Anda di halaman 1dari 6

Nama : I Kadek Riko Prayesta

NIM : 19021012
Kelas : A4A
Matkul : Farmakoterapi III Neurologi dan Psikiatri

1. Alzheimer merupakan suatu gangguan psikiatri yang merupakan bentuk progresifitas dari
dementia, yang berefek pada gangguan kognitif, behavior, dan fungsional. Dementia
merupakan penyakit penurunan fungsi otak yang kompleks dan progresif sehingga daya
ingat seseorang merosot tajam dan tidak dapat disembuhkan.
Faktor resiko Alzheimer :
Usia (kemampuan tubuh untuk memperbaiki diri sendiri menjadi kurang), Riwayat keluarga
(peluang 75% bila ke-2 ortu), Faktor Genetik (Gen APOE-e4), Jenis Kelamin, Penyakit
Kardiovaskuler, Penyakit Diabetes, Luka di kepala.

2. Stage penurunan kognitif menurut GDS


Stage Level Deskripsi

Stage 1 Normal Tidak ada perubahan fungsi kognitif


Mengeluh kehilangan sesuatu atau lupa nama teman, tp

Stage 2 Pelupa tdk mempengaruhi pekerjaan dan fungsi sosial.


Umumnya mrpk bagian dari proses penuaan yg normal
Ada penurunan kognisi yang menyebabkan gangguan
fungsi sosial dan kerja. Anomia, kesulitan mengingat
Stage 3 Early
kata yang tepat dim percakapan, dan sulit mengingat.
Pasien mulai sering bingung/anxiety
Pasien tdk bisa lagi mengatur keuangan atau aktivitas
Late confusion rumah tangga, sulit mengingat peristiwa yg baru terjadi,
Stage 4
(early AD) mulai meninggalkan tugas yang sulit, tetapi biasanya
masih menyangkal punya masalah memori
Pasien tidak bisa lagi bertahan tanpa bantuan orang lain.
Sering terjadi disorientasi (waktu, tempat), sulit memilih
Early dementia
Stage 5 pakaian, lupa kejadian masa lalu. Tetapi pasien
(moderate AD)
umumnya masih menyangkal punya masalah , hanya
biasanya jadi curigaan atau mudah depresi
Middle Pasien butuh bantuan untuk kegiatan sehari-hari (mandi,
dementia berpakaian, toileting), lupa nama keluarga, sulit
Stage 6
(moderately menghitung mundur dari angka 10. Mulai muncul gejala
severe AD) agitasi, paranoid, dan delusion
Pasien tidak bisa bicara jelas (mgkn cuma bergumam
atau teriak), tidak bisa jalan, atau makan sendiri.
Stage 7 Late dementia
Inkontinensi urin dan feses. Kesadaran bisa berkurang
dan akhirnya koma.

3. • Inhibitor kolinesterase akan meningkatkan kadar asetilkolin (takrin, donepezil,


rivastigmin, galantamin)
• Antagonis reseptor NMDA : Memantine
• Antioksidan dapat memperlambat progresivitas penyakit (Vit E, selegilin (MAO
inhibitor))
• Alternatif terapi : ekstrak gingko biloba sebagai neuroprotektif --- mengurangi
kerapuhan kapiler, efek antioksidan, dan menghambat agregasi platelet tetapi masih
perlu evidence yang lebih banyak

4. depresi dapat terjadi karena defisiensi dari salah satu atau beberapa neurotransmiter
aminergik, pada celah sinaps neuron khususnya di sistem limbik sehingga aktivitas
reseptor serotonin menurun
Faktor-Faktor Resiko Depresi
a. Faktor Biologis
terhadap perbedaan pada sistem neurotransmitter antara orang yang depresi dannyang
tidak depresi. Terdapat beberapa bagian pada otak yang tidak bekerja secara normal
saat depresi
b. faktor genetik
depresi dapat terjadi diturunkan melalui faktor genetik/keturunan
c. Gender
penelitian menunjukan bahwa wanita dua kali lebih banyak menglami depresi daripada
pria. Perubahan hormonal yang terjadi pada wanita pada banyak waktu dalam hidup
bisa jadi merupakan faktor penyebabnya
d. usia
orang yang berusia lanjut memiliki resiko depresi yang lebih besar. Itu bisa desibabkan
oleh beberapa faktor lain, seperti hidup sendiri, kurangnya dukungan sosial, dan lain
sebagainya
e. kondisi kesehatan
kondisi seperti kanker, penyakit jantung, diabetes, dan penyakit kronis jangka panjang
lainnya bisa menimbulkan depresi. Kondisi lain seperti gangguan tidur juga bisa
mendatangkan depresi.

5. Diagnosis multiaksial yang terdiri dari 5 aksis yaitu


aksis I adalah gangguan klinis dan kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis,
aksis II adalah gangguan kepribadian dan retardasi mental,
aksis III adalah kondisi medik umum,
aksis IV adalah masalah psikososial dan lingkungan, dan
aksis V adalah penilaian fungsi secara global. T

6. a. Berdasarkan keluhan yang dialami oleh Tn. AH maka dapat disimpulkan bahwa Tn.
AH terdiagnosis Depresi

b. FIR
No Further Information Required Alasan
Untuk mengetahui mengapa kadar
Apakah pasien memiliki riwayat
1. SGOT dan Creatinin_B mengalami
penyakit hati?
peningkatan
Apakah pasien memiliki riwayat Untuk menentukan terapi untuk
2.
alergi obat? pasien
Apakah pasien memiliki riwayat Untuk menentukan terapi untuk
3.
pengobatan? pasien
Apakah pasien memiliki riwayat Untuk menentukan terapi untuk
4.
penyakit terdahulu? pasien

c. SOAP
Subjective (symptom)
Tuan AH (25 tahun) BB 66 kg, TB 170 cm, datang dengan keluhan bingung,
mendengar sesuatu yang tidak ada, miskin bicara. Pasien tiba-tiba bingung, merasa
sakit kemudian berobat ke Rumah Sakit Xyz. Kemampuan kerja sangat menurun,
mengeluhkan nyeri uluhati, serasa ingin muntah dan sebah dikarenakan kurang nafsu
makan.

Objective (signs)
- SGOT = 40.7 U/L
- Creatinin_B = 1.33 mg/dL
- BB 66 kg, TB 170 cm

Assesment (with evidence)


Drug Related Problem
Pada kasus ini, Tuan AH belum diberikan pengobatan apapun, maka DRP pada kasus
ini adalah
Problem
Subjek Objek Terapi DRP
Medik
Keluhan bingung, SGOT = 40.7
mendengar sesuatu U/L P 1.4 Indikasi yang
yang tidak ada, Creatinin_B tidak tertangani
miskin bicara. Pasien = 1.33 mg/dL
tiba-tiba bingung, BB 66 kg, TB C 1.8 Tidak
Kemampuan kerja 170 cm menerima obat
Depresi -
sangat menurun, yang dibutuhan
mengeluhkan nyeri
uluhati, serasa ingin C 1.9 Dibutuhkan
muntah dan sebah indikasi obat yang
dikarenakan kurang baru
nafsu makan

Plan (including primary care implication)


Problem Terapi Terapi yang
Medik Sebelumnya Diberikan
Olanzapine 5
mg 2x1
Fluoklsetin 20
Depresi -
mg 1x1
Esomeprazole
40 mg 1x1

Terapi Non Farmakologi


Dapat diberikan terapi ECT. Electroconvulsive Therapy atau ECT adalah tindakan
medis yang efektif pada pasien dengan depresi berat, depresi dengan resistensi terapi,
katatonia, atau episode manik yang resisten obat. Mekanisme ECT belum diketahui
secara pasti. Namun, pemberian arus listrik lemah pada otak dipercaya dapat
mempengaruhi komponen sistem saraf pusat, termasuk hormon, neuropeptida, faktor
neurotropik dan neurotransmitter dan memberikan efek terapeutik pada pasien diatas

Monitoring
Efektivitas
Efektivitas terapi dapat dilihat dari skor Beck Depression Inventory (BDI)
d. Dapat diberikan terapi ECT. Electroconvulsive Therapy atau ECT adalah tindakan medis
yang efektif pada pasien dengan depresi berat, depresi dengan resistensi terapi, katatonia, atau
episode manik yang resisten obat. Mekanisme ECT belum diketahui secara pasti. Namun,
pemberian arus listrik lemah pada otak dipercaya dapat mempengaruhi komponen sistem saraf
pusat, termasuk hormon, neuropeptida, faktor neurotropik dan neurotransmitter dan
memberikan efek terapeutik pada pasien diatas

e. EBM
- Olanzapine dan Fluoxatine
Sebanyak lima RCT dengan 3.020 pasien memenuhi kriteria inklusi dan dimasukkan dalam
meta-analisis ini. Dibandingkan dengan monoterapi olanzapine atau fluoxetine, OFC dikaitkan
dengan perubahan yang lebih besar dari baseline di MADRS (WMD =-3,37, 95% CI: -4,76, -
1,99; P<0,001), HAM-A (WMD =-1,82, 95% CI : -2,25, -1,40; P<0,001), CGI-S (WMD =-
0,37, 95% CI: -0,45, -0,28; P<0,001), dan skor BPRS (WMD =-1,46, 95% CI: - 2,16, -0,76;
P<0,001). Selain itu, OFC memiliki tingkat respons yang jauh lebih tinggi (RR = 1,35, 95%
CI: 1,12, 1,63; P = 0,001) dan tingkat remisi (RR = 1,71, 95% CI: 1,31, 2,23; P<0,001). Insiden
efek samping terkait pengobatan serupa antara OFC dan kelompok monoterapi (RR = 1,01,
95% CI: 0,94, 1,08; P = 0,834)
- Esomeprazole
Penelitian yang berjudul “Comparative study of omeprazole, lansoprazole, pantoprazole and
esomeprazole for symptom relief in patients with reflux esophagitis” yang bertujuan untuk
memperjelas apakah ada perbedaan dalam pengurangan gejala mual muntah dan sakit uluhati
pada pasien dengan refluks esofagitis setelah pemberian empat penghambat pompa proton
(PPI). 274 pasien dengan esofagitis refluks erosif diacak untuk menerima 8 minggu 20 mg
omeprazole (n = 68), 30 mg lansoprazole (n = 69), 40 mg pantoprazole (n = 69), 40 mg
esomeprazole (n = 68) sekali sehari di pagi hari. Perubahan harian pada gejala mual muntah
dan refluks asam dalam 7 hari pertama pemberian dinilai menggunakan skala enam poin (0:
tidak ada; 1: ringan; 2: ringan-sedang; 3: sedang; 4: sedang-berat; 5: berat). Hasilnya Rata-rata
skor heartburn pada pasien yang diobati dengan esomeprazole lebih cepat menurun
dibandingkan mereka yang menerima PPI lainnya. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara
keempat kelompok dalam tingkat penyembuhan endoskopi refluks esofagitis pada minggu ke-
8. Maka dari itu, saya merekomendasikan Esomeprazole 40 mg 1x1

Anda mungkin juga menyukai