Anda di halaman 1dari 32

PEDOMAN PELAYANAN

INSTALASI GAWAT DARURAT

RUMAH SAKIT PUSURA CANDI


SIDOARJO
2021

1
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas


limpahan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan buku “ Pedoman Perawatan
Instalasi Gawat Darurat” Rumah Sakit Pusura Candi Sidoarjo.
Buku ini disusun sebagai pedoman petugas yang berada di Instalasi Gawat
Darurat dalam menjalankan kegiatannya serta memahami hubungan dan tata kerja
unit perawatan Gawat Darurat dengan unit terkait lainnya.
Dengan adanya buku ini, diharapkan petugas yang bekerja di unit perawatan
Gawat Darurat dapat menggunakan dengan sebaik-baiknya serta bermanfaat dalam
meningkatkan mutu pelayanan.
Kami menyadari buku ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan buku ini.

Sidoarjo, 18 Agustus 2021


Tim Penyusun

Instalasi Gawat Darurat

2
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
1. Latar belakang ........................................................................ 4
2. Permasalahan .......................................................................... 4
3. Tujuan ..................................................................................... 4
4. Dasar Hukum........................................................................... 5
BAB II STANDAR PEDOMAN RUANG PERAWATAN INTENSIF .. 6
1. Pengertian................................................................................ 6
2. Ruang lingkup ........................................................................ 6
3. Klasifikasi Pelayanan ICU...................................................... 6
4. Kriteria pasien masuk dan keluar ICU.................................... 7
BAB III STANDAR PELAYANAN KEPERAWATAN INTENSIF ..... 10
1. Falsafah dan Tujuan ............................................................... 10
2. Ketenagaan ............................................................................. 11
3. Fasilitas dan Pemeliharaan Alat ............................................. 12
4. Pemeliharaan Alat .................................................................. 15
5. Kebijakan dan Prosedur .......................................................... 15
6. Pengembangan Staf ................................................................ 16
7. Evaluasi dan Pengembangan Mutu ........................................ 17
BAB IV STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN INTENSIF ............. 18
A. Pengertian .............................................................................. 18
B. Pengkajian .............................................................................. 18
C. Penetapan Masalah/ Diagnosa Keperawatan ......................... 18
D.Perencanaan Tindakan Keperawatan ...................................... 19
E. Melaksanakan Tindakan Keperawatan .................................. 19
F. Evaluasi .................................................................................. 19
g. Dokumentasi Keperawatan ..................................................... 20

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan oleh suatu


organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah
pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan
kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta yang
penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi
yang telah ditetapkan.
Pelayanan gawat darurat merupakan pelayanan yang dapat
memberikan tindakan yang cepat dan tepat pada seorang atau kelompok orang
agar dapat meminimalkan angka kematian dan mencegah terjadinya
kecacatan. Upaya peningkatan pelayanan gawat darurat ditujukan untuk
menunjang pelayanan dasar, sehingga dapat menanggulangi pasien gawat
darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaaan bencana.
Dengan semakin meningkatnya jumlah penderita gawat darurat, maka
diperlukan juga peningkatan pelayanan gawat darurat baik yang
diselenggarakan ditempat kejadian, selama perjalanan ke rumah sakit,
maupaun di rumah sakit.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka di Instalasi Gawat Darurat
(IGD) perlu dibuat standar pelayanan yang merupakan pedoman bagi semua
pihak dalam tata cara pelaksanaan pelayanan yang diberikan kepada pasien
pada umumnya dan pasien IGD RS Pusura Candi Sidoarjo khususnya.

4
Oleh karena itu, dalam melakukan pelayanan gawat darurat di IGD RS
Pusura Candi Sidoarjo harus berdasarkan standar pelayanan Gawat Darurat
RS Pusura Candi Sidoarjo.

B. TUJUAN
Tujuan disusunnya Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat adalah :
1. Tersedianya Pedoman bagi setiap Sumber Daya Manusia (SDM) di
Instalasi Gawat darurat dalam proses penyelenggaraan pelayanan
Emergency
2. Meningkatkan mutu pelayanan Emergency di IGD sesuai standar yang
ditetapkan.
3. Menyelenggarakan pelayanan dengan mengutamakan Keamanan
Pasien, Keluarga Pasien dan Petugas.

C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pelayanan Instalasi Gawat Darurat meliputi :
1. Pasien dengan kasus True Emergency
Yaitu pasien yang tiba – tiba berada dalam keadaan gawat darurat atau
akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya
( akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
2. Pasien dengan kasus False Emergency
Yaitu pasien dengan :
a. Keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan
darurat
b. Keadaan gawat tetapi tidak mengancam nyawa dan
anggota badannya
c. Keadaan tidak gawat dan tidak darurat

5
D. BATASAN OPERASIONAL
1. Instalasi Gawat Darurat
Adalah unit pelayanan di rumah sakit yang memberikan pelayanan
pertama pada pasien dengan ancaman kematian dan kecacatan secara
terpadu dengan melibatkan berbagai multidisiplin ilmu
2. Triage
Adalah pengelompokan korban berdasarkan atas berat ringannya trauma /
penyakit serta kecepatan penanganan / pemindahannya.
3. Prioritas
Adalah penentuan pasien mana yang harus didahulukan dalam hal
penanganan dan pemindahan yang mengacu tingkat ancaman jiwa.
4. Survey Primer
Adalah deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi yang
mengancam jiwa.
5. Survey Sekunder
Adalah melengkapi survei primer dengan mencari perubahan – perubahan
anatomi yang akan berkembang menjadi semakin parah dan memperberat
perubahan fungsi vital yang ada berakhir dengan mengancam jiwa bila
tidak segera diatasi.
6. Pasien Gawat darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi
gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya ( akan menjadi
cacat ) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
7. Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan
darurat misalnya kanker stadium lanjut
8. Pasien Darurat Tidak Gawat

6
Pasien akibat musibah yang datang tiba – tiba tetapi tidak mengancam
nyawa dan anggota badannya, misalnya luka sayat dangkal.
9. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Misalnya pasien dengan ulcus tropium , TBC kulit , dan sebagainya
10. Kecelakaan ( Accident )
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor yang datangnya
mendadak, tidak dikehendaki sehingga menimbulkan cedera fisik, mental
dan sosial. Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut :
a. Tempat kejadian :
1) Kecelakaan lalu lintas.
2) Kecelakaan di lingkungan rumah tangga.
3) Kecelakaan di lingkungan pekerjaan.
4) Kecelakaan di sekolah.
5) Kecelakaan di tempat – tempat umum lain seperti halnya : tempat
rekreasi, perbelanjaan, di area olah raga, dan lain – lain.
b. Mekanisme kejadian
Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda asing, tersengat,
terbakar baik karena efek kimia, fisik maupun listrik atau radiasi.
c. Waktu kejadian
1) Waktu perjalanan ( travelling / transport time ).
2) Waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain dan lain – lain.
11. Cidera
Masalah kesehatan yang didapat / dialami sebagai akibat kecelakaan.
12. Bencana
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan atau
manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaaan manusia, kerugian
harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana
umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan masyarakat
dan pembangunan nasional yang memerlukan pertolongan dan bantuan.

7
Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau
kegagalan dari salah satu sistem/organ di bawah ini, yaitu :
a. Susunan saraf pusat
b. Pernafasan
c. Kardiovaskuer
d. Hati
e. Ginjal
f. Pancreas
Kegagalan (kerusakan) sistem/organ tersebut dapat disebabkan oleh :
a. Trauma / cedera
b. Infeksi
c. Keracunan (poisoning)
d. Degenerasi (failure)
e. Asfiksia
f. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of
water and electrolyte)
g. Dan lain-lain
Kegagalan sistim susunan saraf pusat, kardiovaskuler, pernafasan dan
hipoglikemia dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat ( 4 – 6
jam),sedangkan kegagalan sistem/organ yang lain dapat menyebabkan
kematian dalam waktu yang lama. Dengan demikian keberhasilan
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat dalam mencegah kematian dan
cacat ditentukan oleh :
a. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat
b. Kecepatan meminta pertolongan
c. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :
1) Ditempat kejadian
2) Dalam perjalanan ke rumah sakit
3) Pertolongan selanjutnya secara mantap di rumah sakit

8
E. DASAR HUKUM
Dasar hukum yang digunakan dalam penyusunan buku ini adalah sebagai
berikut :
1. Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-undang Republik Indonesia No 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit
3. Undang-undang Republik Indonesia No 24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana
4. Undang – undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
5. Undang – undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
6. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No 436 / Menkes / SK / VI / 1993
tentang berlakunya Standar Pelayanan di Rumah Sakit
7. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No 145/Menkes/SK/IX/2007
tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Gawat Darurat dan Bencana
8. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No 856/Menkes/SK/IX/2009
tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit
9. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No 0701 / YANMED / RSKS /
GDE / VII / 1991 Tentang Pedoman Pelayanan Gawat Darurat.

9
BAB II
STANDAR PEDOMAN RUANG PERAWATAN INTENSIF

A. PENGERTIAN

Ruang Perawatan Intensif [ICU] adalah unit perawatan khusus yang


dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cedera dengan penyulit yang
mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga , kesehatan terlatih, serta didukung
dengan kelengkapan peralatan khusus.

B. Falsafah
1. Etika kedokteran
Berdasarkan falsafah dasar osaya akan senantiasa menguramakan kesehatan
pasien" maka semua kegiaran di ICU bertujuan dan 'berorientasi unruk dapar
secara optimal, memperbaiki kondisi kesehatan pasien.
2. Indikasi yang benar
Pasien yang dirawat di ICU adalah yang memerlukan :

10
a. Pengelolaan fungsi sistem organ rubuh secara rerkoordinasi dan
berkelanjuran, sehingga dapat dilakukan pengawasan yang konstan dan
terapi ritrasi .
b. Pemantauan konrinyu rerhadap pasien-pasien dalam keadaan kriris yang
dapat mengakibatkan rerjadinya dekompensasi fisiologis.
c. Inrervensi medis segera oleh rim inrensive care. .
3. Kerjasama multidislpliner dalam masalah medik
komplek
Dasar pengelolaan paiien ICU adalah pendekatan multidisiplin dengan tenaga
kesehatan dari beberapa disiplin ilmu terkaityang dapat memberikan
konuibusinya sesuai dengan bidang keahliannya dan bekerja sama dala"m tirn,
dengan dipimpin oleh seorang intensivist sebagai ketua tim.
2. Kebutuhan pelayanan kesehatan pasien
Kebutuhan pasien ICU adalah tindakan resusitasi yang meliputi dukungan
hidup untuk fungsi,Fungsi vital seperri Nrway (fungsi jalan napas), Breath- ,
ing (Fungsi pernafasan), Circulation (Fungsi sirkulasi), Brain (fungsi otak)
dan Fungsi organ lain, dilanjutkan dengan diagnosis dan terapi definitif. 5.
3. Peran koordinasi dan integrasi dalam keriasama tim
Dengan mengingar keadaan pasien seperti yang tersebut dalam butir 2 dan 4
diatas, maka pembagian kerja dm mulddisiplin adalah sebagai berikut:
a. Dokcer yang merawat pasien sebclum masuk ICU melakukan evaluasi
pasien sesuai bidangnya dan memberi pandangan atau usulan rerapi
b. Intensivist, selaku Ketua Tim, melakukan evaluasi menyeluruh,
mengambil kesimpulan, memberi instruksi terapi dan tindakan secara
terrulis dengan memperrimbangkan usulan anggota tim lainnya.
c. KetuaTirr, berkonsulrasi pada konsultan lain dengan
mempertimbangkan usulan-usulan anggota tim.
4. Hak dan kewajiban dokter

11
Seriap dokter dapat memasukkan pasien ke ICU sesuai dengan indikasi masuk
ke ICU, karena keterbatasan jumlah tempat ddur ICU, maka berlaku asas
prioritas dan indikasi masuk
5. Sistim manaiemen peningkatan mutu terpadu
Demi tercapai koordinasi dan peningkatan mutu pelayanan di ICU, diperlukan
rim kendali mutu yang angBoranya rerdiri dari beberapa disiplin ilmu, dengan
nrgas uramanya memberi masukan dan bekerja sarna dengan staFsrruktural
ICU unuk selalu meningkatkan muu pelayanan ICU.
6. Kemitraan Profesi
Kegiatan pelayanan pasien di ICU disamping multi disiplin iuga inter profesi,
yaitu profesi medik,, profesi Perawat dan profesi lain agar dicapai hasil
optimal maka perlu ditingkarkan mutu SDM secara berkelanjutan,
menyeluruh dan mencakup semua kelompok profesi
7. Effektivitas, keselamatan dan ekonomis
Unit pelayanan ICU mempunyai ciri biaya tinggi, teknologi tinggi, multi
disiplin dan multi profesi berdasarkan asas efekrivitas, keselamatan dan
ekonomis

C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pelayanan perawatan intensif meliputi
1. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit – penyakit akut yang
mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa
menit sampai beberapa hari.
2. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus
melakukan pelaksanaan spesifik pemenuhan kebuhan dasar.
3. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi
yang ditimbulkan oleh
a.Penyakit

12
b.Kondisi pasien menjadi buruk karena pengobatan atau therapy
[iatrogenik].
4. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang bergantung pada fungsi
alat/ mesin dan orang lain

D. TATA LAKSANA DAN KLASIFIKASI PELAYANAN ICU


1) Tata Laksana Layanan
Tata laksana layanan ICU Rumah Sakit Mitra Sehat Mandiri Sidoarjo
yaitu Open ICU. Pada Layanan Open ICU, dokter yang merawat pasien
yang menentukan dan memutuskan pasien harus dirawat di ICU.
Selama perawatan di ICU akan dikonsultasikan kepada dokter anestesi
atau intensivist yang bertugas untuk airway managemen, berhubungan
dengan kedaruratan, pemasangan alat – alat invasive, pemberian obat –
obat anestesi dll namun coordinator dan segala instruksi diputuskan
oleh dokter yang merawat. Dokter yang merawat akan berkoordinasi
dengan berbagai disiplin lain untuk merawat pasien tersebut.
2) Tata Laksana Layanan
Rumah Sakit Mitra Sehat Mandiri Sidoarjo memberikan pelayanan intensif
dengan klasifikasi ICU sekunder yaitu :
1. Ruang tersendiri, berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat dan
ruang rawat lain
2. Memiliki kriteria pasien yang masuk,keluar dan rujukan
3. Memiliki dokter spesialis sebagai konsultan yang setiap saat bila
diperlukan.
4. Memiliki seorang kepala Unit ICU yaitu seorang dokter spesialis
anestesiologi, konsultan intensive care yang bertanggung jawab secara
keseluruhan yang mampu melakukan resusitasi jantung paru ( bantuan
hidup dasar dan hidup lanjut).

13
5. Memiliki tenaga keperawatan lebih dari 50% bersertifikat ICU dan
berpengalaman kerja di bangsal lebih 3 tahun.
6. Kemampuan memberikan bantuan ventilasi mekanis beberapa lama dan
dalam batas tertentu,melakukan pemantauan invasif dan usaha-usaha
penunjang hidup.
7. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu,
Rongent untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi.
8. Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi.

E. KRITERIA PASIEN MASUK DAN KELUAR ICU


ICU mampu menggabungkan teknologi tinggi dan keahlian khusus
dalam bidang kedokteran dan keperawatan gawat darurat yang dibutuhkan
untuk merawat pasien sakit kritis. Keadaan ini memaksa diperlukannya
mekanisme untuk membuat prioritas pada sarana yang terbatas ini apabila
kebutuhan ternyata melebihi jumlah tempat tidur yang tersedia di ICU.
1. Kriteria masuk ICU
ICU memberikan palayanan antara lain pemantauan yang canggih dan
terapi yang invasif. Dalam keadaan penggunaan tempat tidur yang tinggi
pasien yang mmerlukan terapi intensif (prioritas 1) didahului rawat ICU
dibandingkan Pasien yang memerlukan pemantauan intensif dan pasien
sakit kritis atau terminal (prioritas 2) dengan prognosis buruk atau sukar
untuk sembuh(prioritas 3). Penilaian objektif atas beratnya penyakit dan
prognosis hendaknya digunakan untuk menentukan prioritas pasien masuk
ICU.
Prioritas pasien masuk ICU sebagai berikut;
a. Pasien Prioritas 1.
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang
memerlukan perawatan intensif dengan bantuan alat-alat ventilasi,
monitoring dan obat-obatan vasoaktif kontiyu dan lain-lain. Misalnya

14
pasien bedah kardiotoraksik, atau pasien shock septic. Mungkin ada
baiknya beberapa institusi membuat kriteria spesifik untuk masuk ICU,
seperti derajat hipoksemis, hipotensi, dibawah tekanan darah tertentu.
Pasien prioritas 1 (satu) umumnya tidak mempunyai batas ditinjau dari
terapi yang dapat diterimanya.
b. Pasien Prioritas 2
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU. Jenis
pasien ini beresiko sehingga memerlukan terapi intensif segera,
karenanya pamantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonar
asrteriae catheter sangat menolong, misalnya pada pasien penyakit
dasar jantung, paru atau ginjal akut dan berat atau yang telah
mengalami perbedaan mayor. Pasien prioritas 2 umumnya tidak
terbatas macam terapi yang diterimanya, mengingat kondisi mediknya
senantiasa berubah.

c. Pasien Prioritas 3
Pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil dimana kesehatan
sebelumnya, penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya, baik
masing-masing atau kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan
kesembuhan dan/atau mendapat manfaat dari terapi di ICU. Contoh-
contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan metastatik
disertai penyakit infeksi pericardial temponade, atau sumbatan jalan
nafas, atau pasien menderita panyakit jantung atau paru terminal
disertai komplikasi penyakit akut berat. Pasien-pasien prioritas 3
mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi penyakit akut,
tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi dan
resusitasi kardiopulmoner.
2. Kriteria keluar ICU
a. Pasien prioritas I

15
Pasien dipindahkan apabila pasien tersebut tidak membutuhkan lagi
perawatan intensif, atau jika terapi mengalami kegagalan, prognosis
jangka pendek buruk, sedikit kemungkinan bila perawat intensif
diteruskan. Contoh; pasien dengan tiga atau lebih gagal sistem organ
yang tidak berespon terhadap pengelolaan dan agresif.
b. Pasien Prioritas II .
Pasien dipindahkan apabila hasil pemantauan intensif menunjukan
bahwa perawatan intensif tidak dibutuhkan dan pemantauan intensif
selanjutnya tidak diperlukan lagi.
c. Pasien prioritas III
Pasien prioritas III dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi
intensif sudah tidak ada lagi, tetapi mereka mungkin dikeluarkan
lebih dini bila kemungkinan kesembuhannya atau manfaat dari terapi
intensif kontiyu diketahui kemungkinan untuk pulih kembali sangat
kecil. Keuntungan dari terapi intensif selanjutnya sangat sedikit.
Contoh,pasien dengan penyakit lanjut (penyakit paru kronis, panyakit
jantung atau liver terminal, karsinoma yang telah menyebar luas dan
lain-lain) yang tidak berespon terhadap terapi ICU untuk penyakit
akut lainnya.
3. Kriteria pasien yang tidak memerlukan perawatan diruang perawatan
intensif
a. Prioritas I
Pasien dipindahkan apabila pasien tersebut tidak membutuhkan lagi
perawatan intensif, atau jika ;
- Terapi mengalami kegagalan
- Prognosis jangka pendek buruk
- Sedikit kemungkinan untuk pulih kembali
- Sedikit keuntungan bila perawatan intensif diteruskan
b. Prioritas II

16
Pasien dipindahkan apabila hasil pemantauan intensif menunjukan
bahwa;
- Perawatan intensif tidak dibutuhkan
- Pemantauan intensif selanjutnya tidak diperlukan lagi
c. Prioritas III
Pasien dipindahkan apabila;
- Perawatan intensif tidak dibutuhkan lagi
- Diketahui kemungkinan untuk pulih kembali sangat kecil
- Keuntungan dari terapi intensif selajutnya sangat sedikit.

F. PENGEMBANGAN STAF
Pengembangan staf diunit perawatan intensif merupakan faktor
pendukung yang sangat penting bagi peningkatan kinerja individu.
Kemajuan teknologi kesehatan yang berkembang sangat cepat dan
perubahan praktek medis dan praktek keperawatan, perlu diadakan
pengembangan professional dilingkungan pelayanan kesehatan intensif,
karena jika tidak didukung dengan sistem pengembangan SDM yang baik
dapat menimbulkan stres, time over perawat yang tinggal dan rendahnya
kinerja secara langsung dapat menurunkan mutu pelayanan keperawatan
yang diberikan.
Pengembangan staf dapat dilakssanakan melalui;
1. In-service education
Upaya ini dilaksanakan di ICU dan bertujuan untuk memperbaharui
kemampuan dan ketrampilan sesuani dengan perubahan teknolagi dalam
lingkungan kerja dan praktek keperawatan maupun metodologi baru
dalam memberikan pelayanan.
2. Pendidikan berkelanjutan melalui program sertifikasi
Pendidikan berkelanjutan dan pelatihan sebagai upaya untuk
meningkatan kompetensi parawat (pengetahuan, ketrampilan dan

17
perilaku) sehingga mampu mengambil keputusan klinis secara cepat dan
tepat. Pengembangan program sertifikasi dapat dilakukan berdasarkan
kebijakan institusi pelayanan dengan berkolaborasi dengan organisasi
profesi keperawatan dan Departemen Kesehatan.
3. Pendidikan lanjut melalui program pendidikan formal keperawatan
spesialistik.
Pendidikan lanjut sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan
spesialistik serta analisa dalam proses pengambilan klinik secara cepat
dan tepat. Selain itu dapat memperluas wawasan dan meningkatkan
jenjang karir perawat.

G. EVALUASI DAN PENGENDALIAN MUTU


Evaluasi merupakan satu aktifitas untuk melihat keberhasilan dari satu
kegiatan pemberian asuhan yang dapat dijadikan indikator dalam penjaminan
mutu.
Beberapa indikator dari pengendalian mutu pelayanan keperawatan yaitu;
1. Tingkat keamanan (safety) yang terdiri dari: tingkat kejadian infeksi
nosokomial, tingkat kesalahan pemberian obat, pasien jatuh, dan angka
dikubitus.
2. Tingkat kenyamanan (comfort) seperti : tingkat rasa nyeri
3. Tingkat kecemasan
4. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan
5. Tingkat kemandirian pasien
6. Peningkatan pengetahuan pasien

18
Beberapa contoh indikator pengendalian mutu dapat dilihat dalam lampiran.

BAB IV
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN INTENSIF

A. PENGERTIAN
Standar asuham keperawatan intensif adalah acuan minimal asuhan
keperawatan yang harus diberikan oleh parawat di Unit /Instalasi Perawat
Intensif.
Asuhan keperawatan Intensif adalah kegiatan praktek keperawatan
intensif yang diberikan pada pasien/keluarga. Asuhan keperawatan dilakukan
dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang merupakan
metode ilmiah dan panduan dalam memberikan asuhan keperawatan yang
berkualitas guna mengatasi masalah pasien. Langkah-langkah yang harus

19
dilakukan meliputi pengkajian, masalah/diagnosa keperawatan, rencana
tindakan dan evaluasi.

B. PENGKAJIAN
Merupakan langkah awal dari proses keperawatan yang mengharuskan
perawat menemukan data kesehatan klien secara tepat. Pengkajian meliputi
proses pengumpulan data, validasi data, menginterpretasikan data dan
memformulasikan masalah atai diagnosa keperawatan sesuai hasil analisa
data. Pengkajian awal didalam keperawatan intensif sama dengan pengkajian
umumnya yaitu dengan pendekatan system yang meliputi aspek bio-psiko-
sosiokultural=spiritual, namun ketika klien yang dirawat telah menggunakan
alat-alat bantu mekanik seperti Alat Bantu Napas (APN), hemodialisa,
pengkajian juga diarahkan ke hal-hal yang lebih khusus yakni terkait dengan
terapi dan dampak dari pengguinaan alat-alat tersebut.

C. PENETAPAN MASALAH/DIAGNOSA KEPERAWATAN


Setelah melakukan pengkajian, data dikumpulkan dan
diinterpretasikan kemudian dianalisa lalu ditetapkan masalah/diagnosa
keperawatan berdasarkan data yang menyimpang dari keadaan fisiologis.
Kriteria hasil ditetapkan untuk mencapai tujuan dari tindakan keperawatan
yang diformulasikan berdasarkan pada kebutuhan klien yang dapat diukur dan
realistis (Craven & Himle,2000).

D. PERENCANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN.


Perencanaan tindakan keperawatan dibuat apabila diagnosa telah
diprioritaskan. Prioritas masalah dibuat berdasarkan pada ancaman/risiko
ancaman hidup (contoh : bersihan jalan tidak efektif, gangguan pertukaran
gas, pola nafas tidak efektif, gangguan perfusi jaringan, lalu dpat dilanjutkan

20
dengan mengidentifikasi alternatif diagnosa keperawatan untuk meningkatkan
keamanan, kenyamanan (contoh : resiko infeksi, resiko trauma/injury,
gangguan rasa nyaman dan diagnosa keperawatan untuk mencegah
komplikasi (contoh : resiko konstifasi,resiko gangguan integritas kulit).
Perencanaan tindakan mencakup 4 (empat) unsur kegiatan yaitu
observasi/monitoring, terapi keperawatan, pendidikan dan tindakan
kolaboratif. Pertimbangan lain adalah kemampuan untuk melaksanakan
rencana dilihat dari keterampilan perawat, fasilitas, kebijakan dan standar
operasional prosedur. Perencanaan tindakan perlu pula diprioritaskan dengan
memperhatikan besarnya kemungkinan masalah dapat diselesaikan. Tujuan
dari perencanaan ini adalah untuk membuat efisiensi sumber=sumber,
mengukur kemampuan dan mengoptimalkan penyelesaian masalah.

E. MELAKSANAKAN TINDAKAN KEPERAWATAN


Semua kegiatan yang dilakukan dalam memberikan asuhan
keperawatan terhadap klien sesuai dengan rencana tindakan. Hal ini penting
untuk mendukung pencapaian tujuan. Tindakan keperawatan dapat dalam
bentuk observasi, tindakan prosedur tertentu, tindakan kolaboratif dan
pendidikan kesehatan (standar prosedur dapat dilihat dalam lampiran). Dalam
tindkan perlu ada pengawasan terus menerus terhadap kondisi klien termasuk
evaluasi perilaku.

F. EVALUASI
Evaluasi adalah langkah kelima dalam proses keperawatan dan
merupakan dasar pertimbangan yang sistemik untuk menilai keberhasilan
tindakan keperawatan dan sekaligus dan merupakan alat untuk melakukan

21
pengkajian ulang dalam upaya melakukan modifikasi/revisi diagnosa dan
tindakan. Evaluasi dapat dilakukan setiap akhir tindakan pemberian asuhan
yang disebut sebagai evaluasi proses dan evaluasi hasil yang dilakukan untuk
menilai keadaan kesehatan klien selama dan pada akhir perawatan. Evaluasi
dicatat pada catatan perkembangan klien.

G. DOKUMENTASI KEPERAWATAN
Adalah catatan yang berisi data pelaksanaan tindak keperawatan atau
respon klien terhadap tindakan keperawatan sebagai pertangungjawaban dan
pertanggunggugatan terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan perawat
kepada pasien dari kebijakan.
Dokumentasi S1 Keperawatan merupakan dokumem legal dalam
sistem pelayanan keperawatan, karena melalui pendokumentasian yang baik,
maka informasi mengenai keadaan kesehahatan klien dapat diketahui secara
berkesinambungan.

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN


DI UNIT PERAWATAN INTENSIF

I. PENDAHULUAN
Pasien yang memerlukan perawatan di Unit Perawatan Intensif adalah
pasien dengan kondisi kritis. Perawat berperan penting dalam merawat pasien
kritis dengan penyakit tertentu dan atau tindakan pembedahan yang
menimbulkan kegagalan fungsi pernapasan. Penyakit yang dimaksud antara
lain gangguam sistem pernapasan, kardiovaskuler, neurology, gastrointestinal,
urinaria dan tindakan pembedahan terutama pembedahan dengan anastesi
umum serta pasien dengan gagal multi organ.
Mengingat banyaknya ”Standart Asuhan Keperawatan Intensif”, maka
pada tahap awal ini hanya akan diuraikan asuhan keperawatan pasien dengan

22
penggunaan ventilasi mekanik dan ganggun hemodinamik. Kesempatan
berikutnya akan dilanjutkan dengan uraian ksus – kasus utama yang dirawat di
ruang – ruang intensif berdasarkan survei di beberapa rumah sakit di seluruh
Indonesia. Uraian ini akan dibuat dalam buku edisi tersendiri.

II. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KRITIS DENGAN BANTUAN


VENTILASI MEKANIK
A. PENGERTIAN
Standart asuhan keperawatan pasien dengan penggunaan ventilasi
mekanik adalah sandart asuhan keperawatan pada setiap pasien kritis yang
mengalami ketidak mampuan bernapas spontan/ normal dan membutuhkan
Alat Bantu Napas ( ABN ).
B. PENGKAJIAN
Pengkajian dengan pendekatan sistem pasien yang menggunakan
Ventilasi Mekanik adalah:
Keadaan umum : Sesak napas, sering pusing/sakit kepala, sesak napas
saat bicara, sering terbangun malam karena sesak,
mudah capek, sesak napas saat beraktifitas.

Status Neurologi : Reflek cahaya menurun, Ukuran pupil > 2


mm.Penurunan kesadaran dari apatis sampai koma.

Status Respirasi : Napas pendek/cepat dan dangkal/cuping hidung,


tampak mulut mecucu saat bernapas, kesukaran
bicara karena sesak, batuk terdengar produktif tetapi
sekret sulit dikeluarkan, penggunaan otot bantu
pernapasan, pengembangan dada tidak simetris,
adanya wheezing,

23
ronchi/cracles dan bunyi pekak (dullness) serta
ekspirasi memanjang pada auskultasi. RR 10
x/menit atau >40 menit dan tekanan difragma
meningkat serta Tidal Volume menurun < 5
cc/kg/BB.

Status kardiovaskuler :Takikardia atau bradikardia, Tekanab Darah dapat


meninggkat/menurun, CVP dapat meningkat atau
menurun, distensi vena juguler.

Gastrointestinal : Asites dan hepatomegali

Muskuloskeletal : Atropi otot, kekuatan otot menurun.

Ekstermita :Pucat dan dingin, sianosis pada kedua ekstermitas


dan pe- ngisianTekanan kapiler > 2 detik

Aktifitas : Saat aktifitas tampak sesak napas, Takikardia dan


Tekana- nan Darah menurun

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ro Thorak : adanya gambaran Infiltrat, Hiperinflasi, Atelektasis,
Pneumothorak, Efusi pleura, ARDS, Edema paru, CTR >50
EKG : Disrytmia
Laboratorik : Nilai Analisa gas Darah: PH <7,35 atau >7,45, Pa02 <60
mmHg, PaC02 >55 mmHg, HC03 < 20 dan BE: < -2,5
Pulse Oksimetri : Saturasi Oksigen < 90%
Spirometri : Obstruksi aliran udara ekspirasi, Tidal Volume < 10

24
– 5/Kal.BB
Darah Lengkap : Kadar Hb < 10mg% dan Ht < 30%
Elektrolit Sarah : Na, K, Cl dapat meningkat atau menurun

MASALAH/ DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL PADA KLIEN


DENGAN PENGGUNAAN VENRILASI MEKANIK
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan,
kelemahan oto pernafasan, penurunan ekspansi paru.
2. Bersihan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya benda asing pada
trachea, batuk tidak efektif produksi sekresi paru meningkat.
3. Gangguan pertukaran gas pada hipoventilasi alveolar, perubahan ventilasi /
perfusi,
4. Peningkatan permeabilitas membran alveoli kapiler paru.
5. Cemas berhubungan dengan situasi krisis, ketergantungan dengan alat.
6. Gangguan komukasi verbal berhubungan dengan kelemahan neuromuscular.
7. Gangguan membran mukosa oral berhubungan dengan ketidak mampuan
menelan, terpasang tube.
8. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik
9. Tidak efektifnya respon proses penyapihan ABN ( Weaning ) b/d
ketergantungan ABN, Malnutrisi
10. Resiko gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan adanya oklusi
pembuluh darah cerebral
11. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif, pertahanan primer yang
tidak adekuat
12. Resiko injury : tracheamaleasi, fistel tracheasofagus berhubungan dengan
pemakaian tube yang lama

25
13. Resiko kurang efektifnya program pengobatan atau perawatan berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan

NO DIAGNOSA TUJUAN TINDAKAN


KEP KEPERAWATAN
1. Bersihkan jalan Bersihlkan jalan nafas Mandiri:
nafas tidak optimal 1. Kaji kepatenan jalan napas
efektif b.d 2. Kaji pengembangan
Menurunya Kriteria : dinding dada,auskultasi
fungsi fisiologis Suara nafas bunyi paru dikedua belah
saluran Veskuler paru
pernafasan Irama dan kedalaman 3. Monitor lokasi selang
Peningkatan Pernafasan normal endotrakeal. Fiksasi elang
sputum Tidak terlihat sekret secara hati – hati. Minta
Ketidak Pada sirkuit ABN bantuan saat memfikasi
mampuan batuk Tidak terjadi aspirasi ulang selang endotrekeal
Secret encer dan 4. Perhatikan batuk yang
Data: Mudah di suctioning berlebihan, meningkatnya
Pernafasan ( dihisap ) dispnea, alarm, adanya

26
cepat dan secret selang endotrakeal
dangkal dan ronchi
Ronchi 5. Suction jika diperlukan,
Keluhan sesak batasi lamanya suction
Sianosis kurang dari 15 detik,
Penggunaan gunakan selang suction
otot pernafasan yang sesuai (besar kateter
Sputum banyak suction spertiga dari lemen)
dan kental Endotracheal/nasotracheal)
kelemahan Hiperoksigenasi menggunakan
100% O2 sebelum suction
6. Instruksikan klien untuk
batuk efektif
7. Ubah posisi klien secara ber
kala
8. Motivasi untuk minum
sesuai kemampuan klien
dan jamin kebutuhan cairan
terpenuhi 40-50 cc/kgBb/24
jam.

Kolaborasi :
1. Lakukan fisioterapi dada se

Suai indikasi : postural
drainase, perkusi, vibrasi
2. Berikan bronkodilator dan
sesuai program
2. Pola nafas tidak Mempertahankan pola 3. Bantu dengan fiberoptic
efektif nafas efektif melalui brons
berhubungan ventilator dengan kokopy jika diindikasikan
dengan : kriteria :
- Fatique - Fatique 1. Kaji ulang penyebab gagal
-Perubahan ratio - Peningkatan kerja nafas
O2/ CO2 pernafasan tidak 2. Observasi pola nafas atau
ada mo- nitor usaha nafas klien
Data Objektif: - Tidak ada dan bandingkan dengan

27
- Dypsnea penggunaan otot data pada “patient display”
- Peningkatan - Tidak ada 3. Auskultasi dada secara
kerja Cianosis perio- dik cacat dan atau
pernafasan - Analysis Gas tidak ada kualitas bunyi
- Penggunaan Darah nafas, wheezing, ekspirasi
otot bantu nafas PH: 7.35-7.45 memanjang dan juga
- Tampak capek ( PaCO2: 35-45 simetrisitas gerakan dada
tired ) mmHg 4. Pastikan bahwa pernafasan
- Cianosis PaO2: 80-90 sesuai dengan ventiolator
- penurunan mmHg atau tidak ada perlaeanan
PaO2 < 60 SaO2 : 95-100% (fighting)
mmHg dan BE: -2,5-2,5 5. Isi balon pipa trachea/ endo-
peningkatan - Nadi : 60-100x/ trachea sesuai kebutuhan
PCO2> 55 mnt sehingga tidak bocor
mmHg - TD : 90/60- 6. Siapkan alat-alat resusitasi
- Peningkatan 120/90 mmHg dekat dengan tempat tidur
kegelisahan dan - RR : 16-22 x/mnt klien dan lakukan ventilasi
ketakutan manual bila diperlukan.

Kolaborasi:
1. Setting ventilator dan
sinkron-kan/sesuaikan
dengan pola ventilator
sesuai kondisi klien
2. Observasi konsentrasi O2 (Fi
O2 ) yang diberikan
3. Volume tidak 8-15 cc/kg/BB
untuk pasien PPOK 6-8
ml/kg/BB) atau sesuaikan
dengan daya kumbang paru
untuk meminimalkan
terjadinya AUTO PEEP dan
cacat perubahan dari
pemberianvolume yang
terbaca pada komputer
ventilator tombol “patient
display:

28
4. Catat tekanan dan
monitor gelombang tekanan
jalan nafas
5. Monitor ratio Inspirasi
: Ekspirasi (I:E normal 1:2)
untuk PPOK Ekspirasi
diperpanjang 1:3
3. Gangguan Pertukaran gas adekuat: 6. Jaminan kelembaban
pertukaran gasKriteria evaluasi: dan temperatur udara
b.d - Tidak menggunakan inspirasi dan minimal cek
- penurunan Otot bantu pernafasan setiap 4-8 jam
penge- - Ronchi atau crales ber- 7. Set dan cek alrm ventilator
mbangan paru kurang hilang
- penurunan - Tanda-tanda vital nor- Mandiri:
luas paru mal: 1. Kaji status pernafasan secara
efektif untuk RR: 16-24x/mnt periodic, catat adanya
pertukaran gas Nadi : 60-100 x/mnt perubahan ada usaha dan
- penumpukan TD : 90/60 mmHg tingkatan hipoksia
caira di alveoli - AGD normal: 2. Perhatikan suara nafas
PH :7,35-7,45 mmHg dan adanya suara tidak
Data: PaCO2: 35-45 mmHg normal :ronchi, suara nafas
- pernafasan PaO2 :80-100 mmHg menurunan
cepat dan BE :-2,5- + 2,5 3. Kaji sianosis
dangkal Sat O2 : 90-100% 4. Observasi penurunan
- Sianosis kesada- ran, apatis, tidak
- Suara nafas ada perhatian, gelisah,
menu- run bingung, somnolen.
- Ronchi 5. Auskultasi irama dan
- Rotgen paru..... bunyi jantung
- Kadar PaO2 6. Buat klien dapat
<60 MMhG, beristirahat secara periodik
PCO2 dan jaga ketenangan
>55mmHg, lingkungan
PH<7,35 7. Posisikan klien semi
flower atau flower
8. Ajarkan dan motivasi
terus untuk melakukan

29
latihan pernafasan pursed
lip
9. Lakukan balance cairan
setiap 1-2 jam kemudian 3-
4 jam
10. Monitoring SaO2
dengan ”Pulse Oximetry”

Kolaborasi :
1. Awasi/batasi pemberian
cairan baik oral maupun
parentral
2. Monitor ventilator
3. Obsevasi FiO2
4. Pastikan humiditas O2
inspiirasi adequat
5. Monitor kadar PO2
DAN PCO2
6. Berikan pressure support
atau PEEP sesuai program
7. Pemeriksaan Analisa
4. Gangguan Memenuhi kebutuhan Gas Darah (AGD)
komunikasi komunikasi dengan 8. Monitor rotgen paru
verbal kriteria: secara berkala
berhubungan 1. Klien dapat 9. Berikan obat-obatan
adanya mengungkapkan sesuai program : steroid,
pemasangan keinginannya/keluha antibiotik
Endotracheal nya
tube dan ventilasi 2. Hubungan terapeutik
mekanik perawat klien, klien Kolaborasi:
keluarga dan team 1. Kaji kemampuan
3. Klien kooperatif komunikasi klien untuk
Data objektif: pada program pola komunikasi pengganti
Klien terpasang pengobatan dan 2. Kembangkan
endotracheal tube perawatan komunikasi yang mudah
dan ventilasi dimengerti misalnya kontak
mekanik mata, pertanyaan ya/tidak,

30
kertas + spidol/pensil,
daftar 0bjek atau
isyarat/gerakan
3. Pertimbangakan bentuk
komunikasi saat memasang
klien dapat menggunakan
(lampu/bunyi) dan perawat
dapat secepatnya akan
membantu kebutuhan klien
4. Berikan bel yang dapat
diraih dan pastikan klien
dapat menggunakan
(lampu/bunyi) dan perawat
dapat secepatnya akan
membantu kebutuhan klien
5. Beri tanda bahwa
klien mengalami gangguan
komunikasi verbal
6. Beri waktu pada keluarga
satu orang yang dekat dan
ajarkan cara-cara
komunikasi yang sudah
dipahami klien.

Mandiri:
1. Kaji faktor resiko
timbulnya infeksi: intubasi,
pemasangan ventilator
(ABN) yang lama,
pertahankan tubuh yang
lemah, malnutrisi, infeksi,
prosedur invasif
2. Observasi warna, bau
dan karakteristik sputum,
perhatikan drainase sekitar
selang trakeostomi jika ada
3. Auskultasi bunyi paru

31
secara periodik
4. Kurangi resiko
terjadinya infeksi
nosokomial dengan cara:
cuci tangan yang adekuat,
lakukan penghisapan secret
melalui
endotracheal/nasotracheal
dengan prinsip steril
ataupun prosedur invasive
lain

32

Anda mungkin juga menyukai