6 SEPTEMBER 2021
Presentator :
Muhammad Arif Darmawan
Moderator
dr. Dian Paramita Wulandari, M.Sc., Sp. T.H.T.K.L(K)
Hyodo, M., 2020. ”Botulinum Toxin Injection Into The Instrinsic Laryngeal
Muscle To Terat Spasmodic Dysphonia : A Multicenter, placebo-conttolled,
randomized, double-blinded, parallel-group comparison/open–label clinical
trial”. European journal of Neurol. Vol. 28, Hal. 1548-56
PENDAHULUAN
Dampak pada DS :
percakapan sulit membahayakan pekerjaan
Fungsi sosial terganggu
• Botulinum toksin.
• Disfonia spasmodik
• Pita suara
• Otot intrinsik laring
METODE PENELITIAN
Pertanyaan penelitian
Tujuan Penelitian
Mengetahui daya guna terapi injeksi botulinum toksin dibandingkan
kontrol plasebo pada pasien disfonia spasmodik
Hipotesis Penelitian
Desain Penelitian
Tempat Penelitian
Waktu Penelitian
Tidak disebutkan
METODE PENELITIAN
Populasi Target
Populasi Terjangkau
Semua pasien dengan Disfonia Spasmodik yang datang di Departemen
THT di delapan institusi Jepang
Sampel Penelitian
Usia ≥ 12 tahun
Gangguan suara (DS) lebih dari 6 bulan
Kriteria Inklusi Derajat sedang-berat pada DS (≥ 12/25 dan
5/27)
Analisis
ANALISIS PENELITIAN
DS Abduksi
Perubahan jumlah morae
abnormal pada 4 minggu setelah
injeksi adalah -2 dan 1 pada
kedua subjek ABSD.
Meskipun tidak ada peningkatan
pada satu subjek, sedikit
peningkatan diamati pada subjek
lainnya.
Pada Minggu ke2 skor S menunjukkan perubahan yang signifikan dari baseline
pada kelompok TB (uji peringkat bertanda Wilcoxon, p = 0,0156).
Tidak ada perbedaan yang signifikan pada kelompok plasebo (p = 0,6250).
Tes jumlah peringkat Wilcoxon mengungkapkan perbedaan kelompok dalam
perubahan skor S dari awal pada 2 minggu (p = 0,0394).
Pada kedua kelompok, S setelah injeksi ulang serupa dengan setelah injeksi awal
BT.
Rata-rata kuadrat terkecil perbedaan (95% CI) antara kedua kelompok pada 2 dan 12
minggu setelah injeksi adalah 8.6 (−14.6, 2.6) dan 3.6 (−6.7, 0.4), masing-masing.
Perubahan skor VAS memuncak pada 4 minggu dikelompok BT 20.5 ± 8.74 dan
pada 12 minggu 15.6 ± 8.68.
Perbedaan rata-rata kuadrat terkecil (95% CI) antara kedua kelompok pada 4 dan
12 minggu adalah 14.7 (−34.9, 5.5) dan 12.9 (−31.8, 6.0).
Perubahan skor VHI dan VAS setelah injeksi ulang serupa dengan setelah injeksi
awal TB.
Meskipun signifikansi statistik tidak terlihat dalam penelitian ini, VHI dan VAS
berhasil ditingkatkan dengan injeksi TB.
DISKUSI
Blitzer dkk 91,2% tingkat respon pada 1300 pasien yang dirawat selama 24
tahun.
Pasca terapi efek buruk termasuk suara serak sementara dan aspirasi
pada umumnya membaik pada minggu ke 4.
Peneliti menemukan disfonia paralisis yang merupakan efek buruk yang
paling sering, dan mempunyai durasi rata-rata 16.2 hari.
Hal tersebut sesuai dengan TISH dkk mereka menyatakan pasien
dengan suara serak pasca terapi menunjukkan peningkatan respon
terhadap terapi.
Aspirasi sementara juga telah dilaporkan
Dalam penelitian ini terjadi tingkat gangguan suara dan gangguan
menelan lebih tinggi dikarenakan peneliti melakukan wawancara
terperinci pada setiap sesi terapi, dan kemudian menemukan gejala yang
sangat ringan.
Tidak ada gejala efek buruk yang parah dan menetap
DISKUSI
Skor 2 Jawaban ya
Skor 1 Jawaban unclear/possibly
Skor 0 Jawaban tidak
Tidak dapat Tidak punya nilai karena data tidak
diterapkan (TDD) tersedia
70% Valid
50-70% Sedang
50% Tidak valid
BAHAN DAN METODE
Injeksi ulang kedua adalah secara unilateral atau bilateral 1,0 hingga 2,5 U.
Untuk pasien ABSD, setiap injeksi adalah label terbuka, karena ABSD
sangat jarang, dan double-blinding tidak layak.
Obat atau plasebo disuntikkan secara sepihak ke otot Posterior
cricoarytenoid (PCA) menggunakan pendekatan transservikal anterolateral
dengan panduan EMG.
Setelah setiap injeksi, pasien ditindaklanjuti pada minggu ke-2 dan ke-4,
dan setiap 4 minggu setelahnya, selama masa studi 48 minggu.
Pada setiap kunjungan, jumlah Abnormal morae, skala GRBAS, VHI, dan
VAS dikumpulkan.
endoskopi laring dilakukan, dan fungsi fonasi dan kimia darah dievaluasi.
RANDOMISASI
Dalam bahasa Jepang, mora unit bunyi berirama minimum yang diwakili
oleh vokal tunggal Jepang atau kompleks konsonan-vocal.
Kata-kata Jepang terdiri dari morae analog dengan suku kata dalam
bahasa Inggris
5
8
OTOT INTRINSIK
• Bagian posterolateral terdapat prosessus
muskularis insersi dari m. krikoaritenoid lateral
dan posterior
• Bagian anterolateral m. tiroaritenoid
60
Aduksi dan memendekan plika
vokalis
• Bagian Posteromedial
m.interaritenoid aduksi plika vokalis
Membran Plika Vokalis
• Plika vokalis m. tiroaritenoid dan lapisan jaringan lunaknya,
yang memanjang dari prosesus vokalis pada aritenoid menuju
garis tengah kartilago tiroid katup penting untuk penutupan
glotis terhadap fonasi
• Plika vokalis epitel squamous stratifikatum tipis Lamina
propia terdiri dari fibrous protein (elastin, collagen)
ekstracelluler elemen, sedikit sel fibroblast
64
DISFONIA SPASMODIK
Disfoni gangguan suara yang disebabkan kelainan pada laring, bukan merupakan
suatu penyakit tetapi merupakan gejala penyakit
Disfonia spasmodik gangguan suara kronis yang tidak diketahui asalnya yang ditandai
dengan kontraksi otot laring yang berlebihan atau tidak tepat selama berbicara.
SPASMODIK DISFONIA
DISFONIA
Tidak diketahui
Etiologi yang sering dijumpai :
Fungsi abnormal di area otak yang
Infeksi/peradangan
disebut ganglia basal (membantu
Kelainan neurologis, trauma laring
koordinasi otot seluruh tubuh)
Tumor jinak dan tumor ganas
Penelitian terbaru area korteks
Etiologi yang jarang dijumpai :
serebral yang mengontrol perintah ke
Gangguan psikologis seperti stress
otot.
Obat-obatan
Dalam beberapa kasus, disfonia
Hormonal, usia
spasmodik dapat terjadi dalam keluarga.
Variasi anatomi
Meskipun gen spesifik untuk distonia
Penyakit neuromuskuler
spasmodik belum diidentifikasi
ETIOLOGI DISFONIA SECARA
UMUM
ETIOLOGI DISFONIA SECARA
UMUM
GEJALA
SPASMODIK DISFONIA
Suara terdengar terengah-engah DISFONIA SECARA UMUM
Berbisik, tercekik atau kencang suara seak (hoarseness),
Tremor vocal suara mendesah (breathy voice),
Suara serak suara kaku (strain voice) sampai
Suara gemetar tidak bersuara (afoni).
Suara terputus-putus
Upaya yang diperlukan untuk
menghasilkan suara
Gagal mempertahankan suara
Reseksi Lengkap
MIOMEKTOMI
Setelah BT diinjeksikan Toksin berdifusi ke dalam jaringan terikat secara selektif dan
irreversible di terminal presinaptik neuro-muscular junction menempel pada protein
membran spesifik yang bertanggung jawab terhadap ekskresi asetilkolin
98
KATA KUNCI
Penulisan Kata Kunci
Kata kunci adalah kata-kata yang mengandung konsep pokok yang dibahas
dalam artikel.
Kata kunci dapat diambil dari thesaurus bidang ilmu masing-masing.
Pilihlah kata kunci yang paling baik yang dapat mewakili topik yang dibahas
dalam artikel tersebut.
Kata kunci walaupun sangat sederhana penting dalam indeks artikel serta dapat
membantu akses suatu tulisan ke pembaca melalui pemindaian komputer di
internet.
Bila seseorang ingin mencari suatu artikel dengan membaca kata kunci maka
salah satu kata kunci yang anda tuliskan dapat membuka artikel tersebut.
Jumlah kata kunci bervariasi dari 3 sampai 6 kata dan cara pengurutannya dari
yang spesifik ke yang umum dan ditulis dalam satu baris. Kata kunci ditempatkan
sesudah abstrak.
99
level of evidence
100
101
Randomized Controlled Clinical
Trials (RCT)
Randomized Controlled Clinical Trials RCT sendiri dapat dibagi menjadi beberapa jenis,
diantaranya:
adalah suatu jenis penelitian dimana
subyek dari suatu populasi • Open trial: peneliti dan subyek penelitian
mengetahui obat apa yang diberikan
dikelompokkan secara acak ke dalam
grup yang biasa disebut dengan • Single mask (single blind): salah satu pihak tidak
kelompok studi dan kelompok kontrol, mengetahui obat apa yang diberikan, bisa saja
peneliti atau subyek penelitian.
untuk menerima dan tidak menerima
suatu tindakan preventif, terapeutik, • Double mask (double blind): kedua pihak (peneliti
dan subyek penelitian) tidak mengetahui
manuver dan intervensi. pengobatan yang diberikan, demi menghindari
terjadinya berbagai bias
Jenis penelitian ini biasanya digunakan
untuk mengetahui efektivitas suatu obat. • Triple mask (triple blind): peneliti, subyek
penelitian, dan penilai tidak mengetahui obat apa
yang diberikan.
102
Randomized Controlled Clinical Trials
(RCT)
Kelebihan dari desain studi RCT adalah: Kelemahan dari desain studi RCT adalah:
• Faktor bias dapat dikontrol secara • Desain dan pelaksanaan yang kompleks
efektif karena faktor perancu telah dan mahal.
dibagi secara seimbang. • Masalah etika memberikan perlakuan
• Telah dilakukan kriteria inklusi. yang dihipotesiskan merugikan, atau
• Dari segi statistika lebih efektif karena tidak memberikan perlakuan yang
jumlah kelompok perlakuan dan bermanfaat.
kontrol sebanding. • Uji klinis terkadang harus dilakukan
• Pemilihan peserta secara random seleksi tertentu sehingga tidak
sangat menguntungkan uji klinis secara merepresentasikan populasi.
teori. • Jika ukuran sampel terlalu kecil,
randomisasi gagal mengontrol faktor
perancu.
• Jika waktu perlakuan terlalu pendek, RCT
tidak mampu menunjukan efek
perlakuan yang sesungguhnya.
103
Cross sectional
• Cross sectional adalah suatu penelitian Studi Cross sectional dapat dikelompokkan
untuk mempelajari korelasi antara menjadi dua jenis, yaitu:
faktor faktor resiko dan dampaknya, 1. Deskriptif
dengan cara pendekatan, observasi
atau pengumpulan data sekaligus • Penelitian ini digunakan untuk menentukan
pada suatu saat (point time approach). besaran pengaruh dari masalah kesehatan
atau faktor resiko dan penelitian
• Artinya, tiap subjek penelitian hanya perkembangan masalah secara alamiah dalam
diobservasi sekali saja dan pokok bahasan epidemiologi deskriptif.
pengukuran dilakukan terhadap status 2. Analitik
karakter atau variabel subjek pada saat
pemeriksaan. • Penelitian ini bertujuan untuk menemukan
antara hubungan variabel atau faktor dalam
• Hal ini tidak berarti bahwa semua ruang lingkup arah dan besarnya hubungan
subjek penelitian diamati pada waktu yang terjadi.
yang sama.
104
Cross sectional
Kelebihan dari studi ini adalah:
• Merupakan penelitian observasi yang paling simpel
• Mudah untuk dilaksanakan
• Hasil segera diperoleh
Karakteristik dari studi ini adalah: • Dapat menjelaskan hubungan antara fenomena kesehatan yang
diteliti dengan faktor yang terkait terutama karakteristik yang
• Pengamatan subjek studi hanya menetap
dilakukan satu kali selama penelitian. • Memberikan informasi prevalensi
• Merupakan studi awal dari suatu rancangan studi kasus-control
• Perhitungan perkiraan besarnya sampel maupun cohort
tanpa memperhatikan kelompok yang • Memiliki bias recall yang lebih sedikit dari subjek
terpajan atau tidak.
• Pengumpulan data dapat diarahkan Kelemahan dari studi ini adalah:
sesuai dengan kriteria subyek studi.
• Tidak bisa menyimpulkan hubungan sebab akibat karena
• Tidak terdapat kelompok kontrol dan urutan waktunya tidak dapat ditentukan
tidak terdapat hipotesis spesifik.
• Tidak cocok untuk kasus yang jarang terjadi
• Hubungan sebab akibat hanya berupa • Tidak dapat digunakan untuk menghitung insidensi atau
perkiraan yang dapat digunakan sebagai resiko relatif yang sebenarnya
hipotesis dalam penelitian analitik atau
eksperimental. • Penelitian dalam satu waktu, hanya berkaitan dengan
survivor dan survive yang ditemukan
• Tidak berguna untuk mendeskripsikan sejumlah kasus atau
kejadian ketika kasus tersebut reccurent.
Cohort
106
Cohort
107
Cohort
108
Cohort
Kelebihan dari studi kohort adalah: Kelemahan dari studi kohort adalah:
• Penelitian kohort merupakan pilihan terbaik untuk kasus • Penelitian kohort memerlukan sampel yang besar dan
yang bersifat insidens dan perjalanan penyakit atau efek waktu yang lama sehingga sulit untuk mempertahankan
yang diteliti. subjek penelitian agar tetap mengikuti proses penelitian.
• Penelitian kohort paling baik dalam menerangkan • Sarana dan biaya yang diperlukan biasanya mahal.
hubungan antara faktor risiko dengan efek secara temporal
(sebab akibat). • Seringkali rumit
• Penelitian kohort merupakan pilihan terbaik untuk kasus • Kurang efisien dalam hal waktu dan biaya.
yang bersifat fatal dan progresif.
• Penelitian prospektif tidak efisien untuk penelitian
• Penelitian kohort dapat dipakai untuk meneliti beberapa penyakit dengan fase laten yang lama
efek sekaligus dari suatu faktor risiko tertentu
• Penelitian retrospektif membutuhkan ketersediaan data
• Karena pengamatan dilakukan secara kontinu dan sekunder yang lengkap dan handal
longitudinal, penelitian kohort memiliki kekuatan yang andal
untuk meneliti berbagai masalah kesehatan yang makin • Terancam drop out
meningkat.
• Dapat menimbulkan masalah etika.
• Besarnya risiko relatif dan risiko atribut dapat dihitung
secara langsung.
• Pada penelitian kohort dapat dilakukan perhitungan statistik
untuk menguji hipotesis. 109
• Penelitian kohort menyediakan angka dasar bagi kasus-
kasus baru penyakit sehingga program pencegahan dapat
dievaluasi
Case Control
Karakteristik dari case control adalah:
1. Populasi yang diteliti terdiri dari kelompok yang
diklasifikasikan sebagai yang berpenyakit dan tidak
berpenyakit.
• Case control adalah sebuah studi 2. Melihat ke masa lalu (retrospektif) untuk mengukur pajanan
yang membandingkan pasien dari objek yang diteliti.
yang memiliki penyakit (kasus) 3. Hipotesis sebaiknya menspesifikasikan secara jelas hubungan
dengan pasien yang tidak memliki yang diduga antara masalah kesehatan dan pajanannya.
penyakit (kontrol) dan melihat 4. Pemilihan kasus :
kembali secara retrospektif untuk 1. Tidak ambigu dan deskripsi secara objektif dari masalah
membandingkan seberapa sering kesehatan termasuk cara mendiagnosis
paparan faktor risiko dalam setiap 2. Kriteria untuk memenuhi syarat
kelompok untuk menentukan 5. Pemilihan kontrol:
hubungan antara faktor risiko dan 1. Mewakili kelompok tanpa penyakit
study control disease. 2. Memperkuat ada tidaknya hubungan sebab akibat
3. Sebaiknya mirip dengan kasus dengan memperhatikan
• Case Control bersifat observasi potensi dari pajanan
dan dirancang untuk 4. Kriteria yang biasa digunakan sebaiknya dapat
dibandingkan dalam semua cara dengan kriteria yang
memperkirakan peluang. digunakan untuk memilih kasus
5. Yang dibandingkan ialah pengalaman terpajan oleh
faktor risiko antara kelompok kasus dan kelompok
kontrol.
110
Case Control
Kelemahan dari studi ini adalah:
• Tidak diketahuinya efek variable luar karena
keterbatasan teknis yaitu variable yang tidak ikut
dikenakan waktu matching.
Kelebihan dari studi ini adalah: • Bias penelitian akibat tidak dilakukan pengukuran
• Tidak menghadapi kendala etik, oleh peneliti dengan tanpa mengetahui yang harus di
seperti halnya penelitian cohort ukur (blind measurement)
dan eksperimental. • Kelemahan pengukuran variabel secara retrospektif
adalah objektifitas dan reliabilitasnya, sehingga untuk
• Pengambilan kasus dan kontrol faktor-faktor risiko yang tidak jelas informasinya dari
pada kurun waktu yang anamnesis maupun data rancangan sekunder sangat
bersamaan. berisiko bila menggunakan rancangan mengatasinya,
anamnesis sebaiknya dilengkapi data penunjang yang
• Adanya pengendalian faktor diperlukan untuk menegakkan diagnosis misalnya
risiko sehngga hasil penelitian pemeriksaan laboratorium klinis, roengenologi,
lebih tajam. mikrobiologi dan imunologis. Apalabila data tersebut
adalah data sekunder, perlu dilengkapai dengan
• Tidak perlu intervensi waktu, uraian mengenai cara memperoleh data secara
sebab subjek bias dibatasi. lengkap.
• Kadang-kadang kesulitan untuk memilih kontrol
dengan matching karena banyaknya faktor risiko
dan/atau sedikitnya subjek penelitian.
111
Case Cross Over
Karakteristik dari studi ini adalah:
• Exposure harus berubah dari waktu ke waktu pada orang yang
sama dan selama periode waktu yang singkat.
• Cross over studi adalah
• Exposure tidak boleh berubah secara sistematis dari waktu ke
studi dimana intervensi waktu. Pada contoh aktivitas fisik paparan di jam segera sebelum
yang dilakukan pada onset dan telah mendokumentasikan paparan referensi dua hari
kelompok orang yang sebelum pada waktu yang sama. Ini tidak akan sesuai jika aktivitas
fisik terjadi dalam waktu yang sistematis (setiap hari kedua pada
sama terkena dua waktu yang sama).
intervensi yang berbeda • Exposure harus memiliki efek jangka pendek. Durasi efek paparan
dalam dua periode harus lebih pendek dari rata-rata waktu antara dua eksposur rutin
terpisah dari waktu. pada individu yang sama. Efek dari paparan pertama harus berhenti
sebelum paparan berikutnya.
• Waktu induksi antara paparan dan hasil harus pendek.
• Penyakit harus memiliki onset mendadak . Kasus cross over tidak
tepat jika tanggal yang tepat/ waktu onset tidak tersedia atau jika
onset mendadak tidak ada (beberapa penyakit kronis).
• Beberapa periode waktu acuan dapat digunakan untuk
mendokumentasikan paparan rata-rata antara kasus. Dalam hal itu,
rata-rata waktu yang terkena dihitung dan dibandingkan dengan
paparan sesaat sebelum onset penyakit. Efisiensi kasus
menyeberang metode meningkat dengan jumlah periode referensi
disertakan.
112
Case Cross Over
Kelebihan dari desain studi ini adalah: Kelemahan dari desain studi ini adalah:
• Mengurangi variasi antar individu dan • Tidak cocok untuk penyakit yang cepat sembuh atau yang
memperkecil ukuran sample sampai 50% sembuh dalam 1 x terapi.
dari desain paralel.
• Ada carry over effect yaitu efek perlakuan pertama belum
• Cocok untuk peyakit kronik dan stabil. hilang pada saat pengobatan kedua danorder effect yaitu
• Kontrol karakteristik tiap individu. terjadinya perubahan derajat penyakit atau lingkungan
selama penelitian berlangsung.
• Efektif untuk mempelajari efek dari
paparan jangka pendek terhadap risiko • Kemungkinan drop out lebih besar.
kejadian akut. • Perlu waktu untuk menghilangkan efek obat awal sebelum
pengobatan kedua dimulai (wash out period) yang cukup.
• Tidak dapat dikerjakan pada subyek dengan kepatuhan
rendah.
• Tidak otomatis mengantrol pembauran dari faktor waktu
terkait.
• Contoh: Uji perbandingan efektivitas obat untuk asma
kronik reumatoid
artritis hiperkolesterolemia hipertensi Uji bioekivalensi
obat “copy drugs” dengan obat inovator.
113
Cohort study
114
Case control study
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
Phramatic
142
Uji hipotesa 1 tailed
143
Uji hipotesa 2 tailed
144