SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Percepatan
Pengembangan Industri Turunan Minyak Sawit Mentah (MSM) di Indonesia
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
*)
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait.
RINGKASAN
Didik Mochamad Rofiqi. Strategi Percepatan Pengembangan Industri Turunan
Minyak Sawit Mentah (MSM) Di Indonesia. Dibimbing oleh M SYAMSUL
MAARIF dan AJI HERMAWAN.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI PERCEPATAN PENGEMBANGAN INDUSTRI
TURUNAN MINYAK SAWIT MENTAH (MSM)
DI INDONESIA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk melakukan penelitian
Magister Sains
Pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr.Ir. Sukardi, MM
Judul Penelitian : Strategi Percepatan Pengembangan Industri Turunan
Minyak Sawit Mentah (MSM) Di Indonesia
Nama : Didik Mochamad Rofiqi
NIM : F351114021
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Maarif, M.Eng. Dr. Ir. Aji Hermawan, MM
Ketua Anggota
Diketahui oleh
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
selesainya penulisan tesis Strategi Percepatan Pengembangan Industri Turunan
Minyak Sawit Mentah (MSM) Di Indonesia.
Berbagai pihak telah banyak memberikan kontribusi baik langsung
maupun tidak langsung dalam penyelesaian dan penyempurnaan hasil penelitian
ini. Jika masih terdapat kesalahan yang mungkin terjadi tetap menjadi tanggung
jawab penulis. Penulis berharap hasil penelitian ini bermanfaat bagi banyak pihak.
Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada para
pembimbing, yaitu: Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Maarif, M.Eng, sebagai ketua komisi
pembimbing; dan Dr. Ir. Aji Hermawan, MM, sebagai anggota komisi
pembimbing. Arahan dan masukan yang diberikan oleh komisi pembimbing
selama penelitian dan penulisan sangat membantu dalam penyelesaian tesis ini.
Demikian juga terima kasih dan penghargaan untuk semua dosen yang telah
mengajar penulis selama mengikuti perkuliahan di kelas S2-TIP.
Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Dr. Ir.
Hermawan Thaheer dan Prof Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS atas kesempatan dan
dorongannya yang telah diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi S2.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan pada
rekan-rekan satu kelas S2-TIP angkatan 2012 atas dorongan dan kerjasamanya
selama ini, pada Nasywa, Akbar, Zizi, dan Istriku (Oni) atas siraman energi
semangat dan motifasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan
baik. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Lembaga Sertifikasi
Institut Pertanian Bogor yang telah membantu biaya pendidikan penulis selama
mengikuti program studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Tesis ini juga dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dan dorongan
dari berbagai pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu. Untuk itu
penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya.
Pada akhirnya, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan tesis ini hanya
penulislah yang bertanggungjawab. Tuhan akan memberi balasan berkah yang
setimpal kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejak tahun 2006, jumlah produksi minyak sawit mentah Indonesia telah
melewati Malaysia, dengan kontribusi sebesar 48,37% dari produksi minyak sawit
dunia pada tahun 2013 (GAPKI 2014). Industri minyak sawit berkontribusi 10%
terhadap pendapatan nasional dari sektor non migas dengan menyerap dan
menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 6 juta orang (Sipayung dan Purba
2013). Meskipun telah menjadi produsen utama minyak sawit dunia dan
berkontribusi baik terhadap pendapatan nasional, sampai saat ini minyak sawit
Indonesia belum memiliki keunggulan kompetitif yang baik. Dari empat negara
produsen utama minyak sawit dunia, Malaysia pada tahun 2004-2012 memiliki
kinerja ekspor tertinggi dengan indeks RCA (Revealed Comparative Advantage)
atau perbandingan pangsa pasar suatu produk dalam total ekspor suatu negara
dengan pasar ekspor pada produk yang sama dalam total ekspor dunia, bernilai
rata-rata di atas 1 (satu) untuk CPO (crude palm oil) (1.04) dan PKO (palm kernel
oil) (1.08). Indonesia berada di bawah Thailand dan relatif sama dengan
Colombia. Indeks RCA Indonesia rata-rata tahun 2004-2012 di bawah satu yaitu
CPO sebesar 0.98 dan PKO sebesar 0.94 (Ermawati dan Septia 2013). Demikian
juga produk turunannya kalah jauh dengan Malaysia khususnya komodite olahan
PKO (61.39), olahan CPO (41.53), dan oleokimia (37.36) sedangkan Indonesia
komodite olahan PKO (31.66), olahan CPO (30.17), dan oleokimia (3.19) (Arip et
al. 2013).
Minyak sawit mentah yang terdiri atas CPO dan PKO, nilai ekspor
Indonesia untuk minyak sawit dan produk turunannya pada tahun 2015 sebesar
US$ 19.76 miliyar atau 13.15 % dari total ekspor nonmigas. Jumlah ekspor
tersebut sekitar 24.82 % merupakan bahan mentah berupa CPO dan CPKO yang
mencapai US$ 4.90 miliyar. Sementara, nilai produk antara seperti crude palm
olein, kernel olein, stearin sampai dengan oleokimia telah berkontribusi sebesar
US$ 14,86 milyar (BPS 2016). Pada awal tahun 2014 mencatat rasio volume
ekspor minyak sawit dibandingkan dengan produk olahannya menjadi 30 : 70.
Ragam produk turunan minyak sawit mentah Indonesia sekitar 47 jenis (Rifai
2014) dan Malaysia sudah mencapai 406 jenis produk turunan minyak sawit
mentah (MPOB 2014).
Penganekaragaman atau hilirisasi minyak sawit merupakan salah satu
langkah untuk meningkatkan keunggulan kompetitif suatu negara, serta dapat
memenangkan dan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional (Perizade
2013). Penganekaragaman produk hilir minyak sawit juga akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, semakin beragamnya produk dan kegunaannya akan
meningkatkan jumlah serta pilihan produk bagi masyarakat, perbanyakan jenis
produk akan diikuti semakin banyaknya mesin ekonomi sebagai wahana proses
penciptaan pendapatan (income generating) (Sipayung 2012). Adanya kampanye
hitam (black champaign) global yang menyudutkan minyak sawit Indonesia diluar
negeri maka proses hilirisasi merupakan cara yang paling baik untuk menjawab
kampanye dan serangan negara maju (Supriyanto 2013).
Ragam turunan minyak sawit dari tahapan proses dan penggunaannya dapat
dibedakan menjadi tiga kelompok utama, yaitu: (1) industri oleokimia yaitu
2
Rumusan Masalah
Indonesia sudah menjadi negara pemasok utama minyak sawit dunia, tetapi
belum mempunyai keunggulan yang baik. Hilirisasi atau penganekaragam industri
turunan minyak sawit mentah (MSM) dapat meningkatkan keunggulan kompetitif
dan memenangkan perdagangan internasional. Guna menyukseskan terjadinya
proses percepatan industri turunan minyak sawit mentah (MSM) maka sangat
diperlukan adanya penelaahan terhadap:
- Permasalahan apa saja yang menyebabkan pengembangan industri turunan
minyak sawit mentah khususnya industri oleokimia belum berkembang dengan
baik?
- Alternatif strategi apa saja yang dapat mempengaruhi proses percepatan
pengembangan industri turunan minyak sawit mentah khususnya industri
oleokimia?
- Prioritas strategi apa yang berguna dalam pengembangan kegiatan percepatan
industri turunan minyak sawit mentah di Indonesia?
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Strategi
Tabel 1. Perbandingan sifat minyak kelapa sawit (CPO) dan minyak inti kelapa
sawit (PKO)
Sifat Minyak Sawit Minyak Inti sawit
Bobot jenis pada suhu kamar 0.900 0.900-0.913
Indeks bias 1.4565-1.44585 1.395-1.415
Bilangan iodium 48-56 14-20
Sumber: Ketaren (1986).
Minyak kelapa sawit (CPO) dengan minyak inti kelapa sawit (PKO)
mempunyai kandungan penyusun asam lemak yang berbeda. Komposisi asam
lemak bebas pada CPO dan PKO dapat dillihat dalam Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi asam lemak bebas minyak kelapa sawit (CPO) dan
minyak inti kelapa sawit (PKO)
No Rumus molekul Asam Lemak Minyak Sawit Minyak Inti (%)
(%) Berat Berat
1 C6H12O2 Kaproat - 3–7
2 C8H16O2 Kaprilat - 3–4
3 C12H24O2 Laurat - 46 – 52
4 C14H28O2 Miristat 1.1 – 2.5 14 – 17
5 C16H32O2 Palmitat 40 – 46 6,5 – 9
6 C18H36O2 Stearat 3.6 – 4.7 1 – 2.5
7 C18H34O2 Oleat 39 – 45 13 – 15
Sumber: Ketaren (1986).
Manfaat minyak mentah sawit sebagai bahan baku untuk industri pangan
dan industri non pangan.
11
Produk nonpangan dihasilkan dari minyak sawit kasar (CPO) dan minyak
inti sawit (PKO) diproses melalui proses hidrolisis (splitting) untuk menghasilkan
asam lemak dan gliserin yang sering disebut oleokimia. Kandungan minor minyak
sawit yang berjumlah kurang 1%, diantaranya sangat berguna antara lain karoten
dan tokoferol yang dapat mencegah kebutaan (defisiensi vitamin A) dan
pemusnahan radikal bebas yang selanjutnya juga bermanfaat untuk mencegah
kanker, arterosklerosis dan memperlambat proses penuaan.
Oleokimia adalah bahan baku industri yang diturunkan dari minyak nabati
atau lemak, termasuk diantaranya minyak sawit kasar dan minyak inti sawit.
Produksi utama minyak yang digolongkan dalam oleokimia adalah asam lemak,
lemak alkohol, metil ester, dan gliserin. Bahan-bahan ini mempunyai spesifikasi
penggunaan sebagai bahan baku industri kosmetik dan aspal. Oleokimia juga
digunakan dalam pembuatan bahan sabun dan detergen. (Fauzi et al. 2002).
Oleokimia dasar dihasilkan dari proses splitting (hidrolisis) dan alkoholisis
sehingga didapatkan griserol, asam lemak (fatty acid), fatty metil ester, dan fatty
alkohol. Produk oleokimia ini dihasilkan produk turunan melalui beberapa proses
seperti hidrogenasi, amidasi, konjugasi, epoksidasi, sulfatasi, klorinasi, esterifikasi
dan sebagainya. Diagram oleokimia dasar dan turunannya disajikan pada Gambar
3. (Suryani 2005).
Produk oleokimia terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu oleokimia dasar dan
turunan atau produk hilirnya (downstream product). Oleokimia dasar terdiri atas
asam lemak, fatty ester, fatty alcohol, fatty amin dan gliserin, sedangkan
turunannya baik produk antara maupun produk akhir antara lain sabun, produk
pembersih, produk kosmetik dan perawatan kulit, lilin, surfaktan, pelumas, tinta
cetak, agrokimia, dan pakan ternak.
12
Esterifikasi
Gliserol Gliserida Parsial
Triasetin
Esterifikasi
Ester Asam Lemak
Epoksidasi
Alkil Epoksi Ester
Fatty Acid
Ethoxylasi
Asam Lemak Ethoxylate
Konjugasi
Konjugated Fatty acid
Hardening
Asam jenuh
Reaksi Guerbet
Alkohol Guerbet Propoxlation
Fatty Alkohol Alkoxylate
Esterifikasi Klorinasi
Alkyl klorida Sulfatasi
Minyak Fatty Alkohol Eter Sulfat
dan
Lemak Fatty Ethoxylasi Fosfatisasi
Fatty Alkohol Ethoxylate Fatty Alkohol Eter fosfat
Alkohol
Sulfatasi
Fatty Alkohol Sulfat Sulfitasi Fatty Alkohol
sulfosuccinate
Hidrogenasi
Metil Ester Esterifikasi Sukrolisis
Fatty Acid Ester Sukrosa ester
Epoxidized trigliserida
Epoksidasi
Ethoxilated trigliserida
Ethoxylasi
Hydrogenated oil
Hidrogenasi
Penelitian Terdahulu
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Produk turunan minyak kelapa sawit mentah (MSM) di dunia saat ini telah
bekembang cepat. Berbagai macam produk telah dapat dihasilkan baik sebagai
produk antara (bahan baku industri) maupun produk akhir (siap konsumsi).
Malaysia saat ini telah memproduksi turunan minyak kelapa sawit secara
komersial sebanyak 440 jenis (MPOB 2014) sementara Indonesia menurut
informasi terakhir telah memproduksi 156 jenis (Majalah Bisnis 2014). Perincian
lengkap produk turunan minyak sawit Malaysia dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pengembangan industri turunan minyak kelapa sawit dengan sasaran ganda
untuk meningkatkan barganing position atau nilai tawar komoditas MSM dalam
pasar dunia serta mendapatkan nilai tambah yang besar maka pengembangan
produk turunan MSM diarahkan pada penggunaan bahan baku minyak sawit
mentah (MSM) yang tinggi dengan tingkat profitablitas atau nilai tambah
produknya yang tidak terlalu rendah. Produk turunan MSM yang mempunyai sifat
itu umumnya turunan oleokimia.
Industri turunan minyak sawit mentah merupakan bahan baku bagi industri
selanjutnya. Dengan nilai investasi yang tinggi, skala besar, dan teknologi modern
dalam mewujudkannya diperlukan pertimbangan yang cukup komprehensip.
16
Tahapan Penelitian
Mulai
Studi Literatur
Selesai
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dan
data primer. Data sekunder dikumpulkan dari instansi terkait yang relevan dalam
pengembangan industri turunan minyak sawit mentah. Data primer dikumpulkan
dengan survai pakar dengan wawancara secara langsung. Penentuan target
wawancara atau interview dilakukan secara judgement sampling kepada para ahli
yang merupakan pelaku bisnis atau asosiasi, peneliti, akademisi, para ahli dan
pembuat kebijakan. Para pakar yang menjadi informan dalam penelitian ini
setidak-tidaknya mengerti/mengetahui tentang industri turunan kelapa sawit
dengan kompetensi: 1). Minimal sarjana (S1) dengan pengalaman 5 tahun dan 2).
Minimal memiliki posisi yang dapat menentukan kebijakan (manajer).
Secara lengkap, data yang dikumpulkan dalam penelitian ini serta metode
yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.
Bahan baku utama industri turunan minyak sawit mentah adalah hasil
pengolahan dari kebun kelapa sawit baik berupa minyak kelapa sawit kasar (crude
palm oil) maupun minyak kernel (palm kernel oil).
23
Feedstock atau bahan baku untuk industri turunan minyak kelapa sawit
adalah CPO (Crude Palm Oil) dan PKO (Palm Kernel Oil). Indonesia adalah
penghasil CPO terbesar di dunia. Perkembangan produksi CPO meningkat dari
tahun ke tahun. Pada tahun 2009 tercatat produksi CPO Indonesia sebesar 19.32
juta ton, dan meningkat pesat pada tahun 2013 menjadi 27.75 juta ton atau naik
sebesar 43.60 %, dengan rata-rata kenaikan 9.52 % per tahun, serta pertumbuhan
tahun 2013 terhadap 2012 adalah sebesar 6.65 % (Lampiran 4).
Tabel 4. Luas areal dan produksi minyak sawit (CPO) pada perkebunan rakyat,
perkebunan negara, dan perkebunan swasta menurut propinsi, 2013.
Luas Areal (Ha) Produksi
Provinsi Rakyat Swasta Negara Total CPO (ton)
1 Aceh 186 826 112 621 40 059 339 506 736 090
2 Sumatera Utara 408 708 366 233 307 242 1 082 183 4 432 611
3 Riau 1 217 847 643 918 78 953 1 940 718 6 629 864
4 Sumatera Selatan 369 282 416 707 48 944 834 933 2 737 324
5 Sumatera Barat 177 792 192 787 9 518 380 097 1 057 440
6 Kepulauan Riau 2 905 5 783 - 8 688 15 332
7 Jambi 173 647 247 835 24 511 445 993 2 065 185
8 Bangka Belitung 50 047 131 822 - 181 869 624 739
9 Bengkulu 194 170 104 998 4 704 303 872 930 249
10 Lampung 58 310 48 776 12 397 119 483 402 705
11 Banten 7 296 47 9 702 17 045 29 662
12 Jawa Barat 182 4 601 4 618 9 401 20 072
13 Kalimantan Barat 257 204 374 851 62 393 694 448 1 811 416
14 Kalimantan Selatan 60 504 357 625 10 966 429 095 1 295 945
15 Kalimantan Tengah 129 650 896 827 - 1 026 477 2 984 841
16 Kalimantan Timur 160 718 489 668 43 359 693 745 1 247 616
17 Sulawesi Tengah 50 524 43 078 3 886 97 488 264 775
18 Sulawesi Selatan 15 589 2 448 5 758 23 795 46 409
19 Sulawesi Barat 54 693 47 775 - 102 468 247 021
20 Sulawesi Tenggara 4 229 31 229 3 905 39 363 24 520
21 Papua 9 886 13 605 12 632 36 123 74 032
22 Papua Barat 10 961 9 979 2 891 23 831 68 278
Nasional 3 600 970 4 543 213 686 438 8 830 621 27 746 126
Sumber: Statistik Perkebunan (Diolah)
Provinsi Riau adalah provinsi penghasil CPO terbesar dengan jumlah 6.6
juta ton pada tahun 2013, disusul Sumatera Utara dengan jumlah 4.4 juta ton,
kemudian Kalimantan Tengah dengan jumlah 2.98 juta ton.
Produksi CPO dan CPKO (Crude Palm Kernel Oil) di Indonesia tidak
sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. CPO (HS 1511100000)
dan CPKO (HS 1513211000) juga diekspor dan menghasilkan devisa negara.
Provinsi Riau mengekspor CPO sebesar 2.57 juta ton, kemudian Lampung 1.35
juta ton. Ekspor yang tinggi dari Lampung ini karena CPO yang diekspor berasal
Sumatera Selatan, Jambi, dan Bangka Belitung. Total produksi CPO yang
diekspor turun sejak tahun 2010. CPO yang diekspor pada tahun 2010 sebesar
25
1.34 juta ton, tahun 2011 menjadi 1.1 juta ton, tahun 2012 turun menjadi 626 ribu
ton, dan tahun 2013 turun lagi menjadi sebesar 452 ribu ton. Dengan produksi
CPO yang meningkat dan ekspor yang menurun pada Tabel 5 menunjukan bahwa
konsumsi CPO dalam negeri meningkat. Hal tersebut juga mengindikasikan
bahwa CPO dan PKO telah mulai banyak diolah didalam negeri. Distribuasi
eksport CPO dan PKO tiap provinsi ada pada Lampiran 5.
Tabel 5. Perkembangan ekspor crude palm oil (CPO) dan palm kernel oil
(PKO) Indonesia (ribuan Ton).
Uraian 2010 2011 2012 2013
CPO 9 446 8 424 7 253 6 585
PKO 1 336 1 101 626 452
Jumlah 10 782 9 525 7 879 7 037
Sumber : BPS (2014)
25.000
20.000 Produksi
(ribu ton)
CPO
15.000
10.000 Eksport
CPO
5.000
0
2010 2011 2012 2013
(Tahun)
Gambar 6. Distribusi produksi dan ekspor CPO Indonesia (BPS 2014)
Produktivitas Lahan
21 ton TBS per hektar tiap tahunnya. Demikian juga, produktivitas CPO
Indonesia dibawah Malaysia sebesar 2.51 ton perhektar sedangkan Malaysia
mencapai 3.21 ton perhektar. Peningkatan produktivitas kelapa sawit baik di
tingkat budidaya (kebun) maupun industri pengolah perlu terus dilakukan.
Tindakan ini harus terintegrasi oleh berbagai pihak mulai industri penyediaan
benih, pelaksanaan good agricultural practices (GAP), sampai pengelolaan pabrik
sawit yang baik.
Tantangan pengelolaan perkebunan kelapa sawit Indonesia kedepan yakni
meningkatkan produktivitas kebun sawit rakyat dan kebun sawit swasta
mendekati produktivitas sawit negara dan selanjutnya meningkatkan produktivitas
kebun sawit swasta, rakyat dan negara kepada tingkat produktivitas yang lebih
tinggi. Saat ini penggunaan bibit unggul terbatas pada perkebunan swasta dan
perkebunan negara karena mempunyai bagian penelitian untuk peningkatan
budidaya kelapa sawit. Keterbatasan informasi rakyat akan sumber benih
menyebabkan benih beredar di pasaran tidak sesuai standar atau palsu. Kegiatan
replanting pada umur 28-30 tahun, untuk mengganti pohon kelapa sawit yang tua
harus secara kontinyu dan berkala dilakukan, demikian juga pola budidaya yang
kurang baik menyebabkan produktivitas kelapa sawit masih rendah. Meskipun
saat ini dengan luas lahan yang besar dan masih menjadi penghasil feedstock
terbesar di dunia dan sangat potensial diolah lebih lanjut.
Sumberdaya Manusia
Tenaga kerja untuk industri turunan kelapa sawit tidak begitu besar
dibandingkan pengelolaan kebun dan pengolahan buah kelapa sawit. Jumlah
tenaga kerja pada industri hilir minyak sawit yang terdiri atas berbagai macam
industri mulai dari industri minyak goreng sampai oleokimia saat ini hanya
menyerap sebanyak 43 600 orang. Sementara pengelolaan kebun dan pengolahan
buah kelapa sawit menyerap tenaga kerja sebanyak 5.220 000 orang. Dengan
acuan jumlah tenaga kerja untuk pengelolaan perkebunan sebanyak 35 orang per
100 hektar lahan dan setiap pabrik kelapa sawit (PKS) dengan kapasitas 30 ton
tandan buah segar (TBS) per jam diperlukan tenaga kerja sebanyak 112 orang.
Secara lengkap penyerapan tenaga kerja pada industri minyak sawit dapat dilihat
pada Tabel 7.
Tingkat Upah
kebijakan perkelapa sawitan nasional yang mampu membawa pelaku usaha untuk
bersaing, tangguh di pasar Internasional dengan tetap memperhatikan kelestarian
lingkungan (DMSI, 2012). DMSI sebagai pusat koordinasi program dan kebijakan
perkelapa-sawitan nasional bertugas memfasilitasi secara aktif dalam hal:
1. Perumusan program pembangunan industri minyak sawit nasional.
2. Perumusan regulasi dan kebijakan pembangunan industri minyak sawit
nasional yang berdayasaing, tangguh di pasar internasioal dan berkelanjutan
untuk dilaksanakan oleh seluruh instansi yang berwenang dan pihak-pihak
terkait.
3. Perumusan pedoman jangka panjang program pembangunan minyak sawit
nasional.
4. Pemantauan dan evaluasi implementasi regulasi dan kebijakan pembangunan
industri minyak sawit nasional.
Sumberdaya Modal
Sumberdaya Infrastuktur
Kondisi Permintaan
Pada tahun 2011, produksi minyak kelapa sawit (CPO) di Indonesia sudah
dimanfaatkan untuk diolah lebih lanjut menjadi turunan minyak sawit dan sisanya
untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri. Porsi pemanfaatan CPO untuk
produk turunan semakin tahun semakin besar, pada tahun 2011 sebesar 46.23%
maka pada tahun 2013 telah mencapai 68.89% (BPS 2014). Perincian lengkap
volume dan nilai ekspor CPO dan produk turunan CPO dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Volume, nilai ekspor dan produk turunan CPO, tahun 2009-2013
Volume Nilai
CPO Turunan Turunan
Tahun CPO
Juta % CPO % % CPO %
Juta $
Ton Juta Ton Juta $
2009 11.03 59.54 7.50 40.46 6 621.75 57.78 4 837.67 42.22
2010 10.78 60.35 7.08 39.65 9 115.54 59.98 6 081.12 40.02
2011 9.53 53.28 8.35 46.72 10 417.09 53.77 8 958.04 46.23
2012 7.88 38.82 12.42 61.18 7 327.69 38.34 11 784.97 61.66
2013 7.04 31.66 15.19 68.34 5 331.90 31.11 11 808.67 68.89
Sumber: Badan Pusat Statistik (2014)
Tabel 9. Jumlah permintaan minyak kelapa sawit (CPO) untuk industri tahun 2013
dan rata-rata pertumbuhannya
Penggunaan Jumlah (Ton) Rata-rata Pertumbuhan tahun
2000-2013 (%)
Minyak Goreng 6 468 303 11.14
Oleokimia 1 034 277 4.54
Margarine 76 943 6.60
Sabun 281 002 1.36
Biodiesel *) 2 640 000 52.14
Total 10 500 524 11.72
*) Pertumbuhan dari tahun 2006 - 2013
Sumber : GAPKI (2014)
36
Indonesia adalah PT Astra Agro Lestari Tbk., PT Indofood Sukses Makmur Tbk.,
PT Musim Mas dan PT Perusahaan Perkebunan London Sumatera Indonesia Tbk.
Industri refinery di Malaysia ada 16 perusahaan sedangkan Singapura dan
Thailand memiliki industri refinery masing-masing 2 dan 1 perusahaan.
Industri Margarin/Shortening
menggunakan fatty acid berbahan baku tallow base untuk mendapatkan kualitas
tertentu pada produk akhir yang berbeda dari fatty acid produksi Indonesia yang
menggunakan bahan baku PKO dan palm stearin.
Saat ini konsumen dunia lebih menyukai fatty acid berbahan baku organik
yang berasal dari palm stearin dan PKO. Dampaknya, permintaan fatty acid
berbahan baku tallow base cenderung turun. Namun demikian, jika harga bahan
baku organik mengalami kenaikan sampai level tertentu, produsen fatty acid akan
beralih menggunakan bahan baku tallow base dan saat itu produksi berbahan baku
organik mengalami penurunan. Menurut CIC pada tahun 2012 produksi fatty acid
Indonesia sebesar 1 100 850 ton. Produk fatty acid Indonesia secara keseluruhan
mengalami pertumbuhan dengan peningkatan rata-rata sebesar 16 % per tahun
(CIC 2012).
Pasar utama fatty acid dunia adalah industri sabun dan detergen. Sekitar 30
% pangsa fatty acid adalah untuk industri sabun dan detergen, bahan baku industri
lain/barang antara (18 %), industri plastik (14 %) dan sisanya untuk kebutuhan
industri lainnya.
Pasar global fatty alcohol tumbuh rata-rata 4 % per tahun. Cina, Afrika,
Amerika Tengah dan Selatan, dan Asia merupakan pasar fatty alcohol potensial.
Pada tahun 2009 Amerika Utara menyumbang 27 % dari permintaan fatty alcohol
global sedangkan Eropa Barat menyumbang 35 % dari permintaan fatty alcohol
global. Diharapkan pertumbuhan permintaan di negara-negara seperti Brazil,
Rusia, India dan Cina akan meningkat pada tahun-tahun berikutnya, sedangkan
produksi diperkirakan akan bergeser ke Cina dan Asia Tenggara sejalan dengan
peningkatan pertumbuhan regional. Produsen fatty alcohol yang merupakan
pesaing terkemuka untuk produk fatty alcohol sintetis (berbasis petrokimia)
adalah Shell Chemicals dari Belanda, Sasol dari Afrika Selatan dan BASF
Jerman. Sedangkan produsen fatty alcohol alami (oleochemical based), adalah
Cognis (Jerman), Kao Corporation (Jepang), Liaoning HuaXing (Cina), Ecogreen
Oleochemicals (Indonesia) dan Procter & Gamble (Amerika Serikat).
Sebagian besar produksi fatty alcohol Indonesia di ekspor. Perkembangan
Ekspor fatty alcohol selama tahun 2003 sampai dengan 2010 meningkat sebesar
14.3 % per tahun. Walaupun di Indonesia produsen fatty alcohol, namun impor
produk ini masih tinggi. Selama 2003 hingga 2010, impor fatty alkohol meningkat
cukup tinggi rata-rata 11.9 % per tahun. Kondisi pasar fatty alcohol pada tahun
2009 masih dalam keadaan excess demand, dimana estimasi permintaan fatty
alcohol mencapai 3.2 juta ton, sedangkan estimasi supply fatty alcohol mencapai 2
juta ton. Artinya masih ada celah pasar sebesar 1.2 juta ton yang dapat diisi (IOI
2010). Pasar utama fatty alcohol adalah industri sabun dan detergen (55 %) serta
personal care (20%). Sisanya diserap oleh industri pelumas, amina dan lain-lain.
kedua glycerin murni dengan tingkat produksi dan konsumsi mencapai 35 % dan
28 % dari produksi dunia. Amerika Utara adalah pasar terbesar ketiga glycerin
dengan tingkat produksi 11 % dan konsumsi 19 % dunia. Ketiga wilayah tersebut
menyumbang hampir 91 % dari produksi dunia dan 82 % dari konsumsi dunia.
Diperkirakan pada tahun-tahun mendatang akan terjadi peningkatan konsumsi di
Amerika Serikat, China dan Thailand serta pertumbuhan yang signifikan di Eropa
Barat. Hal ini disebabkan meningkatnya permintaan glycerin dalam bentuk
produk baru, seperti epiklorohidrin, syngas dan propilen glikol.
Dalam kurun waktu 2003 – 2010, ekspor glycerin Indonesia meningkat rata-
rata 35.9 % per tahun, sedangkan impor glycerin rata-rata 45.2 % per tahun.
Negara tujuan ekspor utama glycerol adalah China, Asia, dan Amerika Serikat,
dengan pangsa yang makin besar (bertumbuh). Sedangkan negara tujuan ekspor
gliserol ke Jepang pangsanya cenderung turun. Kondisi pasar glycerin dunia pada
tahun 2009 masih dalam keadaan excess demand, dimana permintaan glycerin
mencapai 1 810 ribu ton, sedangkan supply hanya sebesar 1 781 ribu ton.
Sehingga masih ada celah pasar sebesar 29 ribu ton. Negara Eropa merupakan
produsen tertinggi glycerin dengan pangsa sebesar 42.11 %, diikuti oleh negara-
negara Asean sebesar 17.97 % (Apolin, 2010). Pasar utama glyserin dunia untuk
industri sabun, kosmetik, farmasi (37 %). Alkyd resin (13 %), industri makanan
(13 %), polyurethanes (11 %), dan lain-lain.
Industri Biodiesel
Industri Sabun/Deterjent
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki gaya hidup yang berbeda dengan
masyarakat di negara beriklim dingin/subtropis. Iklim tropis yang panas dengan
kelembaban tinggi, memerlukan mandi secara teratur. Hal ini memerlukan sabun,
baik sabun mandi (toilet soap), sabun cuci (wash soap) maupun sabun detergen.
Semakin besar penduduk semakin besar kebutuhan sabun.
Produksi sabun dan detergen Indonesia mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun. Sabun cuci meningkat dari sekitar 240 ribu ton tahun 2000 menjadi
sekitar 290 ribu ton tahun 2008. Sabun mandi, meningkat dari sekitar 869 ribu ton
menjadi 690 ribu ton pada periode yang sama (Gambar 9).
Tahun
Industri Terkait
Industri Pemasok
Industri hilir minyak goreng sawit yang pertama dan tertua dalam agribisnis
minyak sawit adalah industri minyak goreng. Di Indonesia, sebelum industri
minyak goreng sawit berkembang, industri minyak goreng kelapa sudah lebih
dahulu berkembang dan menjadi sumber utama minyak goreng di Indonesia.
Dengan semakin langkanya bahan baku kelapa/kopra dan makin tersedia minyak
sawit, secara bertahap sebagian besar industri minyak kelapa beralih kepada
industri minyak goreng sawit.
Saat ini tercatat Indonesia memiliki 94 pabrik minyak goreng yang tersebar
di 19 propinsi, dan pabrik terbanyak terletak di Sumatera Utara sebanyak 13
pabrik dan Kalimantan Barat sebanyak 11 pabrik. Pelaku usaha industri
refinery/minyak goreng beserta kapasitas produksi dan lokasinya (Lampiran 8).
Produksi minyak goreng Indonesia menunjukkan peningkatan setiap tahun dengan
rata-rata peningkatan 10.60 %. Peningkatan tersebut sejalan dengan peningkatan
permintaan akibat naiknya pendapatan dan jumlah penduduk di Indonesia
(GAPKI, 2014).
Industri Margarin/Shortening
Industri Oleokimia
Indonesia sebanyak 9 (sembilan) buah dengan produk utama fatty acid. Kapasitas
industri oleokimia nasional sampai tahun 2011 untuk fatty acid sebanyak 986 ribu
ton per tahun, fatty alkohol sebesar 490 ribu ton per tahun, dan glyserol 141,7 ribu
ton per tahun. Umumnya industri fatty acid juga menghasilkan fatty alkohol tetapi
tidak semuanya menghasilkan gliserol. Banyaknya produsen oleokimia nasional
dengan kapasitas produksinya secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Produsen dan kapasitas industri oleokimia nasional (dalam 1000 ton)
No. Perusahaan Fatty Acid Fatty Glycerol
Alcohol
1 PT Ecogreen (Medan & Batam) 45 350 24
2 PT Sumiasih, Bekasi 91 10
3 PT SOCI MAS, Medan 80 8
4 PT Flora Sawita Chemindo , Medan 50 5.1
5 PT Musim Mas, Medan 320 100 30
6 PT Domba Mas, Kuala Tanjung 60 40 4.6
7 Wilmar Group, Gresik 120 30
8 PT Nubika Jaya, Kisaran 130 20
9 PT Cisadane Raya Chemical, 90 10
Tanggerang
Total 986 490 141.7
Sumber : BPS (2012)
Tabel 13. Produsen gliserin di Indonesia tahun 2011 dari industri fatty acid
dan fatty alcohol
Kapasitas Terpasang
No Nama Perusahaan Lokasi
(Ton/Tahun)
1. PT. SOCI MAS Medan 9 000
2. PT. Ecogreen Medan dan Batam 24 000
3. PT. Musim Mas Medan 30 000
4. PT. Domba Mas Kuala Tanjung 4 600
5. PT. Flora Sawita Medan 5 100
6. PT. Cisadane Raya Chemical Tangerang 10 000
7. PT. Nubika Jaya Rantau Prapat 20 000
8. PT. Sumi Asih Bekasi 10 000
9. Wilmar Group Gresik 30 000
Total 142 700
Sumber : Apolin (2011)
46
Sedangkan produsen glycerin dari industri biodiesel ada 4 (empat) produsen besar
penghasil glycerin yaitu PT Wilmar. PT Musim Mas, PT Cemerlang Energi
Perkasa dan PT Pelita Agung Agrindustri dengan kapasitas produksi terpasang
masing-masing 28 800 ton, 7 560 ton, 7 200 ton dan 3 600 ton per tahun (Tabel
14).
Tabel 14. Produsen glycerin di Indonesia tahun 2011 dari industri biodiesel
No Perusahaan Kapasitas (K liter) Lokasi
1 PT Energi Alternatif 126 Jakarta
2 PT Eternal Buana Chemical Industries 720 Tangerang
3 PT Indo Biofuels Energi 1 080 Merak
4 PT Anugrah Inti Gemanusa 720 Gresik
5 PT Eterindo Nusa Graha 720 Gresik
6 PT Wilmar Bioenergi Indonesia 18 000 Dumai
7 PT Wilmar Nabati Indonesia 10 800 Gresik
8 PT Sumi Asih Oleo - Chemical 1 800 Bekasi
9 PT Darmex Biofuels 2 700 Bekasi
10 PT Pelita Agung Agrindustri 3 600 Bengkalis
11 PT Musim Mas 1 260 Deli Serdang
6 300 Batam
12 PT Cemerlang Energi Perkasa 7 200 Dumai
13 PT Pasadena Biofuels Mandiri 184 Cikarang
14 PT Kenzie Megapolitan 90 Makassar
15 PT Ganesha Energi 180 Medan
16 PT Sintong Abadi 630 Asahan, Sumut
17 PT Prima Nusa Palma Energi 432 Jakarta
18 PT Bioenergi Pratama Jaya 108 Berau, Kaltim
19 Wahana Abdi Tritatehnika Sejati 2 380 Bogor
20 Alia Mada Perkasa 198 Tangerang
21 Damai Sejahtera Sentosa Cooking 2 160 Surabaya
22 PTPN XIII*) 216 Kalimantan
23 PTPN IV*) 90 Medan
Total 61 694
Sumber : Apolin (2011)
Industri Biodiesel
Biodiesel merupakan bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari
minyak nabati melalui proses transesterifikasi, esterifikasi, maupun proses
esterifikasi–transesterifikasi. Pada tahun 2011 berdasarkan data Aprobi terdapat
24 produsen biodiesel di Indonesia. Kapasitas terpasang mencapai 3.4 juta
kiloliter per tahun. Dari total produksi biodiesel tersebut, PT Wilmar Bioenergi
memiliki kapasitas terpasang terbesar yaitu sebesar 1.6 juta kiloliter, diikuti PT
Musim Mas sebesar 420 ribu kiloliter dan PT Cemerlang Energi Perkasa sebesar
47
400 ribu kiloliter. Data selengkapnya mengenai sebaran industri biodiesel dan
besarnya kapasitas pengolahan di Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 9.
Tabel 15. Jumlah perusahaan dan kapasitas produksi industri sabun mandi dan
detergen di Indonesia
Kapasitas Produksi (ton/tahun)
Daerah Jumlah
Sabun Mandi Sabun Cuci Detergen
Perusahaan
Sumatera Utara 6 181 800 34 500 2 620
Lampung 1 16 150 - -
DKI Jakarta 10 521 000 - 1 185 700
Jawa Barat 12 48 900 58 450 80 202
Banten 1 18 000 - -
Jawa Tengah 1 15 800 - 750
Jawa Timur 13 117 460 29 540 2 557 000
Total 44 925 110 122 490 2 574 794
Sumber : BPS (2013)
Industri Pendukung
Kebutuhan akan permintaan pasar yang terus meningkat terhadap CPO dan
produk turunannya memungkinkan produksinya untuk terus ditingkatkan.
Sehingga untuk menyokong perkembangan itu memerlukan ketersediaan tenaga
kerja dengan tingkat kompetensi, pengetahuan dan keterampilan yang memadai,
mulai dari bagian teknis agronomi/tanaman hingga proses pengolahan produk
turunan minyak kelapa sawit mentah. Pada era persaingan bebas saat ini,
tersedianya tenaga kerja terdidik dan terampil menjadi mutlak, karena dengan
demikian dapat diharapkan mampu meningkatkan produktivitas tanaman, mutu
CPO/PKO yang dihasilkan serta produk-produk turunan minyak kelapa sawit
mentah. Kenyataan membuktikan tidak semua perusahaan perkebunan dan
industri turunan minyak sawit di Indonesia mempunyai pusat pelatihan yang
sistimatis (training center).
Salah satu alternatif yang dilakukan adalah dengan mendirikan lembaga
pelatihan tenaga kerja. Pelatihan tenaga kerja ini dititikberatkan pada praktek
kerja nyata di kebun dan pabrik secara langsung. Dengan sistem seperti ini
diharapkan agar materi yang disampaikan di kebun dan pabrik dapat diterapkan
secara langsung pada dunia kerja secara nyata.
Citra Widya Education (CWE) adalah salah satu lembaga jasa pendidikan
dan pelatihan tenaga kerja yang bergerak di bidang perkelapa-sawitan mulai dari
budidaya di kebun sampai pengolahan hasil. CWE menawarkan berbagai macam
program pelatihan yang ditujukan mulai dari tingkat operator, asisten, asisten
kepala, dan tingkat manager. Program pelatihan yang ditawarkan meliputi
berbagai aspek pelatihan di bidang teknis, manajemen dan kepemimpinan,
administrasi sampai dengan quality control. CWE juga mengemban misi agar
lulusannya memiliki profesionalisme dalam bekerja sehingga secara tidak
langsung dapat memberikan Return of Investment (ROI) yang efektif dan efisien
bagi perusahaan dengan sumberdaya manusia yang menjunjung prinsip
keselamatan kerja dan keamanan lingkungan.
49
relatif tetap tinggi. Produk oleokimia untuk kebutuhan ekspor mencapai 80 % dari
total produksi, hanya 20 untuk kebutuhan dalam negeri. Produk oleokimia ini di
Indonesia lebih banyak digunakan untuk industri ban dan detergen.
Kapasitas produksi oleokimia Asia tumbuh cepat, sementara Eropa dan
Amerika Utara stabil dan cenderung menurun. Fenomena ini terkait masalah
bahan baku (trade-off fuel-food) yang dihadapi oleh kawasan itu. Sementara
oleokimia Asia yang menggunakan bahan baku minyak sawit dan minyak kelapa,
belum mengalami masalah ketersediaan bahan baku. Selain itu pertumbuhan yang
cepat oleokimia di Asia juga hasil relokasi industri oleokimia dari kawasan Eropa
ke kawasan Asia (Brunskill, 2011).
Kandungan teknologi yang tinggi serta ketergantungannya pada teknologi
impor menyebabkan industri oleokimia baru efisien kalau berskala besar.
Karakteristik produk dan industrinya menuntut lokasi yang dekat dengan
pelabuhan, pasokan utilitas dan bahan baku dengan harga yang terjangkau.
Kondisi yang ada, infrastruktur ke pelabuhan dan kesanggupan pemerintah dalam
menyediakan utilitas sangat terbatas. Di samping itu, kebijakan yang ada tidak
mampu menjamin stabilitas harga dan pasokan bahan baku (CPO dan PKO).
Kondisi ini menyebabkan barrier to entry oleokimia tinggi, karena investasinya
mahal, penuh resiko dan pengembalian modalnya lama (Subiyanto 2011).
Menurut ICIS (2011), harga oleokimia pasar dunia fluktuatif dan tidak
selalu mengikuti pola harga bahan bakunya. Namun demikian perkembangan
harga semua produk-produk hilir diatas harga bahan bakunya (CPO dan PKO).
Harga fatty alcohol selalu diatas harga oleokimia lainnya dan sabun/detergent
mempunyai tingkat harga paling rendah.
Industri oleokimia tergolong sunset industry untuk Kawasan Amerika dan
Eropa sementara di Kawasan Asia industri tersebut tergolong the rising industry.
Pertumbuhan industri oleokimia di Eropa dan Amerika dibanding dengan di Asia
di dominasi Asia baik pangsa maupun pertumbuhan. Realisasi maupun proyeksi
produksi oleokimia global makin besar di Kawasan Asia. Pertumbuhan ekonomi
dua negara besar Asia (India dan Cina) yang merupakan 50 % penduduk dunia,
merupakan pasar yang potensial dan menarik industri oleokimia global.
Industri oleokimia merupakan kunci hilirisasi. Hasil industri oleokimia
berupa fatty acids, fatty alcohol, gliserin dan biodiesel akan dimanfaatkan dalam
pembuatan produk olahan lanjutan, seperti makanan, kosmetik, obat-obatan,
pakan ternak, hingga bahan pelapis.
Persaingan industri ini terjadi antar negara dengan keuntungan kompetitif
yang ada. Persaingan dalam negeri relatif sudah tidak ada karena kebutuhan sudah
sangat kecil dari kapasitas yang ada dan sudah terjalin lama dengan produsen
yang telah ada. Kondisi ini mempermudah untuk menerapkan strategi persaingan.
Struktur Pasar
Industri Oleokimia
Industri oleokimia dikenal tiga oleokimia dasar (basic chemical) yakni: fatty
acid, fatty alcohol, dan glycerol. Berdasarkan data Apolin tahun 2012, kapasitas
terpasang untuk produksi fatty acids sekitar 2,9 juta ton dan fatty alcohol sekitar
0,8 juta ton. Jumlah industri oleokimia yang telah beroperasi sebanyak 9
(sembilan) perusahaan. Saat ini beberapa perusahaan melakukan penambahan
kapasitas olah seperti Sinar Mas Grup, Permata Hijau Grup, PT Ecogreen Batam,
PT Musim Mas, dan Wilmar Grup ini. Sementara pabrik oleokimia baru dibangun
oleh PT Unilever Oleokimia Indonesia di Sei Mangke, Sinar Mas dan KLK
Oleochemical di Dumai, serta The Vegetable Foods Company Private Limited
Indonesia di Medan (Majalah Kina 2012).
Kapasitas produksi oleokimia saat melebihi demand yang ada sekarang.
Tapi produsen dan konsumen oleokimia punya semacam bonding (keterikatan)
yang kuat. Jika sudah yakin dengan produk yang dibeli, akan pasti beli lagi
sekalipun kompetitor lebih murah. Meski kapasitas produksi yang dihasilkan
tergolong besar dan terus mengalami pertumbuhan, sebagian besar oleokimia
untuk kebutuhan ekspor ke luar negeri. Bila dipersentasekan, sekitar 80% hasil
produksi dikirim ke luar negeri, sementara sisanya yakni 20% diserap oleh
industri lokal.
Dengan jumlah industri oleokimia yang telah beroperasi masih belum
banyak baru 9 (sembilan) atau nantinya ada 12 (dua belas) tetapi kapasitas
olahnya bisa menembus 3 juta ton/tahun. Jumlah pembeli oleokimia ini memang
52
cukup luas (beberapa negara) tetapi secara perusahaan hanya terdiri beberapa
pemain besar. Pembeli oleokimia terdiri atas Cognis (Jerman), Kao Corporation
(Jepang), Henkel (Jerman), Unilever (Belanda), Lonzo (Swis), Petrofina (Belgia),
Akzo Nobel (Belanda), Wing (Indonesia) dan Procter and Gamble (Amerika
Serikat). Dengan terbatasnya jumlah produsen dan pembeli maka pasar oleokimia
ini cenderung kearah oligopoli. Sehingga untuk pemasaran memerlukan strategi
tersendiri.
Industri Biodiesel
Peran Pemerintah
Indonesia. Berikut ini adalah beberapa bentuk kebijakan maupun sikap yang
dinilai berpengaruh terhadap keberadaan industri turunan minyak sawit mentah.
Kebijakan tarif Bea Keluar untuk hilirisasi industri sawit bersifat eskalatif
yang artinya tarif produk hulu dari minyak sawit dikenakan Bea Keluar lebih
tinggi dibandingkan produk hilirnya. Hal ini bertujuan memberikan insentif bagi
pelaku usaha dalam mengembangkan industri hilir di dalam negeri yang pada
gilirannya nilai tambah (value added) pengolahan minyak sawit diharapkan dapat
dinikmati ekonomi domestik. Kebijakan Bea Keluar untuk kelapa sawit, CPO, dan
produk turunannya untuk hilirisasi industri sawit pertama kali dituangkan dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.011/2011 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Barang
Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Peraturan tersebut
diundangkan pada tanggal 15 Agustus 2011 dan mulai berlaku 30 hari sejak
tanggal diundangkan (14 September 2011). Peraturan Menteri Keuangan ini telah
mengalami dua kali perubahan yakni dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
75/PMK.011/2013 tanggal 16 Mei 2012 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
128/PMK.011/2013. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai tarif Bea
Keluar ini tidak hanya berisi komoditi Minyak Sawit dan Produk Turunannya,
namun meliputi barang ekspor lain yang dikenakan Bea Keluar yakni Kulit Sapi
dan Kambing; Biji Kakao, Produk Kayu; dan Bijih Mineral. Meski PMK
128/PMK.011/2011 telah diubah dua kali, namun tidak ada perubahan subtansial
tarif bea keluar untuk minyak sawit.
Kebijakan ini dilakukan guna meningkatkan hasil produksi dan ekspor
minyak sawit olahan agar setara dengan jumlah ekspor minyak sawit mentah.
55
Penurunan tarif pajak ekspor tersebut membuat Indonesia unggul atas Malaysia
dengan memberikan perbedaan tarif pajak ekspor yang cukup signifikan. Terbukti,
setelah penurunan pajak ekspor tersebut diterapkan, ekspor minyak sawit olahan
Indonesia meningkat hingga 29 % menjadi 2.9 juta ton pada kuartal keempat
tahun 2011. Sedangkan ekspor minyak sawit mentah Indonesia melonjak 23 %
menjadi 2.28 juta ton. Sementara itu, kapasitas produksi industri pengolahan
minyak kelapa sawit Malaysia malah berkurang (Info Sawit 2012). Selain itu,
pemerintah melalui Kementerian Perdagangan juga menetapkan Harga Patokan
Ekspor (HPE) kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya.
Dampak restrukturisasi tarif Bea Keluar ini terlihat dari pertama, utilisasi
industri minyak goreng/refinery Indonesia sampai akhir tahun 2012 meningkat
menjadi lebih dari 80 % dari hanya sekitar 45 % pada tahun 2010. Kedua, terdapat
penambahan kapasitas refinery yang semula 21 juta ton pada tahun 2011 menjadi
sekitar 30 juta ton pada akhir tahun 2012, serta diproyeksikan meningkat 45 juta
ton pada awal tahun 2014. kapasitas terpasang untuk industri oleochemical dari
kelapa sawit naik dari 1 400 ribu ton setiap tahun pada 2011 menjadi 2 200 ribu
ton per tahun pada 2014. Ketiga, jumlah investasi yang menanamkan modalnya di
bidang industri hilir kelapa sawit pasca PMK 128/2011 mencapai sekitar USD
860 juta (Kusmartata dan Setiawan, 2013). Dilain pihak, Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) mengenai Bea Keluar (BK) produk kelapa sawit oleh APOLIN
masih menjadi hambatan dalam investasi di industri oleokimia. Karena batasan
produk yang dikenakan BK dianggap masih terlalu umum sehingga masih banyak
produk turunan yang masih dikenakan BK (Majalah Agrofarm 2013).
Peran Kesempatan
Keterangan :
Keterkaitan antara komponen utama yang saling mendukung
Keterkaitan antara komponen penunjang yang mendukung komponen utama
Gambar 10. Keterkaitan antar komponen Berlian Porter industri turunan minyak
sawit mentah (MSM) Indonesia
Tabel 16. Keterkaitan antar komponen utama industri turunan minyak sawit
mentah (MSM) di Indonesia
No Komponen A Komponen B Keterkaitan Keterangan
Antar
Komponen
1 Struktur, Kondisi faktor Saling Jumlah pasokan dan industri
persaingan, dan sumberdaya mendukung penghasil CPO cukup banyak,
strategi pasar bersaing secara kompetitif.
Penyederhanaan Perijinan
Langkah awal dalam memulai suatu usaha adalah dengan melakukan proses
perijinan supaya legalitas usaha yang dijalankan resmi adanya. Mekanisme
perijinan antar negara dan daerah mempunyai ragam yang berbeda-beda, hal ini
berkaitan langsung dengan aturan yang dijalankan. Perbedaan ini mengakibatkan
daya tarik atau kemudahan berusaha antar wilayah yang berbeda juga.
Perijinan yang sederhana dengan tidak rumit menjadi dambaan para investor
dalam memasuki suatu wilayah usaha baru. Kecepatan dan kemudahan dalam
proses perijinan menjadi keinginan semua pihak. Wawancara dengan Prof. Dr. Ir.
Erliza Hambali sebagai Kepala SBRC-IPB,
“....Guna mempercepat berdirinya industri turunan minyak sawit mentah di
Indonesia, Hal pertama yang harus pemerintah penuhi adalah memastikan
proses perijinan dapat dilakukan dengan cepat, mudah, dan murah, Saat ini,
masih terlalu lama berliku dan banyak ketidakpastian. Meskipun telah
ditetapkan lama waktu pengurusan tetapi untuk memenuhi persyaratan
pendukungnya sangat ribet ....:” (Hasil wawancara 9 April 2015).
Ir. Sri Hadisetyana, M.Si sebagai Kepala Sub. Direktorat Industri Hasil
Perkebunan Non Pangan Lainnya, Kementrian Perindustrian RI menambahkan
“....yang paling menentukan untuk percepatan industri oleokimia adalah
mempercepat proses perijinan yang selama ini lama....” (Hasil wawancara 16 Mei
2015). Hal yang sama diungkapkan juga oleh Dr. Ir. M. Fadhil Hasan sebagai
Direktur Eksekutif GAPKI bahwa “....penciptaan iklim investasi yang lebih
kondusif terkait dengan menyederhanaan perijinan....” (Hasil wawancara 25
September 2015).
63
Penyiapan Infrastruktur
Insentif Perpajakan
Sejak tahun 2011, adanya ketentuan bea keluar produk-produk asalan (CPO
dan PKO) dengan nilai yang tinggi maka pertumbuhan industri hilir minyak
kelapa sawit semakin membaik dimana kapasitas terpasang yang sebelumnya tak
terpakai sudah mulai dioperasikan. Kunci keberhasilan dalam pengembangan
industri turunan minyak sawit mentah menurut Ir. Sri Hadisetyana, M.Si sebagai
Kepala Sub. Direktorat Industri Hasil Perkebunan Non Pangan Lainnya,
Kementrian Perindustrian RI adalah
“....Industri turunan minyak sawit mentah dengan sifatnya yang padat modal
dengan tingkat pengembalian yang lambat untuk menarik investor dalam
mempercepat berdirinya industri ini diperlukan adanya insentif dalam bidang
perpajakan seperti tax allowance, tax holliday, dan pemotongan pajak
pertambahan nilai dalam pemasukan barang-barang modal/permesinan. Saat
ini baru 2 (dua) perusahaan oleokimia yang mendapat fasilitas tax allowance
dan tax holiday yaitu PT Unilever Oleokimia Indonesia dan PT Energi
Sejahtera Mas.....” (Hasil wawancara 16 Mei 2015).
64
Keadaan ekonomi global yang lesu dan harga minyak mentah yang rendah
membuat harga minyak sawit selama 1 (satu) tahun ini rendah. Guna menghadapi
tantangan ini, Indonesia perlu memperkuat value chain dengan mengembangkan
industri hilir yang sustainable. Percepatan pengembangan hilirisasi minyak kelapa
sawit menurut Dr. Ir. M. Fadhil Hasan sebagai Direktur Eksekutif GAPKI
diperlukan “....adanya pemberian insentif yang terfokus, misalnya dukungan
research and development (R&D). Oleokimia yang produknya berbasis inovasi
dengan tak terpisah dari hasil riset. R&D masih dianggap biaya karena tidak
banyak insentif yang diberikan pemerintah....” (Hasil wawancara 25 September
2015).
Insentif perpajakan yang dibedakan menjadi tax allowance, tax holliday,
pemotongan pajak pertambahan nilai dan pemotongan khusus terkait belanja
untuk keperluan research and development (R&D) merupakan alternatif strategi
yang masih dirasakan perlu dilakukan oleh pemerintah untuk menarik pelaku
usaha industri turunan minyak sawit mentah.
Dukungan Moneter
Komitmen Pemerintah
Kepastian Pasar
Alternatif strategi dari para pakar ini mempunyai kesesuaian dengan faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap percepatan pengembangan industri hilir
perkebunan di Indonesi, yaitu (1) pajak pertambahan nilai yaitu pengenaan pajak
dilakukan di setiap penyerahan barang mulai dari bahan baku hingga produk hilir,
(2) insentif investasi, yaitu adanya keringanan pajak untuk investasi di industri
hilir perkebunan, (3) harmonisasi tarif, yaitu pengenaan tarif import yang berbeda-
beda untuk produk hilir dan bahan baku, dan (4) konsistensi dukungan
pemerintah, yaitu adanya keberpihakan atau prioritas terhadap pengembangan
industri hilir dari waktu ke waktu tanpa terpengaruh pergantian pemerintah atau
kabinet (Suprihatini et al. 2004).
Adanya pembatasan pembukaan lahan baru kebun kelapa sawit sejak tahun
2011, belum menjadi halangan besar untuk terus memanfaatkan hasil CPO dan
PKO di dalam negeri menjadi produk turunan dengan nilai ekonomi yang lebih
tinggi. Hasil verifikasi dari pendapat para pakar didapatkan menurut Dr. Ir.
Angga Jatmika, MS sebagai Ahli Kelapa Sawit PPKS-RNI:
“..... Adanya moratorium pembukaan lahan kelapa sawit pada hutan produksi
dan lahan gambut tidak secara significant berpengaruh pada pasokan bahan
baku CPO dan PKO sebagai sumber bahan baku utama industri oleokimia.
Penambahan masih dapat dilakukan secara intensifikasi dimana produktifitas
perkebunan rakyat dan swasta masih rendah dibandingkan dengan potensi
yang seharusnya dihasilkan......” (Hasil wawancara, 30 Maret 2015).
Adapun Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA sebagai Wakil Ketua MAKSI
menambahkan “..... Instruksi presiden yang melakukan pembatasan pembukaan
lahan kelapa sawit pada hutan produksi dan lahan gambut tidak secara langsung
67
Pendapat dari para pakar menunjukkan bahwa lemahnya penelitian saat ini
secara umum belum mendukung tetapi untuk pengembangan industri turunan
Hasil untuk komponen utama dan penunjang yang belum mendukung dan tidak
masuk alternatif strategi, yaitu kondisi hasil penelitian dan pengembangan yang
belum mendukung keberadaan industri oleokimia. Semua pakar mengungkapkan
bahwa adanya keterbukaan informasi dan kekuatan modal dapat memdukung
keberadaan industri oleokimia.
Biaya
Besarnya biaya atau ongkos yang harus dikeluarkann oleh calon investor
yang akan menanamkan modalnya di dalam negeri menjadi salah satu nilai daya
saing atau kemudahan berusaha dari suatu negara. Biaya yang harus dikeluarkan
pengusaha di Indonesia sebesar 19,9 % dari pendapatan per kapita (World Bank,
2015). Biaya ini lebih mahal dibandingkan negara lain. Malaysia pada waktu yang
sama hanya membutuhkan 6,7 % dari pendapatan per kapita dan Philipina 16,1 %
dari pendapatan per kapita. Di Slovenia pada waktu yang sama hanya
membutuhkan 0 % dari pendapatan per kapitanya. Hal ini menjadi urutan
kemudahan berusaha Indonesia pada posisi 109 pada tahun 2015. Demikian juga
menurut Tambunan (2006), hal utama terpenting yang mempengaruhi keputusan
investasi adalah biaya disamping resiko dan pembatasan persaingan.
Beberapa pakar mengungkapkan kaitan yang harus menjadi faktor
pertimbangan dalam pelaksanaan langkah alternatif percepatan pengembangan
industri minyak sawit mentah Indonesia. Menurut Prof. Dr. Ir. Erliza Hambali
sebagai Kepala SBRC-IPB faktor yang menjadi pertimbangan adalah
“ .... Proses perijinan di Indonesia meskipun telah ditetapkan lama waktu
prosesnya serta biayanya dengan sistem pelayanan terpadu satu atap
kenyataan dilapangan tetap lama dan mahal. Karena untuk melewati satu
meja atau prosedur yang sudah ditetapkan investor harus menyiapkan
pemenuhan persyaratan yang diminta cukup maka. Misalnya pemberian IMB
(ijin mendirikan bangunan) yang 3 hari tetapi untuk memenuhi persyaratan
IMB itu investor harus memberikan pengesahan UKL-UPL (Upaya
Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan) atau AMDAL
(Analisis Mengenahi Dampak Lingkungan) yang prosesnya bisa 5-6 bulan
sebelumnya dan biaya yang keluar berlipat-lipat dari yang dicantumkan
secara resmi. Hal ini tidak hanya terjadi pada perijinan saja, kegiatan lain
yang terkait dengan permintaan rekomendari dan permintaan insentif dari
instansi resmi akan selalu timbul ....” (Hasil wawancara, 9 April 2015).
Waktu
70
Adanya moral hazard atau korupsi pada sumber daya manusia masih
menjadi penghalang masuknya investasi di Indonesia. Permasalahan utama dalam
berusaha di Indonesia didominasi oleh sikap mental sumber daya manusia yaitu
korupsi sebesar 11,7 % dan inefisiensi birokrasi pemerintah 10,6% (WEF, 2015).
Survey ASEAN-BAC (ASEAN-Business Advisory Council) pada tahun 2011-
2012, sebanyak 405 pengusaha mengatakan faktor utama penghalang investasi di
Indonesia adalah korupsi. Indeks korupsi di Indonesia tertinggi dari 10 negara
ASEAN lainnya. Indek korupsi Indonesia sebesar 3.90 disusul Filipina sebesar
3,86 dan Thailand sebesar 3.78. (Radiawati, 2012).
Pakar lain mengungkapkan bahwa “ ... Pertimbangan para investor untuk
melakukan investasi pada suatu negara atau daerah adalah kompetansi dan moral
hazard para penyelenggara atau mangku kepentingan yang melaksanakan
kegiatan dilapangan. Sebagus apapun rencana dan program yang telah dibuat jika
sumber daya manusia tidak berkompeten dan memiliki moral hazard dapat
dipastikan tidak jalan baik....” (Sipayung, 5 Mei 2015).
Berdasarkan informasi diatas dapat disimpulkan bahwa sumber daya
manusia yang merupakan pelaku yang akan melaksanakan kegiatan dilapangan
yang dimulai dari petugas pemerintah sampai manajemen yang akan menjalankan
proses pembangunan percepatan pengembangan industri turunan minyak sawit
mentah di Indonesia sangat menentukan keberhasilan pembangunan. Sumber daya
manusia ini menyangkut kondisi dari kompetensi sampai moral hazard-nya.
Strategi Percepatan
tantangan kampanye negatif dari Uni Eropa dan Amerika Serikat pendirian
industri turunan dengan beragam jenis produk merupakan langkah yang strategis.
Disamping mengamankan industri perkelapa-sawitan yang telah ada, program
hilirisasi ini akan memberikan nilai tambah didalam negeri dan penyerapan tenaga
kerja. Khusus industri oleokimia yang merupakan industri antara keberhasilan
pada industri ini akan berdampak pada industri hilir lainnya. Sehingga
mempercepat terwujud pengembangan industri turunan minyak sawit mentah
menjadi agenda penting baik bagi pemerintah maupun pelaku usaha terkait.
Penetapan alternatif strategi percepatan pengembangan industri turunan
minyak sawit mentah merupakan salah satu langkah untuk menentukan tindakan
atau program apa yang berperan penting dalam mempercepat terwujudnya industri
turunan minyak sawit di Indonesia. Alternatif strategi guna mempercepat
terwujutnya industri ini dihimpun dari para pakar yang terdiri atas
penyederhanaan perijinan, penyiapan infrastruktur, insentif perpajakan, dukungan
moneter, komitmen pemerintah, serta kepastian pasar. Adapun faktor
pertimbangan yang mempengaruhi keberhasilan alternatif strategi adalah biaya,
waktu, dan sumber daya manusia. Hasil dari penetapan alternatif strategi dapat
disusun struktur hirarki percepatan pengembangan industri turunan minyak sawit
mentah di Indonesia. Struktur hirarki yang menerangkan hubungan antara tujuan,
faktor pertimbangan, dan langkah strategis ada pada Gambar 11.
Faktor
Biaya Waktu Sumberdaya Manusia
Pertimbangan
Penyederhanaan Perijinan
Pernyiapan Infrasstuktur
Komitmen Pemerintah
Insentif perpakakan
Dukungan Moneter
Kepastian pasar
Langkah-
langkah Strategi
turunan minyak sawit tetapi kondisi saat ini juga belum semua infrastruktur
seperti jalan bebas hambatan, pelabuhan dengan tanki timbun yang memadai,
jaringan rel kereta api, jaringan listrik, dan jaringan telekomunikasi telah siap
untuk menampung industri yang akan berdiri.
- Insentif perpajakan. Pengembangan industri turunan minyak sawit memerlukan
investasi yang sangat besar dan pengembalian modal yang tidak cepat, Guna
lebih menarik minat investor untuk menanamkan modal yang besar pemerintah
perlu memberikan insentif perpajakan seperti tax holiday untuk perusahaan
dengan produk baru sampai bisa menguntungkan, tax allowance untuk
perusahaan yang masih merugi dengan adanya kebijakan pembebasan pajak
pertambahan nilai sampai perusahan menguntungkan, dan pemotongan pajak
pertambahan nilai (PPN) dari barang-barang modal yang didatangkan atau
disederhanakan dalam hirarki menjadi.
- Dukungan moneter. Lamanya proses pengembalian investasi yang ditanamkan
memerlukan adanya kajian yang mendalam dan pertimbangan yang matang.
Guna memperkecil adanya ketidakpastian serta memperbesar adanya dukungan
dari lembaga keuangan sebaiknya ada dukungan moneter berupa penetapan
tingkat suku bunga untuk pendirian industri turunan ini lebih kompetitif dan
dibawah suku bunga komersial serta menjaga ketertarikan perbankan untuk
membiayai kebutuhan investasi dan kebutuhan operasional.
- Komitmen pemerintah. Industri turunan minyak sawit yang umumnya berskala
besar memerlukan adanya keajegan kondisi baik keamanan dan hukum. Semua
pelaku atau stakeholder harus mengikuti dan mematuhi tataran hukum yang
berlaku. Ekpresi dari keajegan keamanan dan hukum ini bagi pemerintah
terwujud berupa adanya komitmen pemerintah dalam mendukung terus
berkembangnya industri turunan minyak sawit mentah. Komitmen ini harus
tinggi khususnya dalam dukungan penyelidikan dan pengembangan (R&D) dan
adanya keberpihakan pemerintah dalam bentuk aturan mengembangkan
industri turunan minyak sawit yang berkelanjutan dalam jangka waktu
memadai (tidak berubah-ubah).
- Kepastian pasar. Produk industri turunan minyak sawit mempunyai ragam yang
sangat banyak, disamping itu industri ini merupakan industri antara dimana
produknya akan diolah kembali menjadi produk akhir. Disamping itu, hanya
beberapa industri besar saja yang menguasahi pasar produk akhir ini atau
oligopoli. Sehingga untuk menjadikan industri ini berkelanjutan maka produk
yang dihasilkan industri dapat bersaing dengan baik harus mempunyai
informasi yang lengkap dan rinci terhadap target pasar yang akan dituju dengan
jenis produknya.
Berdasarkan struktur hirarki, faktor pertimbangan, dan langkah strategis
yang telah diuraikan diatas maka disusun kuestioner analytical hierarcy process
(AHP) percepatan pengembangan industri turunan minyak sawit mentah
Indonesia. Kuestioner disusun dalam bentuk pertanyaan tertutup (closed
questioner) dengan skala perbandingan 1- 9. Hasil penyusunan kuestioner dapat
dilihat pada Lampiran 10.
74
terhadap faktor lainnya. Eigen vektor utama merupakan bobot rasio dari masing-
masing faktor, hasil perhitungan eigen vektor/ sebagai perbandingan antar faktor
menunjukan bahwa faktor sumber daya manusia sebagai faktor utama dengan
nilai 0.39, menyusun biaya dengan nilai 0.35, dan waktu dengan nilai 0.25 (Tabel
20). Faktor sumber daya manusia adalah 0.39/0.35 = 1.11 kali lebih penting dari
faktor biaya, dan faktor biaya 0.35/0.25 = 1.38 kali lebih penting dari waktu.
Sebaran ini menunjukan tidak ada yang dominan antara faktor relatif mempunyai
kepentingan yang sama.
Kepastian Pasar 7% 4% 9%
Dukungan Moneter 5% 4% 4%
Insentif Perpajakan 2% 2% 2%
Penyiapan
Infrastruktur
6% 4% 7%
Penyederhanaan
Perijinan
4% 3% 5%
tertinggi 0.31 (Tabel 21). Hal ini menunjukan semua stakeholder memandang
bahwa industri turunan minyak sawit mentah yang membutuhkan investasi besar
dengan resiko tinggi dan pengembalian modal usaha rendah memerlukan
dukungan konsistensi pemerintah secara nyata. Komitmen pemerintah merupakan
bagian penting dari wujud kepercayaan investor akan stabilitas keamanan modal
yang ditanamkan, dalam industri turunan minyak sawit mentah biasanya
diwujudkan berupa peraturan atau keputusan hukum. Dampak adanya komitmen
pemerintah yang baik dalam mendorong terjadinya hilirisasi atau pengembangan
lebih lanjut dari minyak sawit mentah adalah dikeluarkannya Peraturan Menteri
Keuangan nomor 128/ PMK.011/2011 tentang bea keluar produk dan turunan
minyak kelapa sawit. Sejak saat itu, industri turunan minyak kelapa sawit yang
stagnan mulai bergairah dan banyak pengusaha yang melakukan penambahan
kapasitas produksi ataupun mendirikan industri baru. Tetapi dilain pihak ada
kebijakan pemerintah dalam penerapan pemakaian biodiesel didalam negeri
sampai saat ini belum menunjukkan hal yang positif, jadwal B-10 yang harus
tuntas dalam tahun 2015 belum dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah dan
Pertamina. Kedua hal ini menjadikan kegamangan para investor untuk
menanamkan modal akibat ketidak konsistenan pemerintah dalam menjalankan
ketentuan perundangan yang telah ditetapkan.
Guna melihat validitas model AHP dan menerapan kebijakan yang sesuai
dengan tujuan, maka dilakukan analisa sensitivitas AHP terhadap masing-masing
faktor dari setiap alternatif strategi yang diteliti. Analisis sensitivitas dilakukan
dengan menurunkan dan menaikkan bobot dengan kondisi ekstrim pada kriteria
dan subkriteria tidak merubah urutan alternatif strategi.
Hasil analisis sensitifitas dengan menurunkan faktur penentu biaya sampai -
30% menunjukan peningkatan bobot pada beberapa alternatif tetapi mempunyai
urutan prioritas yang sama. Penurunan faktor waktu sebesar -20% mengakibatkan
adanya penurunan pada alternatif komitmen pemerintah dan meningkatkan
kepastian pasar, urutan prioritas tetap sama. Peningkatan faktor penentu sumber
daya manusia sebesar 60% menunjukan adanya peningkatan yang tinggi pada
kepastian pasar. Urutan prioritas tetap sama dengan komitmen pemerintah sebagai
prioritas utama dalam percepatan pengembangan industri turunan minyak sawit
mentah di Indonesia (Tabel 22).
Dari analisa sensitivitas ini menunjukkan model AHP yang disusun telah
valid. Karena berapapun perubahan yang terjadi pada semua kriteria tidak ada
perubahan terhadap urutan prioritas alternatif strategi.
Implikasi Kebijakan
Saran
Adapun saran yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sumber daya manusia sebagai faktor penentu pertimbangan tertinggi dalam
proses percepatan pengembangan industri turunan minyak sawit mentah
dengan unsur dominan adanya moral hazard. Sebaiknya pemerintah dalam
melakukan proses pelayanan. perijinan atau rekomendasi dengan pihak ketiga
sedapat mungkin membuat proses interaksi antar personil seminimal mungkin
misalnya dengan memanfaatkan teknologi informasi atau e-govermant.
2. Komitmen pemerintah sebagai prioritas utama dalam mendukung proses
percepatan pengembangan industri turunan minyak sawit mentah sebaiknya
bukan terbatas pada program atau petunjuk pelaksanaan (julak) sebaiknya
tertuang dalam suatu produk hukum dengan kekuatan yang tinggi.
3. Karena keterbatasan penelitian, diperlukan penelitian lebih lanjut dengan
memperhatikan dan mempertimbangkan adanya hubungan antara alternatif
strategi yang dapat saling bersinergis atau anti sinergis. Tingkat hubungan
dan derajat hubungannya dapat dijadikan bahan untuk analisis proses
penyusunan prioritas dalam melakukan proses mempercepat pengembangan
turunan industri minyak sawit mentah Indonesia.
80
DAFTAR PUSTAKA
userfiles/ppi/PELUANG%20INVESTASI%20INDUSTRI%20OLEOKIM
IA%20TAHUN%20ANGGARAN%202007.pdf.
Bogdan R. Taylor S.J. 1975. Introduction in Qualitative Research Method – A
Phenomenological Approach to Tha Social Sciences. New York (US):
John Wiley and Son.
Brunskill A. 2011. Current And Future Issues And Challenges For The
Oleochemical Industry. (Presentation) PIPOC Oleochemicals Conference
2011, KL Conference Centre, 15th November 2011. Kuala Lumpur (ML):
LMC International.
[CIC] Capricorn Indonesia Consult. 2012. Kluster Industri Oleochemical. Jakarta
(ID): PT Capricorn Indonesia Consult.
Cravens DW. 2000. Pemasaran Strategis Jirid 1(Terjemahan). Jakarta (ID):
Erlangga Pr.
David FR. 2009. Manajemen Strategis Konsep(Terjemahan). Jakarta (ID):
Salemba Empat.
Deng H, Runger G, Tuv E. 2011. Bias of importance measures for multi-valued
attributes and solutions. Proceedings of the 21st International Conference
on Artificial Neural Networks (ICANN).
Departemen Perindustrian RI. 2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa
Sawit. Jakarta (ID): Departemen Perindustrian RI.
________________________. 2009. Roadmap Industri Pengolahan CPO. Jakarta
(ID): Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia, Departemen
Perindustrian RI.
________________________. 2010. Peta Panduan Pengembangan Klaster
Industri Prioritas Industri Berbasis Agro Tahun 2010-2004. Jakarta (ID):
Departemen Perindustrian RI.
Deputi Bidang Tata Lingkungan-Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 2007.
Panduan Penyusunan dan Pemeriksaan Dokumen UKL-UPL Perkebunan
Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementrian
Negara Lingkungan Hidup RI.
Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Selatan. 2009. Potensi Agroindustri
Kalimantan Selatan. [Internet] [Diakses tanggal 31 Januari 2013] Tersedia
pada: http://himatekin.wordpress. com /2011/04/25/potensi-kal-sel/.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2006. Penguasaan Pasar Produksi Kelapa Sawit.
Jakarta(ID): Ditjen Perkebunan Departemen Pertanian RI.
__________________________, 2010. Road Map Pembangunan Kelapa Sawit.
Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian RI.
__________________________. 2010. Statistik Perkebunan: Kelapa Sawit.
Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian RI.
[DMSI] Dewan Minyak Sawit Indonesia. 2010. Fakta Kelapa Sawit Indonesia.
Jakarta (ID): Dewan Minyak Sawit Indonesia.
__________________________________. 2012. Tentang Dewan Minyak Sawit
Indonesia [Internet] [Diakses tanggal 31 Januari 2013] Tersedia pada:
http://dmsi.or.id/aboutus.
Dradjat B. Bustomi H. 2009. Alternatif Strategi Pengembangan Ekspor Minyak
Sawit Indonesia. Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No.1 Maret
2009.
82
__________________. 2007b. Palm Oil and Palm Kernel Oil as Raw Materials
for Basic Oleochemicals and Biodiesel. Eur. J. Lipid Sci. Technol. 109
(2007).
Saaty TL. 1977. Scaling Method for Priorities in Hierarchical Structure. J. Mathe.
Psycho. 5(3):234-281
Saaty TL. 1990. How to Make a Decision: The Analytic Hierarchy Process. Euro.
J. Operat. Rese. 48: 9-26
Saaty TL. 2008. Decision Making with The Analytic Hierarchy Process. Int. J.
Servi. Sciences, 1(1):83-98
Salusu J. 1996. Pengambilan Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik dan
Organisasi Nonprofit. Jakarta (ID): Grasindo.
Setyamidjaja D. 2006. Kelapa Sawit. Edisi revisi. Cetakan I. Yogyakarta (ID):
Penerbit Kanisius.
Sipayung T, Purba JHV. 2015. Ekonomi Agribisnis Minyak Sawit. Bogor (ID):
PASPI.
Sipayung T. 2012. Ekonomi Agribisnis Minyak Sawit. Bogor (ID): IPB Press.
Subagyo P. 2000. Manajemen Operasi. Yogjakarta (ID): BPFE.
Subiyanto. 2011. Pemetaan Teknologi Industri Kelapa Sawit Nasional Dan
Kebijakan Pengembangannya. Jakarta (ID): Jurnal Sains dan Teknologi
Indonesia Vol. 13, No. 1, April 2011.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed
Methods). Bandung (ID): Penerbit Alfabeta.
Suprihatini R, B Drajat, U Fajar. 2004. Kebijakan Percepatan Pengembangan
Industri Hilir Perkebunan: Kasus Teh dan Sawit. Jurnal AKP, Volume 2
No. 1. Maret 2004.
Supriyanto B. 2013. Hilirisasi Industri Sawit, Kontribusi Produk Turunan CPO
untuk Tekan Defisit Perdagangan. [internet] [Diakses tanggal 12 Januari
2014] Tersedia pada: http://market.bisnis.com/read/20140419/192/
220562/hilirisasi-industri-sawit-kontri-busi-produk-turunan-CPO-untuk-
tekan-defisit-perdagangan
Suryani A. 2005. Kontribusi SRDC (Surfactant Research And Development)
LPPM-IPB Untuk Pengembangan Industri Oleokimia Di Indonesia.
Didalam Proseding Seminar Nasional Pemanfaatan Oleokimia Berbasis
Minyak Sawit Pada Industri. 24 November 2005. Bogor (ID): Kampus
IPB Darmaga Bogor.
Susila WR. 2004. Contribution of Oil Palm Industry to Economic Growth and
Poverty Alleviation Indonesia. Jakarta (ID): Jurnal Litbang Pertanian
23(3).
Tambunan T. 2006. Iklim Investasi Di Indonesia: Masalah, Tantangan Dan
Potensi. [internet] [Diakses tanggal 12 Januari 2014] Tersedia pada:
http://kadin-indonesia.or.id.
Teoh CH. 2010. Key Sustainability Issues in the Palm Oil Sector. International
Finance Corporation, World Bank Group.
Thomson AA, Strickland AJ, Gamble JE. 2005. Crafting and Executing Strategy:
The Quest for Competitive Advantage 14th edition. . New York(US):
McGraw-Hill/Irwin.
[USDA] United States Department of Agriculture , Foreign Agricultural Service.
2015. Oilseeds: World Markets and Trade. Washington DC (US): USDA.
87
LAMPIRAN
89
KUISIONER
SEKOLAH PASCASARJANA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
100
I. INFORMASI PENELITIAN
Sejak tahun 2006, jumlah produksi minyak sawit mentah Indonesia telah menjadi
produsen utama dunia, dengan kontribusi sebanyak 47% dari produksi minyak kelapa
sawit dunia. Akan tetapi Indonesia sampai saat ini belum memiliki keunggulan yang baik
dan ragam produk turunan minyak sawit mentah Indonesia yang banyak. Saat ini,
Indonesia menduduki posisi nomor 4 di dunia dibandingkan dengan Uni-Eropa, Cina, dan
India serta hampir sejajar dengan Malaysia. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi key success factors dengan keunggulan kompetitif serta faktor-
faktor/langkah-langkah lain yang dapat percepatan pengembangan industri turunan minyak
sawit mentah di Indonesia.
Penelitian untuk mengetahui key success factors dilakukan secara kualitatif
dengan menganalisis pendapat dan persepsi dari Para ahli dan pemangku kepentingan
(stakeholder) yang berperan dalam terbentuk atau berdirinya industri turunan oleokimia di
Indonesia melalui kuisioner, Analisa key success factors dilakukan secara kualitatif
terhadap faktor yang telah ditetapkan oleh Para Pakar, Selanjutnya key success factors
yang telah ditetapkan digunakan untuk menyusun strategi percepatan pembangunan
industri turunan oleokimia yang akan dianalisis dengan metode Analytic Hierarchy Process
(AHP).
Kerahasiaan Informasi
Seluruh informasi yang Bapak/Ibu berikan dalam survey ini akan dirahasiakan.
Terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner
penelitian ini. Semua informasi yang Bapak/Ibu berikan dalam survey ini dijamin
kerahasiaannya dan hanya akan dipakai untuk keperluan penelitian saja
Hormat saya,
Institusi : ___________________________
Saat ini produk turunan oleokimia atau industri hilir Indonesia telah berkembang dengan baik tetapi
belum menjadi top leader di dunia, secara bahan baku CPO dan CPKO Indonesia telah menjadi
nomor satu. Untuk mempercepat dan meningkatkan berkembangnya industri turunan
oleokimia Di Indonesia langkah-langkah apa yang menjadi faktor kunci (key success) harus
dilakukan untuk mempercepatan tumbuhnya industri turunan minyak sawit mentah
(oleokimia) ini ?.
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
102
Menurut pendapat Bapak/Ibu dari langkah-langkah atau aspek diatas apakah ada prioritas faktor
kunci yang mempunyai pengaruh lebih terhadap yang lain dalam proses percepatan
pengembangan industri turunan oleokimia di Indonesia? Mohon disebutkan.
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
Apa adanya permasalah berikut berpengaruh terhadap proses percepatan pengembangan industri
turunan oleokimia di Indonesia? (jika sudah disebutkan/ditanggapi dalam pendapat atau
wawancara sebelumnya tidak perlu tanyakan lagi!)
- Adanya struktur pasar produk oleokimia yang oligopoli serta pasar captive market untuk
biodiesel
- Lemahnya atau terbatasnya hasil penelitian dan pengembangan (R and D) turunan
minyak sawit mentah
- Kondisi infrastruktur yang belum mendukung
- Adanya moratorium pengembangan sawit pada lahan gambut dan hutan lindung.
- Komitment pemerintah yang tidak konsisten dalam pengembangan industri turunan
minyak sawit mentah.
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
Terima kasih
103
Lampiran 5. Distribusi ekspor crude palm oil (CPO) dan crude palm kernel oil
(CPKO) per provinsi (ribuan ton)
Kapasitas Terpasang
No. Nama Perusahaan Lokasi Ton/Tahun
1 PT. Agrindo Indah Persada Medan - Sumut 120 000
2 PT. Agro Makmur Raya Medan - Sumut 300 000
3 PT. Berlian Eka Sakti Tangguh Medan - Sumut 225 000
4 PT. Bintang Tenera Medan - Sumut 30 000
5 PT. Wilmar Nabati Indonesia Medan - Sumut 1 800 000
6 PT. Indah Pontjan Medan - Sumut 90 000
7 PT. Indo Karya Internusa Medan - Sumut 300 000
8 PT. Intibenua Perkasatama Medan - Sumut 780 000
9 PT. Musim Mas Medan - Sumut 750 000
10 PT. Nagamas Palmoil Lestari Medan - Sumut 780 000
11 PT. Nubika Jaya Medan - Sumut 300 000
12 PT. Pacific Palmindo Industri Medan - Sumut 420 000
13 PT. Permata Hijau Sawit Medan - Sumut 180 000
14 PT. Socfin Indonesia Medan - Sumut 99 000
15 PT. Smart Tbk Medan - Sumut 120 000
16 PT. Mitra Perkasa Palm Oil Medan - Sumut 120 000
17 PT. Multimas Nabati Asahan Asahan - Sumut 750 000
18 PT. Sawit Asahan Tetap Utuh Asahan - Sumut 15 000
19 PT. Pamina Adolina Pebaungan – Sumut 90 000
20 PT. Incasi Raya Padang - Sumbar 300 000
21 PT. Sari Dumai Sejati Dumai - Riau 450 000
22 PT. Sinar Alam Permai Palembang - Sumsel 900 000
23 PT. Kurnia Tunggal Nugraha Jambi 90 000
24 PT. Asianagro Agung Jaya Marunda- Jakarta 1 000 000
25 PT. Smart Tbk Marunda- Jakarta 300 000
26 PT. Mikie Oleo Nabati Industri Bekasi - Jabar 300 000
27 PT. Royal Cikampek - Jabar 300 000
28 PT. Hasil Abadi Surabaya - Jatim 300 000
29 PT. Megasurya Mas Sidoarjo - Jatim 450 000
30 PT. Multi Nabati Sulawesi Bitung - Sulut 240 000
31 PT. Smart Tbk Kalimantan Barat 300 000
Lain-lain 3 201 000
Total 15 400 000
Sumber : GIMNI, 2011
109
KUISIONER
SEKOLAH PASCASARJANA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
111
I. INFORMASI PENELITIAN
Sejak tahun 2006, jumlah produksi minyak sawit mentah Indonesia telah
menjadi produsen utama dunia, dengan kontribusi sebanyak 47% dari produksi
minyak kelapa sawit dunia. Akan tetapi Indonesia sampai saat ini belum memiliki
keunggulan yang baik dan ragam produk turunan minyak sawit mentah Indonesia
banyak. Saat ini, Indonesia menduduki posisi nomor 4 di dunia dibandingkan
dengan Uni-Eropa, USA, Cina, dan hampir sejajar dengan Malaysia. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menentukan strategi apa yang menjadi langkah-langkah
utama untuk mewujudkan percepatan berdirinya industri turunan minyak sawit
mentah di Indonesia, sehingga menjadi rajanya industri turunan minyak sawit di
dunia.
Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dengan menganalisis pendapat
dan persepsi dari Para ahli dan pemangku kepentingan (stakeholder) yang berperan
dalam terbentuk atau berdirinya industri turunan oleokimia di Indonesia melalui
kuisioner, Penyusunan strategi percepatan pembangunan industri turunan oleokimia
yang akan dianalisis dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).
Kerahasiaan Informasi
Seluruh informasi yang Bapak/Ibu berikan dalam survey ini akan dirahasiakan.
Terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner
penelitian ini. Semua informasi yang Bapak/Ibu berikan dalam survey ini dijamin
kerahasiaannya dan hanya akan dipakai untuk keperluan penelitian saja
Hormat saya,
Institusi : ___________________________
Mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi daftar isian sebagaimana petunjuk di bawah ini :
Contoh Pemberian Tanda ( atau X) pada kolom skor yang paling sesuai pada
setiap baris.
Diisi Diisi jika FAKTOR di Kolom Kiri Diisi jika FAKTOR di Kolom Kanan
Kolom
Bila Sama lebih penting dibanding FAKTOR di lebih penting dibanding FAKTOR di Kolom Kanan
Kiri
Penting Kolom Kanan Kolom Kiri
1 2 3 4 5 6 7 8 9 2 3 4 5 6 7 8 9
Dana Waktu
Sumberdaya
Dana
manusia
Tujuan yang ingin dicapai adalah strategi terbaik bagi pemerintah dan stake holder
lainnya untuk melakukan proses percepatan pembangunan industri turunan minyak
sawit mentah atau hilirisasi minyak sawit di Indonesia.
- Faktor biaya; besarnya biaya atau cost yang harus ditanggung atau ditopang
para pelaku (pengusaha/investor, lembaga peneliti, dan pemerintah) akibat
adanya kegiatan dalam mewujudkan terbentuknya industri turunan minyak sawit
mentah.
- Faktor waktu; adalah lamanya proses yang harus dilalui dalam terwujudnya
industri turunan minyak sawit mentah.Waktu merupakan salah satu
pertimbangan dalam terbentuknya atau beroperasinya industri turunan minyak
sawit, waktu yang lama akan memberikan beban serta hilangnya momen yang
tepat dalam menyongsong keberadaan industri yang akan dibangun.
- Faktor sumberdaya manusia; merupakan faktor yang cukup kritis dalam
implementasi industri turunan minyak sawit mentah. Faktor ini terkait pada sikap
mental manusia yang melingkupinya seperti kejujuran, kedisiplinan, kompetensi
dan adanya mental koruptif yang sangat menghambat dalam proses
pengembangan industri turunan minyak kelapa sawit.
Penyederhanaan Perijinan
Pernyiapan Infrasstuktur
Komitmen Pemerintah
Insentif perpakakan
Dukungan Moneter
Kepastian pasar
Langkah-langkah
Strategi
Produk industri turunan minyak sawit mempunyai ragam yang sangat banyak,
disamping itu industri ini merupakan industri antara dimana produknya akan diolah
kembali menjadi produk akhir. Disamping itu, hanya beberapa industri besar saja
yang menguasahi pasar produk akhir ini atau oligopoli. Sehingga untuk menjadikan
industri ini berkelanjutan maka produk yang dihasilkan industri dapat bersaing
dengan baik harus mempunyai informasi yang lengkap dan rinci terhadap target
pasar yang akan dituju dengan jenis produknya; atau disederhanakan dalam hirarki
menjadi kepastian pasar.
1. Berilah Tanda ( atau X) pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian
tingkat kepentingan masing-masing FAKTOR PERTIMBANGAN (Pada Judul Tabel)
dalam kaitannya dengan strategi pengembangan industri turunan minyak sawit
mentah.
Diisi Diisi jika FAKTOR di Kolom Kiri Diisi jika FAKTOR di Kolom Kanan
Kolom Kiri Bila Sama lebih penting dibanding FAKTOR di lebih penting dibanding FAKTOR di Kolom Kanan
Penting Kolom Kanan Kolom Kiri
1 2 3 4 5 6 7 8 9 2 3 4 5 6 7 8 9
Biaya Waktu
Biaya SDM
Waktu SDM
2. Berilah Tanda ( atau X) pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian
dengan memperhatikan FAKTOR PERTIMBANGAN yang lebih penting dengan
Alternatif (Pada Judul Tabel), dalam kaitan penilaian strategi terbaik dalam
pengembangan industri turunan minyak sawit mentah.
(1.1). Dengan pertimbangan BIAYA lebih penting maka pilihlah alternatif strategi mana
yang dianggap lebih penting untuk mencapai tujuan strategi terbaik dalam pengembangan
industri turunan minyak sawit mentah
Diisi Diisi jika ASPEK di Kolom Kiri Diisi jika ASPEK di Kolom Kanan
Kolom
Bila Sama lebih penting dibanding ASPEK di lebih penting dibanding ASPEK di Kolom Kanan
Kiri
Penting Kolom Kanan Kolom Kiri
1 2 3 4 5 6 7 8 9 2 3 4 5 6 7 8 9
Perijinan Insfrastruktur
Perijinan Insentif
Perpajakan
Perijinan Dukungan
Moneter
Perijinan Komitmen
116
Diisi Diisi jika ASPEK di Kolom Kiri Diisi jika ASPEK di Kolom Kanan
Kolom
Bila Sama lebih penting dibanding ASPEK di lebih penting dibanding ASPEK di Kolom Kanan
Kiri
Penting Kolom Kanan Kolom Kiri
1 2 3 4 5 6 7 8 9 2 3 4 5 6 7 8 9
Pemerintah
Perijinan Pasar
Insfrastruktur Insentif Investasi
Insfrastruktur Suku Bunga
Insfrastruktur Komitmen
Pemerintah
Insfrastruktur Pasar
Insentif Dukungan
Perpajakan Moneter
Insentif Komitmen
Perpajakan Pemerintah
Insentif
Pasar
Perpajakan
Dukungan Komitmen
Moneter Pemerintah
Dukungan
Pasar
Moneter
Komitmen
Pasar
Pemerintah
Diisi Diisi jika ASPEK di Kolom Kiri Diisi jika ASPEK di Kolom Kanan
Kolom
Bila Sama lebih penting dibanding ASPEK di lebih penting dibanding ASPEK di Kolom Kanan
Kiri
Penting Kolom Kanan Kolom Kiri
1 2 3 4 5 6 7 8 9 2 3 4 5 6 7 8 9
Perijinan Insfrastruktur
Perijinan Insentif
Perpajakan
Perijinan Dukungan
Moneter
Perijinan Komitmen
Pemerintah
Perijinan Pasar
Insfrastruktur Insentif Investasi
Insfrastruktur Suku Bunga
Insfrastruktur Komitmen
Pemerintah
Insfrastruktur Pasar
Insentif Dukungan
Perpajakan Moneter
Insentif Komitmen
Perpajakan Pemerintah
Insentif
Pasar
Perpajakan
Dukungan Komitmen
117
Diisi Diisi jika ASPEK di Kolom Kiri Diisi jika ASPEK di Kolom Kanan
Kolom
Bila Sama lebih penting dibanding ASPEK di lebih penting dibanding ASPEK di Kolom Kanan
Kiri
Penting Kolom Kanan Kolom Kiri
1 2 3 4 5 6 7 8 9 2 3 4 5 6 7 8 9
Moneter Pemerintah
Dukungan
Pasar
Moneter
Komitmen
Pasar
Pemerintah
Diisi Diisi jika ASPEK di Kolom Kiri Diisi jika ASPEK di Kolom Kanan
Kolom
Bila Sama lebih penting dibanding ASPEK di lebih penting dibanding ASPEK di Kolom Kanan
Kiri
Penting Kolom Kanan Kolom Kiri
1 2 3 4 5 6 7 8 9 2 3 4 5 6 7 8 9
Perijinan Insfrastruktur
Perijinan Insentif
Perpajakan
Perijinan Dukungan
Moneter
Perijinan Komitmen
Pemerintah
Perijinan Pasar
Insfrastruktur Insentif Investasi
Insfrastruktur Suku Bunga
Insfrastruktur Komitmen
Pemerintah
Insfrastruktur Pasar
Insentif Dukungan
Perpajakan Moneter
Insentif Komitmen
Perpajakan Pemerintah
Insentif
Pasar
Perpajakan
Dukungan Komitmen
Moneter Pemerintah
Dukungan
Pasar
Moneter
Komitmen
Pasar
Pemerintah
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 7 Mei 1968 di Ngnjuk, Jawa Timur
sebagai anak pertama dari 3 bersaudara, dari pasangan H Moch. Muchtar Is
(almarhum) dan Romdliatun. Pendidikan Sekolah Dasar sampai Sekolah
Menengah Atas dilaksanakan di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur yaitu di
SDN I Baron, SMPN Warujayeng dan SMAN Kertosono. Penulis berhasil
menyelesaikan pendidikannya di Jurusan Teknologi Industri Pertanian,
Institut Pertanian Bogor pada tahun 1992. Kemudian pada tahun 2012,
penulis menempuh pendidikan S-2 di departemen Teknologi Industri
Pertanian di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Pada tahun 1994, penulis bekerja sebagai konsultan dalam bidang
pengembangan wilayah di PT Bernala Nirwana. Mulai tahun 1995 sampai
1999 penulis bekerja pada PT Citra Lingkungan Lestari di Batam sebagai
Laison Officer dan Operational konsultan yang bergerak dalam bidang studi
kelayakan dan analisis mengenahi dampak lingkungan (AMDAL). Pada
tahun 1999 penulis diangkat menjadi Manajer Operasional PT Citra
Lingkungan Lestari yang berlokasi di Bogor sampai 2004.
Pada tahun 2004, penulis menjadi Manajer Operasional Lembaga
Sertifikasi Produk Lembaga Sertifikasi-IPB dibawah Laboratorium Terpadu
IPB. Pada tahun yang sama penulis mulai menjadi auditor untuk sistem
sertifikasi HACCP, ISO 9001, dan ISO 14001. Dan mulai tahun 2011
penulis menjadi auditor ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) dan aktif
pada beberapa lembaga sertifikasi ISPO yang ada.
Sejak tahun 2014 sampai sekarang penulis diangkat menjadi Kepala
Bagian Operasional ILQA (Integrated Laboratory Quality Assurance) dan
ILPRO (Integrated Laboratory Product) Lembaga Sertifikasi IPB.