Anda di halaman 1dari 20

Lampiran: Kepala Puskesmas Basuki Rahmat

Nomor : 440/018/SK/PKMBR/2022
Tanggal : 10 Januari 2022
PELAYANAN PROGRAM IMUNISASI
No. Dokumen : 001/PM-07/PKMBR/2022
No. Revisi : 02
Tanggal : 10 Januari 2022
PEDOMAN Jml Hal : 09

Puskesmas Tanda Tangan dr. Nyayu Farial


Basuki Rahmat Kepala Puskesmas
NIP. 197302222002122006
Tentang : Pedoman Pelayanan Ruang Imunisasi
Puskesmas Basuki Rahmat

BAB I

DEFINISI

A. Latar Belakang

Salah satu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam bidang
kesehatan adalah upaya pembinaan anak usia sekolah melalui Usaha Kesehatan
Sekolah ( UKS ). UKS adalah segala usaha yang dilakukan dalam meningkatkan
kesehatan peserta didik pada setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan mulai dari
tingkat TK/RA sampai SMA/SMK/MA. UKS dilaksanakan untuk meningktkan mutu
pendidikan dan prestasi belajar anak sekolah melalui prilaku hidup bersih dan
sehat, menciptakan lingkungan sehat serta meningkatkan derajat kesehatan anak
sekolah. Hal ini memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis
dan optimal dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.

UKS merupakan wadah dan program untuk meningkatkan kemampuan hidup


sehat dan derajat kesehatan peserta didik sedini mungkin, yang dilakukan secara
terpadu oleh Empat Kementerian terkait beserta seluruh jajarannya baik di pusat
maupun di daerah. Adapun landasannya, yaitu SKB empat Menteri Tahun 2014,
yaitu Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Kesehatan, Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri.

Sebagai bagian dari UKS, pada tahun 1997 telah dicanangkan pelaksanaan
pemberian imunisasi lanjutan bagi anak usia sekolah dasar yang disebut sebagai
Bulan Imunisasi Anak Nasional atau BIAN. Sasaran BIAN adalah siswa siswi kelas

Pedoman Program Imunisasi Hal 1 dari 20


1 sampai 6 Sekolah Dasar/Madrasah/sederajat dan usia 9 bulan sampai 12 tahun.
Jenis imunisasi yang diberikan pada pelaksanaan BIAN bertujuan untuk mencegah
penyakit Campak, Rubella, Difteri Tetanus dan Tetanus Neonatorum, Polio yang
merupakan masalah kesehatan di Indonesia.

Tetanus pada maternal dan neonatus merupakan penyebab kematian paling


sering terjadi akibat perslinan dan penanganan tali pusat yang tidak bersih.
Tetanus ditandai dengan kaku otot yang nyeri yang disebabkan oleh Neurotoxin
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani pada luka anaerob ( tertutup ). Attack rate
tetanus neonatorum pada bayi yang lahir dari ibu yang tidak mendapatkan
imunisasi tetanus sebesar 20 per 1000 kelahiran hidup dan case fatality rate antara
30% sampai 90%. Kekebalan terhadap penyakit ini hanya diperoleh melalui
imunisasi tetanus minimal dua dosis. Pelindungan jangka panjang diperoleh jika
mendapatkan imunisasi tetanus sebanyak 5 dosis ( status T5). Untuk
mempertahankan status eliminasi tetanus neonatorum kurang dari 1/1000
kelahiran hidup ditingkat Kabupaten/Kota dalam 1 tahun sesuai ketentuan WHO,
diperlukan upaya pencapaian status T5 bagi semua WUS. Pemberian imunisasi DT
dan Td pada anak usia sekolah dasar atau sederajat merupakan rangkaian upaya
mencapai status T5 bagi setiap individu.

Difteri merupakan penyakit yang sangat menular dan dapat mengakibatkan


kematian. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphtheriae yang
memproduksi racun yang dapat merusak jaringan dan organ tubuh manusia. Difteri
dapat menimbulkan berbagai komplikasi seperti kelumpuhan otot jantung dan
penyumbatan saluran nafas. Menurut data surveilans Kementerian Kesehatan,
sepanjang tahun 2017, terdapat 954 kasus difteri di 170 kabupaten/kota di 30
provinsi dimana 44 orang diantaranya meninggal. Angka kematian atau Case
Fatality Rate ( CFR ) adalah 4,6% yang berarti dari 100 orang yang menderita
penyakit difteri, terdapat 4-5 penderita yang meninggal. Angka CFR nasional ini
lebih rendah dari data angka CFR global yang dirilis WHO yaitu sekitar 5-10%.

Difteri dapat dicegah dengan imunisas. Tingkat perlindungan minimal yang


harus dicapai adalah titer antibodi sebesar 0.1 IU/mL. Hasil penelitian Kimura et al
pada tahun 1991 menunjukkan bahwa titer antibodi yang terbentuk setelaah dosis
pertama < 0.01 IU/mL, setelah dosis kedua bekisar 0.05 – 0.08 IU/mL dan setelah

Pedoman Program Imunisasi Hal 2 dari 20


3 dosis menjadi 1,5 – 1,7 IU/mL tetapi kemudian menurun pada usia 15 – 18 bulan
menjadi 0.03 IU/mL sehingga dibutuhkan booster ( imunisasi lanjutan ). Setelah
booster diberikan didapatkan titer anti bodi yang tinggi sebesar 6,7 – 10,3 IU/mL.
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa imunisasi DPT harus diberikan 3 kali
dan tambahan pada usia 15 – 18 bulan untuk meningkatkan titer anti bodi pada
anak-anak . Di negara maju, dengan pemberian vaksin DPT sebanyak 3 dosis dan
booster pada usia 15 – 18 bulan didapatkan bahwa perlindungan akan menurun
setelah umur 4 -12 tahun. Sehingga diperlukan juga imunisasi lanjutan ( booster )
pada usia > 6 tahun ( anak usia sekolah ).

Campak ( morbili/measles ) merupakan penyakit yang sangat mudah menular


yang disebabkan oleh virus dan sangat berbahaya apabila disertai dengan
komplikasi seperti pneumonia, diare, meningitis, dan dapat berakibat pada
kematian. Penyakit ini sangat berpotensi menjadi wabah apabila cakupan imunisasi
rendah dan kekebalan imunitas/herd immunity tidak terbentuk. Dengan pemberian
imunisasi campak dan berbagai upaya yang telah dilakukan, kematian akibat
penyakit campak menurun sebanyak 84% diseluruh dunia yaitu dari 550.100
kematian pada tahun 2000 menjadi 89.780 kematian pada tahun 2016. Meskipun
demikian, campak masih menjadi penyakit yang umum terjadi di negara-negara
berkembang di Asia dan Afrika. Diperkirakan 20,4 juta orang terkena campak pada
tahun 2016.

Bayi baru lahir akan mendapat kekebalan alami terhadap cmpak dari ibunya
( maternal antibodi ) yang bertahan antara 6-9 bulan. Untuk itu pada usia 9 bulan
anak harus mendapat imunisasi campak dosis pertama untuk melindungi anak dari
virus campak. Namun demikian diantara anak yang telah mendapat imunisasi
campak pada usia 9 bulaan masih akan ada 10% - 15% yang tidak terbentuk
kekebalannya. Oleh karena itu diperlukan imunisasi lanjutan untuk melengkapi
perlindungan bagi anak yang memiliki perlindungan terhadap campak baik anak
yang telah diimunisasi namun belum terbentuk kekebalan maupun anak yang
belum mendapatkan imunisasi campak dosis pertama melalui kegiatan imunisasi
lanjutan pada usia 18 bulan dan BIAN.

Rubella adalah penyakit akut dan ringan yang sering menginfeksi anak dan
dewasa muda yang rentan. Akan tetapi yang menjadi perhatian adalah efek

Pedoman Program Imunisasi Hal 3 dari 20


teratogenik apabila rubella ini menyerang pada wanita hamil pada trimester
pertama. Infeksi rubella yang terjadi sebelum konsepsi dan selama awal kehamilan
dapat menyebabkan abortus, kematian janin atau sindrom rubella kongenital
( Congenital Rubella Syndrom/CRS ) pada bayi yang dilahirkan seperti gangguan
jantung, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran dan gangguan
perkembangan. Di Indonesia, rubella merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang memerlukan upaya pencegahan efektif. Data surveilans selama 5
tahun terakhit menunjukan 70% kasus rubella terjadi pada kelompok usia < 15
tahun. Selain itu, berdasarkan studi tentang estimasi beban penyakit CRS di
Indonesia tahun 2013 diperkirakan terdapat 2.767 kasus CRS, 82/100.000 terjadi
pada usia 15- 19 tahun dan menurun menjadi 47/100.000 pada usia 40 – 44 tahun.

Imunisasi merupakan upaya pencegahan penyakit yang paling cost efective .


Imunisasi dalam kegiatan BIAS sangat bermanfaat untuk mencegah penyakit
tetanus, difteri, campak dan rubella yang dapat menyebabkan kecacatan dan
kematian. Imunisasi yang diberikan harus dipastikan lengkap, tidak hanya
imunisasi pada bayi dan bawah usia dua tahun, tetapi juga pada anak usia sekolah
tingkat dasar. Pemberian imunisasi pada anak sekolah tingkat dasar dilaksanakan
pada bulan mei sampai juli

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Sebagai acuan dalam penyelenggaraan Bulan Imunisasi Anak Nasional
( BIAN ) diwilayah kerja Puskesmas Basuki Rahmat.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan kekebalan anak usia sekolah terhadap penyakit campak,
rubella, tetanus dan difteri, polio.
b. Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit campak,
rubella, tetanus dan difteri, polio.

Pedoman Program Imunisasi Hal 4 dari 20


C. Definisi Operasional
a. Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang
merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat, untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar, menyeluruh, dan terpadu
bagi seluruh masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan
pokok dan membina peran serta masyarakat.
b. UKM adalah upaya kesehatan masyarakat yang telah ditentukan program
dan cakupannya di Puskesmas.
c. Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila
suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya
mengalami sakit ringan.
d. Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus campak.
e. Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri corynebacterium
diphtheriae.
f. Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh clostridium tetani.
g. Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus pada anak.
h. Polio adalah penyakit saraf yang disebabkan oleh virus polio
i. Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikoorganisme
yang sudah mati atau masih hidup yang dilemahkan, masih utuh atau
bagiannya, atau berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi
toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan dengan zat lainnya,
yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan
spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu.
j. KIPI adalah kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan
setelah imunisasi atau mencapai masa 42 hari.
D. Dasar Hukum
a. Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.
b. Undang – Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 35 tahun 2014.
c. Undand – Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
d. Undang – Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
e. Undang – Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
Pedoman Program Imunisasi Hal 5 dari 20
f. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017
tentang Penyelenggaraan Imunisasi.
g. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2014 tentang Upaya
Kesehatan Anak.

Pedoman Program Imunisasi Hal 6 dari 20


BAB II

RUANG LINGKUP

A. Lingkup Kegiatan

Lingkup kegiatan dalam pelaksanaan BIAN yaitu :

a. Setiap anak sasaran BIAN berhak mendapatkan pelayanan imunisasi


yang berguna untuk mencegah Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan
Imunisasi ( PD3I ).
b. Penyediaan vaksin, alat suntik dan safety box serta kebutuhan kartu
imunsasi anak usia sekolah, format laporan, peralatan anafilatik syok dan
biaya operasional.
c. Penyelenggaraan imunisasi anak usia sekolah TK dan tingkat dasar
dilaksanakan secara terpadu oleh lintas program dan lintas sektoral
dalam hal tenaga, sarana dan dana mulai dari tingkat pusat sampai
tingkat pelaksana.
d. Perpaduan lintas program dan lintas sektor terkait diselenggarakan
melalui wadah yang sudah ada, yaitu Tim Pembina Usaha Kesehatan
Sekolah ( TP UKS ).

B. Strategi
Strategi pelaksanaan imunisasi pada kegiatan BIAN adalah sebagai berikut :
a. Melakukan pemetaan wilayah.
b. Meningkatkan kompetensi petugas kesehatan.
c. Melakukan pemenuhan logistik imunisasi untuk pelaksanaan BIAN.
d. Meningkatkan koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait
dalam pencapaian target imunisasi pada pelaksanaan BIAN.
e. Menguatkan jejaring kerja dan kemitraan antara pemerintah dan swasta
dengan melibatkan masyarakat.
f. Mensosialisasikan dan mengadvokasi para pengambil kebijakan dan
pemangku kepentingan terkait.
g. Melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala.

Pedoman Program Imunisasi Hal 7 dari 20


C. Sasaran
Imunisasi dalam rangka kegiatan BIAN diberikan kepada sasaran anak usia
sekolah TK dan sekolah dasar baik yang bersekolah maupun yang tidak
bersekolah.
D. Jadwal
Adapun jadwal pemberian imunisasi dapat dilihat pada table berikut ini :
Table 3.1 jadwal pemberian imunisasi kegiatan BIAN

Sasaran Jenis vaksin Bulan Pemberian


Sekolah Tidak sekolah
TK 2 – 5 Tahun MR Mei-Juli 1 kali
SD 6 – 12 Tahun MR Mei-Juli 1 kali

Tempat pelaksanaan imunisasi pada program BIAN adalah disekolah-sekolah


yaitu SD/MI/sederajat termasuk pondok pesantren. Bagi sasaran yang tidak
hadir ketika kegiatan BIAS dilaksanakan, imunisasi dapat diberikan di
Puskesmas atau pos pelayanan imunisasi lain yang telah ditentukan.
Sedangkan untuk anak-anak usia sekolah yang tidak bersekolah, imunisasi
dapat diberikan di pos-pos pelayanan Imunisasi yang telah ditentukan seperti
posyandu, puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

E. Langkah Kegiatan
Sebelum kegiatan BIAN dilaksanakan, diperlukan langkah-langkah persiapan
sebagai berikut :
1. Advokasi
Advokasi dilakukan kepada pengambil kebijakan untuk memperoleh
dukungan dalam penyelenggaraan BIAN. Dukungan dapat berupa
penetapan kebijakan dan ketersediaan anggaran baik untuk biaya
operasional maupun penyediaan sarana pendukung lainnya ( vaccine
carrier, coolpack, peralatan anafilaktik syok, formulir
pencatatan/pelaporan, dll ).
2. Sosialisasi

Pedoman Program Imunisasi Hal 8 dari 20


Perlu dilaksanakan suatu kegiatan penyebaran informasi melalui
sosialisasi minimal satu bulan sebelum pelaksanaan BIAN. Sosialisasi
dapat dilakukan baik secara langsung atau tidak langsung. Secara
langsung sosialisasi dilakukan dalam bentuk penyuluhan kepada sekolah-
sekolah yang mempunyai sasaran BIAN maupun kepada orang tua/wali
sasaran BIAN pada saat pertemuan orang tua/wali saat ajaran baru,
bekerja sama dengan pihak sekolah, agar mereka memahami manfaat
imunisasi yang diberikan serta mengetahui jadwal pelayanan BIAN di
sekolah masing-masing.
Penyuluhan dapat dilakukan oleh petugas kesehatan, guru, kader, PKK
atau pemuka masyarakat ( TOMA/TOGA ). Pesan-pesan penyuluhan
antara lain tentang manfaat imunisasi, dampak bila tidak diimunisasi
( termasuk dampak ekonomi ), jadwal dan sasaran imunisasi,
kemungkinan efek samping yang timbul dan penanganan pertamanya.
Secara tidak langsung sosialisasi dilakukan melalui pemberitahuan
kepada tokoh agama, tokoh masyarakat, pengumuman melalui tempat-
tempat ibadah ( masjid, gereja, pura, klenteng, dll ) tentang manfaat
BIAN. Pemasangan spanduk ditempat yang strategis dan informasi
melalui media cetak ( koran lokal ) dan media elektronik ( radio swasta
dan TV lokal ) tentang pelaksanaan BIAN.
Informasi bisa disesuaikan dengan bahasa daerah/lokal yang lebih
dipahami dengan baik. Media sosial seperti spanduk, poster atau leaflet
dapat dimanfaatkan sebagai alat komunikasi informasi dan edukasi (KIE ).
3. Pendataan sasaran
Pada setiap awal tahun ajaran, petugas puskesmas meminta data jumlah
anak sekolah SD/MI/sederajat. Sedangkan untuk anak usia sekolah yang
tidak bersekolah, data dapat diperoleh dengan melakukan pendataan
secara langsung oleh kader di masyarakat. Data tersebut diperlukan
untuk menghitung kebutuhan logistik dan menentukan jumlah sasaran.
4. Penjaringan Status Imunisasi di Sekolah
Penjaringan dilakukan terhadap semua anak kelas 1 SD/MI/sederajat
segera setelah tahun ajaran baru sekolah dimulai. Melalui surat edaran
pemberitahuan dari kepala sekolah, orang tua siswa kelas 1 diminta untuk
mengisi data riwayat imunisasi anak. Data ini akan diisikan oleh guru
Pedoman Program Imunisasi Hal 9 dari 20
pada kolom catatan yang ada di kartu imunisasi anak sekolah atau rapor
kesehatan anak.
5. Penyiapan Logistik
Sebelum melakukan pelayanan imunisasi dalam kegiatan BIAN perlu
dilakukan beberapa persiapan logistik yaitu :
a. Vaccine Carrier
Periksa vaccine carrier yang akan digunakan, dan pastikan sesuai
dengan standar, tidak terdapat keretakan pada dindingnya,
mempunyai spon penutup dan dapat ditutup rapat.
b. Coolpack ( kotak dingin cair )
Sediakan coolpack yang telaah diisi dengan air dan didinginkan
dalam lemari es minimal 24 jam. Jumlah coolpack yang dibutuhkan
sesuai dengan jenis vaccine carrier yang digunakan dan diletakkan
pada sisi vaccine carrier. Jangan menggunakan coolpack yang beku
atau es batu.
c. Vaksin
Vaksin yang diperlukan adalah vaksin MR dalam kemasan multidose
(10 dosis/vial). Vaksin harus selalu disimpan paada suhu 2 s.d 8°C.
Siapkan vaksin sesuai dengan jumlah sasaran dibagi dengan indeks
pemakaian vaksin.
d. Alat Suntik ( Auto Dysable Syringes/ADS )
Jenis/ukuran dan jumlah kebutuhan ADS dapat dilihat seperti dibawah
ini :
 MR : 0,5 ml sesuai jumlah sasaran usia kelas 1
 Pelarut MR : 5 ml sesuai jumlah vial vaksin MR
 Spuit : 5 ml sesuai jumlah vial vaksin MR
e. Safety box
Sediakan safety box untuk setiap pos pelayanan dengan perhitungan
satu safety box ukuran 2,5 liter untuk 50 alat suntik dan satu safety
box ukuran 5 liter untuk 100 alat suntik ( 0,5ml maupun 5ml ).

f. Peralatan Anafilaksis Syok

Pedoman Program Imunisasi Hal 10 dari 20


Siapkan peralatan anafilaksi syok untuk mengantisipasi apabila terjadi
reaksi anafilaksis sesudah pemberian imunisasi.
g. Format Pencatatan dan Pelaporan
Siapkan format pencatatan dan pelaporan sesuai dengan lampiran
pada pedoman ini.
h. Kartu Imunisasi Anak Usia Sekolah
Kartu imunisasi anak sekolah adalah alat untuk merekam status
imunisasi, dipakai untuk membantu petugas dalam menentukan
status imunisasi anak usia sekolah dan jadwal imunisasi selanjutnya.

F. Strategi Menjangkau Sasaran di Luar Sekolah


Dalam melaksanakan imunisasi pada kegiatan BIAN, sasaran yang
harus dijangkau tidak hanya anak yang bersekolah di sekolah formal tetapi
juga anak-anak yang bersekolah di sekolah-sekolah non formal. Program
imunisasi juga perlu diupayakan untuk menjangkau anak usia sekolah yang
tidak bersekolah atau putus sekolah. Bagi sasaran yang tidak bersekolah,
imunisasi dapat dilaksanakan di posyandu, puskesmas dan fasilitas
kesehatan lainnya. Imunisasi juga dapat dilaksanakan di tempat-tempat
dimana anak yang tidak bersekolah itu berkumpul seperti rumah singgah anak
jalanan, yayasan/panti asuhan, panti sosial, sekolah non formal, dsb.

Pedoman Program Imunisasi Hal 11 dari 20


BAB III
TATA LAKSANA

1. Pengorganisasian
Kegiatan BIAN merupakan salah satu dari kegiatan pelayanan kesehatan
yang termasuk dalam Trias Program UKS/M yaitu penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang melibatkan Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan
Nasional, Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri.
2. Penyiapan vaksin dan logistik lainnya
Untuk menjaga vaksin agar tetap poten, vaksin yang belum dipakai harus
disimpan dalam Vaccine Refrigerator ( lemari es khusus vaksin ) denagn suhu
antara 2 s.d 8°C. Penyimpanan vaksin MR dalam vaccine refrigerator dapat
diletakkan dekat evaporator, sedangkan penyimpanan vaksin DT dan Td di
dalam vaccine refrigerator harus jauh dari evaporator. Untuk membawa vaksin
dan pelarut harus menggunakan vaccine carrier yang sesuai standar berisi
coolpack. Pada kegiatan BIAN MR, sehari sebelum pelaksanaan penyuntikan
pelarut MR harus disimpan pada suhu antara 2 s.d 8°C, hal ini bertujuan untuk
menyamakan suhu pelarut dan vaksin sehingga tidak terjadi shok thermal pada
vaksin.
3. Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan sebelum dan sesudah pelayanan imunisasi kepada
guru, orang tua dan sasaran. Penyuluhan sebelum pelayanan imunisasi
dilakukan minimal satu minggu sebelum jadwal pelaksanaan, dengan materi
alasan pemberian imunisasi, manfaat, dampak serta jadwal imunisasi.
Sedangkan penyuluhan yang diberikan setelah pelayanan imunisasi bertjuan
untuk meningkatkan kembali tentang reaksi simpang yang mungkin terjadi dan
tindakan yang harus dilakukan.
4. Skrining kesehatan
Skrining kesehatan dilakukan maksimal satu minggu sebelum
pelaksanaan imunisasi, anak diberikan format skrining status kesehatan agar
diisi oelh orang tua. Format skrining yang telah diisi wajib dibawa pada saat
pelaksanaan imunisasi. Skrining tersebut bertujuan agar petugas keshatan

Pedoman Program Imunisasi Hal 12 dari 20


dapat mengetahui apakan anak dapat diimunisasi atau harus dikonsultasikan
ke dokter terlebih dahulu.
5. Pengaturan sasaran imunisasi
Pastikan anak yang akan diberikan imunisasi memegang format skrining
yang telah diisi dan kartu imunisasi masing-masing. Anak dipanggil satu
persatu untuk dilayani. Sebaiknya penyuntikan dilakukan di ruang tersendiri.
Setiap sasaran yang ada di tempat pelayanan imunisasi, harus diperiksa
sebelum diberikan imunisasi seperti mengidentifikasi jenjang kelas sasaran
serta melihat status kesehatan dan riwayat imunisasi sebelumnya.
Jika terdapat alergi berat dan kejang demam pada pemberian imunisasi
sebelumnya, maka anak tersebut dikonsulkan ke dokter. Imunisasi wajib
diberikan, namun jika anak sedang sakit, maka imunisasi dapat ditunda dan
akan diberikan di Puskesmas terdekat.
6. Pemberian imunisasi
Pemberian imunisasi dilaksanakan sebagai berikut :
 Pastikan vaksin masih berkualitas ( belum kadaluarsa, VVM dalam
kondisi A/B, label kemasan masih ada, vaksin disimpan pada suhu yang
sudah ditentukan ).
 Gunakan alat suntik sekali pakai atau auto dysable syringes ( ADS ).
 Dosis dan cara pemberian imunisasi :
 MR : 0,5 ml subkutan bagian lengan atas pertengahan deltoid
 DT : 0,5 ml intramuskular bagian lengan atas pertengahan deltoid
 Td : 0,5 ml intramuskular bagian lengan atas pertengahan deltoid.
 IVP : 0,5 ml intramuscular bagian paha kiri atas
 Cara pemberian imunisasi :
1) Ambil vaksin yang ada didalam vaccine carrier dan hangatkan
dengan cara menggenggamnya.
2) Jika vaksin perlu dilarutkan, maka larutkan vaksin dengan
pelarutnya ( MR ).
3) Ambil vaksin menggunakan ADS dan pastikan tidak ada
gelembung didalam ADS.
4) Bersihkan kulit dengan alcohol swab dan tunggu hingga kering.
5) Pegang lokasi suntikan dengan ibu jari dan jari telunjuk.

Pedoman Program Imunisasi Hal 13 dari 20


6) Suntikan vaksin dengan posisi jarum suntik 45° terhadap
permukaan kulit ( subkutan ) untuk vaksin MR dan 90°
( intramuskular ) untuk vaksin DT dan Td.
7) Lakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan jarum tidak
masuk ke pembuluh darah.
8) Suntikan vaksin secara pelan-pelan.
9) ADS bekas langsung dimasukkan kedalam safety box.
10) Lokasi suntikan ditekan dengan kapas yang baru.
11) Catat tanggal pemberian imunisasi dalam kartu imunisasi anak
sekolah.
12) Anak diminta untuk tidak meninggalkan sekolah 30 menit setelah
penyuntikan.
13) Vial vaksin yang sudah dibuka/bekas harus dikumpulkan.

Pedoman Program Imunisasi Hal 14 dari 20


 Diagram alur

Larutkan vaksin Ambil vaksin


ambil vaksin didalam MR menggunakan ADS
vaccine carrier

Suntikan vaksin Pegang lokasi Bersihkan kulit


suntikan dengan kapas DTT

Lakukan aspirasi Suntikan vaksin ADS masukan


pelan-pelan kedalam safety box

Catat tanggal lokasi suntikan


Kartu
pemberian imunisasi ditekan dengan
imunisasi
kapas

Anak diminta untuk tidak


meninggalkan sekolah

Vial vaksin dikumpulkan

Pedoman Program Imunisasi Hal 15 dari 20


BAB IV
DOKUMENTASI

A. Pencatatan dan Pelaporan


Pada setiap pelaksanaan BIAN di sekolah, petugas mengisi form
pencatatan meliputi nama anak dan tanggal imunisasi per antigen kemudian
membuat laporan ringkas atas hasil pelaksanaan BIAN di sekolah tersebut
sebelum meninggalkan sekolah, meliputi jumlah sasaran, jumlah anak yang
diimunisasi per antigen, jumlah vial vaksin, jumlah alat suntik dan jumlah
safety box yang dipakai. Laporan dibuat 2 rangkap dan ditandatangani oelh
kepala sekolah serta petugas yang memberi layanan. Satu rangkap ditinggal
di sekolah tempat pelaksanaan BIAN dan satu rangkap dibawa petugas
kesehatan untuk dikompilasi dengan hasil dari sekolah lainnya di puskesmas.
Untuk pelaksanaan imunisasi bagi anak usia sekolah yang tidak
bersekolah, maka pelaksanaan tentunya tidak dilakukan didalam ruang
sekolah melainkan di psoyandu ataupun puskesmas. Pencatatan untuk
pelaporan ini menggunakan form yang berbeda dengan form pencatatan
pada sasaran imunisasi di sekolah.
Setelah seluruh kegiatan BIAN dalam wilayah kerja puskesmas selesai
dilaksanakan, harus dilakukan rekapitulasi perhitungan yang dilakukan
petugas imunisasi untuk kemudian dilakukan pengiriman. Untuk form
rekapitulasi kegiatan di tingkat puskesmas maupun laporan secara berjenjang
harus sudah mengkompilasi antara hasil kegiatan sekolah maupun diluar
sekolah. Pengiriman laporan dilakukan secara berjenjang dari tingkat
puskesmas ke tingkat kabupaten/kota dan seterusnya.
B. Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan kegiatan BIAN dilakukan di tingkat puskesmas, kecamatan,
kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Hal yang dipantau yaitu persentase
cakupan sebagai indikator kuantitas program. Indikator kuantitas program
tersebut persentase cakupan imunisasi MR. Sementara itu, cakupan
imunisasi DT pada anak kelas 1 SD/MI/sederajat sebagai indikator jangkauan

Pedoman Program Imunisasi Hal 16 dari 20


program dan persentase cakupan Td anak kelas 2 dan 5 SD/MI/sederajat
sebagai indikator perlindungan program.
Untuk bisa memastikan bahwa perlindungan yang terbentuk secara
komunitas dapat berhasil, maka semua anak usia sekolah yang berada di
wilayah kerja puskesmas harus tercatat dan mendapatkan pelayanan
imunisasi BIAN dalam dosis yang lengkap. Oleh karena itu, harus juga
dilakukan perhitungan terhadap jumlah sekolah yang mendapatkan
pelayanan BIAS tersebut.
Cara perhitungan indikator program :
Indikator kuantitas :
= jumlah anak usia kelas 1 yang mendapat 1 dosis MR
X 100%
Jumlah sasaran anak usia kelas 1

Indikator jangkauan :
= jumlah anak usia kelas 1 yang mendapat 1 dosis DT
X 100%
Jumlah sasaran anak usia kelas 1

= jumlah sekolah dilayani


X 100%
Jumlah sekolah seluruhnya

Indikator perlindungan :

= jumlah anak usia kelas 2 dan 5 yang mendapat 1 dosis Td


X 100%
Jumlah sasaran anak usia kelas 2 dan 5

Catatan :

Jumlah sasaran ( denominator ) yang dipakai adalah jumlah anak usia


sekolah sesuai dengan data estimasi yang dikeluarkan kementerian
kesehatan ( pusdatin ) yang kemudian divalidasi berdasarkan hasil
pengumpulan data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta
pendataan langsung di lapangan. Sasaran usia sekolah yang tidak terdaftar di
institusi sekolah manapun dan mendapat imunisasi pada BIAS di posyandu
atau puskesmas pada umumnya tidak akan berjumlah banyak, kecuali kota
besar dimana banyak anak jalanan, anak telantar maupun putus sekolah.

Pedoman Program Imunisasi Hal 17 dari 20


C. Pemantauan KIPI
KIPI merupakan kejadian medik yang diduga berhubungan dengan
imunisasi. Kejadian ini dapat berupa reaksi vaksin, kesalahan prosedur,
koinsiden, reaksi kecemasan atau hubungan kausal yang tidak dapat
ditentukan. Vaksin yang digunakan dalam program imunisasi nasional
termasuk vaksin MR, DT dan Td sangat aman dan efektif, namun demikian
seiring dengan meningkatnya jumlah vaksin yang diberikan, menurut Chen
dkk ( 1994 ) akan muncul Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi ( KIPI ).
Dalam menghadapi hal tersebut penting dilakukan surveilans KIPI, untuk
mengetahui apakah kejadian tersebut berhubungan dengan vaksin yang
diberikan ataukah terjadi secara kebetulan. Surveilans KIPI tersebut sangat
membantu program imunisasi, khususnya memperkuat keyakinan masyarakat
akan pentingnya imunisasi dan keamanan vaksin.
Melaporkan kasus diduga atau akibat Keajdian Ikutan Pasca Imunisasi
( KIPI ) kepada Dinas Kesehatan setempat untuk melaksanakan investigasi
dan segera melaporkan hasil investigasi secara berjejang.

D. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui hasil maupun proses kegiatan bila
dibandingkan dengan target atau capaian yang diharapkan. Evaluasi yang
dapat dilakukan untuk menilai capaian program yaitu :
 Evaluasi cakupan imunisasi BIAS campak rubella baik pencatatan
maupun pelaporan.
 Evaluasi cakupan imunisasi DT dan Td campak rubella baik pencatatan
maupun pelaporan.
 Evaluasi logistik dengan menilai indeks pemakaian vaksin.

Pedoman Program Imunisasi Hal 18 dari 20


MENGETAHUI PENANGGUNGJAWAB

KEPALA RUANG IMUNISASI

PUSKESMAS BASUKI RAHMAT

dr. Nyayu Farial Sutisye Azwarini, Am.Keb


NIP : 197302222002122006 NIP : 197405062006042003

Pedoman Program Imunisasi Hal 19 dari 20


Lampiran 1

DATA RIWAYAT IMUNISASI ANAK

Nama Sekolah :.............................................

Nama anak :.....................


Kelas :.....................
Tempat,tanggal lahir :......................
Jenis kelamin : Laki-laki/perempuan (coret yang tidak perlu)
Nama orangtua/wali :.....................
Alamat :.....................
Isilah tabel dibawah ini dengan riwayat imunisasi yang pernah diperoleh anak.
Jenis *Sudah *Belum Tanggal Tempat keterangan
imunisasi imunisasi imunisasi
HPV
MR
DT
Td
Alergi ( riwayat alergi )
Apakah anak anda memiliki :
I. Riwayat reaksi simpang berat (seperti pingsan atau dirawat di RS) sesudah
mendapatkan imunisasi sebelumnya?
Ya Tidak

II. Riwayat alergi berat?

Ya Tidak

Tanggal............................
Orangtua/wali

.........................................

Pedoman Program Imunisasi Hal 20 dari 20

Anda mungkin juga menyukai