Anda di halaman 1dari 30

KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN DI SEKOLAH

DASAR

DOSEN PENGAMPU:

1. Lalu Wira Zain Amrullah, M.Pd.


2. Mansur Hakim, M.Pd.
DI SUSUN OLEH:

Kelas 6C Reguler Pagi


Kelompok 4 :

1. Lina Hartika (E1E018081)


2. Lukmanul Hakim (E1E018084)
3. Moh Afriansyah(E1E018091)
4. Nur Rahmah (E1E018103)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta karunianya sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul
“Karakteristik Pembelajaran Di sekolah Dasar”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Strategi Pembelajaran.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat kami selesaikan tepat waktu. Kami
menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan
demi sempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi para pembaca
sekalian dan juga dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Mataram, 1 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan masalah
BAB II PEMEBAHASAN
A. Karakteristik Pembelajaran Di Sekolah Dasar
B. Karakteristik Pembelajaran Kelas Rendah Di Sekolah Dasar
C. Karakteristik Pembelajaran Kelas Tinggi Di Sekolah Dasar
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antar
anak dengan anak, anak dengan sumber belajar dan anak dengan
pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak
jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa
amanbagi anak. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual,
artinya proses belajar terjadi dalamdiri individu sesuai dengan
perkembangannya dan lingkungannya.
Pembelajaran di Sekolah Dasar (SD) menjadi pondasi untuk
melanjutkan pembelajaran selanjutnya. Pentingnya pembelajaran di SD
harus menjadi pertimbangan berbagai pihak yang berhubungan dengan
pendidikan di sekolah dasar. Oleh sebab itu sebelum melakukan
kegiatan penelitian, seorang peneliti harus memahami karakteristik
peserta didik di sekolah dasar. Menurut Nasution (1993) masa usia
sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari
usia enam tahun hingga kira-kira sebelas atau dua belas tahun
(Djamarah, 2008: 123). Padamasa usia inilah peserta didik mengalami
perkembangan, di antaranya perkembangan kognitif, perkembangan
bahasa, dan perkembangan sosial. Pada usia 6 sampai 12 tahun inilah
sering disebut dengan masa sekolah, karena pada usia 6 tahun anak
mulai menerima pendidikan formal. Berdasarkan rentang usianya,
peserta didik sekolah dasar dibagi menjadi 2 yaitu kelas rendah dan
kelas tinggi. Usia peserta didik kelas rendah berada pada rentang usia
dini yaitu, kelas satu sampai kelas tiga. Sedangkan usia peserta didik
kelas tinggi yaitu, kelas empat sampai kelas enam.
Pembentukan kemampuan siswa di sekolah dipengaruhi oleh
proses belajar yang ditempuhnya. Proses belajar akan terbentuk
berdasarkan pandangan dan pemahaman guru tentang karakteristik siswa
dan juga hakikat pembelajaran. Untuk menciptakan proses belajar yang
efektif, hal yang harus dipahami guru adalah fungsi dan peranannya
dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu sebagai pembimbing, fasilitator,
nara sumber, atau pemberi informasi. Proses belajar yang terjadi
tergantung pada pandangan guru terhadap makna belajar yang akan
mempengaruhi aktivitas siswa-siswanya. Dengan demikian, proses
belajar perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. Untuk
mendukung hal tersebut, diperlukan pemahaman para guru mengenai
karakteristik siswa dan proses pembelajarannya, baik pembelajaran di
kelas rendah maupun di kelas tinggi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud karakteristik pembelajaran di sekolah dasar ?
2. Bagaimana Karakteristik Pembelajaran Di Sekolah Dasar ?
(a) Bagaimana Karakteristik Pembelajaran Kelas Rendah Di
Sekolah Dasar ?
(b) Bagaimana Karakteristik Pembelajaran Kelas Tinggi Di
Sekolah Dasar ?
3. Mengapa karakteristik pembelajaran siswa dikatakan penting
diketahui guru ?

C. Tujuan masalah
1. Mengetahui definisi karakterikstik pembelajaran di sekolah dasar
2. MengetahuiKarakteristik Pembelajaran Di Sekolah Dasar.
3. Mengetahui alasan karakteristik pembelajaran siswa penting di
ketahui guru.
BAB II

PEMEBAHASAN

A. Karakteristik Pembelajaran Di Sekolah Dasar


Karakteristik pembelajaran di SD adalah keberagaman perbedaan
karakter dalam melakukan proses pembelajaran yang baik, dan melalui
proses belajar inilah nantinya yang diharapkan mampu untuk mengubah
bentuk perilaku siswa.
Karakteristik pembelajaran pada setiap satuan pendidikan terkait
era pada standar kompetensi lulusan dan standar isi.Standar kompetensi
lulusan memberikan kerangka konseptual tentang sasaran pembelajaran
yang harus dicapai.Standar isi memberikan kerangka konseptual tentang
kegiatan belajar dan pembelajaran yang diturunkan dari tingkat
kompetensi dan ruang lingkup materi.Sesuai dengan standar kompetensi
lulusan sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan
pendidikan.
Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan
(proses psikologis) yang berbeda.Sikap diperoleh melalui aktivitas"
menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan
mengamalkan".Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas "mengingat
memahami menerapkan menganalisis mengevaluasi
mencipta".Keterampilan diperoleh melalui aktivitas "mengamati
menanya mencoba menalar menyaji dan mencipta". Karakteristik
kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta
mempengaruhi karakteristik standar proses. Untuk memperkuat
pendekatan ilmiah(scientific) tematik terpadu( tematik antar mata
pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan
pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (Discovery/inquiry
learning). Untuk mendorong kemampuan peserta didik untuk
menghasilkan karya kontekstual baik individual maupun kelompok
maka dapat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang
menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (Project Based
Learning).

Berikut tabel rincian gradasi sikap, pengetahuan, dan


keterampilan.

Sikap Pengetahuan Keterampilan


Menerima Mengingat Mengamati
Menjalankan Memahami Menanya
Menghargai Menerapkan Mencoba
Menghayati Menganalisis Menalar
Mengamalkan Mengevaluasi Menyaji, Mencipta
Karakteristik proses pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik
kompetensi. Pembelajaran tematik terpadu di SD/MI disesuaikan
dengan tingkat perkembangan peserta didik. Secara umum pendekatan
belajar yang dipilih berbasis pada teori tentang taksonomi tujuan
pendidikan yang dalam 5 dasawarsa terakhir yang secara umum sudah
dikenal luas. Berdasarkan teori taksonomi tersebut capaian
pembelajaran dapat dikelompokkan dalam tiga ranah yakni: ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor. Penerapan teori taksonomi dalam
tujuan pendidikan di berbagai negara dilakukan secara adaptif sesuai
dengan kebutuhannya masing-masing. Undang-Undang nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengadopsi taksonomi
dalam bentuk rumusan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

B. Karakteristik Pembelajaran Kelas Rendah Di Sekolah Dasar


1. Karakteristik Siswa Kelas Rendah
Tingkatan kelas di sekolah dasar dapat dibagi menjadi dua,
yaitu kelas rendah dan kelas tinggi. Kelas rendah terdiri dari kelas
satu, dua, dan tiga, sedangkan kelas-kelas tinggi terdiri dari kelas
empat, lima, dan enam (Supandi, 1992: 44). Di Indonesia, rentang
usia siswa SD, yaitu antara 6 atau 7 tahun sampai 12 tahun. Usia
siswa pada kelompok kelas rendah, yaitu 6 atau 7 sampai 8 atau 9
tahun. Siswa yang berada pada kelompok ini termasuk dalam
rentangan anak usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa yang
pendek tetapi sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh
karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu
didorong sehingga akan berkembang secara optimal.
Berkaitan dengan hal tersebut, ada beberapa tugas
perkembangan siswa sekolah (Makmun, 1995: 68), diantaranya: (a)
mengembangkan konsep-konsep yang perlu bagi kehidupan sehari-
hari, (b) mengembangkan kata hati, moralitas, dan suatu skala,
nilai-nilai, (c) mencapai kebebasan pribadi, (d) mengembangkan
sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok dan institusi-institusi
sosial. Beberapa keterampilan akan dimiliki oleh anak yang sudah
mencapai tugas-tugas perkembangan pada masa kanak-kanak akhir
dengan rentang usia 6-13 tahun (Soesilowindradini, ttn: 116, 118,
119). Keterampilan yang dicapai diantaranya, yaitu social-
helpskills dan play skill. Social-help skills berguna untuk
membantu orang lain di rumah, di sekolah, dan di tempat bermain
seperti membersihkan halaman dan merapikan meja kursi.
Keterampilan ini akan menambah perasaan harga diri dan
menjadikannya sebagai anak yang berguna, sehingga anak suka
bekerja sama (bersifat kooperatif). Dengan keterampilan ini pula,
anak telah dapat menunjukkan keakuannya tentang jenis kelamin,
mulai berkompetisi dengan teman sebaya, mempunyai sahabat,
mampu berbagi, dan mandiri. Sementara itu, play skill terkait
dengan kemampuan motorik seperti melempar, menangkap,
berlari, keseimbangan. Anak yang terampil dapat membuat
penyesuaian-penyesuaian yang lebih baik di sekolah dan di
masyarakat. Anak telah dapat melompat dengan kaki secara
bergantian, dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat menangkap
bola dan telah berkembang koordinasi tangan dan mata untuk dapat
memegang pensil maupun memegang gunting.
Pertumbuhan fisik sebagai salah satu karakteristik
perkembangan siswa kelas rendah biasanya telah mencapai
kematangan. Anak telah mampu mengontrol tubuh dan
keseimbangannya. Untuk perkembangan emosi, anak usia 6-8
tahun biasanya telah dapatmengekspresikan reaksi terhadap orang
lain, mengontrol emosi, mau dan mampu berpisah dengan orang
tua, serta mulai belajar tentang benar dan salah. Perkembangan
kecerdasan siswa kelas rendah ditunjukkan dengan kemampuannya
dalam melakukan seriasi, mengelompokkan obyek, berminat
terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata,
senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya
pemahaman terhadap ruang dan waktu.
2. Karakteristik Pembelajaran Di Kelas Rendah
Pembelajaran di kelas rendah dilaksanakan berdasarkan
rencana pelajaran yang telah dikembangkan oleh guru. Proses
pembelajaran harus dirancang guru sehingga kemampuan siswa,
bahan ajar, proses belajar, dan sistem penilaian sesuai dengan
tahapan perkembangan siswa. Hal lain yang harus dipahami, yaitu
proses belajar harus dikembangkan secara interaktif. Dalam hal ini,
guru memegang peranan penting dalam menciptakan stimulus
respon agar siswa menyadari kejadian di sekitar lingkungannya.
Siswa kelas rendah masih banyak membutuhkan perhatian karena
focks konsentrasinya masih kurang, perhatian terhadap kecepatan
dan aktivitas belajar juga masih kurang. Hal ini memerlukan
kegigihan guru dalam menciptakan proses belajar yang lebih
menarik dan efektif.
Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara
tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan
lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap
anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata, yaitu
sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman
terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman
tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi
(menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam
pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsepkonsep
dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut
jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama
dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu
secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui
interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan uraian tersebut,
maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek
dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak
mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam
konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya. Anak usia
sekolah dasar berada pada tahapan operasional konkret. Pada
rentang usiatersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar
sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia secara objektif,
bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan
memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara
operasional, (3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk
mengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk dan
mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah
sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5)
Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas,
dan berat. Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir
tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki
tiga ciri, yaitu:
a. Konkrit
Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari
hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar,
dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada
pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan
lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang
lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan
peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami,
sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan
kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.
b. Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu
yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu
memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini
melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal
umum ke bagian demi bagian.
c. Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar
berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang
sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan
dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan
logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta
kedalaman materi .
3. PembelajaranBermakna Bagi Siswa Kelas rendah
Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses
interaksi antar anak dengan anak, anak dengan sumber belajar dan
anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi
bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman
dan memberikan rasa aman bagi anak. Proses belajar bersifat
individual dan kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri
individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya.
Menurut Ausubel (1966), bahan pelajaran yang dipelajari
siswa harus ’bermakna’ (meaningful). Pembelajaran bermakna
(meaningful learning) dimaknai sebagai suatu proses dikaitkannya
informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam
struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif merupakan fakta-
fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah
dipelajari dan diingat siswa. Senada dengan pendapat tersebut,
Suparno (1997) mengatakan bahwa pembelajaran bermakna adalah
suatu proses pembelajaran di mana informasi baru dighubungkan
dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang
sedang berada dalam proses pembelajaran. Pembelajaran bermakna
terjadi bila siswa mencoba menghubungkan fenomena baru ke
dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan pelajaran itu
harus cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan
struktur kognitif yang dimiliki siswa.
Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa
mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek,
konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan
komponenkomponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa.
Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-
fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep
konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga
konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah
dilupakan. Pelajaran harus dikaitkan dengan konsep konsep yang
sudah dimiliki siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-
benar terserap oleh siswa. Dengan demikian, agar terjadi belajar
bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan
menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu
memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan
pengetahuan baru yang akan diajarkan.
Pengembangan sikap ilmiah pada siswa kelas rendah dapat
dilakukan dengan cara menciptakan pembelajaran yang
memungkinkan siswa berani mengemukakan pendapat, memiliki
rasa ingin tahu, memiliki sikap jujur terhadap dirinya dan orang
lain, dan mampu menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Dalam
pengembangan kreativitas siswa, proses pembelajaran dapat
diarahkan sesuai dengan tingkat perkembangannya, misalnya saja
memecahkan permasalahan melalui permainan sehari-hari. Di
bawah ini adalah beberapa contoh kegiatan belajar yang dapat
dilakukan siswa kelas rendah.
a. Menggolongkan peran anggota keluarga
b. Menerapkan etika dan sopan santun di rumah, di sekolah, dan
di lingkungan sekitar
c. Menggunakan kosakata geografi untuk menceritakan tempat
d. Menceritakan cara memanfaatkan uang secara sederhana
melalui jual beli barang dan menabung
e. Menceritakan masa kecilnya dengan bantuan foto
f. Mengkomunikasikan gagasan dengan satu kalimat
g. Mengekspresikan gagasan artistik melalui kegiatan bernyanyi
dan menari
h. Menulis petunjuk suatu permainan
i. Membilang dan menyebutkan banyak benda
j. Melakukan operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan
pembagian.
Contoh-contoh di atas menggambarkan bahwa pembelajaran
kelas rendah di sekolah dasar tidak harus selalu dilakukan
dengan ceramah saja, tetapi dapat menggunakan beberapa
metode mengajar yang memungkinkan siswa beraktivitas
tinggi. Berdasarkan uraian tersebut, belajar akan lebih
bermakna jika anak mengalami langsung apa yang
dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera,
daripada hanya mendengarkan penjelasan dari guru.
4. Karakteristik Pembelajaran Kelas TinggiDi Sekolah Dasar
Beberapa sifat peserta didik kelas tinggi menurut Djamarah
(2008: 125) antara lain: 1) adanya minat terhadap kehidupan
praktis sehari-hari yang konkrit, hal ini menimbulkan adanya
kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang
praktis, 2) sangat realistik, ingin tahu dan ingin belajar, 3)
menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata
pelajaran khusus, yang oleh ahli-ahli yang mengikuti teori faktor
ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor, 4) sampai
kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang-orang
dewasa lainnya, untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi
keinginannya, 5) anak-anak pada masa ini gemar membentuk
kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama-sama.
Berdasarkan uraian di atas, usia peserta didik kelas tinggi berada
pada periode operasi konkret, pada tahap ini peserta didik
mengembangkan pemikiran logis, masih sangat terikat pada fakta-
fakta perseptual. Artinya peserta didik sudah mampu berpikir logis
dalam memahami sesuatu, tetapi masih terbatas pada obyek-obyek
konkret.
Pembelajaran di kelas tinggi banyak menggunakan
pembelajaran yang berbasis masalah, melakukan aktivitas
menyelidiki, meneliti dan membandingkan. Karakter pembelajaran
di kelas tinggi terlihat bahwa selain adanya aktivitas siswa yang
tinggi, kemampuan siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran
seperti melakukan tahapan penyelidikan, melakukan pemecahan
masalah dan sebagainya. Itu sebabnya guru harus kaya akan
pengalaman dan kemampuan mengajar serta mampu mengarahkan
kegiatan siswa agar sasaran belajar dapat dicapai melalui
pembelajaran di sekolah. Pengembangan sikap ilmiah pada siswa
kelas tinggi di SD dapat dilakukan dengan cara menciptakan
pembelajaran yang memungkinkan siswa berani beragumentasi dan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mendorong siswa supaya
memiliki rasa ingin mengetahui, memiliki sikap jujur terhadap
dirinya dan orang lain.
Jadi dari beberapa uraian di atas dapat di katakan esensi
proses pembelajaran di kelas tinggi adalah suatu pembelajaran yang
dilaksanakan secara logis dan sistematis untuk membelajarkan
siswa tentang konsep dan generalisasi sehingga penerapannya
(menyelesaikan soal, menggabungkan, menghubungkan,
memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat, dan membagi).
Berikut contoh kegiatan belajarnya:

1. Mendiskusikan tentang jual beli

2. Memperagakan rangkaian gerak dengan alat music

3. Menafsirkan peninggalan-peninggalan sejarah

4. Melakukan operasi hitung campuran (bilangan bulat pecahan)

5. Mengumpulkan bukti perkembangbiakan makhluk hidup.

Sehingga guru dikelas tinggi pada sekolah dasar harus


menggunakan pembelajaran yang berbasis masalah, menggunakan
pendekatan konstruktivis, melakukan aktivitas menyelidiki,
meneliti, dan membandingkan. Karena siswa di kelas tinggi dalam
melakukan kegiatan pembelajaran melakukan tahapan
penyelidikan, melakukan pemecahan masalah, dan sebagainya.

C. Alasan karakteristik pembelajaran siswa penting di ketahui guru.


karakteristik siswa sangat penting untuk diketahui oleh guru
karena ini sangat penting untuk dijadikan acuan dalam merumuskkan
strategi pembelajaran, didalam strategi pengajaran terdiri atas metode
dan teknik atau prosedur yang disusun berdasarkan karakteristik siswa
yang dapat menjamin siswa mencapai tujuan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Karakteristik proses pembelajaran
disesuaikan dengan karakteristik kompetensi. Pembelajaran tematik
terpadu di SD/MI disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta
didik. Yang dimana menggunakan pendekatan belajar yang dipilih
berbasis pada teori tentang taksonomi yaitu tujuan pendidikan yang
dalam 5 dasawarsa terakhir. Dalam teori taksonomi tersebut capaian
pembelajaran dapat dikelompokkan dalam tiga ranah yakni: ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor. Tingkatan kelas di sekolah dasar dapat
dibagi menjadi dua, yaitu kelas rendah dan kelas tinggi. Karateristik
pembelajaran di kelas rendah adalah pembelajaran yang kongkret, yaitu
suatupembelajaran yang dilaksanakan secara logis dan sistematis untuk
membelajarkan siswa yangberkenaan dengan fakta dan kejadian di
lingkungan sekitar siswa. Pembelajaran kongkret lebihsesuai bila
diberikan pada siswa kelas rendah. Kondisi pembelajaran ini harus
diupayakan olehguru sehingga kemampuan siswa, bahan ajar, proses
belajar, dan sistem penilaian sesuai dengantahap perkembangan siswa.
Sedangkan karakteristik pembelajaran di kelas tinggi adalah suatu
pembelajaran yang dilaksanakan secara logis dan sistematis untuk
membelajarkan siswa tentang konsep dan generalisasi sehingga
penerapannya (menyelesaikan soal, menggabungkan, menghubungkan,
memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat, dan membagi).
B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang
menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan
kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul
makalah ini.
Penyusun banyak berharap para pembaca yang budiman dapat
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penyusun demi
sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan–
kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penyusun
pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

(Sekar, 1992)

(Surya, Sularmi, Istiyati, & Prakoso, 2018)

(Aulia, n.d.)

(Shobirin, 2016)
DAFTAR PUSTAKA

Aulia, N. (n.d.). PEMBELAJARAN SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI


DAN RENDAH (p. 1). p. 1. Retrieved from
https://www.academia.edu/31619626/PEMBELAJARAN_SISWA_SEKOL
AH_DASAR_KELAS_TINGGI_DAN_RENDAH_docx

Sekar, K. P. (1992). KARAKTERISTIK SISWA SD KELAS RENDAH DAN


PEMBELAJARANNYA. (c), 1–6.

Shobirin, M. (2016). Konsep dan Implementasi Kurikulum 2013 di Sekolah


Dasar.

Surya, A., Sularmi, Istiyati, S., & Prakoso, F. R. (2018). FINDING HOTS-BASED
MATHEMATICAL LEARNING IN ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS.
1(Snpd), 30–37.
ANALISIS JURNAL NASIONAL DAN INTERNASIONAL TENTANG
STRATEGI PEMBELAJARAN
1. Jurnal pertama (Nasional)
Judul jurnal :Pengaruh Penerapan Model Problem Based
Learning (PBL) Terhadap Aktivitas Dan Hasil
Belajar Siswa Pada Pembelajaran Tematik Terpadu
Di Kelas V Sekolah Dasar
Penulis : Ade Novianti, Alwen Bentri dan Ahmad Zikri
Tahun : 2020
Universitasnegeri Padang, Indonesia
Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Tahun 2020
p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147
Link : http://jbasic.org/index.php/basicedu/article/view/323

Review jurnal :
Banyak cara yang digunakan guru untuk mengatasi masalah dalam
pembelajaran SD. Salah satunya diperlukan berbagai macam variasi yang
digunakan guru dalam mengajar. Menerapkan model-model pembelajaran
yang tepat dapat digunakan guru. Salah satunya adalah pembelajaran tematik
terpadu pada kurilum 2013 dengan menerapkan model Problem Based
Learning (PBL).
Nur Cahyo.R, dkk ( 2018 ) dalam penelitiannya tentang Upaya
Meningkatkan hasil belajar IPS melalui model Problem Based Learning
( PBL) berbantuan Audio Visual pada siswa kelas 4 SD dengan hasil
penelitian Problem Based Learning (PBL) merupakan model yang efektif
untuk pengajaran proses berpikir, pembelajaran ini membantu siswa untuk
memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun
pengetahuan mereka sendiri tentang dunia social dan sekitarnya. Dengan
Problem Based Learning (PBL) siswa dilatih menyusun sendiri
pengetahuannya, mengembangkan keterampilan memecahkan masalah.
Menurut Tan, dalam Rusmono (2012: 229) ―Pembelajaran Berbasis
Masalah (Problem Based Learning) merupakan inovasi dalam pembelajaran
karena dalam kemampuan berpikir siswa betulbetul dioptimalisasikan melalui
proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat
memberdayakan masalah, menguji dan mengembangkan kemampuan
berpikirnya secara berkesinambungan.
Selanjutnya menurut Hosnan (2014:295) ―Model Problem Based
Learning (PBL) adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran
siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya
sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiry,
memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri‖.
Senada Hosnan (dalam Trianto, 2011: 98) menyatakan penerapan metode
PBL terdiri atas lima langkah utama dalam proses pembelajaran yaitu: 1)
Orientasi siswa pada masalah, 2) Mengorganisasikan siswa untuk belajar, 3)
Membimbing penyelidikan individual dan kelompok, 4) Mengembangkan
dan menyajikan hasil karya, 5)Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah.
Dan menurut penelitian ini model pembelajaran PBL ini mampu melatih
kesiapan peserta didik dan saling memberikan pengetahuan dan melatih
kesiapan peserta didik dalam menanggapi serta menyelesaikan masalah. Dan
dapat di simpulkan hasil penelitian ini terdapat pengaruh yang signifikan
antara model pembelajaran PBL terhadap aktivitas siswa pada pembelajaran
Aktivitas dan hasil belajar siswa di Kelas V Sekolah Dasar dapat ditingkatkan
dengan menerapkan model pembelajrajn Problem Based Learning (PBL)
2. Jurnal kedua (Nasional)
Judul jurnal :Penggunaan Model Pembelajaran Discovery
Learning Dalam Peningkatan Hasil Belajar Siswa Di
Sekolah Dasar
Penulis : Nabila Yuliana
Tahun : 2018
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Indonesia
P-ISSN : 1858-4543 E-ISSN : 2615-6091
Link : https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JIPP/article/view/13851
Riview jurnal :
Pendidikan di Indonesia kini dituntut untuk lebih baik lagi terkait hasil
belajar siswa. Dimana hasil belajar sangat dipengaruhi dengan bagaimana
guru memilih model penyampaian materi di kelas. Maka dari itu artikel ini
peneliti buat dengan tujuan memberikan referensi terkait model pembelajaran
yang dalam penerapannya telah terbukti meningkatkan hasil belajar siswa di
sekolah dasar. Di Indonesia sendiri memiliki berbagai macam model
pembelajaran yang tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Pada kesempatan ini peneliti hanya memilih satu model
pembelajaran yaitu discovery learning. Maka peneliti melakukan riset dengan
metode meta analisis yang merupakan salah satu upaya merangkum berbagai
hasil penelitian dengan studi dokumen 6 data terkait penggunaan model
pembelajaran discovery learning yang dipublikasikan di jurnal nasional. Dari
penelitian yang dilakukan terbukti bahwa model discovery learning mampu
membantu meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dengan
siswa menemukan informasi sendiri sehingga menunjukkan peningkatan hasil
belajar siswa baik di Sekolah Dasar maupun jenjang pendidikan di atasnya.
Menurut kesimpulan peneliti bahwa discovery learning merupakan proses
pembelajaran yang tidak diberikan keseluruhan melainkan melibatkan siswa
untuk mengorganisasi, mengembangkan pengetahuan dan keterampilan untuk
pemecahan masalah. Sehingga dengan penerapan model discovery learning
dapat meningkatkan kemampuan penemuan individu selain itu agar kondisi
belajar yang awalnya pasif menjadi lebih aktif dan kreatif. Sehingga guru
dapat mengubah pembelajaran yang awalnya teacher oriented menjadi student
oriented.
Kelebihan pada model discovery learning dapat disimpulkan sebagai
berikut: a) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan
keterampilan‐keterampilan dan proses‐proses kognitif, b) Model ini
memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan
kecepatannya sendiri, c) Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa,
karena unsur berdiskusi, d) Mampu menimbulkan perasaan senang dan
bahagia karena siswa berhasil melakukan penelitian, dan e) Membantu siswa
menghilangkan skeptisme (keragu‐raguan) karena mengarah pada kebenaran
yang final dan tertentu atau pasti
Sementara itu kekurangannya menurut Kemendikbud (2013) adalah (1)
model ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar.
Bagi siswa yang kurang memiliki kemampuan kognitif yang rendah akan
mengalami kesulitan dalam berfikir abstrak atau yang mengungkapkan
hubungan antara konsep‐konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada
gilirannya akan menimbulkan frustasi. (2) Model ini tidak cukup efisien
untuk digunakan dalam mengajar pada jumlah siswa yang banyak hal ini
karena waktu yang dibutuhkan cukup lama untuk kegiatan menemukan
pemecahan masalah. (3) Harapan dalam model ini dapat terganggu apabila
siswa dan guru telah terbiasa dengan cara lama. Dan (4) model pengajaran
discovery ini akan lebih cocok dalam pengembangkan pemahaman, namun
aspek lainnya kurang mendapat perhatian.
Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa penerapan model
discovery learning sangat membantu dalam upaya guru meningkatkan hasil
belajar siswa. Tidak hanya itu model ini juga membantu dalam meningkatkan
keaktifan guru dan siswa, kepercayaan diri siswa, dan kemampuan bekerja
mandiri dalam pemecahan masalah. Selain itu model ini tidak hanya dapat
diterapkan di sekolah dasar melainkan juga di tingkat pendidikan yang lebih
tinggi yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas
(SMA).
3. Jurnal ketiga (Nasional)
Judul jurnal : Pengaruh Pembelajaran Contextual Teaching Learning
Terhadap Hasil Belajar Pkn Murid Sekolah Dasar
Penulis : Hasnidar dan Elihami
Tahun : 2020
STKIP Muhammadiyah Enrekang, Jalan Jend. Sudirman No. 17
ISSN : xxxx-xxxx) (Online)
Link : https://ummaspul.e-journal.id/MGR/article/download/327/155
Rivew jurnal :
Pendekatan yang perlu dikembangkan sebagai alternatif yang sesuai
dengan karakteristik materi yang diajarkan agar proses belajar mengajar lebih
efektif dan efisien adalah pendekatan yang benar-benar melibatkan siswa
secara aktif selama proses belajar mengajar berlangsung. Salah satu
pendekatan yang dapat digunakan adalah pendekatan kontekstual.
Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang beranggapan
bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara
alamiah, artinya belajar akan lebih bermakna jika anak “bekerja” dan
“mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan sekedar “mengetahuinya”
(Kunandar, 2009). Lebih lanjut Wina Sanjaya mengemukakan (2009)
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran
yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi
kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya
dalam kehidupan mereka.
Hal senada juga dikemukakan oleh Kokom Komalasari (2010) bahwa
pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar dan mengajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga, warga negara, dan pekerja.
Menurut hasil observasi peneliti selama penelitian menunjukkan ada
beberapa permasalahan yang menyebabkan tidak adanya pengaruh
pembelajaran kontekstual pada penelitian ini, antara lain: 1) Pembelajaran
kontekstual tidak berjalan optimal disebabkan karena guru tidak terbiasa
menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran khususnya dalam
menerapkan komponen pembelajarn pendekatan kontekstual. Hal ini
berimplikasi terhadap pengelolaan waktu sehingga pelaksanaan komponen
pendekatan kontekstual menjadi tidak maksimal dan 2) Siswa tidak terbiasa
mengikuti proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstekstual
sehingga menyebabkan rendahnya partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran.
Sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan skor rata-rata kemampuan
pemecahan masalah PKn siswa Kelas VI SDN 1 Bilokka yang diajar
menggunakan pembelajaran kontekstual dan yang diajar menggunakan
pembelajaran ekspositori. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembelajaran
kontekstual tidak berpengaruh terhadap hasil belajar PKn siswa Kelas VI
SDN 1 Bilokkauntuk pokok bahasan Hak Asasi Manusia.
4. Jurnal keempat (Internasional)
Judul jurnal : Mengembangkan Modul Pembelajaran Tematik-Integratif
dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Siswa
SD
Penulis : Monika Handayani
Tahun : 2018
Departemen Pendidikan Dasar Universitas Terbuka
ISSN : 166-176
Link : https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/ijal/article/viewFile/13411/7462

Tujuan : Menghasilkan modul pembelajaran tematik integratif


dengan model PBL yang layak, dan Menentukan efektivitas
modul terhadap hasil belajar dan belajar mandiri tahun lima
siswa SD Negeri Pudjokusuman 1 Yogyakarta.

Hasil Penelitian : Hasil penelitian ini adalah (1) modul pembelajaran tematik
integratif yang sesuai dengan model pembelajaran berbasis
masalah. Bukti kelayakan produk didasarkan pada hasil tes
para ahli materi, tes ahli media, respons guru, dan respons
siswa. (2) Hasil penelitian menunjukkan bahwa modul yang
dikembangkan efektif untuk meningkatkan hasil belajar dan
belajar mandiri siswa. Hal ini didasarkan pada hasil yang
diperoleh dalam uji coba lapangan yang menunjukkan p <
0,05 dalam hasil pembelajaran kognitif dan pembelajaran
independen. Futhermore, berdasarkan hasil pengamatan
siswa dalam hasil pembelajaran afektif dan psikomotor
siswa di kelas eksperimental memiliki persentase yang lebih
tinggi daripada kelas kontrol.
Hasil Riview Jurnal : Dari hasil analisis yang kami lakukan dalam penelitian
ini di temukan bahwa pengembangan modul
pembelajaran tematik integratif dapat meningkatkan
hasil belajar dan belajar mandiri siswa yang di
sesuaikan dengan model berbasis masalah. Dari
permasalahan yang terdapat dalam jurnal yang dimana
guru mengatakan bahwa beberapa materi dalam buku
pegangan siswa kurang sesuai dengan karakteristik
siswa SD karena konsepnya menggunakan penjelasan
terbalik dari susah ke mudah. Hal tersebut juga
berdampak pada pemahaman siswa secara mandiri
terhadap materi yang ada di buku pegangan siswa. Oleh
karena itu pengembangan bahan ajar penting dilakukan
guru untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi proses
pembelajaran. Materi yang dikembangkan memiliki
peran penting baik bagi guru maupun siswa. Perlu
dikembangkan bahan ajar berupa modul untuk
mendukung proses pembelajaran dalam kurikulum
2013 yang bertujuan untuk mencapai tujuan
pembelajaran.

5. Jurnal kelima (Internasional)


Judul jurnal : Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) pada
Guru dan Siswa Kelas V SD di Kota Surakarta.
Penulis : Issufiah Dwi N Sunardi, Sri Anitah W, Gunarhadi
Tahun : 2018
Universitas Sebelas Maret, Indonesia
ISSN : 116-123
Link : https://journal.uny.ac.id/index.php/jpe/article/view/14288

Tujuan : Menggambarkan dan menganalisis Penerapan Model


Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) pada Guru dan Siswa
Kelas V SD di Kota Surakarta.
Hasil Penelitian : Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran dengan Problem Based Learning
(PBL) rata-rata masih rendah. Hasil angket guru skor
terendah pada pelaksanaan pembelajaran saintifik dengan
skor 29,7% dan pemahaman langkah-langkah sains baru
dengan skor 30%. Hasil belajar siswa diukur melalui tes
dengan tiga kategori yang menunjukkan persentase siswa
dalam menyelesaikan tes terendah dalam pemecahan masalah
7% dan pemahaman langkah ilmiah baru dengan skor 30%.
Hasil belajar siswa diukur melalui tes dengan tiga kategori
yang menunjukkan persentase siswa dalam menyelesaikan tes
terendah dalam pemecahan masalah 7% dan pemahaman
langkah ilmiah baru dengan skor 30%. Hasil belajar siswa
diukur melalui tes dengan tiga kategori yang menunjukkan
persentase siswa dalam menyelesaikan tes terendah dalam
pemecahan masalah
Riview jurnal : Dari hasil analisis jurnal yang kami lakukan dalam penelitian
ini, untuk perencanaan dan penerapan model pembelajaran
berbasis masalah (PBL) pada guru dan siswa masih rendah,
karena mengalami kesulitan dalam penerapannya, sehingga
hasil belajar dari siswapun masih kurang maksimal. Adapun
masalah yang di alami guru kurang memahami model
pembelajaran PBL dan aplikasinya dalam pembelajaran. Dan
pada akhirnya peserta didik menunjukkan bahwa pelajaran
yang di pelajari mudah dilupakan. Jika materi dijelaskan oleh
guru, dalam beberapa jam anak tidak lagi mengenal konsep
yang diberikan guru. Jika diberikan soal uji kompetensi oleh
guru, banyak dari mereka yang akan melupakan pelajaran
tersebut. Peserta didik lebih bahagia jika mereka diberi
pertanyaan sederhana, pilihan ganda dan jawaban singkat.
Mereka merasa kesulitan jika diberikan soal berupa pemecahan
masalah. Jadi Masalahnya bahwa guru harus memiliki
pemahaman yang lebih dalam menggunakan model PBL untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
Faktor-faktor yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa
pembelajaran yang selama ini sebagian besar berpusat pada
guru kurang efektif dalam meningkatkan keterampilan
pemecahan masalah. Itulah perlunya melibatkan siswa secara
penuh dalam kegiatan pembelajaran sebagai upaya melatih
siswa untuk terbiasa berpikir secara aktif, kreatif, dan kritis.
OBSERVASI VIDEO SISTEM PENDIDIKAN NEGARA FINLANDIA

Negara Finlandia merupakan negara dengan sistem pendidikan terbaik di


dunia yang dimana pendidikan di finlandia sangat mementingkan kebahagiaan
anak atau muridnya. Didalam video yang sudah di observasi tentang sistem
pendidikan negara finlandia, ditemukan beberapa strategi pembelajaran yang
diterapkan negara finlandia, bentuk dari strategi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kesejahteraan anak sangat diutamakan
Setiap 45 menit pembelajaran, murid diberikan kesempatan istirahat
selama 15 menit, tujuannya untuk mengistirahatkan otak agar otak menjadi
fresh sehingga dapat memaksimalkan produktifitas dan kreatifitas anak
saat melakukan pembelajaran. Pada saat waktu istirahat 15 menit siswa
diberikan waktu untuk bermain di luar sekolah bagaimanapun kondisi
cuacanya tetap tetap harus bermain di luar dan juga disiapkan beberapa
alat permainan seperti bola dll. Pada saat belajar, murid banyak bergerak
dan berdiri ini mungkin ditujukan agar muridnya tidak bosan didalam
kelas. Guru tidak meberikan PR yang banyak karena waktu luang sangat
penting bagi pertumbuhan anak.
2. Hubungan antara guru dan murid
Dalam satu kelas muridnya dibatasi sehingga guru didorong untuk
mengenal muridnya satu per satu, baik karakter dari masing-masing
muridnya sampai ke bakat yang di miliki oleh masing-masing muridnya
juga guru bisa mengetahui perkembangan setiap siswa secara maksimal.
Guru sangat menjalin hubungan baik dengan murid maupun orang tua
muridnya, misalnya dengan guru tersebut menyapa muridnya setiap pagi
dan ketika pulang, guru rutin makan siang bersama muridnya, dan guru
sering mengadakan kunjungan kerumah muridnya. Dengan terjalin
hubungan baik ini diharapkan guru bisa membantu muridnya dalam
belajar.
3. Berikan kebebasan kepada murid
Kebebasan adalah resep utama dalam kebahagiaan, sehingga guru harus
memberikan kesempatan pada muridnya untuk menunjukkan hal apasaja
yang telah dipelajari sebelumnya, maksudnya guru tidak membatasi atau
mengatur muridnya dalam belajar, bahkan guru di finlandia sangat
mendukung apa yang menjadi kelebihan dari murid-muridnya tersebut.
Kebebasan juga berarti memberikan pilihan kepada murid sehingga guru
mengetahui apa yang menjadi minat dan bakat dari muridnya. Contohnya
buku apa yang ingin muridnya baca dan bagaimana cara murid membuat
tugasnya.

Sumber:

Si Kutu Buku. 2020. Teach Like Finland (Sistem Pendidikan Terbaik di


Dunia). https://youtu.be/UQZOCosgXhg

Anis Soraya. 2020. 6 Strategi Pembelajaran di Finlandia.


https://youtu.be/foZDZNhQ8KE

BB Channel. 2018. Sistem Pembelajaran di FINLANDIA.


https://youtu.be/U0YlenXNVmU

(Zikri, Ahmad; Bentri , Alwen; Novianti, 2020)

(Yuliana, 2018)

(Elihami, 2020)

(Handayani, 2018)

(Gunarhadi; W, Anitah Sri; Sunardi, 2018)


DAFTAR PUSTAKA JURNAL

Elihami, H. (2020). Pengaruh Pembelajaran Contextual Teaching Learning


Terhadap Hasil Belajar Pkn Murid Sekolah Dasar. Jurnal Ummaspul.
Retrieved from
https://ummaspul.e-journal.id/MGR/article/download/327/155
Gunarhadi; W, Anitah Sri; Sunardi, N. D. I. (2018). Penerapan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) pada Guru dan Siswa Kelas V SD di
Kota Surakarta. Jurnal Internasional Pembelajaran Aktif, 3(2), 116–123.
Retrieved from https://journal.uny.ac.id/index.php/jpe/article/view/14288
Handayani, M. (2018). Mengembangkan Modul Pembelajaran Tematik-Integratif
dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Siswa SD. Jurnal
Prima Edukasia, 6(2), 166–176. Retrieved from
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/ijal/article/viewFile/13411/7462
Yuliana, N. (2018). Penggunaan Model Pembelajaran Discovery Learning Dalam
Peningkatan Hasil Belajar Siswa Di Sekolah Dasar. JURNAL UNDIKSA.
Retrieved from
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JIPP/article/view/13851
Zikri, Ahmad; Bentri , Alwen; Novianti, A. (2020). Pengaruh Penerapan Model
Problem Based Learning (PBL) Terhadap Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa
Pada Pembelajaran Tematik Terpadu Di Kelas V Sekolah Dasar. Jurnal
Basicedu, 4(2). Retrieved from
http://jbasic.org/index.php/basicedu/article/view/323

Anda mungkin juga menyukai