Anda di halaman 1dari 16

Penelitian

136 Ibnu Hasan Muchtar

Peran Kelompok Keagamaan


dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama
(Studi Kasus Desa Adat Angantiga, Petang, Badung, Bali)

Ibnu Hasan Muchtar


Peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI
Naskah diterima redaksi, 5 Agustus 2013

Abstract Abstrak
In the last two years, emerging the Dalam dua tahun terakhir ini terjadi
controversy on the existence of mass kontroversi terhadap keberadaan Ormas/
organization / groups that are considered kelompok tertentu yang dianggap sebagian
as the troubling group because it`s often masyarakat meresahkan karena sering
considered doing anarchic acts. This group dianggap bertindak anarkhis. Kelompok ini
is very small compared with the group / sangat kecil dibanding dengan kelompok/
mass organization which is very tolerant, Ormas yang sangat toleran, terbuka dan
open and supporting the religious harmony mendukung kerukunan namun tidak
but mostly unexposed. This research wants terekspos. Penelitian ini ingin menampilkan
to showing them which is large in number, kelompok dimaksud yang jumlahnya sangat
one of them in the Angantiga Village. banyak, salah satunya di Desa Angantiga.
Keywords: Kelompok, Toleran dan Kata kunci: Kelompok, Toleran dan
terekspose terekspose

Pendahuluan (pluralitas) berarti terdapatnya


keanekaragaman unsur penyusun
Kerukunan umat beragama masyarakat, yaitu suku bangsa
sebagaimana tercantum dalam (etnik), agama, golongan-golongan
Peraturan Bersama Menteri Agama sosial lainnya (A. Fedyan, 1986: ix).
dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Unsur-unsur struktur sosial tersebut,
Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 adalah secara sosio-kultural maupun politis,
“keadaan hubungan sesama memiliki identitas masing-masing
umat beragama yang dilandasi yang cenderung untuk saling diketahui
toleransi, saling pengertian, dan diterima dalam masyarakat.
saling menghormati, menghargai
kesetaraan dalam pengamalan ajaran Kerukunan umat beragama
agamanya dan kerjasama dalam merupakan pilar penting dari
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, kerukunan nasional dan kerukunan
dan bernegara di dalam Negara nasional dapat tercipta apabila
Kesatuan Negara Republik Indonesia hubungan antar kelompok masyarakat
berdasarkan Pancasila dan Undang- terjalin secara harmonis. Oleh karena
undang Dasar Negara Republik itu, perlu upaya penciptaan dan
Indonesia Tahun 1945.” Menurut pemeliharaan kondisi yang rukun
Fedyani (1986), kemajemukan di kalangan umat beragama secara
HARMONI September - Desember 2013
Peran Kelompok Keagamaan dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama (Studi Kasus Desa Adat Argantiga, ... 137

terus-menerus, baik oleh pemerintah 8.632 organisasi kemasyarakatan. Jumlah


maupun berbagai komunitas dan tersebut tidak termasuk organisasi
kelompok dalam masyarakat kemasyarakatan yang hanya terdaftar di
termasuk kelompok keagamaan. tiap-tiap provinsi dan kabupaten/kota.
Upaya demikian sangat diperlukan Dari jumlah tersebut, yang masa berlaku
karena kelompok-kelompok sosial Surat Keterangan Terdaftar (SKT) nya
– termasuk kelompok dan ormas hanya berjumlah 724 Ormas termasuk
keagamaan – dalam masyarakat LSM dan LNL (A. Tanribali L, 2010: ii-iii).
memiliki kedudukan dan peran yang
Data di atas secara ilustratif dapat
sangat sentral dalam mewujudkan
memberikan gambaran, demikian banyak
kondisi tersebut. Secara sosiologis,
Ormas –termasuk Ormas Keagamaan – di
keberadaan kelompok sosial dalam
Indonesia, baik yang terdaftar maupun
kehidupan masyarakat menjadi
yang tidak terdaftar di Ditjen Kesbangpol
sangat penting karena sebagian besar
Kemendagri.
kegiatan manusia berlangsung di
dalamnya (Kamanto Sunarto, 1993: Selain Ormas, terdapat pula
87). kelompok-kelompok dalam masyarakat
yang tidak terdaftar. Keberadaan dan
Kelompok sosial mempunyai
terbentuknya biasanya didasarkan
peran dalam aspek kehidupan sosial
atas kesamaan keinginan dan gagasan
bagi anggota kelompoknya. Demikian
para anggotanya dibanding dengan
pula kelompok keagamaan yang
keberadaan struktur kepemimpinannya
mempunyai peran penting bagi para
secara formal. Kelompok yang lebih
anggota kelompoknya dalam kehidupan
cenderung merupakan gerakan sosial
keagamaan, termasuk peran mereka
(social movement) ini lebih bersifat informal.
untuk menciptakan dan memelihara
Kelompok sosial seperti ini terdapat di
kehidupan yang rukun, baik di kalangan
hampir setiap daerah. Sebagai gerakan
internal maupun antar kelompok dalam
sosial, terlebih kelompok keagamaan
masyarakat.
– khususnya yang peduli terhadap
Kelompok-kelompok sosial di atas, kerukunan – relatif bersinggungan
pada umumnya membentuk organisasi dengan upaya-upaya pemeliharaan
kemasyarakatan (Ormas), lembaga kerukunan umat beragama. Kelompok-
swadaya masyarakat (LSM) dan lembaga kelompok keagamaan demikian akan
nirlaba lainnya (LNL). Jumlah organisasi menjadi perhatian dalam penelitian ini.
kemasyarakatan (Ormas) –termasuk
Ormas maupun kelompok
organisasi keagamaan atau Ormas
keagamaan yang jumlahnya tidak
keagamaan, LSM dan LNL tersebut di
sedikit sebagaimana tergambar di atas,
tingkat pusat dan di daerah mencapai
merupakan aset yang sangat berharga
ribuan. Berdasarkan data dari Ditjen
dalam memberikan kontribusi terhadap
Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian
pemeliharaan kerukunan umat beragama.
Dalam Negeri, sebagaimana dipaparkan
Namun kebanyakan belum diketahui
Direktur Jenderal Kesbangpol dalam
secara pasti kontribusi perannya
pengantar Buku “Direktori Organisasi
dalam pemeliharaan kerukunan umat
Kemasyarakatan, Lembaga Swadaya
beragama di daerah masing-masing. Di
Masyarakat dan Lembaga Nirlaba Lainnya
antara kelompok keagamaan tersebut
Tahun 2010”, disebutkan jumlah
dimungkinkan mempunyai peran yang
organisasi yang pernah mendaftarkan
signifikan dalam upaya pemeliharaan
keberadaannya di Kemendagri sejak
kerukunan, namun tidak menutup
tahun 1995 s/d tahun 2010 tercatat ada
kemungkinan adanya kelompok
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 12 No. 3
138 Ibnu Hasan Muchtar

keagamaan yang tidak memberikan cara penanganannya. Dengan penelitian


kontribusi bahkan justru menimbulkan ini diharapkan berguna bagi Pimpinan
konflik di kalangan umat beragama. Kementerian Agama sebagai bahan untuk
menyusun kebijakan terkait peningkatan
Adanya kemungkinan- pemeliharaan kerukunan umat
kemungkinan demikian memotivasi beragama– yang based on research- serta
Puslitbang Kehidupan Keagamaan, bagi Ditjen-Ditjen Bimas terkait upaya
Badan Litbang dan Diklat Kementerian peningkatan pembinaan kelompok-
Agama RI melakukan penelitian untuk kelompok keagamaan yang ada dalam
mengetahui peran kelompok keagamaan komunitas agamanya.
dalam pemeliharaan kerukunan umat
beragama di berbagai daerah.
Metode Penelitian

Permasalahan Penelitian ini menggunakan


metode kualitatif dengan jenis penelitian
Permasalahan pokok dalam eksploratif. Bentuk penelitiannya yaitu
penelitian ini adalah “bagaimana peran studi kasus. Karena studi kasus (case
kelompok keagamaan di berbagai daerah study) maka dalam pengumpulan data
dalam pemeliharaan kerukunan umat lebih mengutamakan keutuhan data
beragama”. Secara rinci, penelitian (wholeness) obyek yang diteliti. Data
ini akan mengungkap beberapa yang dikumpulkan dipelajari sebagai
permasalahan berikut: a). Bagaimana suatu keseluruhan yang terintegrasi (J.
identifikasi kelompok keagamaan Vredenbregt, 1983:38). Dalam konteks
yang diteliti (meliputi: latar belakang penelitian ini, obyek yang diteliti adalah
dibentuknya kelompok keagamaan, peran kelompok keagamaan (Desa
kapan berdiri dan siapa pendirinya, Adat Angantiga) dalam pemeliharaan
tujuan dibentuk, serta keanggotaannya); kerukunan. Sedangkan subyek penelitian
b). Apa saja kegiatan-kegiatan terkait atau unit analisisnya yaitu kelompok
pemeliharaan kerukunan yang dilakukan keagamaan yang dijadikan sasaran
oleh kelompok keagamaan yang dikaji penelitian (lihat Suharsimi Arikunto,
(perannya dalam pemeliharaan kerukunan), 2002:121-122). Teknik pengumpulan
serta penghambat dan pendukungnya; c). data dilakukan melalui wawancara,
Kasus-kasus konflik keagamaan apa saja studi pustaka dan dokumentasi serta
yang pernah terjadi dan bagaimana cara pengamatan atau observasi. Wawancara
penanganannya (untuk menjaring perannya dilakukan kepada sejumlah informan,
terhadap pemeliharaan kerukunan). terdiri atas unsur pimpinan/pengurus
Desa Adat Angantiga yang terdiri
dari pengurus Kampung Muslim dan
Tujuan dan Kegunaan Penelitian Kampung Hindu, para tokoh agama,
tokoh masyarakat, pejabat Pemda
Pertama, untuk mengidentifikasi
setempat dan instansi terkait.
kelompok-kelompok keagamaan yang
dikaji. Kedua, untuk mengungkap Studi pustaka dan dokumentasi
kegiatan-kegiatan terkait pemeliharaan dilakukan dengan menelaah buku-buku,
kerukunan yang dilakukan oleh majalah dan terbitan lain serta dokumen
kelompok keagamaan yang dikaji, serta yang relevan dengan permasalahan yang
penghambat dan pendukungnya. Ketiga, dikaji. Adapun pengamatan/observasi
untuk mengungkap kasus-kasus konflik dilakukan terhadap obyek-obyek yang
keagamaan yang pernah terjadi dan cara- terkait dengan permasalahan yang

HARMONI September - Desember 2013


Peran Kelompok Keagamaan dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama (Studi Kasus Desa Adat Argantiga, ... 139

dikaji. Teknik pengamatan/observasi Dalam masyarakat Bali, istilah


yang dilakukan berupa observasi “desa” menunjuk kepada dua pengertian.
formal maupun informal atau observasi Pertama, istilah desa menunjuk kepada
partisipasi (J.Vredenbregt, 1983:72), desa dinas, yaitu desa yang merupakan
sejauh hal itu dapat dilakukan. Dalam kesatuan wilayah administrasi
melakukan observasi partisipasi yang pemerintahan. Kedua, istilah desa
biasa disebut “pengamatan terlibat”, menunjuk kepada desa yang merupakan
untuk menghindari kemungkinan kesatuan wilayah masyarakat adat
penampilan yang tidak sebenarnya/ (Ayu Putu Nantri dan I Ketut Sudantra,
imitatif atau menimbulkan perubahan 1991:1). Desa dalam pengertian inilah
perilaku obyek/kegiatan yang diamati yang kemudian dikenal sebagai Desa
– sehubungan kehadiran peneliti – Adat atau Desa Pakraman.
maka peneliti berusaha memperoleh
kepercayaan penuh dari orang-orang Desa Petang terdiri dari 7 Banjar
yang menjadi sasaran penelitian. Dinas yang tergabung dalam 5 Desa Adat
Demikian Koentjaraningrat (1983:119- masing-masing Banjar Dinas adalah:
120) mengutip pendapat Whyte (1951). 1). Banjar Dinas Angantiga; 2). Banjar
Untuk memperoleh data yang akurat, Dinas Mundukdaping; 3). Banjar Dinas
menjelang akhir pengumpulan data Lipah; 4). Banjar Dinas Petangdalem; 5).
lapangan peneliti mengadakan Focus Banjar Dinas Petang; 6). Banjar Dinas
Group Discussion (FGD) dengan sejumlah Petangsuci; 7). Banjar Dinas Kerta.
narasumber/informan yang terdiri atas Pemimpin Banjar Dinas disebut Kelian
unsur-unsur informan. Banjar Dinas. Sedangkan untuk Desa Adat
masing-masing adalah: 1). Desa Adat
Petang membawahi 3 Banjar Adat yaitu
Banjar Adat Petangkelod, Banjar Adat
Sekilas Wilayah Penelitian
Petangtengah dan Banjar Adat Petangkaja;
Desa Petang terletak di Kecamatan 2). Desa Adat Kerta membawahi 1
Petang, Kabupaten Badung. Desa ini Banjar Adat Kerta; 3). Desa Adat Lipah
berada di ketinggian 800 meter dari membawahi 1 Banjar Adat Lipah; 4). Desa
atas permukaan laut. Letak Desa Petang Adat Mundukdamping membawahi 1
berada di sebelah utara kota Denpasar, Banjar Adat Mundukdamping; 5).
yang berjarak kurang lebih 32 kilometer. Desa Adat Angantiga membawahi 1
Desa Petang merupakan salah satu desa Banjar Adat Angantiga. Pemimpin Desa
yang dijadikan tujuan wisata di Bali. Adat disebut Bendesa Adat/Kelian Adat.
Desa ini menawarkan suasana pedesaan
Desa Adat sebagai satu kesatuan
yang masih asri dengan kehidupan
wilayah adat yang mempunyai otonomi
masyarakat Bali yang masih bernuansa
tersendiri diharapkan mampu dapat
alami. Dengan tanaman hortikulturanya
berperan aktif dengan baik dan tercipta
yang meliputi  berbagai sayur mayur
koordinasi yang serasi, selaras dan
dan buah-buahan, sawah berundag-
harmonis dengan konsep kemitraan
undag dengan aliran sungai Ayung yang
dengan Desa Dinas/Banjar Dinas dengan
berliku membuat desa ini pantas disebut
mengacu kepada konsep “Tri Hita
desa wisata karena keindahan alamnya.
Karana” yaitu: Palemahan, Pawongan
Sebagian besar Penduduk Desa Petang
dan Parahyangan. Tiga kerangka ini
ini bermata pencaharian sebagai petani,
yang dijadikan umat Hindu di Bali
namun demikian ada juga yang bermata
sebagai dasar dalam kehidupan yang
pencaharian sebagai pedagang dan
harmonis kaitan hubungannya dengan
pegawai. 
alam, hubungan dengan sesama manusia

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 12 No. 3


140 Ibnu Hasan Muchtar

dan hubungan manusia dengan Tuhan yang saat itu bernama Bangkian Jaran dari
pencipta alam semesta, yang dalam berbagai marabahaya. Di dalam Lontar
pelaksanaannya telah diatur dalam Awig- Purana diceritakan bahwa pada masa
awig Desa Adat. Puri Carangsari masih menjadi kerajaan
yang bernama Kerajaan Pungingpuspo
Hal menarik dan unik dari dengan raja yang memerintah Ida Gusti
beberapa banjar tersebut adalah Banjar Ngemangkurat Kacung Gede, memiliki
Dinas Angantiga yang terdapat di Desa masalah dengan wilayahnya yang
Petang Kecamatan Petang Kabupaten terbentang dari Alas Gede di daerah
Badung. Banjar Dinas Angantiga sangat Blahkiu dan Sangeh di Selatan sampai
unik, berbeda dari Banjar-banjar Dinas Gunung Catur di bagian Utara. Oleh
umumnya di Provinsi Bali. Penduduk karena wilayahnya berada di daerah
Banjar Dinas Angantiga terdiri dari dua bergunung-gunung, warga yang berasal
komunitas agama besar yaitu umat Hindu dari daerah Utara yang akan sowan ke Puri
dan umat Islam yang berjumlah 160 KK harus melewati daerah yang bernama
terdiri dari 105 KK beragama Islam dan 55 Bangkian Jaran (pinggang kuda). Daerah
KK beragama Hindu, dengan jumlah Jiwa ini disebut Bangkian Jaran karena daerah
± 648 terdiri dari 329 orang laki-laki dan itu merupakan jalur setapak yang sempit
319 orang perempuan. Sedangkan luas dengan kiri dan kanannya jurang. Pada
wilayah Banjar Dinas Angantiga hanya saat warga akan sowan (menghadap) ke
seluas 35 ha, terdiri dari tanah sawah dan Puri, selalu mendapat gangguan, bahkan
perkebunan dengan bentuk berbukit dan banyak warga yang hilang di daerah
berjurang. Secara turun temurun terdapat tersebut. Pihak Puri kemudian berupaya
dua adat yang berlaku yaitu Adat Hindu mencari cara menyelesaikan masalah
yang disebut Desa Adat yang dipimpin daerah Bangkian Jaran tersebut. Akhirnya
oleh seorang Bendesa Adat/Kelian Adat penguasa Puri mendengar berita ada tiga
untuk umat Hindu, dan Kampung orang pengembara dari tanah seberang
Muslim/Islam yang dipimpin oleh yaitu Bugis, yang dikenal sebagai orang-
seorang Kepala Kampung untuk umat orang yang pintar (sakti) dan hebat.
Islam. Banjar Angantiga ini telah lama Pihak Puri kemudian mengutus telik
dikenal sebagai perkampungan muslim sandinya untuk mencari dan menemukan
di pulau Bali sejak lama, seiring dengan ketiga orang tersebut. Telik sandi
dibukanya wilayah Angantiga oleh tiga kerajaan mencari dan bertanya pada
tokoh muslim dari Bugis di tahun 1442 orang-orang tentang adanya tiga orang
(Wawancara dengan wakil Kelian Dinas yang pakaiannya berbeda dengan orang
Banjar Dinas Angantiga M. Djailani, 5 Mei kebanyakan. “Orang najak telu, ngingak
2013). no orang tiga, najak telu?”. Akhirnya ketiga
Mengenai sejarah Banjar ini orang itu berhasil ditemukan di daerah
terdapat berbagai versi, salah satunya Karangasem, dan tempat ditemukannya
didasarkan pada naskah Lontar Purana itu disebut daerah Angantelu. Ketiga
yang tersimpan di Puri Carangsari orang itu akhirnya diajak ke Puri dan
Kecamatan Carangsari Badung. diterima sang raja. Apapun keyakinan
Berdasarkan Lontar tersebut dan atau agama ketiga orang itu, pihak Puri
penuturan turun temurun dari orang- tidak akan mencampuri. Keyakinan
orang tua di kampung Angantiga, leluhur mereka bertiga berbeda dengan yang
kampung Angantiga ini adalah tiga orang dianut raja dan masyarakat disana, yaitu
pengembara dari Bugis. Ketiga orang beragama Islam, tetapi pihak puri tidak
ini berhasil mengamankan daerah yang mempermasalahkannya. Ketiga orang itu
sekarang menjadi wilayah Angantiga, sebenarnya adalah utusan dari kerajaan
Bugis yang tengah melakukan tugas atau
HARMONI September - Desember 2013
Peran Kelompok Keagamaan dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama (Studi Kasus Desa Adat Argantiga, ... 141

misi tertentu, yaitu untuk menghukum diyakini bahwa ketiga orang tersebut
raja Klungkung yang telah menculik adalah Daeng Mapilih, Daeng Sarekah,
salah satu putri kerajaan mereka. dan Daeng Safi’ie. Mereka bertiga yang
Penguasa Puri menawarkan tempat berhasil mengamankan daerah Bangkian
tinggal, yaitu di daerah Bangkean Jaran Jaran dari marabahaya.
sambil mempersiapkan diri melakukan
tugas dari kerajaan mereka. Selain itu, Dari berbagai versi sejarah
mereka bertiga diminta untuk menjaga Angantiga, masyarakat setempat lebih
keamanan di wilayah itu dan mengantar cenderung pada versi yang menyebutkan
masyarakat yang akan melewati Bangkian bahwa wilayah Angantiga atau dulunya
Jaran agar aman baik berangkat maupun daerah Alas Bangkean Jaran pertama
pulangnya dari sowan ke Puri. kali dibuka dan dihuni oleh pendatang
dari Bugis. Hal ini diakui tidak saja oleh
Dengan adanya ketiga orang warga kampung Islam Angantiga, tetapi
ini, akhirnya daerah Bangkean Jaran juga oleh warga Hindu di Angantiga,
menjadi aman. Masyarakat yang akan sebagaimana dinyatakan oleh Pemangku
sowan ke Puri Carangsari atau kerajaan Puseh Kayangan Tiga di Angantiga, I
Pungingpuspo, memperoleh keamanan Made Santun; Pemangku Dalem Raja
dan selamat sampai tujuan. Tempat itu Pati di Angantiga, Mangku Barata; dan
kemudian diberi nama Angantiga oleh Kliean Adat Banjar Angantiga, I Made
pihak Puri. Angantiga ini berasal dari Caluk. Tokoh yang membuka daerah
bahasa Bali halus yang mengandung tersebut adalah tiga orang muslim, dan
penghormatan. Angan artinya raga memiliki hubungan dengan kerajaan atau
atau diri manusia, dan tiga artinya tiga Puri di sekitar wilayah Petang Badung.
dalam bahasa Bali halus, yang bahasa Mereka berhasil mengamankan daerah
umumnya telu. Karena itu pemberian tersebut dan membuka wilayah tersebut
nama Angantiga ini merupakan bentuk menjadi pemukiman penduduk (Joko Tri
penghormatan Puri terhadap ketiga orang Haryanto, 2010: 31-32).
Bugis yang telah membantu kerajaan
Pungingpuspo ini. Selanjutnya ketiga
orang itu tinggal di daerah Angantiga Temuan Penelitian
tersebut yang merupakan pemberian sang
Raja atas jasa-jasa mereka. Oleh penguasa Sejarah Desa Adat di Bali dan Angantiga
Puri, warga kerajaan yang beragama
Bentuk Desa di Bali terutama
Hindu diutus untuk menemani ketiga
orang itu tinggal di sana. Akhirnya ketiga didasarkan atas kesatuan tempat. Selain
orang menikah dengan warga Hindu, merupakan kesatuan wilayah, sebuah
dan beranak keturunan sehingga Islam desa juga merupakan suatu kesatuan
kemudian berkembang berdampingan keagamaan yang ditentukan oleh suatu
dengan warga Hindu yang lain. kompleks pura desa yang disebut
Kahyangan Tiga yaitu Pura Puseh,
Demikian dikisahkan dalam Pura Bale Agung dan Pura Dalem. Ada
Lontar Purana yang tersimpan di Puri kalanya Pura Puseh dan Pura Bale Agung
Carangsari, sebagaimana disampaikan dijadikan satu dan disebut Pura Desa
oleh Pelingsir Puri Carangsari, Anak
(Baliaga, 2000). Dengan diberlakukannya
Agung Bagus Surya Mandala. Lontar
UU No. 5 Tahun 1979, di Bali dikenal
itu menyebutkan kehadiran ketiga
adanya dua pengertian desa. Pertama,
orang tersebut di Angantiga terjadi pada
‘desa’ dalam pengertian hukum nasional,
tahun 1442. Adapun siapa ketiga orang
tersebut, tidak ada penjelasan. Namun sesuai dengan batasan yang tersirat dan
tersurat dalam Undang-undang No. 5
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 12 No. 3
142 Ibnu Hasan Muchtar

Tahun 1979 tentang pemerintahan desa. tersebut. Desa adat merupakan suatu
Desa dalam pengertian ini melaksanakan lembaga tradisional yang mewadahi
berbagai kegiatan administrasi kegiatan sosial, budaya dan keagamaan
pemerintahan atau kedinasan sehingga masyarakat umat Hindu di Bali. Desa
dikenal dengan istilah ‘Desa Dinas’ adat dilandasi oleh Tri Hita Karana,
atau ‘Desa Administratif’. Desa dalam yaitu: 1). Parahyangan (mewujudkan
pengertian yang kedua, yaitu Desa Adat hubungan manusia dengan pencipta-Nya
atau Desa Pakraman, mengacu kepada yaitu Hyang Widhi Wasa); 2). Pelemahan
kelompok tradisional dengan dasar ikatan (mewujudkan hubungan manusia dengan
adat istiadat dan terikat oleh adanya tiga alam lingkungan tempat tinggalnya), dan
pura utama (Kahyangan Tiga). 3). Pawongan (mewujudkan hubungan
antara sesama manusia, sebagai makhluk
Dasar pembentukan desa adat
ciptaan-Nya (http://iptekdankemiskinan.
dan desa dinas memiliki persyaratan
blogspot.com/2011/01/eksistensi-desa-
yang berbeda, sehingga wilayah dan
adat-dan-kelembagaan.html).
jumlah penduduk pendukung sebuah
desa dinas tidak selalu sama dan sejajar Sedangkan sejarah Desa Adat
dengan desa adat. Secara historis belum Angantiga tidak terlepas dari sejarah
diketahui kapan dan bagaimana proses Angantiga itu sendiri sebagaimana
awal terbentuknya desa adat di Bali. Ada disebut di atas. Adapun pengurus Desa
yang menduga bahwa desa adat telah Adat Angantiga saat ini adalah sebagai
ada di Bali sejak zaman neolitikum di berikut:
zaman prasejarah. Desa adat mempunyai
Pembina/Kelian Dinas : I Wayan Tirta
identitas unsur-unsur sebagai
persekutuan masyarakat hukum adat, Bendesa/Kelian/
serta mempunyai beberapa ciri khas yang Ketua Desa Adat : I Nyoman Banu
membedakannya dengan kelompok sosial
lain. Ciri pembeda tersebut antara lain Penyarikan/Sekretaris : I Made Wardhana
adanya wilayah tertentu yang mempunyai
Juru Raksa/Bendahara : I Made Turjana
batas-batas yang jelas, dimana sebagian
besar warganya berdomisili di wilayah Kesinoman/Juru Arah/
tersebut dan adanya bangunan suci milik Penerangan : I Wayan Warta
desa adat berupa Kahyangan Tiga atau
Pecalang/Juru Aman : I NYM Cuk Suparta
Kahyangan Desa (Dharmayuda, 2001).
Eksistensi Desa adat di Bali diakui dalam Untuk melaksanakan tugas
pasal 18 UUD 1945 dan dikukuhkan membantu kelancaran dan pelaksanaan
oleh Peraturan Daerah Propinsi Bali No. pembangunan di bidang keagamaan,
6 Tahun 1986 yang mengatur tentang kebudayaan dan kemasyarakatan,
kedudukan, fungsi dan peranan Desa Adat melaksanakan, memberi kedudukan
sebagai kesatuan masyarakat Hukum hukum adat, membina dan
Adat di Propinsi Bali. Kelembagaan Desa mengembangkan nilai-nilai adat dan
adat bersifat permanen dilandasi oleh Tri menjaga/memelihara dan memanfäatkan
Hita Karana. kekayaan desa adat untuk kesejahteraan
masyarakat desa adat, Bendesa adat
Pengertian desa adat mencakup
dibantu oleh lembaga perangkat desa
dua hal, yaitu : (1) Desa adatnya sendiri
adat lainnya yaitu:
sebagai suatu wadah, dan (2) adat
istiadatnya sebagai isi dari wadah

HARMONI September - Desember 2013


Peran Kelompok Keagamaan dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama (Studi Kasus Desa Adat Argantiga, ... 143

Sekehe Taruno Taruni (STT Tri Cakti seni. Keterlibatan pemuda Islam/Remaja
Banjar Adat Angantiga) Masjid Baiturrahman (Remaba) tidak
sebatas menghadiri karena diundang
Perkumpulan ini khusus
namun terlibat secara fisik baik dalam
beranggotakan pemuda-pemudi umat
kepanitiaan pelombaan, sebagai peserta
Hindu Banjar Angantiga yang berumur
lomba dan sebagai partisan/penonton.
antara 17 tahun sampai dengan sebelum
Hal ini menunjukkan ada kebersamaan,
menikah. Saat ini jumlah anggota
ada interaksi di antara pemuda-pemudi
sebanyak 63 orang dengan susunan
yang ada di Banjar Dinas Angantiga
kepengurusan sebagai berikut:
dalam rangka menjaga kerukunan yang
Pembina : 1. Kelian Banjar Dinas selama ini sangat baik (Wawancara
2. Bendesa Desa Adat dengan pengurus STT Tri Cakti (I Putu
Heri Hendrawan & I Kd Darmawan) 5
Ketua : I Pt. Heri Hendrawan
Mei 2013).
Wkl Ketua : I Kd Darmawan
Sekretars : Karunia Radha Rani
Bendahara : Ni Kd Sindi Handayani Sekehe Santhi yang membidangi
Sinom/Juru Penerang I : I Kd Yogi Astawa terkait upacara di tempat suci
Simnom/Juru Penerang II : I Kd Puja Sadana Seperti halnya Sekehe Taruna
Keberadaan organisasi pemuda Taruni, Sekehe Santhi berfungsi juga
di tingkat Banjar ini sangat mendukung untuk melestarikan dan mengembangkan
keberhasilan pelaksanaan pembangunan nilai-nilai budaya, adat dan agama
di desa adat Angantiga. Organisasi yang di lingkungan Ibu-ibu/perempuan
sifatnya tradisional ini arah dan gerak umat Hindu di Desa Adat Angantiga.
utamanya adalah di bidang adat dan Perkumpulan ini khusus untuk kalangan
agama serta kegiatan umum lainnya. intern umat Hindu karena berkaitan
Diantara program kerja/kegiatan yang dengan adat dan keagamaan Hindu yang
dilakukan oleh STT Tri Cakti ini adalah tidak dapat melibatkan warga agama lain.
melakukan gotong royong setiap 15 hari
sekali di lingkungan Pura yang ada di
Banjar Adat. Melakukan musyawarah Sekehe Gong/Kesenian
di kalangan internal pemuda Hindu,
Perkumpulan ini dimaksudkan
dilakukan setiap 20 hari sekali dan
untuk melestarikan dan mengembangkan
melaksanakan perayaan ulang tahun
minat dan bakat yang ada pada masing-
STT Tri Cakti yang dilakukan pada
masing anggota selain juga sebagai
setiap tanggal 6 April setiap tahun. Dari
pelengkap dan sarana upacara keagaman
kegiatan yang dilakukan oleh STT ini
umat Hindu. Dalam kesempatan-
ada yang melibatkan pemuda di luar
kesempatan yang tidak dikhususkan
yang beragama Hindu khususnya yang
untuk upacara keagamaan, maka
beragama Islam karena hanya terdapat
kelompok kesenian ini sering juga
dua kelompok keagamaan ini di Banjar
melibatkan warga Banjar Angantiga
Dinas Angantiga sebagaimana disebut di
lainnya dari kalangan umat Islam.
atas yaitu pada saat perayaan hari ulang
Misalnya kesenian dalam rangka
tahun STT dalam kegiatan lomba-lomba
perayaan pernikahan, perayaan hari-hari
seperti: Pertandingan olah raga, Tarik
besar nasional.
Tambang, Jalan Santai dan kegiatan pentas

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 12 No. 3


144 Ibnu Hasan Muchtar

Kelompok Subak: Subak Air dan Subak Desa Adat melalui tabungan anggota,
Abian memberantas ijon dan sebangsanya,
mendorong pemerataan dan kesempatan
Bertani merupakan mata
berusaha dan meningkatkan daya beli,
pencaharian hidup yang paling utama
melancarkan lalu lintas pembayaran dan
dari sebagian besar masyarakat Bali.
peredaran uang. Lembaga ini merupakan
Jenis pertanian di pulau dewata ini
Badan Usaha milik Desa Adat dan oleh
meliputi pertanian sawah dan juga
karena dikelola oleh Krama Desa Adat/
perkebunan. Di dalam sistem pertanian
umat Hindu. Namun demikian oleh
di Bali, “subak” sangatlah memegang
karena komunitas yang ada di Desa
peranan penting. Subak adalah salah satu
Dinas Angantiga tidak hanya umat
bentuk lembaga kemasyarakatan pada
Hindu melainkan juga umat Islam yang
masyarakat Bali yang bersifat tradisional
sudah berabad-abad tinggal bersama
dan yang dibentuk secara turun temurun
maka lembaga ini juga memberikan
oleh masyarakat umat Hindu Bali. Subak
kesempatan kepada umat Muslim
berfungsi sebagai satu kesatuan dari para
sebagai nasabah. Kedepan diharapkan
pemilik sawah atau penggarap sawah
tidak hanya sebatas nasabah tetapi juga
yang menerima air irigasi dari satu sumber
akan dilibatkan di dalam pengelolaannya
air atau bendungan tertentu. Subak
(Wawancara dengan Sekretaris Desa Adat
terdiri dari dua jenis yaitu Subak Air dan
I Made Wardhana tanggal, 5 Mei 2013).
Subak Abian. Subak air adalah kelompok
orang yang mengatur pertanian di sawah
sedangkan Subak Abian adalah kelompok
orang yang mengatur pertanian di darat Jaringan Sosial dengan Kelompok Lain
seperti perkebunan atau cocok tanam di Sebagaimana uraian di atas,
selain persawahan yang menggunakan Desa Adat di Bali sudah berlaku secara
air/irigasi. umum di Provinsi Bali, oleh karena itu
Kelompok Subak yang ada di jaringan sosial kelompok ini (Desa Adat
Banjar Dinas Angantiga dikelola oleh Angantiga) cukup luas antar sesama
Desa/Banjar Adat, Desa/Banjar Dinas
kedua komunitas yang ada yaitu dari
baik se-Desa Petang maupun dengan
pihak umat Hindu dan juga dari pihak
Kecamatan Petang. Namun demikian
Muslim untuk kedua Subak baik untuk
setiap Desa Adat mempunyai hak
Subak Air maupun Subak Abian. Bahkan
otonom masing-masing. Khusus untuk
oleh karena yang memiliki persawahan
Desa Adat Angantiga, jaringan sosialnya
di Desa Dinas Angantiga lebih banyak
bukan hanya seperti dikemukakan di atas
dai pihak Kampung Muslim maka
namun juga dengan lingkungan setempat
pengurusnya lebih banyak dari kalangan
khususnya dengan Kampung Islam yang
Kampung Muslim (Wawancara dengan
berada di sekitarnya.
Bendesa Adat Angantiga I Nyoman Banu
tgl, 3 Mei 2013). Banjar Dinas Angantiga dipimpin
oleh seorang Kepala/Kelian Banjar
Dinas yang dipilih secara langsung
LPD (Lembaga Perkereditan Desa) oleh masyarakat/penduduk Angantiga
baik yang beragama Hindu maupun
LPD sebagaimana umumnya di yang beragama Islam. Sudah menjadi
desa-desa adat lainnya di Provinsi Bali, kesepakaan secara turun temurun di
Di Desa Adat/Banjar Dinas Angantiga Banjar ini apabila yang terpilih menjadi
terdapat pula Lembaga Perkreditan Desa Kelian/Kepala berasal dari umat Hindu
(LPD). Lembaga ini bertujuan antara maka yang menjadi wakilnya adalah
lain: menjaga ketahanan ekonomi Krama
HARMONI September - Desember 2013
Peran Kelompok Keagamaan dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama (Studi Kasus Desa Adat Argantiga, ... 145

dari umat Islam atau sebaliknya. Saat ini b. Melaksanakan hukum adat dan adat
Banjar Dinas Angantiga dipimpin oleh I istiadat dalam desa adatnya.
Wayan Tirta sedangkan wakilnya adalah
M. Djailani. Sebagai staf operasional c. Memberikan kedudukan hukum
Kepala Desa/Perbekel di wilayah kerjanya menurut hukum adat terhadap
yang ditetapkan berdasarkan Surat hal-hal yang berhubungan dengan
Keputusan Perbekel/Kepala Desa, Kelian kepentingan hubungan sosial
Banjar Dinas berfungsi menjalankan keperdataan dan keagamaan.
tugas pemerintahan dalam bidang d. Membina dan mengembangkan
administrasi di antaranya: 1). memimpin nilai-nilai adat Bali dalam rangka
penyelenggaraan Pemerintahan Banjar
memperkaya, melestarikan dan
Dinas; 2). membina kehidupan masyarakat
mengembangkan kebudayaan
Banjar; 3). melakukan koordinasi terhadap
nasional pada umumnya dan
kedua kepemimpinan adat yang ada di
kebudayaan Bali pada khususnya,
Banjar Dinas Angantiga yaitu: Desa Adat
berdasarkan paras paros salunglung
Angantiga yang dipimpim oleh I Nyoman
sabayantaka/musyawarah untuk
Banu selaku Bendesa/Kelian Adat serta
mufakat.
kampung Islam Angantiga yang dipimpin
oleh Ramsudin selaku kepala kampung. e.
Menjaga memelihara dan
memanfäatkan kekayaan desa adat
untuk kesejahteraan masyarakat desa
Program/Kegiatan Desa Adat adat.
Angantiga Berdasarkan Fungsi
Dalam ayat (2) menentukan bahwa
Sebagai suatu persekutuan atau Fungsi tersebut ayat (1) dijabarkan di
persekutuan wilayah yang berdasar atas dalam Awig-awig Desa Adat (IBP Purwita,
kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan 1984: 9). Berdasarkan fungsi di atas maka
hidup yang diwarisi secara turun temurun Program/kegiatan yang dicanangkan oleh
serta diikat dengan ‘kahyangan tiga’ yaitu Kelian Desa Adat serta perangkatnya
Pura Puseh, Pura Dalem dan Pura Desa, diantaranya sebagai berikut:
bedasarkan Perda Propinsi Bali Nomor
6 Tahun 1986 Tentang Kedudukan, 1. Bidang Pembangunan/Perbaikan
Fungsi dan Peranan Desa Adat, sebagai Pure yang ada di lingkungan Banjar
Kesatuan masyarakat Hukum Adat Adat, pelaksanaan kegiatan ini terbagi
Dalam Propinsi Bali, menentukan dalam dalam 3 katagori Jangka Panjang,
Bab III tentang Kedudukan dan Fungsi Jangka Menenagh dan Jangka
Desa Adat, dalam Pasal 5 menyebutkan Pendek. Pengaturan ini dilakukan
“Desa adat di Propinsi Bali, merupakan karena penyesuaian dengan kondisi
kesatuan masyarakat Hukum adat keuangan Desa Adat.
yang bersifat sosial keagamaan dan
2. Mengkoordinir upacara-upacara
sosial kemasyarakatan” Pasal 6 ayat (1)
keagamaan meliputi: upacara
menyebutkan bahwa Desa Adat sebagai
ketika ada yang meninggal dunia/
kesatuan masyarakat hukum adat
Ngaben dilakukan upacara
mempunyai fungsi:
Nyekah, Pernikahan dilakukan
a. Membantu pemerintah, pemerintah upacara Musakapan. Dalam adat
daerah dan pemerintah desa/ Bali jika seseorang melaksanakan
kelurahan dalam kelancaran dan pernikahan maka diberikan waktu
pelaksanaan pembangunan di segala selambat-lambatnya dalam waktu
bidang keagamaan, kebudayaan dan 3 bulan harus melakukan upacara
kemasyarakatan. Musakapan. Jika telah dilaksanakan

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 12 No. 3


146 Ibnu Hasan Muchtar

upacara Musakapan ini maka pengentasan buta aksara program


pernikahan seseorang sudah sah ini pernah dilakukan selama 3 kali
menurut hukum Negara dan sah oleh Dinas Pendidikan Kecamatan
menurut hukum adat Bali. Jika belum dan dikoordinir oleh Bendesa Adat.
dilakukan upacara Musakapan Program ini dilakukan pertama
maka mereka akan mendapat sanksi di Madrasah Diniyah yang ada
adat berupa pengucilan dan bahkan dilingkungan Kampung Muslim
tidak diperkenankan untuk ikut Angantiga, dan selanjutnya dilakukan
dalam pelaksanaan upacra-upacara bertempat di Balai Banjar Dinas.
keagamaan baik di Pure dan tempat Kegiatan ini diawali dengan mendata
lainnya, dan bahkan tidak mendapat seluruh warga baik dari Desa Adat/
pelayanan dari pengurus adat Desa/ umat Hindu maupun Kampung
Banjar. Muslim/Umat Islam yang memenuhi
persyaratan kemudian diajukan
3. Keberadaan pengurus Desa Adat kepada panitia untuk diikutsertakan
Angantiga baru beberapa waktu dalam program.
lalu ada pergantian pengurus maka
salah satu agenda kegiatannya 3. Peran dalam bidang sosial
adalah mengisi personel Pemangku kemasyarakatan lainnya seperti
Tiga Pura yang ada di Desa Adat bidang olah raga, kesenian, gotong
Angantiga yaitu Pura Puseh, Pura royong dan kebersamaan lainnya baik
Desa dan Pura Dalem. dalam hal duka maupun bergembira.
Hal ini diwujudkan dalam bentuk
4. Di bidang keamanan Banjar juga akan perintah langsung ataupun tidak
segera dilakukan penentuan personel langsung kepada setiap aparat Desa
Pecalang. Adat maupun Lembaga-lembaga
5. Di bidang kepemudaan sudah pendukung untuk senantiasa
terbentuk Sekehe Teruna Teruni Tri melibatkan warga Kampung Islam
Cakti. baik dari kalangan remaja/muda-
mudi, ibu-ibu maupun dari kalangan
Bapak-bapak. Dalam bidang olahraga
dan kesenian misalnya kaum
Peran Desa Adat Angantiga dalam
Pemeliharaan Kerukunan Umat remaja dari pihak Kampung Islam
Beragama diminta untuk dilibatkan baik dalam
kepanitiaan, peserta lomba maupun
Wawasan setiap pengurus baik hanya sekedar partisan/penonton di
Kelian Banjar Dinas, Kelian Banjar dalam acara peringatan hari ulang
Adat maupun Kepala Kampung tahun Sekehe Taruna Taruni (STT Tri
harus terbuka dan demokratis, peka Caksi) beberapa waktu lalu. Demikan
terhadap lingkungan yang ada. Jangan pula dalam hal perayaan pawai
pernah lakukan yang tidak baik, tidak bersama dalam acara pawai ogoh-
mempunyai prasangka yang tidak baik ogoh yang disebut Pengerupukan.
terhadap kelompok lain tidak saling Keterlibatan warga Kampung Islam
melukai perasaan kelompok lain. tentu sebatas hal-hal yang tidak
menyalahi ketentuan agama Islam
1. Beberapa peran kelian adat yang
yang diyakini warga Kampung
dapat disebutkan dalam penelitian ini
Islam misalnya sebatas membantu
diantaranya adalah sebagai berikut:
pengamanan jalannya pawai dan yang
2. Peran dalam bidang pendidikan: lainnya sebatas ikut memeriahkan.
Program kejar paket A atau program Dalam hal pengamanan acara-acara,

HARMONI September - Desember 2013


Peran Kelompok Keagamaan dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama (Studi Kasus Desa Adat Argantiga, ... 147

baik yang dilakukan oleh Desa Adat orang yang telah memeluk/
maupun Kampung Islam kedua belah menganut agama lain dengan
pihak saling memberikan bantuan cara diantaranya menggunakan
pengamanan yang dilakukan oleh bujukan, menyebarkan pamplet,
Pecalang masing-masing pihak. Jika majalah, bulletin, buku-buku
ada yang mendapat kemalangan dan bentuk barang cetakan
seperti ada kematian atau musibah lainnya serta tidak dengan cara
lainnya maupun ada yang melakukan kunjungan dari
mendapat berita sukacita seperti rumah ke rumah umat yang
melakukan perayaan pernikahan telah memeluk/menganut agama
maka kedua belah pihak warga yang lain. Untuk memelihara
ikut dalam kebersamaan mereka keharmonisan antar warga yang
saling mengunjungi memberikan berbeda agama maka berbagai
bantuan dalam hal kemalangan, kesepakatan diambil diantaranya
dalam hal sukacita mereka akan adalah tetap mejaga untuk tidak
saling mendoakan dan hadir jika melakukan penyiaran agama
mendapatkan undangan dari yang terhadap warga lain selain warga
mempunyai hajat. seagamanya. Oleh karenanya
untuk menjaga kesepakatan
4. Peran DesaAdat dalam hal pencegahan bersama tersebut warga muslim
timbulnya ketidakrukunan diantara yang ada di Desa ini setiap
warga juga dapat dilihat misalnya: melakukan acara dakwa di
a. Penyiaran Masjid dengan mendatangkan
penceramah dari luar Desa maka
Salah satu dari berbagai faktor diberikan pengertian agar dalam
yang dapat memicu timbulnya ceramahnya tidak menyinggung
ketidakrukunan antar warga agama lain dan tidak pula
berbeda agama sebagaimana hasil memberikan ceramah yang
inventarisasi dari Badan Litbang mengarah kepada ajakan kepada
dan Diklat bersama dengan agama yang sedang disampaikan.
beberapa perwakilan majelis- Hal serupa pula dilakukan oleh
majelis agama adalah persoalan pihak warga Hindu yang ada di
penyiaran agama. Permasalahan Desa Angan tiga ini.
penyiaran agama sudah muncul
setelah terjadinya G. 30 S PKI b. Pernikahan beda agama
tahun 1965, sehingga perlu Peristiwa pernikahan yang
dilakukan Musyawarah Antar melibatkan pemuda pemudi
Umat Beragama yang kemudian yang berbeda agama sebelum
lahir SKB No. 1 tahun 1969 dan menikah (calon pengantin pria
SKB No. 1 Tahun 1979 tentang Muslim dan calon pengantin
Tata Cara Pelaksanaan Penyiaran wanita beragama Hindu) sudah
Agama dan Bantuan Luar Negeri sering terjadi dan ini tidak
kepada Lembaga-Lembaga menjadi persoalan dikalangan
Keagamaan di Indonesia. warga Desa Angantiga sepanjang
Di dalam Bab. III Pasal 4 SKB No. peristiwa ini didasarkan atas
1 Tahun 1979 disebutkan bahwa kemauan murni dari kedua calon
“Pelaksanaan Penyiaran Agama pengantin tidak berdasarkan
tidak dibenarkan untuk ditujukan atas paksaan dari manapun.
terhadap orang atau kelompok Kesepakatan ini tetap berjalan

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 12 No. 3


148 Ibnu Hasan Muchtar

hingga saat ini dan akan tetap 1. Faktor Penghambat: a). Tingkat
berlangsung sepanjang tidak pendidikan masyarakat yang
terjadi pelanggaran oleh salah masih rendah, b). Lapangan kerja
satu pihak. yang sangat terbatas, c). Tingkat
ekonomi mayoritas masyarakat
c. Hewan peliharaan rendah disebabkan oleh wilayah
Walaupun sebagian besar letak desa angantiga sangat sempit dan
pemukiman antara pemeluk terdiri dari perbukitan dan jurang, d).
agama Islam dan pemeluk agama kenakalan remaja semakin meningkat
Hindu terpisah tetapi masih di pengaruh dari luar baik dibawa
dalam satu desa, dan bahkan langsung oleh individu-individu
sebagian masih bercampur maupun pengaruh media massa dan
dalam satu wilayah. Untuk elektronik.
menjaga keharmonisan seluruh 2. Faktor Pendukung: a). Terikat dengan
penduduk desa ini maka sudah kesepahaman yang sudah turun
terjalin saling pengertian dan temurun, b). masing-masing kampung
saling mamahami apa yang boleh baik kampun Hindu maupun
dan tidak boleh dilakukan oleh kampung muslim mempunyai awig-
warga yang berbeda keyakinan. awig (peraturan sendiri-sendiri), c).
Warga yang memeluk agama jika menyangkut urusan bersama
Hindu sudah sangat paham maka berlaku regulasi umum yang
bahwa hewan babi adalah dikoordinasikan oleh Banjar Dinas
salah satu yang diharamkan misalnya gotong royong bersama,
(tidak diperbolehkan makan, atau hal-hal lain yang menyangkut
memelihara dan bersentuhan) urusan pemerintahan.
oleh warga yang memeluk
agama Islam, maka dalam
pemeliharaan pun diletakkan
Tanggapan Pemerintah dan Masyarakat
jauh dari pemukiman muslim,
jika ada resepsi yang terdapat Keberadaan Desa Adat Angantiga
makan-makan, maka pihak ini memang sudah berabad-abad lamanya
warga yang beragama Hindu latak geografisnya yang cukup jauh
menyerahkan masak-memasak dari ibu kota Kabupaten dan struktur
makan kepada warga muslim desa yang terletak diantara bukit dan
untuk dihidangkan pada tempat juarang memang tidak mudah mendapat
terpisah. perhatian dari pemerintah, namun
demikian dengan semakin terbukanya
akses untuk menjangkau wilayah ini maka
Faktor Penghambat dan Pendukung sudah berbagai perhatian pemerintah
diberikan kepada Desa Adat Angantiga
Setiap upaya peningkatan ini seperti tersedianya Sekolah-Sekolah
keharmonisan, ketentraman dan rasa Dasar Negeri, prasarana dan sarana
penuh kebersamaan dalam suatu lainnya yang menyangkut kepentingan
masyarakat/kelompok warga dalam suatu masyarakat banyak. Khusus untuk
komunitas tentu senantiasa mendapat kepentingan Kampung Muslim yang
rintangan dan hambatan, selain juga berada di Desa Adat Angantiga terdapat
dukungan. Diantara faktor penghambat Kantor Urusan Agama (KUA) yang baru
dan pendukung Desa Adat Angantiga saja dibangun oleh Seksi Urusan Agama
dalam upaya memelihara Kerukunan Islam pada Kantor Kementerian Agama
Umat Beragama adalah sebagai berikut:
HARMONI September - Desember 2013
Peran Kelompok Keagamaan dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama (Studi Kasus Desa Adat Argantiga, ... 149

Kabupaten Badung. d). Usul agar bantuan untuk Desa


Adat Angantiga dari APBD, yang
Dalam rangka untuk menjaga
terus mengalir setiap tahun karena
keharmonisan antar umat beragama yang
sudah ada Peraturan Daerahnya
memang sudah lama terwujud di Desa
jika Kampung Muslim belum
Adat Angantiga beberapa tanggapan dari
memungkinkan untuk masuk
masyarakat dan Ketua MUI Kecamatan
di dalam Perda tersendiri maka
Petang diantaranya:
pemanfaatan bantuan tersebut
a).
Desa ini semakin kondusif dapat juga dinikmati oleh warga
dan harmoni disebabkan oleh Kampung Muslim (Rangkuman hasil
kekompakan pengurus Desa wawancara dengan pengurus Desa
Adat baik dari pihak Kampung Adat, Kampung Islam dan Ketua
Hindu maupun Kampung Muslim, MUI Kecamatan Petang 5 Mei 2013).
pengurus kampung senantiasa
mengarahkan dan membimbing para
remaja baik yang tergabung di dalam
Peran Desa Adat dalam Penyelesaian
Sekehe Taruno Taruni (STT Tri Cakti)
Perselisihan
untuk remaja Hindu maupun yang
tergabung dalam Remaja Masjid Kondisi Desa Adat Angantiga saat
Baiturrahman (Remaba) Kampung ini sangat kondusif, hubungan antar umat
Muslim; beragama yang ada di desa ini terjalin
b). Telah terjadi peningkatan keakraban sangan baik. Selain karena kondisi ini
dan kebersamaan antar warga Hindu sudah turun temurun karena awalnya ada
dan Muslim disebabkan adanya hubungan kekeluargaan melalui kawin
peningkatan pemahaman keagamaan mawin, kondisi ini juga tetap terjaga oleh
terutama di kalangan muslim tidak semua perangkat desa baik yang ada di
lagi terjadi semuanya sama sehingga kampung muslim maupun di kampung
tidak tahu mana yang boleh dan tidak Hindu. Riak-riak kecil yang menyangkut
boleh dimakan misalnya. Saat ini jika hubungan antar masyarakat/warga
ada hajatan dan dilakukan oleh pihak di desa ini juga masih sering terjadi
warga Hindu maka mereka telah misalnya keributan antar remaja yang
menyiapkan tempat dan masakan disebabkan oleh kenakalan anak muda/
khusus untuk muslim dan hewannya remaja yang sering kebut-kebutan dalam
dipotong dan dimasak oleh warga mengendarai motor, hal lainnya yang
muslim, jika ada kenduri dari pihak berkenaan dengan ketersinggungan
warga Hindu maka warga muslim dalam pelaksanaan prosesi keagamaan.
membantu dalam bentuk apa saja di Sealain itu juga potensi konflik sebenarnya
dalam nampan misalnya kemudian juga ada walaupun masih bersifat laten
sebagai kembalinya dari pihak warga terutama disebabkan oleh kesenjangan
Hindu mengembalikannya dengan sosial antara warga Hindu dan Muslim
diisi telor dan atau buah-buahan
juga terjadi ketidak-adilan pemerintah
yang dapat dimakan oleh saudaranya
daerah terhadapan distribusi dana-dana
yang muslim;
bantuan seperti bantuan desa adat yang
c).
Dalam hal pemberdayaan tidak menyentuh kampong muslimsama
masyarakat dari kaum ibu-ibu sekali.
pernah ada dilakukan training atau
praktek pembuatan Jahe Instan Riak-riak kecil ini tidak sampai
yang diprakarsai ibu-ibu PKK dari menimbulkan permusuhan di antara
Kecamatan; kedua belah pihak, disebabkan karena

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 12 No. 3


150 Ibnu Hasan Muchtar

setiap kali terjadi masalah segera dapat oleh pasal 18 UUD 1945 dan dikukuhkan
diselesaikan oleh pemangku adat oleh Peraturan Daerah Propinsi Bali No.
kedua belah pihak dan jika tidak dapat 6 Tahun 1986, yang mengatur tentang
diselesaikan maka melibatkan pengurus kedudukan, fungsi dan peranan Desa Adat
Banjar Dinas. Usaha pengurus Banjar sebagai kesatuan masyarakat Hukum
Dinas dan bahkan anggota DPRD asal Adat di Propinsi Bali. Kelembagaan Desa
daerah pemilihan daerah ini untuk adat bersifat permanen dilandasi oleh
memasukkan dan atau mengupayakan Tri Hita Karana. Dalam menjalankan
agar kampung Muslim Desa Angantiga fungsinya desa adat di Desa Angantiga
ini juga mendapatkan bantuan yang ini membentuk beberapa lembaga yang
sama seperti bantuan untuk Desa Adat bertugas membantu menjalankan tugas-
(kampung Hindu) belum membuahkan tugas desa adat. Lembaga dimaksud
hasil (Wawancara dengan Kelian Banjar adalah:
Dinas Angantiga 5 Mei 2013).
a. Sekehe Taruno Taruni (STT Tri Cakti
Banjar Adat Angantiga)
Penutup b. Sekehe Santhi yang membidangi
Kesimpulan terkait upacara di tempat suci

Masyarakat Angantiga menyadari c. Sekehe Gong/Kesenian


bahwa sejarah terbentuknya desa ini tidak d. Kelompok Subak: Subak Air dan
terlepas dari adanya pemahaman bahwa Subak Abian
manusia hidup saling membutuhkan
orang lain, oleh karena itu setiap orang e. LPD (Lembaga Perkereditan Desa)
harus menghormati orang lain agar
Lembaga-lembaga ini dalam
orang lain bersedia menghormati dirinya;
menjalankan tugasnya tetap melibatkan
saling peduli dan membantu orang
warga muslim selain Sekehe Shanti yang
lain agar orang lain juga peduli dan
khusus membidangi terkait upacara
membantu dirinya jika dalam kesulitan.
di tempat suci umat Hindu. Norma
Terbentuknya Desa Adat Angantiga
Menyama Braya dalam kehidupan
tidak berarti memisahkan diri dari
umat Hindu menuntut setiap warga
kebersamaan yang sudah terwujud
menganggap anggota warga yang lain
selama ini. Beberapa kesimpulan dari
sebagai anggota keluarganya sendiri,
hasil penelitian ini antara lain:
sehingga memunculkan ikatan sosial
Pertama, secara historis belum yang kuat dan terbangun kerukunan
diketahui kapan dan bagaimana proses hidup.
awal terbentuknya desa adat di Bali.
Kedua, peran desa adat dalam
Ada yang menduga bahwa desa adat
memelihara kerukunan umat beragama
telah ada di Bali sejak zaman neolitikum
dapat terlihat diantaranya peran dalam
dalam zaman prasejarah. Ciri desa adat
bidang pendidikan, peran dalam bidang
antara lain adanya wilayah tertentu
kemasyarakatan lainnya seperti olehraga,
yang mempunyai batas-batas yang
kesenian dan gotong royong. Sedangkan
jelas, dimana sebagian besar warganya
peran desa adat dalam mencegah
berdomisili di wilayah tersebut dan
terjadinya gesekan diantara warga
adanya bangunan suci milik desa adat
seperti pengaturan penyiaran agama,
berupa Kahyangan Tiga atau Kahyangan
pernikahan beda agama dan hewan
Desa. Eksistensi Desa adat di Bali diakui
peliharaan. Beberapa faktor penghambat
HARMONI September - Desember 2013
Peran Kelompok Keagamaan dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama (Studi Kasus Desa Adat Argantiga, ... 151

diantaranya: tingkat pendidikan Rekomendasi


masyarakat yang masih rendah,
Dari beberapa kesimpulan di atas
lapangan kerja yang sangat terbatas,
dapat direkomendasikan hal-hal sebagai
tingkat ekonomi mayoritas masyarakat
berikut:
rendah disebabkan oleh wilayah desa
Angantiga sangat sempit dan terdiri dari Pertama, keterlibatan warga muslim
perbukitan dan jurang, kenakalan remaja dalam desa/banjar adat Angantiga
yang semakin meningkat oleh pengaruh hendaknya tidak terbatas pada
dari luar baik dibawa langsung oleh menghadiri, berpartisipasi dalam acara-
individu-individu maupun pengaruh acara jika diundang, namun hendaknya
media massa dan elektronik. Faktor terlibat di dalam kepengurusan sepanjang
pendukung diantaranya: masih terikat yang tidak menyangkut urusan yang
dengan kesepahaman yang sudah turun bertentangan dengan agama dan
temurun, masing-masing kampung keyakinan misalnya dapat terlibat dalam
mempunyai awig-awig (peraturan Lembaga Perkeriditan Desa (LPD). Kedua,
sendiri-sendiri), jika menyangkut urusan kondusifitas Desa Anggantiga yang selama
bersama maka berlaku regulasi umum ini terlihat dan dirasakan oleh warganya
yang dikoordinasikan oleh Banjar Dinas perlu dipelihara dan ditingkatkan dengan
melakukan kerjasama antarwarga yang
misalnya gotong royong bersama, atau
lebih intensif lagi. Ketiga, perlu motivasi
hal-hal lain yang menyangkut urusan
dan dorongan yang lebih kuat lagi dari
pemerintahan.
tokoh-tokoh masyarakat, adat dan agama
Ketiga, konflik terbuka tidak pernah bahkan pemerintah setempat kepada
terjadi, namun demikian riak-riak kecil para pemuda dan remaja untuk keluar
pernah seperti keributan antar remaja dari daerahnya baik untuk menuntut
yang disebabkan oleh kenakalan remaja ilmu dan atau untuk bekerja, mengingat
yang biasa juga terjadi di tempat-tempat sangat terbatasnya sumber daya baik
lain wilayah Indonesia soal bunyi knalpot manusia maupun alam di Desa Angantiga.
roda dua yang menimbulkan keberisingan Keempat, jika tidak memungkinkan
mengubah Peraturan Pemerintah Daerah
karena dipacu dan dimainkan tidak
tentang Desa Adat untuk memasukkan
wajar. Potensi konflik ada walaupun
Kampung Muslim sebagai Desa Adat
masih bersifat laten disebabkan oleh
Muslim di dalam anggaran APBD dan
kesenjangan sosial dan ketidakadilan
tercatat sebagai Desa Adat tersendiri
pemerintah dalam pembagian dana-dana
maka hendaknya bantuan untuk Desa/
bantuan seperti bantuan terhadap desa Banjar Adat Angantiga dapat pula
adat yang tidak menyentuh kampung dibagi penggunaannya untuk Kampung
muslim sedikitpun di desa Angantiga ini. Muslim.

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, PT.
Rineka Cipta, Cet. Keduabelas, Edisi Revisi v.
Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI, 2011, Sosialisasi PBM & Tanya
Jawabnya, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Jakarta, Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI, Edisi Tanya Jawab yang Disempurnakan.

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 12 No. 3

Anda mungkin juga menyukai