Abstract Abstrak
In the last two years, emerging the Dalam dua tahun terakhir ini terjadi
controversy on the existence of mass kontroversi terhadap keberadaan Ormas/
organization / groups that are considered kelompok tertentu yang dianggap sebagian
as the troubling group because it`s often masyarakat meresahkan karena sering
considered doing anarchic acts. This group dianggap bertindak anarkhis. Kelompok ini
is very small compared with the group / sangat kecil dibanding dengan kelompok/
mass organization which is very tolerant, Ormas yang sangat toleran, terbuka dan
open and supporting the religious harmony mendukung kerukunan namun tidak
but mostly unexposed. This research wants terekspos. Penelitian ini ingin menampilkan
to showing them which is large in number, kelompok dimaksud yang jumlahnya sangat
one of them in the Angantiga Village. banyak, salah satunya di Desa Angantiga.
Keywords: Kelompok, Toleran dan Kata kunci: Kelompok, Toleran dan
terekspose terekspose
dan hubungan manusia dengan Tuhan yang saat itu bernama Bangkian Jaran dari
pencipta alam semesta, yang dalam berbagai marabahaya. Di dalam Lontar
pelaksanaannya telah diatur dalam Awig- Purana diceritakan bahwa pada masa
awig Desa Adat. Puri Carangsari masih menjadi kerajaan
yang bernama Kerajaan Pungingpuspo
Hal menarik dan unik dari dengan raja yang memerintah Ida Gusti
beberapa banjar tersebut adalah Banjar Ngemangkurat Kacung Gede, memiliki
Dinas Angantiga yang terdapat di Desa masalah dengan wilayahnya yang
Petang Kecamatan Petang Kabupaten terbentang dari Alas Gede di daerah
Badung. Banjar Dinas Angantiga sangat Blahkiu dan Sangeh di Selatan sampai
unik, berbeda dari Banjar-banjar Dinas Gunung Catur di bagian Utara. Oleh
umumnya di Provinsi Bali. Penduduk karena wilayahnya berada di daerah
Banjar Dinas Angantiga terdiri dari dua bergunung-gunung, warga yang berasal
komunitas agama besar yaitu umat Hindu dari daerah Utara yang akan sowan ke Puri
dan umat Islam yang berjumlah 160 KK harus melewati daerah yang bernama
terdiri dari 105 KK beragama Islam dan 55 Bangkian Jaran (pinggang kuda). Daerah
KK beragama Hindu, dengan jumlah Jiwa ini disebut Bangkian Jaran karena daerah
± 648 terdiri dari 329 orang laki-laki dan itu merupakan jalur setapak yang sempit
319 orang perempuan. Sedangkan luas dengan kiri dan kanannya jurang. Pada
wilayah Banjar Dinas Angantiga hanya saat warga akan sowan (menghadap) ke
seluas 35 ha, terdiri dari tanah sawah dan Puri, selalu mendapat gangguan, bahkan
perkebunan dengan bentuk berbukit dan banyak warga yang hilang di daerah
berjurang. Secara turun temurun terdapat tersebut. Pihak Puri kemudian berupaya
dua adat yang berlaku yaitu Adat Hindu mencari cara menyelesaikan masalah
yang disebut Desa Adat yang dipimpin daerah Bangkian Jaran tersebut. Akhirnya
oleh seorang Bendesa Adat/Kelian Adat penguasa Puri mendengar berita ada tiga
untuk umat Hindu, dan Kampung orang pengembara dari tanah seberang
Muslim/Islam yang dipimpin oleh yaitu Bugis, yang dikenal sebagai orang-
seorang Kepala Kampung untuk umat orang yang pintar (sakti) dan hebat.
Islam. Banjar Angantiga ini telah lama Pihak Puri kemudian mengutus telik
dikenal sebagai perkampungan muslim sandinya untuk mencari dan menemukan
di pulau Bali sejak lama, seiring dengan ketiga orang tersebut. Telik sandi
dibukanya wilayah Angantiga oleh tiga kerajaan mencari dan bertanya pada
tokoh muslim dari Bugis di tahun 1442 orang-orang tentang adanya tiga orang
(Wawancara dengan wakil Kelian Dinas yang pakaiannya berbeda dengan orang
Banjar Dinas Angantiga M. Djailani, 5 Mei kebanyakan. “Orang najak telu, ngingak
2013). no orang tiga, najak telu?”. Akhirnya ketiga
Mengenai sejarah Banjar ini orang itu berhasil ditemukan di daerah
terdapat berbagai versi, salah satunya Karangasem, dan tempat ditemukannya
didasarkan pada naskah Lontar Purana itu disebut daerah Angantelu. Ketiga
yang tersimpan di Puri Carangsari orang itu akhirnya diajak ke Puri dan
Kecamatan Carangsari Badung. diterima sang raja. Apapun keyakinan
Berdasarkan Lontar tersebut dan atau agama ketiga orang itu, pihak Puri
penuturan turun temurun dari orang- tidak akan mencampuri. Keyakinan
orang tua di kampung Angantiga, leluhur mereka bertiga berbeda dengan yang
kampung Angantiga ini adalah tiga orang dianut raja dan masyarakat disana, yaitu
pengembara dari Bugis. Ketiga orang beragama Islam, tetapi pihak puri tidak
ini berhasil mengamankan daerah yang mempermasalahkannya. Ketiga orang itu
sekarang menjadi wilayah Angantiga, sebenarnya adalah utusan dari kerajaan
Bugis yang tengah melakukan tugas atau
HARMONI September - Desember 2013
Peran Kelompok Keagamaan dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama (Studi Kasus Desa Adat Argantiga, ... 141
misi tertentu, yaitu untuk menghukum diyakini bahwa ketiga orang tersebut
raja Klungkung yang telah menculik adalah Daeng Mapilih, Daeng Sarekah,
salah satu putri kerajaan mereka. dan Daeng Safi’ie. Mereka bertiga yang
Penguasa Puri menawarkan tempat berhasil mengamankan daerah Bangkian
tinggal, yaitu di daerah Bangkean Jaran Jaran dari marabahaya.
sambil mempersiapkan diri melakukan
tugas dari kerajaan mereka. Selain itu, Dari berbagai versi sejarah
mereka bertiga diminta untuk menjaga Angantiga, masyarakat setempat lebih
keamanan di wilayah itu dan mengantar cenderung pada versi yang menyebutkan
masyarakat yang akan melewati Bangkian bahwa wilayah Angantiga atau dulunya
Jaran agar aman baik berangkat maupun daerah Alas Bangkean Jaran pertama
pulangnya dari sowan ke Puri. kali dibuka dan dihuni oleh pendatang
dari Bugis. Hal ini diakui tidak saja oleh
Dengan adanya ketiga orang warga kampung Islam Angantiga, tetapi
ini, akhirnya daerah Bangkean Jaran juga oleh warga Hindu di Angantiga,
menjadi aman. Masyarakat yang akan sebagaimana dinyatakan oleh Pemangku
sowan ke Puri Carangsari atau kerajaan Puseh Kayangan Tiga di Angantiga, I
Pungingpuspo, memperoleh keamanan Made Santun; Pemangku Dalem Raja
dan selamat sampai tujuan. Tempat itu Pati di Angantiga, Mangku Barata; dan
kemudian diberi nama Angantiga oleh Kliean Adat Banjar Angantiga, I Made
pihak Puri. Angantiga ini berasal dari Caluk. Tokoh yang membuka daerah
bahasa Bali halus yang mengandung tersebut adalah tiga orang muslim, dan
penghormatan. Angan artinya raga memiliki hubungan dengan kerajaan atau
atau diri manusia, dan tiga artinya tiga Puri di sekitar wilayah Petang Badung.
dalam bahasa Bali halus, yang bahasa Mereka berhasil mengamankan daerah
umumnya telu. Karena itu pemberian tersebut dan membuka wilayah tersebut
nama Angantiga ini merupakan bentuk menjadi pemukiman penduduk (Joko Tri
penghormatan Puri terhadap ketiga orang Haryanto, 2010: 31-32).
Bugis yang telah membantu kerajaan
Pungingpuspo ini. Selanjutnya ketiga
orang itu tinggal di daerah Angantiga Temuan Penelitian
tersebut yang merupakan pemberian sang
Raja atas jasa-jasa mereka. Oleh penguasa Sejarah Desa Adat di Bali dan Angantiga
Puri, warga kerajaan yang beragama
Bentuk Desa di Bali terutama
Hindu diutus untuk menemani ketiga
orang itu tinggal di sana. Akhirnya ketiga didasarkan atas kesatuan tempat. Selain
orang menikah dengan warga Hindu, merupakan kesatuan wilayah, sebuah
dan beranak keturunan sehingga Islam desa juga merupakan suatu kesatuan
kemudian berkembang berdampingan keagamaan yang ditentukan oleh suatu
dengan warga Hindu yang lain. kompleks pura desa yang disebut
Kahyangan Tiga yaitu Pura Puseh,
Demikian dikisahkan dalam Pura Bale Agung dan Pura Dalem. Ada
Lontar Purana yang tersimpan di Puri kalanya Pura Puseh dan Pura Bale Agung
Carangsari, sebagaimana disampaikan dijadikan satu dan disebut Pura Desa
oleh Pelingsir Puri Carangsari, Anak
(Baliaga, 2000). Dengan diberlakukannya
Agung Bagus Surya Mandala. Lontar
UU No. 5 Tahun 1979, di Bali dikenal
itu menyebutkan kehadiran ketiga
adanya dua pengertian desa. Pertama,
orang tersebut di Angantiga terjadi pada
‘desa’ dalam pengertian hukum nasional,
tahun 1442. Adapun siapa ketiga orang
tersebut, tidak ada penjelasan. Namun sesuai dengan batasan yang tersirat dan
tersurat dalam Undang-undang No. 5
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 12 No. 3
142 Ibnu Hasan Muchtar
Tahun 1979 tentang pemerintahan desa. tersebut. Desa adat merupakan suatu
Desa dalam pengertian ini melaksanakan lembaga tradisional yang mewadahi
berbagai kegiatan administrasi kegiatan sosial, budaya dan keagamaan
pemerintahan atau kedinasan sehingga masyarakat umat Hindu di Bali. Desa
dikenal dengan istilah ‘Desa Dinas’ adat dilandasi oleh Tri Hita Karana,
atau ‘Desa Administratif’. Desa dalam yaitu: 1). Parahyangan (mewujudkan
pengertian yang kedua, yaitu Desa Adat hubungan manusia dengan pencipta-Nya
atau Desa Pakraman, mengacu kepada yaitu Hyang Widhi Wasa); 2). Pelemahan
kelompok tradisional dengan dasar ikatan (mewujudkan hubungan manusia dengan
adat istiadat dan terikat oleh adanya tiga alam lingkungan tempat tinggalnya), dan
pura utama (Kahyangan Tiga). 3). Pawongan (mewujudkan hubungan
antara sesama manusia, sebagai makhluk
Dasar pembentukan desa adat
ciptaan-Nya (http://iptekdankemiskinan.
dan desa dinas memiliki persyaratan
blogspot.com/2011/01/eksistensi-desa-
yang berbeda, sehingga wilayah dan
adat-dan-kelembagaan.html).
jumlah penduduk pendukung sebuah
desa dinas tidak selalu sama dan sejajar Sedangkan sejarah Desa Adat
dengan desa adat. Secara historis belum Angantiga tidak terlepas dari sejarah
diketahui kapan dan bagaimana proses Angantiga itu sendiri sebagaimana
awal terbentuknya desa adat di Bali. Ada disebut di atas. Adapun pengurus Desa
yang menduga bahwa desa adat telah Adat Angantiga saat ini adalah sebagai
ada di Bali sejak zaman neolitikum di berikut:
zaman prasejarah. Desa adat mempunyai
Pembina/Kelian Dinas : I Wayan Tirta
identitas unsur-unsur sebagai
persekutuan masyarakat hukum adat, Bendesa/Kelian/
serta mempunyai beberapa ciri khas yang Ketua Desa Adat : I Nyoman Banu
membedakannya dengan kelompok sosial
lain. Ciri pembeda tersebut antara lain Penyarikan/Sekretaris : I Made Wardhana
adanya wilayah tertentu yang mempunyai
Juru Raksa/Bendahara : I Made Turjana
batas-batas yang jelas, dimana sebagian
besar warganya berdomisili di wilayah Kesinoman/Juru Arah/
tersebut dan adanya bangunan suci milik Penerangan : I Wayan Warta
desa adat berupa Kahyangan Tiga atau
Pecalang/Juru Aman : I NYM Cuk Suparta
Kahyangan Desa (Dharmayuda, 2001).
Eksistensi Desa adat di Bali diakui dalam Untuk melaksanakan tugas
pasal 18 UUD 1945 dan dikukuhkan membantu kelancaran dan pelaksanaan
oleh Peraturan Daerah Propinsi Bali No. pembangunan di bidang keagamaan,
6 Tahun 1986 yang mengatur tentang kebudayaan dan kemasyarakatan,
kedudukan, fungsi dan peranan Desa Adat melaksanakan, memberi kedudukan
sebagai kesatuan masyarakat Hukum hukum adat, membina dan
Adat di Propinsi Bali. Kelembagaan Desa mengembangkan nilai-nilai adat dan
adat bersifat permanen dilandasi oleh Tri menjaga/memelihara dan memanfäatkan
Hita Karana. kekayaan desa adat untuk kesejahteraan
masyarakat desa adat, Bendesa adat
Pengertian desa adat mencakup
dibantu oleh lembaga perangkat desa
dua hal, yaitu : (1) Desa adatnya sendiri
adat lainnya yaitu:
sebagai suatu wadah, dan (2) adat
istiadatnya sebagai isi dari wadah
Sekehe Taruno Taruni (STT Tri Cakti seni. Keterlibatan pemuda Islam/Remaja
Banjar Adat Angantiga) Masjid Baiturrahman (Remaba) tidak
sebatas menghadiri karena diundang
Perkumpulan ini khusus
namun terlibat secara fisik baik dalam
beranggotakan pemuda-pemudi umat
kepanitiaan pelombaan, sebagai peserta
Hindu Banjar Angantiga yang berumur
lomba dan sebagai partisan/penonton.
antara 17 tahun sampai dengan sebelum
Hal ini menunjukkan ada kebersamaan,
menikah. Saat ini jumlah anggota
ada interaksi di antara pemuda-pemudi
sebanyak 63 orang dengan susunan
yang ada di Banjar Dinas Angantiga
kepengurusan sebagai berikut:
dalam rangka menjaga kerukunan yang
Pembina : 1. Kelian Banjar Dinas selama ini sangat baik (Wawancara
2. Bendesa Desa Adat dengan pengurus STT Tri Cakti (I Putu
Heri Hendrawan & I Kd Darmawan) 5
Ketua : I Pt. Heri Hendrawan
Mei 2013).
Wkl Ketua : I Kd Darmawan
Sekretars : Karunia Radha Rani
Bendahara : Ni Kd Sindi Handayani Sekehe Santhi yang membidangi
Sinom/Juru Penerang I : I Kd Yogi Astawa terkait upacara di tempat suci
Simnom/Juru Penerang II : I Kd Puja Sadana Seperti halnya Sekehe Taruna
Keberadaan organisasi pemuda Taruni, Sekehe Santhi berfungsi juga
di tingkat Banjar ini sangat mendukung untuk melestarikan dan mengembangkan
keberhasilan pelaksanaan pembangunan nilai-nilai budaya, adat dan agama
di desa adat Angantiga. Organisasi yang di lingkungan Ibu-ibu/perempuan
sifatnya tradisional ini arah dan gerak umat Hindu di Desa Adat Angantiga.
utamanya adalah di bidang adat dan Perkumpulan ini khusus untuk kalangan
agama serta kegiatan umum lainnya. intern umat Hindu karena berkaitan
Diantara program kerja/kegiatan yang dengan adat dan keagamaan Hindu yang
dilakukan oleh STT Tri Cakti ini adalah tidak dapat melibatkan warga agama lain.
melakukan gotong royong setiap 15 hari
sekali di lingkungan Pura yang ada di
Banjar Adat. Melakukan musyawarah Sekehe Gong/Kesenian
di kalangan internal pemuda Hindu,
Perkumpulan ini dimaksudkan
dilakukan setiap 20 hari sekali dan
untuk melestarikan dan mengembangkan
melaksanakan perayaan ulang tahun
minat dan bakat yang ada pada masing-
STT Tri Cakti yang dilakukan pada
masing anggota selain juga sebagai
setiap tanggal 6 April setiap tahun. Dari
pelengkap dan sarana upacara keagaman
kegiatan yang dilakukan oleh STT ini
umat Hindu. Dalam kesempatan-
ada yang melibatkan pemuda di luar
kesempatan yang tidak dikhususkan
yang beragama Hindu khususnya yang
untuk upacara keagamaan, maka
beragama Islam karena hanya terdapat
kelompok kesenian ini sering juga
dua kelompok keagamaan ini di Banjar
melibatkan warga Banjar Angantiga
Dinas Angantiga sebagaimana disebut di
lainnya dari kalangan umat Islam.
atas yaitu pada saat perayaan hari ulang
Misalnya kesenian dalam rangka
tahun STT dalam kegiatan lomba-lomba
perayaan pernikahan, perayaan hari-hari
seperti: Pertandingan olah raga, Tarik
besar nasional.
Tambang, Jalan Santai dan kegiatan pentas
Kelompok Subak: Subak Air dan Subak Desa Adat melalui tabungan anggota,
Abian memberantas ijon dan sebangsanya,
mendorong pemerataan dan kesempatan
Bertani merupakan mata
berusaha dan meningkatkan daya beli,
pencaharian hidup yang paling utama
melancarkan lalu lintas pembayaran dan
dari sebagian besar masyarakat Bali.
peredaran uang. Lembaga ini merupakan
Jenis pertanian di pulau dewata ini
Badan Usaha milik Desa Adat dan oleh
meliputi pertanian sawah dan juga
karena dikelola oleh Krama Desa Adat/
perkebunan. Di dalam sistem pertanian
umat Hindu. Namun demikian oleh
di Bali, “subak” sangatlah memegang
karena komunitas yang ada di Desa
peranan penting. Subak adalah salah satu
Dinas Angantiga tidak hanya umat
bentuk lembaga kemasyarakatan pada
Hindu melainkan juga umat Islam yang
masyarakat Bali yang bersifat tradisional
sudah berabad-abad tinggal bersama
dan yang dibentuk secara turun temurun
maka lembaga ini juga memberikan
oleh masyarakat umat Hindu Bali. Subak
kesempatan kepada umat Muslim
berfungsi sebagai satu kesatuan dari para
sebagai nasabah. Kedepan diharapkan
pemilik sawah atau penggarap sawah
tidak hanya sebatas nasabah tetapi juga
yang menerima air irigasi dari satu sumber
akan dilibatkan di dalam pengelolaannya
air atau bendungan tertentu. Subak
(Wawancara dengan Sekretaris Desa Adat
terdiri dari dua jenis yaitu Subak Air dan
I Made Wardhana tanggal, 5 Mei 2013).
Subak Abian. Subak air adalah kelompok
orang yang mengatur pertanian di sawah
sedangkan Subak Abian adalah kelompok
orang yang mengatur pertanian di darat Jaringan Sosial dengan Kelompok Lain
seperti perkebunan atau cocok tanam di Sebagaimana uraian di atas,
selain persawahan yang menggunakan Desa Adat di Bali sudah berlaku secara
air/irigasi. umum di Provinsi Bali, oleh karena itu
Kelompok Subak yang ada di jaringan sosial kelompok ini (Desa Adat
Banjar Dinas Angantiga dikelola oleh Angantiga) cukup luas antar sesama
Desa/Banjar Adat, Desa/Banjar Dinas
kedua komunitas yang ada yaitu dari
baik se-Desa Petang maupun dengan
pihak umat Hindu dan juga dari pihak
Kecamatan Petang. Namun demikian
Muslim untuk kedua Subak baik untuk
setiap Desa Adat mempunyai hak
Subak Air maupun Subak Abian. Bahkan
otonom masing-masing. Khusus untuk
oleh karena yang memiliki persawahan
Desa Adat Angantiga, jaringan sosialnya
di Desa Dinas Angantiga lebih banyak
bukan hanya seperti dikemukakan di atas
dai pihak Kampung Muslim maka
namun juga dengan lingkungan setempat
pengurusnya lebih banyak dari kalangan
khususnya dengan Kampung Islam yang
Kampung Muslim (Wawancara dengan
berada di sekitarnya.
Bendesa Adat Angantiga I Nyoman Banu
tgl, 3 Mei 2013). Banjar Dinas Angantiga dipimpin
oleh seorang Kepala/Kelian Banjar
Dinas yang dipilih secara langsung
LPD (Lembaga Perkereditan Desa) oleh masyarakat/penduduk Angantiga
baik yang beragama Hindu maupun
LPD sebagaimana umumnya di yang beragama Islam. Sudah menjadi
desa-desa adat lainnya di Provinsi Bali, kesepakaan secara turun temurun di
Di Desa Adat/Banjar Dinas Angantiga Banjar ini apabila yang terpilih menjadi
terdapat pula Lembaga Perkreditan Desa Kelian/Kepala berasal dari umat Hindu
(LPD). Lembaga ini bertujuan antara maka yang menjadi wakilnya adalah
lain: menjaga ketahanan ekonomi Krama
HARMONI September - Desember 2013
Peran Kelompok Keagamaan dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama (Studi Kasus Desa Adat Argantiga, ... 145
dari umat Islam atau sebaliknya. Saat ini b. Melaksanakan hukum adat dan adat
Banjar Dinas Angantiga dipimpin oleh I istiadat dalam desa adatnya.
Wayan Tirta sedangkan wakilnya adalah
M. Djailani. Sebagai staf operasional c. Memberikan kedudukan hukum
Kepala Desa/Perbekel di wilayah kerjanya menurut hukum adat terhadap
yang ditetapkan berdasarkan Surat hal-hal yang berhubungan dengan
Keputusan Perbekel/Kepala Desa, Kelian kepentingan hubungan sosial
Banjar Dinas berfungsi menjalankan keperdataan dan keagamaan.
tugas pemerintahan dalam bidang d. Membina dan mengembangkan
administrasi di antaranya: 1). memimpin nilai-nilai adat Bali dalam rangka
penyelenggaraan Pemerintahan Banjar
memperkaya, melestarikan dan
Dinas; 2). membina kehidupan masyarakat
mengembangkan kebudayaan
Banjar; 3). melakukan koordinasi terhadap
nasional pada umumnya dan
kedua kepemimpinan adat yang ada di
kebudayaan Bali pada khususnya,
Banjar Dinas Angantiga yaitu: Desa Adat
berdasarkan paras paros salunglung
Angantiga yang dipimpim oleh I Nyoman
sabayantaka/musyawarah untuk
Banu selaku Bendesa/Kelian Adat serta
mufakat.
kampung Islam Angantiga yang dipimpin
oleh Ramsudin selaku kepala kampung. e.
Menjaga memelihara dan
memanfäatkan kekayaan desa adat
untuk kesejahteraan masyarakat desa
Program/Kegiatan Desa Adat adat.
Angantiga Berdasarkan Fungsi
Dalam ayat (2) menentukan bahwa
Sebagai suatu persekutuan atau Fungsi tersebut ayat (1) dijabarkan di
persekutuan wilayah yang berdasar atas dalam Awig-awig Desa Adat (IBP Purwita,
kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan 1984: 9). Berdasarkan fungsi di atas maka
hidup yang diwarisi secara turun temurun Program/kegiatan yang dicanangkan oleh
serta diikat dengan ‘kahyangan tiga’ yaitu Kelian Desa Adat serta perangkatnya
Pura Puseh, Pura Dalem dan Pura Desa, diantaranya sebagai berikut:
bedasarkan Perda Propinsi Bali Nomor
6 Tahun 1986 Tentang Kedudukan, 1. Bidang Pembangunan/Perbaikan
Fungsi dan Peranan Desa Adat, sebagai Pure yang ada di lingkungan Banjar
Kesatuan masyarakat Hukum Adat Adat, pelaksanaan kegiatan ini terbagi
Dalam Propinsi Bali, menentukan dalam dalam 3 katagori Jangka Panjang,
Bab III tentang Kedudukan dan Fungsi Jangka Menenagh dan Jangka
Desa Adat, dalam Pasal 5 menyebutkan Pendek. Pengaturan ini dilakukan
“Desa adat di Propinsi Bali, merupakan karena penyesuaian dengan kondisi
kesatuan masyarakat Hukum adat keuangan Desa Adat.
yang bersifat sosial keagamaan dan
2. Mengkoordinir upacara-upacara
sosial kemasyarakatan” Pasal 6 ayat (1)
keagamaan meliputi: upacara
menyebutkan bahwa Desa Adat sebagai
ketika ada yang meninggal dunia/
kesatuan masyarakat hukum adat
Ngaben dilakukan upacara
mempunyai fungsi:
Nyekah, Pernikahan dilakukan
a. Membantu pemerintah, pemerintah upacara Musakapan. Dalam adat
daerah dan pemerintah desa/ Bali jika seseorang melaksanakan
kelurahan dalam kelancaran dan pernikahan maka diberikan waktu
pelaksanaan pembangunan di segala selambat-lambatnya dalam waktu
bidang keagamaan, kebudayaan dan 3 bulan harus melakukan upacara
kemasyarakatan. Musakapan. Jika telah dilaksanakan
baik yang dilakukan oleh Desa Adat orang yang telah memeluk/
maupun Kampung Islam kedua belah menganut agama lain dengan
pihak saling memberikan bantuan cara diantaranya menggunakan
pengamanan yang dilakukan oleh bujukan, menyebarkan pamplet,
Pecalang masing-masing pihak. Jika majalah, bulletin, buku-buku
ada yang mendapat kemalangan dan bentuk barang cetakan
seperti ada kematian atau musibah lainnya serta tidak dengan cara
lainnya maupun ada yang melakukan kunjungan dari
mendapat berita sukacita seperti rumah ke rumah umat yang
melakukan perayaan pernikahan telah memeluk/menganut agama
maka kedua belah pihak warga yang lain. Untuk memelihara
ikut dalam kebersamaan mereka keharmonisan antar warga yang
saling mengunjungi memberikan berbeda agama maka berbagai
bantuan dalam hal kemalangan, kesepakatan diambil diantaranya
dalam hal sukacita mereka akan adalah tetap mejaga untuk tidak
saling mendoakan dan hadir jika melakukan penyiaran agama
mendapatkan undangan dari yang terhadap warga lain selain warga
mempunyai hajat. seagamanya. Oleh karenanya
untuk menjaga kesepakatan
4. Peran DesaAdat dalam hal pencegahan bersama tersebut warga muslim
timbulnya ketidakrukunan diantara yang ada di Desa ini setiap
warga juga dapat dilihat misalnya: melakukan acara dakwa di
a. Penyiaran Masjid dengan mendatangkan
penceramah dari luar Desa maka
Salah satu dari berbagai faktor diberikan pengertian agar dalam
yang dapat memicu timbulnya ceramahnya tidak menyinggung
ketidakrukunan antar warga agama lain dan tidak pula
berbeda agama sebagaimana hasil memberikan ceramah yang
inventarisasi dari Badan Litbang mengarah kepada ajakan kepada
dan Diklat bersama dengan agama yang sedang disampaikan.
beberapa perwakilan majelis- Hal serupa pula dilakukan oleh
majelis agama adalah persoalan pihak warga Hindu yang ada di
penyiaran agama. Permasalahan Desa Angan tiga ini.
penyiaran agama sudah muncul
setelah terjadinya G. 30 S PKI b. Pernikahan beda agama
tahun 1965, sehingga perlu Peristiwa pernikahan yang
dilakukan Musyawarah Antar melibatkan pemuda pemudi
Umat Beragama yang kemudian yang berbeda agama sebelum
lahir SKB No. 1 tahun 1969 dan menikah (calon pengantin pria
SKB No. 1 Tahun 1979 tentang Muslim dan calon pengantin
Tata Cara Pelaksanaan Penyiaran wanita beragama Hindu) sudah
Agama dan Bantuan Luar Negeri sering terjadi dan ini tidak
kepada Lembaga-Lembaga menjadi persoalan dikalangan
Keagamaan di Indonesia. warga Desa Angantiga sepanjang
Di dalam Bab. III Pasal 4 SKB No. peristiwa ini didasarkan atas
1 Tahun 1979 disebutkan bahwa kemauan murni dari kedua calon
“Pelaksanaan Penyiaran Agama pengantin tidak berdasarkan
tidak dibenarkan untuk ditujukan atas paksaan dari manapun.
terhadap orang atau kelompok Kesepakatan ini tetap berjalan
hingga saat ini dan akan tetap 1. Faktor Penghambat: a). Tingkat
berlangsung sepanjang tidak pendidikan masyarakat yang
terjadi pelanggaran oleh salah masih rendah, b). Lapangan kerja
satu pihak. yang sangat terbatas, c). Tingkat
ekonomi mayoritas masyarakat
c. Hewan peliharaan rendah disebabkan oleh wilayah
Walaupun sebagian besar letak desa angantiga sangat sempit dan
pemukiman antara pemeluk terdiri dari perbukitan dan jurang, d).
agama Islam dan pemeluk agama kenakalan remaja semakin meningkat
Hindu terpisah tetapi masih di pengaruh dari luar baik dibawa
dalam satu desa, dan bahkan langsung oleh individu-individu
sebagian masih bercampur maupun pengaruh media massa dan
dalam satu wilayah. Untuk elektronik.
menjaga keharmonisan seluruh 2. Faktor Pendukung: a). Terikat dengan
penduduk desa ini maka sudah kesepahaman yang sudah turun
terjalin saling pengertian dan temurun, b). masing-masing kampung
saling mamahami apa yang boleh baik kampun Hindu maupun
dan tidak boleh dilakukan oleh kampung muslim mempunyai awig-
warga yang berbeda keyakinan. awig (peraturan sendiri-sendiri), c).
Warga yang memeluk agama jika menyangkut urusan bersama
Hindu sudah sangat paham maka berlaku regulasi umum yang
bahwa hewan babi adalah dikoordinasikan oleh Banjar Dinas
salah satu yang diharamkan misalnya gotong royong bersama,
(tidak diperbolehkan makan, atau hal-hal lain yang menyangkut
memelihara dan bersentuhan) urusan pemerintahan.
oleh warga yang memeluk
agama Islam, maka dalam
pemeliharaan pun diletakkan
Tanggapan Pemerintah dan Masyarakat
jauh dari pemukiman muslim,
jika ada resepsi yang terdapat Keberadaan Desa Adat Angantiga
makan-makan, maka pihak ini memang sudah berabad-abad lamanya
warga yang beragama Hindu latak geografisnya yang cukup jauh
menyerahkan masak-memasak dari ibu kota Kabupaten dan struktur
makan kepada warga muslim desa yang terletak diantara bukit dan
untuk dihidangkan pada tempat juarang memang tidak mudah mendapat
terpisah. perhatian dari pemerintah, namun
demikian dengan semakin terbukanya
akses untuk menjangkau wilayah ini maka
Faktor Penghambat dan Pendukung sudah berbagai perhatian pemerintah
diberikan kepada Desa Adat Angantiga
Setiap upaya peningkatan ini seperti tersedianya Sekolah-Sekolah
keharmonisan, ketentraman dan rasa Dasar Negeri, prasarana dan sarana
penuh kebersamaan dalam suatu lainnya yang menyangkut kepentingan
masyarakat/kelompok warga dalam suatu masyarakat banyak. Khusus untuk
komunitas tentu senantiasa mendapat kepentingan Kampung Muslim yang
rintangan dan hambatan, selain juga berada di Desa Adat Angantiga terdapat
dukungan. Diantara faktor penghambat Kantor Urusan Agama (KUA) yang baru
dan pendukung Desa Adat Angantiga saja dibangun oleh Seksi Urusan Agama
dalam upaya memelihara Kerukunan Islam pada Kantor Kementerian Agama
Umat Beragama adalah sebagai berikut:
HARMONI September - Desember 2013
Peran Kelompok Keagamaan dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama (Studi Kasus Desa Adat Argantiga, ... 149
setiap kali terjadi masalah segera dapat oleh pasal 18 UUD 1945 dan dikukuhkan
diselesaikan oleh pemangku adat oleh Peraturan Daerah Propinsi Bali No.
kedua belah pihak dan jika tidak dapat 6 Tahun 1986, yang mengatur tentang
diselesaikan maka melibatkan pengurus kedudukan, fungsi dan peranan Desa Adat
Banjar Dinas. Usaha pengurus Banjar sebagai kesatuan masyarakat Hukum
Dinas dan bahkan anggota DPRD asal Adat di Propinsi Bali. Kelembagaan Desa
daerah pemilihan daerah ini untuk adat bersifat permanen dilandasi oleh
memasukkan dan atau mengupayakan Tri Hita Karana. Dalam menjalankan
agar kampung Muslim Desa Angantiga fungsinya desa adat di Desa Angantiga
ini juga mendapatkan bantuan yang ini membentuk beberapa lembaga yang
sama seperti bantuan untuk Desa Adat bertugas membantu menjalankan tugas-
(kampung Hindu) belum membuahkan tugas desa adat. Lembaga dimaksud
hasil (Wawancara dengan Kelian Banjar adalah:
Dinas Angantiga 5 Mei 2013).
a. Sekehe Taruno Taruni (STT Tri Cakti
Banjar Adat Angantiga)
Penutup b. Sekehe Santhi yang membidangi
Kesimpulan terkait upacara di tempat suci
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, PT.
Rineka Cipta, Cet. Keduabelas, Edisi Revisi v.
Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI, 2011, Sosialisasi PBM & Tanya
Jawabnya, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Jakarta, Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI, Edisi Tanya Jawab yang Disempurnakan.