COVER
PERATURAN DIREKTUR
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN………….……………………………………………….……… 2
a. Latar Belakang………….…….…………………………………………… 2
b. Tujuan…………………….………………………………………………… 2
c. Ruang Lingkup……………….…….……………………………………… 3
d. Landasan Hukum……………………….……………………………… 3
BAB II PELAYANAN INTENSIVE CARE UNIT………………………………………... 4
a. Praktik Kedokteran Intensive Care …………………………………... 4
b. Pelayanan Intensive Care……………………………………………….. 4
c. Standar Minimum Pelayanan Intensive Care Unit……………... 5
d. Klasifikasi atau Stratifikasi Pelayanan Intensive Care 5
Unit………….. 6
e. Pemberian Informasi Kepada Pasien / 7
Keluarga……………………... 7
f. Kebutuhan Pelayanan kesehatan Pasien……………………………… 7
g. Indikasi yang Benar Memasukkan Pasien ke ICU………. 7
…………… 9
h. Asas Prioritas………………………………………………...…………… 11
i. Kriteria Pasien Masuk Berdasarkan Diagnosis………….. 12
…………… 13
j. Kriteria Pasien Masuk Berdasarkan Parameter Obyektif…….
………
k. Kriteria Prioritas Pasien Masuk……………….…………………………
l. Kriteria Prioritas Pasien Keluar……………….…………………………
m. Kriteria Pasien yang Tidak Memerlukan Perawatan di ICU…….
……
BAB III STANDAR KETENAGAAN……………………………………………………… 14
a. Kualifikasi Sumber Daya Manusia……………………………………… 14
b. Distribusi Ketenagaan……………………………………………………. 14
A. Latar Belakang
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari Rumah Sakit yang
mandiri (instalasi di bawah manager pelayanan) dengan staf yang khusus dan
perlengkapan yang khusus dengan tujuan untuk terapi pasien - pasien yang
menderita penyakit, cedera atau penyulit - penyulit yang mengancam nyawa
atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia.
Pelayanan ICU saat ini tidak terbatas hanya untuk menangani pasien
pasca-bedah saja tetapi juga meliputi berbagai jenis pasien dewasa, anak, yang
mengalami lebih dari satu disfungsi/gagal organ. Kelompok pasien ini dapat
berasal dari Unit Gawat Darurat, Kamar Operasi, Ruang Perawatan, ataupun
kiriman dari Rumah Sakit lain. Dua Ilmu yang diaplikasikan dalam pelayanan
ICU, pada dekade terakhir ini telah berkembang sedemikian rupa sehingga
telah menjadi cabang ilmu kedokteran tersendiri yaitu “Intensive Care
Medicine”. Meskipun pada umumnya ICU hanya terdiri dari beberapa tempat
tidur, tetapi sumber daya tenaga (dokter dan perawat terlatih) yang dibutuhkan
sangat spesifik dan jumlahnya pada saat ini di Indonesia sangat terbatas.
B. Tujuan
Intesive Care mempunyai 2 fungsi utama : yang pertama adalah untuk
melakukan perawatan pada pasien - pasien gawat darurat dengan potensi
“reversible life threatening organ dysfunction”, yang kedua adalah untuk
mendukung organ vital pada pasien - pasien yang akan menjalani operasi yang
kompleks elektif atau prosedur intervensi dan resiko tinggi untuk fungsi vital.
Beberapa komponen ICU yang spesifik yaitu :
1. Pasien yang dirawat dalam keadaan kritis
2. Desain ruangan dan sarana yang khusus
3. Peralatan berteknologi tinggi dan mahal
4. Pelayanan dilakukan oleh staf yang professional dan berpengalaman dan
mampu mempergunakan peralatan yang canggih dan mahal.
C. Ruang Lingkup
1. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit - penyakit akut yang
mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa
menit sampai beberapa hari
2. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus
melakukan penatalaksanaan spesifik problema dasar
3. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi
yang ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenik
4. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat
tergantung pada alat/mesin dan orang lain.
5. Standar klasifikasi Pelayanan ICU di Rumkit Tk.II dr. Soepraoen adalah
ICU Sekunder Rumah Sakit Tipe B.
D. Landasan Hukum
Dalam pelayanan ICU di Rumkit Tk.II dr. Soepraoen memiliki
landasan hukum sebagai berikut :
1. UU no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
2. UU no. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
3. UU no. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
4. UU no. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Propinsi
5. UU no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
6. UU no. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
7. PP no. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
8. Keputusan Menteri Kesehatan no.1778 tahun 2010 tentang Pedoman
Penyelenggaran Pelayanan ICU di Rumah Sakit
9. Peraturan Menteri Kesehatan no.269 tahun 2010 tentang Rekam Medis
10. Peraturan Menteri Kesehatan no.290 tahun 2010 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran
BAB II
PELAYANAN INTENSIVE CARE UNIT
H. Asas Prioritas
Setiap dokter primer dapat mengusulkan agar pasiennya bias dirawat
di ICU asalkan sesuai dengan indikasi masuk yang benar. Mengingat
keterbatasan ketersediaan fasilitasi di ICU, maka berlaku asas prioritas dan
keputusan akhir merupakan kewenangan penuh kepala ICU.
BAB III
STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
KUALIFIKASI
N NAMA KEBUTU
PENGALAMAN
O JABATAN PENDIDIKAN SERTIFIKASI HAN
KERJA
Intensivist / dr
spesialis
anestesi/dr KIC(Konsultan Minimal 1
1. Kepala ICU 1
spesialis jantung Intensive Care) tahun
dan pembuluh
darah
ALS/ACLS/
Dr.spesialis/dokter FCCS
Minimal 1
2. Staf Medis jaga 24 (Fundamental 1
tahun
jam(standby) Critical Care
Support)
3. Perawat D3/S1 keperawatan Pelatihan Minimal kerja Perbandin
sdh pelatihan ICU Kardiologi 1 tahun gan
Dasar Dasar dan ICU perawat :
min 3 pasien =
bulan(min 1:2
50% dari
jumlah
seluruh
perawat
merupakan
perawat
terlatih dan
bersertifikat
Kardiologi
Dasar dan
ICU)
Tenaga
administasi
yang mampu
Tenaga Sesuai
operasikan Minimal kerja
4. Non Min SMA/sederajat kebutuha
komputer/Ten 1 tahun
Kesehatan n
aga
pekarya/Tena
ga kebersihan
a. Distribusi Ketenagaan
1. Dokter
Dokter spesialis yang dapat memberikan pelayanan setiap
diperlukan
Dokter jaga 24 jam dengan kemampuan ALS/ACLS/FCCS
Perbandingan dokter : pasien = 4 : 6-8 bed
2. Perawat
Ruang ICU harus memiliki jumlah yang cukup dan lebih dari 50% harus
sudah pelatihan ICU minimal 3 bulan. Jumlah perawat ICU ditentukan
berdasarkan jumlah tempat tidur dan ketersediaan ventilasi mekanik.
Perbandingan perawat : pasien yang menggunakan ventilasi mekanik
adalah 1:1, sedangkan perbandingan perawat : pasien yang tidak
menggunakan ventilasi mekanik adalah 1:2.
BAB IV
STANDAR FASILITAS
a. Denah Ruang
b. Standar Fasilitas
Instalasi ICU merupakan instalasi untuk perawatan pasien
gangguan jantung dan pembuluh darah dengan keadaan belum stabil
sehingga memerlukan pemantauan ketat secara intensif dan indakan
segera.Instalasi ICU merupakan unit pelayanan khusus penyakit
jantung dan pembuluh darah yang menyediakan pelayanan yang
komprehensif dan berkesinambungan selama 24 jam.
Persyaratan Khusus
1. Letak bangunan instalasi ICU harus berdekatan dengan instalasi bedak
sentral, Instalasi gawat darurat,laboratorium dan instalasi radiologi
2. Harus bebas dari gelomBang elektromagnetik dan tahan terhadap
getaran
3. Gedung harus terletak di daerah yang tenang
4. Temperatur ruangan harus terjaga tetap dingin
5. Aliran listrik tidak boleh terputus
6. Harus tersedia pengatur kelembaban udara
7. Sirkulasi udara yang dikondisikan seluaruhanya udara segar
8. Ruang perawat disrankan menggunakan pembatas fisisk transparan
utnuk kurangi kontaminasi terhadap perawat
9. Perli disediakan titik grounding untuk peralatan elektrostatik
10.Tersedia Alirann gas Medis (O2,udara bertekanandan suction)
11. Pintu kedap asap dan tidak mudah terbakar
12.Terdapat pintu evakuasi yang luas dengan fasilitas ramp apabila letak
ICU tidak di lantai dasar
13.Ruang ICU sebaiknya kedap api
14.Pertemuan dinding lantai tidak boleh berbentuk sudut/harus
melengkung agar pembersihan mudah dan tidak menjadi sarang debu
atau kotoran.
BAB V
TATA LAKSANA PELAYANAN
a. Alur Pelayanan
Pasien yang memerlukan pelayanan ICU dapat berasal dari :
1. Pasien dari IGD
2. Pasien dari HCU
3. Pasien dari kamar operasi atau kamar tindakan lain seperti kamar
bersalin, ruang endoskopi, ruang hemodialisa
4. Pasien dari ruang rawat inap
b. Informed Consent
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi
yang efektif antara dokter dengan pasien dan bertemunya pikiran tentang
apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan tehadap pasien. Definisi
operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang
berhak( yaitu pasien,keluarga atau walinya) yang isinya berupa ijin atau
persetujuan kepada dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah orang
yang berhak tersebut diberi informasi. Sebelum masuk ke ICU,pasien dan
keluarganya harus mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang dasar
pertimbangan mengapa pasien harus mendapatkan perawatan di ICU, serta
berbagai macam tindakan kedokteran yang mungkin akan dilakukan selama
pasien dirawat di ICU dan yang penting juga adalah penjelasan tentang
prognosa penyakit yang diderita pasien.Penjelasan tersebut diberikan oleh
Kepala ICU atau dokter jaga yang bertugas. Setelah mendapatkan penjelasan
tersebut, pasien dan atau keluarganya bisa menerima atau tidak
menerima.Pernyataan pasien dan atau keluarganya (baik bisa menerima
atau tidak bisa menerima) harus dinyatakan dalam formulir yang
ditandatangani (informed consent).
c. Aturan Kerjasama Multidisipliner
Dasar pengelolaan pasien ICU adalah pendekatan multidisiplin dari
beberapa disiplin ilmu terkait yang dapat memberikan kontribusina sesuai
dengan bidang keahliannya dan bekerjasama dalam tim yang dipimpin oleh
seorang dokter intensivis/dokter spesialis anestesiologi sebagai Penanggung
jawab ICU.
d. Sistem Rujukan
Rujukan adalah penyelenggaraan kesehatan yang mengatur pelimpahan
tugas/wewenang dan tanggung jawab secara timbal balik baik horisontal
maupun vertikal terhadap kasus penyakit atau masalah penyakit atau
permasalahan kesehatan karena adanya keterbatasan dalam
memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien.
Terdapat 2 jenis rujukan :
1. Rujukan Eksternal:
Rujukan antar fasilitas pelayanan kesehatan:
Rujukan Vertikal:
Rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan tingkatan
berbeda
Rujukan Horisontal:
Rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang
memiliki kemampuan lebih tinggi dalam tingkatan yang sama.
2. Rujukan Internal :
Rujukan di dalam fasilitas kesehatan dari tenaga kesehatan ke tenaga
kesehatan.
a. Pengertian
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut
meliputi : assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan
b. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak
terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.
A. Keselamatan Kerja
Pengendalian Bahaya di Rumah Sakit
Risiko bahaya yang terjadi di rumah sakit adalah akibat faktor-faktor
lingkungan kerja yang bersumber dari bahan-bahan yang dipergunakan dalam suatu
proses produksi, hasil produksi, sisa produksi serta peralatan dan sarana dalam
melakukan pekerjaan serta keadaan cuaca ditempat kerja.
Faktor-faktor lingkungan kerja di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Minggu
terdiri dari faktor fisik, faktor kimia, faktor biologi, faktor psikologi dan faktor
ergonomik. Faktor-faktor lingkungan kerja yang nilainya melampaui Nilai Ambang
Batas (NAB), maka kemungkinan dapat mengakibatkan gangguan kenyamanan kerja,
gangguan kesehatan bahkan dapat mengakibatkan penyakit akibat kerja.
a. Faktor Fisik di lingkungan Rumah Sakit
Faktor-faktor fisik yang biasanya terjadi di lingkungan kerja rumah sakit adalah ;
1) Iklim kerja
Iklim Kerja, adalah keadaan lingkungan kerja yang merupakan perpaduan
antara parameter-parameter suhu udara, kelembaban udara, suhu radiasi,
kecepatan gerakan udara dan panas metabolisme sebagai hasil aktivitas dari
seseorang. Bila melampaui Nilai Ambang Batas (NAB) sesuai dengan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor. KEP - 51/MEN/1999 tanggal 16 April
1999 dan Keputusan Dirjen PPM & PLP No.HK.00.06.64.44, maka akan
mengakibatkan berbagai kelainan fisik dan fisiologis.
Pengendalian bahaya fisik akibat iklim kerja dilakukan sebagai berikut:
a) Terhadap lingkungan kerja
(1) Menyempurnakan sistem ventilasi
(2) Terhadap permukaan yang mempunyai suhu permukaan tinggi
memperkecil panas radiasi
(3) Menyediakan tempat istirahat yang cukup
(4) Memberikan warna yang cerah pada peralatan yang memberikan
sumber panas
(5) Memasang shielding (penyekat) antara sumber panas dan tenaga kerja
b) Terhadap tenaga kerja
(1) Memberikan air minum dekat tempat kerja yang memenuhi syarat
artinya cukup dan mudah dicapai dari lokasi kerja
(2) Pada lingkungan kerja yang mempunyai suhu radiasi rendah
dianjurkan dengan pakaian kerja ringan, sedang untuk radiasi tinggi
dianjurkan dengan pakaian kerja dengan tertutup seluruh permukaan
kulit dan berwarna putih
(3) Dihindari bagi tenaga kerja yang harus bekerja dilingkungan panas
apabila berbadan gemuk sekali dan menderita penyakit cardio-vasculer
c) Terhadap lingkungan kerja yang bersuhu dingin
(1) Disediakan intermediate room dengan perubahan suhu yang tidak
terlalu besar sebelum masuk ke tempat kerja bersuhu dingin
(2) Mencegah pengeluaran panas dari tubuh dengan pakaian pelindung
(3) Memperbesar E req dengan menaikan metabolisme melalui pem-berian
makanan tambahan dan dalam hal-hal tertentu meningkatkan aktivitas
2) Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan
bising mengganggu (annoyance noise), yaitu kebisingan yang tidak menghi-
langkan daya dengar, tetapi mengganggu konsentrasi/ketenangan. Biasanya
tingkat kebisingan rendah dan suaranya tidak keras. Sedangkan bising yang
menyebabkan kehilangan daya dengar, yaitu kebisingan yang menyebabkan
ketulian pada tingkat kebisingan yang tinggi. Nilai Ambang Batas Kebisingan
(NAB) telah diatur dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor
KEP-51/MEN/1999 dan Keputusan Dirjen PPM & PLP No.HK.00.06.64.44.
Kebisingan dapat menyebabkan berbagai pengaruh terhadap tenaga kerja
seperti :
a) Gangguan Fisiologis
b) Gangguan Tidur
c) Gangguan Komunikasi
d) Gangguan Psikologis
e) Gangguan Pendengaran
Pengendalian bahaya fisik akibat kebisingan
Pengendalian terhadap bahaya kebisingan pada prinsipnya adalah mengu-
rangi tingkat dan atau lamanya pemaparan, secara garis besar usaha-usaha
yang dapat ditempuh dengan cara :
a) Pengendalian secara teknis
(1) Mengurangi kebisingan pada sumbernya, misalnya memasang pere-
dam pada tempat-tempat sumber bising
(2) Merawat mesin-mesin secara teratur
(3) Fondasi mesin harus baik, dijaga agar baut dan sambungan tidak ada
yang goyang
b) Pengendalian secara administratif
Pengaturan secara administratif dilakukan dengan mengatur waktu
pemaparan yaitu tidak berada dilingkuan kerja yang mempunyai
kebisingan dengan intensitas melampaui Nilai Ambang Batas (NAB)
c) Pengendalian secara medis
(1) Pemeriksaan sebelum bekerja
(2) Pemeriksaan berkala
d) Penggunaan alat pelindung diri
(1) Ear muff (tutup telinga)
(2) Ear plug (sumbat telinga)
3) Pencahayaan
Intensitas pencahayaan yang cukup dan distribusinya merata serta tidak
menimbulkan kesilauan, dapat terlaksana kalau perencanaan atau design dari
pemasangan lampu ruangan kerja. Intensitas cahaya dinyatakan dalam satuan
“Lux” yaitu satuan penerangan atau pencahayaan per m2 nya jatuh arus cahaya
sebesar satu lumen. Standart intensitas pencahayaan di tempat kerja diatur
dalam Peraturan Menteri Perburuan (PMP No.7 th 1964) tentang syarat-syarat
kebersihan di tempat kerja dan intensitas pencahayaan dan Keputusan Dirjen
PPM & PLP No.HK.00.06.64.44.
Penerangan yang buruk dapat mengakibatkan :
a) Kelelahan mata dengan akibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja
b) Keluhan pegal-pegal didaerah mata dan sakit kepala disekitar mata
c) Kerusakan indra mata
d) Meningkatnya terjadinya kecelakaan
5) Gelombang Radiasi
Radiasi dapat ditimbulkan oleh peralatan-peralatan dengan kemajuan tek-
nologi yang sangat pesat sekarang ini. Radiasi gelombang elektromagnetik terdiri
dari radiasi yang mengion dan radiasi yang tidak mengion, seperti gelom-bang-
gelombang mikro, sinar laser, sinar tampak (termasuk sinar dari layar monitor),
sinar infra red, sinar ultra violet.
Nilai Ambang Batas (NAB) telah diatur menurut Keputusan Menteri Tenaga
Kerja Nomor KEP-51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 dan . Pengaruh dari pada
radiasi adalah:
a) Menyebabkan kemandulan
b) Menyebabkan mutasi gen
c) Menyebabkan berbagai penyakit mata
d) Menyebabkan iritasi kulit
Pengendalian bahaya fisik akibat Radiasi
a) Isolasi sumber radiasi
b) Bila mungkin pekerjaan dilaksanakan secara remote kontrol
c) Mengurangi waktu pemaparan terhadap radiasi, diselingi waktu istirahat yang
cukup
d) Menggunakan alat pelindung diri
e) Merawat mesin secara rutin dan Pemberian makanan tambahan
b. Faktor Kimia di lingkungan Rumah sakit
Pada dasarnya bahan kimia berpotensi untuk menimbulkan kecelakaan atau
penyakit. Bahan kimia penyebab kecelakaan pada umumnya bersifat mudah terbakar
(flammable); atau mudah meledak (eksplosive); atau cepat bereaksi dengan bahan lain
(reaktif); atau berupa senyawa asam yang kuat dan pekat (korosif) atau senyawa basa
kuat (kaustik); atau bisa juga berupa “gas asphyxiant” yaitu gas yang sangat banyak
memenuhi suatu ruangan membuat kadar oksigen menjadi sangat rendah (kurang
dari 9 %) sehingga orang sulit bernapas dan lemas.
Bahan kimia yang dapat menimbulkan penyakit umumnya bersifat irritant
terhadap kulit/mata dan sistem pernapasan; atau menyebabkan radang/ infeksi;
atau menimbulkan efek sistemik yaitu tidak menimbulkan efek lansung pada bagian
tubuh yang terpapar(kulit,mata atau saluran pernapasan) melainkan memberi efek
pada organ-organ yang berada di dalam tubuh, seperti system syaraf pusat (SSP),
ginjal, alveoli, darah, janin dll. Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Kimia di udara
Lingkungan Kerja telah diatur dengan Surat Edaran Menteri Tenaga Nomor : SE –
01 /MEN/1997 tanggal 16 Oktober 1997. Faktor kimia dilingkungan kerja rumah
sakit terdapat banyak diruang ruang seperti :
3. Keamanan Pasien
Untuk menjamin keamanan pasien selama menjalani pengobatan di Rumah
Sakit Umum Daerah Pasar Minggu perlu dilengkapi dengan adanya perlengkapan
keamanan bagi pasien, antara lain:
a. Pegangan sepanjang tangga dan dinding
Perlunya pegangan sepanjang tangga dan dinding dimaksudkan agar pasien,
termasuk keluarga dan karyawan dapat berpegangan saat menaiki atau
menuruni tangga, dan bagi pasien yang dalam kondisi lemah, apabila tidak
menggunakan kursi roda, dapat berjalan dengan berpegangan pada dinding.
b. Toilet dilengkapi pegangan dan bel
Pegangan di toilet pasien untuk membantu pasien yang kondisinya lemah agar
tidak terjatuh saat berada dalam toilet. Bel di toilet ditujukan untuk memudah-
kan pasien meminta pertolongan apabila terjadi sesuatu hal yang tidak
diinginkan saat berada dalam toilet.
Buku Pedoman Intensive Care Unit (ICU) disusun dalam rangka memberikan
acuan bagi tenaga kesehatan yang bekerja di unit pelayanan ICU Rumkit Tk.II dr.
Soepraoen agar dapat menyelenggarakan pelayanan ICU yang bermutu, aman,
efektif dan efisien dengan mengutamakan keselamatan pasien. Apabila di
kemudian hari diperlukan adanya perubahan, maka Buku Pedoman Pelayanan
ICU ini akan disempurnakan.