Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PROFIL & PEMIKIRAN TOKOH PENDIDIKAN ISLAM


Disampaikan pada diskusi kelas jurusan Tadris IPA Fisika dalam Mata kuliah
Sejarah Pendidikan Islam

Disusun Oleh Kelompok 14 :


Fauziah Halmi Irawan : 2114080041
Muhammad Habib Zikri : 2114080053

Dosen Pengampu:
Dr.Ratna Kasni Yuniendel., S.Ag.M.pd.I

PROGRAM TADRIS IPA FISIKA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
2022M/1443H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah yang berjudul “PROFIL & PEMIKIRAN TOKOH PENDIDIKAN ISLAM” ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.
Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, di karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi
menyempurnakan makalah yang telah kami buat ini.

Padang, 06 Maret 2022

Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

Pikiran adalah gagasan dan proses mental yang memungkinkan seseorang untuk
merepresentasikan dan memberikan perlakuan terhadapnya secara efektif sesuai dengan
tujuan, rencana, dan keinginan. Dengan berpikir, dapat berkembangnya suatu ide, konsep,
pemikiran yang baru yang keluar dari dalam diri seseorang. Berpikir juga dapat diartikan
pekerjaan yang sulit dimana kita harus mengerjakan otak kita untuk memahami sesuatu yang
cukup lama, untuk mencari suatu.
Akal adalah kemampuan pikir yang hanya dimiliki manusia. Berpikir adalah
perbuatan yang mendorong untuk aktif demi kepentingan dan peningkatan hidup manusia.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa fungsi akal adalah untuk berfikir. Seperti yang kita
ketahui bahwasanya manusia memiliki akal dan pikiran serta pendapat yang berbeda, karena
Allah Subhanahu wata‟ala telah memberikan kecerdasan kepada manusia. Hal tersebut yang
membedakan Manusia dan makhluk hidup lainnya. Sebagaimana dijelaskan Allah dalam
surah Yusuf ayat 111 yang berbunyi:

ْ َ ‫ب َما َكانَ َح ِد َْثًا َُّ ْفت َ ٰزي َو ٰل ِك ْه ت‬


َ‫ص ِدَْق‬ ِ ِۗ ‫ص ِه ْم ِعب َْزة ٌ ِّّلُو ِلً ْاّلَ ْلبَا‬ ِ ‫ص‬ َ َ‫لَقَ ْد َكانَ فِ ٍْ ق‬
○ َ‫ٍَءٍ َّوهُدًي َّو َر ْح َمتً ِلّقَ ْى ٍم َُّؤْ ِمنُ ْىن‬
ْ ‫ص ُْ َل ُك ِّل ش‬ ْ ‫ࣖ الَّذ‬
ِ ‫ٌِ بَُْهَ ََدَ َْ ِه َوت َ ْف‬
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan
(kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS.Yusuf :111)
Agama Islam adalah agama yang sangat adil dan sempurna. Agama kita memuliakan akal
sehat karena kemampuan berfikir dan memahami sesuatu dengan baik merupakan anugerah
yang besar dari Allah Ta‟ala. Karena besarnya kemuliaan pada akal, maka agama Islam telah
menetapkan syariat untuk menjaga dan mengembangkan akal dan pikiran.
Meskipun agama Islam menghormati akal sehat, namun akal tetap ditempatkan di tempat
yang layak sesuai dengan kedudukannya. Salah satunya dengan berpikir. Dari berpikir itulah
lahirlah para tokoh pemikiran Islam yang berpengaruh pada masa nya.
BAB II
PEMBAHASAN

1. K.H. Ahmad Dahlan


a. Profil K.H. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan lahir di Kauman (Yogyakarta) pada tahun 1868 dan meninggal pada
tanggal 25 Februari 1923. Ia berasal dari keluarga yang terdidik dan terkenal alim dalam ilmu
agama. Nama ayahnya adalah K.H. Abu Bakar, Imam dan khatib Masjid Agung Yogyakarta.
Sedangkan ibunya bernama Siti Aminah, putri dari K.H. Ibrahim, yang merupakan kepala
Keraton Yogyakarta.
Sejak kecil, Dahlan dibesarkan dan dididik sebagai putra Kyai. Pendidikan dasar
dimulai dengan belajar membaca, menulis, dan mengaji Al-Qur'an dan kitab-kitab agama. Ia
menerima pelatihan ini langsung dari ayahnya. Menjelang akhir masa dewasa, ia
mempelajari dan memperdalam studi agama pada beberapa ulama besar saat itu. Di antaranya
ia K.H. Muhammad Saleh (ilmu fiqh), K.H. Muhsin (ilmu nahwu), K.H. R. Dahlan (ilmu
falak), K.H. Mahfudz dan Syekh Khayyat Sattokh (ilmu hadis), Syekh Amin dan Sayyid
Bakri (qiralat al-Quean), Selain itu, ia juga mengaji di Pesantren menurut sistem lama.
Dahlan juga melanjutkan pelajarannya selama 1 tahun di tanah suci Mekah.
Setelah kembali ke Indonesia ia menjabat sebagai pegawai masjid Sultan dan
mengembangkan kegiatan perdagangan. Sebagai seorang saudagar, ia tetap tidak
meninggalkan kegiatan pendalaman dan peningkatan pengetahuan tentang ajaran Islam,
mengunjungi Ulama dan memperhatikan situasi Muslim di tempat-tempat yang
dikunjunginya. Ahmad Dahlan juga merupakan sosok yang aktif dan berwawasan luas dalam
kegiatan sosial, mudah diterima dan disegani oleh masyarakat.
Ahmad Dahlan mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah pada tanggal 18 November
1912. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW. Muhammadiyah secara
etimologis berarti pengikut nabi Muhammad, karena berasal dari kata Muhammad. kemudian
mendapatkan ya nisbiyah, sedangkan secara terminologi berarti gerakan Islam
Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang melaksanakan. dakwah amar ma‟ruf nahi
munkar dan tajdid, bersumber pada Al-Qur‟an dan as-Sunnah dengan maksud dan tujuan
menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya.
b. Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan
Kekhawatiran terhadap perilaku umat Islam di Indonesia yang masih menganut
praktik-praktik yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Islam menjadi inti pemikiran
reformasi Ahmad Dahlan yang juga menjadi prasyarat lahirnya Muhammadiyah. Pemikiran
Ahmad Dahlan tentang pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai titik awal kebangkitan
pendidikan Islam di Indonesia. Gagasan reformasi ditentang oleh masyarakat saat itu,
terutama dalam tatanan pendidikan tradisional. Namun bagi Dahlan, tantangan ini bukanlah
halangan, melainkan tantangan yang harus dihadapi dengan bijak. Dinamika pembaruan terus
mengalir dan bergerak menuju tantangan hidup yang semakin kompleks dan beragam. Oleh
karena itu, peran pendidikan Islam selalu menjadi semakin penting dan strategis untuk
mendapat perhatian serius. Karena pendidikan merupakan sarana yang sangat strategis untuk
mendidik masyarakat.
Gerakan organisasi sosial dan keagamaan di Indonesia memegang peranan yang
sangat penting. Salah satunya adalah Persatuan Muhammadiyah yang didirikan oleh Ahmad
Dahlan. Muhammadiyah memiliki tiga dimensi gerakan Islam, asal usul dan pembaruan.
Karena Muhammadiyah terbukti mampu memberikan dampak di segala bidang kehidupan
dan menarik simpati banyak orang, tak heran jika ormas ini terus bertambah anggotanya dan
menunjukkan grafik yang selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Praktek keagamaan masyarakat saat itu yang dianggap menyimpang dari nilai-nilai
Islam seperti praktek takhayul, bid‟ah dan khurafat,maka Ahmad Dahlan berusaha
mendobrak dan memerangi kemapanan tradisi yang sudah berurat akar dalam masyarakat
tersebut dengan meniscayakan adanya tajdid (pembaruan) sebagai soko guru gerakannya.
Corak pemikiran Islam dari Ahmad Dahlan pada umumnya berkisar pada penekanan praktik
Islam salaf sebagai kritik atas Islam tradisional (taqlid) yang bercorak sinkretis karena
pengaruh adat istiadat lokal. Dengan kata lain, singularitas Islam direkonstruksi lagi menjadi
Islam sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, pembaharuan dalam Muhammadiyah berarti
memperbarui pemahaman (Islam) dengan kembali kepada keaslian Islam
Menurut K.H. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam harus bertujuan untuk membentuk
umat Islam yang berbudi luhur dan saleh yang memiliki wawasan dan pemahaman yang luas
tentang masalah-masalah ilmu pengetahuan dunia dan siap berjuang untuk kemajuan
masyarakat. Tujuan pendidikan ini adalah untuk memperbaharui tujuan pendidikan yang
kemudian ditentang: pendidikan petani dan sekolah Belanda.
Sementara itu, pendidikan Pesantren bertujuan untuk menjadikan orang-orang yang
bertaqwa dan mempelajari ilmu-ilmu agama. Sebaliknya, model persekolahan Belanda
adalah pendidikan sekuler yang tidak mengajarkan agama sama sekali. Melihat perbedaan
tersebut, K.H. Ahmad Dahlan mengatakan bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah
menghasilkan manusia yang menguasai ilmu agama dan umum, materil dan spiritual, serta
dunia dan akhirat. Bagi K.H. Ahmad Dahlan, keduanya (Agama Umum, Materi Spiritual,
Kehidupan Akhirat) tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Untuk itu, K.H. Ahmad Dahlan
mengajar agama dan ilmu umum di Madrasah Muhammadiyah.
Menurut Dahlan, materi pembelajaran yang diberikan digunakan untuk mengajarkan
Al-Qur'an dan hadits, membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi dan menggambar. Materi Al-
Qur'an dan Hadits meliputi: ibadah, persamaan derajat, fungsi perbuatan manusia dalam
menentukan nasibnya, musyawarah, pembuktian kebenaran Al-Qur‟an dan Hadits menurut
akal, kerjasama antara agama-kebudayaan-kemajuan peradaban, hukum kausalitas perubahan,
nafsu dan kehendak, Demokratisasi dan liberalisasi, kemerdekaan berpikir, dinamika
kehidupan dan peranan manusia di dalamnya, dan akhlak (budi pekerti).
Muhammadiyah yang ada sejak tahun 1912 telah menggarap dunia pendidikan,
namun perumusan mengenai tujuan pendidikan yang spesifik baru disusun pada 1936. Pada
mulanya tujuan pendidikan ini tampak dari ucapan K.H. Ahmad Dahlan: “ Dadiji kjai sing
kemajorean, adja kesel anggonu njambut gawe kanggo Muhammadiyah”( Jadilah manusia
yang maju, jangan pernah lelah dalam bekerja untuk Muhammadiyah). Untuk mewujudkan
tujuan pendidikan tersebut, menurut K.H. Ahmad Dahlan materi pendidikan atau kurikulum
pendidikan hendaknya meliputi:
1) Pendidikan moral, akhlak yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang
baik berdasarkan Al Qur‟an dan as sunnah.
2) Pendidikan Individu yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu
yang utuh, yang kesinambungan antara perkembangan mental dan jasmani, antara
keyakinan dan intelek, antara perasaan dan akal pikiran serta antara dunia dan akhirat.
3) Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesedihan dan
keinginan hidup masyarakat. Dilihat dari sudut kurikulum, sekolah tersebut
mengajarkan tidak hanya ilmu umum tetapi juga ilmu agama sekaligus.

2. H. Abdul Karim Amrullah


a. Profil Abdul Karim Amrullah
Haji Abdul Karim Amrullah dilahirkan pada hari Ahad, 10 Februari 1879/ 17 Safar
1296 Hijriah di Kampung Kepala Kebun Jorong Betung Pajang Sungai Batang Kanagarian
Maninjau Dalam Luhak Agam Sumatera Barat. Haji Abdul Karim memiliki nama kecil
Muhammad Rasul. Sejak sekembalinya dari menunaikan ibadah haji namanya diganti
menjadi Abdul Karim Amrullah. Abdul Karim Amarullah merupakan keturunan kaum agama
atau ulama besar Minangkabau ketika itu. Ayahnya bernama Syekh Muhammad Amarullah
(gelar Tuanku Kissai), seorang ulama besar di Minangkabau saat itu. Sedangkan ibunya
bernama Tarwasa.
Keluarganya sangat mengharapkan Abdul Karim Amarullah, keturunan Ulama,
menjadi Ulama dan meneruskan tradisi keluarga di masa depan. Sejak usia dini, orang tuanya
mengajarkan dasar-dasar Islam. Setelah itu, ia belajar dengan ulama terkenal pada waktu itu
seperti Tuanku H. Hud dan Tuanku Pakih Samun dari Tarusan dan Tuanku Muhammad
Yusuf dari Sungai Rotan Pariaman. Ambisi ayahnya untuk menjadikan Abdul Karim
Amarullah seorang ulama seperti dirinya tidak pernah goyah. Karena itu, ayahnya
mendorong Haji Rasul untuk pergi ke Mekkah untuk belajar agama setelah kembali dari
studinya di Sungai Notang pada usia 16 tahun.
Setelah belajar selama 7 tahun di Mekah, pada tahun 1319 H/1901, tepat 100 tahun
sesudah tiga orang haji, yaitu Haji Miskin, Haji Piobang dan Haji Sumanik pulang dari
Mekkah dengan mengembangkan paham Paderi, Haji Rasul pun pulang ke Minangkabau
bersama-sama kawannya Syekh Muhammad Djamil Djambek dan Abdullah Ahmad.
Sesampai di Minangkabau, beliau tampil sebagai tokoh tiga serangkai pembaharuan Islam,
melanjutkan gerakan pembaharuan Islam yang telah dirintis oleh kaum Paderi.
b. Pemikiran Abdul Karim Amrullah
Sekembalinya dari menuntut ilmu di Mekah, Haji Rasul menerjunkan dirinya pada
penyiaran dakwah Islam. Dalam berdakwah Haji Rasul berupaya memurnikan akidah Islam
yang bercampur dengan kemusyrikan, doa-doa bercampur dengan sihir dan bid‟ah yang
mengacaukan ajaran Islam yang murni. Ia meluruskan akidah dan keyakinan masyarakat dari
praktek kemusyrikan di mana kebiasaan mereka mendatangi tukang sihir dan ahli nujum
untuk meramal nasib dan keberuntungan. Mereka mempercayai jimat sebagai penangkal sial
atau penolak kemudaratan. Mereka mendatangi tempat-tempat yang dianggap keramat berdoa
membaca mantra-mantra bercampur dengan sihir.
Ia berusaha menghidupkan kembali suasana keagamaan yang hanya tampak pada
upacara kematian, kenduri, peringatan Maulid Nabi dan Isra Mi‟raj. Haji Rasul juga berupaya
menegakkan nilai-nilai keislaman dari kerusakan moral dan budi pekerti yang dapat
menimbulkan kekacauan dan ketidakamanan negeri seperti berjudi, mengadu ayam,
meminum arak dan candu yang biasa dilakukan oleh masyarakat.
Dalam berdakwah Haji Rasul berpegang teguh terhadap kebenaran dan tidak segan
mengkritisi pemahaman Islam para Sultan dan bangsawan, serta ulama yang menurutnya
menyimpang dari akidah atau sendi-sendi dasar Islam. Walaupun kehadirannya di Malaysia
mendapat tantangan dari mufti Syekh Abdullah Shaleh yang sama-sama belajar di Mekah dan
bahkan menuduhnya sebagai Wahabi dan Kaum Mudo.
Selain itu Haji Rasul juga secara nyata dan terang-terangan menolak untuk melakukan
Sai Keirei yang intinya memberikan puji-pujian kepada Kaisar Jepang dan menyatakan
bahwa Kaisar itu adalah Tuhan Yang Mahakuasa yang menganugerahkan kehidupan bagi
Kepulauan Yamato. Haji Rasul menjelaskannya secara jujur mengenai keyakinan Bangsa
Jepang dalam pandangan Islam melalui suatu tulisan yang berjudul „Hanya Allah‟. Atas
sikapnya yang tegas didukung dengan argumen yang jelas, Pemerintah Jepang semakin
simpatik, hormat dan segan dengan Haji Rasul.
Selain berpidato Haji Rasul juga mengekspresikan gagasan dan pemikirannya melalui
tulisan. Karya tulisnya muncul sebagai respon terhadap beragam fenomena permasalahan
kontekstual yang terjadi di masyarakat Minangkabau pada zamannya. Karya tulisnya
dikarang dan ditulis sendiri dengan tangannya beraksara Arab Melayu dalam bahasa yang
lugas, jelas, mudah dipahami dan aplikatif. Karya tulisnya dijadikan pedoman dan bahan
rujukan bagi masyarakat Minangkabau dan umat Islam di Indonesia. Karya tulisnya ada yang
berbentuk buku atau artikel yang termuat dalam Majalah Al-Munir. Karya tulisnya hingga
kini terawat dan terpelihara di perpustakaan Kutubul Khannah di rumah beliau Danau
Maninjau.
Adapun ide dan pemikiran Haji Rasul yang terimplementasikan dalam karya-karya
tulisnya diantaranya: Al-Burhan, Pelita, Cermin Terus, Sendi Aman Tiang Selamat,
Pertimbangan Limbago Adat Alam Minangkabau, Al-Bashair: Dalil-Dalil yang Kuat, Asy-
Syir‟ah fi Radd „ala man Qala al-Qunut fi ash-Shubh, Bid‟ah wa anna al-Jahr bi al-Basmallah
Bid‟ah aidhan, Pemandangan yang Hebat Penolak Segala Kesamaran dan Kesyubhatan, Al-
Fawaid al- „Aliyyah fi Ikhtilafil Ulama fi Hukmi Talaffuzh bin Niyyah, Al-Kawakib ad-
Durriyyah.

3. H. Zainuddin Labai El-Yunusi


a. Profil H. Zainuddin Labai El-Yunusi
Zainuddin Labay el-Yunusi, lahir di sebuah “rumah gadang” (rumah adat lima ruang)
yang terletak di jalan menuju Lubuk Mata Kucing Kenagarian Bukit Surungan, Padang
Panjang tahun 1890 M atau bertepatan dengan tanggal 12 Rajab 1308 H. Ia lahir dari
pasangan Syeikh Muhammad Yunus al-Khalidiyah dan Rafi‟ah. Ayahnya Syekh Muhammad
Yunus al-Khalidiyah adalah seorang ulama terkenal dan memegang jabatan sebagai qadhi di
daerah Pandai Sikek.
Zainuddin Labay El-Yunusi masuk sekolah ketika berumur delapan tahun di sekolah
Governement Padang Panjang sampai kelas IV, karena tidak merasa puas dengan metode
mengajar pada waktu itu. Walaupun demikian, semangatnya untuk menuntut ilmu tidak
pudar. Secara autodidak, ia banyak membaca buku-buku, baik agama maupun umum
b. Pemikiran H. Zainuddin Labai El-Yunusi
Perhatian Zainuddin terhadap pembaharuan pendidikan Islam sangat kuat. Hal ini
terbukti dengan aktivitas kependidikan yang dilakukannya, dimana pada tahun 1914 M ia ikut
membantu dalam penulisan artikel-artikel pada majalah Al-Munir yang diterbitkan di Padang
di bawah pimpinan Dr.Abdullah Ahmad. Di dalam majalah Al-Munir, isi artikelnya adalah
mempertahankan pendirian kaum muda dan aliran baru dalam Islam. Artikel-artikel ini
banyak mendapat tantangan dari kaum tua, untuk itu diterbitkan majalah al Akbar yang
dipimpin oleh Zainuddin Labay bertujuan untuk membela al-Munir
Dalam bidang pendidikan beliau termasuk orang pertama yang memperkenalkan
sistem sekolah yang baru. Dengan membuka sekolah guru Diniyah (1915) beliau
mempergunakan sistem berkelas dengan kurikulum yang lebih teratur. Beliau mendirikan
Diniyah School, yang merupakan madrasah sore untuk pendidikan agama yang
diorganisasikan berdasarkan sistem klasikal dan tidak mengikuti sistem pengajaran
tradisional yang individual. Begitu pula susunan pelajarannya berbeda dengan yang lain,
yaitu dimulai dengan pengetahuan dasar bahasa Arab sebelum memulai membaca al-Qur‟an.
Melalui pendidikan yang didirikannya, beliau mengharapkan dapat menciptakan
output yang berkualitas, tidak hanya ilmu agama yang menjadi tumpuan akhir cita-cita hidup
seseorang akan tetapi ilmu umum lainnya juga. Output seperti ini yang sangat diharapkan dan
dibutuhkan umat dan bangsa ini untuk membangun peradaban dan mengejar
ketertinggalannya selama ini. Dalam mengajarkan ilmu-ilmu agama, beliau lebih banyak
mengambil metode Mesir.
Akan tetapi dalam mengajarkan ilmu-ilmu umum, beliau cenderung mengambil
gagasan pembaharuan pendidikan yang dikembangkan oleh Musthafa Kamil Pasya,
Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Kedua pendekatan ini terlihat jelas dari kitab yang
digunakan lembaga ini. Disamping kitab yang dikarangnya, beliau juga menggunakan kitab
Arab sebagaimana pendidikan Mesir untuk ilmu agama dan ilmu umum menggunakan
literatur Barat.
Melalui pendidikan yang didirikannya, beliau mengharapkan dapat menciptakan
output yang berkualitas, tidak hanya ilmu agama yang menjadi tumpuan akhir cita-cita hidup
seseorang akan tetapi ilmu umum lainnya juga. Output seperti ini yang sangat diharapkan dan
dibutuhkan umat dan bangsa ini untuk membangun peradaban dan mengejar
ketertinggalannya selama ini. Dalam mengajarkan ilmu-ilmu agama, beliau lebih banyak
mengambil metode Mesir. Akan tetapi dalam mengajarkan ilmu-ilmu umum, beliau
cenderung mengambil gagasan pembaharuan pendidikan yang dikembangkan oleh Musthafa
Kamil Pasya, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Kedua pendekatan ini terlihat jelas dari
kitab yang digunakan lembaga ini. Disamping kitab yang dikarangnya, beliau juga
menggunakan kitab Arab sebagaimana pendidikan Mesir untuk ilmu agama dan ilmu umum
menggunakan literatur Barat.

4. Mahmud Yunus
a. Profil Mahmud Yunus
Mahmud kecil dilahirkan di Sungayang Batusangkar Sumatra Barat pada hari Sabtu
16 Februari 1899. Ayahnya bernama Yunus bin Incek, sedangkan ibunya bernama Hafsah
binti Imam Samiun yang merupakan anak Engku Gadang M. Tahir bin Ali, seorang
ulama besar di Sungkayang Batusangkar.
Setelah selesai belajar mengaji dan menghafal al-Qur‟an Mahmud Yunus langsung
membantu kakeknya mengajarkan al-Qur‟an sebagai guru bantu, sambil ia mempelajari
dasar-dasar tata bahasa Arab dengan kakeknya. Pada tahun 1908, dengan dibukanya sekolah
desa oleh masyarakat Sungayang, Mahmud Yunus pun tertarik untuk memasuki sekolah ini.
Ia kemudian meminta restu ibunya untuk belajar ke sekolah desa tersebut. Setelah mendapat
restu dari ibunya untuk belajar ke sekolah desa tersebut.
Setelah mendapat restu dari ibunya untuk belajar, ia pun mengikuti pelajaran di
sekolah desa pada siang hari, tanpa meninggalkan tugas-tugasnya mengajar al-Qur‟an pada
malam harinya. Rutinitas seperti ini dijalani oleh Mahmud Yunus dengan tekun dan penuh
prestasi, tahun pertama sekolah desa diselesaikannya hanya dalam masa 4 bulan, karena ia
memperoleh penghargaan untuk dinaikkan ke kelas berikutnya.
b. Pemikiran Mahmud Yunus
Pendidikan Islam diterjemahkan Mahmud Yunus sebagai suatu bentuk pengaruh yang
terdiri dari ragam pengaruh yang terpilih berupa dorongan dan bimbingan berdasarkan tujuan
yang dapat membantu peserta didik agar berkembang secara jasmani, akal dan pikiran. Dalam
proses pendidikan terdapat upaya yang harus dicapai agar diperoleh hasil yang maksimal dan
sempurna, yakni tercapailah kehidupan harmoni secara personal dan sosial.
Menurut Mahmud Yunus seorang pendidik tidak akan maju dalam usahanya dalam
membimbing anak didiknya apabila tidak mengetahui pertumbuhan jasmani anak-anak serta
apa yang dibutuhkan oleh jasmani itu. Maka kesehatan anak-anak penting sekali dijaga dalam
mendidik mereka, karena kebahagiaan akan tercapai jika diiringi dengan kesehatan.
Selanjutnya Mahmud Yunus membagi pendidikan Islam dalam tiga bagian yakni pendidikan
akal, akhlak dan masyarakat.
Oleh sebab itu tujuan pendidikan Islam menurut Mahmud Yunus adalah menyiapkan
anak didik agar di waktu dewasa kelak mereka cakap melakukan pekerjaan dunia dan amalan
akhirat sehingga tercipta kebahagiaan bersama baik di dunia maupun di akhirat. Untuk itu
anak didik harus diajarkan Keimanan, Akhlak Ibadah dan Isi al-Qur‟an serta harus dididik
untuk mengerjakan salah satu dari macam-macam profesi seperti bertani, berdagang,
bertukang, menjadi guru, dan lain sebagainya sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan
masing-masing anak didik.
Aspek kurikulum Mahmud Yunus pada saat itu yang tergolong baru adalah yang
berkaitan dengan kurikulum bahasa Arab, bahwa pengajaran bahasa Arab dilakukan secara
integral dari cabang-cabang ilmu bahasa Arab dengan tidak memisah-misahkannya satu
persatu. Menurut Mahmud yunus dalam pengajaran bahasa Arab adalah bukan hanya
mengajarkan muthala’ah saja tapi di dalam pengajaran itu juga dibahas tentang qawaid,
insyak, qira’ah dan lainnya dari cabang ilmu bahasa Arab. Disamping itu pula dalam
pengajaran bahasa arab kepada peserta didik dipadukan dengan menerapkanya dalam
kehidupan sehari-hari.
Lembaga pendidikan Islam di indonesia pada tahun 1931 menurut Mahmud Yunus
memasuki warna baru yang disebut modernisasi pendidikan Islam di Indonesia.31 Di mana
pada tahun itu Mahmud Yunus memperkenalkan Kulliyah al-Muallimin al-Islamiyah (KMI)
di mana pelaksanaan pengajaran dilaksanakan di kelas-kelas dengan jadwal dan kurikulum
yang sudah ditetapkan, jenjang kelas pun diatur menurut jenjangnya masing-masing. Dari
beberapa pemikiran yang ditawarkan Mahmud Yunus diatas terbukti masih relevan dengan
teori-teori dalam pendidikan islam saat ini, dimana banyak pemikir-pemikir yang mempunyai
persamaan persepsi dengan Mahmud Yunus.
Dan pemikiran tersebut sangat cocok untuk menjadi bahan rujukan dalam rangka
mengembangkan pendidikan islam kedepan. Karena konsep yang dirumuskan Mahmud
Yunus bersifat menyeluruh. Mencangkup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam
aspek kognitif dalam kegiatan belajar mengajar Mahmud Yunus menekankan pada
pendalaman materi untuk membawa peserta didik berpikir kritis, sehingga membawa para
peserta didik menggunakan penalarannya semaksimal mungkin. Pada aspek afektif, Mahmud
Yunus menekankan pada pentingnya metoda pengajaran pendidik. Sedangkan pada aspek
psikomotorik dalam kegiatan belajar mengajar Mahmud Yunus menekankan pada
pengembangan kecakapan peserta didik dan dapat mengaplikasikan ilmu yang dipelajarinya
dalam kehidupan sehari-hari.

5. Hasyim Asy’ari
a. Profil K.H Hasyim Asy'ri
Hasyim Asy‟ari lahir di desa Gedang Jombang, Jawa Timur. Pada hari Selasa kliwon,
tanggal 24 Dzulhijjah 1287 atau bertepatan tanggal 14 februari 1871 M. Ibunya, Halimah
adalah putri dari kiai Utsman, guru Hasyim Asy'ari sewaktu mondok di pesantren. Ayah
Hasyim Asy‟ari tergolong santri pandai yang mondok di kiai Utsman, hingga akhirnya karena
kepandaian dan akhlak luhur yang dimiliki, ia diambil menjadi menantu dan dinikahkan
dengan Halimah.
Dengan latar belakang yang tidak diragukan lagi dari segi keilmuan agama, masa kecil
Hasyim Asy'ari banyak dihabiskan menimba ilmu agama dari orang tuanya sendiri. Selama
mondok di pesantren Sidoarjo inilah, Hasyim Asyari mendapat perhatian lebih dari sang
Kyai, Kyai Ya'qub, hingga kemudian dijodohkan dengan putrinya Khadijah pada tahun 1892
atau ketika Hasyim Asy‟ari berusia 21 tahun. Selang beberapa waktu kemudian ia beserta
istri dan mertuanya berangkat haji ke Mekkah yang dilanjutkan dengan belajar di sana. Akan
tetapi setelah istrinya meninggal karena melahirkan, membuat ia kembali ke tanah air.
Rasa haus yang tinggi akan ilmu pengetahuan membawa Hasyim Asy‟ari berangkat lagi
ke tanah suci Mekkah tahun berikutnya. Kali ini ia ditemani saudaranya Anis. Dan ia
menetap di sana kurang lebih tujuh tahun. Setelah mematangkan ilmunya di Mekah, pada
tahun 1899/1900 ia kembali ke Indonesia dan mengajar di pesantren ayah dan kakeknya,
hingga berlangsung beberapa waktu. Masa berikutnya Hasyim menikah lagi dengan putri kiai
Ramli dari Kemuning (Kediri) yang bernama Nafiah, setelah sekian lama menduda. Sejak
itulah beliau diminta membantu mengajar di pesantren mertuanya di Kemuning, dan
kemudian mendirikan pesantren sendiri di daerah Cukir, pesantren Tebuireng di Jombang,
Pada tanggal 6 Februari 1906. Pesantren yang baru didirikan tersebut tidak berapa lama
berkembang menjadi pesantren yang terkenal di Nusantara, dan menjadi tempat menggodok
kader-kader ulama wilayah Jawa dan sekitarnya.Hasyim Asy'ari meninggal pada tanggal 7
Ramadhan 1366 H bertepatan dengan 25 Juli 1947 M di Tebuireng Jombang dalam usia 79
tahun, karena tekanan darah tinggi.
b. Pemikiran K.H Hasyim Asy'ri
Menurut Hasyim Asyari bahwa tujuan utama ilmu pengetahuan adalah mengamalkan.
Hal itu dimaksudkan agar ilmu yang dimiliki menghasilkan manfaat sebagai bekal untuk
kehidupan akhirat kelak. Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu,
yaitu : pertama, bagi murid hendaknya berniat suci dalam menuntut ilmu, jangan sekali-kali
berniat untuk hal-hal duniawi dan jangan melecehkannya atau menyepelekannya. Kedua, bagi
guru dalam mengajarkan ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak
mengharapkan materi semata. Agaknya pemikiran beliau tentang hal tersebut di atas,
dipengaruhi oleh pandangannya akan masalah sufisme (tasawuf), yaitu salah satu persyaratan
bagi siapa saja yang mengikuti jalan sufi menurut beliau adalah “niat yang baik dan lurus”.
Pendidikan hendaknya mampu menghantarkan umat manusia menuju kemaslahatan,
menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendidikan hendaknya mampu mengembangkan serta
melestarikan nilai-nilai kebajikan dan norma-norma Islam kepada generasi penerus umat, dan
penerus bangsa. Umat Islam harus maju dan jangan mau dibodohi oleh orang lain, umat Islam
harus berjalan sesuai dengan nilai dan norma-norma Islam.

6. H. Sulaiman ar-Rasuli
a. Profil H. Sulaiman ar-Rasuli
Muhammad Sulaiman bin Muhammad Rasul atau yang lebih dikenal di kalangan
akademisi dengan nama Sheikh Sulaiman Ar-Rasuli. Guru ini dipanggil oleh murid-muridnya
Maulana Sheikh Sulaiman ar-Rasuli, tetapi ada juga yang menyebut namanya Sheikh
Sulaiman ar-Rasuli al-Minangkabawi, meniru gurunya Sheikh Ahmad Khatib al-
Minangkabawi (1855-1916), atau Inyiak Canduang. Meskipun pemberian gelar-gelar ini
kepada beliau mempunyai sejarahnya tersendiri, tetapi yang pasti Gelar Maulana, Sheikh
ataupun Inyiak pada umumnya gelar ”akademik” yang diberikan oleh masyarakat kepada
ulama.
Inyiak Candung berasal dari sebuah kampung yang bernama Candung di Bukittinggi.
Tidak ada yang terlalu istimewa dari kampung ini sebelum Inyiak Candung menjadi seorang
ulama terkenal. Inyiak Candung menjadikan kampungnya (Candung) sebagai pusat
dakwahnya. Tokoh ini identik dengan Candung, itu dapat diketahui melalui gelarnya (Inyiak
Candung), populernya kampung ini (Candung) tidak dapat dilepaskan dari kebesaran ulama
ini.
Tokoh dakwah ini lahir pada tanggal 10 Desember 1871 dan meninggal pada tanggal
1 Agustus 1970. Berdasarkan rentang waktu tersebut dapat diketahui bahwa Inyiak Candung
berusia lebih kurang 100 tahun. Sebahagian besar usianya digunakannya untuk
menyampaikan amar ma‟ruf nahi munkar kepada masyarakat, sesuai dengan kewajibannya
sebagai ulama.
b. Pemikiran H. Sulaiman ar-Rasuli
Pendidikan merupakan “proses penyadaran, pembudayaan, dan pemberdayaan diri
dalam rangka mewujudkan kemashlatan duniawi dan ukrawi”. Pengertian ini paling tidak
disadari adanya di dalam pemikiran pendidikan Inyiak Canduang. Hal ini dibuktikan secara
gamblang dalam pepatah Minangkabau yang dikemukakannya, yaitu “maso ketek taranja
ranja, lah gadang tabao-bao, sampai tuo tarubah tido” dan “tabiat pantang tarubah, katuju
pantang bacari taladannyo”.
Dalam konteks tertentu pepatah ini diartikan dengan prinsip pembiasaan, tetapi di sisi
lain pepatah ini memiliki arti bahwa proses penyadaran bagi peserta didik berawal dari masa
kecilnya, disaat remaja menjadi proses pembudayaan, sehingga kesadaran dan kebudayaan
yang dimilikinya mengantarkan dirinya menjadi manusia yang memberdayakan diri dan hal-
hal yang berpotensi untuk diberdayakan. Sebab, pembentukan kesadaran tidak dapat
dilakukan hanya pada saat remaja dan dewasa, tetapi mesti sejak masa usia dini dan anak-
anak. Bukankah Rasulullah menyampaikan bahwa proses penyadaran anak-anak terhadap
shalat pada saat berusia 7 tahun.
Dalam konteks tanggung jawab pendidikan, keluarga (ayah dan ibu) merupakan
penentu dalam pencapaian tujuan pendidikan. Berawal dari pendidikan pra natal sampai pada
pendidikan manusia dewasa, keberadaan keluarga tetap berkontribusi besar dalam perubahan
tingkah laku anak. Bangunan keluarga yang terbina sesuai dengan syariah dan adat yang baik,
melahirkan karakter yang baik bagi anak-anak, selama tidak dipengaruhi hal-hal yang jelek
dari pergaulannya orang lain. Bahkan, pengaruh makanan yang diperoleh dari jalan halal
turut serta mempengaruhi karakter anak.
Sebab, bangunan karakter berawal dari karakter imitasi ayah dan atau ibunya. Atas
dasar itu, tanggung jawab utama pendidikan anak berada di tangan kedua orang tuanya,
seperti ungkapan Inyiak Canduang “…. kalau ditimbang-timbang bana, patuiklah kau ma aja
i, mulo-mulo dari kini. Mako baitu kato den, sagalo kaka (kaluarga), itu nan mulo jadi guru.
Jikok masuak bana ka sakola, di rumah indak dididik, indak juo tu akan elok ….”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pikiran adalah gagasan dan proses mental yang memungkinkan seseorang untuk
merepresentasikan dan memberikan perlakuan terhadapnya secara efektif sesuai dengan
tujuan, rencana, dan keinginan. Dengan berpikir, dapat berkembangnya suatu ide, konsep,
pemikiran yang baru yang keluar dari dalam diri seseorang. Berpikir juga dapat diartikan
pekerjaan yang sulit dimana kita harus mengerjakan otak kita untuk memahami sesuatu yang
cukup lama, untuk mencari suatu. Berikut beberapa contoh pikiram para tokoh:
Menurut K.H. Ahmad Dahlan materi pendidikan atau kurikulum pendidikan hendaknya
meliputi:
Pendidikan moral, akhlak yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik
berdasarkan Al Qur‟an dan as sunnah.
Pendidikan Individu yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh,
yang kesinambungan antara perkembangan mental dan jasmani, antara keyakinan dan intelek,
antara perasaan dan akal pikiran serta antara dunia dan akhirat.
Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesedihan dan
keinginan hidup masyarakat. Dilihat dari sudut kurikulum, sekolah tersebut mengajarkan
tidak hanya ilmu umum tetapi juga ilmu agama sekaligus.
Adapun ide dan pemikiran Haji Rasul yang terimplementasikan dalam karya karya tulisnya
diantaranya: Al-Burhan, Pelita, Cermin Terus, Sendi Aman Tiang Selamat, Pertimbangan
Limbago Adat Alam Minangkabau, Al-Bashair: Dalil-Dalil yang Kuat, Asy-Syir‟ah fi Radd
„ala man Qala al-Qunut fi ash-Shubh, Bid‟ah wa anna al-Jahr bi al-Basmallah Bid‟ah aidhan,
Pemandangan yang Hebat Penolak Segala Kesamaran dan Kesyubhatan, Al-Fawaid al-
„Aliyyah fi Ikhtilafil Ulama fi Hukmi Talaffuzh bin Niyyah, Al-Kawakib ad-Durriyyah.
B. Saran
Penulis mengajak para pembaca agar dapat tambahan pengetahuan kepada pembaca tentang
para tokoh pemikiran dan kita bisa mengamalkan hasil pemikiran para tokoh tersebut, dan
kita bisa menjadi pemikir selanjut nya.
DAFTAR PUSTAKA

Ramayulis, & Nizar, S. (2009). Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran
Para Tokohnya. Kalam Mulia.

Abdullah, M. (2020). PEMBAHARUAN PEMIKIRAN MAHMUD YUNUS TENTANG PENDIDIKAN ISLAM


DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN MODERN, volume 5.

FADRIATI. (2016). Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam (Klasik Dan Kontemporer). Retrieved March 6,
2022, from
https://repo.iainbatusangkar.ac.id/xmlui/handle/12345678bitstream/9/8380/1509096920509
_Buku%20Daras%20PPI%20Fadriati%202016.pdf?sequence=1.

Sarwan, & Kurniawan, A. (n.d.). PROFIL SHEIKH SULAIMAN AR-RASULI (1871M-1970M) SEBAGAI
PENDAKWAH. Retrieved March 6, 2022, from
https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/almunir/article/download/721/595.

juniawandahlan. (2017, December 12). [web log]. Retrieved March 6, 2022, from
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/mkn/ahmad-dahlan-dalam-pemikirannya-mengenai-
pendidikan-islam-di-indonesia/.

Anda mungkin juga menyukai