Anda di halaman 1dari 4

Made Bunga Asvini Kharisma S.

185120301111006
A.PSI.6
RESUME MATERI KULIAH TAMU KODE ETIK

Bermula dari kekejaman Nazi tentang kasus-kasus percobaan yang tidak manusiawi
terhadap para tawanan perang, kode etik dibutuhkan sebagai bentuk perlindungan sipil dan
publik. Kode Etik Psikologi Indonesia merupakan sebuah peraturan tertulis, yang berfungsi
sebagai landasan dalam bersikap dan berperilaku bagi seluruh Psikolog dan kelompok
Ilmuwan Psikologi. dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan kompetensi dan kewenangan
masing- masing. Fungsi kode etik Psikologi yakni:

1. Menjaga marwah dan martabat psikologi,


2. Melindungi diri sendiri (bagi psikolog dan ilmuwan psikologi)
3. Menjamin kesejahteraan masyarakat pengguna jasa layanan psikologi.

Kode etik Psikologi Indonesia terdiri dari 14 Bab dan 80 Pasal, diantara lain:

Bab I (pasal 1-2) membahas tentang Pedoman Umum; Bab II (pasal 3-6) membahas tentang
Mengatasi Isu Etika; Bab III (Pasal 7-12) membahas tentang Kompetensi; Bab IV (Pasal 13-
22) membahas tentang Hubungan Antar Manusia; Bab V (Pasal 23-27) membahas tentang
Kerahasiaan Rekam dan Hasil Pemeriksaan Psikologi; Bab VI (pasal 28-32) membahas
tentang Iklan dan Pernyataan Publik; Bab VII (pasal 33-36) membahas tentang Biaya
Layanan Psikologi; Bab VIII (Pasal 37-44) membahas tentang Pendidikan dan/ Pelatihan;
Bab IX (pasal 45-55) membahas tentang Penelitian dan Publikasi; Bab X (Pasal 56-61)
membahas tentang Psikologi Forensik; Bab XI (Pasal 62-67) membahas tentang Asesmen;
Bab XII (Pasal 68) membahas tentang intervensi; Bab XIII (Pasal 69-70) membahas tentang
Psikoedukasi; Bab XIV (Pasal 71-80) membahas tentang Konseling Psikologi dan Terapi
Psikologi.

Kode Etik berfungsi sebagai landasan bagi Mahasiswa Psikologi dan calon
Psikolog/ilmuwan psikologi. Beberapa implementasi kode etik terhadap mahasiswa yaitu:

 Sebagai pedoman untuk beperkti luhur terutama sebagai Mahasiswa Psikologi.


 Sebagai pedoman dalam melakukan berbagai praktikum mata kuliah Psikologi
 Sebagai pedoman dalam melakukan riset Psikologi
 Sebagai pedoman untuk memahami kompetensi dan Ruang Lingkup serta Layanan
Psikologi.

Praktis ideal bagi psikolog/ilmuwan psikologi di Indonesia juga berlandaskan bab-bab


dan pasal-pasal yang tertulis di ketentuan Kode Etik Psikologi Indoneisa. Praktis ideal
seorang Psikoolog/Ilmuwan psikologi yang pertama adalah, Psikolog memberikan
layanan psikologi jika memiliki SRIP dan SIPP yang masih berlaku. Yang kedua,
psikolog dan ilmuwan psikologi memberikan layanan Psikologi sesuai kewenangan dan
kompetensinya. Ketiga, yaitu bagian asesmen, dimana Psikolog memilih tools/alat test
yang sesuai dengan tujuan asesmen dalam Psikodiagnostik. Keempat, yaitu memberikan
inform consent dan de brief pada subjek penelitian selama melakukan riset. Yang kelima,
Psikolog dan Ilmuwan Psikologi menghargai seluruh hasil karya cipta orang lain (baik
berbentuk penelitian, buku teks, alat tes, dan lain sebagainya). Yang keenam, memberikan
layanan pada semua pihak yang membutuhkan dan tidak berpihak pada kepentingan
tertentu. Ketujuh, Psikolog/Ilmuwan memberikan intervensi yang bermanfaat dan
bertujuan untuk perbaikan atau mencegah memburuknya suatu keadaan. Terakhir, yaitu
konseling, dimana psikolog memberikan konseling yang berfokus pada aktivitas preventif
dan mengembangkan potensi positif yang dimiliki.

Sebagai landasan berperilaku psikolog/ilmuwan psikologi, kode etik juga digunakan


untuk mempertimbangkan beberapa kasus dalam dunia psikologi. Yang kemudian
digolongkan sebagai kasus yang melanggar kode etik, atau tidak. Beberapa kasus
pelanggaran kode etik Psikologi, antara lain:

1. Memalsukan tanda tangan dari psikolog supervisor, memberikan layanan


psikologi tanpa supervise padahal SIPP sudah habis masa berlakunya.
2. Pemilihan tools yang tidak sesuai dengan tujuan asesmen, memberikan pelatihan
psikotes kepada peserta umum dengan tujuan memanipulasi hasil tes baik untuk
seleksi/promosi.
3. Memberikan pernyataan public yang tidak sesuai dengan kompetensinya,
Memberikan pernyataan public tidak berdasarkan fakta dan data yang memadai.
4. Tidak memberikan informed consent pada subjek penelitian, memberikan data dan
hasil asesmen pada pihak lain yang tidak berwenang.
5. Melakukan copying flyer biro psikologi lain tanpa izin, merlakukan pelatihan
dengan pilihan game yang tidak sesuai dengan tujuan pelatihan, melaksanakan
pelatihan psikodiagnostik dan psikoterapi dengan peserta umum.

Berikut ini merupakan klasifikasi tes psikologi:

Kategori A  Tidak bersifat klinis, tidak


membutuhkan keahlian
administrative
 Mengukur persepsi,sikap, dll.
Biasanya berbentuk kuesioner
 Bisa diadministrasikan atau
diskoring dan diinterpretasi oleh non
psikologi/mahasiswa.
Kategori B  Tidak bersifat klinix, tapi
membutuhkan pengetahuan dan
keahlian dalam administrasi
interpretasi
 Bisa diadministrasikan oleh orang
dengan latar belakang psikologi
 Army alpha, DAT, TPA, 16PF, Tes
perintah
Kategori C  Membutuhkan pengetahuan tentang
konstruksi tes, produser tes, dll
 Bisa diadministrasikan (instruksi dan
skoring) oleh sarjana Psikologi
dengan supervise psikolog.
 Interpretasi dilakukan oleh psikolog
ahli.
 Wechler, Binet, PAULI, Kraeplin
Kategori D  Membutuhkan pengetahuan tentang
konstruksi tes, produser tes, dll
 Bisa diadministrasikan (instruksi dan
skoring) oleh sarjana Psikologi
dengan supervise psikolog dengan
pengalaman minimal 1 tahun.
 Interpretasi dilakukan oleh psikolog
ahli.
Kategori Supervisor:
 Mendapatkan pendidikan dan
pelatihan tentang konstruk teoritis
instrument yang dimaksud
 Mendapatkan pendidikan tentang
administrasi, skoring,dan interpretasi
instrument yang dimaksud
 Mendapatkan Pendidikan tentang
psikometrika dan telah melakukan
administrasi instrument dimaksud.

Anda mungkin juga menyukai