TAHUN 2022
1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN………….……………………………………………….……… 2
a. Latar Belakang………….…….…………………………………………… 2
b. Tujuan…………………….………………………………………………… 2
c. Ruang Lingkup……………….…….……………………………………… 3
d. Landasan Hukum……………………….………………………………… 3
BAB IX PENUTUP………………………………………………………………………….. 55
2
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari Rumah Sakit yang mandiri
(instalasi di bawah direktur pelayanan) dengan staf yang khusus dan perlengkapan
yang khusus dengan tujuan untuk terapi pasien - pasien yang menderita penyakit,
cedera atau penyulit - penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam
nyawa dengan prognosis dubia.
Pelayanan ICU, saat ini, tidak terbatas hanya untuk menangani pasien pasca-
bedah saja tetapi juga meliputi berbagai jenis pasien dewasa, anak, yang mengalami
lebih dari satu disfungsi/gagal organ. Kelompok pasien ini dapat berasal dari Unit
Gawat Darurat, Kamar Operasi, Ruang Perawatan, ataupun kiriman dari Rumah Sakit
lain.2 Ilmu yang diaplikasikan dalam pelayanan ICU, pada dekade terakhir ini telah
berkembang sedemikian rupa sehingga telah menjadi cabang ilmu kedokteran
tersendiri yaitu “Intensive Care Medicine”. Meskipun pada umumnya ICU hanya terdiri
dari beberapa tempat tidur, tetapi sumber daya tenaga (dokter dan perawat terlatih)
yang dibutuhkan sangat spesifik dan jumlahnya pada saat ini di Indonesia sangat
terbatas.
b. Tujuan
Intesive Care mempunyai 2 fungsi utama: yang pertama adalah untuk melakukan
perawatan pada pasien - pasien hawat darurat dengan potensi “reversible life
threatening organ dysfunction”, yang kedua adalah untuk mendukung organ vital pada
pasien - pasien yang akan menjalani operasi yang kompleks elektif atau prosedur
intervensi dan resiko tinggi untuk fungsi vital.
3
BAB II
Pelayanan ICU harus dilakukan oleh intensivist, yang terlatih secara formal dan
mampu memerikan pelayanan tersebut, dan yang terbebas dari tugas - tugas lain yang
membebani, seperti kamar operasi, praktik atau tugas - tugas kantor. Intensivist yang
bekerja harus berpartisipasi dalam suatu system yang menjamin kelangsungan
pelayanan intensive care 24 jam. Hubungan pelayanan ICU yang terorganisir dengan
bagian - bagian pelayanan lain di rumah sakit harus ada dalam organisasi rumah sakit.
Bidang kerja pelayanan intensive care meliputi: pengelolaan pasien, administrasi unit,
pendidikan, dan penelitian. Kebutuhan dari masing - masing bidang akan bergantung dari
tingkat pelayanan tiap unit.
2. Administrasi unit
Tingkat pelayanan ICU harus disesuaikan dengan kelas rumah sakit. Tingkat pelayanan
ini ditentukan oleh jumlah staf, fasilitas, pelayanan penunjang, jumlah, dan macam pasien
yang dirawat. Pelayanan ICU harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut :
Kebutuhan pelayanan pasien ICU adalah tindakan resusitasi jangka panjang yang
meliputi dukungan hidup untuk fungsi - fungsi vital seperti Airway (fungsi jalan napas),
Breathing (fungsi pernapasan), Circulation (fungsi sirkulasi), Brain (fungsi otak) dan
fungsi organ lain, disertai dengan diagnosis dan terapi definitive. 8
Pasien yang dirawat di ICU adalah pasien dengan gangguan akut yang masih
diharapkan reversible (pulih kembali seperti semula) mengingat ICU adalah tempat
perawatan yang memerlukan biaya tinggi dilihat dari segi peralatan dan tenaga (yang
khusus). Indikasi pasien yang layak dirawat di ICU adalah:
1. Pasien yang memerlukan intervensi medis segera oleh Tim intensive care
2. Pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi system organ tubuh secara terkoordinasi
dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan pengawasan yang konstan terus menerus
dan metode terapi titrasi
3. Pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinyu dan tindakan segera untuk
mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis
h. Asas Prioritas
Setiap dokter primer dapat mengusulkan agar pasiennya bias dirawat di ICU asalkan
sesuai dengan indikasi masuk yang benar. Mengingat keterbatasan ketersediaan
fasilitasi di ICU, maka berlaku asas prioritas dan keputusan akhir merupakan
kewenangan penuh kepala ICU.
1. Sistem Kardiovaskuler
Kondisi atau penyakit spesifik dari sistem kardiovaskuler yang mengindikasikan pasien
untuk masuk ICU adalah sebagai berikut :
2. Sistem Pernafasan
Kondisi atau penyakit spesifik dari sistem kardiovaskuler yang mengindikasikan pasien
untuk masuk ICU adalah sebagai berikut :
3. Penyakit Neurologis
Kondisi atau penyakit neurologis yang mengindikasikan pasien untuk masuk ICU adalah
sebagai berikut :
Kondisi atau penyakit spesifik akibat overdosis obat atau keracunan obat yang
mengindikasikan pasien untuk masuk ICU adalah sebagai berikut :
5. Penyakit Gastrointestinal
9
Kondisi atau penyakit spesifik dari sistem gastrointestinal yang mengindikasikan pasien
untuk masuk ICU adalah sebagai berikut :
6. Endokrin
Kondisi atau penyakit spesifik dari sistem endokrin yang mengindikasikan pasien
untuk masuk ICU adalah sebagai berikut :
7. Bedah
Kondisi khusus yang mengindikasikan pasien bedah untuk masuk ICU adalah
pasien pasca operasi yang membutuhkan monitoring hemodinamik/bantuan ventilator
atau perawatan yang ekstensif
8. Lain-lain
1. Tanda vital
Dilihat dari parameter objektif, pasien yang layak untuk masuk ICU adalah pasien
dengan tanda vital sebagai berikut :
2. Nilai laboratorium
Dilihat dari parameter objektif, pasien yang layak untuk masuk ICU adalah pasien
dengan nilai laboratorium sebagai berikut :
3. Radiografi/Ultrasonografi/Tomografi
Dilihat dari parameter objektif, pasien yang layak untuk masuk ICU adalah pasien
dengan gambaran radiografi / tomografi sebagai berikut :
4. Elektrokardiogram
Dilihat dari parameter objektif, pasien yang layak untuk masuk ICU adalah pasien dengan
gambaran elektrokardiogram sebagai berikut :
Dilihat dari parameter objektif, pasien yang layak untuk masuk ICU adalah pasien dengan
hasil pemeriksaan fisik sebagai berikut :
g) Sianosis
h) Tamponade jantung
Apabila sarana dan prasarana ICU di suatu rumah sakit terbatas sedangkan
kebutuhan pelayanan ICU yang lebih tinggi banyak, maka diperlukan mekanisme untuk
membuat prioritas. Kepala ICU bertanggungjawab atas kesesuaian indikasi perawatan
pasien ICU. Bila kebutuhan pasien masuk di ICU melebihi tempat tidur yang tersedia,
Kepala ICU menentukan berdasarkan prioritas kondisi medik, pasien mana yang akan
dirawat di ICU. Prosedur untuk melaksanakan kebijkana ini harus dijelaskan secara rinci
untuk tiap ICU.
Dalam keadaan yang terbatas, pasien yang memerlukan terapi intensif (prioritas 1) lebih
didahulukan disbanding dengan pasien yang hanya memerlukan pemantauan intensif
(prioritas 3). Penilaian objektif atas berat dan prognosis penyakit hendaknya digunakan
sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan prioritas masuk ke ICU.
1. Pasien prioritas 1
Pasien yang termasuk dalam prioritas ini adalah pasien sakit kritis, tidak stabil yang
memerlukan terapi intensif dan tertitrasi, seperti: dukungan / bantuan ventilasi, alat
penunjang fungsi organ / system yang lain, infus obat - obat vasoaktif / inotropic, obat anti
aritmia, serta pengobatan lain – lainnya secara kontinyu dan tertitrasi. Pasien yang
termasuk prioritas 1 adalah pasien pasca bedah kardiotorasik, sepsis berat, gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam jiwa.
Institusi setempat dapat juga membuat kriteria spesifik yang lain seperti derajat
hipoksemia, hipotensi di bawah tekanan darah tertentu. Terapi pada kriteria pasien
prioritas 1 demikian, umumnya tidak mempunyai batas.
2. Pasien prioritas 2
Kriteria pasien ini memerlukan pelayanan canggih di ICU, sebab sangat beresiko bila
tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya pemantauan intensif menggunakan
pulmonary arterial catheter. Pasien yang tergolong dalam prioritas 2 adalah pasien yang
menderita penyakit dasar jantung – paru, gagal ginjal akut dan berat, dan pasien yang
telah mengalami pembedahan mayor.
Pasien yang termasuk prioritas 2, terapinya tidak mempunyai batas, karena kondisi
mediknya senantiasa berubah.
3. Pasien prioritas 3
Pasien yang termasuk kriteria ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status
kesehatan sebelumnya, yang disebabkan oleh penyakit yang mendasarinya, atau
penyakit akutnya, secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan atau
manfaat terapi di ICU pada kriteria ini sangat kecil, sebagai contoh adalah pasien dengan
keganasan metastatic disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade, sumbatan jalan
napas, dan pasien penyakit jantung dan penyakit paru terminal disertai komplikasi
penyakit akut berat.
12
Pengelolaan pada pasien kriteria ini hanya untuk mengatasi kegawatan akutnya saja, dan
usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi jantung paru.
4. Pasien prioritas 4
`Pasien dalam prioritas ini bukan merupakan indikasi masuk ICU. Pasien yang
termasuk kriteria ini adalah pasien dengan keadaan yang “terlalu baik” ataupun “terlalu
buruk” untuk masuk ICU.
Kriteria pasien keluar dari ICU mempun
1. Pasien prioritas 1
2. Pasien prioritas 2
3. Pasien prioritas 3
Pasien prioritas 3 dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak
ada lagi, tetapi mereka mungkin dikeluarkan lebih dini bila kemungkinan kesembuhannya
atau manfaat dari terapi intensif kontinyu diketahui kemungkinan untuk pulih kembali
sangat kecil, keuntungan dari terapi intensif selanjutnya sangat sedikit. Pasien yang
tergolong dalam prioritas ini adalah pasien dengan penyakit lanjut (penyakit paru kronis,
penyakit jantung atau hepar terminal, karsinoma yang telah menyebar luas dan lain -
lainnya) yang tidak berespon terhadap terapi ICU untuk penyakit akut lainnya.
Prioritas pasien dipindahkan dari ICU berdasarkan pertimbangan medis oleh kepala
ICU dan atau tim yang merawat pasien, antara lain :
1. Penyakit atau keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil, sehingga tidak
memerlukan terapi atau pemantauan yang intesif lebih lanjut
2. Secara perkiraan dan perhitungan terapi atau oemantauan intensif tidak bermanfaat
atau tidak memberi hasil yang berarti bagi pasien. Apalagi pada waktu itu pasien tidak
menggunakan alat bantu mekanis khusus (seperti ventilasi mekanis).
Kriteria pasien yang demikian, antara lain pasien yang menderita penyakit stadium
akhir (misalnya ARDS stadium akhir). Sebelum dikeluarkan dari ICU sebaiknya keluarga
pasien diberikan penjelasan alasan pasien dikeluarkan dari ICU.
13
1. Pasien atau keluarga menolak untuk dirawat lebih lanjut di ICU (keluar paksa)
2. Pasien hanya memerlukan observasi secara intensif saja, sedangkan ada pasien lain
yang lebih gawat yang memerlukan terapi dan observasi yang lebih intensif. Pasien
seperti ini hendaknya diusahakan pindah ke ruang yang khusus untuk pemantauan
secara intensif yaitu HCU.
1. Prioritas 1
2. Prioritas 2
3. Prioritas 3
BAB III
STANDAR KETENAGAAN
b. Distribusi Ketenagaan
b) Manajemen Unit
Berpartisipasi aktif dalam aktivitas:
ii. Triage,alokasi tempat tidur dan rencana pengeluaran pasien
iii. Supervisi terhadap pelaksanaan kebijakan kebijakan unit
iv. Perbaikan kualitas yang berkelanjutan
2. Dokter
Dokter spesialis yang dapat memberikan pelayanan setiap
diperlukan
Dokter jaga 24 jam dengan kemampuan ALS/ACLS/FCCS
Perbandingan dokter : pasien = 4 : 6-8 bed
3. Perawat
Ruang ICU harus memiliki jumlah yang cukup dan lebih dari 50% harus
sudah pelatihan ICU minimal 3 bulan. Jumlah perawat ICU ditentukan
berdasarkan jumlah tempat tidur dan ketersediaan ventilasi mekanik.
Perbandingan perawat : pasien yang menggunakan ventilasi mekanik
adalah 1:1, sedangkan perbandingan perawat : pasien yang tidak
menggunakan ventilasi mekanik adalah 1:2.
16
BAB IV
STANDAR FASILITAS
a. Denah Ruang
b. Standar Fasilitas
Instalasi ICU merupakan instalasi untuk perawatan pasien gangguan
jantung dan pembuluh darah dengan keadaan belum stabil sehingga memerlukan
pemantauan ketat secara intensif dan indakan segera.Instalasi ICU merupakan
unit pelayanan khusus penyakit jantung dan pembuluh darah yang menyediakan
pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan selama 24 jam.
5. Daerah
Rawat
Pasien
ICU: Ruang tempat tidur Min 16m2, Ventilator,troley
berfungsi utk merawat belum emergensi(laringoskop,
pasien lebih dari 24 jam termasuk ETT, sungkup,OPA,
dg pemantauan terus ruang antara spuit,selang
menerus. suction,obat2an
Kamar yang emergensi), syringe
memerlukan pump,infus pump, tensi
kekhususan teknis sbg meter,EKG,Kapnografi,te
ruang ICU dg memiliki rmperatur,kateter vena
pembatas fisik per sentra, monitor,bed
pasien, dinding serta khusus
bukaan pintu dan ICU,defibrilator,O2
jendela denga ruang sentral, suction central,
ICU lainnya dan harus mesin HD,alat drainase
memiliki ruang thorax,mobile X-
antara,karena suasana ray,echocardiografi
di dalam ruangan harus
tenang
Persyaratan Khusus
BAB V
a. Alur Pelayanan
Pasien yang memerlukan pelayanan ICU dapat berasal dari :
b. Informed Consent
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang
efektif antara dokter dengan pasien dan bertemunya pikiran tentang apa yang
akan dan apa yang tidak akan dilakukan tehadap pasien. Definisi
operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak( yaitu
pasien,keluarga atau walinya) yang isinya berupa ijin atau persetujuan kepada
dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut
diberi informasi. Sebelum masuk ke ICU,pasien dan keluarganya harus
mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang dasar pertimbangan mengapa
pasien harus mendapatkan perawatan di ICU, serta berbagai macam tindakan
kedokteran yang mungkin akan dilakukan selama pasien dirawat di ICU dan
yang penting juga adalah penjelasan tentang prognosa penyakit yang diderita
pasien.Penjelasan tersebut diberikan oleh Kepala ICU atau dokter jaga yang
bertugas. Setelah mendapatkan penjelasan tersebut, pasien dan atau
keluarganya bisa menerima atau tidak menerima.Pernyataan pasien dan atau
keluarganya (baik bisa menerima atau tidak bisa menerima) harus dinyatakan
dalam formulir yang ditandatangani (informed consent).
21
1. Staf medis dan keperawatan yang purna waktu dengan otoritas dan
tanggung jawab penuh terhadap manajemen ICU
2. Staf medis,keperawatan,farmasi klinik,farmakologi klinik,gizi klinik dan
mikrobiologi klinik berkolaborasi pada pendekatan multidisipliner
3. Mempergunakan standar,protokol atau guideline untuk memastikan
pelayanan yang konsisten baik oleh dokter,perawat mapun staf yang
lain
4. Memiliki dedikasi untuk melakukan koordinasi dan komunikasi bagi
seluruh manajemen ICU
5. Menekankan pada pelayanan yang sudah tersertifikasi, pendidikan,
penelitian, masalah etik dan pengutamaan pasien
22
d. Sistem Rujukan
Rujukan adalah penyelenggaraan kesehatan yang mengatur pelimpahan
tugas/wewenang dan tanggung jawab secara timbal balik baik horisontal
maupun vertikal terhadap kasus penyakit atau masalah penyakit atau
permasalahan kesehatan karena adanya keterbatasan dalam memberikan
pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien.
Terdapat 2 jenis rujukan :
1. Rujukan Eksternal:
Rujukan antar fasilitas pelayanan kesehatan:
Rujukan Vertikal:
Rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan tingkatan
berbeda
23
Rujukan Horisontal:
Rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang memiliki
kemampuan lebih tinggi dalam tingkatan yang sama.
2. Rujukan Internal :
Rujukan di dalam fasilitas kesehatan dari tenaga kesehatan ke tenaga
kesehatan.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
a. Pengertian
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi :
assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem
tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan
b. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak
terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.
1. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip ( Look-alike, Sound-alike medication
names);
2. Pastikan identifikasi pasien;
3. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien;
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar;
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat;
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan;
7. Hindari salah kateter dan salah sambung slang;
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai;
9. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.
26
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Pengelolaan sistem Keselamatan Kerja di Instalasi ICU Rumah sakit Umum Pidie
Jaya pada buku “Pedoman Umum Keselamatan Kerja, Kebakaran, dan Kewaspadaan
Bencana“ yang disusun oleh K3 (Keselamatan Kerja Karyawan) Rumah sakit Umum
Pidie Jaya, sedangkan uraian hal dimaksud adalah sebagai berikut :
A. Keselamatan Kerja
Risiko bahaya yang terjadi di rumah sakit adalah akibat faktor-faktor lingkungan
kerja yang bersumber dari bahan-bahan yang dipergunakan dalam suatu proses
produksi, hasil produksi, sisa produksi serta peralatan dan sarana dalam melakukan
pekerjaan serta keadaan cuaca ditempat kerja.
Faktor-faktor lingkungan kerja di Rumah Sakit Umum Daerah Pidie jaya terdiri dari
faktor fisik, faktor kimia, faktor biologi, faktor psikologi dan faktor ergonomik. Faktor-faktor
lingkungan kerja yang nilainya melampaui Nilai Ambang Batas (NAB), maka
kemungkinan dapat mengakibatkan gangguan kenyamanan kerja, gangguan kesehatan
bahkan dapat mengakibatkan penyakit akibat kerja.
Faktor-faktor fisik yang biasanya terjadi di lingkungan kerja rumah sakit adalah ;
1) Iklim kerja
27
Iklim Kerja, adalah keadaan lingkungan kerja yang merupakan perpaduan antara
parameter-parameter suhu udara, kelembaban udara, suhu radiasi, kecepatan
gerakan udara dan panas metabolisme sebagai hasil aktivitas dari seseorang. Bila
melampaui Nilai Ambang Batas (NAB) sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja Nomor. KEP - 51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 dan Keputusan Dirjen
PPM & PLP No.HK.00.06.64.44, maka akan mengakibatkan berbagai kelainan
fisik dan fisiologis.
(4) Memberikan warna yang cerah pada peralatan yang memberikan sumber
panas
(5) Memasang shielding (penyekat) antara sumber panas dan tenaga kerja
(1) Memberikan air minum dekat tempat kerja yang memenuhi syarat artinya
cukup dan mudah dicapai dari lokasi kerja
(2) Pada lingkungan kerja yang mempunyai suhu radiasi rendah dianjurkan
dengan pakaian kerja ringan, sedang untuk radiasi tinggi dianjurkan
dengan pakaian kerja dengan tertutup seluruh permukaan kulit dan
berwarna putih
(3) Dihindari bagi tenaga kerja yang harus bekerja dilingkungan panas apabila
berbadan gemuk sekali dan menderita penyakit cardio-vasculer
(1) Disediakan intermediate room dengan perubahan suhu yang tidak terlalu
besar sebelum masuk ke tempat kerja bersuhu dingin
2) Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan bising
mengganggu (annoyance noise), yaitu kebisingan yang tidak menghi-langkan
daya dengar, tetapi mengganggu konsentrasi/ketenangan. Biasanya tingkat
kebisingan rendah dan suaranya tidak keras. Sedangkan bising yang
menyebabkan kehilangan daya dengar, yaitu kebisingan yang menyebabkan
ketulian pada tingkat kebisingan yang tinggi. Nilai Ambang Batas Kebisingan
(NAB) telah diatur dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor
KEP-51/MEN/1999 dan Keputusan Dirjen PPM & PLP No.HK.00.06.64.44.
a) Gangguan Fisiologis
b) Gangguan Tidur
c) Gangguan Komunikasi
d) Gangguan Psikologis
e) Gangguan Pendengaran
(3) Fondasi mesin harus baik, dijaga agar baut dan sambungan tidak ada
yang goyang
29
3) Pencahayaan
c) Jika memakai penerangan alami atau sinar matahari diupayakan agar jendela
tempat jalannya masuk sinar matahari tidak terhalang atau tertutup
4) Getaran
Getaran adalah merupakan salah satu faktor fisik dan biasanya terjadi karena
mesin-mesin atau alat-alat mekanis lainnya yang dijalankan dengan suatu motor
dapat menghasilkan suatu getaran yang akan diteruskan ke tubuh tenaga kerja yang
mengoperasikannya.
Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas getaran telah ditetapkan dengan keputusan
Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-51 /MEN/1999, Keputusan Dirjen PPM & PLP No.
HK.00.06.64.44 dan menurut Internasional Standar Organisation (ISO,1979) batas
aman bagi kesehatan, yaitu getaran paling kecil yang dapat mengganggu kesehatan
adalah 14 mm/detik.
c) Membahayakan kesehatan
5) Gelombang Radiasi
31
Nilai Ambang Batas (NAB) telah diatur menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Nomor KEP-51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 dan . Pengaruh dari pada radiasi
adalah:
a) Menyebabkan kemandulan
Bahan kimia yang dapat menimbulkan penyakit umumnya bersifat irritant terhadap
kulit/mata dan sistem pernapasan; atau menyebabkan radang/ infeksi; atau menimbulkan
efek sistemik yaitu tidak menimbulkan efek lansung pada bagian tubuh yang
32
4) Bagian Pemeliharaan Sarana (Cat, Gas untuk mengelas, Cairan pembersih alat)
3) Material Handling yang baik yaitu membawa atau memindahkan bahan kimia dari
suatu tempat ke tempat lain harus dilakukan dengan hati-hati, karena dapat
menimbulkan bahaya bila sampai terjatuh atau tumpah.
4) Ruang tempat kerja harus mempunyai sistem ventilasi yang cukup dimana aliran
udara masuk dan keluar cukup bersih. Penerangan dan suhu ruang kerja juga harus
diperhatikan.
5) Pemantauan secara berkala konsentrasi gas di ruangan yang dapat memapar pekerja
33
6) Sebelum bekerja dengan bahan-bahan kimia, terlebih dahulu para pekerja harus
diberikan pelatihan yang memadai agar dapat bekerja sesuai dengan Standart
Operating Prosedur (SOP) yang berlaku.
Dalam lingkungan rumah sakit terdapat berbagai macam penyakit yang di sebabkan
oleh agent biologi atau Mikro organisme.
Secara garis besar agent - agent biologi dapat digolongkan sebagai berikut :
Cara penularan penyakit dari seseorang kepada orang lain dapat terjadi dengan
berbagai cara, misalnya:
Bagian-bagian tubuh penderita yang dapat menjadi sumber penularan antara lain
adalah : Urine, Tinja, Keringat, dan Sputum
Jumlah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang terus meningkat
diakibatkan oleh kurangnya perhatian terhadap masalah ergonomi di lingkungan
pekerjaan. Pedoman Praktis Ergonomik dapat digunakan untuk mencari solusi prak-tis
bagi peningkatan kondisi kerja dari sudut pandang ergonomi.
Hal ini bertujuan untuk menyediakan alat yang tepat untuk meningkatkan kondisi
lingkungan kerja, mencapai tingkat efisiensi serta tingkat keselamatan dan kese-hatan
Kerja yang lebih baik.
Pedoman praktis ergonomik mencakup semua masalah aspek utama dari ergonomi
yang diperlukan di tempat kerja yang meliputi :
e. Fasilitas Umum
3) Jalur transportasi agar dalam kondisi yang baik, tidak licin dan bebas rintangan.
5) Sempurnakan tata letak tempat kerja agar mengurangi gerakan material yang
dibutuhkan.
6) Gunakan kereta dorong atau alat lain yang beroda untuk mengangkut material.
8) Di tempat kerja, gunakan rak bersekat-sekat yang dapat menampung lebih banyak
barang, agar mengurangi jumlah barang yang harus di pindah-pindahkan.
12)Buatkan pegangan khusus pada semua barang dalam kemasan atau kotak, dan
lain-lain yang akan diangkat maupun dibawa, atau tentukan bagian yang dapat
dijadikan pegangan.
16)Benda yang kita bawa agar selalu dirapatkan pada badan kita
19)Untuk menghindari kelelahan dan cedera tubuh, bagi mereka yang melaku-kan
pekerjaan mengangkat beban berat, seyogyanya diselingi dengan pekerjaan-
pekerjaan ringan
20)Sediakan dan tempatkan bak sampah pada posisi yang memudahkan penggu-
naannya
2) Jika ruang kerja memerlukan penambahan cahaya, berikan cat berwarna lembut
pada dinding dan plafon
4) Nyalakan lampu penerangan yang mencukupi bagi para pekerja agar mereka
dapat bakerja lebih efisien dan nyaman setiap saat
1) Lindungi para pekerja dari hawa panas yang berlebihan dalam ruangan
37
2) Lindungi tempat kerja dari hawa panas dan dingin yang berlebihan dari luar
ruangan
3) Pasanglah lapis penyekat atau isolasi pada sumber panas dan sumber dingin
4) Pasanglah sistem pengaturan udara yang memadai sehingga para pekerja dapat
melaksanakan tugasnya dengan aman dan efisien
5) Pilihlah lampu tangan yang sudah terisolasi dengan baik dari bahaya sengatan
listrik maupun panas
7) Lindungi para pekerja dari bahaya bahan-bahan kimia sedemikian rupa sehingga
mereka dapat melaksanakan tugasnya dengan aman dan efisien,diberikan label
khusus dan penandaan yang terlihat jelas.
e. Fasilitas Umum
1) Sediakan dan lakukan perawatan yang baik, termasuk mengganti dan mencuci
berbagai fasilitas sanitasi yang ada, agar kerapian maupun kebersihan dan
kesehatan terjaga
38
2) Sediakan fasilitas air minum, ruang makan, dan ruang istirahat dengan kondisi
yang baik dan nyaman untuk para pengguna
6) Sediakan alat pelindung diri yang memadai dan mampu melindungi para karyawan
sesuai dengan peruntukannya
7) Jika bahaya di ruang kerja tidak dapat dihilangkan dengan cara lain, maka
gunakan dan pilih alat pelindung diri yang cocok dan mudah perawatannya bagi
pekerja yang menggunakannya
8) Pastikan bahwa pekerja yang perlu menggunakan alat pelindung diri secara
teratur, harus mengikuti petunjuk penggunaaan yang tepat, proses adaptasi serta
pelatihan pemakaian
9) Pastikan bahwa semua orang dapat menggunakan alat pelindung diri bila
diperlukan
10) Pastikan bahwa alat pelindung diri dapat diterima oleh semua pekerja
11) Sediakan bahan-bahan pembersih dan fasilitas perawatan alat pelindung diri, serta
lakukan program perawatan secara teratur
12) Sediakan tempat yang memadai untuk menyimpan alat-alat pelindung diri
13) Berikan tugas dan tanggung jawab kepada petugas untuk melaksanakan
perawatan dan kebersihan secara rutin
3. Keamanan Pasien
Pegangan di toilet pasien untuk membantu pasien yang kondisinya lemah agar
tidak terjatuh saat berada dalam toilet. Bel di toilet ditujukan untuk memudah-kan
pasien meminta pertolongan apabila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan saat
berada dalam toilet.
Pintu toilet di ruang perawatan hendaknya dapat dibuka dari luar agar apabila
terjadi sesuatu kondisi darurat misalnya pasien terjatuh di depan pintu, petugas
dapat segera memberikan pertolongan tanpa terhalang oleh tubuh pasien.
Penahan pada tepi tempat tidur pasien dengan jarak terali lebih kecil dari kepala
anak +/- 10 cm, agar pasien tidak mudah terjatuh dari tempat tidur dan mencegah
terjadinya kecelakaan pada anak-anak.
Untuk mencegah terjadinya luka bakaroleh air panas, seluruh sumber air panas
perlu memiliki kendali otomatis.
Ketersediaan oksigen di semua ruang perawatan, IGD, ICU dan Bedah harus
selalu terjamin. Untuk itu harus dilakukan pengecekan dan pemeliharaan rutin
terhadap perlengkapan ini.
Disetiap ruang perawatan harus tersedia emergency suction yang selalu siap
pakai dan dapat dipergunakan setiap saat.
40
i. Kamar dilengkapi dengan bel yang mudah dijangkau dan lampu darurat
Setiap kamar perawatan dilengkapi dengan bel yang letaknya mudah dijangkau
serta lampu darurat yang otomatis menyala ketika dibutuhkan.
(3) Bila pernafasan berhenti, segera dilakukan pernafasan buatan (dari mulut ke mulut);
(5) Dilakukan dengan menekan tempat pendarahan kuat-kuat dengan tangan, dengan
menggunakan sapu tangan atau kain yang bersih
(7) Jangan memindahkan korban secara terburu-buru, harus diatasi dulu keadaan-
keadaan yang membahayakan korban, seperti: perdarahan, patah tulang, nafas
hilang, denyut jantung berhenti, dan lain sebagainya.
Alat pelindung diri (APD) adalah alat yang mempunyai kemampuan untuk
melindungi seseorang dalam pekerjaan, yang fungsinya mengisolasi tenaga kerja dari
bahaya di tempat kerja. APD dipakai setelah usaha rekayasa (engineering) dan cara
kerja yang aman (work practice) telah maksimum. Namun pemakaian APD bukanlah
pengganti dari kedua usaha tersebut.
Sebagai usaha terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja, APD haruslah enak
dipakai, tidak mengganggu kerja dan memberikan perlindungan yang efektif terhadap
bahaya.
Sering APD tak dipakai karena tidak enak/kurang nyaman, karena itu adalah penting
dalam pemeliharaan dan kontrol terhadap APD, sehingga fungsi APD tetap baik,
misalnya ;
(2) APD yang mempunyai masa kerja tertentu seperti kanister, filter dan cartridge;
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit memuat komitmen dan
tekad dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja, dengan kerangka dan
program kerja yang mencakup kegiatan secara menyeluruh yang bersifat umum dan
operasional. Kebijakan tersebut dibuat, disosialisasikan kepada semua pekerja agar
42
prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja dilaksanakan secara efektif dan menjadi
bagian dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Keterkaitan dalam upaya pengendalian
keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit selain pengendalian teknis juga perlu
memperhatikan pengendalian administratif, dimana salah satu hal yang perlu mendapat
perhatian adalah sistem pencatatan dan pelaporan kecelakaan kerja, yaitu:Pencatatan
peristiwa kecelakaan kerja
Sampah rumah sakit dapat digolongkan berdasarkan jenis unit penghasil dan jenis
pengelolaannya, secara garis besar limbah padat rumah sakit digolongkan menjadi
sampah medis dan sampah non medis.
(1) Limbah padat medis biasanya dihasilkan oleh Ruang Pasien, Ruang Tindakan/
Pengobatan, Ruang Bedah, Ruang Perawatan termasuk dressing kotor, verband,
kateter, swab, plaster, dll.
(2) Limbah padat non medis dihasilkan oleh Ruang Administrasi, Ruang Gizi, Ruang
Diklat, dll.
(1) Memudahkan bagi penghasil untuk pembuangan sampah (sesuai jenis warna
kantong)
(2) Mencegah terkontaminasinya limbah padat non medis dari limbah padat medis
43
Limbah benda tajam adalah limbah yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau
bagian menonjol yang dapat memotong atau atau menusuk kulit.
Limbah benda tajam mempunyai potensi dan dapat menyebabkan cidera melalui
sobekan atau tusukan. Limbah benda tajam mungkin terkontaminasi oleh darah,
cairan tubuh, bahan mikrobiologi dan beracun, bahan citotoksik atau radioaktif.
Secara umum, jarum disposible tidak dipisahkan dari syringe atau perlengkapan lain
setelah digunakan. Cliping, bending atau breaking jarum-jarum untuk membuatnya
tidak bisa digunakan sangat disarankan karena akan menyebabkan accidental
inoculation. Prosedur tersebut dalam beberapa hal perlu diperhatikan kemungkinan
dihasilkannya aerosol. Menutup jarum dengan kap dalam keadaan tertentu
barangkali bisa diterima, misalnya dalam penggunaan bahan radioaktif dan untuk
pengumpulan gas darah.
Limbah golongan ini ditempatkan dalam kontainer yang tahan tusukan dan diberi
label dengan benar untuk menghindari kemungkinan cidera saat proses
pengumpulan dan pengangkutan limbah tersebut. Dan pada proses akhir
dimusnahkan dengan incinerator.
2) Limbah infeksius
a) Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular
(perawatan insentif)
Limbah golongan ini ditempatkan dalam kantong kuning dan pada proses akhir
dimusnahkan dengan incinerator Rumah Sakit atau oleh pihak ketiga yang sudah
diakui oleh pemerintah.
44
Cairan tubuh, terutama darah dan cairan yang terkontaminasi berat oleh darah, bila
dalam jumlah kecil, dan bila mungkin diencerkan, sehingga dapat dibuang ke dalam
sistem saluran pengolahan air limbah.
4) Limbah citotoksik
Untuk menghapus tumpahan yang tidak disengaja, perlu disediakan absorben yang
tepat. Bahan pembersih hendaknya selalu tersedia dalam ruang peracikan terapi
citotoksik, bahan yang cocok untuk itu, antara lain: sawdust, granula absorpsi, atau
pembersih lainnya.
Limbah golongan ini ditempatkan dalam kantong ungu dan pada proses akhir
dimusnahkan dengan incinerator Rumah Sakit atau oleh pihak ketiga yang sudah
diakui oleh pemerintah.
Sedangkan limbah dengan kandungan obat citotoksik rendah, seperti ;tinja , urine
dan muntahan, dapat dibuang secara aman ke dalam saluran air kotor. Namun harus
hati-hati dalam menangani limbah tersebut dan harus diencer-kan dengan benar.
5) Limbah farmasi
a) Obat-obatan kadaluarsa
b) Obat-obatan yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau
kemasan yang terkontaminasi
g) Umumnya limbah farmasi harus dibuang melalui incenerator. Secara umum, tidak
disarankan untuk membuangnya ke dalam saluran air kotor.
Limbah dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, vete-rinari,
laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Pembuangan limbah kimia ke dalam saluran
air kotor dapat menimbulkan korosi atau berupa ledakan. Reklamasi dan daur ulang
bahan kimia berbahaya dan beracun (B3) dapat diupayakan bila secar teknis dan
ekonomis memungkinkan. Disarankan untuk berkonsultasi dengan instansi
berwenang untuk mendapat petunjuk lebih lanjut.
7) Limbah radioaktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang
berasal dari penggunaan medis atau riset radionucleida. Limbah ini dapat berasal dari
antara lain; tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay & bac-teriologis (baik cair,
padat maupun gas).
Hal-hal yang harus dipenuhi secara umum dalam penanganan dan pembuangan
limbah golongan ini adalah personil harus sesedikit mungkin memperoleh paparan
radiasi. Kepala Pengamanan Radiasi harus bertanggung jawab untuk penanganan
46
yang aman, penyimpanan dan pembuangan limbah radioaktif. Pejabat ini harus
bertanggung jawab untuk semua urusan pengamanan radioaktif dan mencari
petunjuk, bila diperlukan unit yang menghasilkan limbah radioaktif hendaknya
menetapkan area khusus untuk penyimpanan limbah radioaktif , yang harus dikemas
dengan benar. Tempat khusus tersebut hendaknya diamankan dan hanya digunakan
untuk tujuan itu.
8) Limbah plastik
Masalah yang ditimbulkan oleh limbah plastik adalah terutama karena jumlah
penggunaan yang meningkat secara cepat seiring dengan penggunaan barang medis
disposable seperti syringe dan selang. Penggunaan plastik lain seperti pada tempat
makanan, kantong obat, peralatan dll juga memberi kontribusi meningkatnya jumlah
limbah plastik. Terhadap limbah ini barangkali perlu dilakukan tindakan tertentu sesuai
dengan salah satu golongan limbah di atas jika terkontaminasi bahan berbahaya.
Apabila pemisahan dilakukan dengan baik, bahan plastik tidak terkontaminasi dapat
dibuang melalui pelayanan pengangkutan sampah kota/umum.
b) Keseimbangan campuran antara limbah plastik dan non plastik untuk pembakaran
dengan incinerator akan membantu pencapaian pembakaran sempurna dan
mengurangi biaya operasi incenerator
e) Tampaknya limbah plastik yang dihasilkan dari unit pelayanan kesehatan akan
meningkat. Volume yang begitu besar memerlukan pertimbangan dalam
47
d) Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah untuk
mengurangi biaya, tenaga kerja dan pembuangan.
Pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada tempat penghasil adalah
kunci pembuangan yang baik. Dengan limbah berada dalam kantong atau kontainer
yang sama untuk penyimpanan, pengangkutan dan pembuangan akan mengurangi
kemungkinan kesalahan petugas dalam penanganannya.
2) Penampungan
Sarana penampungan harus memadai, letak pada lokasi yang tepat, aman dan
hygienis. Standarisasi kantong pada limbah klinis dapat dilakukan dengan pembedaan
warna maupun dengan label, hal ini diperlukan agar menghindari kesalahan petugas
dalam pengelolaan.
48
Mengurangi biaya dan waktu pelatihan staf yang dimutasikan antar instasni/unit
3) Pengangkutan
Peralatan tersebut harus diberi label dan dibersihkan secara reguler dan hanya
digunakan untuk mengangkut sampah . Setiap petugas hendaknya diberi APD (alat
pelindung diri) khusus.
4) Pemusnahan
Barang berbahaya dan beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan atau
konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
49
a. Memancarkan radiasi
b. Mudah meledak
Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat tanpa disertai pengim-
bangan kehilangan panas, sehingga kecepatan reaksi, peningkatan suhu dan tekanan
meningkat pesat dan dapat menimbulkan peledakan. Bahan mudah meledak apabila
terkena panas, gesekan atau bantingan dapat menimbulkan ledakan.
Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat disertai dengan pengim-
bangan kehilangan panas, sehingga tercapai kecepatan reaksi yang menimbulkan
nyala. Bahan mudah menyala atau terbakar mempunyai titik nyala (flash ponit) rendah
(210C)
d. Oksidator
Bahan yang mempunyai sifat aktif mengoksidasikan sehingga terjadi reaksi oksidasi,
mengakibatkan reaksi eksothermis (keluar panas)
e. Racun
Bahan yang bersifat beracun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menye-
babkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui
pernapasan kulit atau mulut.
f. Korosif
Bahan yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit, menyebabkan proses pengkaratan
pada lempeng baja (SAE 1020) dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun
dengan temperatur uji 550C, mempunyai pH sama atau kurang dari 2 (asam), dan
sama atau lebih dari 12,5 (basa)
g. Karsinogenik
Sifat bahan penyebab sel kanker, yakni sel luar yang dapat merusak jaringan tubuh.
50
h. Iritasi
Bahan yang dapat mengakibatkan peradangan pada kulit dan selaput lendir.
i. Teratogenik
j. Mutagenik
Sifat bahan yang dapat mengakibatkan perubahan kromosom yang berarti dapat
merubah genetika.
k. Arus listrik
a. Daya racun dinyatakan dengan satuan LD 50 atau LC50, dimana makin kecil nilai LD50
atau LC50 B3 menunjukkan makin tinggi daya racunnya
d. Efek kombinasi bahan kimia, yaitu paparan bermacam-macam B3 dengan sifat dan
daya racun yang berbeda, menyulitkan tindakan-tindakan pertolongan atau
pengobatan
a. Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk mengenal ciri-ciri dan
karakteristiknya. Diperlukan penataan yang rapi dan teratur, dilakukan oleh petugas
yang ditunjuk sebagai penanggung jawab. Hasil identifikasi diberi label atau kode
untuk dapat membedakan satu sama lainnya. Sumber informasi didapatkan dari
lembar data keselamatan bahan (MSDS).
51
3) Inspeksi dan pemeliharaan sarana, prosedur dan proses kerja yang aman
5) Upayakan agar tenaga kerja tidak mengalami paparan yang terlalu lama dengan
mengurangi waktu kerja atau sistem shift kerja serta mengikuti prosedur kerja
yang aman.
52
6) Upayakan agar tenaga kerja memakai alat pelindung diri yang sesuai atau tepat
melalui pengujian, pelatihan dan pengawasan.
10)Upayakan agar limbah yang dihasilkan sekecil mungkin dengan cara memelihara
instalasi menggunakan teknologi yang tepat dan upaya pemanfaatan kembali atau
daur ulang.
53
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Di Ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah pidie Jaya, program pengendalian /
peningkatan mutu pelayanan disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut :
Dalam sistem ”Pengendalian Mutu” ICU Rumah Sakit Umum Daerah Pidie Jaya
secara sistematis melalui berbagai tahapan sebagai berikut :
54
a. Pembuatan atau penetapan standar, indikator mutu dan SPO (alur kerja) yang relevan
atau terkait
b. Sosialisasi standar mutu
c. Menetapkan sistem Monitoring dan Evaluasi (MONEV)
d. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan MONEV dirumuskan ACTION PLAN terkait
- Supervisi rutin; dilaksanakan oleh Kepala Ruang ICU dan supervisi unit terkait
- Morning report (harian)
- Rapat Manajerial Mingguan
- Rapat rutin bulanan
BAB IX
PENUTUP
Buku Pedoman Intensive Care Unit (ICU) disusun dalam rangka memberikan
acuan bagi tenaga kesehatan yang bekerja di unit pelayanan ICU Rumkit Tk.II dr.
Soepraoen agar dapat menyelenggarakan pelayanan ICU yang bermutu, aman,
efektif dan efisien dengan mengutamakan keselamatan pasien. Apabila di kemudian
hari diperlukan adanya perubahan, maka Buku Pedoman Pelayanan ICU ini akan
disempurnakan.