Anda di halaman 1dari 9

1. Siapakah Clifford Geertz?

Bagaimana perjalanan intelektual sebagai ilmuan sosial

dan antropologi? Riwayat singkat Geertz dalam melakukan sejumlah penelitian di

Indonesia dan karya-karya yang lahir, khususnya yang berkontribusi dalam

lahirnya teori antropologi interpretative/tafsir kebudayaan?

Clifford Geertz merupakan ilmuan sosial dan antropologi budaya pernah

melakukan penelitian lapangan di Indonesia dan Maroko. Dia adalah ilmuan

berkebangsaan Amerika Serikat yang lahir pada tanggal 23 Agustus 1926 di San

Fransisco, California, Amerika Serikat. Dalam perjalanan intelektual sebagai ilmuan

sosial dan antropologi, Clifford Geertz mengenyam pendidikan tinggi dan menerima gelar

sarjana dalam bidang filsafat dari Antioch College, Ohio pada tahun 1950 (Effendi, 2020).

Kemudian, Clifford Geertz melanjutkan studi antropologi di Harvard University. Pada

tahun kedua studinya di Harvard University, Geertz bersama isterinya yakni Hildred,

melakukan perjalanan ke Pulau Jawa dan tinggal di sana selama dua tahun untuk

mempelajari masyarakat multiagama, multiras yang cukup kompleks di suatu kota kecil

yang dikenal dengan nama samaran – Mojokuto (Laila, 2017). Pada tahun 1956, Geertz

kembali ke Harvard University untuk memperoleh gelar Doktor dari Harvard’s

Deaprtement of Social Relations dengan spesialisasi dalam Antropologi (Effendi, 2020).

Clifford Geertz memulai karir dengan bergabung di dunia militer, dimana ia

ditugaskan untuk melayani Angkatan Laut Amerika Serikat selama Perang Dunia II.

Selanjutnya, ia pernah mengajar di Universitas Chicago sebagai professor antropologi

dan kajian perbandingan negara-negara baru. Ia juga pernah mengajar sebagai professor

tamu di Universitas Princeton, sampai akhirnya ia tergabung dengan Institute for

Advanced Study. Pada tahun 2000, Geertz pensiun dari Institute for Advanced Study,

tetapi hal ini tidak membuatnya berhenti menulis menuangkan pemikiran-pemikiran

besarnya (Effendi, 2020). Clifford Geertz terkenal dan popular di Indonesia sebagai
antropolog yang memberikan banyak kontribusi dan pemikiran hebat dalam antropologi

budaya setelah melakukan penelitian di Jawa dan Bali. Penelitian tersebut menghasilkan

beberapa buku penting tentang kebudayaan Indonesia (Geertz, 1977).

Posisi Geertz sebagai seorang antropolog dan sosiolog merupakan generasi

pertama Indoesianis yang menaruh perhatian besar terhadap perkembangan dan isu-isu

social-budaya yang terjadi di Indonesia. Geertz telah berdedikasi selama 10 tahun lebih

dalam penelitian lapangan (di Jawa, Bali, dan Maroko) dan 30 tahun digunakannya untuk

menulis tentang hasil-hasil penelitiannya, dengan tujuan menyampaikan pemikiran

besarnya tentang antropologi interpretative/tafsir kebudayaan (Effendi, 2020). Adapun

karya-karya yang lahir dari sosok Clifford Geertz yaitu The Interpretation of Cultures,

Islam Observed: Religious Development in Morocco and Indonesia, Available Light,

Local Knowledge, Works and Lives: The Anthropologist as Author, After The Fact: Two

Countries, Four Decades, One Anthropologist, The Religion of Java, Peddlers and

Princes, The Social History of an Indonesian Town, Kinship in Bali, Negara: The Theater

State in 19th Century Bali, dan Agricultural Involution (Effendi, 2020).

2. Perbedaan teori symbol dari para ahli antropologi inggris (Douglas, Turner, etc)

dengan teori symbol dalam tafsir kebudayaan Geertz? Jelaskan letak perbedaannya

dan berikan contoh!

Teori simbol dari pada Teori simbol dalam tafsir

ahli antropologi Inggris kebudayaan Geertz

Tokoh yang mempopulerkan Victor Turner (Sahar, 2019) Clifford Geertz (Geertz,

1977)

Bidang spesialisasi Antropologi social (J. D. Antropologi budaya (Geertz,


Moore, 2009) 1977)

Asumsi Simbol memulai tindakan Manusia memerlukan

social dan merupakan “sumber penerangan”

“pengaruh yang dapat simbolis untuk

ditentukan yang mendorong mengorientasikan diri pada

orang dan kelompok untuk system makna dalam budaya

bertindak” (H. L. Moore & tertentu (Geertz, 1977)

Sanders, 2014)

Dipengaruhi oleh Emile Durkheim (J. D. Max Weber (Keesing, 2018)

Moore, 2009).

Fokus Lebih mementingkan cara Lebih mementingkan

symbol berfungsi dalam keterlibatan individu dengan

masyarakat (Barnard, 2004) operasi budaya secara

keseluruhan (Geertz, 1977)

Konsep dimensi Exegetical Meaning Kebudayaan sebagai system

(Dimensi Eksegetik), kognitif/engentahuan (mode

Operational Meaning of), kebudayaan sebagai

(Dimensi Operasional), system nilai/evaluative

Positional Meaning (mode for), kebudayaan

(Dimensi Posisional) (Sahar, sebagai simtem symbol

2019) (Amrozi, 2021)

Dikenal sebagai cara Cara pandang Inggris Cara pandang Amerika

pandang (Hendro, 2020) (Pertiwi, 2018)

Contoh Kajian ritual di masyarakat Agama dipandang

Ndembu di Afrika berdasarkan pengalaman


dipandang sebagai symbol pribadi pemeluk agamanya.

yang dipakai oleh msyarakat Agama tidak didefinisikan

Ndembu untuk secara umum, tetapi

menyampaikan konsep penahaman tentang agama

kebersamaan. Ritual bagi didasarkan pada apa yang

msyarakat Ndembu dihayati oleh penganut

berfungsi sebagai tempat agama yang bersangkutan.

mentransendensikan konfluk Misalnya dalam

keseharian kepada nilai-nilai merepresentasikan keadaan

spiritual agama (J. D. beragama masyarakat

Moore, 2009) Mojokuto, Geertz

memperkenalkan tiga

konsep yang

mencerminakan, yaitu:

abangan, santri, dan priyayi

(Nasruddin, 2011)

Dalam teori simbolik yang dipopulerkan oleh Victor Turner memiliki ciri-ciri,

yaitu: 1) Multivokal, simbol itu mempunyai banyak arti, menunjuk pada banyak hal,

pribadi atau fenomena; 2) Polariasi, simbol mempunyai banyak arti, maka ada arti

yang saling bertentangan; 3) Unifikasi, simbol yang digunakan dalam masyarakat

mesti dilihat sebagai sesuatu yang menyatu antara hidup sosial, kultural dan religius

masyarakat yeng bersangkutan. Kaitanya dengan proses pemaknaan simbol, Turner

juga menunjuk tiga dimensi arti simbol, yaitu pertama eksegetik, arti simbol yaitu

cakupan penafsiran yang diberikan oleh informan asli kepada peneliti, sehingga
interpretasi harus digolongkan menurut ciri sosial dan kualifikasi informan

[wawancara]. Kedua dimensi operasional, dimensi ini tidak dapat mencakup

penafsiran yang bersifat verbal, tetapi apa yang ditunjukan kepada pengamat dan

peneliti [observasi], dan ketiga, dimensi posisional, bahwa simbol-simbol itu berelasi

dengan simbol lain, jadi pada hubungan dengan simbol ritual tertentu ditekankan,

sementara pada saat yang lain malah tidak ditekankan sama sekali. Jadi pada

hakikatnya simbol tidak berdiri sendiri melainkan terikat dalam kesatuan kebudayaan

(Sahar, 2019).

Sedangkan secara umum interpretatif simbolik menekankan pada perhatian

berbagai wujud konkret dari makna kebudayaan manusia. Pandangan tersebut

dihubungkan dengan konsep simbolik untuk mencari sebuah makna. Oleh sebab itu

untuk mencari sebuah makna dari kebudayaan seseorang harus menggunakan simbol.

Konsep yang terdapat dalam teori interpretaif simbolik ada tiga. Pertama, kebudayaan

sebagai system kognitif atau pengetahuan (mode of), kebudayaan merupakan sesuatu

yang dilihat atau dilakukan manusia dalam kehidupan sehari-hari sebagai sesuatu

yang nyata. Kedua, kebudayaan sebagai sistem nilai atau evaluatif (mode for),

kebudayaan merupakan rangkaian pengetahuan manusia yang berisi model-model

yang secara selektif digunakan untuk menginterpretasi, mendorong dan menciptakan

suatu tindakan. Kebudayaan dijadikan sebagai pedoman tindakan. Ketiga, kebudayaan

sebagai sistem simbol, kebudayaan dalam hal ini sebagai sesuatu yang tidak berada di

dalam batin manusia, tetapi yang berada di antara para warga sebagai sesuatu yang

harus “dibaca” atau “ditafsirkan”. Melalui makna sebagai suatu instansi pengantara,

maka sebuah simbol dapat menerjemahkan pengetahuan menjadi nilai, dan juga dapat

menerjemahkan seperangkat nilai menjadi suatu sistem pengatahuan (Amrozi, 2021).


3. Pada aspek metodologi penelitian, jelaskan kelemahan dan kekuatan dari

pendekatan tafsir kebudayaan ini dalam menjelaskan variasi kebudayaan manusia?

Keterbatasan apa yang dihadapi Ketika kita melakukan penelitian etnografi dan

menggunakan teori tafsir kebudayaan? Hal apa saya yang menjadi keunggulan

/kekuatan dari paradigma tafsir kebudayaan ini?

Pendekatan tafsir kebudayaan dikritik bahwa sisi pragmatic pendekatan ini lebih

banyak dipengaruhi oleh seni dan humanitas dari pada ilmu-ilmu alamiah, sehingga

validitas dari eksplanasi interpretative dinilai lemah dan tidak memenuhi standar ilmiah

(Harris, 1979). Namun, selama eksplanasi intrepretasi dilakuan secara sistematik,

konsisten, koheren, dapat direplikasi, dapat dibuktikan, maka validitas interpretatif ini

dinilai memenuhi standar ilmiah (Harris, 1974). Kelemahan pendekatan tafsir kebudayaan

yaitu kurang memiliki pedoman teoritis dan metodologis yang eksplisit. Sehingga

terdapat permasalahan yang mencakup masalah replikabilitas dan masalah verifikasi yang

menjadi kelemahan metodologis pendekatan ini. Para pakar juga menyarankan untuk

mempelajari manusia dan kebudayaannya melalui pendekatan partikuralistik dan

ideografik, karena itu manusia dan kebudayaannya dapat benar-benar diinterpretasikan

dan dipahami, bahkan diapresiasikan (J. D. Moore, 2009).

Selain itu disamping kelemahan tersebut, terdapat sejumlah kelebihan/kekuatan

dari pendekatan tafsir kebudayaan yang dikemukakan oleh Geertz. Pendekatan tafsir

kebudayaan yang ditawarkan oleh Geertz bersifat interpretative, yaitu sebuah konsep

semiotic, Kebudayaan dipandang sebagai suatu teks yang perlu diinterpretasikan

maknanya daripada sebagai suatu pola perilaku yang sifatnya kongkrit. Dengan demikian,

variasi kebudayaan dapat dijelaskan secara menyeluruh (H. L. Moore & Sanders, 2014).

Dalam usahanya menjelaskan variasi kebudayaan, Geertz memahami kebudayaan sebagai

jaringan makna symbol yang dalam penafsirannya pelu dilakukan suatu pendeskripsian
yang sifatnya mendalam (thick description). Sejalan dengan hal tersebut, Geertz

menjelaskan bahwa tafsir budaya dalam konsep kebudayaan simbolik adalah suatu

pendekatan yang sifatnya hermeneutic, yaitu pendekatan yang melihat kebudayaan

sebagai teks-teks yang harus dibaca, ditransliterasikan, dan diinterpretasikan untuk

mengetahui variasi kebudayaan secara kongkrit dan memahami makna terkandung yang

sesungguhnya (Amrozi, 2021).

Ketika kita melakukan penelitian etnografi menggunakan tafsir kebudayaan, maka

perlu diperhatikan hambatan-hambatan/keterbatasan yang perlu diperhatikan dalam

menggunakan pendekatan ini. Pertama, masalah replikabilitas, dimana kita harus

berupaya memahami pandangan imajinatif Clifford Geertz, sehingga kita mampu

memahami paradigm antropologi simbolik dengan tepat dalam implementasi pendekatan

tafsir kebudayaan. Kedua, masalah verikfikasi, dimana kita harus memastikan resistensi

terhadap artikulasi konseptual dan metode-metode sistematik penilaian yang menjadi isu

verifikasi dalam pendekatan ini (Barnard, 2004).

Walaupun demikian tafsir kebudayaan dalam paradigm antropologi simbolisme /

antropologi interpretative / antropologi humanistic berupaya merekonstruksikan

antropologi kebudayaan dan strategi menemukan eksplanasi kausal bagi perilaku manusia

menjadi strategi untuk menemukan interpretasi dan makna dalam tidakan manusia.

Paradigma tafsir kebudayaan menawarkan cara pandang baru dalam memahami

kebudayaan secara interpretative, sehingga kebudayaan dipahami secara menyeluruh

dengan menelaah dan memahami makna yang sesungguhnya. Inilah yang menjadi

keunggulan paradigm tafsir kebudayaan, dimana kebudayaan dipandang lebih luas dan

universal berdasarkan pengalaman individu yang terinetgrasi dengan budaya tersebut.

Dalam paradigm tafsir kebudayaan, analisis kebudayaan bukanlah ilmu eksperimental

dalam mencari hukum, melainkan interpretative dalam mencari makna.


Referensi:

Amrozi, S. R. (2021). Keberagamaan Orang Jawa Dalam Pandangan Clifford


Geertz Dan Mark R. Woodward. Fenomena, 20(1), 61–76.
https://doi.org/10.35719/fenomena.v20i1.46
Barnard, A. (2004). History and Theory in Anthropology. Cambridge University
Press.
Effendi, D. I. (2020). “The Religion of Jawa” Karya Clifford Geertz.
Geertz, C. (1977). The Interpretation Of Cultures (Basic Books Classics). Basic
Books, Inc., Publishers. http://www.amazon.com/Interpretation-
Cultures-Basic-Books-Classics/dp/0465097197
Harris, M. (1974). Cows, Pigs, Wars and Witches. The Riddles of Culture.
Random House. https://doi.org/10.2307/25159210
Harris, M. (1979). Cultural Materialism : The Stuggle for a Science of Culture.
Random House.
Hendro, E. P. (2020). Simbol: Arti, Fungsi, dan Implikasi Metodologisnya.
Jurnal Ilmiah Kajian Antropologi, 3(2), 158–165.
Keesing, R. M. (2018). Toeri-Teori Tentang Budaya. Antropologi, 1(52), 1–29.
Laila, A. A. (2017). Kepercayaan Jawa dalam Novel Wuni Karya Ersta
Andantino (Interpretatif Simbolik Clifford Geertz). Interpretatif
Simbolik Clifford Geertz, 1(1), 1–10.
Moore, H. L., & Sanders, T. (2014). Anthropology in Theory: Issues in
Epistemology. John Wiley & Sons, Inc.
http://books.google.co.uk/books?id=Qi9IAgAAQBAJ
Moore, J. D. (2009). Visions of Culture: An Introduction to Anthropological
Theories and Theorists. AltaMira Press.
Nasruddin. (2011). Kebudayaan dan Agama Jawa. Religió: Jurnal Studi Agama-
Agama, 1(1), 33–46.
Pertiwi, A. D. (2018). Representasi Kepercayaan Masyarakat Jawa dalam Karya
Akmal Nasery Basral (Kajian Interpretatif Simbolik Clifford
Geertz). Sapala, 5(1), 1–10.
file:///C:/Users/ACER/Downloads/29570-34586-1-PB.pdf
Sahar, S. (2019). Kebudayaan Simbolik, Etnografi Religi Victor Tuner.
Sosioreligius, 2(IV), 1–12.

Anda mungkin juga menyukai