Anda di halaman 1dari 50

PANDUAN

KESELAMATAN FASILITAS

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIMO


KABUPATEN BOYOLALI
TAHUN 2022
PEMERINTAH KABUPATEN BOYOLALI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIMO

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIMO


NOMOR :445/ 536 / MFK /2017

TENTANG

PANDUAN KESELAMATAN FASILITAS


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIMO

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIMO

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan


Rumah Sakit Umum Daerah Simo maka diperlukan
penyelenggaraan Pengelolaan fasilitas dan lingkungan
serta keselamatan yang baik;
b. bahwa agar penyelenggaraan keselamatan rumah
sakit dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya
Keputusan Direktur RSUD Simo tentang Panduan
Keselamatan Rumah Sakit sebagai landasan bagi
pelaksanaan keselamatan rumah sakit di RSUD Simo;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam a, dan b , perlu ditetapkan Panduan
Keselamatan Fasilitas Rumah Sakit dengan
Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Simo
Mengingat : 1. Undang - Undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan.
2. Undang - Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
3. Undang – undang Republik Indonesia No. 24 tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 12 tahun
2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit
5. Kepmenkes RI No 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
6. Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan
Nomor HK.02.04/I/2790/11tanggal 1 Januari 2012
tentang Standar Akreditasi Rumah Sakit.
7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja danTransmigrasi RI
Nomor 186/MEN/1999 Tentang unit penanggulangan
kebakaran di tempat kerja
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
432/Menkes/SK/IV/2007 Tentang Pedoman
Manajemen K3
9. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1087/
Menkes/ SK/ VIII/ 2010 Tentang Standar Kesehatan
dan keselamatan kerja di rs
10. Peraturan Bupati Boyolali Nomor 45 Tahun 2015
Tentang Tata Kelola Rumah Sakit Umum Daerah
Simo Kabupaten Boyolali Sebagai Satuan Kerja
Perangkat Daerah Dengan Pola Penelolaaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD SIMO TENTANG
PANDUAN KESELAMATAN FASILITAS RUMAH SAKIT DI
RSUD SIMO
KEDUA : Memberlakukan Panduan Keselamatan Fasilitas Rumah
Sakit di RSUD Simo sebagaimana tercantum dalam
Keputusan ini.
KETIGA : Panduan Keselamatan fasilitas rumah sakit di RSUD
Simo sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua
tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari keputusan ini dan harus
dijadikan acuan dalam menyelenggarakan Manajemen
Fasilitas dan Keselamatan di RSUD Simo
KEEMPAT : Segala biaya yang timbul akibat diterbitkannya
keputusan ini dibebankan pada anggaran rumah sakit.
KELIMA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan
ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kesalahan
dalam keputusan ini akan diadakan perubahan
sebagaimana mestinya.

DITETAPKAN DI : Simo
PADA TANGGAL :

DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIMO

RATMI PUNGKASARI
LAMPIRAN : KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD
SIMO TENTANG PANDUAN
KESELAMATAN FASILITAS
RUMAH SAKIT DI RSUD SIMO
NOMOR :
TANGGAL :

PANDUAN KESELAMATAN FASILITAS RUMAH SAKIT


DI RSUD SIMO BOYOLALI

BAB I
DEFINISI

Rumah sakit umum daerah simo merupakan suatu unit pelayanan


kesehatan di lingkungan Kabupaten Boyolali memiliki misi meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan kepada masyarakat khususnya dilingkungan Kabupaten
Boyolali.
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada
masyarakat tersebut maka salah satu caranya adalah dengan mengelola
keselamatan fasiltas di RSUD Simo.
Keselamatan fasilitas adalah jaminan bahwa Gedung, property, teknologi
medik, informasi, peralatan serta system tidak berpotensi mendatangkan risiko
terhadap pasien, keluarga, staf dan pengunjung Rumah Sakit.
Rumah Sakit harus mematuhi peraturan perundangan dan memahami
tentang detail fasilitas fisiknya untuk dapat menyusun perencanaan keselamatan
fasilitas rumah sakit. Secara proaktif mengumpulkan data dan menggunakannya
dalam strategi mengurangi risiko dan meningkatkan keselamatan, yang pada
akhirnya semua fasilitas yang tersedia mampu mendukung keselamatan
masyarakat yang ada di Rumah Sakit.
Untuk itu RSUD Simo perlu membuat perencanaan dibidang pengaturan
keselamatan fasilitas untuk mengantisipasi berbagai hal yang tidak diinginkan.
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Pengertian
1. Keselamatan (safety) adalah Suatu tingkatan keadaan atau kegiatan untuk
menghindari cedera,dimana gedung, halaman/ground dan peralatan rumah
sakit tidak menimbulkan bahaya atau risiko bagi pasien, staf dan
pengunjung.
2. Bangunan atau gedung adalah tempat melakukan aktifitas pelayanan
Kesehatan (rumah sakit) yang terpisah antara fungsi pelayanan pasien,
pelayanan non medis, penunjang, perkantoran dan gudang persediaan.
3. Fasilitas fisik adalah hal-hal yang secara langsung atau tidak mendukung
proses keselamatan dan keamanan pelayan kesehatan seperti :
a. alat elektromedis
b. alat kesehatan
c. fire proctetion
d. air bersih
e. mesin genset
f. mesin pendingin
g. AC
h. alat proteksi radiasi
i. tempat B3 dan Limbah berbahaya dan beracun
j. tempat pengolahan limbah medis
k. alat-alat angkut (troly, kereta, dll)
4. Manajemen Resiko adalah suatu proses dan struktur mengelola risiko yang
ada disetiap kegiatan.Manajemen risiko terkait erat dengan budaya,proses
dan struktur dalam mengelola suatu risiko secara efektif dan terencana
dalam suatu system manajemen yang baik

B. Ruang lingkup kegaiatan Keselamatan fasilitas Rumah sakit antara lain


meliputi :
1. Identifikasi dan Penilaian Risiko berkaitan dengan keselamatan fasilitas
2. Pemetaan Area Risiko
3. Upaya pengendalian resiko
BAB III
TATA LAKSANA

I. Identifikasi Dan Penilaian Resiko


Identifikasi resiko keselamatan fasilitas adalah usaha-usaha yang dilakukan
untuk mengidentifikasi situasi yang dapat menyebabkan cedera,tuntutan atau
kerugian,baik pada manusia,barang ataupun proses pelayanan.
Cara yang secara teratur dilakukan di RSUD Simo Kabupaten Boyolali
untuk mengidentifikasi resiko keselamtan fasilitas adalah dengan melakukan
inspeksi fasilitas dan ronde lingkungan
1. Inspeksi fasilitas
Adalah suatu proses pemantauan langsung terhadap kondisi dan fungsi
fasilitas-fasilitas rumah sakit yang disesuaikan dengan system atau standar
yang berlaku.Inspeksi dilakukan oleh :
a) Internal oleh petugas dibawah jajaran penunjang medis yaitu petugas
IPSRS
1) Penanggung jawab sub sarana untuk pemantauan
bangunan,proyek,konstruksi,dan renovasi
2) Penanggung jawab elektromedik untuk pemantauan dan
pemeliharaan peralatan medis
3) Penanggung Jawab Sub sanitasi untuk pemantauan
parameter lingkungan,air bersih,air limbah dan limbah padat
medis dan limbah domestic/non medis
4) Penanggung Jawab Sub Prasarana untuk pemantauan dan
pemelihraan fasilitas listrik,air,AC,elekttonik dan lain-lain
Inspeksi dilakukan secara regular sesuai dengan jadwal kerja di
masing-masing unit terkait (pada umumnya sebulan sekali).Hasil
pemeriksaan didokumentasikan pada log book pemeriksaan
alat/fasilitas.
Pelaporan dilakukan kepada Ka.Sie Penunjang Medis setiap bulan
sekali
Pelaksanaan perbaikan fasilitas disesuaikan dengan prioritas dan
sumber daya yang tersedia
b) Eksternal dilakukan oleh petugas dari dinas/badan pemerintah terkait
atau pihak ketiga seperti :
 LPFK untuk pengujian/kalibrasi peralatan Medis
 LabKesDa untuk pengujian air bersih dan air minum
 BBTKL Yogyakarta untuk pengujian air limbah
Pengujain/pengecekan disesuaikan dengan ketentuan yang
berlaku.Hasil pengujian/pengecekan eksternal dilaporkan kepada
Ka.Sie Penunjang

II. Penilaian resiko


Adalah penentuan risiko yang kemungkinan timbul untuk menentukan
besarnya bahaya yang diidentifikasi
Penilaian risiko di lingkungan RSUD Simo dilakukan dengan cara ronde
lingkungan
 Ronde lingkungan adalah upaya melakukan identifikasi dengan cara
berkeliling ke unit-unit di RSUD Simo sambal melakukan pencatatan
terhadap jenis bahaya/resiko yang ditemukan
 Pelaku ronde lingkungan harus memiliki pengetahuan dasar mengenai
jenis-jenis bahaya yang perlu diidentifikasisehingga proses tersebut
berjalan dengan baik dan menghasilkan data yang akurat
 Hasil ronde lingkungan harus ditindak lanjuti dengan melakukan
pengukuran terhadap bahaya-bahaya yang diidentifikasi oleh tenaga
yang lebih ahli,dengan peralatan yang memadai
 Lokasi dan pelaksanaan yaitu seluruh unit atau area,dilaksanakan
sesuai jadwal yang sudah ditentukan
 Bahaya atau resiko yang teridentifikasi saat ronde lingkungan
didokumentasikan dalam bentuk ceklis ronde lingkungan.
 Dikarenakan fungsi dan struktur dari tiap fasilitas berbeda,diperlukan
ceklis tambahan yang dapat membantu keperluan inspeksi dari
masing-masing fasilitas
 Hasil Analisa dituangkan ke dalam Form persetujuan pelaksanaa
proyek konstruksi dan renovasi.selain itu pada saat pelaksanaan
proyek dilakukan kegiatan insoeksi untuk memastikan kesesuaian
dengan etentuan keamanan fasilitas

A. Standar Risiko Keselamatan Bangunan dan Fasilitas Fisik


Perencanaan dan pengelolaan bangunan instalasi rawat inap rumah
sakit pada dasarnya adalah suatu upaya dalam menetapkan fasilitas fisik,
tenaga dan peralatan yang diperlukan untuk memberikan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat sesuai dengan kebutuhan. Panduan teknis
Sarana dan Prasarana Bangunan Instalasi Rawat Inap ini bertujuan untuk
memberikan petunjuk agar dalam perencanaan dan pengelolaan suatu
bangunan instalasi rawat inap di rumah sakit memperhatikan kaidah-
kaidah pelayanan kesehatan, sehingga bagunan instalasi rawat inap
yang akan dibuat dapat menampung kebutuhan-kebutuhan pelayanan
dan dapat digunakan oleh pemakai, pengelola serta tidak berakibat buruk
bagi keduanya. Dewasa ini banyak bangunan rumah sakit di Indonesia
yang dibangun bertingkat lebih dari 2 (dua) lantai baik yang dimiliki
Pemerintah maupun swasta khususnya rumah sakit yang dibangun di ibu
kota propinsi dan ibu kota kabupaten. Peningkatan jumlah dan luas lantai
sebenarnya akan berdampak pada meningkatnya potensi bahaya
kebakaran akibat meningkatnya potensi bahaya kebakaran baik dari bahan,
peralatan maupun proses yang berlangsung.
Ancaman keamanan yang paling ditakutkan pada sebuah gedung
adalah terjadinya kebakaran. Bencana kebakaran mengakibatkan dampak
social dan dampak ekonomi yang sangat serius. Pengamatan terhadap
standar keselamatan pada bangunan-bangunan rumah sakit khususnya
perlengkapan K3 gedung masih belum memadai. Survey yang dilakukan
oleh Lili Tambunan (ITB, 1996) menunjukkan adanya berbagai kelemahan
dalam penyediaan sistem proteksi kebakaran di bangunan Rumah Sakit.
a) Dampak Bahaya Kebakaran
Secara teoritis, kebakaran adalah timbulnya api yang tidak
dikehendaki. Sedangkan api adalah persenyawaan antara bahan bakar
dan oksigen yang pada prosesnya timbul nyala, cahaya dan suara.
Produk kebakaran bisa bersifat termal yakni panas dan nyala, dan
bersifat non-termal yakni asap dan gas. Diantara produk tersebut asap
yang paling berbahaya. Selain menimbulkan gangguan terhadap
pernapasan dan kesadaran rasio, asap yang pekat akan mengurangi
jangkauan penglihatan. Sebanyak 72% korban kebakaran di Amerika
(NFPA record) adalah karena asap.
Tanpa ada upaya pemadaman, kebakaran tumbuh dari tahap
pertumbuhan ke flashover, mencapai tahap pembakaran penuh lalu
kemudian surut. Temperatur pada tahap flashover mencapai 500 –
600oC dan saat pembakaran penuh mencapai 1100 oC. Upaya
penyelamatan jiwa harus dilakukan sebelum flashover (pre flashover)
yang durasinya hanya beberapa menit, sedangkan struktur bangunan
untuk beberapa lokasi dan jenis penggunaan-nya dituntut mampu
bertahan hingga selewat flashover (post flashover) dalam ukuran menit,
atau sering disebut sebagai ketahanan api (fire resistance rating) dalam
rangka mencegah keruntuhan bangunan dan melindungi tindakan
penyelamatan oleh pemadam kebakaran.
Bencana kebakaran menimbulkan ancaman jiwa maupun luka,
trauma psikologis, kerusakan harta benda, kerugian investasi,
memiskinkan masyarakat, kehilangan pekerjaan dsb. Kebakaran pun
bisa menimbulkan gangguan terhadap kelestarian lingkungan di rumah
sakit, industri kebakaran bisa mengancam kelangsungan usaha
(business stagnation), serta musnahnya sebagian besar dokumen dan
data penting lainnya. Upaya melengkapi sistem dan sarana proteksi
kebakaran sering dianggap sebagai investasi mahal sehingga kurang
diapresiasi.
Kebakaran mengakibatkan cidera dan kehilangan nyawa serta
kerugian harta benda. Kerugian ini dapat dihindari dengan
melaksanakan dengan tepat langkah-langkah pencegahan terjadinya
kebakaran dan kesiapan darurat. Alat pemadam kebakaran adalah
salah satu aspek murah dari keselamatan dari kebakaran, tetapi
penggunaannya di rumah sakit seringkali dikorbankan oleh buruknya
pemeliharaan, penempatannya yang tidak sesuai dan/ atau terhalang,
dan tidak adanya pelatihan untuk para pekerja. Sistem sprinkler
otomatis, apabila dirancang, dipasang dan dipelihara dengan memadai,
dapat mencapai efektivitas 95% + dan menawarkan perlindungan
terbaik bagi penghuni bangunan dan harta benda.
Dari uraian tersebut di atas, maka perencanaan keamanan
pada bangunan gedung rumah sakit sejak awal sudah dipersiapkan.
Dengan harapan direktur / pemilik rumah sakit mengalokasikan RAB
untuk pembiayaan infrastruktur keamanan dan fasilitas fisik yang
diperlukan.
b) Standar Peralatan Mengatasi Kebakaran
Setiap penghuni atau pengguna bangunan gedung perlu
memahami karakteristik bangunan gedung terutama dikaitkan dengan
bahaya kebakaran. Hal-hal atau berbagai faktor yang perlu diperhatikan
antara lain adalah Standar sistem proteksi terhadap bahaya kebakaran
Standar Sistem Proteksi Kebakaran ada dua cara yaitu :
a. Sistim proteksi aktif
Sistem aktif: sistem yang memerlukan energi untuk
pengoperasian-nya, umumnya listrik
Gedung atau bangunan di rumah sakit harus ada perencanaan
fasilitas pemadam kebakaran sebagai sebagai sistim
pengamanan aktif. Semua peralatan pemadam api dapat
gunakan oleh karyawan maupun pengunjung (terlatih) untuk
menyerang sumber api. Rumah sakit harus menyediakan
peralatan pemadam kebakaran sbb:
1) APAT, alat pemadam api tradisional
2) APAR, alat pemadam api ringan
3) Sistim deteksi dan alarm
b. Sistim proteksi pasif.
Sistem pasif: sistem yang menyangkut bahan bangunan dan
kontruksi, dipengaruhi oleh desain awalnya, disebut built-in
system
FSM: menyangkut latihan kebakaran, fire safety audit, fire
emergency response plan dll.terdiri dari :
1) Tersedia fasilitas detektor asap
2) Ada pintu dan tangga darurat kebakaran
3) Tempat titik kumpul
4) Pintu keluar dan jalur evakuasi
B. Standar Keamanan Fasilitas Fisik Bangunan Gedung
Setiap gedung dan bangunan rumah sakit dilengkapi fasilitas
keamanan yang berfungsi melindungi semua manusia, asset didalam
gedung tersebut. Bangunan bertingkat secara khusus dilengkap
keselamatan dan keamanan (K3) bangunan.
Beberata persyaratan standar keamanan pada bangunan rumah sakit sbb :
a. Tersedia instalasi penangkap petir
b. Terpasang fasilitas proteksi kebakaran
c. Tersedia jalur evakuasi
d. Tersedia jalan horizontal / ram
e. Tersedia pintu atau tangga darurat
f. Tersedia tempat berkumpul (titik ) kumpul
g. Tersedia instalasi pengolahan limbah medis
h. Tersedia tempat penyimpanan B3
i. Tersedia tempat penampungan air bersih
j. Tersedia sumber listrik
k. Tersedia kamar isolasi
l. Tersedia area parkir, dll
Semua standar kelengkapan fasilitas secara periodic dilakukan
pemeliharaan, perawatan dan test uji kalibrasi secara komprehensif.
Peralatan medis, mesin-mesin dan instalasi penting dipantau dan
terdokumentasi.
Parameter pemeriksaan kesehatan lingkungan dilakukan
bekerjasama dengan komite PPI, sedangkan pelaksanaan pemeriksaan
fasilitas alat medis hanya dapat dilakukan seorang tenaga ahli elektromedis
yang berpengalaman memiliki sertifikat keahlian khusus.
Dalam pelaksanaan, standar atau langkah tersebut tidak harus
berurutan dan tidak harus serentak. Merencanakan hal yang paling
strategis dan paling mudah dilaksanakan di rumah sakit.

III. Upaya Pengendalian Resiko


Pengendalian adalah penghilangan atau inaktivasi bahaya dengan cara
sedemikian rupa sehingga proses pekerjaan minim resiko bagi pekerja atau
oarng yang ada dalam area tersebut
Pengendalian umumnya diberlakukan pada sumber bahaya,metode ini
disebut sebagai upaya pengendalian responsive.Jika hal ini masih tidak
memungkinkan,bahaya harus dikendalikan pada tingkat melalui penggunaan
alat pelindung diri (APD) meskipun ini adalah bentuk pengendalian yang
paling lemah.
Upaya pengendalian rsisiko keselamatan fasilitas adalah dengan
melaksanakan pengawasan atau monitoring membandingkan standar dengan
kinerja actual,melalui kegiatan ppengawasan,pemantauan dan pengkajian
ualng terhadap seluruh proses manajemen risiko termasuk konteknya
Secara umum ada 2 metode dan Teknik pengawasan yaitu :
1. Metode konvensional
a. Pelaksanaanya berdasarkan teori atau petunjuk pembuat kebijakan
b. Dilakukan oleh tim khusus yang menguasai standar serta teori
pengawasan
c. Pelaksanaanya terjadwal
d. Indicator pengawasan berdasarkan sesuai standar yang diadopsi
2. Metode partisipatif
a. Pelaksanaanya berdasrakan kriteria hasil rumusan Bersama
b. Dilakukan oleh seluruh yang terlibat didalam organisasi sesuai
kesepakatan
c. Bersifat dinamis tidak baku dilaksanakan sesuai kontek dan kondisi
yang ada
d. Indicator pengawasannya berdasarkan pengalaman dan
dilaksanakan secara sistematis terdokumentasi dan berkelanjutan
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Formulir pemeliharaan fasilitas


2. Formulir pemeliharaan Genset
3. Formulir pemeliharaan UPS
4. Rumah sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan insiden yang
meliputi kejadian tidak diharapkan (KTD), kejadian nyaris cedera dan
kejadian sentinel.
5. Pencatatan dan pelaporan terjadinya insiden yang diakibatkan oleh factor
“Keamanan “gedung dan fasilitas fisik mengacu pada pedoman K3 yang
dikeluarkan oleh Komite Keselamatan, Keamanan dan Kesehatan Kerja
rumah sakit (K3RS)
6. Pelaporan insiden terdiri dari :
a. Pelaporan kecelakaan kerja
b. Pelaporan PAK (penyakit akiibat kerja)
7. Semua kejadian dilaporkan kepada Direktur secara berkala.
8. Pelaksanaan monitoring dilakukan dengan cara melihat dokumen yaitu :
a. Pencatatan dan pelaporan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK).
b. Pencatatan dan pelaporan Penyakit Akibat Kerja (PAK).
c. Catatan-catatan kegiatan harian.

Ditetapkan di : Simo
Pada tanggal :

DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIMO

RATMI PUNGKASARI
LAMPIRAN : PANDUAN KESELAMATAN
FASILITAS RUMAH SAKIT DI
RSUD SIMO
NOMOR :
TANGGAL :

DAFTAR AREA BERESIKO


TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN
DI RSUD SIMO
JENIS RESIKO IDENTIFIKASI BAHAYA AREA/LOKASI
KEAMANAN  Penculikan Bayi  Ruang Perinatologi & ruang
LINGKUNGAN  Penyanderaan Perawatan anak
RS  Kehilangan barang milik  Seluruh ruang perawatan
pasien dan keluarga  Seluruh area perawatan,
 Kehilangan kendaraan ruang keuangan
bermotor  Area parker
 Kehilangan sarana  Seluruh Area di rumah sakit
prasarana RS  Area disekitar lokasi renovasi
 Bising  R.Genset,Area parker
 Getaran  R.Genset,R fisioterapi,Ipsrs
 Radiasi  R.Radiologi,R Fisioterapi

KESELAMATAN  Keselamatan saat ada


PASIEN, renovasi / pembangunan
PENGUNJUNG  Terjatuh/terpeleset di  Area yang lantainya ada
DAN RAM/tangga beda ketinggian
KARYAWAN  Lantai di kamar mandi  Seluruh Kamar mandi di RS
 Tersengat listrik  Seluruh area RS
 Terpeleset di lantai  Lantai yangl licin,basah
2. Standar Keamanan Fasilitas Fisik Bangunan Gedung
Setiap gedung dan bangunan rumah sakit dilengkapi fasilitas
keamanan yang berfungsi melindungi semua manusia, asset didalam
gedung tersebut. Bangunan bertingkat secara khusus dilengkap
keselamatan dan keamanan (K3) bangunan.
Beberata persyaratan standar keamanan pada bangunan rumah
sakit sbb :
m. Tersedia instalasi penangkap petir
n. Terpasang fasilitas proteksi kebakaran
o. Tersedia jalur evakuasi
p. Tersedia jalan horizontal / ram
q. Tersedia pintu atau tangga darurat
r. Tersedia tempat berkumpul (titik ) kumpul
s. Tersedia instalasi pengolahan limbah medis
t. Tersedia tempat penyimpanan B3
u. Tersedia tempat penampungan air bersih
v. Tersedia sumber listrik
w. Tersedia kamar isolasi
x. Tersedia area parkir, dll
Semua standar kelengkapan fasilitas secara periodic dilakukan
pemeliharaan, perawatan dan test uji kalibrasi secara komprehensif.
Peralatan medis, mesin-mesin dan instalasi penting dipantau dan
terdokumentasi.
Parameter pemeriksaan kesehatan lingkungan dilakukan
bekerjasama dengan komite PPI, sedangkan pelaksanaan pemeriksaan
fasilitas alat medis hanya dapat dilakukan seorang tenaga ahli elektromedis
yang berpengalaman memiliki sertifikat keahlian khusus.
Dalam pelaksanaan, standar atau langkah tersebut tidak harus
berurutan dan tidak harus serentak. Merencanakan hal yang paling
strategis dan paling mudah dilaksanakan di rumah sakit.
BAB III
TATA LAKSANA

Mengacu kepada standar keselamatan gedung dan keamanan fasilitas fisik


seperti pokok bahasan pada BAB III, maka rumah sakit harus mendesign
(merencanakan) proses baru atau memperbaiki f a s i l i t a s yang ada, memonitor
dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara
intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan keamanan dan kenyamanan gedung dan fasilitas di Rumah Sakit
Umum Daerah Simo. Berkaitan hal tersebut diatas maka perlu ada sasaran
pencapaian standar keamanan bangunan gedung dan pengamanan fasilitas fisik
di rumah sakit.
A. PENGAMANAN GEDUNG DARI BENCANA KEBAKARAN
1. Pemasangan Penangkal Petir
Bangunan gedung rumah sakit dilengkapi instalasi pengkal petir supaya
terhindar dari kebakaran akibat sambaran petir. Ketentuan pemasangan
instalasi penangkal petir sbb
a. Penangkal petir terpasang pada gedung/bangunan
b. Kapasitas pengarah petir mampu melindungi gedung dari sambaran petir
minimal radius 100 m2.
c. Instalasi pengarah petir terbuat dari tembaga diameter 0.50 mm, dari
tembaga murni
d. Tertanam dalam tanah sedalam 6 m.
e. Test Grounding maksimal 3 ohm
f. Pemeriksaan instalasi dan test fungsi paling lama (5) tahun sekali.

2. Instalasi Listrik
Perawatan instalasi listrik terdiri dari perawatan rutin dan perbaikan/rehab.
Perawatan rutin dilakukan secara rutin dan berkala, sedangkan
perbaikan/rehab dilakukan hanya terhadap instalasi listrik yang rusak.
Jaringan instalasi listrik paling lama lima (5) tahun dilakukan pengecekan
oleh badan independen.
Ruang Lingkup Pekerjaan/Kegiatan :
a. Periksakan instalasi listrik paling lama setiap 5 tahun
b. Test grounding maksimal 5 ohm
c. Test panas pempang kabel tidak lebih dari 50 %
d. Ganti instalasi pada rentang waktu pemakaian 10 tahun.
e. Pasang pengaman pada stopkontak
f. Control isolator pada setiap sambungan
g. Pakai T dos pada setiap terminal
h. Pasang kawat grounding pada stand meter PLN
i. Pasang tulisan peringatan “ AWAS TEGANGAN TINGGI “
j. Beri tanda stiker merah pada stop kontak khusus IPSRS

3. APAR (alat pemadam api ringan)


APAR digunakan untuk mengatasi kebakaran skala kecil. Dapat dilakukan
single user, tanpa harus melibatkan team besar.

a. Jenis–jenis APAR:
1) APAR jenis air
2) APAR jenis tepung kimia
3) APAR jenis busa
4) APAR jenis CO2
5) APAR jenis hallon

b. Cara Merawat :
Point-point yang harus dipenuhi setiap pelaksanaan pemeriksaan alat
pemadam api ringan antara lain:
1) Penempatan APAR (sesuai dengan yang direkomendasikan atau
tidak);
2) Bebas halangan dan mudah terlihat;
3) Terdapat Operating Instruction yang dapat terbaca dengan jelas
4) Segel & indikator tekanan tidak rusak, pecah, patah, atau hilang;
5) Berat yang sesuai dengan kapasitasnya
6) Indikator tekanan berfungsi dengan baik;
7) Untuk unit yang menggunakan roda, diperlukan pemeriksaan lebih
lanjut pada roda tersebut, bisa beroperasi atau tidak;
8) Terdapat label pada alat pemadam api tersebut (berkaitan denga
jenisnya).

c. Cara Menggunakan APAR


1) Ambil APAR dari tempatnya
2) Bawa lari ke lokasi kebakaran
3) Bebaskan selang dari jepitannya
4) Posisi tubuh kuda-kuda
5) Cabut pin pengaman
6) Pegang nozzele dengan tangan kiri/kanan, arahkan ke atas
7) Tekan katup / handle (untuk test alat atau fungsi isi )
8) Ambil jarak ideal +- 4 m di belakang arah angin
9) Arahkan nozzle kesumber api
10) Sapukan dimulai dari api yang terkecil

Cabut PIN pengaman

Tekan katup untuk test alat


Arahkan ke sumber api dan sapu dengan pelan, AWAS jangan
berlawanan dengan arah angin. Amankan diri anda sebelum melakukan
tindakan memadamkan api. Ingat nyawa anda taruhannya !

APAR adalah pemadam api pengganti haloon yang berwawasan


lingkungan tidak beracun tidak beracun, tidak menyebabkan iritasi pada
kulit

d. Ketentuan Penempatan APAR


Setiap bentangan 15 m disediakan satu (1) unit pemadam api ringan.
Jenisnya pun disesuaikan fungsi ruangan. Tentu tempat pengolahan
makanan, kamar obat dan di ruangan pasien menggunakan APAR jenis
AF 11, tidak beracun dan tidak iritasi pada kulit.

Syarat penempatan APAR sbb :


a. Setiap 15 m disediakan satu unit , mudah dilihat
b. Tinggi dari lantai 120 cm
c. Masukan dalam book apabila APAR tersebut diletakkan di area
khusus, misalnya di IB, IPI dsb.
d. Tidak tertutup atau terhalang
e. Ada tatacara / JUKNIS

e. Perawatan APAR
APAR perlu perawatan berkala. Setiap 6 bulan perlu dikontrol baik isi
maupun selang dan nozzle. Dalam jangka waktu tertentu isi dari APAR
bisa membeku sehingga tidak bisa digunakan. Oleh sebab itu maksimal
2 tahun sekali perlu diganti atau cukup Refiil ulang .

B. MONITOR KEAMANAN AREA YANG BERESIKO


Tujuannya adalah untuk mencegah kecelakaan dan cidera, menjaga kondisi
bagi keselamatan dan keamanan pasien, keluarga, staf dan pengujung; serta
mengurangi dan mengendalikan bahaya dan risiko. Ini khususnya penting
selama masa pembangunan atau renovasi. Sebagai tambahan, untuk
menjamin keamanan, semua staf, pengunjung, vendor/pedagang dan lainnya
di rumah sakit diidentifikasi dan diberi tanda pengenal (badge) yang
sementara atau tetap atau langkah identifikasi lain, juga seluruh area yang
seharusnya aman, seperti ruang perawatan bayi baru lahir, yang aman dan
dipantau.

1. PASANG KAMERA PANTAU / CCTV


Rumah sakit memasang kamera pantau (CCTV) di area-yang beresiko
(Prioritas di kamar bayi baru lahir,Ruang Anak,Keuangan). Pemantauan
dengan kamera juga dipasang ditempat sbb : laboratorium, radiologi,
gudang farmasi, sterilisasi sentral, kamar operasi, genset. Kamar isolasi
penyakit menular, pengolahan limbah medis, laundry
Monitoring CCTV juga diperlukan untuk daerah terpencil atau terisolasi,area
parker dan area lainnya yang sering terjadi kehilangan atau gangguan
keamanan.
Titik lokasi pemasangan CCTV di RSUD Simo ada di 16 titik

2. BATASAN JAM KUNJUNG


Selain pemasangan kamera pantau, juga membatasi jam kunjung dengan
maksud supaya pasien dapat istirahat sehingga proses penyembuhan lebih
cepat. Penetapan jam kunjung diatur sbb :
a. Pagi : 11.00 s/d 13.00 WIB
b. Sore : 16.00 s/d 20.00 WIB
Dengan metode pengaturan jam kunjung tersebut, maka pasien perlu
ditunggui oleh keluarga maksimal dua orang. Penunggu pasien harus
memakai tanda pengenal yaitu kartu tunggu Pasien. Satu kartu tunggu
berlaku untuk dua orang penunggu. Kartu dikembalikan di ruang perawatan
apabila pasien pulang.

C. Sistim Alarm Kebakaran Pada Gedung Rumah Sakit


Alarm kebakaran adalah komponen yang bertujuan memberikan isyarat
adanya kebakaran pada tingkat awal yang dipasang di setiap ruangan dalam
bangunan, termasuk ruangan khusus dimana suara-suara dari luar tidak dapat
terdengar.
Alarm kebakaran berupa:
1. Alarm Kebakaran Audio yang memberikan isyarat berupa bunyi khusus.
2. Alarm kebakaran Visual yang memberikan isyarat yang terlihat jelas,
dipasang pada ruangan khusus, seperti pada perawatan orang tuli.
sistem alarm kebakaran yang baik harus mempunyai alat sensor yang baik
secara kualitas fungsi dan tepat penempatan serta kegunaannya, maksudnya
adalah alat yang dipakai mempunyai kualitas baik karena bahaya kebakaran
adalah bahaya yang terjadi secara tiba – tiba dan tidak disangka terjadi begitu
saja sensor yang dipakai haruslah alat yang siap sedia dan bekerja secara
baik bila diperlukan, kita tidak membicarakan waktu 1 tahun atau dua tahun
mungkin 5 – 10 tahun maka pekerjaan memelihara kualitas dan fungsi sensor
– sensor harus dilakukan , setiap 3 bulan atau 6 bulan sekali sensor sistem
alarm kebakaran dicek/ melakukan pengontrolan secara berkala, sebenarnya
hanya memerlukan waktu 5-10 menit mengecek namun terkadang sipemilik/
pengelola tidak peduli terhadap masalah yang satu ini.

1. Penempatan Dan Perawatan Sistem Alarm Kebakaran


Penempatan yang tepat juga mutlak harus dilakukan di setiap ruangan
mempunyai karakteristik sendiri dalam hal memicu terjadinya kebakaran,
misal ruang kantor yang banyak berisi material kertas ketika api menyala,
maka kertas atau sejenisnya akan mengeluarkan asap lebih banyak,
ketimbang panas, maka sensor asap lebih dianjurkan dipasang dari pada
sensor panas sehingga alarm kebakaran akan lebih cepat merespon
dibanding menggunakan sensor panas, begitu juga lorong – lorong di
kantor atau gedung menggunakan sensor asap lebih tepat karena asap
akan berusaha keluar lewat lorong untuk mencari udara lepas.
Pada gedung di Rumah Sakit Umum Daerah Simo menggunakan sensor
panas dengan pertimbangan kenyamanan pasien. Dengan sensor asap,
maka asap rokok dapat memicu alarm kebakaran, sudah barang tentu
akan terjadi kepanikan.
Test fungsi springkler

2. Pintu / Tangga Darurat dan Jalur Evakuasi


Dari perencanaan pembangunan sebuah gedung harus ditempatkan
pintu darurat dan jalur evakuasi bencana di area yang strategis, dekat
dengan pintu keluar menuju titik kumpul. Selain kepentingan tersebut
juga diperhitungkan lokasi jalan horizontal (RAM) sebagai akses
evakuasi pasien dalam kondisi tidak mampu menyelamatkan diri.

3. Persyaratan Pintu Darurat


Menut peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 tentang Bangunan
Gedung pasal 56 (2) Arah bukaan daun pintu dalam suatu ruangan
dipertimbangkan berdasarkan fungsi ruang dan aspek keselamatan.
Pasal 57 (1) Setiap bangunan gedung bertingkat harus menyediakan
sarana hubungan vertikal antar lantai yang memadai untuk
terselenggaranya fungsi bangunan gedung tersebut berupa tersedianya
tangga, ram, lift, tangga berjalan/eskalator, dan/atau lantai
berjalan/travelator.

4. Pintu Darurat Di Gedung Rumah Sakit Umum Daerah Simo


Jalan RAM tersedia di lantai yang beda ketinggian. Sementara pintu
darurat belum ada masih dalam perencanaan.

5. Jalan Horizontal / RAM


Syarat jalan RAM sbb :
a. Kemiringan jalan ram maksimal 5 derajat
b. Diberi railing / pegangan
c. Bebas dari tumpukan barang-barang / meja, kursi dll
d. Ada petunjuk dan tulisan jelas
e. Diberi karpet atau keramik anti licin

6. Titik Kumpul
Rumah sakit menyediakan tempat berkumpul apabila terjadi bencana
kebakaran. Titik kumpul harus memenuhi persyaratan keamanan.
Syarat-Syarat titik kumpul sbb :
a. Mudah diakses oleh korban bencana maupun penolong
b. Aman setelah terjadi bencana

c. Lokasi titik kumpul di Rumah Sakit Umum Daerah Simo


Tersedia dua lokasi titik kumpul jika terjadi bencana kebakaran di
Rumah Sakit Umum Daerah Simo. Lokasi yang dimaksud berada di
areal :
1) Lapangan parkir sebelah Timur bangunan IGD
2) Halaman Belakang sebelah Utara Bangsal Anggrek

D. Proteksi Radiasi
Proteksi Radiasi adalah pengawasan terhadap bahaya radiasi melalui
peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemanfaatan radiasi dan bahan-
bahan radioaktif.  Di Indonesia, badan pengawas tersebut
adalah Bapeten (Badan Pengawas Tenaga Nuklir).[1] Proteksi Radiasi yang
dipakai sekarang ditetapkan oleh Komisi Internasional untuk Proteksi Radiasi
(International Commission on Radiological Protection, ICRP) dalam suatu
pernyataan yang mengatur pembatasan dosis radiasi, yang intinya sebagai
berikut:
1. Suatu kegiatan tidak akan dilakukan kecuali mempunyai keuntungan yang
positif dibandingkan dengan risiko, yang dikenal sebagai azas justifikasi.
2. Paparan radiasi diusahakan pada tingkat serendah mungkin yang bisa
dicapai (as low as reasonably achievable, ALARA) dengan
mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial, yang dikenal sebagai azas
optimasi.
3. Dosis perorangan tidak boleh melampaui batas yang direkomendasikan
oleh ICRP untuk suatu lingkungan tertentu, yang dikenal sebagai azas
limitasi.
a. Proteksi Radiasi Di bidang Radiologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi proteksi radiasi
diperkirakan sama usianya dengan penemuan sinar-X oleh Wilhelm
Roentgen pada 8 November 1895. Adanya efek yang merusak
dari, sinar-X disadari segera setelah penemuan sinar yang kasat mata
ini. Para dokter dan pasien yang menerima radiasi ini dalam suatu
periode tertentu diketahui menderita eritema. Dalam perkembangan lebih
lanjut, diketahui pula bahwa semua radiasi pengion dapat menyebabkan
terjadinya efek yang merusak pada organ tubuh. Namun, karena manfaat
radiasi pengion jauh lebih besar dari risiko penerimaan efeknya, saat ini
prosedur radiologi diagnostik telah diterima sebagai bagian dari prosedur
klinis yang penting dalam praktik medik.

b. Pengamanan Radiasi di Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Simo


Usaha mengamankan petugas dan pengguna jasa di Instalasi Radiologi
Rumah Sakit Umum Daerah Simo adalah mengamankan gedung dengan
masang lempengan PB. setinggi tembok. Pintu perlu dipasang PB, yaitu
pada pintu-pintu masuk maupun pintu operator.
Standar persyaratan keamanan di area Radiologi sbb :
1) Pasang PB di semua dinding maupun pintu, setinggi dinding
2) Pasang kaca anti radiasi di jendela ruang operator
3) Periksa radiasi dengan mengirim TLD ke BPFK
4) Petugas menggunakan APD (Apron)
5) Pasang tulisan peringatan dan tanda bahaya radiasi disekitar areal
radiologi.
6) Pasang lampu bahaya (merah)
7) Tulisan “DILARANG MASUK “ selain petugas, dll mudah dibaca dan
tidak terhalang.
Informasi bahaya radiasi bagi bagi customers di rumah sakit dilakukan
dalam bentuk pemasangan Tulisan peringatan dilengkapi Simbol bahaya
radiasi.

c. Limbah Cuci Film


Instalasi radiology tidak lagi menggunakan media film untuk pengambilan
foto rontgen. Ada empat komponen dalam proses perendaman film
yaitu :
1) Developer, untuk merontokkan silver halida yang tidak terekspos
cahaya secara selektif
2) Stop Bath, untuk menghentikan proses cairan developer
3) Fixer, untuk mengubah silver halida menjadi silver black sehingga film
tidak lagi peka terhadap cahaya
4) Air, untuk menghilangkan sisa-sisa cairan kimia sebelum foto film
dikeringkan
Mencuci film sangatlah berbahaya bagi manusia dan lingkungan. RSUD
Simo Masih menggunakan pencucian film secara manual. Tetapi ada
rencana beralih ke technology computerize. Cukup cetak dan tidak
memerlukan media cairan kimia lagi.

E. Bahan Kimia Di Laboratorium


a. PENDAHULUAN
Instalasi Laboratorium merupakan salah satu unit penunjang pelayanan di
rumah sakit. Sebagai unit penunjang, memegang peran, ikut menentukan
keberhasilan dalam penentuan diagnose penyakit pasien. sebagai institusi
pelayanan kesehatan merupakan tempat kerja yang unik dan sangat
kompleks.
Kegiatan di laboratorium mempunyai potensi bahaya yang cukup besar yang berasal
dari faktor biologis, fisik, kimia, ergonomi dan psikososial. Seiring dengan
kemajuan IPTEK, khususnya kemajuan teknologi laboratorium, maka resiko
yang dihadapi petugas laboratorium di rumah sakit akan semakin
meningkat. Petugas laboratorium merupakan orang pertama yang terpajan bahan
biologi dan kimia yang merupakan bahan toksik korosif, mudah meledak dan
terbakar. Selain itu dalam pekerjaannya menggunakan alat-alat yang mudah
pecah, berionisasi dan radiasi serta alat-alat elektronik dengan voltase yang mematikan,
dan melakukan percobaan dengan penyakit yang dimasukan ke jaringan hewan
percobaan.
Oleh karena itu, pihak pengelola rumah sakit harus menerapkan upaya-
upaya kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit (K3RS) dengan
efektif, efisien dan terpadu. Salah satu dari upaya tersebut adalah upaya
kesehatan dan keselamatan kerjalaboratorium. Upaya tersebut meliputi
pengontrolan bahaya kimia, biologi, radiasi, dan mekanikal serta penggunaan alat
pelindung diri (APD)

b. Penanganan Bahan Kimia Di Laboratorium


Supaya tidak terpajan bahan biologi dan kimia yang merupakan bahan toksik
korosif, mudah meledak dan terbakar, petugas harus mematuhi prosedur
dengan benar.

c. Prosedur penanganan Bahan Kimia di Laboratorium


a. Menjaga inventaris yang ada
b. Prosedur pelabelan jelas
c. Penanganan yang tepat :
1) Gunakan label
2) Ada MSDS
3) Jangan pernah menguji dengan merasakan atau membaui
4) Asam tuangkan dalam air, jangan sebaliknya
5) Hati-hati dan gunakan peralatan yang sesuai saat mengaduk atau
memanaskan cairan yang mudah terbakar
6) Ikuti standar industry untuk pelabelan
7) Ada almari asam dan basa, masing-masing diberi cerobong
pembuang.

d. Persyaratan Keamanan di Laboratorium


a. Sediakan lembar MSDS
b. Ada lemari asam dan basa dengan cerobong pengaman
c. Menyediakan tempat cuci mata
d. Sediakan APAR
e. Karyawan dilatih melakukan Pertolongan Pertama Darurat (PPD)
f. Ada tempat container LB3
g. Pencahayaan
h. Ada tempat Dekontaminasi
i. Sediakan APD
j. Lakukan pemeriksaan kalibrasi alat laboratorium
k. Tetapkan pintu masuk terpisah antara karyawan dan pasien
l. Membuat spoolhook
m.Ada kamar / ruang ganti bagi karyawan

e. Fungsi Fasilitas Fisik Yang Harus Ada di Laboratorium


Fasilitas mutlak yang harus ada di Laboratorium diantaranya adalah:
a. Safety Shower, berfungsi sebagai sarana pengaliran air bagi kondisi
Kritis tertentu.
b. Bak Cuci, berfungsi sebagai sarana pencucian peralatan dan pekerja.
c. Lemari Asam, berfungsi sebagai tempat bekerja khususnya saat proses
pencampuran bahan kimia berbahaya. Adanya sirkulasi udara keluar
ruangan mutlak dibutuhkan untuk menjamin lingkungan kerja pekerja
laboratorium.
d. Eye washer, merupakan paket khusus pengaliran air pada mata pekerja
yang terkena bahan kimia. Air yang dialirkan harus memenuhi standar air
bersih.
e. Perlengkapan kerja, terdiri dari baju bekerja (jas lab), kacamata
pengaman, sepatu tertutup, sarung tangan dan masker. Hal ini mutlak
terutama pada saat pengujian sampel. 
f. Exhaust fan, diperlukan pada ruangan tertentu seperti ruang preparasi
atau pada ruang penyimpanan bahan kimia
g. Pemadam kebakaran, Selain Alat pemadam kebakaran ringan (APAR)
yang merupakan paket media pemadam kebakaran dalam tabung
bertekanan, juga perlu disediakan alat bantu pemadam kebakaran
lainnya yaitu karung goni basah, pasir dan baju tahan api.
h. Alarm, berfungsi sebagai komunikasi bahaya
i. Petunjuk arah keluar ruangan laboratorium, merupakan tanda yang
dapat memberikan informasi bagi pekerja laboratorium untuk keluar dari
ruang dengan aman dan selamat apabila terjadi bahaya di laboratorium.
j. P3K, beberapa obat-obatan standar yang harus ada yaitu obat luka
bakar, plester luka, kapas, antiseptic, kain kassa dll.

f. Syarat Teknis Pintu Dan Kamar Mandi


a. Pintu
1) Pintu masuk ke ruang rawat inap, terdiri dari pintu ganda,
masing-masing dengan lebar 90 cm dan 40 cm. Pada sisi pintu
dengan lebat 90 cm, di pasang kaca intai.
2) Pintu masuk ke kamar mandi umum, minimal lebarnya 85 cm.
3) Pintu masuk ke kamar mandi pasien, untuk setiap kelas, minimal
harus ada 1 kamar mandi berukuran lebar 90 cm, diperuntukkan
bagi penyandang cacat.
4) Pintu kamar mandi pasien, harus terbuka ke luar kamar mandi.
5) Pintu toilet umum untuk penyandang cacat harus terbuka ke luar.

b. Kamar Mandi
1) Kamar mandi pasien, terdiri dari kloset, shower (pancuran air) dan
bak cuci tangan (wastafel).
2) Khusus untuk kamar mandi bagi penyandang cacat mengikuti
pedoman atau standar teknis yang berlaku.
3) Jumlah kamar mandi untuk penyandang cacat, 1 (satu) buah untuk
setiap kelas.
4) Toilet umum, terdiri dari kloset dan bak cuci tangan (wastafel).
5) Disediakan 1 (satu) Toilet umum untuk penyandang cacat di lantai
dasar, dengan persyaratan sesuai pedoman atau standar yang
berlaku
F. Simulasi Evakuasi Bencana Kebakaran
Untuk menghadapi berbagai kemungkinan terjadinya bencana di
rumah sakit maupun dari luar, maka dalam hal ini rumah sakit perlu
persiapan penanganan korban, termasuk pengamanan aset dan
harta milik korban.
Berpijak kepada kebutuhan tersebut, rumah sakit merencanakan
pelatihan penanggulangan bencana kebakaran, wabah penyakit,
bencana alam maupun bencana social. Melibatkan semua unsure
dari berbagai gugus tugas.
Potensi terjadinya bencana kebakaran hamper di semua kota
mengalami. Menurut data statistic kejadian kebakaran di tanah air
semakin meningkat tiap tahun. Hal ini terjadi akibat menurunnya
pengamanan gedung dari bahaya kebakaran. Itulah sebabnya
pelatihan penanganan bencana kebakaran menjadi prioritas.
Pelaksanaan pelatihan Disaster kebakaran mencakup rencana dan
pengaturan latihan, prosedur pemadaman kebakaran, rencana
darurat, evakuasi dan sebagainya.

Gambar Padamkan Api jangan berlawanan arah angin !

JENIS-JENIS MEDIA PEMADAM KEBAKARAN DAN APLIKASINYA


Klasifikasi Jenis Jenis Media Pemadam Kebakaran
Kebakaran Tipe Basah Tipe Kering
Air Busa Powder Gas Clean
CO2 Agent
Klas A Bahan padat VVV V VV V VVV*)
seperti kayu
Bahan XX XX VV**) VV VVV
berharga
atau bahan
penting
Klas B Bahan cair XXX VVV VV V VVV
Bahan gas X X VV V VVV
Klas C Panel listrik XXX XXX VV VV VVV
Klas D Kalium, XXX XXX Khusus X XXX
litium,
magnesium
Keterangan: VVV : Sangat Efektif
VV : Dapat digunakan
V : Kurang tepat/ tidak dianjurkan
X : Tidak tepat
XX : Merusak
XXX : Berbahaya
*) : Tidak efisien
**) : Kotor/ korosif

G. Keamanan Lingkungan Fisik


Lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab dari keberhasilan dalam
melaksanakan suatu pekerjaan, tetapi juga dapat menyebabkan suatu
kegagalan dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, karena lingkungan kerja
dapat mempengaruhi pekerja, terutama lingkungan kerja yang bersifat
psikologis. Sedangkan pengaruhnya itu sendiri dapat bersifat positif dan dapat
bersifat negative.
Di dalam meningkatkan semangat kerja perawat tidak terlepas dari lingkungan
kerja yang mendukung seperti kualitas lingkungan fisik. Lingkungan fisik
adalah salah satu unsur yang harus didaya gunakan oleh organisasi sehingga
menimbulkan rasa nyaman, tentram, dan dapat meningkatkan hasil kerja yang
baik untuk meningkatkan kinerja organisasi tersebut (Sihombing, 2004)
1. Lingkungan Fisik Rumah Sakit Umum Daerah Simo
Secara rinci yang termasuk lingkungan fisik di Rumah Sakit Umum Daerah Simo
adalah sbb :
a. Suhu Udara
b. Pencahayaan
c. Penghawaan ruangan
d. Suara
e. Kebersihan
f. Pemeriksaan angka kuman
g. Pemeriksaan partikel udara di kamar operasi
h. Pemeriksaan Radiasi
i. Penempatan B3 dan limbah berbahaya dan beracun
j. Pemeriksaan gas emisi

2. Fasilitas fisik Di Rumah Sakit Umum Daerah Simo


Prasarana Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Undang
RI Nomor 44 tahun 2009, tentang rumah sakit, maka meliputi:
a. instalasi air;
b. instalasi mekanikal dan elektrikal;
c. instalasi gas medik;
d. instalasi listrik
e. instalasi pengelolaan limbah;
f. pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
g. petunjuk, standar dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan darurat;
h. instalasi tata udara;
i. sistem informasan komunikasi; dan
j. ambulan.
Prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar
pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja penyelenggaraan
Rumah Sakit , berfungsi dengan baik dan terpelihara oleh tenaga ahli memiliki
kompetensi

H. KESELAMATAN LINGKUNGAN KERJA


1. LATAR BELAKANG
Upaya perlindungan tenaga kerja merupakan untuk mencapai suatu tingkat
produktivitas yang tinggi dimana salah satu aspek adalah upaya
keselamatan kerja termasuk lingkungan kerja.
Potensi bahaya yang berasal dari lingkungan kerja yang dapat
menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja adalah faktor fisik,
kimia, biologi, psikologi dan fisiologi.
Faktor lingkungan kerja yang berasal dari bahan-bahan kimia seperti
adanya kebocoran-kebocoran cairan, tumpahan atau dampak bahan kimia
dalam berbagai bentuk seperti debu gas, cairan , asap dan fume dapat
mencemari udara lingkungan kerja maupun mencemari lingkungan
masyarakat.
Untuk mengurangi resiko ataupun potensi bahaya dari lingkungan kerja
perlu adanya upaya pengendalian lingkungan kerja yang sesuai dengna
peraturan-peraturan yang berlaku.

2. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup keselamatan lingkungan kerja meliputi penanganan bahan
kimia berbahaya, lingkungan kerja, penggunaan cairan kimia, hygiene
tempat kerja, alat pelindung diri dan limbah industry di tempat kerja.

3. FAKTOR BAHAYA LINGKUNGAN KERJA


a. Faktor Fisik (Kebisingan)
Adalah bunyi yang didengar sebagai suatu rangsangan pada telinga, dan
manakala bunyi-bunyi tersebut tidak dikehendaki maka dinyatakan
sebagai suatu kebisingan.
Kualitas bunyi ditentukan oleh frekuensi dan intensitasnya, intensitas
bunyi adalah besarnya tekanan yang dipindahkan oleh bunyi yang
dinyatakan dalam satuan decibel (dB). Frekuensi dinyatakan dengan
jumlah getaran per detik atau hertz, yaitu jumlah gelombang yang
diterima oleh telingan setiap detiknya. Telinga manusia dapat mendengar
bunyi mulai frekuensi 20 s/d 20.000 Hz. Bunyi dengan frekuensi 250 s/d
3000 Hz sangat penting, karena dengan frekuensi teersebut, manusia
dapat mengadakn komunikasi dengan normal.
Berdasarkan sifatnya, bunyi yang menyebabkan kebisingan dapat dibagi
menjadi:
1) Kebisingan continue
2) Kebisingan impulsive
3) Kebisingan intermitten (putus-putus)
4) Kebisingan impaktif
Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja dan lingkungan kerja dibagi
menjadi 2, yaitu:
1) Pengaruh terhadap alat pendengaran
Tuli konduktif terjadi karena gangguan hantaran suara dari daun
telingan ke foramen ovale
Tuli perspektif disebut juga dengan istilah tuli sensori neural, hal ini
diakibatkan karena kerusakan pad cochlea dan syaraf pendengaran
atau otak
2) Efek kebisingan kepada daya kerja
Kebisingan mempunyai efek merugikan pada daya kerja, pengaruh-
pengaruh negative demikian adalah sebagai berikut:
Gangguan kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki, maka dari
kebisingan itu sering mengganggu walaupun terdapat variasi besarnya
gangguan atas jenis dan kekerasannya.
3) Pengukuran intensitas kebisingan
Alat ukur intensitas kebisingan disebut “Sound Level Meter“
4) Pengendalian Kebisingan
Ditempat kerja pengendalian terhadap bahaya kebisingan pada
prinsipnya adalah mengurangi tingkat intensitas kebisingan atau
mengurangi lamanya pemaparan selama jam kerja
Usaha-usaha yang dapat ditempuh dengan cara
a) Menurunkan tingkat intensitas kebisingan pada sumbernya, hal ini
dapat dilakukan dengan menempatkan alat peredam pada sumber
getaran.
b) Penempatan penghalang pada jalan transmisi, hal ini dilakukan
secara baik dengan mengisolasi mesin atau tenaga kerja.
c) Penggunaan alat pelindung telinga, alat ini pada umumnya dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu: sumber telinga (ear plug), da
tutup telingan (ear muff).
d) Pengaturan waktu kerja, bila hal-hal tersebut diatas masih sulit
untuk diterapkan masih ada usaha perlindungan yang meminta
perhatian khusus terutama pihak pengusaha dengan intensitas
bising yang diterima tenaga kerja.
Kegagalan untuk melakukan perlindungan, akan menyebabkan
berkurangnya pendengaran secara bertahap. (lihat apendik untuk
kebijakan APD untuk kebisingan). Banyak Perusahaan secara rutin
melakukan monitoring fungsi pendengaran karyawan untuk menjamin
penurunan yang terjadi tidak melebihi penurunan yang seharusnya
terjadi karena proses usia yang alamiah.

b. Faktor Fisik (Pencahayaan)


Adalahmerupakan salah satu komponen agar pekerja dapat bekerja atau
mengamati benda yang sedang dikerjakan secara jelas, cepat, nyaman
dan aman. Lebih dari itu, penerangan yang memadai akan memberikan
kesan pemandangan yang lebih baik dan terlihat bila benda tersebut
memantulkan cahaya, baik yangberasal dari benda itu sendiri maupun
berupa pantulan yang datang dari sumber cahaya lain, dengan demikian
maksud dari pencahayaan dalam lingkungan kerja agar benda akan jelas
terlihat. Pencahayaan tersebut dapat diatur sedemikian rupa yang
disesuaikan dengan kecermatan atau jenis pekerjaan sehingga
memelihara kesehatan mata.
Faktor yang Mempengaruhi Intensitas Penerangan
1) Sumber cahaya
Berbagai jenis sumber cahaya yang dapat dipakai dan pada saat ini
dipergunakan antara lain: lampu pijar/ bolam, dan lampu neon/
penerangan darurat.
2) Daya Pantul
Apabila cahaya mengenai suatu permukaan yang kasar dan hitam
maka semua cahaya akan diserap, tetapi apabila permukaan halus
dan mengkilap maka cahaya akan dipantulkan sejajar, sedangkan
bila permukaan tidak ratamaka pantulan cahaya akan diffuse. Pada
pantulan cahaya sejajar mata tersebut akan melihat gambar dari
sumber cahaya, pada cahaya diffuse mata melihat pada permukaan,
sebagian dari pada permukaan biasanya mempunyai sifat kombinasi
sejajar dan diffuse.
3) Ketajaman penglihatan
Kemampuan mata untuk melihat suatu benda dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
a) Ukuran objek/ benda
b) Cahaya pantul benda
c) Kontras

c. Penerangan Ruangan
Penerangan yang baik adalah penenrangan yang memungkinkan
seseorang tenaga kerja melihat pekerjaan dengan teliti, cepat, jelas,
serta membantu menciptakan lingkungan kerja yang nikmat dan
menyenangkan. Sifat-sifat penerangan yang baik ditentukan oleh
beberapa faktor seperti pembagian luminensi dalam lapangan
penglihatan, pencegahan kesilauan, arah sinar, warna dan panas
penerangan terhadap keadaan lingkungan.

d. Pengaruh Pencahayaan terhadap Kesehatan


Penglihatan yang jelas maka tenaga kerja akan melaksanakan
pekerjaannya lebih mudah dan cepat sehingga produktivitas diharapkan
naik, sedangkan penerangan buruk akan berakibat:
1) Kelelahan mata dan berkurangnya daya dan efisiensi kerja
2) Kelelahan mental
3) Keluhan pegal didaerah mata dan sakit kepala disekitar mata
4) Kerusakan indera mata
5) Meningkatnya terjadinya kecelakaan

e. Faktor Fisik (Radiasi)


Radiasi gelombang elektromagnetik terdiri dari radiasi yang mengion dan
radiasi yang tidak mengion, seperti gelombang mikro, sinar laser, sinar
tampak (termasuk sinar dari layer monitor), sinar infra merah dan sinar
ultraviolet.
Radiasi dapat pula timbul jika dipergunakan peralatan nuklir tingkat
rendah. Panduan berikut ini wajib diterapkan:
1) Tidak ada seorangpun, kecuali seperti yang telah dijelaskan setiap
saat oleh Petugas Proteksi Radiasi (PPR), dapat mendekat ke garis
lingkar sekitar sumber radioakatif.
2) Tidak seorangpun boleh memasuki vessel di mana terpasang sumber
radioaktif.
3) Jika diperlukan untuk masuk ke dalam vessel tsb. seseorang harus
menunggu sampai PPR menyatakan bahwa sumber tersebut telah
diamankan.
4) Hanya pemasok yang khusus, diperbolehkan untuk memindahkan
atau melengkapi kembali suatu sumber radioaktif dan PPR harus
mendapat informasikan sebelum pemasok melakukan kegiatan
tersebut.

f. Faktor Kimia
Dengan semakin banyaknya pemakaian bahan kimia di dalam industry,
maka semakin sering pula terlihat pengaruh-pengaruhnya terhadap
tenaga kerja dan industry, yang selalu akan menimbulkan kerugian bagi
perusahaan, shingga akan sangat mempengaruhi produktivitas kerja dan
produktivitas instansi yang bersangkutan.
Penanganan bahan kimia dalam industry memerlukan perhatian khusus
agar dapt memeriksa perlindungan yang optimal bagi tenaga kerja dan
masyarakat umum, sejak dari pengadaan, penyimpanan, pemakaian
sampai pengolahan sisa-sisa produksi yang dihasilkan. Penanganan
yang salah atau tidak benar akan mengakibatkan berbagai hal yang bisa
menyebabkan kerugian bagi tenaga kerja dan instansi itu sendiri.
Efek Bahan Kimia di Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah tempat dimana tenaga kerja melakukan
pekerjaan serta mendapat pemaparan berbagai potensi bahaya.
Bagaimanapun sempurna dan efektifnya penanganan bahan kimia
yang dilakukan didalam indusri, maka tetap terjadi pelepasan bahan
kimia berbahaya kedalam lingkungan kerja, sehingga tenaga kerja
akan tetap terpapar.
Bahan kimia berbahaya dapat berpengaruh terhadap tenaga kerja
apabila bahan tersebut “masuk” kedalam tubuh tenaga kerja.
Masuknya bahan ini kedalam tubuh sangat bergantung dari bentuk
fisik bahan tersebut.
Dikenal beberapa bentuk fisik bahan kimia dalam lingkungan kerja,
yaitu:
a) Padat seperti debu, serat/ partikel, dapat berasal dari debu rokok,
debu logam berat, debu mineral (asbes/ silica), debu padi dan
tumbuhan lain, serat kapas dan kain, dll.
b) Cair seperti liquid, misalnya cairan semprotan pembasmi serangga,
orang bersin, dll.
c) Gas dan Uap, seperti O2, N2, CO2, CO, SO2, NH3, NO2, H2S yang
berbentuk gas, sedang yang dalam bentuk uap misalnya, uap
pelarut cat atau tinner yang mengandung benzene, toluene, xylena,
dan derivate-derivatnya, uap pelarut atau pembersih gemuk, uap
pencuci dipercetakan, uap pelarut dan sebagainya.
Secara sifat fisik dari bahan kimia dilingkungan kerja, maka dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1) Bahan bersifat partikel (awan, asap, kawat dan fume) yang
menurut sifatnya dapat digolongkan menjadi:
a) Perangsang (kapas, sabun, dll)
b) Toksik (partikel Pb, As, Mn, dll)
c) Penyebab Firosis (debu asbesm quartz, dll)
d) Inert (Al, kapur, dll)
2) Bahan non partikel (gas dan uap) yang berdasarkan pengaruh
fisiologisnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a) Aspiksian (N2, CO2)
b) Perangsang (HCl, H2S, dll)
c) Racun organic dan an-organik (nikel, carbonyl, dll)
d) Bahan kimia yang mudah menguap
e) Merusak alat-alat tubuh (CCl4)
f) Berefek anaesthesia
g) Merusak susunan darah (benzene)
h) Merusak syaraf (parathion)
i) Ritan dan bahan-bahan terhadap jaringan

g. Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya


Penggunaan bahan kimia berbahaya ditempat kerja banyak
mengandung bahaya bagi keselamatan dan kesehatan manusia.
Sifat bahaya bahan kimia dan faktor yang mempengaruhinya dapat
dipahami dengan baik apabila kita dapat memahami sifat dari bahan
kimia berbahaya tersebut secara garis besar beserta label bahayanya.
1) Kategori Bahan Kimia Berbahaya
Yang termasuk kategori bahan berbahaya adalah bahan-bahan yang
mempunyai sifat:
a) Memancarkan radiasi
b) Mudah meledak
c) Mudah menyala/ meledak
d) Oksidator
e) Racun
f) Karsinogenik
g) Iritasi
h) Sensitisasi
i) Teratogenik
j) Mutagenic
k) Korosi
2) Pengaruh Bahan Kimia terhadap Kesehatan
a) Menyebabkan iritasi
b) Menimbulkan alergi
c) Menyebabkan sulit bernapas
d) Menimbulkan racun sistemik
e) Menyebabkan kanker
f) Menyebabkan kerusakan/ kelainan janin
g) Menyebabkan pnemokoniosis
h) Menyebabkan efek bius (narkotika)

3) MSDS dan Label (Material Safety Data Sheet) lembar data


keselamatan bahan
Lembar data keselamatan bahan secara garis besar harus memuat
penjelasan-penjelasan antara lain:
a) Identifikasi dari bahan
b) Komposisi dan cirri fisik khusus dari bahan
c) Informasi tentang bahaya bahan
d) Tata cara penanggulangan bahaya dan prosedur penggunaan
yang benar
e) Tata cara penyimpanan bahan dan penggunaan yang aman

h. Faktor Biologi
Faktor biologis penyakit akibat kerja banyak ragamnya, yaitu virus,
bakteri protozoa, jamur, cacing, kutu pinjal, mungkin pula hewan atau
tumbuhan. Penyakit jamur kutu, sering diderita para pekerja yang tempat
kerjanya lembab dan basah atau bila mereka terlalu banyak merendam
tangan atau kaki di air seperti pencuci. Agak berbeda dari faktor-faktor
penyebab penyakit akibat kerja lainnya, faktor biologis dapat menular
dari seorang pekerja ke pekerja lainnya. Usaha yang lain harus pula
ditempuh cara pencegahan penyakit menular, antara lain imunisasi
dengan pemberian vaksinasi atau suntikan, mutlak dilakukan untuk
pekerja-pekerja di Indonesia.
Sebagai usaha kesehatan biasa, adalah imunisasi dengan vaksin cacar
terhadap variola, dan dengan suntikan terhadap kolera, tipes, dan
paratifes perut. Bila memungkinkan diadakan pula imunisasi terhadap
TBC dengan BBG yang diberikan kepada pekerja-pekerja dan
keluarganya yang reaksinya terhadap uji mantoux negative, imunisasi
terhadap difteri, tetanus, batuk rejan dari keluarga-keluarga pekerja
sesuai dengan usaha kesehatan anak-anak dan keluarganya, sedangkan
di Negara yang maju diberikan pula imunisasi denganvirus influenza.

4. STANDAR MANAJEMEN KEAMANAN GEDUNG DAN FASILITAS


Standar manajemen sarana, prasarana dan peralatan Rumah Sakit
meliputi:
a. Setiap Sarana dan prasarana serta peralatan Rumah Sakit harus
dilengkapi dengan :
1) Kebijakan tertulis tentang komite sebagai pengelolaan K3 di Rumah
Sakit Umum Daerah Simo.
2) Pedoman dan standar prosedur opersional K3.
3) Perizinan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
4) Sistem Komunikasi baik Internal Maupun Eksternal.
5) Sertifikasi.
6) Program pemeliharaan Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai,
siap dan layak pakai.
7) Manual operasional yang jelas.
8) System alarm, system pendeteksi api/kebakaran dan penyediaan
alat pemadam api / kebakaran.
9) Rambu-rambu K3 seperti rambu larangan dan rambu penunjuk arah.
10) Fasilitas sanitasi yang memadai dan memenuhi persyaratan
kesehatan fasilitis penanganan limbah padat, cair dan gas.
b. Setiap sarana dan prasaran serta peralatan Rumah Sakit yang
menggunakan bahan Beracun Berbahaya maka pengirimannya harus
dilengkapi dengan lembar MSDS ( Material Safety Data Sheet) dan
disediakan ruang atau tempat penyimpanan khusus bahan beracun
berbahaya yang aman.
c. Setiap pekerja atau operator sarana, prasarana dan peralatan harus
melakukan pemeriksaan kesehatannya secara berkala.
d. Setiap lingkungan kerja didalam sarana, prasarana dan peralatan harus
dilakukan pemantauan atau monitoring kualitas lingkungan kerja secara
berkala.
e. Sarana, prasarana dan peralatan Rumah Sakit harus dikelolah oleh
tenaga yang mimiliki pengetahuan dan pengalaman K3 yang memadai.
f. Peta / Dena lokasi / ruang/ yang dianggap berisiko dengan dilengkapi
symbol-simbol khusus untuk daerah / tempat/ area yang beresiko dan
berbahaya.
g. Daerah yang terutama beresiko dan berbahaya yaitu :
1) laboratorium
2) radiologi
3) farmasi
4) sterilisasi sentral
5) kamar operasi
6) genset
7) kamar isolasi penyakit menular
8) pengolahan limbah
9) laundry.
h. Khusus sarana bangunan yang menggunakan bahan beracun berbahaya
harus dilengkapi fasilitas dekontaminasi bahan beracun berbahaya.
i. Apabila ada renovasi Pasang tulisan “ Maaf terganggu sedang ada
renovasi”, “Maaf dilarang melewati area proyek”.
j. Lokalisir gedung yang direnovasi dengan menggunakan terpal.
k. Program penyehatan lingkungan meliputi penyehatan ruang dan
bangunan, penyehatan makanan dan minuman, penyehatan air,
penanganan limbah, penyehatan tempat pencucian umum termasuk
laundry, pengendalian serangga, tikus dan binatang penggangu lain,
pemantauan sterilisasi dan desinfeksi, perlindungan radiasi dan upaya
promosi kesehatan lingkungan.
l. Evaluasi, pencatatan dan pelaporan program pelaksanaan K3 sarana,
dan prasarana dan peralatan Rumah Sakit.
m. Kalibrasi (internal dan legal) secara berkala terhadap sarana dan
prasarana dan Peralatan yang disesuaikan dengan jenisnya.

5. STANDAR ALAT PELINDUNG DIRI (APD)


Merupakan suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindung
seseorang dalam pekerjaan yang fungsinya mengisolaso tubuh tenaga
kerja dari bahaya di tempat kerja. APD dipakai setelah usaha rekayasa
(engineering) dan cara kerja yang aman (work practices) telah maksimum.
Kelemahan penggunaan APD:
a. Kemampuan perlindungan yang tidak sempurna
b. Sering APD tidak dipakai karena kurang nyaman :
1) Jenis Alat Pelindung diri (APD)
2) Alat Pelindung Kepala
Berdasarkan fungsinya, dapat dibagi menjadi 3 bagian:
a. Topi pengaman (safety helmet), untuk melindungi kepala dari benturan
atau pukulan benda-benda
b. Topi/ tudung untuk melindungi kepala dari api, uap-uap korosif, debu,
kondisi iklim yang buruk
c. Tutup kepala, untuk menjaga kebersihan kepala dan rambut atau
mencegah lilitan rambut dari mesin
Alat pelindung kepala ini dapat dilengkapi dengan alat pelindung diri
yang lain, yaitu:
1) Kacamata/ goggles
2) Penutup muka
3) Penutup telinga
4) Respirator. Dll
5) Alat Pelindung Telinga
Ada dua jenis:
a) Sumbat telinga (ear plug)
b) Tutup telinga (ear muff)
Sumbat telinga
Adalah menahan frekuensi tertentu saja, sedangkan frekuensi
untuk bicara biasanya tak terganggu. Kemampuan attenuasi (daya
lindung): 25-30 dB. Bila ada kebocoran sedikit saja, dapat
mengurangi attenuasi kurang lebih 15 dB. Sumbat telinga yang
terbuat dari kapas mempunyai daya attenuasi paling kecil antara 2-
12 dB.
Tutup Telinga
Jenisnya sangat beragam, tutup telinga mempunyai daya lindung
(attenuasi) berkisar 25-30 dB.
Untuk keadaan khusus dapat dikombinasikan antara tutup telinga
dengan sumbat telinga, sehingga dapat mempunyai daya lindung
(attenuasi) yang lebih besar.
d. Alat Pelindung Muka dan Mata
Mempunyai fungsi melindungi muka dan mata dari :
1) Lemparan benda kecil
2) Lemparan benda panas
3) Pengaruh cahaya
4) Pengaruh radiasi tertentu
Syarat alat pelindung muka dan mata
1) Ketahanan terhadap api
2) Ketahanan terhadap lemparan benda-benda
3) Syarat optis tertentu
4) Alat pelindung mata terhadap radiasi
Alat pelindung mata
Ada beberapa jenis diantaranya:
a) Kacamata biasa (spectacle goggles)
Kacamata terutama pelindung mata dapat dengan mudah atau
tenpa pelindung samping. Kacamata dengan pelindung samping
lebih banyak memberikan perlindungan.
b) Goggles
c) Mirip kacamata, tetapi lebih protectif dan lebih kuat terikat karena
memakai ikat kepala. Dipakai untuk pekerjaan yang amat
membahayakan bagi mata.

e. Alat Pelindung Pernapasan


Ada 3 jenis alat pelindung pernapasan
1) Respirator yang sifatnya memurnikan udara
a) Respirator yang mengandung bahan kimia
i. Topeng gas dengan canister
ii. Respirator dengan cartridge
b) Respirator dengan filter mekanik
i. Bentuk hampir sama dengan respirator cartridge kimia, tapi
pemurni udara berupa saringan/ filter
ii. Biasanya digunakan pada pencegahan debu

2) Respirator yang mempunyai filter mekanik dan bahan kimia


1) Respirator yang dihubungkan dengan supply udara bersih
Supply udara berasal dari:
a) Saluran udara bersih/ kompresor
b) Alat pernapasan yang mengandung udara (SCBA)

Biasanya berupa tabung gas yang berisi:


i. Udara yang dimampatkan
ii. Oksigen yang dimampatkan
iii. Oksigen yang dicairkan

3) Respirator dengan supply oksigen


Biasanya berupa “self conbtained Breathing Apparatus)
Yang harus diperhatikan pada respirator jenis tersebut diatas:
a) Pemilihan yang tepat sesuai dengan jenis bahaya
b) Pemakaian yang tepat
c) Pemeliharaan dan pencegahan terhadap penularan penyakit

f. Pakaian Kerja
Harus dianggap sebagai alat pelindung diri, pakaian kerja khusus untuk
pekerjaan dengan sumber-sumber bahaya tertentu seperti:
1) Terhadap radiasi panas
Pakaian kerja untuk radiasi panas, radiasi harus dilapisi bahan yang
bisa merefleksikan panas, biasanya alumunium dan berkilau. Bahan-
bahan pakaian lain yang bersifat isolasi terhadap panas adalah wool,
katun, asbes (tahan sampai 500C, kaca tahan sampai 450C, dll.
2) Terhadap radiasi mengion
Pakaian kerja harus dilapisi dengan timbale, biasanya berupa apron
3) Terhadap cairan dan bahan-bahan kimia
Biasanya terbuat dari bahan plastic atau karet

g. Sarung Tangan
Fungsinya melindungi tagan dan jari-jari dari api, panas, dingin, radiasi
elektromagnetik dan radiasi mengion, listrik, bahan kimia, benturan dan
pukulan, luka, lecet dn infeksi.
Bahan-bahan yang digunakan dapat berupa:
1) Asbes, katun, wool untuk panas dan api
2) Kulit untuk panas, listrik, luka dan lecet
3) Karet alam atau sintetik, untuk kelembaban air, bahan kimia, dll
4) Poli vinyl chloride (pvc), untuk zat kimia, asam kuat, oksidator, dll
h. Pelindung Kaki
Untuk melindungi kaki dari tertimpa benda-benda berat, terbakar karena
logam cair, bahan kimia korosif, dermatitis karena bahan-bahan kimia,
kemungkinan tersandung atau tergelincir.
1) Syarat-syarat APD
2) Enak dipakai
3) Tidak mengganggu kerja
Memberikan perlindungan yang efektif sesuai dengan jenis bahaya
ditempat kerja.
1) yang tidak terlindung (untuk pekerja lain, batas ini biasanya hanya 2
meter)
2) Perancah harus diinspeksi oleh orang yang kompeten dan pelaporan
hasil inspeksi terdata pada buku log perancah dengan criteria
sebagai berikut :
a) Sebelum penggunaan pertama
b) Setelah perubahan yang substansial
c) Setelah angin besar atau tumbukan
d) Jangka tertentu yang tidak melebihi 7 (tujuh) hari.
3) Jangan pergunakan dan bekerja dengan perancah kecuali luas
platform perancah tersebut minimal 4 board, dilengkapi dengan
handrail, intermediaterail dan toe board.
4) Pekerjaan ringan dapat dilakukan tanpa handrail tetapi diperlukan
penggunaan full harness yang dapat dikaitkan pada anchor
5) Akses harus dilengkapi dengan tangga yang aman
6) Jangan memindahkan board perancah, handrail atau anchor untuk
menjalankan kegiatan.
7) Tergelincir, Tersandung dan Jatuh (slips, trips, and falls)
a) Tergelincir, tersandung dan terjatuh adalah penyebab umum
yang lain dari cidera dalam industri, hal ini dapat terjadi di/dari
permukaan yang tidak rata pada lokasi penambangan dan
jalan atau adanya masalah dengan housekeeping yang
kurang baik di area kerja.
b) Sebagaimana hasil dari analisa kecelakaan, tergelincir,
tersandung dan terjatuh
c) Menyebabkan hampir 30% dari cidera
d) Kemungkinan tergelincir, tersandung dan terjatuh dapat
dikurangi melalui prosedur house keeping sederhana sebagai
berikut :
i. Jaga tempat kerja agar selalu tetap rapi
ii. Pergunakan tempat pembuangan scrap dan sampah
yang tersedia.
iii. Tata letak dan tata ruang yang rapi dapat
menghindarkan kemungkinan cidera.
iv. Pekerjaan tidak dapat dianggap selesai sampai Anda
selesai merapikannya.
v. Housekeeping yang baik mengarah pada keselamatan
secara lebih luas.
vi. Tumpuk dan tatalah material pada posisi yang stabil dan
kokoh
vii. Letakkan alat dan peralatan lain untuk menghindari
terjatuh atau menjatuhi orang di bawahnya
viii. Pasang rambu-rambu dengan jelas di pagar atau
penutup lubang di lantai, atap atau tanah.
ix. Rapikan dan bersihkan gang, jalan setapak, jalan dan
tangga dari penghalang.
x. Setiap pekerjaan penggalian di area kerja harus diberi
tanda/dikelilingi dengan handrail.
xi. Menyediakan toeboard dan railing pada semua perancah
dan platform.
xii. Saat bekerja di ketinggian singkirkan semua material
yang dapat terlepas seperti baut, mur, peralatan/ tools,
kayu-kayu, dll jika pekerjaan telah selesai.
xiii. Jangan pernah melemparkan alat atau material, pastikan
disampaikan dari tangan ke tangan.
xiv. INGAT, sebuah mur atau baut yang terjatuh dari
ketinggian dapat membunuh seseorang.
BAB IV
DOKUMENTASI

A. PENCATATAN DAN PELAPORAN


9. Rumah sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan insiden yang
meliputi kejadian tidak diharapkan (KTD), kejadian nyaris cedera dan
kejadian sentinel.
10. Pencatatan dan pelaporan terjadinya insiden yang diakibatkan
oleh factor “Keamanan “gedung dan fasilitas fisik mengacu pada pedoman
K3 yang dikeluarkan oleh Komite Keselamatan, Keamanan dan Kesehatan
Kerja rumah sakit (K3RS)
11. Pelaporan insiden terdiri dari :
12. Pelaporan kecelakaan kerja
13. Pelaporan PAK (penyakit akiibat kerja)
14. Semua kejadian dilaporkan kepada Direktur secara berkala.
15. Pelaksanaan monitoring dilakukan dengan cara melihat dokumen
yaitu :
d. Pencatatan dan pelaporan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK).
e. Pencatatan dan pelaporan Penyakit Akibat Kerja (PAK).
f. Catatan-catatan kegiatan harian.

Ditetapkan di Simo
Pada Tanggal......................... 2018
DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIMO

FX. KRISTANDIYOKO
Lampiran II : Keputusan Direktur RSUD SIMO
Nomor :
Tanggal :
Tentang : Kebijakan Manajemen Risiko Fasilitas Dan Lingkungan Di
RSUD SIMO

DAFTAR AREA BERESIKO TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN


DI RSUD SIMO
JENIS RESIKO IDENTIFIKASI BAHAYA AREA/LOKASI
KEAMANAN  Penculikan Bayi  Ruang Perinatologi & ruang
LINGKUNGAN  Penyanderaan Perawatan anak
RS  Kehilangan barang milik  Seluruh ruang perawatan
pasien dan keluarga  Seluruh area perawatan,
 Kehilangan kendaraan ruang keuangan
bermotor  Area parker
 Kehilangan sarana  Seluruh Area di rumah sakit
prasarana RS  Area disekitar lokasi renovasi
 Keselamatan saat ada  R.Genset,Area parker
renovasi / pembangunan  R.Genset,R fisioterapi,Ipsrs
 Bising  R.Radiologi,R Fisioterapi
 Getaran
 Radiasi

KESELAMATAN  Terjatuh/terpeleset di  Area yang lantainya ada


PASIEN, RAM/tangga beda ketinggian
PENGUNJUNG  Lantai di kamar mandi  Seluruh Kamar mandi di RS
DAN  Tersengat listrik  Seluruh area RS
KARYAWAN  Terpeleset di lantai  Lantai yangl licin,basah

Anda mungkin juga menyukai