Anda di halaman 1dari 38

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Sectio Caesarea (SC)


2.1.1 Definisi Sectio Caesarea (SC)
Indarto (2010) menjelaskan operasi sesar adalah suatu proses
melahirkan jabang bayi melalui sayatan pada dinding perut dan
dinding rahim. Operasi bedah caesar atau Sectio Caesarea (SC) atau
yang lebih dikenal dengan operasi caesar adalah melahirkan bayi
melalui dinding perut dengan suatu tindakan operasi bedah dengan
melakukan irisan pada dinding perut dan dinding rahim ibu
(Rahmatullah & Kurniawan, 2019).Sectio caesarea adalah kelahiran
janin melalui insisi trans abdomen pada uterus dengan berat janin
diatas 500 gram. Sectio caesarea memiliki 2 tipe yaitu primer dan
sekunder, tiper primer mengacu pada histerotomi pertama kali dan
tipe sekunder mengacu pada uterus dengan satu atau lebih insisi
histerotomi sebelumnya (Syaiful, 2020).

Sayatan operasi sesar dapat dilakukan secara vertikal (membujur)


atau horizontal (melintang). Sayatan horizontal (melintang) pada
bagian bawah rahim saat ini lebih sering digunakan ketimbang
sayatan vertikal (membujur). Untuk pembiusan operasi sesar
biasanya dilakukan pembiusan spinal ( yang mati rasa hanya perut
sampai kaki), terkadang juga dapat menggunakan bius umum
(Indarto, 2010). Operasi sesar merupakan proses pengeluaran janin
atau persalinan yang mana dilakukan tindakan pembedahan untuk
melakukan sayatan atau insisi pada abdomen. Operasi sesar dapat
dilakukan dengan sayatan vertikal atau horizontal .

16
17

2.1.2 Jenis Sectio Caesarea


2.1.2.1 Sectio Caesarea transperitonealis profunda
Insisi di segmen bawah uterus yang biasanya disebut juga
dengan sectio caesarea transperitonealis propunda. Teknik
melintang atau memanjang bisa digunakan pada insisi
bawah rahim. Keunggulan dari pembedahan ini adalah :
a. Pendarahan pada luka insisi tidak banyak
b. Bahaya peritonitis tidak besar
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri
dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah
uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti
korpus uteri sehingga lupa dapat sembuh lebih sempurna.

Gambar 2. 1 Gambar insisi abdomen

2.1.2.2 Sectio caesarea klasik atau sectioa caesarea corporal


Sectio caesarea klasik ini di buat kepada korpus uteri,
pembedahan ini yang agak mudah dilakukan, hanya
diselenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan sectio
18

caesarea transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada


segmen ata uterus.

2.1.2.3 Sectio caesarea ekstra pertoneal


Sectio caesarea ekstra peritoneal dahulu di lakukan untuk
mengurangi bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan
bahaya injeksi pembadahan ini sekarang tidak banyak lagi
dilakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada
pasien infeksi uterin berat.

2.1.2.4 Sectio caesarea hysteroctomi


Sectio caesarea, dilakukan hyteroktomy dengan indikasi :
a. Atonia uteri
b. Plasenta accrete
c. Myoma uteri
d. Infeksi intra uteri berat

2.1.3 Indikasi Sectio Caesarea


Ada beberapa penyebab atau etiologi di lakukannya suatu tindakan
Sectio Caesarea (SC) (Manuaba, 2012) antara lain :
2.1.3.1 Berasal dari ibu
Adapun penyebab seksio sesaria yang berasal dari ibu yaitu ada
sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat
kesempitan panggul, plasenta previa terutama pada primigravida,
solutsio plasenta tingkat I-II, komplikasi kehamilan, kehamilan
yang disertai penyakit (jantung, DM), gangguan perjalanan
persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan sebagainya)
(Syaiful, 2020). Selain itu terdapat beberapa etiologi yang
19

menjadi indikasi medis dilaksanakannya seksio sesaria antara


lain :

a. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)


Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran
lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar
kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga
dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan
alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.

b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)


Pre eklamsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan
yang ditandai dengan timbunya hipertensi 160/100
mmHg atau lebih disertai proteinuriadan atau disertai
udema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.

c. KPD (Ketuban Pecah Dini)


Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum
terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum
terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini
adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu.

d. Faktor Hambatan Jalan Lahir


Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir
yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya
20

tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat


pendek dan ibu sulit bernafas.

2.1.3.2 Berasal dari janin


Etiologi seksio sesaria yang berasal dari janin yaitu fetal
distress/gawat janin, mal presentasi dan mal posisi
kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan
kecil, kegagalan persalinan vakum atau forseps ekstraksi
(Syaiful, 2020). selain itu etiologi dari janin antara lain :

a. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara sesar.
Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi
komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu
bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal (Manuaba, 2012).

b. Kelainan Letak Janin


1) Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada
pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling
rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala
bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.

b) Presentasi muka
21

Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga


bagian kepala yang terletak paling rendah ialah
muka.

c) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi
berada pada posisi terendah dan tetap paling
depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan
sendirinya akan berubah menjadi letak muka
atau letak belakang kepala.

2) Letak sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin
terletak memanjang dengan kepala difundus uteri
dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.
Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni
presentasi bokong, presentasi bokong kaki,
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki.

3) Letak lintang
Letak lintang atau miring (oblique) ini adalah
kelainan yang sering terjadi. Menyebabkan poros
janin tidak seusai dengan arah jalan lahir. Kelainan
ini hanya terjadi sebanyak 1%. Kelainan ini
biasanya ditemukan pada perut ibu yang
menggantung atau karena adanya kelainan bentuk
rahim. Sebelum memutuskan melakukan tindakan
operasi harus mempertimbangkan faktor
22

keselamatan ibu dan bayi (Jitowiyono &


kristiyanasari, 2012).

2.1.4 Komplikasi Sectio Caesarea (SC)


Beberapa komplikasi yang paling banyak terjadi dalam SC adalah
akibat tindakan anastesi, jumlah darah yang diekeluarkan oleh ibu
selama operasi berlangsung, komplikasi penyulit, Endometriosis
(radang endometrium), Tromboplebitis (gangguan pembekuan darah
pembuluh balik), Embolisme (penyumbatan pembuluh darah paru),
dan perubahan bentuk serta letak rahim menjadi tidak sempurna.
Komplikasi serius pada tindakan SC adalah perdarahan karena atonia
uteri, pelebaran insisi uterus, kesulitan mengeluarkan plasenta,
hematoma ligamentum latum (Broad Ligamen), infeksi pada saluran
genetalia, pada daerah insisi, dan pada saluran perkemihan
(Prawirohardjo, 2012).
Syaiful (2020) menjelaskan komplikasi Sectio Caesarea ada
beberapa yaitu;
2.1.4.1 Pada ibu
Infeksi Puerperium (Nifas) merupakan kenaikan suhu
beberapa hari dalam masa nifas, dibagi menjadi beberapa
yaitu ;
a. Pendarahan
b. Trauma kandung kemih diakibatkan karena kandung kemih
terpotong saat melakukan sectio caesarea.
c. Endometritis yaitu infeksi atau peradangan pada
endometrium.
d. Resikoruptura uteri pada kehamilan.
23

2.1.4.2 Pada bayi


Hipoxia, depresi pernapasan, sindrom gawat pernapasan,
trauma persalinan.

2.1.5 Kontraindikasi Sectio Caesarea


Menurut Syaiful (2020) operasi yang dapat membahayakan
keselamatan ibu adalah status maternal yang kurang baik ( misalnya
seperti penyakit paru-paru berat).

2.1.6 Menurut Mochtar (2013), perawatan yang diberikan pada pasien post
seksio sesaria diantaranya :
2.1.6.1 Pemberian cairan
Pada pasien post operasi pada 24 jam pertama dianjurkan
untuk puasa post operasi maka pemberian cairan perinfus
harus cukup banyak dan mengandung elektrolit yang
diperlukan agar tidak terjadi hipertermia, dehidrasi dan
komplikasi pada organ-organ tubuh yang lain. Cairan yang
diberikan biasanya dektrosa 5- 10%, garam fisiologis dan
Ringer laktat secara bergantian, jumlah tetesan tergantung
pada keadaan dan kebutuhan, kira-kira 20 tetes permenit.

2.1.6.2 Diet
Pemberian sedikit minuman sudah boleh diberikan pada 6-10 jam
setelah operasi berupa air putih yang jumlahnya dapat dinaikkan
pada hari pertama dan kedua pasca operasi.

2.1.6.3 Nyeri
Saat pasien sadar, 24 jam pertama rasa nyeri masih dirasakan
24

didaerah operasi. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan obat-


obat anti sakit atau penenang seperti suntikan intramuskuler
pethidine dengan dosis 100-150 mg atau morfin 10-15 mg atau
secara perinfus dengan obat-obatan lainnya.

2.1.6.4 Mobilisasi
Mobilisasi secara bertahap sangat berguna untuk membantu
jalannya penyembuhan pasien. Miring kanan dan kiri sudah dimulai
sejak 6-10 jam setelah pasien sadar, latihan pernapasan dapat
dilakukan pasien sambil tidur terlentang setelah sadar. Pada hari
kedua pasien dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam-dalam lalu menghembuskannya disertai
batukbatuk kecil guna untuk melonggarkan pernapasan sekaligus
menumbuhkan kepercayaan diri pasien untuk pulih.

Kemudian posisi tidur terlentang dirubah menjadi setengah duduk


atau semi fowler. Selanjurnya secara berturut-turut, hari demi hari
pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ke 2 pasca operasi sekurang-
kurangnya 2 kali dalam sehari (Syaiful, 2020).

2.1.6.5 Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada pasien, menghalangi involusi uteri dan menyebabkan
perdarahan, oleh karena itu dianjurkan pemasangan kateter tetap
yang terpasang 24-48 jam atau lebih tergantung jenis operasi dan
keadaan pasien.

2.1.6.6 Pemberian obat-obatan


25

Dapat diberiakan obat seperti antibiotika untuk mencegah


infeksi pada pasien, obat-obatan pencegah perut kembung
seperti plasil, perimperan, atau prostigmin untuk
memperlancar saluran pencernaan dan obat-obatan lainnya
seperti roboransia untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan
umum pasien, obat antiinflamasi, atau tranfusi darah.

2.1.6.7 Perawatan rutin


Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan dan
pengukuran dalam pemeriksana rutin yaitu tekanan darah,
deyut nadi, frekuensi pernapasan, jumlah cairan masuk dan
keluar, suhu tubuh, dan pemeriksaan lain sesuai jenis operasi.
Pemeriksaan tersebut sekurang-kurangnya dilakukan setiap 4
jam sekali dan dicatat dalam status pasien.

2.2 Konsep Perilaku Mobilisasi


2.2.1 Konsep Perilaku
2.2.2.1 Definisi Perilaku
Perilaku secara rasional diartikan sebagai respon seseorang
terhadap rangsangan dari luar subyek. Respon tersebut
terbagi menjadi dua macam yaitu, bentuk pasif dan bentuk
aktif. Bentuk pasif adalah respon internal yang terjadi
dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat dilihat
dari orang lain. Bentuk aktif adalah jika perilakunya dapat
diobservasi secara langsung (Triwibowo, 2015).

Dari pandangan biologi perilaku merupakan suatu kegiatan


atau aktivitas seseorang yang bersangkutan. Perilaku pada
manusia pada dasarnya merupakan suatu aktivitas dari
26

manusia itu sendiri sehingga perilaku manusia mempunyai


bentangan yang sangat luas mencakup berjalan, berbicara,
bereaksi, berpakaian dan lain sebagainya (Notoatmodjo,
2014). Perilaku adalah aktivitas seseorang yang dapat di
dilihat maupun tidak dapat dilihat oleh orang lain.

2.2.2.2 Jenis-jenis perilaku


Oktaviana (2015) menjelaskan ada beberapa jenis perilaku
individu, yaitu;
a. Perilaku sadar, perilaku yang melalui kerja otak dan pusat
susunan saraf
b. Perilaku tak sadar, perilaku yang spontan.
c. Perilaku tampak dan tidak tampak.
d. Perilaku sederhana dan kompleks.
e. Perilaku kognitif, afektif, konatif, dan psikomotor.

2.2.2.3 Bentuk-bentuk perilaku


Dilihat dari bentuk respon stimulus perilaku dapat
dibedakan menjadi dua menurut Notoatmodjo (2014),
yaitu ;
a. Bentuk pasif /Perilaku tertutup (covert behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
terselubung atau tertutup. Respons atau reaksi terhadap
stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada
seseorang yang menerima stimulus tersebut, dan belum
dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (overt behavior)


27

Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam


bentuk tindakan atau praktik, yang dengan mudah dapat
diamati atau dilihat orang lain.

2.2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku


Perilaku memiliki beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi menurut Sunaryo et al. (2016) dibagi
menjadi 2, yaitu ;
a. Faktor Genetik atau Faktor Endogen
Faktor genetik atau faktor keturunan merupakan konsep
dasar atau modal untuk kelanjutan perkembangan
perilaku makhluk hidup itu. Faktor genetik berasal dari
dalam individu (endogen), antara lain:
1) Jenis Ras
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku adalah ras.
Semua ras didunia memiliki perilaku yang spesifik, saling
berbeda dengan yang lainnya, ketiga kelompok terbesar
yaitu ras kulit putih (Kaukasia), ras kulit hitam (Negroid)
dan ras kulit kuning (Mongoloid).

2) Jenis Kelamin
Selain jenis ras, faktor yang mempengaruhi lainnya
adalah jenis kelamin. Perbedaan perilaku pria dan
wanita dapat dilihat dari cara berpakaian dan
melakukan pekerjaan sehari-hari, pria berperilaku
berdasarkan pertimbangan rasional. Sedangkan
wanita berperilaku berdasarkan emosional.
28

3) Sifat Fisik
Salah satu faktor genetik dalam individu adalah sifat
fisik. Perilaku individu akan berbeda-beda karena
sifat fisiknya yang tidak sama.

4) Kepribadian
Perilaku individu merupakan manifestasi dari
kepribadian yang dimilikinya sebagai pengaduan
antara faktor genetik dan lingkungan. Perilaku
manusia tidak ada yang sama karena adanya
perbedaan kepribadian yang dimiliki individu.

5) Bakat Pembawaan
Bakat pembawaan adalah kemampuan individu
untuk melakukan sesuatu lebih sedikit sekali
bergantung pada latihan mengenai hal tersebut.

6) Intelegensi
Intelegensi sangat berpengaruh terhadap perilaku individu,
oleh karena itu kita kenal ada individu yang intelegensi
tinggi yaitu individu yang dalam pengambilan keputusan
dapat bertindak tepat, cepat dan mudah. Sedangkan
individu yang memiliki intelegensi rendah dalam
pengambilan keputusan akan bertindak lambat.

b. Faktor eksogen atau faktor dari luar individu


Faktor yang berasal dari luar individu antara lain:
29

1) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan disini menyangkut segala sesuatu
yang ada disekitar individu. Lingkungan sangat
berpengaruh terhadap individu karena lingkungan
merupakan lahan untuk perkembangan perilaku
(Sunaryo et al., 2016). Menurut Notoatmodjo
(2014), perilaku itu dibentuk melalui suatu proses
dalam interaksi manusia dengan lingkungan.

2) Usia
Salah satu faktor dari luar individu adalah usia
seseorang. Usia adalah faktor terpenting juga dalam
menentukan sikap individu, sehingga dalam keadaan
diatas responden akan cenderung mempunyai
perilaku yang positif dibandingkan umur yang
dibawahnya (Sunaryo et al., 2016).

Menurut Hurlock (2012), masa dewasa dibagi


menjadi 3 periode yaitu masa dewasa awal (18-40
tahun), masa dewasa madya (41-60 tahun) dan masa
dewasa akhir (>61 tahun).

3) Pendidikan
Kegiatan pendidikan formal maupun informal
berfokus pada proses belajar dengan tujuan agar
terjadi perubahan perilaku, yaitu dari tidak tahu
menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti
30

dan tidak dapat menjadi dapat (Sunaryo et al.,


2016).

Menurut Notoatmodjo (2014), pendidikan


mempengaruhi perilaku manusia, beliau juga
mengatakan bahwa apabila penerimaan perilaku
baru didasari oleh pengetahuan, kesadaran, sikap
positif maka perilaku tersebut akan bersifat
langgeng. Dengan demikian semakin tinggi tingkat
pengetahuan seseorang maka semakin tepat dalam
menentukan perilaku serta semakin cepat pula untuk
mencapai tujuan meningkatkan derajat kesehatan.

4) Pekerjaan
Faktor lainnya yaitu pekerjaan, bekerja adalah salah satu
jalan yang dapat digunakan manusia dalam menemukan
makna hidupnya. Dalam berkarya manusia menemukan
sesuatu serta mendapatkan penghargaan dan pencapaian
pemenuhan diri (Sunaryo et al., 2016).

5) Agama
Faktor agama merupakan faktor yang berasal dari luar
individu. Agama sebagai suatu keyakinan hidup yang
masuk dalam konstruksi kepribadian seseorang sangat
berpengaruh dalam cara berpikir, bersikap, bereaksi dan
berperilaku individu (Sunaryo et al., 2016).

6) Sosial Ekonomi
31

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap


perilaku seseorang adalah lingkungan sosial,
lingkungan sosial dapat menyangkut sosial. Status
sosial ekonomi adalah posisi dan kedudukan
seseorang dimasyarakat berhubungan dengan
pendidikan, jumlah pendapatan dan kekayaan serta
fasilitas yang dimiliki.

7) Kebudayaan
Faktor dari luar individu lainnya adalah faktor
kebudayaan, Kebudayaan diartikan sebagai
kesenian, adatistiadat atau peradaban manusia,
dimana hasil kebudayaan manusia akan
mempengaruhi perilaku manusia itu sendiri
(Sunaryo et al., 2016).

2.2.2 Konsep Mobilisasi Dini


2.2.2.1 Definisi Mobilisasi
Ambulasi dini (early ambulation) merupakan suatu upaya
yang dilakukan selekas mungkin pada pasien pasca operasi
dengan membimbing pasien untuk dapat melakukan
aktivitas setelah proses pembedahan dimulai dari latihan
ringan di atas tempat tidur (latihan pernapasan, latihan
batuk efektif dan menggerakkan tungkai) sampai dengan
pasien bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi
(Brunner & Suddarth, 2013).
32

Ambulasi dilakukan secara bertahap sesuai kekuatan ibu.


Mobilisasi jangan dilakukan terlalu cepat sebab bisa
menyebabkan ibu terjatuh khususnya jika kondisi ibu masih
lemah atau memiliki penyakit jantung. Namun, mobilisasi
yang terlambat dilakukan juga sama buruknya, karena bisa
menyebabkan gangguan fungsi organ tubuh, aliran darah
tersumbat, terganggunya fungsi otot dan lain-lain (Sulfianti
et al., 2021).

Tujuan dan manfaat ambulasi dini adalah untuk


meningkatkan sirkulasi darah, memperlancar pengeluaram
lokea, mencegah risiko terjadinya tromboflebitis,
meningkatkan fungsi kerja peristaltik sehingga mencegah
distensi abdominal, konstipasi,meningkatkan fungsi kerja
kandung kemih sehingga mencegah gangguan berkemih,
mempercepat pemulihan kekuatan ibu, sehingga ibu merasa
lebih sehat dan kuat (Sulfianti et al., 2021).

Mobilisasi secara bertahap sangat berguna untuk membantu


jalannya penyembuhan pasien. Miring kanan dan kiri sudah
dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah pasien sadar, latihan
pernapasan dapat dilakukan pasien sambil tidur terlentang
setelah sadar (Mochtar, 2013). Pada ibu pasca SC ambulasi
dini bisa dimulai pada 24-36 jam post partum. Pada
ambulasi pertama sebaiknya ibu dibantu karena pada saat
ini biasanya ibu merasa pusing (Sulfianti et al., 2021).
33

2.2.2.2 Jenis-jenis Mobilisasi Dini


Menurut Indryani et al. (2021) menerangkan mobilisasi
memiliki beberapa jenis yaitu ;
a. Mobilisasi dini sebagian
Ketidaknormalan kerja saraf motorik dan sensori
sehingga menyebabkan tubuh tidak dapat bergerak
sepenuhnya atau tubuh mengalami gerakan yang
terbatas. Mobilisasi dini sabagian dibagi menjadi dua
jenis, yaitu;
1) Temporer
Gerakan terbatas yang hanya bersifat sementara.
Misalnya disebabkan oleh adanya trauma reversibel
pada sistem muskuloskeletal.
2) Permanen
Gerakan terbatas yang bersifat menetap. Kejadian
ini disebabkan karena rusaknya sistem saraf atau
sistem dalam tubuh yang lainnya. Misalnya
terjadinya hemiplegia pada pasien stroke.

b. Mobilisasi dini penuh


Kemampuan untuk bergerak bebas dan secara penuh
sehingga dapat melakukan kegiatan sehari-hari.
Mobilisasi dini penuh dapat mengembalikan fungsi
saraf motorik dan sensorik dalam mengontrol seluruh
area tubuh.

2.2.2.3 Tujuan Mobilisasi Dini


Indryani et al (2021) menjelaskan tujuan dari mobilisasi
dini yaitu;
34

a. Memperlancar peredaran darah ke seluruh tubuh


b. Mempertahankan fungsi organ-organ tubuh
c. Mempertahankan tonus otot dan sendi
d. Membantu pernafasan menjadi lebih baik
e. Memperlancar proses eliminasi
f. Membantu mempercepat proses penutupan luka jahitan pasca
operasi
g. Mengembalikan aktivitas tubuh

2.2.2.4 Manfaat Mobilisasi Dini


Manfaat melakukan mobilisasi Menurut Affandi (2014);
(Juliastuti et al., 2021) mobilisasi dini mempunyai beberapa
keuntungan sebagai berikut :
a. Mengurangi pengeluaran lokhia dan mengurangi infeksi
perineum.
a. Memperlancar sirkulasi darah.
b. Membantu proses pemulihan.
c. Mencegah terjadinya infeksi yang timbul karena gangguan
pembuluh darah baik.
d. Menjaga perdarahan lebih lanjut (Juliastuti et al., 2021).
e. Ibu merasa lebih sehat dan kuat dengan ambulasi dini dengan
bergerak, otot-otot dan panggul akan kembali normal
sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat
mengurangi rasa sakit. Dengan demikian ibu merasa sehat dan
membantu memperoleh kekuatan, memperceat kesembuhan
serta membantu mempercepat organ-organ tubuh bekarja
seperti semula.
f. Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli dengan
mobilisasi sirkulasi darah normal/lancar sehingga risiko
35

terjadinya trombosis dan tromboemboli dapat dihindari


(Aritonang, 2021).

2.2.2.5 Kerugian Bila tidak Melakukan Mobilisasi Dini


Menurut Susilowati (2015) ada beberapa kerugian bila ibu
tidak melakukan mobilisasi dini yaitu sebagai berikut ;
a. Komplikasi pada kandung kemih
b. Konstipasi
c. Trombosis vena masa nifas
d. Menyebabkan peningkatan suhu tubuh karena adanya infeksi
e. Gangguan pernafasan yaitu sekret akan terakumulasi pada
saluran pernafasan yang akan berakibat klien sulit batuk dan
mengalami gangguan bernafas.
f. Pada sistem kardiovaskuler terjadi hipotensi ortostatik yang
disebabkan oleh sistem syaraf otonom tidak dapat menjaga
keseimbangan suplai darah sewaktu berdiri dari berbagai
dalam waktu yang lama.
g. Pada gastrointestinal terjadi anoreksia diare atau konstipasi.
Anoreksia disebabkan oleh adanya gangguan katabolisme
yang mengakibatkan ketidakseimbangan nitrogen karena
adanya kelemahan otot serta kemunduran reflek deteksi, maka
pasien dapat mengalami konstipasi.

2.2.2.6 Hal- hal yang perlu diperlu diperhatikan dalam mobilisasi dini :
a. Janganlah terlalu cepat untuk melakukan mobilisasi dini
sebab bisa menyebabkan ibu terjatuh terutama bila kondisi ibu
masih lemah atau memiliki penyakit jantung. Apabila
mobilisasinya terlambat juga dapat menyebabkan
36

terganggunya fungsi organ tubuh, aliran darah, serta


terganggunya fungsi otot.
b. Ibu post partum harus melakukan mobilisasi secara bertahap.
c. Kondisi ibu post partum akan segera pulih dengan cepat bila
melakukan mobilisasi dengan benar dan tepat, dimana sistem
sirkulasi dalam tubuh bisa berfungsi normal.
d. Jangan melakukan mobilisasi secara berlebihan karena akan
membebani jantung.
e. Rasa kepercayaan diri untuk dapat melakukan mobilisasi
dengan cepat adalah salah satu cara untuk melatih mental
f. Mobilisasi yang dilakukan segera mungkin dengan cara yang
benar dapat mempercepat proses pemulihan kondisi tubuh
g. Gerakan tubuh saja tidak menyebabkan jahitan lepas atau
rusak, buang air kecil harus dilatih karena biasanya setelah
proses persalinan normal timbul rasa takut untuk buang air
kecil, dan akhirnya kesulitan untuk buang air kecil
h. Mobilisasi harus dilakukan secara bertahap agar sernua sistem
sirkulasi dalam tubuh bisa menyesuaikan diri untuk dapat
berfungsi dengan normal kembali
i. Jantung perlu menyesuaikan diri, karena pembuluh darah
harus bekerja keras selama masa pemulihan. Mobilisasi yang
berlebihan bisa membebani kerja jantung.
j. Tetap memperhatikan pola nutrisi. Sebaiknya mengkonsumsi
yang berserat. supaya proses pencemaan lancar dan tidak
perlu terlalu mengejan saat buang air besar.

2.2.2.7 Rentang Gerak dalam Mobilisasi


Menurut Carpenito (2010) mobilisasi terdapat tiga rentang
gerak yaitu :
37

a. Rentang Gerak Pasif


Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga
kelenturan otot-otot dan persendian dengan
menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
b. Rentang Gerak Aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta
sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara
aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya.
c. Rentang Gerak Fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan
melakukan aktifitas yang diperlukan.

2.2.2.8 Gerakan mobilisasi dalam tahapan mobilisasi dini


Menurut Susilowati (2015) ada beberapa gerakan dalam
tahapan mobilisasi dini antara lain yaitu;
a. Miring ke kiri-kanan
Memiringkan badan kekiri dan kekanan merupakan
mobilisasi paling ringan dan yang paling baik dilakukan
pertama kali. Disamping dapat mempercepat proses
penyembuhan, gerakan ini juga mempercepat proses
kembalinya fungsi usus dan kandung kemih secara
normal.

b. Menggerakkan kaki
Setelah mengembalikan badan ke kanan dan ke kiri,
mulai gerakan kedua belah kaki. Mitos yang
38

menyatakan bahwa hal ini tidak boleh dilakukan karena


dapat menyebabkan timbulnya varices adalah salah
total. Justru bila kaki tidak digerakkan dan terlalu lama
diatas tempat tidur dapat menyebabkan terjadinya
pembekuan pembuluh darah batik yang dapat
menyebabkan varices ataupun infeksi.

c. Duduk
Setelah merasa lebih ringan cobalah untuk duduk di
tempat tidur. Bila merasa tidak nyaman jangan
dipaksakan lakukan perlahan-lahan sampai terasa
nyaman

d. Berdiri atau turun dari tempat tidur


Jika duduk tidak menyebabkan rasa pusing, teruskanlah
dengan mencoba turun dari tempat tidur dan berdiri.
Bila tersa sakit atau ada keluhan, sebaiknya hentikan
dulu dan dicoba lagi setelah kondisi terasa lebih
nyaman.

e. Ke kamar mandi
Hal ini harus dicoba setelah memastikan bahwa keadaan
ibu benar benar baik dan tidak ada keluhan. Hal ini
bermanfaat untuk melatih mental karena adanya rasa
takut pasca persalinan.

2.2.2.9 Tahap-tahap Mobilisasi Dini


39

Pelaksanaan mobilisasi dini pada ibu post seksio sesaria


terdiri dari :
a. Pada saat 6 jam pertama setelah operasi, pergerakan fisik
dapat dilakukan di atas tempat tidur dengan menggerakkan
tangan dan kaki yang bisa ditekuk dan diluruskan.
b. Pada saat 6 – 10 jam menggerakkan badan seperti miring
kanan dan miring kiri (Rismawati, 2015).
c. 12-24 jam berikutnya atau bahkan lebih awal lagi badan
sudah bisa diposisikan duduk, baik bersandar maupun tidak,
dan fase selanjutnya duduk di atas tempat tidur dengan kaki
yang di juntaikan atau ditempatkan di lantai sambil digerakan.
d. Setelah 24 jam, rata-rata untuk pasien yang dirawat dikamar
atau bangsal dan tidak ada hambatan fisik atau komplikasi di
anjurkan untuk latihan berjalan, yang diawali dengan berdiri
dan berjalan disekitar kamar atau keluar kamar, misalnya ke
toilet atau ke kamar mandi secara mandiri (Rismalia, 2010).

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Mobilisasi dini


Mobilisasi yang dilakukan secara dini dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain faktor fisiologis seperti nyeri, peningkatan suhu tubuh,
perdarahan, faktor emosional yakni kecemasan, motivasi, social support
dan faktor perkembangan yakni usia dan status paritas (Potter & Perry,
2005).
2.3.1 Faktor Fisiologis
2.3.1.1 Nyeri
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar
sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus (Potter &
Perry, 2006). Menurut Solehati and Kokasih (2015);
Haryanti (2021) Nyeri adalah pengalaman sensori dan
40

emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan


jaringan yang aktual dan potensial.

Nyeri pada pasien post Sectio Caesarea (SC) terjadi karena


ada rangsangan mekanik (seperti tekanan, tusukan jarum,
irisan pisau, dll) yang menyebabkan jaringan terputus.
Akibatnya jaringan yang mengalami kerusakan akan
melepaskan substansi biokimia (prost aglandin) yang
menimbulkan rangsangan nyeri pada ujung saraf perifer
(Potter & Perry, 2006).

2.3.1.2 Peningkatan Suhu Tubuh


Umumnya peningkatan suhu tubuh terjadi dikarenakan
infeksi ringan yang terjadi pada luka bekas insisi namun
hanya beberapa hari saja (Mochtar, 2013).

2.3.1.3 Perdarahan
Perdarahan terjadi dikarenakan komplikasi post Sectio
Caesarea yang mengalami ruptur pada dinding uteri atau
terdapat masalah hoemostasis pada sirkulasi darah dan juga
banyaknya pembuluh darah yang terputus dan terbuka,
antonia uteri, dan adanya perdarahan pada placental bed
(Mochtar, 2013). Hal ini sebenarnya dapat dicegah dengan
melakukan mobilisasi dini. Perdarahan abnormal dan
subinvolusi uterus merupakan dampak jika pasien tidak
melakukan mobilisasi dini.
41

2.3.2 Faktor Emosional


2.3.2.1 Tingkat Kecemasan
Yusuf et al. (2015) Menjelaskan kecemasan merupakan
suatu perasaan tidak santai yang samar-samar dikarenakan
ketidaknyamanan atau perasaan takut.
a. Klasifikasi Tingkat Kecemasan
Menurut Yusuf tingkat kecemasan ada empat, yaitu
ringan, sedang, berat, dan panik (Yususf et al., 2015).
1) Kecemasan Ringan (Mild anxiety)
Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan
kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan
menyebabkan pasien atau individu menjadi
waspada dan meningkatkan lahan persepsinya.
Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan
menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.

2) Kecemasan Sedang (Moderate anxiety)


Memungkinkan seseorang untuk berfokus pada hal
yang penting dan mengesampingkan yang lain
sehingga seseorang mengalami perhatian yang
selektif, namun masih bias melakukan sesuatu yang
terarah.

3) Kecemasan Berat (Severe anxiety)


Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi
seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat
cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang
42

rinci dan spesifik, serta tidak dapat berfikir tentang


hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk
mengurangi ketegangan. Seseorang yang dalam
kecemasan berat memerlukan arahan untuk
berfokus pada area ini.

4) Tingkat Panik
Kecemasan pada tingkat ini sudah berhubungan
dengan ketakutan dan terror karena mengalami
kehilangan kendali. Seseorang yang mengalami
panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun
dengan arahan. Panik meningkatkan aktivitas
motoric, menurunkan kemampuan berhubungan
dengan orang lain, persepsi menyimpang, serta
kehilangan pemikiran rasional

b. Tingkat kecemasan dalam mobilisasi dini pada ibu post sectio


caesarea
Mobilisasi dini merupakan hal penting pada ibu post
SC karena mobilisasi dini berfungsi dalam
mengembalikan fungsi usus,mempercepat involusio,
memperlancar sirkulasi darah dan mempercepat
penyembuhan luka sehingga meningkatkan
kepercayaan ibu dan mencegah trombosis ( Chapman,
2013).

Didalam mobilisasi dini terdapat gerakan relaksasi


distraksi seperti latihan nafas dalam, peregangan otot
43

dimana gerakan-gerakan tersebut sudah terbukti dapat


mengurangi kecemasan. Mobilisasi dini termasuk
latihan aktifitas fisik, dimana dengan melakukan
aktifitas fisik dapat menekan saraf-saraf simpatis
dimana dapat menekan rasa tegang yang dialami oleh
individu secara timbal balik, sehingga timbul
penghilang,tetapi masih banyak ibu yang mengalami
ketakutan untuk melakukan mobilisasi.

2.3.2.2 Motivasi
Menurut Setiawati and Dermawan (2008)motivasi berasal
dari kata “motiv” yang memiliki makna daya penggerak
yang akan menjadi aktif jika disertai dengan kebutuhan
yang akan dipenuhi. Motivasi menurut Setiawati and
Dermawan (2008) merupakan perubahan energi dalam diri
seseorang berupa tindakan dalam pencapaian tujuan.

Motivasi juga dapat diartikan sebagai serangkaian usaha


untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga
individu mau melakukan tindakan dalam mencapai tujuan.
Menurut Jahja (2011);Epiana (2014); Syarifuddin (2015)
motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau
organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan.

2.3.2.3 Social Support


Dukungan sosial merupakan satu diantara ikatan sosial
yang segi fungsionalnya mencakup mendorong adanya
ungkapan perasaan, dukungan emosional, memberi
44

informasi, pemberian bantuan material (Nursalam &


Kurniawati, 2011).

Sarafino (2011) menyatakan bahwa dukungan sosial


mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain,
merawatnya atau menghargainya. Pendapat ini juga
diungkapkan oleh Goldsmith et al. (2017), menyatakan
bahwa dukungan sosial dibutuhkan pada pasien post
pembedahan untuk mengatasi nyeri, pengembalian fungsi
fisik.

King (2012), juga menyatakan bahwa dukungan sosial


adalah memberikan bantuan pada individu lain, dimana
bantuan itu umumnya diperoleh dari orang yang berarti
bagi individu yang bersangkutan.

2.3.3 Faktor Perkembangan


2.3.5.1 Usia
Menurut Manuaba (2012); Susilowati (2015) usia
reproduksi dibagi dua reproduksi sehat umur 20-35 tahun
dan reproduksi tidak sehat umur < 20 tahun dan > 35
tahun. Menurut Hidayat (2006); Susilowati (2015) bahwa
usia turut mempengaruhi mobilisasi karena terdapat
perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang
berbeda, hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan
fungsi alat gerak sejalan dengan pertambahan usia yang
45

berarti semakin matang usia reproduksi seseorang tingkat


pelaksanaan mobilisasi semakin meningkat.

2.3.5.2 Paritas
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki
oleh seorang wanita semakin tinggi paritas maka semakin
tinggi pulakemampuan ibu untuk melakukan mobilisasi
dini karena dipengaruhi oleh paparan informasi yang
diterima dan pengalaman ibu bersalin
sebelumnya.Menurut Prawirohardjo (2009); Susilowati
(2015) paritas dapat dibedakan menjadi primipara,
multipara dan grandemultipara.
a. Klasifikasi paritas
1) Primipara adalah wanita yang melahirkan bayi untuk
pertama kali setelah masa gestasi 20 minggu (Wulandari
et al., 2021).
2) Multipara adalah wanita yang telah melahirkan lebih dari
2 kali (Wulandari et al., 2021).
3) Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan
5 orang anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit
dalam kehamilan (Padila, 2014).

b. Paritas dengan mobilisasi dini pada ibu post sectio caesarea


Hubungan paritas dengan mobilisasi adalah pengalaman
melahirkan sebelumnya, kebiasaan merawat anaknya sendiri,
dan pengetahuan mengenai kegunaan mobilisasi dini yang
berpengaruh terhadap keputusan ibu untuk tidak melakukan
atau melakukan mobilisasi dini. semakin tinggi paritas maka
semakin tinggi pulakemampuan ibu untuk melakukan
46

mobilisasi dini karena dipengaruhi oleh paparaninformasi


yang diterima dan pengalaman ibu bersalin sebelumnya
(Sholikha, 2019).

2.3.4 Faktor Internal


Faktor internal, yaitu meliputi jenis persalinan khususnya pada ibu
yang post seksio sesaria, takut jahitan lepas bila bergerak,
kelelahan saat mengalami partus lama, keadaan umum dipengaruhi
oleh penyakit penyerta ibu, persepsi nyeri tiap pasien berbeda,
motivasi untuk melakukan mobilitas fisik, tindakan dengan
anastesi, gaya hidup, dan emosi(Hartati, 2014).

2.3.5 Faktor Eksternal


Sedangkan faktor eksterna meliputi dukungan suami, keluarga,
Tenaga Kesehatan, kebudayaan yang melarang bergerak dan kaki
harus lurus, social ekonomi, pelayanan yang diberikan petugas,
individu senantiasa menyesuaikan dengan lingkungan menurut
kebutuhannya (Hartati,2014).

2.3.5.1 Dukungan Keluarga


Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan
keluarga terhadap anggota keluarganya yang bersifat
mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan
bantuan jika diperlukan. Dalam hal ini penerima dukungan
keluarga akan tahu bahwa ada orang lain yang
memperhatikan, menghargai dan mencintainya (Friedman,
2010).
47

Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi


sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan
berbeda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan.
Dukungan keluarga dapat berupa dukungan sosial internal,
seperti dukungan dari suami, istri atau dukungan dari
saudara kandung dan dapat juga berupa dukungan keluarga
eksternal bagi keluarga inti. Dukungan keluarga membuat
keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan
akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan
dan adaptasi keluarga (Friedman, 2010).

Dukungan yang diperoleh ibu postpartum dapat mencegah


berkembangnya masalah dan dapat megurangi tekanan
dalam menghadapi adaptasi setelah melahirkan. Tanpa
dukungan keluarga ibu postpartum tidak mampu
menyelesaikan masalah-masalah yang akan terjadi setelah
melahirkan.

a. Bentuk-bentuk dukungan keluarga


Menurut Friedman (2010); Abidin (2018) membagi
dukungan keluarga ke dalam beberapa bentuk, yaitu :
1) Dukungan instrumental
Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi
yang dapat memberikan pertolongan langsung
seperti pemberian uang, pemberian barang,
makanan serta pelayanan. Bentuk ini dapat
mengurangi stress karena individu dapat langsung
memecahkan masalahnya yang berhubungan
48

dengan materi. Dukungan instrumental sangat


diperlukan terutama dalam mengatasi masalah yang
dianggap dapat dikontrol.

2) Dukungan informasional
Bentuk dukungan ini melibatkan pemberiaan
informasi, saran atau umpan balik tentang situasi
dan kondisi individu. Jenis informasi seperti ini
dapat menolong individu untuk mengenali dan
mengatasi masalah dengan mudah.

3) Dukungan emosional
Bentuk dukungan ini membuat individu memiliki
perasaan nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh
keluarga sehingga individu dapat menghadapi masalah
dengan baik. Dukungan ini sangat penting dalam
menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol.

4) Dukungan pengharapan
Dukungan pengharapan meliputi pertolongan pada
individu untuk memahami kejadian stres lebih baik
dan juga sumber stres serta strategi koping yang
dapat digunakan dalam menghadapi stresor.
Dukungan sosial keluarga dapat membantu
meningkatkan strategi koping individu dengan
menyarankan strategi-strategi alternatif yang
didasarkan pada pengalaman sebelumnya dan
49

dengan mengajak orang-orang berfokus pada


aspek-aspek yang lebih positif dari situasi tersebut.

Individu diarahkan kepada orang yang sama yang


pernah mengalami situasi yang sama untuk
mendapatkan nasihat dan bantuan. Individu
dibandingkan dengan orang lain yang mengalami
hal yang lebih buruk. Pada dukungan pengharapan
keluarga bertindak sebagai pembimbing dengan
memberikan umpan balik.

5) Dukungan harga diri


Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif
terhadap individu, pemberian semangat, persetujuan
terhadap pendapat individu, perbandingan yang
positif dengan individu lain. Bentuk dukungan ini
membantu individu dalam membangun harga diri
dan kompetensi (Oktariana, 2013; Abidin, 2018).

b. Dukungan keluarga dalam mobilisasi dini pada ibu post


Sectio Caesarea (SC)
Dukungan keluarga adalah pemberian perhatian,
dorongan, kasih sayang, barang, infomasi dan jasa dari
orang-orang terdekat seperti suami/istri, orang tua,
anak, dan orang terdekat lainnya sehingga penerima
dukungan merasa disayangi dan dihargai. Fungsi
dukungan Keluarga adalah meliputi dukungan
informasional, dukungan penilaian, dukungan
instrumental, dukungan emosional.
50

Dukungan informasi dari keluarga sangat penting untuk


memberikan motivasi kepada pasien untuk melakukan
mobilisasi dini. Melalui dukungan infomasi keluarga
dapat memberitahu pasien tentang pentingnya
mobilisasi dini dan memotivasi untuk segera melalukan
mobilisasi dini secara bertahap, yaitu pada hari pertama
setelah operasi (Amalia & Yudha, 2020).

2.3.5.2 Dukungan Tenaga Kesehatan


Dukungan dari para profesional di bidang kesehatan sangat
diperlukan bagi ibu, terutama primipara. Pendidikan
tentang pentingnya menyusui sudah harus diberikan sejak
masa antenatal, yang dilakukan oleh semua tenaga
kesehatan baik bidan maupun dokter.

a. Bentuk dukungan tenaga kesehatan


Dukungan tenaga kesehatan memiliki empat bentuk
dukungan, yaitu :
1) Dukungan informatif

Dukungan yang melibatkan pemberian informasi,


saran, atau umpan balik tentang situasi dan kondisi
individu. Informasi ini dapat menolong individu
untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan
lebih mudah. Dukungan informasional yang
51

melibatkan pemberian informasi, saran, atau umpan


balik tentang situasi dan kondisi. Jenis informasi
seperti ini dapat menolong individu untuk
mengenali dan mengatasi masalah dengan mudah.
Dukungan ini meliputi memberikan informasi,
nasihat, petunjuk, masukan, atau penjelasan
bagaimana seseorang harus bersikap.

2) Dukungan fisik / instrumental

Dukungan berupa penyediaan materi yang dapat


memberikan pertolongan langsung seperti fasilitas
atau materi, pinjaman uang, pemberian bahan
makanan, serta pelayanan yang dapat mengurangi
stress karena individu dapat langsung memecahkan
masalahnya yang berhubungan dengan materi.
Manfaat dukungan ini adalah mendukung tenaga
kesehatan dalam menyampaikan pesan kepada
masyarakat sehingga dapat mengatasi masalah
dengan lebih mudah.

3) Dukungan penilaian

Dukungan berupa informasi yang memberitahu


penerima peran bagaimana performa perannya, hal
ini memungkinkan individu untuk mengevaluasi
dirinya terkait dengan performa orang lain dalam
peran tersebut. Dukungan ini bisa berbentuk
penilaian yang positif, penguatan untuk melakukan
52

sesuatu, bimbingan umpan balik, memberikan


support, penghargaan, dan perhatian.

4) Dukungan emosional

Didefinisikan sebagai perasaan dicintai,


diperhatikan, dipercaya, dan dimengerti oleh sumber
dukungan sosial, sehingga individu dapat
menghadapi masalah lebih baik. Dukungan
emosional dapat berupa ekspresi empati misalnya
mendengarkan, bersikap terbuka menunjukkan sikap
percaya terhadap yang dikeluhkan, bersedia
memahami, dan kasih sayang serta perhatian.
Dukungan emosional akan membuat individu atau
masyarakat merasa berharga, aman, nyaman, dan
percaya dipedulikan oleh tenaga kesehatan sehingga
individu dapat mengatasi masalah yang dihadapi
dengan baik.

b. Dukungan tenaga kesehatan dalam mobilisasi dini pada ibu


post sectio caesarea
Dokter kandungan menganjurkan pasien yang
mengalami operasi caesar untuk tidak berdiam diri di
tempat tidur tetapi harus menggerakkan badan atau
mobilisasi (Fitriani,2020).
53

2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Paritas
Perilaku Mobilisasi Dini
6-8 jam setelah post Sectio
Tingkat Kecemasan Caesarea (SC), 12-24 jam
setelah post Sectio Caesarea
(SC), dan >24jam setelah post
Dukungan Keluarga Sectio Caesarea (SC)

Dukungan Tenaga
Kesehatan

Variabel Independent Variabel Dependent


Skema 2. 1 Kerangka Konsep

2.5 Hipotesis

Hipotesis sementara pada penelitian ini adalah :


2.5.1 Ada hubungan antara paritas dengan perilaku mobilisasi dini yang
dilakukan ibu postpartum section caesarea di RSUD Dr. H. Moch Ansari
Saleh Banjarmasin.
2.5.2 Ada hubungan antara kecemasan dengan perilaku mobilisasi dini yang
dilakukan ibu postpartum section caesarea di RSUD Dr. H. Moch Ansari
Saleh Banjarmasin
2.5.3 Ada hubungan antara dukungan tenaga kesehatan dengan perilaku
mobilisasi dini yang dilakukan ibu postpartum section caesarea di RSUD
Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin
3.5.3 Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan perilaku mobilisasi dini
yang dilakukan ibu postpartum section caesarea di RSUD Dr. H. Moch
Ansari Saleh Banjarmasin.

Anda mungkin juga menyukai