Dosen Pengampu:
Dr.Ratna Kasni Yuniendel., S.Ag.M.pd.I
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah yang berjudul “PROFIL & PEMIKIRAN TOKOH PENDIDIKAN ISLAM” ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.
Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, di karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi
menyempurnakan makalah yang telah kami buat ini.
Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Pikiran adalah gagasan dan proses mental yang memungkinkan seseorang untuk
merepresentasikan dan memberikan perlakuan terhadapnya secara efektif sesuai dengan
tujuan, rencana, dan keinginan. Dengan berpikir, dapat berkembangnya suatu ide, konsep,
pemikiran yang baru yang keluar dari dalam diri seseorang. Berpikir juga dapat diartikan
pekerjaan yang sulit dimana kita harus mengerjakan otak kita untuk memahami sesuatu yang
cukup lama, untuk mencari suatu.
Akal adalah kemampuan pikir yang hanya dimiliki manusia. Berpikir adalah
perbuatan yang mendorong untuk aktif demi kepentingan dan peningkatan hidup manusia.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa fungsi akal adalah untuk berfikir. Seperti yang kita
ketahui bahwasanya manusia memiliki akal dan pikiran serta pendapat yang berbeda, karena
Allah Subhanahu wata‟ala telah memberikan kecerdasan kepada manusia. Hal tersebut yang
membedakan Manusia dan makhluk hidup lainnya. Sebagaimana dijelaskan Allah dalam
surah Yusuf ayat 111 yang berbunyi:
4. Mahmud Yunus
a. Profil Mahmud Yunus
Mahmud kecil dilahirkan di Sungayang Batusangkar Sumatra Barat pada hari Sabtu
16 Februari 1899. Ayahnya bernama Yunus bin Incek, sedangkan ibunya bernama Hafsah
binti Imam Samiun yang merupakan anak Engku Gadang M. Tahir bin Ali, seorang
ulama besar di Sungkayang Batusangkar.
Setelah selesai belajar mengaji dan menghafal al-Qur‟an Mahmud Yunus langsung
membantu kakeknya mengajarkan al-Qur‟an sebagai guru bantu, sambil ia mempelajari
dasar-dasar tata bahasa Arab dengan kakeknya. Pada tahun 1908, dengan dibukanya sekolah
desa oleh masyarakat Sungayang, Mahmud Yunus pun tertarik untuk memasuki sekolah ini.
Ia kemudian meminta restu ibunya untuk belajar ke sekolah desa tersebut. Setelah mendapat
restu dari ibunya untuk belajar ke sekolah desa tersebut.
Setelah mendapat restu dari ibunya untuk belajar, ia pun mengikuti pelajaran di
sekolah desa pada siang hari, tanpa meninggalkan tugas-tugasnya mengajar al-Qur‟an pada
malam harinya. Rutinitas seperti ini dijalani oleh Mahmud Yunus dengan tekun dan penuh
prestasi, tahun pertama sekolah desa diselesaikannya hanya dalam masa 4 bulan, karena ia
memperoleh penghargaan untuk dinaikkan ke kelas berikutnya.
b. Pemikiran Mahmud Yunus
Pendidikan Islam diterjemahkan Mahmud Yunus sebagai suatu bentuk pengaruh yang
terdiri dari ragam pengaruh yang terpilih berupa dorongan dan bimbingan berdasarkan tujuan
yang dapat membantu peserta didik agar berkembang secara jasmani, akal dan pikiran. Dalam
proses pendidikan terdapat upaya yang harus dicapai agar diperoleh hasil yang maksimal dan
sempurna, yakni tercapailah kehidupan harmoni secara personal dan sosial.
Menurut Mahmud Yunus seorang pendidik tidak akan maju dalam usahanya dalam
membimbing anak didiknya apabila tidak mengetahui pertumbuhan jasmani anak-anak serta
apa yang dibutuhkan oleh jasmani itu. Maka kesehatan anak-anak penting sekali dijaga dalam
mendidik mereka, karena kebahagiaan akan tercapai jika diiringi dengan kesehatan.
Selanjutnya Mahmud Yunus membagi pendidikan Islam dalam tiga bagian yakni pendidikan
akal, akhlak dan masyarakat.
Oleh sebab itu tujuan pendidikan Islam menurut Mahmud Yunus adalah menyiapkan
anak didik agar di waktu dewasa kelak mereka cakap melakukan pekerjaan dunia dan amalan
akhirat sehingga tercipta kebahagiaan bersama baik di dunia maupun di akhirat. Untuk itu
anak didik harus diajarkan Keimanan, Akhlak Ibadah dan Isi al-Qur‟an serta harus dididik
untuk mengerjakan salah satu dari macam-macam profesi seperti bertani, berdagang,
bertukang, menjadi guru, dan lain sebagainya sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan
masing-masing anak didik.
Aspek kurikulum Mahmud Yunus pada saat itu yang tergolong baru adalah yang
berkaitan dengan kurikulum bahasa Arab, bahwa pengajaran bahasa Arab dilakukan secara
integral dari cabang-cabang ilmu bahasa Arab dengan tidak memisah-misahkannya satu
persatu. Menurut Mahmud yunus dalam pengajaran bahasa Arab adalah bukan hanya
mengajarkan muthala’ah saja tapi di dalam pengajaran itu juga dibahas tentang qawaid,
insyak, qira’ah dan lainnya dari cabang ilmu bahasa Arab. Disamping itu pula dalam
pengajaran bahasa arab kepada peserta didik dipadukan dengan menerapkanya dalam
kehidupan sehari-hari.
Lembaga pendidikan Islam di indonesia pada tahun 1931 menurut Mahmud Yunus
memasuki warna baru yang disebut modernisasi pendidikan Islam di Indonesia.31 Di mana
pada tahun itu Mahmud Yunus memperkenalkan Kulliyah al-Muallimin al-Islamiyah (KMI)
di mana pelaksanaan pengajaran dilaksanakan di kelas-kelas dengan jadwal dan kurikulum
yang sudah ditetapkan, jenjang kelas pun diatur menurut jenjangnya masing-masing. Dari
beberapa pemikiran yang ditawarkan Mahmud Yunus diatas terbukti masih relevan dengan
teori-teori dalam pendidikan islam saat ini, dimana banyak pemikir-pemikir yang mempunyai
persamaan persepsi dengan Mahmud Yunus.
Dan pemikiran tersebut sangat cocok untuk menjadi bahan rujukan dalam rangka
mengembangkan pendidikan islam kedepan. Karena konsep yang dirumuskan Mahmud
Yunus bersifat menyeluruh. Mencangkup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam
aspek kognitif dalam kegiatan belajar mengajar Mahmud Yunus menekankan pada
pendalaman materi untuk membawa peserta didik berpikir kritis, sehingga membawa para
peserta didik menggunakan penalarannya semaksimal mungkin. Pada aspek afektif, Mahmud
Yunus menekankan pada pentingnya metoda pengajaran pendidik. Sedangkan pada aspek
psikomotorik dalam kegiatan belajar mengajar Mahmud Yunus menekankan pada
pengembangan kecakapan peserta didik dan dapat mengaplikasikan ilmu yang dipelajarinya
dalam kehidupan sehari-hari.
5. Hasyim Asy’ari
a. Profil K.H Hasyim Asy'ri
Hasyim Asy‟ari lahir di desa Gedang Jombang, Jawa Timur. Pada hari Selasa kliwon,
tanggal 24 Dzulhijjah 1287 atau bertepatan tanggal 14 februari 1871 M. Ibunya, Halimah
adalah putri dari kiai Utsman, guru Hasyim Asy'ari sewaktu mondok di pesantren. Ayah
Hasyim Asy‟ari tergolong santri pandai yang mondok di kiai Utsman, hingga akhirnya karena
kepandaian dan akhlak luhur yang dimiliki, ia diambil menjadi menantu dan dinikahkan
dengan Halimah.
Dengan latar belakang yang tidak diragukan lagi dari segi keilmuan agama, masa kecil
Hasyim Asy'ari banyak dihabiskan menimba ilmu agama dari orang tuanya sendiri. Selama
mondok di pesantren Sidoarjo inilah, Hasyim Asyari mendapat perhatian lebih dari sang
Kyai, Kyai Ya'qub, hingga kemudian dijodohkan dengan putrinya Khadijah pada tahun 1892
atau ketika Hasyim Asy‟ari berusia 21 tahun. Selang beberapa waktu kemudian ia beserta
istri dan mertuanya berangkat haji ke Mekkah yang dilanjutkan dengan belajar di sana. Akan
tetapi setelah istrinya meninggal karena melahirkan, membuat ia kembali ke tanah air.
Rasa haus yang tinggi akan ilmu pengetahuan membawa Hasyim Asy‟ari berangkat lagi
ke tanah suci Mekkah tahun berikutnya. Kali ini ia ditemani saudaranya Anis. Dan ia
menetap di sana kurang lebih tujuh tahun. Setelah mematangkan ilmunya di Mekah, pada
tahun 1899/1900 ia kembali ke Indonesia dan mengajar di pesantren ayah dan kakeknya,
hingga berlangsung beberapa waktu. Masa berikutnya Hasyim menikah lagi dengan putri kiai
Ramli dari Kemuning (Kediri) yang bernama Nafiah, setelah sekian lama menduda. Sejak
itulah beliau diminta membantu mengajar di pesantren mertuanya di Kemuning, dan
kemudian mendirikan pesantren sendiri di daerah Cukir, pesantren Tebuireng di Jombang,
Pada tanggal 6 Februari 1906. Pesantren yang baru didirikan tersebut tidak berapa lama
berkembang menjadi pesantren yang terkenal di Nusantara, dan menjadi tempat menggodok
kader-kader ulama wilayah Jawa dan sekitarnya.Hasyim Asy'ari meninggal pada tanggal 7
Ramadhan 1366 H bertepatan dengan 25 Juli 1947 M di Tebuireng Jombang dalam usia 79
tahun, karena tekanan darah tinggi.
b. Pemikiran K.H Hasyim Asy'ri
Menurut Hasyim Asyari bahwa tujuan utama ilmu pengetahuan adalah mengamalkan.
Hal itu dimaksudkan agar ilmu yang dimiliki menghasilkan manfaat sebagai bekal untuk
kehidupan akhirat kelak. Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu,
yaitu : pertama, bagi murid hendaknya berniat suci dalam menuntut ilmu, jangan sekali-kali
berniat untuk hal-hal duniawi dan jangan melecehkannya atau menyepelekannya. Kedua, bagi
guru dalam mengajarkan ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak
mengharapkan materi semata. Agaknya pemikiran beliau tentang hal tersebut di atas,
dipengaruhi oleh pandangannya akan masalah sufisme (tasawuf), yaitu salah satu persyaratan
bagi siapa saja yang mengikuti jalan sufi menurut beliau adalah “niat yang baik dan lurus”.
Pendidikan hendaknya mampu menghantarkan umat manusia menuju kemaslahatan,
menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendidikan hendaknya mampu mengembangkan serta
melestarikan nilai-nilai kebajikan dan norma-norma Islam kepada generasi penerus umat, dan
penerus bangsa. Umat Islam harus maju dan jangan mau dibodohi oleh orang lain, umat Islam
harus berjalan sesuai dengan nilai dan norma-norma Islam.
6. H. Sulaiman ar-Rasuli
a. Profil H. Sulaiman ar-Rasuli
Muhammad Sulaiman bin Muhammad Rasul atau yang lebih dikenal di kalangan
akademisi dengan nama Sheikh Sulaiman Ar-Rasuli. Guru ini dipanggil oleh murid-muridnya
Maulana Sheikh Sulaiman ar-Rasuli, tetapi ada juga yang menyebut namanya Sheikh
Sulaiman ar-Rasuli al-Minangkabawi, meniru gurunya Sheikh Ahmad Khatib al-
Minangkabawi (1855-1916), atau Inyiak Canduang. Meskipun pemberian gelar-gelar ini
kepada beliau mempunyai sejarahnya tersendiri, tetapi yang pasti Gelar Maulana, Sheikh
ataupun Inyiak pada umumnya gelar ”akademik” yang diberikan oleh masyarakat kepada
ulama.
Inyiak Candung berasal dari sebuah kampung yang bernama Candung di Bukittinggi.
Tidak ada yang terlalu istimewa dari kampung ini sebelum Inyiak Candung menjadi seorang
ulama terkenal. Inyiak Candung menjadikan kampungnya (Candung) sebagai pusat
dakwahnya. Tokoh ini identik dengan Candung, itu dapat diketahui melalui gelarnya (Inyiak
Candung), populernya kampung ini (Candung) tidak dapat dilepaskan dari kebesaran ulama
ini.
Tokoh dakwah ini lahir pada tanggal 10 Desember 1871 dan meninggal pada tanggal
1 Agustus 1970. Berdasarkan rentang waktu tersebut dapat diketahui bahwa Inyiak Candung
berusia lebih kurang 100 tahun. Sebahagian besar usianya digunakannya untuk
menyampaikan amar ma‟ruf nahi munkar kepada masyarakat, sesuai dengan kewajibannya
sebagai ulama.
b. Pemikiran H. Sulaiman ar-Rasuli
Pendidikan merupakan “proses penyadaran, pembudayaan, dan pemberdayaan diri
dalam rangka mewujudkan kemashlatan duniawi dan ukrawi”. Pengertian ini paling tidak
disadari adanya di dalam pemikiran pendidikan Inyiak Canduang. Hal ini dibuktikan secara
gamblang dalam pepatah Minangkabau yang dikemukakannya, yaitu “maso ketek taranja
ranja, lah gadang tabao-bao, sampai tuo tarubah tido” dan “tabiat pantang tarubah, katuju
pantang bacari taladannyo”.
Dalam konteks tertentu pepatah ini diartikan dengan prinsip pembiasaan, tetapi di sisi
lain pepatah ini memiliki arti bahwa proses penyadaran bagi peserta didik berawal dari masa
kecilnya, disaat remaja menjadi proses pembudayaan, sehingga kesadaran dan kebudayaan
yang dimilikinya mengantarkan dirinya menjadi manusia yang memberdayakan diri dan hal-
hal yang berpotensi untuk diberdayakan. Sebab, pembentukan kesadaran tidak dapat
dilakukan hanya pada saat remaja dan dewasa, tetapi mesti sejak masa usia dini dan anak-
anak. Bukankah Rasulullah menyampaikan bahwa proses penyadaran anak-anak terhadap
shalat pada saat berusia 7 tahun.
Dalam konteks tanggung jawab pendidikan, keluarga (ayah dan ibu) merupakan
penentu dalam pencapaian tujuan pendidikan. Berawal dari pendidikan pra natal sampai pada
pendidikan manusia dewasa, keberadaan keluarga tetap berkontribusi besar dalam perubahan
tingkah laku anak. Bangunan keluarga yang terbina sesuai dengan syariah dan adat yang baik,
melahirkan karakter yang baik bagi anak-anak, selama tidak dipengaruhi hal-hal yang jelek
dari pergaulannya orang lain. Bahkan, pengaruh makanan yang diperoleh dari jalan halal
turut serta mempengaruhi karakter anak.
Sebab, bangunan karakter berawal dari karakter imitasi ayah dan atau ibunya. Atas
dasar itu, tanggung jawab utama pendidikan anak berada di tangan kedua orang tuanya,
seperti ungkapan Inyiak Canduang “…. kalau ditimbang-timbang bana, patuiklah kau ma aja
i, mulo-mulo dari kini. Mako baitu kato den, sagalo kaka (kaluarga), itu nan mulo jadi guru.
Jikok masuak bana ka sakola, di rumah indak dididik, indak juo tu akan elok ….”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pikiran adalah gagasan dan proses mental yang memungkinkan seseorang untuk
merepresentasikan dan memberikan perlakuan terhadapnya secara efektif sesuai dengan
tujuan, rencana, dan keinginan. Dengan berpikir, dapat berkembangnya suatu ide, konsep,
pemikiran yang baru yang keluar dari dalam diri seseorang. Berpikir juga dapat diartikan
pekerjaan yang sulit dimana kita harus mengerjakan otak kita untuk memahami sesuatu yang
cukup lama, untuk mencari suatu. Berikut beberapa contoh pikiram para tokoh:
Menurut K.H. Ahmad Dahlan materi pendidikan atau kurikulum pendidikan hendaknya
meliputi:
Pendidikan moral, akhlak yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik
berdasarkan Al Qur‟an dan as sunnah.
Pendidikan Individu yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh,
yang kesinambungan antara perkembangan mental dan jasmani, antara keyakinan dan intelek,
antara perasaan dan akal pikiran serta antara dunia dan akhirat.
Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesedihan dan
keinginan hidup masyarakat. Dilihat dari sudut kurikulum, sekolah tersebut mengajarkan
tidak hanya ilmu umum tetapi juga ilmu agama sekaligus.
Adapun ide dan pemikiran Haji Rasul yang terimplementasikan dalam karya karya tulisnya
diantaranya: Al-Burhan, Pelita, Cermin Terus, Sendi Aman Tiang Selamat, Pertimbangan
Limbago Adat Alam Minangkabau, Al-Bashair: Dalil-Dalil yang Kuat, Asy-Syir‟ah fi Radd
„ala man Qala al-Qunut fi ash-Shubh, Bid‟ah wa anna al-Jahr bi al-Basmallah Bid‟ah aidhan,
Pemandangan yang Hebat Penolak Segala Kesamaran dan Kesyubhatan, Al-Fawaid al-
„Aliyyah fi Ikhtilafil Ulama fi Hukmi Talaffuzh bin Niyyah, Al-Kawakib ad-Durriyyah.
B. Saran
Penulis mengajak para pembaca agar dapat tambahan pengetahuan kepada pembaca tentang
para tokoh pemikiran dan kita bisa mengamalkan hasil pemikiran para tokoh tersebut, dan
kita bisa menjadi pemikir selanjut nya.
DAFTAR PUSTAKA
Ramayulis, & Nizar, S. (2009). Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran
Para Tokohnya. Kalam Mulia.
FADRIATI. (2016). Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam (Klasik Dan Kontemporer). Retrieved March 6,
2022, from
https://repo.iainbatusangkar.ac.id/xmlui/handle/12345678bitstream/9/8380/1509096920509
_Buku%20Daras%20PPI%20Fadriati%202016.pdf?sequence=1.
Sarwan, & Kurniawan, A. (n.d.). PROFIL SHEIKH SULAIMAN AR-RASULI (1871M-1970M) SEBAGAI
PENDAKWAH. Retrieved March 6, 2022, from
https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/almunir/article/download/721/595.
juniawandahlan. (2017, December 12). [web log]. Retrieved March 6, 2022, from
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/mkn/ahmad-dahlan-dalam-pemikirannya-mengenai-
pendidikan-islam-di-indonesia/.