industri produk olahan minyak pala di
Kabupaten Bogor?
II TINJAUAN PUSTAKA
Menurut pendapat para ahli, pala adalah tanaman asli Indonesia yang
berasal dari Malaise Archipel yaitu gugusan kepulauan Banda dan Maluku.
Kemudian menyebar dan berkembang ke pulau-pulau lain yang berada di
sekitarnya, bahkan sekarang telah mencapai Aceh, Sulawesi Utara dan Irian Jaya
(Deptan Irian Jaya 1986). Tanaman pala menyebar ke Pulau Jawa, pada saat
perjalanan Marcopollo ke Tiongkok yang melewati pulau Jawa pada tahun 1271
sampai 1295 pembudidayaan tanaman pala terus meluas sampai Sumatera
(Sunanto 1993).
Pala adalah tanaman daerah tropis yang memiliki 200 spesies, dan
seluruhnya tersebar di daerah tropis. Jenis pala yang banyak diusahakan adalah
terutama Myristica fragrans, sebab jenis pala ini mempunyai nilai ekonomi lebih
tinggi daripada jenis lainnya. Disusul jenis Myristica argentea dan Myristica
fattua. Jenis Myristica specioga, Myristica sucedona, dan Myristica malabarica
produksinya rendah sehingga nilai ekonomisnya pun rendah pula. Pala Indonesia
lebih disukai oleh pasar dunia, karena mempunyai beberapa kelebihan dibanding
pala dari negara lain, kelebihannya antara lain rendemen minyaknya yang tinggi
dan memiliki aroma yang khas.
Buah pala berasal dari keluarga Myristicaceae. Pohon berkayu yang
tingginya bisa mencapai 15 meter. Jika musim berbuah, pohon ini akan muncul
bunga disetiap ujung ranting dan menjadi buah bergerombol berwarna hijau
kekuningan. Tanaman pala memiliki buah berbentuk bulat, berwarna hijau
kekuning-kuningan, apabila masak buah akan terbelah dua. Garis tengah buah
berkisar antara 3 – 9 cm, daging buahnya tebal berwarna keputihan, buah ini
berasa getir terkadang asam dan mengandung banyak getah. Biji berbentuk
lonjong sampai bulat, panjangnya berkisar antara 1.5 – 4.5 cm dengan lebar 1 –
2.5 cm. Kulit biji berwarna coklat dan mengkilat pada bagian luarnya. Kernel biji
berwarna keputih-putihan. Setelah buah dan biji pala ada fuli, berupa selaput tipis
26
kemerahan yang menyelimuti biji pala menyerupai jala. Warna fuli kadang-
kadang putih kekuning-kuningan
Dalam keadaan pertumbuhan yang normal, tanaman pala memiliki
mahkota yang rindang, dengan tinggi batang 10 – 18 m. Mahkota pohonnya
meruncing ke atas, dengan bagian paling atasnya agak bulat serta ditumbuhi
daunan yang rapat. Daunnya berwarna hijau mengkilat, panjangnya 5 – 15 cm,
lebar 3 – 7 cm dengan panjang tangkai daun 0.7 – 1.5 cm.
Tanaman pala mulai berbuah pada umur 7 tahun, dan pada umur 10 tahun
sudah berproduksi secara menguntungkan. Produksinya akan terus meningkat dan
pada umur 25 tahun mencapai produksi tertinggi. Hal tersebut berlangsung terus
sampai tanaman berumur 60 – 70 tahun. Dalam setahun tanaman pala dapat
dipetik dua kali, yang setiap daerah biasanya waktunya tidak sama. Umumnya
buah pala dipanen setelah cukup tua, yang ditandai dengan merekahnya buah,
umurnya +/- 6 bulan sejak berbunga (Deptan Irian Jaya 1986).
buah pala. Minyak atsiri yang dihasilkan tanaman pala sendiri banyak digunakan
dalam industri pengalengan, minuman dan kosmetik.
Hampir semua bagian buah pala mengandung senyawa kimia yang
bermanfaat bagi kesehatan, diantaranya dapat membantu mengobati masuk angin,
insomnia (gangguan susah tidur), bersifat stomakik (memperlancar pencernaan
dan meningkatkan selera makan), karminatif (memperlancar buang angin),
antiemetik (mengatasi rasa mual mau muntah), nyeri haid, rematik dll (Sutomo
2006).
Pala sebagai salah satu komoditas perkebunan penghasil devisa negara
perlu terus didorong peningkatannya baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Prospek pengembangan komoditi pala untuk masa depan cukup baik, mengingat
beberapa hal yang mendukungnya seperti:
a. Sebagai salah satu komoditas penghasil minyak atsiri, minyak pala sangat
berpeluang untuk dikembangkan mengingat peruntukan penggunaannya
masih terbuka luas dengan berkembangnya industri makanan, obat-obatan,
aromaterapi, dan lain sebagainya. Menurut Kemala (1999) proyeksi nilai
impor minyak atsiri dunia dan nilai ekspor minyak atsiri Indonesia dengan
menggunakan persamaan regresi menunjukkan bahwa nilai ekspor minyak
atsiri Indonesia semakin jauh dari nilai impor minyak atsiri dunia, yang
artinya bahwa pangsa pasar Indonesia semakin kecil, pada tahun 2010 pangsa
pasar Indonesia hanya 1.7%. Hal ini menunjukkan bahwa peluang pasar
minyak atsiri Indonesia di pasaran luar negeri (Internasional) masih terbuka
luas dan laju ekspor Indonesia saat ini masih dapat dan harus ditingkatkan.
b. Permintaan pasar dunia akan pala setiap tahun terus meningkat, tidak kurang
dari 60% kebutuhan pala dunia didatangkan dari Indonesia.
c. Lahan potensial untuk pengembangan tanaman pala masih tersedia cukup
luas. Dengan potensi sumberdaya alam yang besar serta umur tanaman pala
yang relatif masih muda atau tanaman belum menghasilkan masih cukup luas,
disamping dimilikinya potensi kesesuaian lahan (lingkungan), maka di masa
mendatang Indonesia dapat menjadi produsen utama pala dunia.
d. Penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 200 juta jiwa, merupakan pasar
dalam negeri yang potensial bagi produsen pala. Hal ini perlu diantisipasi
sedini mungkin supaya pala lokal tidak kalah bersaing dengan pala dari luar
28
Nutmeg Oil yaitu minyak hasil sulingan serbuk biji pala, sedangkan
penyulingan fuli menghasilkan mace oil. Didalam dunia perdagangan, kedua jenis
minyak ini tidak dibedakan karena terdapat kesamaan unsur-unsur penyususn
yang dikandungnya. Rendemen nutmeg oil dan mace oil sekitar 7 – 15%, antara
lain mengandung unsur-unsur eugenol, iso-eugenol, terpineol, borneol, linalol,
geraniol, safrole, terpene, aldehid, dan unsur lain yang berupa cairan bebas
(Lutony & Rahmayati 2002).
Minyak pala diperoleh dengan cara melakukan penyulingan terhadap biji
dan fuli pala. Biji yang biasa digunakan dalam penyulingan biji pala adalah biji
muda karena mempunyai kandungan minyak yang lebih tinggi. Minyak pala
berwarna kuning pucat sampai tak berwarna, mudah menguap, dan mempunyai
bau khas pala (Nurdjanah et al. 1990). Sifat-sifat minyak dari biji tidak berbeda
dengan minyak dari fuli pala. Bahkan, kebanyakan minyak pala dihasilkan dari
campuran biji dan fuli pala. Minyak pala jika dibiarkan di udara terbuka akan
berubah menjadi kental karena terjadi peristiwa polimerasi dan berbau terpentin
atau berbau campuran yang tidak menyenangkan (Lutony & Rahmayati 2002).
Minyak pala pada umumnya digunakan dalam industri makanan dan
minuman, industri parfum dan kosmetik, industri sabun, industri farmasi dan lain-
lain (Purseglove et al. 1981). Oleoresin dan mentega pala juga merupakan produk
olahan biji dan fuli pala. Oleoresin ini terdiri dari minyak atsiri dan resin serta
29
krit j
Skor 1 = Σ (Nilai ji) .................................................................... (1)
IRR tingkat investasi adalah tingkat suku bunga (discount rate) yang
menunjukkan nilai sekarang nettp (NPV) sama dengan jumlah keseluruhan
investasi proyek. Formulasi dari IRR adalah :
n t
Σ (Bt - Ct) / (1 + IRR) = 0
t =1
Keterangan : Bt = Keuntungan kotor tahun ke – t
N = Umur ekonomi
Ct = Biaya kotor tahun ke-t
Jika nilai Net B/C lebih besar dari satu maka proyek atau industri dinyatakan
layak (Husnan & Suwarsono 1999).
Secara sederhana PBP dapat diartikan sebagai jangka waktu pada saat
NPV sama dengan nol. Formula PBP adalah :
d. Analisis Sensitivitas
e. Metode Peramalan
dengan sumber data dan informasi yang kredibel dan pengumpulan data primer
lainnya (Sutojo 2000).
Sering terdapat waktu senjang (time lag) antara kesadaran akan peristiwa
atau kebutuhan mendatang dengan peristiwa itu sendiri. Adanya waktu tenggang
(lead time) ini merupakan alasan utama bagi perencanaan dan peramalan. Jika
waktu tenggang ini nol atau sangat kecil, maka perencanaan tidak diperlukan. Jika
waktu tenggang ini panjang dan hasil peristiwa akhir bergantung pada faktor-
faktor yang dapat diketahui, maka perencanaan dapat memegang peranan penting.
Dalam situasi seperti itu peramalan diperlukan untuk menetapkan kapan suatu
peristiwa akan terjadi atau timbul, sehingga tindakan yang tepat dapat dilakukan
(Makridakis et al. 1998).
Makridakis et al. (1998) juga menyatakan bahwa peramalan merupakan
bagian integral dari kegiatan pengambilan keputusan manajemen. Organisasi
selalu menentukan sasaran dan tujuan, berusaha menduga faktor-faktor
lingkungan, lalu memilih tindakan yang diharapkan akan menghasilkan
pencapaian sasaran dan tujuan tersebut. Kebutuhan akan peramalan meningkat
sejalan dengan usaha manajemen untuk mengurangi ketergantungannya pada hal-
hal yang belum pasti.
Peramalan memainkan peranan yang penting karena berkaitan dengan :
1. Penjadwalan sumber daya yang tersedia. Penggunaan sumber daya yang
efisien memerlukan penjadwalan produksi, transportasi, kas, personalia, dan
sebagainya. Input yang penting untuk penjadwalan seperti itu adalah ramalan
tingkat permintaan untuk produk, bahan, tenaga kerja, finansial, atau jasa
pelayanan.
2. Penyediaan sumber daya tambahan. Waktu tenggang untuk memperoleh
bahan baku, menerima pekerja baru, atau membeli mesin dan peralatan dapat
berkisar antara beberapa hari sampai beberapa tahun. Peramalan diperlukan
untuk menentukan kebutuhan sumber daya di masa mendatang.
3. Penentuan sumber daya yang diinginkan. Setiap organisasi harus menentukan
sumber daya yang ingin dimiliki dalam jangka panjang. Keputusan semacam
itu bergantung pada kesempatan pasar, faktor-faktor lingkungan, dan
pengembangan internal dari sumber daya finansial, manusia, produk, dan
37
teknologis. Semua penentuan ini memerlukan ramalan yang baik dan manajer
yang dapat menafsirkan pendugaan serta membuat keputusan yang tepat.
Menurut Russel dan Taylor (2003), pemilihan metode peramalan
tergantung kepada beberapa hal yaitu jangka waktu peramalan (time frame),
perilaku permintaan (behavior of demand), dan pola dari permintaan (tren,
musiman, dll). Lamanya jangka waktu yang akan diramal terdiri dari dua macam
yaitu jangka pendek (harian, mingguan, bulanan, sampai kurang lebih dua tahun
mendatang) dan jangka panjang (lebih dari dua tahun). Peramalan jangka pendek
biasanya digunakan untuk menentukan jadwal produksi dan delivery serta
mengatur jumlah persediaan. Sedangkan peramalan jangka panjang bersifat lebih
menyeluruh yang berkaitan dengan perencanaan strategik misalnya untuk
perencanaan produk, memasuki pasar baru, membangun fasilitas baru, mendesain
rantai pasokan dan implementasi program-program strategik contohnya Total
Quality Management (TQM).
Secara garis besar, metode peramalan dibagi menjadi tiga jenis yaitu
metode time series, metode regresi, dan metode kualitatif. Metode time series
mempertimbangkan data-data permintaan di masa lalu sehingga faktor yang lebih
diperhatikan adalah waktu. Metode ini berasumsi bahwa pola di masa lalu akan
terulang kembali di masa yang akan datang. Apabila keadaan pada masa yang
akan datang diperkirakan relatif stabil, maka metode trend linier akan
menghasilkan prakiraan yang cukup akurat.
Metode regresi mencoba untuk mengetahui dan membangun hubungan
matematis antara permintaan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya dalam
bentuk regresi. Sedangkan metode kualitatif menggunakan opini, penilaian, dan
pengalaman dari orang-orang yang berkompeten untuk meramalkan permintaan di
masa mendatang (Russel & Taylor 2003).
dewasa ini dan dapat menetapkan alternatif kebijakan yang akan diambil dalam
rangka penyesuaian dengan perubahan lingkungan tersebut. Dalam menghadapi
perubahan yang dihadapi maka seorang manajer strategi harus melakukan analisa
yang dalam terhadap semua sumber daya organisasi. Perubahan lingkungan juga
akan dihadapi oleh instansi pemerintahan sehingga memaksa mereka untuk dapat
melakukan penyesuaian dalam rangka menghadapi perubahan tersebut.
Menurut Jauch dan Glueck (1988), strategi merupakan suatu rencana yang
dipadukan secara menyeluruh dan terpadu dengan mengkaitkan keunggulan
strategi perusahaan terhadap tantangan lingkungan yang dirancang sesuai dengan
lingkungan, agar tujuan perusahaan dapat tercapai melalui pelaksanaan yang tepat
oleh perusahaan. Selanjutnya Jauch dan Glueck (1988) mengatakan untuk
menentukan strategi maka perlu analisis lingkungan. Analisis lingkungan adalah
suatu proses yang digunakan dalam perencanaan strategik dalam upaya memantau
sektor lingkungan untuk menentukan peluang dan ancaman terhadap usaha.
Purnomo dan Zulkieflimansyah (1999) merinci beberapa manfaat dari
manajemen strategi, yaitu :
1. Dapat menentukan batasan usaha/bisnis yang akan dilakukan
2. Membantu proses identifikasi, pemilihan prioritas, dan eksploitasi
3. Memberikan kerangka kerja sehingga dapat meningkatkan koordinasi dan
pengendalian
4. Mengarahkan dan membentuk budaya perusahaan
5. Kebijakan yang diambil akan taat azas
6. Mengintegrasikan perilaku individu ke dalam perilaku kolektif
7. Meminimalkan adanya resiko karena adanya perubahan
8. Menciptakan kerangka kerja dalam komunikasi internal
9. Memberikan disiplin dan formalitas manajemen
Tahap kegiatan manajemen strategi menurut Wheelan dan David (2000)
dalam Sihkadarmanti (2006) mencakup empat tahap, yaitu :
1. Environmental scanning, yaitu melakukan monitoring, menghimpun dan
evaluasi terhadap faktor-faktor lingkungan internal dan lingkungan eksternal
yang mempengaruhi perusahaan atau organisasi.
2. Formulasi strategi, yaitu menyusun suatu perencanaan dengan prinsip
manajemen yang efektif berdasarkan analisa terhadap ancaman dan peluang
39
Analisis matrik SWOT merupakan salah satu alat analisis yang dapat
menggambarkan secara jelas keadaan yang dihadapi oleh perusahaan. Rangkuti
(2000) menyatakan analisis SWOT adalah mengidentifikasi berbagai faktor yang
secara sistematis untuk merumuskan strategi yang didasarkan pada logika untuk
memaksimalkan kekuatan yang dimiliki dan peluang yang ada dan secara
bersamaan mampu meminimalkan kelemahan dan ancaman yang timbul yag
berasal dari intern dan ekstern perusahaan.
Alat analisis untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahan dengan
menggunakan matrik SWOT dapat menggambarkan dengan jelas peluang dan
ancaman dari luar yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki perusahaan. Matrik ini menghasilkan empat set alternatif
strategis, yaitu strategi SO, strategi ST, strategi WO, dan strategi WT.
2.6.1 Geografi
Tipe morfologi wilayah Kabupaten Bogor terdiri dari dataran yang relatif
rendah di bagian utara hingga dataran tinggi di bagian selatan, dengan 6 daerah
aliran sungai (DAS) yang membentang dan mengalir dari daerah pegunungan di
bagian selatan ke arah utara. Sebagian besar morfologi tersebut berupa dataran
tinggi, perbukitan, dan pegunungan dengan batuan penyusun didominasi oleh
hasil letusan gunung. Jenis tanah yang dimiliki cukup subur untuk kegiatan
pertanian, perkebunan dan kehutanan, namun karena jenis tanah penutup
didominasi oleh material vulkanik lepas yang agak peka dan sangat peka terhadap
erosi sehingga beberapa wilayah rawan terhadap tanah longsor. Kondisi morfologi
ini menunjang fungsi sebagian besar wilayah Kabupaten Bogor sebagai wilayah
lindung (non budidaya dan budidaya terbatas) dan wilayah yang dapat digunakan
untuk kegiatan budidaya terbatas yakni wilayah dataran rendah bagian utara.
Dilihat dari sisi klimatologis, terdapat kestabilan kualitas lingkungan yang
ditandai dengan tidak adanya perubahan yang berarti pada temparatur udara (20º -
30º C) atau rata-rata tahunan sebesar 25º C.
2.6.2 Pemerintahan
2.6.3 Demografi
a. Sektor Pertanian
Kontribusi sub sektor ini terhadap total PDRB sektor pertanian menduduki
peringkat pertama dibanding sub sektor lainnya yakni senilai 52.6%.
Sumbangannya sendiri terhadap total PDRB Kabupaten Bogor tahun 2007 senilai
2.6%. Kendala utama dalam komoditas lahan kering (semusim dan tahunan)
adalah masih rendahnya produktivitas yang terkait dengan manajemen usaha tani,
dan pemasaran. Khususnya untuk tanaman buah, sebenarnya ada varietas lokal
yang sudah dikenal tapi produksi masih rendah. Upaya pengembangan komoditas
komoditas bersifat lokal perlu dilakukan.
c. Sektor Peternakan
61.74%, Kolam Air Deras 27.89%, Perikanan Sawah 6.84%, Jaring Apung
1.44%, Karamba 0.62% dan Perikanan Tangkap di Perairan Umum 1.34%.
Sumbangan sub sektor perikanan terhadap PDRB sektor pertanian
menduduki peringkat ketiga setelah sub sektor tanaman bahan makanan dan
peternakan atau 6.2%, sedangkan kontribusinya terhadap total PDRB Kabupaten
Bogor tahun 2007 hanya senilai 0.3% saja. Gambaran umum potensi perikanan
diatas dapat menjadi pendorong bagi calon investor untuk membuka usaha
perikanan, baik komoditas ikan hias, usaha pembenihan maupun pembesaran ikan
konsumsi. Untuk usha budidaya pembesaran ikan konsumsi peluang besar
terutama masih terdapat pada cabang usaha perikanan Kolam Air Tenang (KAT)
dan cabang usaha Karamba Jaring Apung (KJA) di perairan umum (setu).
sebesar 1 783 buah terdiri dari 538 buah usaha menengah dan besar serta 1 245
unit usaha kecil.
Sumbangan sektor perdagangan, hotel, dan restoran terhadap PDRB tahun
2007 sebesar 15.5%. Untuk sub sektor perdagangan 82.07% terhadap proporsi
PDRB sektor perdagangan, hotel dan restoran tahun 2007. Pengembangan
perdagangan di Kabupaten Bogor difokuskan pada pengembangan sistem
distribusi barang dan peningkatan akses pasar baik pasar dalam negeri maupun
pasar luar negeri. Bila dilihat dari pertumbuhan setiap sektor usaha di Kabupaten
Bogor, sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki tingkat pertumbuhan
terbesar kedua setelah sektor industri pada tahun 2005, yaitu sebesar 8.01 %.
h. Sektor Pariwisata
besar berasal dari penduduk Kota Jakarta) yang jumlahnya cukup signifikan,
terutama pada waktu akhir pekan atau libur nasional. Upaya yang sudah dilakukan
oleh Pemerintah Daerah dan para pelaku pariwisata belum memberikan dampak
signifikan terhadap kemajuan industri pariwisata Kabupaten Bogor. Jumlah
kunjungan wisatawan tahun 2007 sebanyak 2 120 019 orang, yang terdiri dari
96.86% wisatawan nusantara dan 1.13% wisatawan asing.
III METODOLOGI
b. Pemilihan Alternatif
Dilakukan justifikasi melalui penentuan bobot tiap aternatif berdasarkan
kepentingannya melalui pengisian kuesioner, dan menyeleksi bobot.
c. Pemilihan kriteria
Pengolahan data hasil pengisian kuesioner dengan menggunakan teknik
Metode Perbandingan Eksponensial melalui pembobotan kriteria
berdasarkan alternatifnya serta penggabungan pendapat pakar.
Pihak-pihak yang dimintakan pendapat dan saran sebagai pakar, sesuai
kegiatan penelitian pada point 3.2.1
a. Kelayakan Finansial
Diperlukan data sekunder seperti kapasitas produksi, kebutuhan bahan
baku, jumlah tenaga kerja, fasilitas pendukung, dan proyeksi harga-harga,
serta asumsi-asumsi yang menjadi dasar perhitungan proyek, melalui
telaah literatur dengan menggunakan teknik analisis finansial terdiri dari
52
Diperlukan data primer berupa faktor internal dan eksternal industri dari
hasil pengisian kuesioner dan analisa peneliti dengan menggunakan metode
SWOT (alternatif SO, ST, WO, dan WT), sehingga diperoleh hasil pengolahan
IFE dan EFE.
Penentuan metode
destilasi, produk unggulan, MPE
dan lokasi industri
NPV, IRR,
Peramalan dan PBP, B/C
Peluang pasar, Kelayakan finansial
Deskriptif Ratio,
infrastruktur, SDM
Analisis
Sensitivitas
uap langsung dilakukan melalui langkah bahan dialiri dengan uap yang berasal
dari ketel pembangkit uap. Minyak atsiri akan menguap dan terbawa oleh aliran
uap air yang dialirkan ke kondensor untuk kondensasi. Alat yang digunakan alat
suling uap langsung. Pada Tabel 7 terlihat responden memberikan bobot paling
tinggi terhadap kriteria kemudahan dan sesuai dengan dana yang tersedia.
Kemudahan. Berdasarkan wawancara dengan salah satu responden pakar
kendala yang selama ini dihadapi dalam pengembangan industri minyak pala
selain kurangnya bahan baku adalah masih terbatasnya sumber daya manusia
yang mengerti betul tentang metode destilasi minyak pala. Hal ini juga terkait
dengan pengetahuan dan keterampilan dari pelaku industri tersebut. Untuk
industri pengolahan skala kecil kemudahan metode penyulingan dan harga alat
yang tidak terlalu mahal biasanya menjadi pilihan.
Sesuai dengan dana yang tersedia. Pertimbangan akan ketersediaan dana
akan menentukan kelancaran pengembangan industri produk olahan minyak pala.
Dana ini berfungsi sebagai modal awal bagi pengembangan industri terutama
dalam hal investasi baik itu untuk sewa/beli tanah dan bangunan, fasilitas dan
alat-alat yang diperlukan, gaji bagi pegawai/pekerja, biaya administrasi, biaya
bahan baku dan pembantu, serta biaya operasional lainnya. Besarnya dana ini
bergantung kepada rencana anggaran dan belanja daerah yang disetujui oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. Dari besarnya dana yang tersedia ini akan
menentukan kapasitas industri yang akan dikembangkan.
Sesuai dengan penerimaan masyarakat. Kriteria ini menempati prioritas
ketiga dari bobot yang diberikan oleh responden. Pemilihan metode destilasi
minyak pala harus sesuai dengan tingkat penerimaan masyarakat terutama dalam
hal penerimaan terhadap dampak, penerimaan terhadap biaya dan keuntungan
yang diperoleh dari masing-masing pilihan metode tersebut. Oleh karena itu
metode destilasi yang akan dipilih harus disosialisasikan/diperkenalkan kepada
masyarakat Kabupaten Bogor yang akan terlibat secara langsung maupun tidak
langsung dari rencana pengembangan industri produk olahan minyak pala ini.
Sesuai dengan pengetahuan masyarakat. Pengetahuan masyarakat akan
metode destilasi minyak pala penting untuk dipertimbangkan, karena masyarakat
nantinya akan menjadi pelaku utama. Selain itu, pengetahuan ini akan
61
dengan metode uap langsung proses destilasinya juga lebih cepat/lebih pendek
dibanding metode yang lain dan komponen yang diinginkan dengan destilasi
tersebut dapat dihasilkan dengan kadar yang lebih tinggi.
Metode perebusan memperoleh prioritas paling rendah karena selain
metode ini adalah cara lama dan sederhana, metode ini juga mempunyai
kelemahan, sehingga rendemen dan mutunya terutama kadar myristisinnya
rendah. Namun demikian terdapat banyak variasi dari model dan sistim
penyulingan yang dipakai oleh pengrajin minyak pala. Pada studi kasus di salah
satu tempat penyulingan di Bogor yang memakai boiler terpisah telah dilakukan
usaha perbaikan diantaranya pada sistem supplai air, cara penempatan bahan, dan
sistem penyebaran uapnya. (Nurdjanah 2007).
Sesuai pengujian yang pernah dilakukan oleh pakar Nurdjannah N dan
Hidayat (2005) pada penggunaan alat penyuling dengan metode uap langsung
yang telah mengalami perbaikan diketahui bahwa total produksi minyak biji pala
dengan waktu penyulingan 24 jam adalah rendemen 8,5%, v/b. Pengujian
laboratorium menunjukkan bahwa sisa minyak dalam ampas penyulingan sebesar
0,8%, b/v. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada penyulingan selama 24 jam
hampir seluruh minyak dalam biji pala sudah tersuling (91,4%) sehingga secara
teknis kinerja alat penyuling dengan metode uap langsung yang sudah diperbaiki
cukup memadai. Bila pada penyulingan tradisional lama penyulingan bisa lebih
dari 30 jam, dengan metode ini waktu penyulingan yang masih dianggap
ekonomis yaitu penyulingan sampai 22 jam. Kadar myristisin dalam minyak hasil
penyulingan 24 jam menjadi cukup tinggi (9,37%).
Minyak pala memiliki banyak sekali kegunaan. Minyak pala dan fuli
digunakan sebagai penambah flavor pada produk-produk olahan daging, pikel,
saus, dan sup, serta untuk menetralkan bau yang tidak menyenangkan dari
rebusan kubis (Lewis, diacu dalam Librianto 2004). Pada industri Parfum,
minyak pala digunakan sebagai bahan pencampur minyak wangi dan penyegar
ruangan. Minyak pala yang berasal dari biji, fuli dan daun banyak digunakan
untuk industri obat-obatan, serta parfum dan kosmetik. Akhir-akhir ini ada
63
perkembangan baru pemanfaatan minyak atsiri pala, yaitu sebagai bahan baku
dalam aromaterapi. Di Jepang beberapa perusahaan menyemprotkan aroma
minyak pala melalui sistem sirkulasi udara untuk meningkatkan kualitas udara
dan lingkungan. Untuk tujuan yang sama akhir-akhir ini banyak dijumpai
penggunaannya dalam bentuk lain yaitu dalam bentuk potpourri, lilin beraroma,
atomizer, dan produk-produk pewangi lainnya (Nurdjannah 2007).
Dengan beragamnya produk olahan yang dapat dihasilkan dari minyak
pala maka diadakan penyaringan melalui jajak pendapat dengan alat bantu
kuesioner dengan responden. Berdasarkan hasil pendapat para responden pakar,
terdapat empat produk yang paling potensial untuk dikembangkan di Kabupaten
Bogor dengan melihat kondisi sosial ekonomi khususnya pemakai produk olahan
yang berkembang di Bogor. Pemilihan keempat produk berdasarkan suara
terbanyak dari responden terhadap setiap produk olahan minyak pala. Produk
olahan minyak pala itu sendiri memilki batasan, bahwa minyak pala yang
dihasilkan dari bahan baku yang baik akan menghasilkan kadar myristicin
tertentu, biasanya langsung diekspor karena langsung memiliki nilai ekonomi
yang tinggi, sepanjang memenuhi kualitas/standar yang sudah ditentukan.
Sementara itu hasil produksi minyak pala yang berada dibawah kualitas ekspor,
nantinya akan dikembangkan lebih lanjut pemanfaatannya melalui strategi dan
prospek pengembangan industri produk olahan minyak pala.
Setelah dilakukan inventarisasi terhadap produk-produk unggulan dari
minyak pala, selanjutnya dilakukan identifikasi terhadap produk-produk unggulan
olahan minyak pala yang diperkirakan dapat dikembangkan dan dijadikan andalan
dan berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Bogor yaitu daging olahan,
sabun, parfum dan kosmetik, serta obat-obatan. Pendekatan yang digunakan
adalah Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) dengan menggunakan kriteria-
kriteria melalui pertimbangan pendapat responden. Penentuan tingkat kepentingan
kriteria dilakukan juga melalui pengisian kuesioner dengan menggunakan metode
justifikasi yaitu pemberian bobot terhadap kriteria diberikan secara langsung oleh
pakar tanpa melakukan perbandingan relatif terhadap kriteria lainnya. Pemberian
bobot dengan metode ini sesuai dilakukan apabila responden adalah orang yang
mengerti, paham, dan berpengalaman dalam menghadapi masalah keputusan yang
64
justru akan menambah biaya terutama biaya yang berkaitan dengan penyimpanan
dan kerugian karena terjadi produk rusak/cacat.
Nilai ekonomis. Nilai ekonomis yang dimaksudkan adalah keuntungan
yang bisa diperoleh apabila produk tersebut dikembangkan. Keuntungan dalam
hal ini diartikan dalam bentuk uang yang bisa didapatkan. Nilai ekonomis
menyangkut masalah kesejahteraan masyarakat terutama petani pala sebagai
pemasok utama dan juga pada akhirnya menentukan pemberdayaan masyarakat
dan peningkatan perekonomian Kabupaten Bogor secara keseluruhan. Strategi
dan prospek pengembangan industri produk olahan minyak pala didasarkan atas
seberapa besar kontribusi produk ini terhadap pendapatan masyarakat terutama
petani pala dalam upaya meningkatkan taraf hidup, sekaligus sebagai Pendapatan
Asli Daerah (PAD). Berdasarkan hasil diskusi dengan pihak terkait, bahwa selama
ini di Kabupaten Bogor sendiri terjadi kelangkaan/ kekurangan bahan baku biji
dan fuli pala untuk memenuhi industri minyak pala yang sudah ada. Harga bahan
baku itu sendiri juga tinggi ditingkat pedagang pengumpul, sehingga
menyebabkan beberapa industri pengolahan minyak pala harus menghentikan
produksinya karena bahan baku sudah sulit didapat. Menurut data dari Dinas
Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor tahun 2006 luas kebun pala rakyat di
Kabupaten Bogor masih memiliki prospek untuk dikembangkan. Kebun pala
rakyat masih memilki potensi kedepannya, disamping buah pala adalah tanaman
khas Bogor selain talas dan kenari. Jika ditangani dengan baik oleh berbagai
pihak, komoditas ini dapat menjadi andalan Kabupaten Bogor dengan
pemanfaatan setiap bagian dari buahnya melalui diversifikasi produk, misalnya
sirup pala dapat dijadikan “welcome drink” bagi Kabupaten Bogor. Pala adalah
salah satu komoditas yang tidak diatur tata niaganya oleh pemerintah. Di Desa
Sukamantri Kecamatan Taman Sari misalnya, para pemilik kebun biasa menjual
hasil panennya kepada para pedagang pengumpul baik berupa buah pala
gelondong maupun biji berikut fuli, tanpa mempertimbangkan pada alternatif
pemanfaatannya yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Ketiadaan dan harga
yang tinggi dari biji dan fuli pala sebagai bahan baku minyak pala tentunya dapat
dicari akar permasalahan dan ditemukan solusi untuk mengatasinya.
66
produk ini dengan mudahnya berganti merk dan mencoba merk-merk baru,
namun dianggap lebih cocok dan aman bagi perawatan kecantikan dan
kebugarannya.
Produk obat-obatan lebih jarang digunakan mengingat fungsinya yang
hanya dikonsumsi pada waktu-waktu tertentu disaat seseorang menderita sakit.
Produk sabun dan daging olahan berturut-turut menempati prioritas produk olahan
minyak pala di rangking ketiga dan keempat. Dilihat dari keenam kriteria yang
telah ditetapkan dalam pemilihan produk olahan unggulan minyak pala, nilai
akhir kedua produk ini berada dibawah dua produk unggulan sebelumnya yakni
parfum dan kosmetik serta obat-obatan, yang menjadi pilihan responden. Hal ini
juga dipengaruhi oleh permintaan pasar yang biasanya lebih menyenangi produk
sabun dan daging olahan yang sejak lama telah beredar dipasaran, jika
dibandingkan produk baru yang akan dikembangkan yakni produk olahan minyak
pala, terkecuali produk sabun yang memang masuk dalam jenis kosmetik seperti
sabun-sabun yang tergolong produk perawatan kecantikan.
Kecamatan Dramaga berada pada ketinggian 500 m dpl dengan suhu udara
antara 20 – 29˚C. Sedangkan hari hujan sebanyak 172 hari dan curah hujan 350
mm/tahun. Luas perkebunan pala di Kecamatan Dramaga ini kurang lebih 37 ha
dan banyaknya pemilik pohon sejumlah 363 kepala keluarga. Luas lahan kebun
pala ini juga tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Kecamatan Cijeruk berada pada ketinggian 549 m dpl, suhu antara
20 - 27˚C, dengan jumlah hari hujan sebanyak 18 hari, dan curah hujan 3 328
mm/tahun. Luas perkebunan pala di Kecamatan Cijeruk kurang lebih 103.35 ha
dan banyaknya pemilik pohon sejumlah 1 060 kepala keluarga. Luas lahan kebun
pala ini sudah jauh berkurang dibanding tahun-tahun sebelumnya yakni kurang
lebih 132.5 ha pada tahun 2002 berdasarkan data Dinas Kehutanan dan
perkebunan Kabupaten Bogor tahun 2003.
Kecamatan Ciomas berada pada ketinggian 200 m dpl dengan suhu rata-
rata 29˚C, jumlah hari hujan sebanyak 19 hari dan curah hujan 415 mm/tahun,
dengan bentuk wilayah datar sampai berbukit. Luas perkebunan pala di
Kecamatan Ciomas kurang lebih 43 ha dan banyaknya pemilik pohon sejumlah
433 kepala keluarga. Luas lahan kebun pala ini juga tidak mengalami perubahan
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Kecamatan Caringin berada pada ketinggian 556 m dpl dengan suhu
minimum atau maksimum 18 - 30˚C, dan curah hujan 664 mm/tahun. Luas
perkebunan pala di Kecamatan Caringin kurang lebih 15.68 ha dan banyaknya
pemilik pohon sejumlah 472 kepala keluarga. Luas lahan kebun pala ini sudah
jauh berkurang dibanding tahun-tahun sebelumnya yakni kurang lebih 45 ha pada
tahun 2002.
Hasil analisis untuk pemilihan lokasi industri produk olahan minyak pala
dapat dilihat pada Tabel 9. Kriteria-kriteria pada Tabel 9 ditetapkan dengan
mempertimbangkan kontinuitas industri produk olahan minyak pala yang
mengacu kepada kecukupan bahan baku (luas lahan, kesesuaian agroklimat
tanaman pala), kelancaran produksi dari industri tersebut yang bergantung kepada
fasilitas penunjang, keamanan berusaha, dan juga pemasaran produk olahan
minyak pala nantinya yang bergantung kepada kemudahan transportasi, dan akses
konsumen.
69
Luas lahan. Kriteria ini mengacu kepada luas lahan kebun pala,
mengingat bahwa pala sebagai bahan baku dari industri yang akan dikembangkan.
Luas lahan kebun pala mempengaruhi berapa banyak pohon pala yang bisa
tumbuh/ditanam dan pada akhirnya akan menentukan banyaknya fuli dan biji pala
yang dihasilkan, sehingga secara langsung akan mempengaruhi kecukupan akan
bahan baku dan kelangkaan akan bahan baku dapat dihindari.
Kesesuaian agroklimat. Kriteria ini menentukan produktivitas tanaman
pala. Agroklimat yang dimaksud adalah kondisi tanah, kelerengan, dan iklim.
Hal-hal tersebut perlu dikaji karena menyangkut masalah persyaratan tumbuh
tanaman pala yang tentu saja berbeda dengan tanaman perkebunan lainnya, agar
tanaman dapat tumbuh dan menghasilkan dengan baik.
bahan baku yang terlalu jauh, akan menyebabkan biaya operasional yang terlalu
tinggi. Pada akhirnya biaya yang dikeluarkan dengan nilai ekonomis yang
didapatkan tidak seimbang.
Fasilitas penunjang. Fasilitas yang dimaksudkan dalam salah satu kriteria
penentuan lokasi potensial pengembangan industri industri produk olahan minyak
pala adalah sarana komunikasi, listrik, dan air. Sarana komunikasi yang utama
adalah saluran telepon dan kemudahan untuk mengakses informasi yang
disediakan oleh Pemerintah baik informasi mengenai daerah pemasaran ataupun
informasi lainnya. Ketersediaan air dan listrik merupakan kebutuhan dasar bagi
pengelolaan industri karena energi dari listrik menjadi input untuk mesin-mesin
pengolahan atau alat-alat lain.
Akses konsumen. Kriteria ini menggambarkan kedekatan daerah penjualan
dengan konsumen utama dan menentukan kelancaran dari pemasaran produk
olahan minyak pala tersebut. Kurangnya akses konsumen akan merugikan bagi
produsen/pelaku industri khususnya karena terjadi penumpukan produk,
kerusakan produk, dan tingginya biaya penyimpanan. Akses konsumen juga harus
mempertimbangkan ruang lingkup pemasaran, apakah hanya untuk pasar lokal
atau juga akan menjangkau pasar internasional.
Keamanan berusaha. Keamanan berusaha menggambarkan kondisi iklim
usaha yang didukung oleh penerimaan masyarakat terhadap keberadaan industri
produk olahan minyak pala. Keberadaan industri harus memberikan manfaat
sebesar-besarnya kepada masyarakat terutama masyarakat sekitar sehingga
mereka akan terus berperan aktif membangun industri tersebut. Dukungan
masyarakat sangat penting bagi kelanjutan usaha industri. Industri yang tidak
memperhatikan kepentingan masyarakat akan menimbulkan konflik-konflik yang
akan mengganggu jalannya industri secara keseluruhan.
Berdasarkan hasil pengolahan kuesioner melalui metode MPE, maka
didapatkan hasil bahwa sebaiknya industri produk olahan minyak pala
dikembangkan di daerah Ciomas. Memang dari segi potensi industri unggulan
kecamatan, Kecamatan Caringin saat ini memiliki potensi dengan adanya industri
minyak resin pala dan industri minyak nilam. Namun apabila industri yang akan
dikembangkan ditempatkan di Kecamatan Caringin, maka faktor kendala utama
yang menjadi bahan pertimbangan serius adalah akses konsumen dan kecukupan
71
akan bahan baku. Dibutuhkan waktu tempuh yang lebih lama untuk mencapai
Caringin dari pusat kota dibandingkan alternatif kecamatan lainnya. Disamping
itu saat ini luasan kebun pala di Kecamatan Caringin sudah jauh berkurang
dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Sedangkan jika dilihat dari kesesuaian lingkungan (agroklimat) tanaman
pala dan luas kebun pala yang benar-benar ada saat ini, Kecamatan Cijeruk dan
Kecamatan Taman Sari amat sesuai untuk tempat tumbuh tanaman pala. Namun
keduanya juga terletak cukup jauh dari pusat kota, disamping kemudahan
transportasi dan akses konsumen kedua kecamatan ini yang masih berada dibawah
kecamatan Ciomas. Hal ini juga dikhawatirkan menjadi kendala utama dalam hal
biaya transportasi dan jangkauan pasar terhadap industri produk olahan minyak
pala yang akan dikembangkan. Fasilitas penunjang di kedua tempat ini juga
kurang memadai dibandingkan Kecamatan Ciomas. Sehingga pilihan responden
adalah daerah Ciomas yang relatif masih terdapat kebun pala cukup luas kurang
lebih 43 Ha.
Jarak Ciomas dari pusat kota maupun kecamatan lain seperti Dramaga
yang memiliki potensi industri manisan pala relatif lebih dekat. Dengan
pemanfaatan biji dan fuli pala yang berasal dari Dramaga dapat menjadi solusi
pemenuhan kelangkaan bahan baku industri yang akan dikembangkan nantinya.
Batas wilayah Kecamatan Ciomas secara administratif adalah sebelah Utara
berbatasan dengan Kecamatan Dramaga dan Kota Bogor, sebelah Timur
berbatasan dengan Kota Bogor, sebelah Barat dengan kecamatan Dramaga, dan
sebelah selatan dengan kecamatan Taman Sari. Dilihat dari batas wilayah
tersebut, Kecamatan Ciomas berbatasan langsung dengan akses pasar yakni Kota
Bogor dan otomatis Ibu Kota Negara. Sementara itu Kecamatan Ciomas juga
berbatasan langsung dengan Dramaga dan Taman Sari yang masih memiliki
luasan kebun pala masing-masing kurang lebih 37 Ha dan 46 Ha, dengan tingkat
kesesuaian agroklimat amat sesuai untuk lingkungan tumbuh tanaman pala, secara
teknis apabila Kecamatan Ciomas mengalami kelangkaan bahan baku,
kekurangan itu dapat dipenuhi dari kedua wilayah ini dengan biaya transportasi
yang relatif murah. Selain itu Kecamatan Ciomas juga memiliki wilayah terluas
dibanding empat alternatif wilayah lainnya, sehingga jika perluasan areal tanaman
72
pala diperlukan, Ciomas menjadi pilihan prioritas dengan luas wilayah saat ini
kurang lebih 6 373.62 Ha atau 63.73 Km.
Sarana transportasi di Kecamatan Ciomas didukung oleh Jalan dan
Jembatan dengan kondisi jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat
sepanjang 58 km, dan relatif lengkapnya sarana jaringan telpon (10 824
pelanggan), listrik PLN (23.891 pelanggan), jumlah telepon umum (175 unit),
serta wartel (73 unit) berdasarkan survei lapang tahun 2005 (BAPPEDA Kab
Bogor 2005). Iklim usaha di daerah Ciomas juga cukup kondusif dalam arti
penerimaan masyarakat akan industri cukup baik, tenaga kerja juga cukup tersedia
terutama dari penduduk setempat. Industri yang tumbuh di kecamatan ini
berdasarkan survei lapang tahun 2005 adalah industri dalam skala industri besar 3
buah, industri sedang 4 buah, dan industri kecil 1 064 buah dengan potensi
unggulan kecamatan saat ini adalah industri sandal dan sepatu serta budidaya ikan
hias, yang ditunjang oleh lembaga perbankan setingkat BPR.
Produk olahan minyak pala yang terpilih melalui metode MPE yaitu
kosmetik sehingga analisis kelayakan yang dilakukan adalah untuk industri
kosmetik termasuk parfum di dalamnya sebagai produk olahan minyak pala.
Kosmetik termasuk produk parfum berupa aromaterapi didalamnya dipakai oleh
konsumen individu yang diperoleh melalui pembelian langsung di apotik atau
toko kosmetik, atau melalui jasa salon kecantikan, klinik kecantikan, perawatan,
dan kebugaran tubuh. Kosmetik digunakan untuk mempercantik dan merawat
wajah serta bagian tubuh lainnya, sedangkan parfum dalam hal ini produk
aromaterapi digunakan untuk memberi kesegaran atau relaxasi pada tubuh yang
sedang lelah atau bersifat menghilangkan stres. Pada industri parfum minyak pala
juga dapat digunakan sebagai bahan pencampur minyak wangi dan penyegar
ruangan. Jika melihat dari kebutuhan masyarakat Kabupaten Bogor, Kodya
Bogor, dan dengan relatif dekatnya dari Ibu Kota Jakarta, dimana banyak
menjamur lokasi perumahan mulai kelas biasa, menengah hingga kelas atas
dengan penghuni para pendatang dan sebagian besar dari mereka adalah pekerja
73
103.35 ha luasan yang ada di Kecamatan Cijeruk, berdasarkan data luas areal dan
produksi perkebunan pala rakyat di Kabupaten Bogor tahun 2006. Berdasarkan
data yang sama produksi pala per hektarnya rata-rata bisa mencapai 7.92 ton.
Total luasan yang dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri yang akan
dikembangkan sekitar 140 ha. Kebun pala ini dapat dibuat dari 14 000 bibit pohon
pala, yang mungkin bisa diperoleh melalui bantuan Pemerintah Daerah Kabupaten
Bogor.
Menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal Propinsi Maluku, hasil
rata-rata dari 1 pohon pala adalah masing-masing biji pala sebanyak 8 kg dan fuli
sebanyak 2 kg. Dari 140 ha tanah yang ditanami 14 000 pohon pala memperoleh
hasil untuk 2 kali panen dalam 1 tahun, yaitu biji pala 201 600 kg dan fuli 50
400 kg (umur pohon yang menghasilkan atau siap panen adalah 8 tahun). Berat
biji pala adalah sekitar 1/5,5 bagian dari berat keseluruhan buah pala, sedangkan
fuli adalah sekitar 1/22 bagian dari berat keseluruhan buah pala. Jumlah ini
diperkirakan cukup untuk keperluan industri dalam satu tahun.
Jika dilihat dari sisi persaingan, maka hal yang paling mengancam adalah
produk kosmetik yang berasal dari bahan kimia. Pengusaha salon atau konsumen
perorangan masih banyak yang belum memperhatikan efek samping penggunaan
kosmetik berbahan dasar kimia untuk jangka panjang, terutama bahan kimia yang
disinyalir badan sertifikasi dan badan stadarisasi produk kosmetik sangat
berbahaya baik bagi kulit maupun organ tubuh lainnya seperti ginjal. Hal ini juga
disebabkan belum terlalu meluasnya atau tersosialisasinya produk kosmetik
berbahan dasar herbal seperti minyak pala misalnya. Padahal jika dilihat dari segi
keamanan maka minyak pala lebih aman dibandingkan dengan bahan kimia yang
biasanya terdapat dalam kosmetik dan parfum berbahan dasar kimia.
Menurut data terbaru dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor jumlah
apotik, salon kecantikan, dan klinik perawatan wajah di Kabupaten Bogor
berjumlah 172 buah, terdiri dari 170 buah apotek, dan 2 diantaranya adalah satu
salon di Kecamatan Citereup dengan ijin terdaftar di Dinas Kesehatan, dan satu
klinik perawatan kecantikan di wilayah Kecamatan Gunung Puteri. Sedangkan
data salon-salon berskala kecil atau rumahan belum terdapat data yang pasti,
mengingat usaha ini biasa berdiri tanpa disertai ijin resmi dari Dinas Kesehatan
75
maupun Disperindag. Dari jumlah tersebut, dapat diperkirakan industri yang akan
dikembangkan kurang lebih dapat memasok 10 kg kosmetik per bulan untuk satu
apotik, salon atau klinik kecantikan. Jika diasumsikan produk ini rata-rata
dikemas 15 gr per wadah kemasan, maka jumlah yang dapat dipasok rata-rata 27
buah wadah kemasan 15 gr per hari, atau 648 wadah kemasan per bulan. Asumsi
tersebut belum menyentuh pasar yang ada di Kodya Bogor, atau toko obat dan
toko kosmetik yang belum terdaftar di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.
Komponen biaya investasi yang paling besar digunakan untuk mesin dan
peralatan yang besarnya mencapai 46.53% dari seluruh kebutuhan biaya investasi
industri kosmetik yang merupakan produk olahanminyak pala. Komponen ini
terdiri dari mesin dan peralatan pengolahan bahan baku minyak pala senilai
Rp119 070 000.00 dan mesin dan peralatan pengolahan kosmetik senilai Rp110
406 000.00 Menurut Nurdjannah (2007) pada proses pengolahan minyak pala
dengan tenggang waktu 10 tahun dibutuhkan biaya investasi mesin dan peralatan
Rp119 070 000.00 dengan kapasitas 21.5 ton minyak per tahun, sesuai dengan
kapasitas industri pengolahan bahan baku minyak pala yang akan didirikan.
Sedangkan mesin dan peralatan pengolahan kosmetik diasumsikan sesuai dengan
industri kosmetik dan jamu tradisional yang ada di Kulonprogo (SIPUK BI 2008),
mengingat belum ada data industri kometik yang merupakan produk olahan
minyak pala. Fasilitas penunjang yang dimaksud adalah instalasi telepon, listrik,
air, komputer, dan perlengkapan kantor lainnya.
78
Asumsi harga biji dan fuli pala per kilo adalah Rp35 000.00 Jika industri
memiliki 2 buah ketel dan masing-masing ketel dapat beroperasi 1 kali sehari dan
hari kerja 24 hari per bulan, maka diperlukan biaya bahan baku sebesar 412 kg x 1
penyulingan x 2 ketel x 24 hari x Rp35 000.00/ kg = Rp692 160 000.00 per bulan.
Tenaga kerja langsung terdiri dari tenaga pra penyulingan dengan upah
Rp2 000.00 untuk setiap kilogram proses pra penyulingan biji dan fuli yang
dikerjakan ditambah uang makan Rp5 000.00 per hari, sedangkan operator mesin
penyulingan minyak pala dan mesin kosmetik dengan upah per bulan
Rp1 750 000.00, pembuat kosmetik dengan upah Rp45 000.00 perhari juga
ditambah uang makan Rp5 000.00 per hari, serta pengemasan dan distribusi
79
dengan upah per bulan Rp1 500 000.00. Biaya keseluruhan untuk ketiga
kelompok tenaga kerja ini adalah sebesar Rp67 180 000.00. Biaya bahan
pembantu dan penunjang yaitu bahan emulgator bagi kosmetik, pewangi,
pewarna, dan sebagainya, serta bahan bakar dan kemasan. Biaya overhead yang
bersifat tetap (fixed cost) meliputi biaya tenaga kerja tidak langsung (direktur,
manajer, karyawan, mandor lapang), biaya pemasaran, administrasi, perawatan,
biaya margin bank, penyusutan, dan pemeliharaan yang jumlah totalnya adalah
Rp 41 114 788.00.
Sesuai dengan asumsi semula bahwa dari total minyak pala yang
diproduksi setiap harinya sebesar 36% adalah minyak pala berkualitas baik sesuai
standar yang ditentukan, sehingga tidak perlu diolah menjadi produk olahan
berupa kosmetik, dan sisanya sebesar 64% dijadikan bahan baku produk olahan
kosmetik. Harga minyak pala berkualitas dan harga kosmetik ditentukan dengan
menggunakan metode full costing. Berdasarkan perhitungan dengan
menggunakan metode ini didapatkan harga pokok untuk satu kilogram minyak
pala adalah Rp294 468.00, sedangkan harga pokok untuk 15 gram kosmetik
adalah Rp7 384.00 Nilai tersebut dihitung pada saat pabrik berproduksi pada
kapasitas penuh. Harga jual ditentukan dengan cara menambahkan harga pokok
dengan keuntungan sebesar masing-masing 20% untuk kosmetik dan 2% untuk
minyak pala, sehingga harga jual untuk produk minyak pala kualitas baik adalah
Rp300 000.00 (pembulatan) per kg dan harga jual untuk produk kosmetik adalah
Rp8 860.00 (pembulatan) per 15 gr atau Rp590 725.00 per kg. Besarnya mark up
ini ditentukan atas pertimbangan perkiraan keuntungan yang ingin didapatkan dari
hasil penjualan agar industri menguntungkan secara finansial khususnya bagi
petani pala di Kabupaten Bogor yang selama ini mengalami kelesuan.
Besarnya keuntungan yang diharapkan tidak akan mengurangi
kemampuan bersaing dari produk kosmetik olahan dasar minyak pala. Harga jual
tersebut berada dibawah pasaran kosmetik non brand saat ini yang berkisar
Rp10 000.00 hingga Rp15 000.00 untuk kemasan 15 gr, sehingga diharapkan
dengan kualitas yang tidak kalah dengan kosmetik olahan dasar kimia dan harga
yang lebih murah, konsumen lebih tertarik dengan produk ini. Penerimaan pada
industri kosmetik ini diasumsikan konstan setiap tahunnya (tidak ada perubahan
harga). Pada tahun pertama sampai kedua, penerimaan didapatkan belum pada
81
kapasitas yang penuh. Pada kapasitas penuh, prakiraan penerimaan dari hasil
penjualan kosmetik ini adalah Rp11 909 007 552.00
Untuk produk minyak pala kualitas baik yang tidak diolah kembali
menjadi produk kosmetik, namun langsung dijual ke pasaran dinilai kurang
memiliki prospek baik untuk kondisi saat ini. Jika melihat dari harga pokok dan
harga jual yang didapatkan dari perhitungan sebelumnya, produk tersebut tidak
akan memiliki kemampuan bersaing pada kapasitas produksi penuh, karena
tingkat harga rata-rata pasaran minyak pala berkisar Rp270 000.00 per kg, bahkan
harga pokoknya masih berada diatas harga pasaran yakni Rp294 468.00. Hal ini
disebabkan tingkat harga bahan baku biji dan fuli pala yang masih tinggi berkisar
Rp35 000.00 hingga Rp65 000.00 per kg. Seperti yang telah dibahas pada bab
sebelumnya, bahwa kondisi beberapa industri pengolahan minyak pala di
Kabupaten Bogor saat ini sedang mengalami kelesuan, dan beberapa sudah tidak
berproduksi lagi memang menjadi bahan pemikiran untuk mencari alternatif
pengolahan lebih lanjut dari minyak pala menjadi produk-produk yang memilki
prospek kedepan lebih baik. Selain itu dengan adanya krisis global yang dialami
dunia saat ini, beberapa komitment ekspor dari Indonesia mengalami pembatalan
dan berimbas pada lesunya situasi ekspor saat ini. Tidak menutup kemungkinan
juga dialami komoditi minyak pala. Sementara menunggu situasi ekspor
membaik, faktor ketahanan dari minyak pala itu sendiri kurang mendukung,
hingga diperlukan proses lebih lanjut menjadi produk olahan atau mencari solusi
agar minyak yang dihasilkan dapat lebih tahan lama. Dengan mark up harga
pokok 2% pada kapasitas penuh, prakiraan penerimaan dari hasil penjualan
minyak pala ini adalah Rp3 456 000 000.00.
Aliran kas dihitung dengan mengurangkan kas masuk dengan kas keluar.
Aliran kas masuk dalam industri kosmetik ini berasal dari modal sendiri, modal
pinjaman (pembiayaan), dan pendapatan hasil penjualan. Aliran kas keluar terdiri
dari biaya modal tetap dan modal kerja pada saat awal proyek dan angsuran
pinjaman (pembiayaan) yang harus dikembalikan. Asumsi yang dipergunakan
82
Pay Back Period disebut juga periode pengembalian adalah suatu periode
yang menunjukkan lamanya modal yang ditanam dalam proyek tersebut dapat
kembali dan menggambarkan lamanya waktu agar dana yang telah diinvestasikan
dapat dikembalikan (Rangkuti 2000). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa
industri bisa mengembalikan modal dalam jangka waktu 11 bulan 15 hari.
produk turun 5%, maka industri juga masih layak untuk dipertimbangkan karena
baik turunnya harga jual maupun naiknya harga bahan baku tetap tidak dapat
mempengaruhi kuatnya posisi profit industri. Kondisi tersebut dapat terlihat pada
Tabel 18.
Dari Tabel 18 diatas, jika dilakukan perbandingan dua skenario arus kas,
industri kosmetik ini lebih sensitif terhadap kenaikan harga bahan baku daripada
penurunan harga jual, sehingga dapat menjadi pertimbangan bagi industri untuk
memilih strategi pemasaran melalui “perang harga”, karena turunnya harga jual
produk tidak terlalu memberikan pengaruh negatif bagi industri.
b. Kebijakan pemerintah daerah atau pusat yang tidak konsisten antara satu
dinas/instansi dengan lainnya.
Kebijakan yang saling tidak konsisten ini akan menyebabkan
ketidaknyamanan dan ketidakamanan dalam berusaha bagi industri dan
selanjutnya akan mengancam kelangsungan industri.
budidaya pala yang turun temurun (0.315). Hal ini berpengaruh besar karena akan
memudahkan dalam hal pengadaan bahan baku pala. Para petani pala tidak asing
lagi dengan cara pembudidayaan yang benar untuk menghasilkan tanaman yang
berkualitas tinggi sehingga akan didapatkan biji dan fuli serta produk olahan dari
minyak pala yang berkualitas baik. Tersedianya sumber daya lahan yang cukup
luas (0.248) juga menjadikan kekuatan apabila dimanfaatkan sebagai area untuk
pembudidayaan tanaman pala yang sangat penting artinya bagi kontinuitas
industri produk olahan minyak pala, maupun sebagai tempat/lokasi industri.
Faktor kelemahan yang sangat penting untuk diperhatikan adalah sistem
informasi yang belum memadai (0.316) dan aspek kelembagaan yang belum
efektif (0.316). Langkah yang dapat diambil untuk mengatasi kelemahan tersebut
adalah memfungsikan kelompok-kelompok tani pala sebagai pemasok bahan
baku, dan selanjutnya perlu diadakan kerjasama dengan lembaga investor /
lembaga-lembaga penelitian. Selain itu juga perlu menata dan menyediakan data
dan sistem informasi yang mutakhir dan akurat misal mengenai produksi,
kebutuhan pasar, kecenderungan pasar, dan informasi harga minyak pala.
Pembuatan peta perwilayahan untuk usaha pengolahan minyak pala juga
diperlukan untuk memberikan informasi keberadaan usaha minyak pala dan atau
produk turunannya yang umumnya terdapat di pedesaan dan berskala kecil.
Kelemahan yang penting juga untuk dikaji selain dua kelemahan diatas
yang memiliki skor berimbang adalah kurangnya bahan baku pala (0.303) akibat
kurangnya gairah petani pala. Hal ini terkait dengan kurangnya perhatian
pemerintah daerah akan kelangsungan usaha tani pala yang notabene merupakan
tanaman khas Bogor, selain talas dan kenari. Sehingga yang terjadi adalah
kelangkaan produksi pala sementara luasan tanaman masih cukup menjanjikan.
Langkah yang perlu diambil untuk mengatasi kelemahan tersebut adalah
pemerintah lebih mengintensifkan penyuluhan-penyuluhan mengenai budidaya
pala yang benar, pemberian bantuan benih/bibit tanaman pala yang baik,
mengorganisir pasar dan melakukan pengawasan hasil produksi petani sehingga
tidak jatuh ke tangan tengkulak yang hanya ingin mengambil keuntungan sepihak
dari hasil panen petani pala, sehingga kelangkaan bahan baku dan tingginya harga
bahan baku akan dapat dihindari.
92
diperoleh. Formulasi strategi ini tidak terlepas dari aspek lingkungan internal dan
eksternal. Setelah matrik IFE dan EFE dibuat, langkah selanjutnya adalah
menyusun matriks IE yang merupakan pemetaan dari skor total matriks IFE dan
EFE.
Total Skor IFE
4.0 Kuat 3.0 Rata-rata 2.0 Lemah 1.0
Tinggi I II III
Pertumbuhan
3,0
Total Skor EFE
Sedang IV V VI
2,0
1.0
Gambar 2 Posisi Industri Produk Olahan Minyak Pala
Matriks diatas menggambarkan nilai skor IFE sebesar 3.032 dan EFE
2.908 sehingga posisi industri produk olahan minyak pala berada pada kuadran II
atau posisi sel dua (pertumbuhan) yang menunjukkan posisi strategi pertumbuhan
melalui integrasi horizontal dengan kata lain industri produk olahan minyak pala
mempunyai tingkat keunggulan dalam faktor eksternal yang merupakan
kontribusi dari tingginya faktor-faktor peluang. Strategi yang disarankan pada
kondisi tersebut adalah bahwa industri merumuskan strategi pemasaran untuk
menembus pasar, melakukan diversifikasi produk dan mengembangkan wilayah
pasar yang dikuasainya. Kuadran I, II, dan IV dikenal dengan grow and build,
kuadran III, V, dan VII adalah hold and maintain, sedangkan VI, VII, dan IX
adalah Harvest and divesture.
94
Faktor.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam rangka pemberdayaan
masyarakat melalui strategi dan prospek pengembangan industri produk olahan
minyak pala yaitu ketersediaan bahan baku, mutu bahan baku, penguasaan
teknologi, permintaan/kondisi pasar, ketersediaan fasilitas dan sarana
produksi, SDM yang berkualitas, harga menguntungkan, dan ketersediaan
dana dan modal.
Aktor
Aktor-aktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan industri
produk olahan minyak pala di Kabupaten Bogor adalah petani pala, pemerintah
daerah, investor, pelaku industri, konsumen, lembaga keuangan, serta
lembaga penelitian dan pengembangan (litbang).
Tujuan
Tujuan yang diidentifikasi adalah membuka lapangan pekerjaan,
memaksimalkan keuntungan, perluasan/diversifikasi usaha, perluasan
pangsa pasar, dan peningkatan pendapatan daerah/devisa.
Alternatif Strategi.
Alternatif strategi berkenaan dengan kebijakan-kebijakan spesifik yang
diprioritaskan untuk mencapai sasaran utama yaitu perluasan areal kebun pala,
pembangunan sentra produk olahan minyak pala, pola kemitraan,
pemberdayaan lembaga permodalan dan keuangan yang ada di Kabupaten
Bogor, peningkatan kualitas SDM dan teknologi, pembangunan pusat
informasi pala dan produk-produknya, dan perbaikan kebijakan dan
kelembagaan.
97
Dari tabel diatas faktor yang paling penting untuk dipertimbangkan dalam strategi
dan prospek pengembangan industri produk olahan minyak pala dalam rangka
pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Bogor adalah ketersediaan bahan baku
sebagai prioritas pertama dengan bobot 0.171. Bahan baku yang mencukupi yaitu
berupa biji dan fuli pala sangat penting bagi industri produk olahan minyak pala.
Dari hasil wawancara dengan seorang peneliti maupun seorang staf di Pemerintah
Daerah Kabupaten Bogor sebenarnya strategi dan prospek pengembangan industri
produk derrvatif minyak pala di Kabupaten Bogor untuk kondisi saat ini dinilai
belum visible dan masih belum menjadi prioritas kebijakan pengembangan
agroindustri di Kabupaten Bogor, meskipun keuntungan bagi masyarakat besar.
81
Goal : Pemberdayaan Masyarakat Kab. Bogor melalui Pengembangan Industri Produk Olahan Minyak Pala
Ketersediaan Mutu Bahan Penguasaan Permintaan/ Ketersediaan Fasilitas SDM yang Harga yang Ketersediaan
Faktor : Bahan Baku Baku Teknologi Kondisi Pasar dan Sarana Produksi Berkualitas Menguntungkan Dana & Modal
(0,171) (0,140) (0,151) (0,154) (0,083) (0,098) (0,109) (0,093)
Petani Pala Pemda Investor Pelaku Industri Konsumen Lembaga Keuangan Litbang
Aktor : (0,205) (0,362) (0,051) (0,239) (0,048) (0,036) (0,058)
Hal ini karena luasan kebun pala rakyat yang benar-benar ada saat ini jauh
berkurang dan dikhawatirkan tidak mampu mencukupi kebutuhan industri produk
olahan minyak pala. Selain itu kondisi di lapangan saat ini beberapa industri
pengolahan minyak pala yang sudah ada sebagian tidak lagi berproduksi. Hal ini
sebenarnya sudah mendapat perhatian dari pihak litbang dengan memberi bantuan
barupa penyempurnaan alat destilasi dan penyuluhan kepada pelaku industri
untuk memperoleh hasil minyak pala yang efisien. Namun karena kurangnya
bahan baku berupa biji dan fuli pala serta tingginya harga kedua bahan baku
tersebut mengakibatkan produksi terganggu dan akhirnya berhenti sama sekali.
Beberapa alat penyulingan saat ini dalam kondisi menganggur (idle), selain
kurangnya perencanaan yang cermat dalam pendirian industri minyak pala
tersebut, menurut Peneliti dari Balai Besar Litbang Pasca Panen adalah kurangnya
perhatian yang serius dari Pemerintah akan pengembangan industri minyak atsiri
di Kabupaten Bogor. Karena beberapa alat destilasi yang saat ini menganggur
sebenarnya dapat juga dimanfaatkan untuk penyulingan minyak atsiri lainnya
selain minyak pala seperti minyak nilam dan minyak cengkeh misalnya. Untuk itu
dalam rangka mencukupi kebutuhan akan bahan baku biji dan fuli pala perlu
dibuat sebuah sentra perkebunan pala. Sentra tersebut sebaiknya dibuat di dekat
lokasi potensial pengembangan industri produk olahan minyak pala atau industri
pengolahan bagian buah pala lainnya, agar terjadi efisiensi waktu dan biaya dalam
hal penyediaan bahan baku, dan transportasi.
Faktor permintaan atau kondisi pasar menjadi prioritas kedua setelah
ketersediaan bahan baku dengan bobot 0.154. Dengan adanya pasar maka industri
akan terus dapat beroperasi dan tidak kesulitan untuk memasarkan produknya.
Apabila produk dari industri terus dapat diserap pasar maka industri semakin
berkembang, maka akan semakin membuka peluang bagi masyarakat untuk
bekerja pada industri atau ikut serta dalam pengembangan industri melalui
kemampuannya masing-masing.
Dari Tabel 23 dibawah diketahui bahwa aktor yang menduduki prioritas
pertama adalah Pemerintah Daerah dengan bobot sebesar 0.362. Berdasarkan
penilaian beberapa responden pakar aktor yang dinilai berperan sangat penting
dalam strategi dan prospek pengembangan industri produk olahan minyak pala
yang akan dikembangkan di Kabupaten Bogor adalah Pemerintah Daerah.
83
Hal ini mengingat bahwa Pemda yang nantinya mampu meningkatkan dan
menumbuhkan upaya kreatif masyarakat untuk membidik potensi daerah dan
mengelolanya, seperti uraian yang telah dipaparkan perihal faktor prioritas
terpenting yaitu ketersediaan bahan baku pala. Peran terpenting Pemerintah
Kabupaten Bogor adalah bagaimana agar mampu membangkitkan kembali minat
masyarakat untuk menanam dan membudi dayakan tanaman pala, karena itu perlu
adanya publikasi tentang industri produk olahan minyak pala dan pengarahan-
pengarahan yang berkaitan dengan hal tersebut, termasuk pengembangan industri
pengolahan bagian tanaman pala lainnya, sehingga secara keseluruhan
pengembangan kebun pala rakyat dapat berdaya guna dan berhasil guna.
Disamping itu Pemerintah diupayakan lebih mengintensifkan penyuluhan-
penyuluhan mengenai budidaya pala yang benar, pemberian bantuan benih/bibit
tanaman pala yang baik, mengorganisir pasar dan melakukan pengawasan hasil
produksi petani sehingga tidak jatuh ke tangan tengkulak yang hanya ingin
mengambil keuntungan sepihak dari hasil panen petani pala, sehingga kelangkaan
bahan baku dan tingginya harga bahan baku akan dapat dihindari. Pemda juga
merupakan jalan untuk terbukanya industri tersebut di Kabupaten Bogor karena
Pemda yang nantinya akan menentukan kebijakan-kebijakan serta peraturan-
peraturan yang kemungkinan dapat melancarkan jalannya industri atau malah
sebaliknya yaitu menghambat. Artinya Pemda sangat menentukan iklim usaha
bagi industri produk olahan minyak pala.
Pelaku industri menduduki prioritas kedua dengan bobot 0.239, yang
dimaksudkan pelaku industri adalah masyarakat Kabupaten Bogor yang terjun
langsung dalam industri produk olahan minyak pala. Pelaku industri berperan
84
Luasan areal kebun pala yang ada pada saat ini sudah mulai menyempit
disebabkan adanya alih lahan atau kegiatan lain yang disebabkan kurang adanya
jaminan prospek untuk kemudahan pasar dari pohon pala dan produk-produknya,
sehingga pemerintah perlu bekerjasama dengan petani pala untuk pengembangan
areal kebun pala. Namun untuk pengusahaan tanaman pala di daerah baru perlu
sekali diperhatikan tentang kesesuaian iklim, jenis tanah, suhu, pH tanah,
drainase, dan sebagainya agar tanaman dapat tumbuh dan menghasilkan dengan
baik, karena berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh para ahli curah hujan,
kelembaban, pH tanah, dan drainase memiliki peranan besar terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman pala. Dalam upaya meningkatkan pendapatan
petani, salah satu upaya adalah dengan memanfaatkan lahan seoptimal mungkin
dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan memperhatikan syarat tumbuh
dari setiap tanaman itu sendiri. Peluang tanaman pala sebagai tanaman pokok
ataupun sebagai tanaman sela sangat memungkinkan karena banyak lahan
diantaranya belum dimanfaatkan secara optimal.
melalui kerjasama dengan pelaku industri atau lembaga penelitian yang lebih
mengerti tentang teknologi tersebut. Penerapan pola tanam tumpang sari
dimaksudkan untuk menjaga kesuburan tanah pada sentra perkebunan pala karena
dengan adanya pola tanam yang tidak monoton, maka unsur hara tertentu dalam
tanah bisa terus berotasi/tidak hilang sehingga kesuburan lahan terjaga. Melalui
pola kemitraan Pemda dapat memberi kebebasan untuk petani pala menanam
tanaman sela sepanjang itu tidak mengganggu produktivitas lahan dan tanaman
pokok itu sendiri, sehingga tetap diperlukan pengarahan dari Pemda khususnya
Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Menurut Hadad et. al (2006) untuk
menentukan atau mendapatkan jenis tanaman apa yang tepat bergandengan
dengan tanaman pala, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut
:
a) Kesesuaian lingkungan yang diartikan sebagai kecocokkan lahan untuk
tanaman tersebut.
b) Tidak bersifat saling merugikan baik terhadap tanaman sela ataupun tanaman
pokok.
c) Tidak menimbulkan persaingan, terutama dalam pengambilan zat makanan.
d) Tidak memiliki kesamaan sebagai inang timbulnya hama atau penyakit.
e) Memiliki kemampuan saling menguntungkan.
f) Tanaman tersebut memiliki nilai ekonomis.
g) Berwawasan lingkungan, artinya berkemampuan mengawetkan alam,
sehingga kelestariannya tetap terjamin sesuai konsep ekologi yang diinginkan
bersama. Sebagai contoh upaya menekan sekecil mungkin tingkat erosi tanah
yang kelak dapat menurunkan tingkat kesuburan tanah.
Peluang tanaman pala sebagai tanaman sela, jumlahnya tergantung umur
tanaman pokok, pada tanaman kelapa berumur 10 tahun, tanaman pala dapat
tumbuh dan berproduksi cukup baik sebagai tanaman sela diantara tanaman
kelapa. Sedangkan sebagai tanaman pokok, tanaman pala dapat dipola tanamkan
dengan berbagai jenis tanaman palawija, tanaman temu-temuan, serta berbagai
jenis tanaman obat. Jarak tanam pala yang biasa dipergunakan adalah 10 X 10 m,
dengan jarak tanam tersebut banyak lahan yang kosong, terutama pada saat
tanaman pala berumur dibawah 4 – 5 tahun, lahan ini dapat dimanfaatkan untuk
ditanami berbagai jenis tanaman semusim misalnya tanaman palawija. Hasil
88
panen dari tanaman sela sebaiknya menjadi hak sepenuhnya bagi petani pala
dalam rangka menambah penghasilan dan juga meningkatkan minat petani pala di
Kabupaten Bogor untuk bercocok tanam pala secara lebih baik.
Teknik bercocok tanam yang dipilih sebaiknya tetap disesuaikan dengan
kondisi masyarakat sekitar. Pemerintah Daerah tetap wajib memberikan wawasan
dan pengarahan tanpa melupakan pengetahuan lokal masyarakat khususnya petani
pala yang akan mengolah sentra tanaman pala. Selain itu juga Pemda khususnya
Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, serta
Dinas Penanaman Modal Kabupaten Bogor, dapat bekerjasama dalam hal
pemasaran produk olahan minyak pala yaitu kosmetik dan parfum.
Sedangkan prioritas ketiga dari strategi alternatif pemberdayaan
masyarakat Kabupaten Bogor melalui pengembangan industri produk olahan
minyak pala adalah pembangunan sentra produk olahan minyak pala (0.180).
Sentra produk olahan minyak pala dimaksudkan untuk menampung dan
mendistribusikan produk-produk tersebut kepada konsumen. Dengan adanya
sentra ini diharapkan ada jaminan yang pasti mengenai pemasaran produk olahan
minyak pala. Selain itu pembangunan sentra produk ini dapat menjadi daya tarik
dalam pengembangan daerah seperti yang sudah ada yaitu Perkampungan Industri
Kecil di Jakarta Timur (PIK). Adanya sentra produk ini akan memberikan gairah
kepada industri untuk terus beroperasi karena adanya jaminan pasar bahwa ada
tempat untuk menampung dan memasarkan produk yang sudah dibuat. Dalam hal
ini, Pemda harus mampu membuka saluran-saluran distribusi dan kerjasama
seluas-luasnya agar sentra ini bukan hanya menjadi tempat penampungan yang
akhirnya tidak mampu mendistribusikan produk-produk yang sudah ada.
Pembangunan pusat informasi pala mendapat prioritas keempat (cukup
kecil) dengan bobot 0.130 karena menurut pakar pembangunan pusat informasi
ini hanya menjadi alat bantu saja bagi petani pala khususnya juga masyarakat
Kabupaten Bogor pada umunya tentang peluang-peluang yang dapat “dibidik”
untuk perluasan usaha namun tidak memberikan kontribusi yang nyata terhadap
kesejahteraan masyarakat terutama petani pala. Petani pala lebih membutuhkan
suatu perwujudan yang nyata seperti yang terdapat dalam pola kemitraan.
Peningkatan kualitas SDM serta teknologi menempati prioritas rendah (0.120)
89
karena strategi ini secara otomatis akan terus berproses sebagai hasil dari pola
kemitraan yang dijalankan secara sungguh-sungguh.
90
5.1 Kesimpulan
a) Salah satu cara menentukan minyak pala yang baik adalah melalui
pemilihan metode destilasi untuk menghasilkan bahan baku bagi industri
produk unggulan olahan minyak pala di lokasi potensial di Kabupaten
Bogor. Metode destilasi terpilih adalah metode uap langsung, sedangkan
produk unggulan terpilih adalah kosmetik, serta lokasi industri terpilih
adalah Kecamatan Ciomas.
b) Berdasarkan analisis kelayakan pasar dengan kriteria peluang pasar yakni
kebutuhan konsumen akan produk kosmetik dan sisi persaingan; analisis
aspek teknologi dengan kriteria manajemen teknologi dan ketersediaan
infrastruktur; analisis aspek sumber daya manusia dengan kriteria
penyerapan tenaga kerja produktif dan peningkatan kualitas SDM; dan
kelayakan finansial dengan kriteria kelayakan investasi diperoleh nilai NPV
Rp4 362 473 952, IRR 47.2%, PBP 11.5 bulan, dan B/C ratio 1.11 kali,
maka strategi dan prospek pengembangan industri produk olahan minyak
pala memungkinkan untuk dikembangkan, khususnya bagi pemberdayaan
masyarakat di Kabupaten Bogor.
c) Strategi yang tepat untuk dikembangkan dalam rangka memberdayakan
masyarakat Kabupaten Bogor melalui pengembangan industri kosmetik
yang menggunakan minyak pala adalah perluasan areal kebun pala dan pola
kemitraan.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Marimin. 2002. Teori dan Aplikasi System Pakar dalam Teknologi Manajerial.
Bogor: IPB Press.
_______.2005. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: PT.
Grasindo.
_______. 1993. Pengembangan Sistem Pakar untuk Perencanaan Industri
Minyak Atsiri [Laporan Penelitian]. Bogor: IPB Press.
Nurdjanah N, Wahyudi A, Risfaheri. 1990. Perkembangan Penelitian Minyak
Atsiri Sekunder Cengkeh, Pala, Kemukus, Kapolaga, Lada. Litro Edsus
6:54 -58.
Nurdjanah N. 2007. Teknologi Pengolahan Pala. Edy Mulyono dan Risfaheri,
penyunting. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen
Pertanian, Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen
Pertanian.
Nugraha A. 2003. Studi Pengembangan Agroindustri Minyak Pala (Nutmeg Oil)
di Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
O’Brien, James A. 2006. Pengantar Sistem Informasi Perspektif Bisnis dan
Manajerial. Ed ke-12. Dewi Fitriasari, S.S., M.Si. & Deny A Kwary, S.S,
M.Hum, penerjemah; Jakarta: PT. Salemba Empat. Terjemahan dari:
Introduction To Information Systems Edisi 12.
[PDRB Kab Bogor] Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bogor. 2006.
Profil Industri Kabupaten Bogor. [terhubung berkala]. http://www
.bogorkab. go.id [10 Apr 2008].
Poerwowidodo. 2000. Ilmu Tanah Hutan. Bogor: Laboratorium Pengaruh Hutan
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Purnomo HS, Zulkieflimansyah. 1999. Manajemen Strategi Sebuah Konsep
Pengantar. Jaakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Purseglove JW, Brown EG, Green GL, Robbins SRJ. 1981. Spices Vol 1.
Newyork: Longman.
Rangkuti F. 2000. Manajemen Persediaan Aplikasi di Bidang Bisnis. Jakarta:
Raja Grafindo Perkasa.
__________. 2000. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis Reorientasi
Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Risfaheri, Mulyono E. 1992 Pasca Panen Pala. Di dalam: Perkembangan
Penelitian Tanaman Pala dan Kayu Manis. Littro Edsus 3:31-42.
Rismunandar. 1990. Budidaya dan Tata Niaga Pala. Jakarta: Penebar Swadaya
Risnandar C. 2002. Perencanaan Pendirian Industri Pikel Jamur Tiram Putih di
Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
94
Rosman R, Emmyzar, Made. 1989. Studi Kesesuaian Lahan dan Iklim Tanaman
Pala (Myristica fragrans). Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat.
Russell RS, Taylor BW. 2003. Operations Management 4th ed. New Jersey:
Prentice Hall Inc, Upper Saddle River.
Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin Proses Hirarki
Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Studi yang Kompleks.
Terjemahan. Jakarta: PT.Pustaka Binaman Pressindo.
Sihkadarmanti HW. 2006. Strategi Pengembangan Industri Hilir Minyak Laka
dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Kapupaten Jepara [tesis].
Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
[SIPUK BI] Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil Bank
Indonesia. 2008. Aspek Keuangan Industri Jamu Tradisional. Sistem
Informasi Pola Pembiayaan/Lending Model Usaha Kecil.[terhubung
berkala]. http://www.bi.go.id/sipuk/id/?id=4&no=51320&idrb=45501 [19
Feb 2009].
Sunanto H. 1993. Budidaya Pala Komoditas Ekspor. Yogyakarta: Kanisius.
Supranto J. 1997. Metode Riset dan Aplikasinya dalam Pemasaran. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sutojo S. 2000. Studi Kelayakan Proyek, Teori dan Praktek. Jakarta: Gramedia.
Sutomo B. 2006. Pala Bumbu Dapur Berkhaiat Obat.[terhubung berkala].
http://www.deptan.go.id [06 Apr 2008].
Yuhono JT, Suhirman S. 2006. Status Pengusahaan Minyak Atsiri dan Faktor-
Faktor Teknologi Pasca Panen yang Menyebabkan Rendahnya Rendemen
Minyak. Bul Littro 17:79-90.
95
LAMPIRAN
96
Responden 2
Kriteria Perebusan Pengukusan Uap Langsung
A (DES) 5 4 4
B (DES) 5 5 4
C (DES) 5 5 4
D (DES) 3 5 4
E (DES) 4 5 4
F (DES) 4 4 4
Gabungan
Perebusan Pengukusan Uap Langsung
Kriteria Rata2 Bobot MPE Rata2 Bobot MPE Rata2 Bobot MPE
a b a^b a b a^b a b a^b
A (DES) 4.00 5 1 024 3.50 5 525 4.00 5 1 024
B (DES) 3.50 5 525 4.00 5 1 024 4.00 5 1 024
C (DES) 3.50 4 150 4.00 4 256 3.50 4 150
D (DES) 2.50 4 39 4.50 4 410 4.50 4 410
E (DES) 3.50 3 43 4.00 3 64 3.50 3 43
F (DES) 3.00 3 27 3.00 3 27 3.00 3 27
TOTAL 1 808 2 306 2 678
Keterangan Kriteria
A (DES) = Kemudahan
B (DES) = Sesuai dana yang tersedia
C (DES) = Sesuai tingkat penerimaan masyarakat
D (DES) = Sesuai tingkat pengetahuan masyarakat
E (DES) = Kebutuhan lahan minimum
F (DES) = Pencemaran minimum
99
Responden 2
Kriteria Daging Sabun Parfum & Obat-
olahan Kosmetik Obatan
A (PROD) 4 4 4 4
B (PROD) 4 4 4 4
C (PROD) 4 4 4 4
D (PROD) 4 4 4 4
E (PROD) 2 2 2 2
F (PROD) 3 3 3 3
Responden 3
Kriteria Daging Sabun Parfum & Obat-
olahan Kosmetik Obatan
A (PROD) 2 3 5 5
B (PROD) 2 3 5 5
C (PROD) 2 3 5 5
D (PROD) 3 4 5 5
E (PROD) 3 4 4 4
F (PROD) - - - -
Responden 4
Kriteria Daging Sabun Parfum & Obat-
olahan Kosmetik Obatan
A (PROD) 2 2 4 4
B (PROD) 2 2 4 5
C (PROD) 2 3 4 4
D (PROD) 2 3 3 3
E (PROD) 3 4 3 4
F (PROD) - - - -
Keterangan Skor Alternatif:
1 = Paling tidak berpotensi
2 = Tidak berpotensi
3 = Agak berpotensi
4 = Berpotensi
5 = Paling berpotensi
100
Lampiran 4 Perhitungan Skor Alternatif pada Kriteria Pemilihan Produk Unggulan (Lanjutan)
Gabungan
Daging olahan Sabun Parfum & Kosmetik Obat-obatan
Kriteria Rata2 Bobot MPE Rata2 Bobot MPE Rata2 Bobot MPE Rata2 Bobot MPE
a b a^b a b a^b a b a^b a b a^b
A(PROD) 2.75 5 157 3.00 5 243 4.25 5 1 387 4.00 5 1 024
B(PROD) 3.00 5 243 3.25 5 363 4.25 5 1 387 4.25 5 1 387
C(PROD) 2.75 3 21 3.50 3 43 4.00 3 64 4.25 3 77
D(PROD) 3.00 3 27 3.50 3 43 3.75 3 53 3.75 3 53
E(PROD) 2.50 3 16 3.00 3 27 2.75 3 21 2.75 3 21
F(PROD) 3.00 3 27 3.50 3 43 3.50 3 43 3.50 3 43
TOTAL 491 761 2 954 2 604
Keterangan Kriteria
A (PROD) = Kemudahan pasar
B (PROD) = Nilai ekonomis
C (PROD) = Kegunaan
D (PROD) = Kemudahan menyerap tenaga kerja
E (PROD) = Kemudahan dalam proses
F (PROD) = Ketersediaan bahan baku
101
Responden 2
Kriteria Taman Dramaga Cijeruk Ciomas Caringin
Sari
A (LOK) 4 4 3 4 3
B (LOK) 4 4 3 4 3
C (LOK) 4 4 3 4 4
D (LOK) 4 4 5 4 3
E (LOK) 4 4 4 4 4
F (LOK) 3 3 3 3 3
Responden 3
Kriteria Taman Dramaga Cijeruk Ciomas Caringin
Sari
A (LOK) 4 3 4 3 4
B (LOK) 3 4 2 4 2
C (LOK) 4 4 3 4 3
D (LOK) 3 3 4 3 3
E (LOK) 3 4 3 4 3
F (LOK) 3 2 4 2 4
Responden 4
Kriteria Taman Dramaga Cijeruk Ciomas Caringin
Sari
A (LOK) 3 4 4 3 4
B (LOK) 3 3 3 4 3
C (LOK) 4 4 4 4 4
D (LOK) 5 3 5 5 4
E (LOK) 4 4 4 4 4
F (LOK) - - - - -
Keterangan Skor Alternatif:
1 = Paling tidak berpotensi
2 = Tidak berpotensi
3 = Agak berpotensi
4 = Berpotensi
5 = Paling berpotensi
102
Lampiran 5 Perhitungan Skor Alternatif pada Kriteria Pemilihan Lokasi Industri (Lanjutan)
Taman Sari Dramaga Cijeruk Ciomas Caringin
Kriteria Rata2 Bobot MPE Rata2 Bobot MPE Rata2 Bobot MPE Rata2 Bobot MPE Rata2 Bobot MPE
a b a^b a b a^b a b a^b a b a^b a b a^b
A (LOK) 4.00 5 1 024 4.00 5 1 024 3.50 5 525 3.75 5 742 742 5 742
B (LOK) 3.75 5 742 4.00 5 1 024 2.50 5 98 4.25 5 1 387 157 5 157
C (LOK) 4.25 4 326 4.25 4 326 3.75 4 198 4.25 4 326 256 4 256
D (LOK) 4.00 4 256 3.25 4 112 4.25 4 326 4.00 4 256 150 4 150
E (LOK) 4.00 4 256 4.25 4 326 3.50 4 150 4.25 4 326 198 4 198
F (LOK) 3.50 3 43 3.25 3 34 3.50 3 1 340 3.25 3 34 64 3 64
TOTAL 2 647 2 846 1 340 3 071 1 567
Keterangan Kriteria
A (LOK) = Kemudahan Transportasi
B (LOK) = Akses Konsumen
C (LOK) = Keamanan Berusaha
D (LOK) = Luas Lahan
E (LOK) = Ketersediaan Fasilitas
F (LOK) = Kesesuaian Agroklimat
103
Lampiran 9 Biaya Tenaga Kerja Industri Kosmetik yang Merupakan Produk Olahan Minyak Pala
Uapah Harian Gaji per
bulan per Gaji per Gaji per
Posisi Tenaga Kerja Upah Rata2 Upah Uang
Jumlah orang bulan tahun
per kg Hasil per per hari makan
(orang) (Rp) (Rp) (Rp)
Pala (Rp) hari (kg) (Rp) per hari
Tenaga Kerja Tak Langsung
1. Direktur 1 5 000 000 5 000 000 60 000 000
2. Manajer 2 3 000 000 6000000 72 000 000
3. Karyawan Kantor 3 2 000 000 6 000 000 72 000 000
4. Mandor Lapang 2 1 500 000 3 000 000 32 000 00
Sub total 8 20.000 000 240 000 000
Tenaga Kerja Langsung
1. Tenaga Pra Penyulingan 2 000 20 40 000 5 000 41 1 080 000 44 280 000 531 360 000
2. Pembuat Kosmetik 45 000 5 000 7 1 200 000 8 400 000 100 800 000
3. Operator Mesin 4 1 750 000 7 000 000 84 000 000
4. Distribusi & Pengangkutan 5 1 500 000 7 500 000 90 000 000
Sub total 57 67 180 000 806 160 000
TOTAL 65 87 180 000 1 046 160 000
105
Lampiran 10 Penentuan Harga Pokok Produksi dan Harga Jual Produk Kosmetik dan Minyak Pala pada Kapasitas Penuh
Kosmetik Minyak Pala
No. Uraian Biaya Produksi Penentuan Harga Biaya Penentuan Harga
Produksi
1. Biaya Bahan Baku (Rp per bulan)
Biji/Fuli Pala 439 320 000 Harga Pokok 252 000 000 Harga Pokok
Sub total 439 320 000 Produksi per unit: 252 000 000 Produksi per unit:
2. Biaya Tenaga Kerja Langsung (Rp per bulan) 827 014 413 282 689 520
a. Buruh Pra Penyulingan 28 260 480 (70*24) 16 137 600 (40*24)
b. Operator Mesin Destilasi 2 240 000 = 492 270 (Rp/Kg) 1 260 000 =294 468 (Rp/Kg)
c. Operator Mesin Kosmetik 3 500 000 0
d. Pembuat Kosmetik 8 400 000 Mark Up 20% = 0 Mark Up 2 % =
e. Pengangkutan dan Distribusi 6 150 000 HPP+(0.2*HPP) 1 350 000 HPP+(0.02*HPP)
Sub total 48 550 480 = Rp590 725.00/kg 18 747 600 = Rp300 358.00/kg
3. Biaya Overhead Pabrik (Rp per bulan) Kemasan 15 gr Pembulatan
a. Biaya Bahan Pembantu 281 552 920 = Rp8 860.00 0 = Rp300 000.00
b. Biaya Bahan Pengemas 30 709 000 6 741 000
c Biaya Bahan Bakar 2 460 000 540 000
d. Tenaga Kerja Tak Langsung 16 400 000 3 600 000
e. Biaya Pemeliharaan 1 578 500 346 500
f. Biaya Penyusutan 6 443 513 714 420
Sub total 339 143 933 11 941 920
TOTAL 827 014 413 282 689 520
106
Lampiran 12 Perhitungan Pokok dan Margin Pembiayaan Modal Kerja Industri Kosmetik
Tahun Jumlah Pembiayaan (Rp) Margin (16.5%) (Rp) Pembayaran Pokok (Rp) Angsuran (Rp) Outstanding Pembiayaan (Rp)
1 754 020 150 124 413 325 150 804 030 275 217 355 478 802 795
2 603 216 120 99 530 660 150 804 030 250 334 690 352 881 430
3 452 412 090 74 647 995 150 804 030 225 452 025 226 960 065
4 301 608 060 49 765 330 150 804 030 200 569 360 101 038 700
5 150 804 030 24 882 665 150 804 030 175 686 695 0
Total 373 239 974 754 020 150 1 127 260 124
Total Margin Pembiayaan Investasi + Modal Kerja = 531 929 005 ; Total Pokok Pembiayaan Investasi + Modal Kerja = 1 074 604 050
Lampiran 13 Perhitungan Jadwal Angsuran Industri Kosmetik Pembiayaan Modal Kerja & Investasi yang Disepakati di Awal dengan Bank
Tahun Jumlah Pembiayaan (Rp) Margin (16.5%) (Rp) Pembayaran Pokok (Rp) Angsuran (Rp) Outstanding Pembiayaan (Rp)
1 1 074 604 050 132 982 251 179 100 675 312 082 926 762 521 124
2 895 503 375 132 982 251 179 100 675 312 082 926 583 420 449
3 716 402 700 88 654 834 268 651 013 267 755 509 448 647 191
4 537 302 025 88 654 834 268 651 013 357 305 847 179 996 178
5 268 651 013 88 654 834 268 651 013 357 305 847 0
Total 531 929 005 1 074 604 050 1 606 533 055
107
Lampiran 14 Arus Kas Industri Kosmetik pada Tingkat Margin setara 16.5% dan Kondisi Normal
No. Uraian Tahun-0 (Rp ) Tahun-1 (Rp) Tahun-2 (Rp) Tahun-3 (Rp) Tahun-4 (Rp) Tahun-5 (Rp)
A. ARUS MASUK
1. Hasil Penjualan 10 122 656 419 11 313 557 174 11 909 007 552 11 909 007 552 11 909 007 552
Kosmetik 2 937 600 000 3 283 200 000 3 456 000 000 3 456 000 000 3 456 000 000
Minyak Pala 13 060 256 419 14 596 757 174 15 365 007 552 15 365 007 552 15 365 007 552
Total Penerimaan
2. Pembiayaan
Modal sendiri 578 632 950
Modal Pinjaman 1 074 604 050
Total Arus Masuk 493 206 000 14 220 287 419 14 596 757 174 15 365 007 552 15 365 007 552 15 365 007 552
B. ARUS KELUAR
1. Biaya Investasi 493 206 000
2. Biaya Operasional
Biaya Variabel
Bahan baku 7 051 464 000 7 881 048 000 8 295 840 000 8 295 840 000 8 295 840 000
Bahan pembantu 2 871 839 784 3 209 703 288 3 378 635 040 3 378 635 040 3 378 635 040
Bahan kemasan 381 990 000 426 930 000 449 400 000 449 400 000 449 400 000
Bahan bakar 30 600 000 34 200 000 36 000 000 36 000 000 36 000 000
TK langsung 735 312 000 782 544 000 806 160 000 806 160 000 806 160 000
Total Biaya Variabel 11 071 205 784 12 334 425 288 12 966 035 040 12 966 035 040 12 966 035 040
Biaya Tetap
Biaya Gaji 240 000 000 240 000 000 240 000 000 240 000 000 240 000 000
Adm & Pemsrn 11 400 000 11 400 000 11 400 000 11 400 000 11 400 000
Pemeliharaan 23 100 000 23 100 000 23 100 000 23 100 000 23 100 000
Total Biaya Tetap 274 500 000 274 500 000 274 500 000 274 500 000 274 500 000
Total Biaya Operasional 11 345 705 784 12 608 925 288 13 240 535 040 13 240 535 040 13 240 535 040
3. Pendanaan
Angsuran Bank 312 082 926 312 082 926 267 755 509 357 305 847 357 305 847
Total Arus Keluar 493 206 000 11 657 788 710 12 921 008 214 13 508 290 549 13 508 290 549 13 508 290 549
C ARUS BERSIH (NET CASH FLOW) 2 562 498 709 1 675 748 960 1 856 717 003 1 767 166 665 1 767 166 665
Arus bersih setelah pajak 1 973 124 006 1 273 569 210 1 392 537 752 1 307 703 332 1 290 031 666
D PRESENT VALUE Df = 16.5% - 493 206 000 965 816 251 1 168 304 545 1 050 042 867 903 884 482 767 631 807
Df = 8% - 493 206 000 1 041 829 567 1 359 441 132 1 317 994 320 1 223 831 452 1 121 150 231
E. NET PRESENT VALUE - 493 206 000 472 610 251 1 640 914 796 2 690 957 663 3 594 842 145 4 362 473 952
NPV = 4 362 473 952 ; B/C Ratio = 1.16 ; IRR = 47.2% ; PBP = 11.5 bulan ; BEP = 1 758 125 427
108
Lampiran 15 Arus Kas Industri Kosmetik pada Tingkat Margin setara 16.5% dan Harga Jual turun 5%
No. Uraian Tahun-0 (Rp ) Tahun-1 (Rp) Tahun-2 (Rp) Tahun-3 (Rp) Tahun-4 (Rp) Tahun-5 (Rp)
A. ARUS MASUK
1. Hasil Penjualan 9 616 523 598 10 747 879 316 11 313 557 174 11 313 557 174 11 313 557 174
Kosmetik 2 790 720 000 3 119 040 000 3 283 200 000 3 283 200 000 3 283 200 000
Minyak Pala 12 407 243 598 13 866 919 316 14 596 757 174 14 596 757 174 14 596 757 174
Total Penerimaan
2. Pembiayaan
Modal sendiri 578 632 950
Modal Pinjaman 1 074 604 050
Total Arus Masuk 493 206 000 13 567 274 598 13 866 919 316 14 596 757 174 14 596 757 174 14 596 757 174
B. ARUS KELUAR
1. Biaya Investasi 493 206 000
2. Biaya Operasional
Biaya Variabel
Bahan baku 7 051 464 000 7 881 048 000 8 295 840 000 8 295 840 000 8 295 840 000
Bahan pembantu 2 871 839 784 3 209 703 288 3 378 635 040 3 378 635 040 3 378 635 040
Bahan kemasan 381 990 000 426 930 000 449 400 000 449 400 000 449 400 000
Bahan bakar 30 600 000 34 200 000 36 000 000 36 000 000 36 000 000
TK langsung 735 312 000 782 544 000 806 160 000 806 160 000 806 160 000
Total Biaya Variabel 11 071 205 784 12 334 425 288 12 966 035 040 12 966 035 040 12 966 035 040
Biaya Tetap
Biaya Gaji 240 000 000 240 000 000 240 000 000 240 000 000 240 000 000
Adm & Pemsrn 11 400 000 11 400 000 11 400 000 11 400 000 11 400 000
Pemeliharaan 23 100 000 23 100 000 23 100 000 23 100 000 23 100 000
Total Biaya Tetap 274 500 000 274 500 000 274 500 000 274 500 000 274 500 000
Total Biaya Operasional 11 345 705 784 12 608 925 288 13 240 535 040 13 240 535 040 13 240 535 040
3. Pendanaan
Angsuran Bank 312 082 926 312 082 926 267 755 509 357 305 847 357 305 847
Total Arus Keluar 493 206 000 11 657 788 710 12 921 008 214 13 508 290 549 13 508 290 549 13 508 290 549
C. ARUS BERSIH (NET CASH FLOW) 1 909 485 888 945 911 101 1 088 466 625 998 916 288 998 916 288
Arus bersih setelah pajak 1 470 304 134 718 892 437 816 349 969 739 198 053 729 208 890
D. PRESENT VALUE Df = 16.5% - 493 206 000 534 211 210 759 620 080 685 636 237 595 259 697 506 297 746
Df = 8% - 493 206 000 576 255 611 883 895 202 860 597 881 805 963 100 739 463 673
E. NET PRESENT VALUE - 493 206 000 41 005 210 800 625 290 1 486 261 528 2 081 521 225 2 587 818 971
NPV = 2 587 818 971 ; B/C Ratio = 1.10 ; IRR = 44.52% ; PBP = 1 tahun 5 bulan ; BEP = 2 457 076 997
109
Lampiran 16 Arus Kas Industri Kosmetik pada Tingkat Margin setara 16.5% dan Harga Bahan Baku Naik 10%
No. Uraian Tahun-0 (Rp ) Tahun-1 (Rp) Tahun-2 (Rp) Tahun-3 (Rp) Tahun-4 (Rp) Tahun-5 (Rp)
A. ARUS MASUK
1. Hasil Penjualan 10 122 656 419 11 313 557 174 11 909 007 552 11 909 007 552 11 909 007 552
Kosmetik 2 937 600 000 3 283 200 000 3 456 000 000 3 456 000 000 3 456 000 000
Minyak Pala 13 060 256 419 14 596 757 174 15 365 007 552 15 365 007 552 15 365 007 552
Total Penerimaan
2. Pembiayaan
Modal sendiri 578 632 950
Modal Pinjaman 1 074 604 050
Total Arus Masuk 493 206 000 14 220 287 419 14 596 757 174 15 365 007 552 15 365 007 552 15 365 007 552
B. ARUS KELUAR
1. Biaya Investasi 493 206 000
2. Biaya Operasional
Biaya Variabel
Bahan baku 7 756 610 400 8 669 152 800 9 125 424 000 9 125 424 000 9 125 424 000
Bahan pembantu 2 871 839 784 3 209 703 288 3 378 635 040 3 378 635 040 3 378 635 040
Bahan kemasan 381 990 000 426 930 000 449 400 000 449 400 000 449 400 000
Bahan bakar 30 600 000 34 200 000 36 000 000 36 000 000 36 000 000
TK langsung 735 312 000 782 544 000 806 160 000 806 160 000 806 160 000
Total Biaya Variabel 11 776 352 184 13 122 530 088 13 795 619 040 13 795 619 040 13 795 619 040
Biaya Tetap
Biaya Gaji 240 000 000 240 000 000 240 000 000 240 000 000 240 000 000
Adm & Pemsrn 11 400 000 11 400 000 11 400 000 11 400 000 11 400 000
Pemeliharaan 23 100 000 23 100 000 23 100 000 23 100 000 23 100 000
Total Biaya Tetap 274 500 000 274 500 000 274 500 000 274 500 000 274 500 000
Total Biaya Operasional 12 050 852 184 13 397 030 088 14 070 119 040 14 070 119 040 14 070 119 040
3. Pendanaan
Angsuran Bank 312 082 926 312 082 926 267 755 509 357 305 847 357 305 847
Total Arus Keluar 493 206 000 12 362 935 110 13 709 113 014 14 337 874 549 14 337 874 549 14 337 874 549
C. ARUS BERSIH (NET CASH FLOW) 1 857 353 309 887 644 160 1 027 133 003 937 582 665 937 582 665
Arus bersih setelah pajak 1 430 161 278 674 609 562 770 349 752 693 811 172 684 435 346
D. PRESENT VALUE Df = 16.5% - 493 206 000 499 753 823 726 992 568 656 543 666 570 620 495 485 434 022
Df = 8% - 493 206 000 539 086 300 845 929 774 824 081 426 772 602 388 708 991 551
E. NET PRESENT VALUE - 493 206 000 6 547 823 733 540 391 1 390 084 057 1 960 704 553 2 446 138 574
NPV = 2 446 138 574 ; B/C Ratio = 1.09 ; IRR = 44.17% ; PBP = 1 tahun 6 bulan ; BEP = 2 687 476 390
110
Lampiran 17 Arus Kas Industri Kosmetik pada Tingkat Margin setara 16.5%, Harga Jual Turun 5% dan Harga Bahan Baku Naik 10%
No. Uraian Tahun-0 (Rp ) Tahun-1 (Rp) Tahun-2 (Rp) Tahun-3 (Rp) Tahun-4 (Rp) Tahun-5 (Rp)
A. ARUS MASUK
1. Hasil Penjualan
Kosmetik 9 616 523 598 10 747 879 316 11 313 557 174 11 313 557 174 11 313 557 174
Minyak Pala 2 790 720 000 3 119 040 000 3 283 200 000 3 283 200 000 3 283 200 000
Total Penerimaan 12 407 243 598 13 866 919 316 14 596 757 174 14 596 757 174 14 596 757 174
2. Pembiayaan
Modal sendiri 578 632 950
Modal Pinjaman 1 074 604 050
Total Arus Masuk 493 206 000 13 567 274 598 13 866 919 316 14 596 757 174 14 596 757 174 14 596 757 174
B. ARUS KELUAR
1. Biaya Investasi 493 206 000
2. Biaya Operasional
Biaya Variabel
Bahan baku 7 756 610 400 8 669 152 800 9 125 424 000 9 125 424 000 9 125 424 000
Bahan pembantu 2 871 839 784 3 209 703 288 3 378 635 040 3 378 635 040 3 378 635 040
Bahan kemasan 381 990 000 426 930 000 449 400 000 449 400 000 449 400 000
Bahan bakar 30 600 000 34 200 000 36 000 000 36 000 000 36 000 000
TK langsung 735 312 000 782 544 000 806 160 000 806 160 000 806 160 000
Total Biaya Variabel 11 776 352 184 13 122 530 088 13 795 619 040 13 795 619 040 13 795 619 040
Biaya Tetap
Biaya Gaji 240 000 000 240 000 000 240 000 000 240 000 000 240 000 000
Adm & Pemsrn 11 400 000 11 400 000 11 400 000 11 400 000 11 400 000
Pemeliharaan 23 100 000 23 100 000 23 100 000 23 100 000 23 100 000
Total Biaya Tetap 274 500 000 274 500 000 274 500 000 274 500 000 274 500 000
Total Biaya Operasional 12 050 852 184 13 397 030 088 14 070 119 040 14 070 119 040 14 070 119 040
3. Pendanaan
Angsuran Bank 312 082 926 312 082 926 267 755 509 357 305 847 357 305 847
Total Arus Keluar 493 206 000 12 362 935 110 13 709 113 014 14 337 874 549 14 337 874 549 14 337 874 549
C. ARUS BERSIH (NET CASH FLOW) 1 204 339 488 157 806 301 258 882 625 169 332 288 169 332 288
Arus bersih setelah pajak 927 341 406 119 932 789 194 161 969 125 305 893 123 612 570
D. PRESENT VALUE Df = 16.5% - 493 206 000 68 148 783 318 308 103 292 137 036 261 995 710 224 099 961
Df = 8% - 493 206 000 73 512 344 370 383 844 366 684 987 354 734 036 327 304 994
E. NET PRESENT VALUE - 493 206 000 - 425 057 217 - 106 749 114 185 387 922 447 383 633 671 483 594
NPV = 671 483 594 ; B/C Ratio = 1.04 ; IRR = 33.90% ; PBP = 3 tahun 3 bulan ; BEP = 5 001 396 978
111
Lampiran 18 Pembobotan terhadap Faktor Internal Kekuatan dan Kelemahan Industri Produk Olahan Minyak Pala
Responden 1
Faktor Internal Ak Bk Ck Dk Ek Al Bl Cl Dl El Jumlah Bobot
Ak 1 1 1 2 1 0 0 0 0 6 0.067
Bk 1 1 1 0 1 0 0 0 0 4 0.044
Ck 1 1 1 0 1 0 0 0 0 4 0.044
Dk 1 1 1 0 1 0 0 0 0 4 0.044
Ek 0 2 2 2 2 1 1 1 0 11 0.122
Al 1 1 1 1 0 0 0 0 0 4 0.044
Bl 2 2 2 2 1 2 1 1 2 15 0.167
Cl 2 2 2 2 1 2 1 1 0 13 0.145
Dl 2 2 2 2 1 2 1 1 0 13 0.145
El 2 2 2 2 2 2 0 2 2 16 0.178
Jumlah 12 14 14 14 7 14 3 5 5 2 90 1.000
Responden 2
Faktor Internal
Ak Bk Ck Dk Ek Al Bl Cl Dl El Jumlah Bobot
Ak 0 2 2 2 1 2 2 2 2 15 0.170
Bk 2 2 2 2 2 2 2 2 2 18 0.205
Ck 0 0 1 0 0 2 1 1 1 6 0.068
Dk 0 0 1 0 0 2 1 1 1 6 0.068
Ek 0 0 2 2 0 2 2 2 2 12 0.137
Al 1 0 2 2 2 2 2 2 2 13 0.148
Bl 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.000
Cl 0 0 1 1 0 0 2 1 1 6 0.068
Dl 0 0 1 1 0 0 2 1 1 6 0.068
El 0 0 1 1 0 0 2 1 1 6 0.068
Jumlah 3 0 12 12 4 0 18 12 12 12 88 1.000
112
Lampiran 18 Pembobotan terhadap Faktor Internal Kekuatan dan Kelemahan Industri Produk Olahan Minyak Pala (Lanjutan)
Responden 3
Faktor Internal Ak Bk Ck Dk Ek Fk* Gk* Hk* Al Bl Cl Dl El Fl* Gl* Jumlah Bobot
Ak 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28 0.133
Bk 0 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2 2 1 21 0.100
Ck 0 0 2 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 5 0.024
Dk 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.000
Ek 0 0 2 2 1 0 0 0 0 2 2 1 2 0 12 0.057
Fk* 0 0 2 2 1 0 0 0 0 2 2 1 2 0 12 0.057
Gk* 0 1 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 1 21 0.100
Hk* 0 1 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 1 21 0.100
Al 0 1 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 1 21 0.100
Bl 0 1 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 1 21 0.100
Cl 0 0 1 2 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 5 0.024
Dl 0 0 1 2 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 5 0.024
El 0 0 2 2 1 1 0 0 0 0 2 2 2 0 12 0.057
Fl* 0 0 1 2 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 5 0.024
Gl* 0 1 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2 2 21 0.100
Jumlah 0 6 23 28 15 15 6 6 15 6 6 23 23 15 23 210 1.000
Keterangan Bobot:
0 = Faktor Horizontal kurang penting dibandingkan faktor vertikal
1 = Faktor Horizontal sama penting dibandingkan faktor vertikal
2 = Faktor Horizontal lebih penting dibandingkan faktor vertikal
Tanda * = Merupakan pendapat/masukan tambahan responden 3 berupa faktor kekuatan dan kelemahan internal,
dan tidak terdapat pada responden 1 dan 2
113
Faktor Kelemahan
Responden Al Bl Cl Dl El Fl* Gl*
1 0.044 0.167 0.145 0.145 0.178 - -
2 0.148 0.000 0.068 0.068 0.068 - -
3 0.100 0.100 0.024 0.024 0.057 0.024 0.100
Jumlah 0.292 0.267 0.237 0.237 0.303 0.024 0.100
Rata-rata 0.098 0.089 0.079 0.079 0.101 0.008 0.033
Keterangan :
Faktor Internal Kekuatan Faktor Internal Kelemahan
Ak = Potensi sumber daya lahan Al = Terbatasnya SD yang memiliki keahlian
Bk = Tersedianya TK yang cukup Bl = Teknologi pengolahan masih sederhana
Ck = Kesesuaian tempat tumbuh tanaman pala Cl = Sistem informasi yang belum memadai
Dk = Kesesuaian agroklimat tanaman pala Dl = Kelembagaan yang belum efektif
Ek = Budidaya pala yang turun temurun El = Kurangnya bahan baku biji dan fuli pala
Fk = Kedekatan dengan potensi pasar Fl = Terbatasnya modal petani pala
Gk = Kelancaran transportasi dan ketersediaan fasilitas penunjang Gl = Tidak adanya pola bapak angkat
Hk = Kedekatan dengan pelabuhan dan airport
114
Responden 2
Faktor Eksternal Ap Bp Cp Dp Aa Ba Jumlah Bobot
Ap 0 0 1 0 0 1 0.033
Bp 2 0 2 0 0 4 0.134
Cp 2 2 2 0 1 7 0.233
Dp 1 0 0 0 0 1 0.033
Aa 2 2 2 2 2 10 0.333
Ba 2 2 1 2 0 7 0.233
Jumlah 9 6 3 9 0 3 30 1.000
Responden 3
Faktor Eksternal Ap Bp Cp Dp Aa Ba Jumlah Bobot
Ap 0 0 0 0 0 0 0.000
Bp 2 0 0 0 1 3 0.100
Cp 2 2 2 2 2 10 0.334
Dp 2 2 0 1 2 7 0.233
Aa 2 2 0 2 1 7 0.233
Ba 2 1 1 2 1 7 0.100
Jumlah 10 7 1 6 4 6 34 1.000
Keterangan Bobot:
0 = Faktor Horizontal kurang penting dibandingkan faktor vertikal
1 = Faktor Horizontal sama penting dibandingkan faktor vertikal
2 = Faktor Horizontal lebih penting dibandingkan faktor vertikal
115
Keterangan :
Faktor Eksternal Peluang :
Ap = Prospek pasar dalam negeri dan luar negeri
Bp = Kebijakan pemerintah yang mendukung pengembangan agroindutri
Cp = Adanya perhatian dari Litbang untuk pengembangan minyak pala
Dp = Bertambahnya kebutuhan masyarakat terhadap produk agroindustri
Keterangan Rating :
1 = Kurang Berpengaruh
2 = Agak Berpengaruh
3 = Berpengaruh
4 = Sangat Berpengaruh
5 = Sangat Berpengaruh Sekali
Synthesis: Summary
Synthesis: Summary
Model Name: Prioritas ALTERNATIF STRATEGI Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Bogor Melalui
Pengembangan Industri Produk Olahan Minyak Pala
Synthesis: Summary