Anda di halaman 1dari 181

1

KATA PENGANTAR

Dengan memuji dan mengucap Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua Rahmat, Kehendak dan
IzinNya, maka kami dapat menyelesaikan modul untuk kebutuhan training BTCLS.

Seluruh program dan kegiatan ini yang dilaksanakan dalam kaitannya peningkatan kompetensi klinis bagi
peserta dengan tuntutan pemenuhan standar akreditasi Rumah Sakit versi 2012 terpenuhi. Kondisi ini
diharapkan akan memenuhi kebutuhan Rumah Sakit dalam melakukan rekruitmen dan mematuhi standar
yang dibutuhkan peraturan dan perundang-undangan.

Training ini adalah salah satu program peningkatan kompetensi klinis bagi bidan yang bertujuan untuk
membentuk service mindset dan service cultur set dalam penanganan kegawat daruratan kebidanan dan
neonatus di Rumah Sakit maupun di luar Rumah Sakit.

Kepekaan dalam penanganan kegawatdaruratan memang harus diberikan sejak awal, disosilalisasikan,
diajarkan, dilatihkan, ditularkan dan dicontohkan. Kepekaan dalam penanganan kegawatdaruratan tidak
langsung terbentuk dalam diri seseorang, proses dimulai dari training/workshop, kompeten, terbiasa dan
akhirnya menjadi kebebiasaan.

Semoga modul dan training/workshop ini menjadi salah kontribusi untuk terus meningkatkan pelayanan dan
pada saatnya nanti akan meningkatkan kepercayaan masyarakat.

Jakarta, Februari 2021


Direktur EMT 911

ttd

Dr. Fidiansjah, SpKJ, MPH

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantarq .......................................................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................................................... ii

BAB I Materi Dasar I Etik dan Aspek Legal Keperawatan Gawat Darurat ................ 1

BAB II Materi Dasar II Sistem Penanggulangan Gawat Terpadu ( SPGDT ) ................. 7

BAB III Materi Dasar Inti I Bantuan Hidup Dasar ........................................................ 16

BAB IV Materi Inti II Initial Assesment .......................................................................... 27

BAB V Materi Inti III Penatalaksanaan jalan nafas dan pernafasan ............................ 33

BAB VI Materi Inti IV Penatalaksanaan Pasien Akibat Trauma ................................. 52

BAB VII Materi Initi V penatalaksanaan pasien dengan gangguan sirkulasi .................... 104

BAB VIII Materi Inti VI Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Kardiovaskuler ................ 117

BAB IX Materi Inti VII Penatalaksanaan Proses Rujukan ............................................. 149

BAB X Matri Inti VIII Triage (Pemilihan Korban) ....................................................... 164

BAB XI Materi Penunjang Maga Kode (Kode Blue) ................................................ 174

Daftar Pustaka ........................................................................................................................... 178

ii
MATERI DASAR I
ETIK DAN ASPEK LEGAL KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Tujuan Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami etik dan aspek legal keperawatan gawat
darurat

Tujuan Khusus
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu :
1. Menjelaskan peran dan fungsi perawat dalam gawat darurat
2. Menjelaskan etik keperawatan gawat darurat
3. Menjelaskan aspek legal keperawatan gawat darurat

Pendahuluan
Kejadian gawat darurat berlangsung sangat cepat dan tiba-tiba sehingga sulit memprediksi kapan
terjadinya. Langkah terbaik untuk situasi ini adalah waspada dan melakukan upaya kongkrit untuk
mengantisipasinya. harus dipikirkan satu bentuk mekanisme bantuan kepada pasien dari awal tempat
kejadian, selama perjalanan menuju sarana kesehatan, bantuan di fasilitas kesehatan sampai pasca
kejadian, sehingga tercapainya kualitas hidup pasien pada akhir bantuan harus tetap menjadi tujuan dari
seluruh rangkai pertolongan yang diberikan.
Upaya pertolongan terhadap pasien gawat darurat harus dipandang sebagai satu system yang
terpadu dan tidak terpecah-pecah, mulai dari pre hospital stage, hospital stage, dan rehabilitation stage.
Hal ini karena kualitas hidup pasien pasca kejadian kegawatdaruratan akan sangat bergantung pada apa
yang telah dia dapatkan pada periode pre hospital stage bukan hanya tergantung pada bantuan di fasilitas
pelayanan kesehatan saja. Jika di tempat pertama kali kejadian pasien mendapatkan bantuan yang
optimal sesuai kebutuhannya maka resiko kematian dan kecacatan dapat dihindari.
Tuntutan masyarakat terhadap pelayanankesehatan yang berkualitas saat ini merupakan
keharusan, Kualitas pelayanan yangberstandartinggi, mudah,terjangkau.
Atas tuntutan ersebut pemberi pelayanan harus beredoman pada etik dan
disiplinprofesi.Kesenjanganan taratuntutan dan pemberian pelayanan dapat menimbulkan
masalah.Penanganan masalah etik dan disiplin profesi yang baik meminimalkan terjadinya kesalahan
dan mencegah kejadian malpraktek . Selain itu, proses pembelajaran yang melakukan pelanggaran etik
dan disiplin profesi agar tidak mengulangi perbuatan atau kesalahan yang sama dan bekerja sesuai
dengan standar prosedur oprasional (SPO) yang berlaku dan menjunjung tinggi kode etik profesiserta
legal (semua aspek yang berkaitan dengan kesehatan yaitu kesehatan badaniah, rohaniah dan sosial
secara keseluruhan ).
Yang dimaksud Ruang lingkup hukum kesehatan
- hukum kedokteran (medical law) (profesi kedokteran)
- hukum keperawatan (nursing law)
- hukum rumah sakit (hospital law)
- hukum lingkungan (environmental law)
- hukum limbah (industri, rumah tangga)
- hukum polusi (bising, asap, debu, gas yang mengandung racun)

1
- hukum peralatan yang memakai x- ray ( cobalt, nuklir )
Adapun beberapa undang undang yang melandasi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan
kesehatan terutama kegawat daruratan antara lain :
1. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 4 setiap orang berhak atas
kesehatan
2. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 8 setiap orang berhak
memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang
telah maupun yang akan di terimanya dari tenaga kesehatan.
3. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 32 gawat darurat
a. Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta , wajib
memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan
terlebih dahulu.
b. Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta dilarang
menolak pasien dan/atau meminta uang muka.
4. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 56 penolakan tindakan
medis
a. setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang
akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan
tersebut secara lengkap.
b. hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku pada:
• penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam masyarakat
yang lebih luas;
• keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau
• gangguan mental berat.

5. Undang undang no 36 tentang Kesehatan pasal 13 surat izin praktek


a. tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di rumah sakit wajib memiliki surat izin
praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
b. tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di rumah sakit wajib memiliki izin sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai dengan standar
profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika
profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien.

6. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan tentang kesehatan pasal 58 ganti
rugi
a. setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya.
b. tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang
melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam
keadaan darurat.
7. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 190 ketentuan tindak pidana
a. pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan / atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik
atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan

2
pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 32 ayat (2) atau pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2(dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 ( dua ratus juta rupiah )
b. dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan
atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)

8. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1


Rumah Sakit adalah Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat.
Pasal 2
Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna
penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut
Pasal 6 ayat 1 huruf (h)
Menjamain pembiayaan kegawat daruratan di rumah sakit akibat bencana dan kejadian luar
biasa.
Pasal 10 ayat 2 huruf (c).
Bangunan rumah sakit harus ada ruang Gawat darurat
Pasal 12
Sumber daya manusia. Rumah sakit harus memeiliki tenaga tetap yang meliputi tenaga medis
dan penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga managemen ruamah
sakit dan tenaga non kesehatan .
Pasal 13 ayat 1 .
Tenaga medis yang melakukan praktek kedokteran di rumah sakit wajib memiliki surat izin
praktek sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan .
Pasal 13 ayat 2 Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di rumah sakit wajib memiliki izin
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

9. Pasal 29 UU No.44 Tahun 2009 Kewajiban-Kewajiban Rumah Sakit


Ayat 6 huruf (f)
Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak
mampu/miskin,pelayanan gawat darurat tanpa uang muka,ambulance gratis,pelayanan korban
bencana dan kejadian luar biasa,atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan.
Ayat 6 huruf (s)
Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas rumah sakit dalam
melaksakan tugas

10. Pasal 45 perlindungan hukum rumah sakit


Ayat 1. Rumah sakit keluarganya menolak/ atau menghentokan pengobatanyang dapat
berakibat kematianpasien sete4lah adanya penjelasan medis yang komprehensif.
Ayat 2. Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia

3
11. Pasal 46 tanggung jawab hukum rumah sakit
Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas
kelalaian yang dilakukan oelh tenaga kesehatan di rumah sakit
UU no 38 tahun 2014 Keperawatan
Pasal 1 ayat 2 Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan baik di
dalam maupun luar negeri yang diakui pemerintahsesuai ketentuan perundang undangan

Ayat 10 Surat tanda registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang
diberikan olah konsil keperawtan kepada perawat yang telah diregistrasi .
Ayat 11 Surat izin praktek perawat yang selanjutnya disingkat SIPP adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/ kota kepada perawat sebagai pemberian
kewewangan untuk menjalankan praktek keperawatan
Pasal 18 ayat 1Perawat yang menjalankan praktek keper awatan wajib memiliki STR. Ayat 2
STR yang dimaksud pada ayat 1 deberikan oleh konsil keperawatan setelah memenuhi
persyaratan .

Pasal 19 ayat 1Perawat yang menajalankan praktek keperawatan wajib memiliki izin
Ayat 2. Izin yang dimaksud pada ayat 1 diberikan dalam bentuk SIPP. Pasal 29 huruf e. Dalam
menyelanggarakan praktek keperawatan perawat bertugas sebagai pelaksana tugas berdasarkan
pelimpahan wewenang dan / atau
Huruf (f) pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasab tertentu
Pasal 35. Dalam keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama, perawat dapat
melakukan tindakan medis dan pemberian obat sesuai kompetensinya. Ayat 2. Pertolongan
pertama yang dimaksud pada ayat 1 bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan
mencegah kecacatan lebih lanjut
Ayat 3 Keadaan darurat yang dimaksud pada ayat 1 merupakankeadaan yang mengancam nyawa
atau kecacatan lebih lanjut
Pasal 36 Ayat1 Perawat dalam melaksanakan tugas keperawatan berhak Memperoleh
perlindungan hukum sepoanjanng melaksanakan tugas sesuai dengan standar pelayanan,
standar profes, stanadar prosedur opersional, dan ketentuan perundang undangan yang berlaku
Pasal 30 ayat 1 Dalam menjalankan tugas sebgai pemberi asuhan keperawtan dibidang upaya
kesehatan perorangan perawatan berwenang ( H) memberikan tindakan pada keadaan gawat
darurat sesuai dengan kompetensinya

Pengertian Etika
Etika adalah ilmu yang mempelajari tentang moralitas yang mencakup tentang baik buruknya suatu
perbuatan dilihat dari segi moral Etika (yunani kuno) ethos berarti alat kebiasaan, adat istiadat. Etika
berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. etika dirumuskan dalam
tiga arti, yaitu:
a. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)
b. kumpulan asas atau nilai yang berkenan dengan akhlak
c. nilai mengenai benar salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

4
Etika dipakai dalam arti : nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini disebut juga sebagai “sistem nilai” dalam
kehidupan manusia perseorangan atau hidup bermasyarakat.
a. etika dipakai dalam arti : kumpulan asas atau nilai moral (kode etik)
b. etika dipakai dalam arti : ilmu tentang yang baik atau yang buruk (fisafat moral)

Prinsip-prinsip dasar etika


a. Prinsip autonomy :Dalam prinsip ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan yang berkaitan
dengan hak menentukan sendiri (self determination), kerahasiaan (confidentiality) dan privasi.
b. Prinsip beneficience :Dalam prinsip ini nakes wajib menjaga keseimbangan antara manfaat dan
kecurangan yang mungkin muncul dalam pemberian pelayanan
c. Prinsip non maleficience :Dalam prinsip ini nakes senantiasa harus melakukan sikap atau
tindakan yang tidak boleh merugikan atau memperburuk masyarakat yang di layani
d. Prinsip justice : Dalam prinsip ini dapat ditafsirkan keadilan yang bersifat sama rata atau keadilan
secara proporsional.
Prinsip ini tenaga kesehatan wajib menerapkan dalam praktik atau pekerjaannya secara baik dengan
menghargai otonomi pasien dan yang menguntungkan bagi masyarakat banyak pada umumnya
sesuai kebutuhan

Definisi malpraktek medis (world medical association 1992)


"Medical malpractice involves the physician failure to conform the standard of care for treatment of
the patient condition, or lack of skill or negligence in providing care to the patient which is the direct
cause of an injury to the patient"
“ malpraktek medis berhubungan dengan kegagalan tenaga medis dalam melakukan prakteknya
sesuai dengan standar pelayanan terhadap kondisi pasien, atau kurangnya kemampuan atau
ketidakpedulian dalam penyediaan pelayanan terhadap pasien yang menjadi penyebab utama
terjadinya cedera terhadap pasien “
e. Misconducts – sikap buruk misal : penahanan pasien, buka rahasia kedokteran tanpa hak,
aborsi ilegal, euthanasia, penyerangan seksual, keterangan palsu, praktek tanpa izin
f. Negligence – kelalaian - malfeasance (melakukan tindakan tidak layak, lalai membuat
keputusan)- misfeasance (melakukan pilihan yang tidak tepat, lalai eksekusi)- nonfeasance
(tidak melakukan kewajiban)
g. Lack of skill - kekurangan kemampuan - di bawah standar kompetensi
h. Ada kewajiban tapi tidak dilaksanakan - kewajiban profesi- kewajiban dengan pasien
i. Penyimpangan kewajiban - pelanggaran kewajiban tersebut
j. Damages (kerugian) - cedera, mati atau kerugian
k. Direct causialship - hubungan sebab-akibat / causalitas di luar kompetensi (bukan kompetensi /
kewenangan)

Gejala gugatan pasien


a. Kegagalan penanganan pasien
b. Cetusan rasa tidak puas terhadap pelayanan
c. Hubungan buruk dokter-pasien/keluarga (rasa tidak percaya ke dokter)
d. Pasien / keluarga tidak mau mendengar penjelasan dokter
e. Penyampaian keluhan ke rumah sakit secara tertulis

5
f. Keinginan pasien/keluarga mendapatkan berkas rumah sakit
g. Pasien / kuasa hukum membeberkan ke media massa seolah-olah semua tindakan dokter salah dan
dianggap lalai , tidak ada informasi, pelayanan rumah sakit sedemikian buruk, pasien yang paling
benar

Dasar Dasar Gugatan Malpraktek


a. Hasil pengobatan tidak sesuai dengan yang diharapkan
b. Cedera/penyakit/komplikasi yang dikaitkan dengan kelalaian
c. Kurang mendapat informasi adekuat (kesenjangan informasi)
- Dokter tidak pernah memberikan informasi
- Informasi yang berbeda/bertentangan antar dokter
- Tiap spesialis menyatakan tidak ada masalah, tapi pasien makin jelek
- Keterangan dokter lain yang menjelekkan sejawatnya dapat memicu tuntutan
d. Penanganan oleh tenaga kesehatan yang tidak kompeten
e. Salah diagnosa, terlambat diagnosa, salah terapi, kurang profesional
f. Telah terjadi kelalaian, perbuatan melawan hukum
g. Melaksanakan tindakan tanpa izin
Tuntutan : ganti rugi, rehabilitas, pidana
Hati-hati : percakapan perawat/dokter dapat dijadikan bahan gugatan, teguran dokter ke
perawat apalagi mempersalahkan perawat akan dicatat dan menjadi bahan gugatan

Tenaga Kesehatan yang Beresiko digugat oleh Konsumen


a. Dokter Yang Merawat, Dokter Tamu, Residen, Konsultan, Atasan Dokter Yang Merawat (Rs-
Direktur) (Berlaku Tanggung Jawab Manajemen)
b. Dokter Lain Yang Ikut Merawat (Rawat Bersama, Pernah Dikonsulkan, Anestesist Dll)
c. Direktur Rs / Pimpinan Sarana Kesehatan
d. Otoritas Kesehatan- Dinkes Kab / Kota, Dinkes Provinsi, Dirjen, Menteri

II. Masalah hukum yang penting


a. Informed Consent
b. Rekam Medik (Rekam Kesehatan)
c. Dokumentasi (Pencatatan)
d. Menjaga Rahasia
e. Kelalaian dan Kesalahan

Referensi
1. UU RI no 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
2. UU RI no 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit
3. UU RI no 38 tahun 2014 tetntang Keperawatan
4. Etik Keperawatan Indonesia
5. Permenkes 148 TH 2010
6. Sheehys‟s Emergency Nursing Principles and Practice 6th ed.ENA Mosby terbitan
Elsevier thn 2010

6
MATERI DASAR II
SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU
( SPGDT )

Tujuan Umum
Setelah Peserta menyelesaikan Bab ini diharapkan dapat menjelaskan dan memahami dan
melaksanakan Sistem Penanggulangan Terpadu (SPGDT)

Tujuan Khusus
1. Dapat menjelaskan maksud dan tujuan dari Sistem Gawat Darurat Dan SPDGT
2. Dapat menjelaskan system pelayanan medic di tempat kejadian (pra rumah saki, dirumah sakit,
dan antar rumah sakit).
3. Dapat menjelaskan komponen-komponen yang terlibat pada system penanggulangan gawat
darurat di wilayah kerjanya.
4. Dapat menjelaskan alur penanganan korban bencana dilapangan dan dirumah sakit.
5. Dapat melaksanakan SPGDT dan gawat darurat sehari-hari di wilayah kerjanya.

Definisi
SPGDT adalah merupakan suatu system koordinasi yang bersifat multi sector dan didukung oleh
berbagai profesi yang bersifat multi disiplin, untuk menyelenggarakan suatu bentuk pelayanan terpadu
bagi penderita gawat darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaan bencana dan
kondisi-kondisi kejadian luar biasa.
Didalam memberikan pelayanan medis SPGDT dibagi menjadi 3 sub sistem, yaitu :
- Sistem pelayanan Pra Rumah Sakit.
- Sistem pelayanan di rumah sakit.
- Sistem pelayanan antar rumah sakit.
Ketiga sub system ini tidak dapat terpisahkan satu dengan lainnya bersifat saling terkait didalam
pelaksanaan system.

Prinsip pelayanan SPGDT adalah memberikan pelayanan yang cepat, cermat, dan tepat dimana
tujuannya adalah untuk menyelamatkan nyawa, dan mencegah kecacatan (time saving is life and limb
saving), terutama ini dilakukan ditempat kejadian dan selama perjalananan merujuk pasien ke rumah
sakit yang dituju.
Ada 3 fase pelayanan medik pada SPGDT :
- Sistem pelayanan medik pra rumah sakit.
- Sistem pelayanan medik di rumah sakit.
- Sistem pelayanan medik antar rumah sakit.

A. Sistem Pelayanan Medik Pra Rumah Sakit.


1. Public safety center.
Di dalam penyelenggaraan sistem pelayanan pra rumah sakit harus dibentuk atau didirikan suatu
pusat pelayanan yang diperuntukkan buat masyarakat umum dan bersifat emergency. Pusat
perlayanan tersebut adalah suatu unit kerja yang disebut PSC (Public Safety Center/ desa siaga).
Selain itu pelayanan pra rumah sakit bias dilakukan pula dengan membentuk satuan khusus yang

7
bertugas dalam penanganan bencana, sering disebut dengan Brigade Siaga Bencana (BSB),
pelayanan ambulance dan komunikasi.
Dalam pelayanan Public Safety center bias didirikan oleh masyarakat suatu desa untuk kepentingan
masyarakat dimana pengorganisasiannya dibawah pemerintah daerah sedangkan sumber daya
manusianya terdiri dari berbagai unsur, tenaga kesehatan, ambulance, unsur pemadam kebakaran,
unsur kepolisian, unsur linmas dan masyarakat itu sendiri yang bergerak dalam bidang upaya
pertolongan bagi masyarakat. Sifat pembiayaan bias iuran dari masyarakat atau dari institusi
pemerintah. Public Safety Center berfungsi sebagai cepat tanggap didalam penanggulangan tanggap
darurat.

2. Brigade Siaga Bencana (BSB).


Brigade Siaga Bencana (BSB) merupakan suatu unit khusus yang disiapkan dalam penanganan pra
rumah sakit khususnya yang berkaitan dalam pelayanan kesehatan pada saat penanganan bencana.
Pengorganisasian dibentuk oleh jajaran kesehatan baik ditingkat pusat maupun didaerah (Depkes,
Dinkes, Rumah Sakit), petugas medis yaitu dokter dan perawat dan juga petugas non medis, gizi,
sanitarium, farmasi dan lain-lain. Pembiayaan diadapat dari instansi yang ditunjuk dam dimasukkan
anggaran rutin APBN maupun APBD

3. Pelayanan Ambulance.
Merupakan kegiatan pelayanan terpadu dalam suatu koordinasi yang memberdayakan ambulance
milik puskesmas, klinik swasta, institusi pemerintah maupun swasta (PT. Jasa Marga, Jasa Raharja,
polisi, PMI, yayasan yang bergerak dibidang kesehatan). Dari semua komponen tersebut akan
dikoordinasikan melalui pusat pelayanan yang disepakati bersama antara pemerintah dengan non
pemerintah dalam rangka melaksanakan mobilisasi ambulance untuk kejadian sehari-hari ataupun
bila terjadi korban missal.
Beberapa standarisasi ambulance :
• Ambulance darat dengan berbagai persyaratan.
• Ambulance udara yang sesuai dengan ketentuan internasional.
• Sepeda motor.

4. Komunikasi.
Didalam melaksanakan kegiatan pelayanan kasus gawat darurat sehari-hari memerlukan
sebuah system komunikasi, sifatnya pembentukan jejaring penyampaian informasi, koordinasi
dan pelayanan gawat darurat. Sehingga seluruh kegiatan dapat berlangsung dalam satu system
yang terpadu terkoordinasi menjadi satu kesatuan kegiatan.

5. Sistem pelayanan Pada Keadaaan Bencana.


Pelayanan dalam keadaan bencana yang menyebabkan korban massal memerlukan cara-cara
khusus yang harus dilakukan. Yang harus dilakukan dan diselenggarakan adalah :
a. Koordinasi dan komando.
Dalam keadaaan bencana diperlukan kegiatan yang melibatkan unit-unit kegiatan lintas
sector. Kegiatan trersebut bias efektif dan efisien bila berada dalam satu komando dan satu
koordinasi yang sudah disepakati oleh semua unsur yang terlibat.
b. Eskalasi dan mobilisasi sumber daya.

8
Kegiatan ini merupakan penanganan bencana yang mengakibatkan korban massal yang
harus dilakukan eskalasi atatu berbagai peningkatan SDM. Untuk dapat melakukan kegiatan
penanganan bencana harus dilakukan, mobilisasi SDM, mobilisasi fasilitas, dan sarana serta
mobilisasi semua pelayanan kesehatan bagi korban bencana.
c. Simulasi.
Didalam penyelenggaraan kegiatan pada penanganan bencana diperlukan ketentuan-
ketentuan berupa prosedur tetap, petunjuk pelaksana, petunjuk teknis operasional yang
harus dilaksanakan oleh petugas sebagai standar pelayanan.
Ketentuan-ketentuan tersebut perlu diuji melalui simulasi agar dapat diketahui apakah
semua system dapat diimplementasikan pada keadaan di lapangan.

d. Pelaporan monitoring dan evaluasi.


Seluruh kegiatan penanganan bencana harus di dokumentasikan dalam bentuk pelaporan
yang baik bisa bersifat manual ataupun digital dan diakumulasi menjadi satu data yang dapat
digunakan untuk melakukan monitoring, evaluasi. Dari kegiatan tersebut baik yang bersifat
keberhasilan ataupun kegagalan dari kegiatan yang dikerjakan, sehingga untuk kegiatan
yang akan dating dapat diperbaiki kekurangan yang ada dan mutu pelayanan dapat
ditingkatkan.

6. Sistem Pelayanan Medik Di Rumah Sakit.


Dalam pelaksanaan system pelayanan medic dirumah sakit yang diperlukan adalah penyediaan
sarana, prasarana, dan SDM yang terlatih. Semua hal-hal tersebut diatas harus tersedia di unit-
unit kerja yang ada di RS. Seperti di UGD, ICU, Ruang rawat inap, laboratorium, x-ray room,
farmasi, klinik gizi, dan ruang-ruang penunjang yang lainnya serta kamar mayat, dan lain-lain.
Dalam pelaksanaan pelayanan medic dirumah sakit untuk korban bencana diperlukan :
1. Hospital Disaster Plan.
Rumah sakit harus membuat perencanaan untuk penanggulangan bencana yang disebut
hospital disaster plan. Disaster plan dibagi menjadi 2 rencana, yaitu :
• Perencanaan terhadap kejadian didalam rumah sakit (intra hospital disaster plan).
• Perencanaan terhadap bencana yang terjadi diluar rumah sakit (extra hospital disaster
plan).
2. Unit Gawat Darurat (UGD).
Dalam pelayanan di UGD harus ada system yang baik pada semua bidang seperti sarana
medis, non medis, pembiayaan dan SDM yang terlatih. Prinsip utama dalam pelayanan
UGD adalah respons time kurang dari 10 menit baik standar nasional maupun standar
internasional.
3. Brigade Siaga Bencana Rumah Sakit.
Dalam rumah sakit juga dibentuk brigade siaga bencana yang merupakan satuan tugas
khusus bertugas memberikan pelayanan medis saat terjadi bencana dirumah sakit maupun
diluar rumah sakit yang menyebabkan korban massal.

4. High Care Unit (ICU).


Suatu bentuk pelayanan rumah sakit bagi pasien dengan kondisi yang sudah stabil, respirasi,
haemodinamik maupun tingkat kesadarannya tapimasih memerlukan

9
pengobatan, perawatan, dan pengawasan secara ketat dan terus menerus. HCU hanya ada di
rumah sakit type C dan B.
5. Intensive Care Unit (ICU).
Suatu bentuk pelayanan di RS yang sifatnya multi disiplin khusus untuk menghindari
ancaman kematian dan memerlukan berbagai alat bantu untuk memperbaiki fungsi vital
organ tubuh dan dan memerlukan sarana teknologi yang canggih dan pembiayaan yang
cukup besar.
6. Kamar Jenazah.
Suatu bentuk pelayanan bagi pasien yang sudah meninggal di rumah sakit mapun diluar
rumah sakit dalam keadaan sehari-hari maupun bencana. Bila terjadi kejadian missal
memerlukan system pengorganisasian yang bersifat kompleks dimana akan dilakukan
pengidentifikasian korban baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal dan memerlukan
SDM yang khusus yang berhubungan dengan aspek legalitas.

7. Sistem Pelayanan Medik Antar Rumah Sakit.


System pelayanan medic antar rumah sakit harus berbentuk jejaring rujukan yang dibuat berdasarkan
kemampuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan, baik dari segi kualitas maupun kuantitas
untuk menerima pasien. Misal di Jakarta bila ada bencana, bila ada patah tulang pasien dapat dirujuk
ke RS Fatmawati. Ini semua sangat berhubungan dengan kemampuan SDM, fasilitas medis yang
tersedia di rumah sakit tersebut. Agar system ini dapat memberikan pelayanan yang baik
memerlukan system ambulance yang baik dan dibawa oleh SDM yang terlatih dan khusus
menangani keadaan darurat.
1. Evakuasi.
Suatu bentuk pelayanan transportasi yang dilakukan dari pos komando (RS lapangan) menuju
ke rumah sakit rujukan yang dipilih sesuai kondisi korban. Atau trasnportasi antar rumah sakit
baik karena adanya bencana dirumah sakit maupun bencana yang terjadi diluar rumah sakit
karena pasien sudah terlanjur dibawa kerumah sakit tersebut padahal daya tampung rumah sakit
tersebut sudah tidak dapat menerima lagi.
Pasien-pasien tersebut harus segera di evakuasi kerumah sakit lain yang mempunyai sarana dan
prasarana yang lebih lengkap. Pelaksanaan evakuasi harus menggunakan sarana yang berstandar
memenuhi kriteria-kriteria standar pelayanan rumah sakit yang telah ditentukan.
➢ Syarat evakuasi.
▪ Korban berada dalam keadaan yang paling stabil dan memungkinkan untuk di
evakuasi.
▪ Korban telah disiapkan/dipasang alat yang diperlukan untuk transportasi.
▪ Fasilitas kesehatan penerima telah diberi tahu dan siap menerima korban sesuai
dengan kondisi kesehatannya.
▪ Kendaraan dan pengawalan yang digunakan adalah yang paling layak tersedia.

2. Beberapa bentuk evakuasi.


Ada beberapa bentuk evakuasi sesuai keadaan ditempat kejadian bencana.
• Evakuasi darurat.
Korban harus segera dipindahkan karena lingkungan tempat terjadi bencana yang
membahayakan seperti ada ancaman bom akan meledak lagi, tanah longsor, bangunan akan
runtuh dan sebagainya. Keadaan yang mengancam jiwa yang harus ditolong segera

10
ataupun terdapat sejumlah korban dengan ancaman jiwa yang memerlukan pertolongan
segera seperti kapal mau tenggelam.
• Evakuasi segera.
Korban harus segera dipindahkan karena adanya ancaman jiwa tidak bisa penanganannya
ditempat kejadian seperti pasien mengalami pendarahan banyak dan menunjukkan tanda-
tanda syok harus segera dibawa kerumah sakit, atau korban berada dilingkungan yang
mengakibatkan kondisi dapat cepat menurun misal akibat hujan, suhu dingin maupun suhu
panas.
• Evakuasi Biasa.
Korban biasanya tidak mengalami ancaman jiwa tapi mendapat pertolongan di rumah sakit.
Pada keadaan ini pasien harus distabilkan terlebih dahulu dan keadaan umum sudah
membaik, baru dievakuasi ke rumah sakit. Misal pasien-pasien patah tulang harus dibidai
dulu dan pendarahan-pendarahan sudah dibalut.

8. Kontrol Lalu Lintas.


Untuk kelancaran evakuasi, harus dilakukan control lalu lintas. Ini harus dilakukan oleh kepolisian,
jalan yang akan dilalui ambulance dari tempat kejadian (pos komando) sampai kerumah sakit yang
dituju harus difalisitasi oleh kepolisian untuk dilakukan control supaya selama pelaksanaan evakuasi
tidak terdapat hambatan karena jalan yang macet (terutama Jakarta)

11
Alur Penanganan Korban Bencana

BENCANA

PEMERINTAH MASYARAKAT

ORGANISASI • PSC / institusi Kesmas


SATKORLAK
LAPANGAN
• BSB
• AMBULANCE
• KOMUNIKASI
DAN SATLAK KOMANDO
LAPANGAN LAPANGAN

• TIM SAR
• TIM MEDIK
• TIM INVESTIGASI
• TIM KAMTIB SATU KOMANDO BANTUAN
• TIM SARANA /
LOGISTIK
• LAIN-LAIN

TEMPAT KEJADIAN
BENCANA

LOGISTIK PENGUNGSIAN DAPUR UMUM POS KESEHATAN

SANITASI DLL

12
Alur penanganan Korban Bencana Di lapangan




13
Alur Penanganan Korban Di Rumah Sakit

KORBAN

RUMAH SAKIT

UGD

TRIAGE

GAWAT DARURAT GAWAT TIDAK TIDAK DARURAT


DARURAT

• ICU RUJUK RUJUK PENGOBATAN


• HCU
• HCU
• OK CYTO
• OK CYTO

PULANG

MENINGGAL RUANGAN RUANGAN

KAMAR
SEMBUH SEMBUH
JENAZAH

PULANG PULANG

14
Penanganan penderita gawat darurat dapat terlaksana dengan baik. Bila penanggulangan gawat darurat
terpadu (SPGDT) yang meliputi pelayanan gawat darurat pra rumah sakit sampai RS dan antar rumah
sakit telah dibentuk disuatu daerah.
Semua-semua komponen dalam system penanggulangan gawat darurat terpadu telah tersedia, antara
lain :
- Komponen pra RS, komponen RS dan komponen antar RS.
- Komponen penunjang – komunikasi dan transportasi.
- Komponen sumber daya manusia, petugas kesehatan (dokter, perawat/paramedic, dan non
kesehatan, awam umum, awam khusus terlatih, polisi, PMI).
- Komponen seKtor-sektor terkait 9sektor kesehatan dan non kesehatan).

Sistem penanggulangan gawat terpadu (SPGDT) terbentuk bila komitmen dari semua unsure-unsur
yang terlibat baik lintas sector terkait maupun lintas program serta dukungan penuh dari masyarakat dan
profesi-profesi terkait. Dengan terbentuknya system penanggulangan gawat terpadu sebagai salah satu
unsur penting pada gerakan masyarakat sehat dan aman (safe community) diharapkan dapat
menimbulkan angka kematian dan kecacatan.
Sehubungan dengan keadaan tersebut diatas kementrian kesehatan RI bersama profesi terkait telah
mengembangkan dan menyusun kurikulum Generasi Emergency Life Support (GELS) yaitu pelatihan
kegawatdaruratan medic untuk dokter umum dan telah diuji coba di sepuluh provinsi.
Profesional petugas mulai dari pra rumah sakit dan rumah sakit perlu mendapat perhatian. Kemampuan
mereka dalam penanggulangan bencana perlu ditingkatkan dengan mengikuti kursus- kursus seperti
BTCLS, BTCLS dan simulasi penanganan bencana terpadu.
Sarana dan prasarana pelayanan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat harus sesuai dengan
standar yang berlaku internasional agar dalam penanganan penderita gawat darurat dapat dilaksanakan
dengan baik dan benar sesuai dengan standart tersebut.

15
MATERI INTI I
BANTUAN HIDUP DASAR

Tujuan umum
Setelah selesai mempelajari bab ini diharapkan peserta dapat mengetahui serta dapat
mendemonstrasikan secara benar tentang prinsip-prinsip Bantuan Hidup Dasar (RJP).

Tujuan Khusus
1. Dapat memberikan pengertian dasar Rantai Keselamatan dan prinsip-prinsip dari bantuan hidup
dasar termasuk pengenalan akan serangan jantung (henti jantung)
2. Dapat mengenali tanda-tanda ganguan airway dan breathing pada penderita gawat darurat ,
khususnya pada pasien tidak sadar
3. Dapat melakukan tehnik-tehnik menjaga jalan napas dan memberikan bantuan pernafasan pada
pasien tidak sadar
4. Dapat mengenalkan dan mendemonstrasikan pentingnya kemampuan melakukan bantuan hidup
dasar seperti melakukakan resusitasi jantung paru (RJP), satu dan dua penolong pada orang
dewasa juga penggunaan Alat kejut Jantung Otomatis
5. Dapat menangani korban tidak sadar dalam posisi yang aman

Pendahuluan
Bantuan Hidup adalah usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada saat penderita
megalami keadaan yang mengancam nyawa.Bila usaha Bntuan Hidup ini dilakukan tanpa memakai
obat, cairan intra vena ataupun kejutan listrik maka dikenal sebagai Bantuan Hidup Dasar (Basic Life
Support). Sebaliknya bila bantuan hidup dilakukan dengan menggunakan obat-obatan dikenal sebagai
Bantuan Hidup Lanjut (Advanced Life Support)
Henti-jantung-mendadak (Sudden Cardiac Arrest/SCA) adalah penyebab kematian tertinggi hampir di
seluruh dunia. Banyak korban henti-jantung berhasil selamat jika orang disekitarnya bertindak cepat
saat jantung bergetar atau ventrikel fibrilasi (VF) masih ada, tetapi resusitasi kebanyakan gagal apabila
ritme jantung telah berubah menjadi tidak bergerak/asystole
Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan salah satu usaha untuk mempertahankan kehidupan pada
saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa, sehingga harus secepatnya dilakukan.

RANTAI KESELAMATAN

16
Rantai ini berlaku terhadap korban baik karena gangguan irama jantung “VF” atau jantun bergetar
maupun ganguan suplai oksigen (aspiksia).
Rantai tersebut adalah:
• Akses dini : kenali keadaan darurat lalu panggil bantuan medis (EMS) atau aktifkan kode
emergensi yang berlaku.
• Bantuan Hidup Dasar (BHD) dini : RJP segera
• Kejut Jantung Dini : RJP disertai Kejut Jantung dalam 3-5 menit menghasilkan kemungkinan
selamat sebesar 49-75%
• Bantuan Hidup Lanjut dini dan penanganan paska resusitasi yang dilakukan petugas medis
akan mempengaruhi hasil akhir

Penolong pertama setidaknya dapat melakukan pertolngan rantai 1 sampai ke 3 dari rantai keselamatan
diatas.
Pada saat seorang penolong pertama telah mengenal keadaan gawat darurat (henti jantung, stroke,
serangan jantung, tenggelam, sumbatab jalan napas), kemudian mengaktifkan bantuan Medis (EMS),
serta memastikan mereka segera tiba di lokasi kejadian Penolong Pertama dapat segera melakukan
Bantuan Hidup Dasar.
Korban henti jantung sangat membutukan bantuan resusitasi jantung paru (RJP). Resusitasi Jantung
Paru dapat memberikan sirkulasi yang terus menerus kepada otak dan jantung korban walaupun
jumlahnya hanya sedikit. RJP juga akan memperlama fase Ventrikel Fibrilasi (VF), yaitu suatu keadaan
dimanairama jantung tidak beraturan, namun ini mengindikasikan bahwa otot jantung masih berfungsi.
Bila Ventrikel Fibrilasi masih ada, maka penggunaan alat Defibrilasi akan menhentikan irama Ventrikel
Fibrilasi dan diharapkan jantung dapat kembali ke irama normal (irama sinus) sehingga sirkulasi darah
akan kembali ke normal.
Alat Defibrilator saat ini telah dikembangkan sedemkian rupa, agar dapat digunakan oleh penolong
pertama yang terlatih. Alat itu dikenal dengan AED (Automated External Defibrilator) suatu alat
defibrillator otomatis.
Penolong pertama mendapat panduan dari suara yang langsung dikeluarkan dari mesn AED. Alat
tersebut akan menganalisa irama VF secara otomatis dan memberikan sejumlah energi listrik yang
sesuai dalam setiap pemberian syok listrik.

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) UNTUK DEWASA


Survei awal merupakan pendekatan sistematis bantuan hidup dasar. Pendekatan ini dapat dikakukan
oleh seseorang yang terlatih. Pada tahap ini ditekankan pentingnya Resusitasi Jantung Paru (RJP) Dini
dan Kejut Jantung Dini.
Sebelum melakukan Survei Awal BHD, anda harus memastikan bahwa lkasi aman untuk diri anda
sendiri, untuk korban dan orang lain disekitar lokasi. Periksa keadaan korban (RESPON), aktifkan
bantuan medis, dan segera ambil AED.
Survei awal BHD adalah pendekatan dengan urutan ABC (Aiway Beathing Circulation) yang
merupakan cara pemeriksa sistmatis. Setiap pendekatan diikuti oleh tindakan yang sesuai jika
diperlukan. Sewaktu anda memeriksa dalam setiap tahapan anda harus berhenti dan memberikan
tindakan dahulu sebelum melanjutkan ke langkah berikutnya.
Meskipun BHD tidak memerlukan alat yang canggih, namun jika tersedia anda dapat menggunakan alat
yang terdapat dikotak PPGD. Demi keamanan, anda dapat menggunakan alat pelindung diri dan alat
bantu napas seperti face-mask.

17
TABEL SURVEY AWAL BHD
Periksa Tindakan
Circulation Sirkulasi Bila pasien masih belum bernapas, Dan belum ada tanda-tanda
Apakah ada tanda-tanda sirkulasi; batuk, pegerakan, atau napas normal, segera lakukan
sirkulasi Resusitasi Jantung Paru (RJP) dimulai dengan kompresi. (Cek artei
carotis 10 detik)
Bila napas normal atau tanda-tanda sirkulasi ada, periksa apakah
ada perdarahan yang mengancam nyawa
Airway Buka jalan napas (tengadahkan kepala dan angkat dagu atau “Head
Jalan Napas Tilt chin Lift ”)
Apakah Jalan Napas terbuka?
Breathing Berikan 2 Napas Buatan. Setiap pemberian napas dilakukan selama
Napas 1 detik. Bantuan napas harus membuat dada korban mengembang.
Apakah ada napas dan Jangan meniupkan napas terlalu sering dan terlalu banyak.(berikan
pernapasannya adekuat jumlah/tidal volume) yang cukup dengan pernapasan mulu-mulut,
atau bag valve mask dengan atau tanpa tambahan oksigen.
Defibrillation Bila AED tersedia, segera operasikan AED tanpa menghentikan
Kejut Jantung tindakan RJP, kecuali pada saat analisa ritme oleh mesin dan
Jika nadi tidak ada, periksa pemberian syok.
ritme jantung dengan - Berikan kejutan sesuai indikasi.
defibrillator manual atau - Ikuti setiap kejutan segera dengan RJP selama 2 menit dan
dengan AED analisa ritme kembali.
AED akan menseleksi jumlah energi yang diberikan secara otomatis.
Training sertifikasi penggunaan AED diperlukan untuk
oran awam.

RJP UNTUK ORANG DEWASA


Ikuti langkah-langkah berikut ini
Langkah Tindakan
1. Posisikan diri anda disamping korban
2. Pastikan korban telentang pada permukaan yang kokoh, dan datar, jika korban
telungkup, balikan tubuh dengan hati-hati.
3 Buka atau lepas pakaian korban terutama yan menutup dada. Dada korban terlihat
terbuka (agar anda dapat melihat jelas titik tekan dan kemungkinan tempat menempel
“pad” AED)
4. Letakan pangkal pada bagian tengah tulang dada korban pada garis putting.
5. Letakan pangkal tangan lainnya diatas tangan sebelumnya. Luruskan dengan anda
sehingga bahu berada tegak lurus dengan tangan. Siku tangan harus tetap lurus (pada
bayi cukup dgn dua jari atau dua jempol, pada anak kecil cukup dengan satu tangan)
6. Tekan dengan kuat dan cepat. Tekan sedalam 5- 6 cm/ 11/2-2,4 inchi (30 kompresi/
100-120x/mt. pada bayi dan anak 15 kompresi untuk 2 penolong dengan tekan sedalam
1/3 AP (tebal dada korban) 0,5 detik sekali tekanan
7. Pada akhir penekanan, pastikan dada korban kembali keposisi semula seperti sebelum
dada ditekan
18
8. Dengan kembalinya dada keposisi semula darah akan mengalir lebh banyak kembali ke
jantung disela-sela penekanan. Dada yang tetap tertekan akan mengurangi volume
darah yang beredar saat kompresi
9. Berikan penekanan yang baik dengan kecepatan 100 – 120 kali per menit.

Hal-hal yang harus diperhatikan :


1. Pastikan lokasi aman buat anda, korban dan orang lain
2. Gunakan alat pelindung diri sarung tangan bila ada.
3. Periksa kesadaran (respon)
4. Gunakan alat pelindung diri sebelum RJP (saat pemberian napas (pocket mask))
5. Posisi kompresi disamping kanan atau kiri sejajar dengan bahu koban buat dewasa.
6. Bantuan napas denan pocket mask atau bag valve mask.

RESIKO BAGI PENOLONG


Keselamatan penolong dan korban sangat penting dalam melakukan resusitasi. TBC dilaporkan dapat
menularkan penyakit pada penolong sewaktu memberikan pertolongan RJP tanpa alat pelindung.
Penularan HIV pada waktu penolong melakukan RJP tidak ernah dilaporkan. Namun penyaring tertentu,
atau sekat dengan katup satu arah, dapat mencegah penularan bakteri dari korban kepada penolong pada
waktu melakukan bantuan napas dari mulut kemulut.
Penolong harus menggunakan alat pelindung diri yang tepat bila memungkinkan, terutama bila
diketahui bahwa korban memiliki penyakit infeksi yang serius, seperti TBC dan hepatitis.

19
AUTOMATED EXTERNAL DEFIBRILATOR (AED)

Defibrilasi adalah kunci penting dalam rangkaian keselamatan dan merupakan sebagian kecil tindakan
yang telah dibuktikan dapat meningkatkan peluang selamat dari serangan jamtung dengan Ventrikel
Fibrilasi (VF)/ Ventrikel Takikardi (VT). Telah ditekankan pentingnnya Defibrilasi dini dengan
penundaan seminim mungkin.

Kemungkinan keberhasilan defibrilasi dan penanganan selanjutnya di rumah sakit sangat bergantung
pada tersedianya alat, dan cepatnya dilakukan defibrilasi yang merupakan faktor penting dalam
keberhasilan penyelamatan penting dari henti jantung.

AED adalah peralatan canggih, dengan sistem komputerisasi yang dapat memberikan petunjuk bagi si
pengguna, baik untuk orang awam maupun petugas medis secara verbal maupun visual agar dapat
memberikan defibrilasi dengan aman pada korban henti jantung.

AED merupakan satu satunya alat yang luar biasa untuk penanganan lanjut kasus VF pada henti jantung
sejak dikembangkannya prosedur RJP. Teknologinya canggih, khususnya kapasitas baterai yang luar
biasa dan memiliki perangkat lunak (software) yang mampu menganalisa irama.

URUTAN PENGGUNAAN AED


1. Pastikan anda, orang lain dan korban dalam keadaan aman.
2. Jika korban tidak sadar dan tidak bernapas denan normal, minta seseorang untuk mengambil
AED dan memanggil bantuan tenaga medis.
3. Mulailah RJP seperti pada petunjuk untuk BHD.
4. Segera setelah alat AED tiba:
a. Hidupkan defibrillator dan tempelkan “pad” elektroda. Bila penolong lebih dari satu, RJP
harus tetap dilanjutkan sementara AED dipasang.
b. Ikutilah petunjuk melalui suara dari AED.
5. Jika merupakan indikasi syok (pemberian energi kejut listrik jantung)
• Pastikan tidak ada orang yang menyentuh korban.
• Pastikan daerah sekeliling korban dalam kondisi kering.
• Tekan tombol syok sebagaimana diperintahkan oleh mesin (untuk alat defibrillator yang
semuanya otomatis, syok akan diberikan sendiri oleh mesin tanpa harus ditekan tombol
syok)
• Lanjutkan tindakan sesuai dengan instruksi dari alat AED
b. Jika tidak ada indikasi syok
Segera lakukan RJP, dengan perbandingan 30 tekanan dada dan 2 kali bantuan napas.
6. Lanjutkan dengan mengikuti intstruksi dari alat AED sampai:
• Bantuan medis tiba
• Pasien kembali bernapas dengan normal
• Penolong mengalami keletihan

20
21
22
23
24
25
26
MATERI INTI II
INITIAL ASSESMENT

Tujuan umum :
Setelah peserta menyelesaikan bab ini diharapkan dapat menjelaskan, memahami, menerangkan dan
mengerjakan pengelolaan di tempat kejadian yang aman atau setelah pasien dipindah ke tempat aman.

Tujuan Khusus :
1. Dapat menentukan langkah-langkah pemeriksaan pada pasien trauma dan tata cara
pelaksanaannya.
2. Dapat menjelaskan pemeriksaan pertama pada Trauma ( Primary survey ).
3. Dapat menerangkan cara-cara pemeriksaan secara cepat pada trauma ( Rapid Trauma Survey )
dengan head to toe dan Focused Exam ( Pemeriksaan terfokus ) bila ada kelainan-kelainan yang
harus dapat penanganan segera seperti perdarahan, henti nafas dan henti jantung.
4. Dapat menjelaskan kapan pemeriksaan pertama pada trauma dapat diintervensi.
5. Dapat menjelaskan melakukan penanganan segera pada keadaan mengancam nyawa dan di
mana dilakukan.
6. Dapat menentukan atau mendiagnosa keadaan yang mengancam nyawa korban dan bagaimana
menanganinya.
7. Dapat menjelaskan kapan dilakukan dan bagaimana melakukan pemeriksaan lanjutan (
secondary survey )
8. Dapat menjelaskan cara-cara pemindahan ( evakuasi pasien ) ke rumah sakit dan pemeriksaan
serta tindakan apa yang dilakukan selama perjalanan ( on going exam )

Latar Belakang
Pada saat kejadian, kecermatan, ketelitian dan ketepatan dalam melakukan pemeriksaan dapat
menghasilkan diagnosa keadaan pasien ini dapat menentukan tindakan yang harus dilakukan terhadap
korban bencana.
Pemeriksaan dan penanganan yang tepat dapat mengurangi angka kematian dan kecacatan dalam suatu
bencana.

Initial Assesment
Sebelum penolong melakukan pemeriksaan pada korban bencana mereka sudah membawa semua
peralatan yang dibutuhkan untuk pemeriksaan dan penatalaksanaannya . Penolong sudah berbentuk
team yang solid dan dapat bekerjasama dengan baik dan effesien dalam menangani pasien. Ambulance
sudah ditempatkan sedemikian rupa dengan kepala mengarah ke jalan yang akan dilalui dan strecher
telah siap sedia / siap pakai.
Sebelum melakukan pemeriksaan tentukan dulu penampakan umum dari masing-masing pasien yaitu
umur, jenis kelamin, kondisi pasien kurus, gemuk, kesakitan. Posisi saat ditemukan apakah ada
perdarahan / luka / patah yang terlihat dan lain-lain. Dekati pasien dari arah kaki menghadap pasien
jangan dari belakang pasien.
Tentukan tingkat kesadaran pasien dengan menentukan respon pasien secara

27
AVPU

A : Alert → Pasien sadar dan mengerti bila dipanggil-panggil dan ditanya.


V : Verbal Stimuli → Bila ditanya pasien bingung atau bereaksi bila kita berteriak
didekat telinga pasien.
P : Pain Stimuli → Pasien tidak sadar tapi bila diberi rangsangan nyeri, bereaksi
U : Unresponsive → Pasien tidak bereaksi dengan rangsangan nyeri, tidak ada reflek batuk dan
tidak reflek

• Bila dicurigai adanya trauma kepala, leher dan tulang belakang , lakukan kontrol tulang leher
(Control Cervical Spine) dengan cara jaw-trust.
• Cek Airway (Snoring, Gargling, Stridor, Silent).
• Cek Breathing (ada atau tidak ada frekwensi dan bentuk pernafasan).
• Cek Nadi (Radial / Carotid pulse); ada denyut nadi atau tidak, frekwensinya lemah atau kuat.
• Cek warna kulit, suhu, kelembaban kulit (akral) dan capilary refill. Bila ada perdarahan luar
segera hentikan.

Mulai melakukan Pemeriksaan cepat (Rapid Trauma Survey)


1. Lakukan perabaan dan penglihatan untuk daerah kepala dan leher apakah ada luka, memar,
bengkak, luka tusuk, luka bakar pada daerah kepala dan leher. Lihat adakah bibir sianosis, pada
area mata adakah haematom (Racoon eye) pada belakang telinga adakah haematom (battle sign).
Adakah cairan / darah yang keluar dari hidung, mulut dan telinga. Perhatikan distensi vena
jungularis dan apakah ada deviasi / trakea miring ke samping tidak ditengah leher. Bila daerah
kepala dan leher ada tanda-tanda trauma segera pasang oksigen dan neck collar.
2. Lakukan pemeriksaan pada dada, buka baju pasien.
Lihat apakah simetris pengembangan dada kiri dan kanan. Adakah luka, memar, luka tusuk,
paradoksikal motion dari otot dada. Lakukan perabaan dan perkusi , adakah krepitasi bila
dilakukan perkusi kiri-kanan dan bagian bawah dada apakah sama atau ada daerah atas yang
hiper -resonant atau daerah bawah terdengar dull.
3. Dengarkan suara nafas apakah ada dan sama terdengar kiri dan kanan dada. Bila ada satu sisi
yang tidak terdengar atau suara kurang terdengar
4. Dengar suara jantung apakah terdengar suara jantung dengan jelas. Bila terdengar bunyi-bunyi
seperti murmur atau suara jantung yang jauh terdengarnya.
5. Lakukan pemeriksaan pada abdoment atau perut.
Lihat semua bidang perut adakah luka, memar, luka tusuk, luka bakar dan oedema. Apakah ada
isi perut yang keluar (eviscerasi). Palapasi teraba benjolan, nyeri tekan, perut tegang, auskultasi
terdengar bising usus. Dalam melakukan pemeriksaan pada abdoment harus sangat cermat dan
teliti. Keempat kuadran perut lihat, raba, perkusi dan dengar dengan sangat teliti.
6. Ketahui mekanika trauma yang terjadi. Hubungkan dengan sign dan symptom yang ditemukan
cek ABC
7. Lakukan pemeriksaan pada pelvis
Lihat seluruh bagian area pelvis adakah luka, memar, luka tusuk, luka bakar, perubahan bentuk
dan oedema. Raba atau tekan ditengah-tengah pubis kalau tidak terdengar apa-apa teruskan
memeriksa mulai dari pinggir kiri-kanan pelvis kearah tengah seperti menutup buku. Tetapi

28
bila waktu memeriksa ditengah-tengah pubis terdengar bunyi berderak dan tegang artinya ada
patah tulang pelvis, segera hentikan pemeriksaan berikutnya (menggerakkan) untuk ekstrimitas
bawah jangan digerakkan dan diangkat-angkat. Ini akan memperberat perdarahan dalam rongga
pelvis. Cukup dilihat kedua ekstrimitas bawah bila ada luka dan perdarahan segera hentikan
dengan balut tekan dan tutup luka-luka dengan pembalut steril. Siapkan segera pemindahan
pasien ke ambulance untuk segera dibawa ke rumah sakit. Memindahkan pasien
mempergunakan scoop stretcher agar tidak terlalu banyak pergerakkan. Bila ada, sebaiknya
sebelum memindahkan pasien fiksasi pinggul dengan gurita atau sarung. Cara penggunaan
sarung masukan sarung lewat lekukan pinggang geser perlahan-lahan ke arah panggul atur
sampai mengenai semua sisi panggul. Kemudian temukan kedua sisi sarung ditengah,
ikatkan/pasang tali disitu. Dari scoop stretcher sebaiknya pindahkan ke tandu atau vacuum
matras, dalam ambulance kaitkan keatas pengait infus yang ada di bagian atas ambulance tali
yang mengikat sarung, kemudian angkat perlahan-lahan panggul ± 10 cm. Dalam perjalanan, ini
dapat mengurangi perdarahan akibat goncangan sepanjang jalan.
8. Lakukan pemeriksaan pada ekstrimitas
a. Mulai dari tangan kanan, lihat dan raba apakah ada luka, memar, luka tusuk, luka bakar,
perubahan bentuk, patah tulang terbuka, krepitasi dan periksa nadi radialis. Begitu juga
dengan tangan kiri kemudian lanjutkan dengan kaki kanan dan kaki kiri. Bila penderita sadar,
minta korban untuk angkat tangan, ankat kaki dan setelah semua diperiksa dari kepala
sampai ke kaki. Pemeriksaan fokus: kelainan yang ditemukan yang mengancam nyawa
seperti hipoksia, langsung pasang oksigen bila ditemui. Curiga cedera leher dan tulang
belakang segera setelah selesai memeriksa leher pasang neck collar. Bila ditemui perdarahan
luar yang mengalir segera pasang balut tekan bila merembes balut dan tutup dengan perban.
Bila ditemui luka terbuka pada dada segera lakukan pemasangan perban ekslusif plester
ketiga sisi perban dan sisakan satu sudut untuk mengeluarkan udara dari rongga thoraks saat
ekspirasi. Bila ada luka tusuk dan benda yang menusuk masih ada jangan dicabut. Segera
lakukan fiksasi alat tersebut agar tidak bergerak dan melukai organ yang ada didalamnya
b. Bila dicurigai ada pneumothoraks, periksa lagi dengan cermat dan teliti. Pasti tension
pneumothraks segera lakukan decompresi dengan jarum no. 14 (iv needle)
c. Bila ada tanda-tanda syok, segera pasang infus dan 2 line dimediana cubiti pakai cairan
kristaloid. Bila ada fraktur ekstrimitas, tidak perlu langsung dibidai kalau fraktur terbuka
hentikan perdarahan dengan balut tekan, jangan terlalu kencang. Bila tulang menonjol fiksasi
dengan perban atau mitela sampai tulang tersebut tidak bergerak dan tutup bagian dengan
kain kassa steril. Segera pindahkan ke tandu pakai jenis pandu sesuai dengan keadaan pasien.
Bila ada curiga trauma kepala, leher dan tulang belakang gunakan long spinal board. Bila
memindahkan korban dengan long spinal board, memerlukan 3-4 penolong. Setelah pasien
dimiringkan segera periksa belakang tubuh korban mulai dari kepala sampai ke tumit (kaki
belakang). Periksa setiap ruas tulang leher dan tulang belakang dengan teliti. Lihat adakah
luka memar, luka bakar, kelainan letak, oedema ataupun luka tusuk. Bila ada perdarahan
segera hentikan dengan balut tekan dan tutup semua luka bila ada. Selesai melakukan
pemeriksaan dan tindakan telentangkan penderita kembali seperti keadaan semula.
Telentang diatas tandu / spinal board. Siapkan segera naik ke ambulance. Bila ada keadaan
yang mengancam jiwa seperti perdarahan banyak, kelainan jalan nafas, dan pernafasan, dan
penurunan kesadaran pasien segera naik

29
ambulance dan berangkat ke rumah sakit. Pemeriksaan secondary survey, vital sign dan
tindakan lain yang perlu dilakukan selama perjalanan ke rumah sakit ( on going exam)
d. Bila tidak ada kelainan yang mengancam jiwa, pemasangan infus, pemasangan bidai,
pemasangan NGT dan catheter urine dapat dilakukan sebelum pindah ke ambulance. Check
vital sign dan lakukan secondary survey. Keadaan yang memerlukan transportasi cepat ke
rumah sakit atau ( load dan GO situation)

Pada pemeriksaan pertama (initial exam) adalah:


• Penurunan status mental atau penurunan kesadaran
• Tidak normalnya pernafasan (respirasi abnormal/arrest)
• Abnormal sirkulasi (syok atau perdarahan yang tidak dapat diatasi)

Yang ditemukan pada saat pemeriksaan cepat ( Rapid Trauma Survey) adalah:
• Abnormal pada pemeriksaan trauma dada seperti curiga tension pneumothoraks, massive
haemothoraks, tamponade jantung, flail chest
• Adanya perut yang tegang, kembung pada trauma abdoment
• Pelvic yang abnormal dan tidak stabil
• Patah tulang kedua paha.

Bila pasien yang dibawa ke rumah sakit mengalami gangguan yang mengancam jiwa sepanjang jalan
lakukan:
• Pasang infus 2 line dengan jarum besar, beri cairan kristaloid guyur
• Bila ada gangguan pernafasan atau penurunan kesadaran, pasien ini segera lakukan intubasi
agar terjamin patency ventilasi
• Pasang NGT dan urine catheter untuk mengetahui intake dan output cairan pasien
• Cek lagi balutan untuk menghentikan perdarahan apakah ada kebocoran ( perdarahan masih ada)
tambahkan lagi balutan diatas yang pertama jangan dibuka tekan sampai perdarahan benar-benar
berhenti, ikat tapi jangan terlalu kuat.
• Pada daerah ekstrimitas, bila ikatan telah selesai periksa daerah distal apakah tetap memerah.
Kalau pucat dan membiru dan bila diraba nadi distal tidak ada/teraba, segera longgarkan ikatan
sampai nadi radial teraba kembali dan kulit distal tidak pucat baru ikat kembali balutan tersebut.
• Bila ada fraktur pada ekstrimitas dapat dilakukan pembidaian dengan posisi yang baik dan
ikatan yang benar setelah selesai cek lagi nadi distal ekstrimitas.
• Kalau yang dibawa wanita hamil jangan letakan tandu datar pada lantai ambulance tapi bagian
samping kiri miringkan ± 15˚ agar aliran darah ( cardiac output & venous return) lancar, bila
tidak telentang akan menggangu sirkulasi pasien.
• Cek vital sign dengan ketat dan lakukan monitoring dengan cardiac monitor dan pulse
oximeter terus menerus.
Pemeriksaan secondary survey:
• Lakukan kembali pemeriksaan tingkat kesadaran pasien
• Check air way / jalan nafas
• Check breathing/pernafasan

30
• Check sirkulasi dan cek balutan untuk menghentikan perdarahan luar. Lakukan lagi
pemeriksaan head to toe dengan lebih cermat dan teliti
• Periksa tanda-tanda vital
• Tanyakan pada pasien bila pasien sadar atau orang-orang yang berada sekitar pasien (keluarga
dan teman) riwayat SAMPLE yaitu:
- S – symptoms : tanda-tanda yang terlihat dari pasien tersebut
- A – Allergies: adakah pasien alergi dengan obat-obatan dan makanan tertentu
- M- Medications : apakah pasien sedang memakan obat-obatan yang berkaitan dengan
penyakit yang sedang di derita.
- P – Past medical History : riwayat penyakit yang pernah diderita ataupun sedang diderita.
- L – Last oral intake: kapan makan dan minum terakhir sebelum kejadian terjadi
- E – Events preceding the incident: apa yang menyebabkan terjadinya kejadian tersebut
• Lakukan pemeriksaan neurological . Ini sangat perlu dilakukan sebagai dasar untuk melakukan
tindakan. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu:
- Status mental pasien / tingkat kesadaran pasien, ini mengenai orientasi pasien dan emosional
status pasien. Ini semua dicatat berbentuk score yang disebut Glasgow Coma Scale / GCS
- Pupils. Cek bola mata perhatikan pupils. Lihat respon pupil yang diberikan kearah bola mata
apakah reaktif, bila terkena cahaya berapa ukurannya kalau tidak reaktif apakah pinpoint
atau tetap mengecil walaupun tidak kena cahaya ataupun melebar / dilatasi? Apakah pupil
ukurannya sama kiri-kanan? Bila tidak sama disebut Un isokor – adanya trauma berat pada
kepala
- Motor. Bisakah pasien menggerakkan jari tangan dan kaki bila diperintahkan
- Sensation, apakah pasien merasakan bila dipegang jari tangan dan kaki dan apakah pasien
tidak sadar akan merespon bila dipijit dengan keras jari tangan dan jari kaki

TABLE GLASGOW COMA SCALE


EYE
POINST VERBAL RESPOND POINTS MOTOR RESPOND POINTS
OPENING
Spontaneus 4 Oriented 5 Obey commands 6
Confused 4 Localizes pain 5
To voice 3
In appropriate words 3 withdraws 4
Abnormal flexion 3
To pain 2 Incomprehensible sounds 2
Abnormal extention 2

None 1 Silent 1 No movement 1

Setelah selesai melakukan secondary survey semua luka-luka dan memar sudah harus selesai dibalut
dan semua kelainan pada ekstrimitas yang memerlukan pembidaian harus segera diselesaikan. Setelah
itu segera laporkan ke rumah sakit yang dituju keadaan pasien. Tanda- tanda vital, sample dan GCS
pasien. Kemudian lakukan pemeriksaan monitoring sepanjang jalan (on going exam) dilakukan dengan
ketat setiap 5 menit pada keadaan pasien yang masih kritis dan setiap 15 menit pada pasien yang
haemodinamiknya sudah stabil.

31
Pemeriksaan lengkap dilakukan:
- Setiap pasien dipindahkan
- Setiap tindakan dilakukan
- Setiap waktu bila pasien menunjukkan keadaan yang memburuk pada ABC

Bila perjalanan ke rumah sakit singkat dan pasien dalam keadaan kritis, secondary survey mungkin tidak
bisa dilakukan, overkan di rumah sakit bahwa belum dilakukan tapi lakukan monitoring dengan ketat
setiap 5 menit, buat laporannya dan overkan ke petugas rumah sakit.
Bila pejalanan ke rumah sakit cukup panjang dan waktu tempuh cukup lama lakukan secondary survey
dan on going exam sesuai urutan dan komplitkan semua pemeriksaan dan tindakan yang dilakukan
sesuai kelainan yang ditemukan pada pasien trauma.
Lakukan pencatatan dan pelaporan yang lengkap overkan ke petugas yang menerima di rumah sakit,
satu copy kertas laporan disimpan penolong dan harus ditandatangani oleh penolong dan petugas yang
menerima.
Bila ambulance mempunyai alat lengkap seperti glucose metry, lakukan pemeriksaan gula darah. Dan
bila ditemukan pasien dicurigai drug abuse pada pemeriksaan pupil pinpoint segera berikan antidotum
(narcan) pada saat sepanjang jalan.

32
MATERI INTI III
PENATALAKSANAAN PASIEN DENGAN GANGGUAN
JALAN NAFAS DAN PERNAFASAN
( AIRWAY DAN BREATING )

Tujuan Umum
Setelah peserta menyelesaikan bab ini di harapkan dapat menjelaskan, memahami dan menerangkan
penatalaksanaaan jalan nafas dan pernafasan.

Tujuan khusus
1. Mengetahui dan mampu menerangkan anatomi dan fisiologi sitem pernafasan
2. Dapat menerangkan pentingnya observasi dan control jalan nafas
3. Dapat memberikan oksigen terapi pada pasien trauma
4. Dapat menjelaskan cara pemakaian, indikasi, kontraindikasi, keuntungan dan kerugian
pemakaian alat-alat:
a. Nasopharyngeal airway
b. Oropharyngeal airway
c. Bagian valve masks (BVM)
d. Endo Trakeal Tube ( intubasi)
5. Dapat menjelaskan kemungkinan penyulit dalam pemakaian BVM dan intubasi endotrakeal
6. Dapat menjelaskan cara sellick maneuver
7. Dapat menjelaskan alat-alat yang dipergunakan pada airway kit
8. Dapat menjelaskan pemberian oksigen

Latar Belakang
Untuk dapat mengelola jalan nafas dengan baik seorang tenaga medis harus mengetahui dan memahami
struktur anatomi jalan nafas dan juga fisiologi dan patofisiologi terjadinya gangguan jalan nafas.
Anatomi Jalan Nafas
Anatomi jalan nafas dibagi 2, yaitu:
1. Jalan nafas bagian atas : dimulai dari 2 lubang yaitu rongga hidung terus ke posterior yang akan
bertemu difaring, melewati epiglottis, kemudian pita suara dan terus ke laring. Laring dikelilingi
oleh kartilago tiroid, kartilago Cricoid dan kelenjar tiroid.Jalan nafas bagian atas berakhir disini.
2. Jalan nafas bagian bawah : dari laring
diteruskan melalui trakea terus ke bronkus
kiri dan bronkus kanan menjadi bronkiolus
terus ke alveoli dan alveolus.
Pada bayi dan anak ada perbedaan anatomi dimana
lidah relative lebih besar dibanding rahang bawah
lebih besar dan mudah terlipat. Pita suara letaknya
lebih anterior. Glottis letaknya lebih atas anterior
epiglottis.
Sumbatan jalan nafas dapat terjadi disepanjang jalan
nafas. Pada bayi dan anak lebih mudah terjadi
sumbatan jalan nafas.

33
A. Sumbatan Jalan Nafas.
Penyebab sumbatan jalan nafas dibagian atas adalah sebagai berikut:
Congenital/genetic Infeksi Medical Trauma/tumor
Tonsil yang besar Tonsillitis Cystic fibrosis Laryngeal trauma
Makro glosia Abses peritoneal Angioedema Hematom/abses
Mikro gnati Abses Retro faring Laryngo spasme Initalasi ASAP
Massa leher Abses pre trakeal Relaksasi otot jalan Luka bakar
nafas
Adenoid yang besar Epiglotitis Inflasi Benda asing
Laryngitis Asthma
Angina Ludwig

Tujuan utama pengelolaan jalan nafas adalah untuk


membersihkan atau mem by pass sumbatan jalan nafas,
mencegah aspirasi, membantu pernafasan atau mengambil alih
pernafasan spontan dengan bantuan alat atau mesin ventilator.
Sumbatan jalan nafas bagian atas adalah kegawat-daruratan
yang mengancam nyawa.Penilaian yang cepat dalam dan upaya
mempertahankan potensi jalan nafas penting walaupun belum
diketahui penyebab / diagnostis spesifik.
Penyebab utama sumbatan jalan nafas pada pasien tidak sadar
adalah hilangnya tonus otot tenggorokkan sehingga pangkal
lidah jatuh menyumbat faring dan epiglottis menutup laring.
Bila pasien masih bernafas, sumbatan partial menyebabkan bunyi nafas saat inspirasi bertambah
(stridor), sianosis (tanda berlanjut), dan retraksi otot nafas tambahan. Tanda ini akan hilang bila pasien
tidak bernafas.

B. Teknik pengelolaan jalan nafas.


Teknik yang dapat dilakukan untuk mengelola jalan nafas meliputi tindakan: invasive dan non
invasive.
Tergantung lokasi sumbatan diatas atau dibawah glottis.Apakah sumbatan bersifat surgical atau non
surgical.Teknik yang dipilih tergantung dari masing-masing situasing merupakan konsekuensi dari
interaksi factor kondisi pasien, alat yang tersedia dan pengalaman tenaga medis.

I. Teknik non invasive


a. Tanpa alat

34
pada kondisi tidak terdapat alat maka dilakukan upaya membebaskan jalan nafas secara manual. Jika
dicurigai ada cedera pada leher lakukan pengangkatan rahang bawah kedepan disertai dengan membuka
mulut ke bawah (jaw thrust) jangan lakukan ekstensi kepala.
Bila tidak ada cidera pada tulang leher pembebasan jalan nafas dengan cara triple airway maneuver
yaitu tengadahkan kepala pasien (ekstensi). Angkat dagu dan mendorong mandibula/ rahang ke depan
( Head tilt-Chin lift). Upaya ini dilakukan untuk mengangkat lidah yang jatuh menutupi saluran
nafas.Jika terdapat benda asing di jalan nafas maka dapat dilakukan sapuan mengenakan jari tangan.Bila
ada cairan atau darah dalam mulut, kepala pasien dapat dimiringkan dan mulut dibersihkan.Bila pasien
tidak bernafas atau ventilasi tidak adekuat dapat dilakukan upaya pernafasan dari mulut ke mulut.

b. Dengan alat
• Ventilasi tidak adekuat dapat diberikan nafas buatan dari mulut ke mask.
• Kombinasi antara Tripple airway maneuver dengan ventilasi menggunakan bagian mask
merupakan upaya yang sangat dasar dalam mengelola jalan nafas.Tangan kiri mempertahankan
ekstensi kepala dan sambil memegang sungkup muka seperti huruf C (yaitu jari telunjuk dan ibu
jari memegang sungkup) tangan kanan memompa baging. Melihat langsung keadaan mulut dan
hidung serta ada tidaknya material sumbatan. Kunci utama teknik ini adalah kemampuan
mempertahankan seal antara sungkup muka dengan wajah pasien agar tidak terjadi kebocoran
udara supaya ventilasi adekuat. Komplikasi dari teknik ini adalah distensi lambung dan
kemungkinan aspirasi cairan lambung.

• Oropharyng Airway

Bila manipulasi posisi kepala dengan Triple airway maneuver tidak dapat membebaskan jalan
nafas dari sumbatan oleh pangkal lidah atau epiglottis dapat dilakukan pemasangan alat bantu
jalan nafas oral/nasal. Alat bantu jalan nafas orofaringeal airway/ gudel/ mayo dapat menahan
pangkal lidah dan dinding belakang faring. Alat ini berguna pada saat dilakukan ventilasi dengan
sungkup dan bagging dimana tanpa disadari penolong menekan dagu ke bawah sehingga jalan
nafas tersumbat.Alat ini juga membantu saat dilakukan pengisapan lendir mencegah pasien
menggigit pipa endotrakeal (ETT).
Cara pemasangan:
1. Bersihkan mulut dan faring dari segala kotoran
2. Masukkan alat dengan ujung mengarah ke Chefalad (posisi lengkungan menghadap ke
atas)
3. Saat didorong masuk mendekati dinding belakang faring alat diputar 180⁰
4. Ukuran alat dan penempatan yang tepat menghasilkan bunyi nafas yang nyaring pada
auskultasi paru saat dilakukan ventilasi

35
5. Pertahankan posisi kepala yang tepat setelah alat terpasang
6. Cara pemasangan yang tidak tepat dapat mendorong lidah ke belakang atau apabila ukuran
tidak terlampau panjang epiglottis akan tertekan menutup Rimaglotis sehingga jalan nafas
tidak tersumbat
7. Hindarkan terjepitnya lidah dan bibir antara gigi dan alat
8. Jangan gunakan alat ini pada pasien yang reflex faringnya masih ada karena dapat
menyebabkan spasme laring dan muntah

• Nasopharyngeal airway

Alat ini berbentuk pipa polos terbuat dari karet atau plastic yang lembut biasanya digunakan
pada pasien sadar yang mengalami gangguan jalan nafas atau pasien yang secara teknis tidak
mungkin dipasang alat bantu jalan nafas orofaring misalnya, Trismus, rahang mengatup kuat dan
cedera berat pada mulut)
Cara pemasangan:
Pilih alat dengan ukuran yang tepat, lumasi dengan jelly dan masukkan menyelusuri bagian
tengah dan dasar rongga hidung hingga mencapai daerah belakang lidah (faring
posterior).Apabila ada tahanan dengan dorongan ringan, alat diputar sedikit.

Bahaya:
a. Alat yang terlalu panjang dapat masuk esophagus dengan segala akibatnya kalau di
bagging
b. Alat ini dapat merangsang muntah dan spasme laring
c. Dapat menyebabkan perdarahan akibat kerusakkan mukosa akibat pemasangan oleh
sebab itu alat pengisap harus selalu siap saat pemasangan. Komplikasi pemasangan
adalah epistaksis, aspirasi, laringo spasme dan masuk ke esophagus.

• Laryngeal Mask Airway ( LMA )

36
LMA sebuah pipa dengan ujung distal yang menyerupai sungkup dengan tepi yang mempunyai
balon sekelilingnya. Saat terpasang bagian sungkup ini harus berada di daerah hipo faring
sehingga saat balon dikembangkan maka bagian terbuka dari sungkup akan menghadap kea rah
lubang trakea membentuk bagian dari jalan nafas.
Beberapa kelebihan LMA sebagai alat bantu nafas adalah:
➢ Tidak dipasang tanpa laringoskop
➢ Tidak perlu mengangkat leher sehingga menguntungkan pada pasien dengan cedera leher
atau pada pasien yang sulit dilakukan visualisasi lubang trakea
➢ Karena LMA tidak perlu masuk ke dalam trakea maka resiko kesalahan intubasi dengan
segala akibatnya tidak ditentukan oleh LMA
Kekurangan LMA adalah tidak dapat melindungi kemungkinan aspirasi sebaik ETT. LMA
dipasang pada pasien tidak sadar yang tidak ada reflek batuk dan gag reflek. Saat pemasangan
LMA untuk menhindari trauma jangan mendorong kuat selama pemasangan. Jangan meniup
terlalu kuat waktu mengembangkan balon LMA, keadaan tersebut dapat menyebabkan salah
posisi dan dapat menyebabkan Pharyngo-laryngeal injury misalnya, sakit tenggorokkan,
dysphagia, nerve injury. Jangan melakukan penekannan cricoal selama pemasangan LMA
karena dapat mempengaruhi posisi LMA (salah posisi). Bila terdengar udara bocor setelah
pemasangan LMA setelah pompaan 3 dan 4 segera perbaiki penempatan LMA. Kempiskan balon
dan pasang kembali LMA sesuai urutan cara pemasangan. Pasang oropharyngeal airway atau
Bile Block untuk mencegah tersumbat jalan nafaskarena gangguan pada tube atau tube jadi
rusak. Pertahankan Bile Block selama LMA terpasang

• Combitube (oesophangeal- trakeal double lumen airway)

Alat ini merupakan gabungan ETT dengan obturator oesophageal. Pada alat ini terdapat 2 daerah
berlubang, satu lubang di distal dan beberapa lubang di tengah. Lubang-lubang ini dihubungkan
melalui 2 saluran yang terpisah dengan 2 lubang diproksimal yang merupakan interface untuk
alat bantu nafas. Selain itu terdapat 2 balon satu proksimal dari lubang distal dan satu proksimal
dari deretan lubang di tengah.

37
Ventilasi melalui trakea dapat dilakukan melalui lubang distal tube dan tengah (obturator)
tergantung mana tube yang bila di pompa menyebabkan paru-paru mengembang.
Alat ini dimasukkan tanpa Laryngoscope, didorong perlahan-lahan sampai garis H sesuai level
gigi dari penelitian dengan cara memasukkan seperti ini : 80% kemungkina masuk eosophagus
kedua balon dikembangkan mulai dari balon distal kemudian yang proksimal kemudian
disambungkan ujung tube distal terlebih dahulu dengan bagging. Pada saat memompa lakukan
inspeksi dan auskultasi. Bila ternyata dada tidak mengembang dan tidak terdengar udara di paru-
paru, artinya ujung tube distal masuk oesophagus. Kemudian pompa dipindahkan ujung tube
lainnya lakukan lagi inspeksi dan auskutasi. Bila paru-paru mengembang dengan baik pasang
oropharyngeal airway (Bile block). Combitube hanya dipasang pada pasien tidak sadar dengan
reflex batuk negative dan tidak ada gag reflex.
Jangan lakukan penekanan Cricoid saat pemasangan combi tube. Hal ini akan menyebabkan
pemasangan yang salah. Posisi combi tube ada 2 ukuran yaitu ukuran kecil no.37F ( digunakan
untuk pasien dengan tinggi 4 s/d 5,5 feet ) dan ukuran besar no.41F ( digunakan pada pasien
dengan tinggi diatas 5 feet ). Alat ini tidak dapat dipasang pada pasien yang tingginya kurang
dari 4 feet/kaki. Komplikasi pemasangan combi tube dapat terjadi Esophageal trauma, including
lacerations, bruising dan subcutaneous emphysema.

II. Teknik Invasive.


Intubasi Trakea
Pada kondisi gawat darurat jalan nafas merupakan komponen yang paling penting dan menjadi
prioritas utama dalam penangannannya. Banyak sekali pasien tidak sadar maupun yang sadar tidak
dapat mempertahankan jalan nafas terbuka dengan baik. Pasien yang tidak mampu mengeluarkan
secret, untuk mencegah aspirasi isi lambung, dan gagal nafas yang membutuhkan ventilasi mekanik.
Tujuan utama dari pengelolaan jalan nafas darurat adalah mempertahankan integritas jalan nafas,
meyakinkan ventilasi adekuat dan mencegah aspirasi. Semua tujuan tersebut dapat dicapai dengan
bantuan intubasi trakea. Karena kesalahan letak endotrakeal dapat menyebabkan kematian maka
tindakan ini sebaiknya dilakukan oleh penolong yang terlatih.

38
INDIKASI:
• Koreksi hipoksia atau hiperkarbia
• Henti jantung, henti nafas
• Pasien sadar yang tidak mampu bernafas dengan baik seperti edema paru, Guillan-Base
syndrome dan sumbatan jalan nafas
• Perlindungan jalan nafas tidak memadai (koma & refleksi)
• Penolong tidak mampu memberikan bantuan nafas dengan cara konvensional
• Jalan untuk pemberian obat-obatan bila akses pemasangan infuse belum didapat seperti
adrenalin, atropine, lidocaine, nalokson

KEUNTUNGAN:
• Mencegah aspirasi isi lambung
• Dapat memberikan oksigen dengan konsentrasi tinggi sesuai kebutuhan pasien
• Menjamin tercapainya volume tidal yang diinginkan / ventilasi adekuat
• Mempermudah pengisapan lendir di trakea
• Merupakan jalur masuk alat-alat resusitasi

Sebelum melakukan intubasi, persiapan alat mutlak dilakukan. Jika terjadi malfungsi alat atau tidak
tersedianya alat yang dibutuhkan karena persiapan kurang sangat membayakan keselamatan pasien.
Untuk menghindari hal tersebut maka setiap alat harus dipersiapkan dengan baik dan dilakukan
pengecekan tehadap fungsinya. Untuk mempermudah agar tidak ada alat yang terlewatkan dalam
persiapan, alat dibuat singkatan yang mudah diingat yaitu, “STATICS”

S (SCOPE)
Laryngoscope terdiri dari handle (tangkai) dan blade (bilah)
Terdapat 2 macam bilah(blade) yaitu bilah melengkung /macintosh dan bilah yang lurus/ macgill. Bilah
yang lurus terdiri dari berbagai ukuran dari bayi sampai dewasa. Bilah lurus digunakan untuk visualisasi
pita suara dengan cara mengangkat epiglottis sedangkan bilah lengkung tidak mengangkat epiglottis
secara langsung tapi dengan menempatkan ujung bilah di dalam valecula akan mengangkat epiglottis
tidak langsung dengan menarik prenulumnya tanpa menyentuh epiglottis. Bila lengkung

39
lebih sedikit menyebabkan trauma karena tidak menyentuh laring serta memberikan ruang yang lebih
besar untuk visualisasi saat menempatkan ETT, sangat berguna pada pasien gemuk. Penggunaannya
tergantung situasi klinis dan kondisi pasien. Bilah lurus lebih mudah dimasukkan karena secara
langsung mencari epiglottis dan mengangkatnya.
Stetoskop digunakan untuk evaluasi penempatan dan kedalaman ETT. Jika terdengar suara bagging di
paru-paru berarti ETT di posisi yang benar yaitu di trakea. Sedangkan bila terdengar suara bagging di
lambung berarti ETT pada posisi yang salah sehingga harus segera dicabut dan dilakukan intubasi ulang.
Stetoskop digunakan untuk mengecek kedalaman ETT. Jika terlalu dalam, ETT akan masuk ke dalam
bronkus kanan sehingga suara nafas di paru kanan lebih keras daripada di paru kiri. ETT harus ditarik
pelan-pelan 1-2cm sambil terus didengarkan suara nafas kiri dan kanan paru. Setelah sama, penarikan
dihentikan dan batas ETT di mulut di fiksasi di level tersebut di pinggir bibir, kemudian dicatat
ukurannya di status.

T (Tube)
Tube ETT tersedia dalam berbagai jenis dan ukuran. Terbuat dari karet dan PVC. Ada yang balon (biasa
dipakai untuk bayi dan anak-anak). Ada yang bisa tertekuk/ tergigit kinking dan ada yang tidak bisa
tertekuk ( non kinking/ karena di sekeliling ETT dilapisi oleh spiral yang terbuat dari logam). Tube ETT
harus dipilih sesuai dengan ukuran trakea pasien.Bila ukuran terlalu kecil akan terjadi kebocoran, tetapi
kalau terlalu besar bila dipaksakan masuk trakea akan menimbulkan cidera. Pemilihan yang tepat
berdasarkan umur dan jenis kelamin. Biasanya trakea perempuan lebih kecil dari laki-laki. Dapat dilihat
dari jari kelingking pasien. Rumus hanya dapat digunakan untuk anak-anak, yaitu: 4 + ( umur dalam
tahun /4 ). Untuk ukuran pasien laki-laki dewasa 7,5-8 sedangkan untuk perempuan biasanya 7-7,5.
Setelah dapat ukuran yang tepat harus disiapkan 1 ukuran dibawahnya dan 1 ukuran di atasnya.
Misalnya, yang akan dipakai no 7, disiapkan no 6,5 dan 7,5.

A ( Airway)
Yaitu alat-alat yang digunakan untuk membuka dan mengamankan jalan nafas sementara yaitu
Oropharyngeal airway ( OPA/ gudel/mayo) dan Nasopharyngeal airway ( NPA). Ukuran OPA atau NPA
disesuaikan dengan ukuran jalan nafas. Panjang gudel yang dibutuhkan diukur jarak sudut bibir sampai
di bagian depan liang telinga.

T (Tape)
Tape (plester) untuk melakukan fiksasi setelah intubasi. Tanpa fiksasi kemungkinan ETT akan tercabut
atau terdorong lebih dalam. Karena itu ETT harus di plester ke pinggir bibir atau ke wilayah pasien.

I (Introducer)
Introducer digunakan membantu intubasi. Alat yang digunakan adalah mandrain yaitu kawat yang
dilapisi plastik, dimasukkan ke dalam ETT untuk membentuk ETT agar bisa dilengkungkan sesuai
dengan anatomi jalan nafas. Memasukkan kawat ke dalam ETT jangan sampai melebihi ujung distal
ETT harus sebelum ujung karena kalau melebihi dapat melukai mukosa jalan nafas.
Dengan ETT yang sudah melengkung akan mudah diarahkan ujung ETT melewati pita suara. Alat lain
adalah klem macgill berupa klem yang bisa menjepit ETT di dalam rongga mulut dan diarahkan ke
mulut pita suara.

40
C ( Conector)
Merupakan alat untuk menghubungkan ETT dengan bagging ataupun ventilator dll. Conector ini
mempunyai ukuran/ diameter yang standar sehingga dapat dihubungkan kesemua merk alat.

S ( Suction)
Suction lengkap dengan kateter suction, digunakan untuk mengisap lendir, secret darah, dan sisa-sisa
makanan yang berada di rongga mulut dan faring yang dapat menghalangi pandangan untuk epiglottis.
Kateter suction ada 2 jenis:
• Kateter yang besar tapi kaku (Right Catheter / Yankauer)
Dipakai untuk mnegisap di rongga mulut dan orofaring sangat baik untuk mengisap secret
yang kental dan benda-benda yang padat.
• Kateter yang fleksibel dan lembut bisa untuk mengisap benda cair di mulut, hidung dan dapat
digunakan untuk mnegisap cairan di dalam ETT, harus steril kalau untuk mengisap dalam ETT.

Suction ada yang fortable dapat dibawa-bawa, sangat baik untuk di ambulance ( pre Hospital) tenaganya
hanya 80 – 120 ml Hg.
Suction yang di dinding (Wall mounted suction) disambungkan ke sumber listrik dapat menghasilkan
tenaga lebih dari 300 ml Hg. Siapkan juga jelly untuk pelumas & spuit 20 cc atau 10 cc untuk
mengembangkan balon ETT.
Dalam melakukan intubasi trakea, seorang tenaga medis harus melakukan evaluasi terhadap anatomi
jalan nafas, meliputi: gigi geligi (bila ada gigi palsu harus dikeluarkan), ukuran rongga mulut, jarak
teroid dan os mentalis mandibula, mobilitas leher dan mandibula. Evaluasi tersebut untuk memprediksi
kemungkinan kesulitan intubasi.
Setelah semua perlengkapan disiapkan dengan baik dan lengkap, pasien diatur dalam posisi sniffing
position yaitu fleksi pada leher bagian bawah dengan ekstensi pada atlanto occipital joint, posisi ini
akan menyebabkan aksis oro faringeo laryngeal berada dalam satu garis dan memudahkan vesualisasi
pita suara.

Tehnik Pemasangan :
a. Cek semua alat-alat yang akan digunakan ( dalam keadaan fungsi yang baik )
b. Beri pelumas pada ujung ETT sampai daerah cuff,pasangkan mandrain pada ETT.
c. Test balon ETT mengembang dengan baik atau tidak „jika ada kebocoran ganti dengan ETT
yang lain.
d. Bersihkan jalan nafas dengan melakukan suction pada mulut hidung dan oro paring.
e. Lakukan pada oksigenasi, yaitu pemberian oksigen 100 % selama beberapa menit dengan
bagging sampai saturasi oksigen 100 %. Hal ini untuk meningkatkan konsentrasi oksigen dalam
darah dan paru-paru pasien untuk mencegah hipoksia selama tindakan intubasi, bila ada
penolong lain penekanan cricoids sampai ETT terpasang dengan baik, penekanan kartilago agar
glottis turun, pita suara dapat terlihat dengan jelas.
f. Laringoskop dipegang oleh tangan kiri,buka mulut dengan corn cross finer,masukkan bilah
laringoskop dari sudut mulut sebelah kanan menyusuri lidah setelah mendekati pangkal

41
lidah,laringoskop digeser ke sebelah kiri sambil menyingkirkan lidah ke sebelah kiri,setelah
berada di tengah mulut.Jika menggunakan bilah lengkung,dorong perlahan-lahan,tempatkan
yang bilah didalam valekula pada pangkal epiglottis,sedangkan bila menggunakan bilah
lurus,ujung ledih ditempatkan dibawah epiglois.
g. Angkat laringoskop ke atas dank e depan dengan kemiringan 30 – 40 ⁰ jangan sampai
menggunakan gigi sebagai titik tumpu.
h. Bila pita suara telah terlihat,tangan kanan kanan memasukkan ETT sambil memperhaikan
bagian proksimal dari cuff ETT melewati pita suara ± 1-2 cm.atau pada orang dewasa kedalaman
ETT ± 19 – 23 cm.Waktu untuk intubasi tidak boleh lebih dari 30 detik.
i. Keluarkan laringoskop dari mulut,pegang tube degan tangan kiri,keluarkan mandrain dari
dalam ETT,sambunkan tube denagn bagging.
j. Lakukan ventilasi dengan menggunakan dan lakukan auskultasi pertama pada lambung
.kemudian pada paru kiri dan kanan sambil memperhatikan pengembangan dada.Bila terdengar
suara gargling pada lambung dan dada tidak mengembang lepaskan ETT dan segera lakukan
oksigenisasi ulang dengan bagging sampai saturasi O2 100%.Bila terdengar ada lender atau
secret di jalan nafas dapat dilakukan suction pada mulut,hidung dan faring,lakukan intubasi
kembali.
k. Kembangkan balon dengan menggunakan spuit 20 cc atau 10 cc. Saat dilakukan ventilasi,
kembangkan balon sampai tidak terdengar lagi suara kebocoran udara di mulut pasien.
l. Lakukan fiksasi ETT dengan plester di wajah atau pipi pasien agar tidak terdorong ke dalam
atau tercabut.
m. Pasang oro pharyngeal airway /gudel/mayo atau bite block bil ada.
n. Lakukan ventilasi terus menerus dengan oksigen 100% dengan frekwensi 10 – 12x/menit.
o. Catat ujung ETT selevel ujung mulut agar apabila terdapat pergeseran ETT segera dapat
diketahui.
p. Penekanan Krikoid ( Sellick Manuver ). Perasat ini dikerjakan saat intubasi untuk mencegah
distensi lambung dan membantu menekan pita suara ke bawah agar mudah terlihat (
memindahkan intubasi ).Perasat ini dipertahankan sampai balon ETT sudah dikembangkan.
Cara melakukan Sellick Manuver :
Cari puncak tulang tiroid [Adam's apple], geser jari sedikit ke bawah sepanjang garis median
hingga ditemukan tonjolan kecil tulang kartilago krikoid. Tekan tonjolan ini diantara jari
telunjuk dan ibu jari kearah dorso kramal gerakan ini akan menyebabkan oesphagus terjepit
antara bagian belakang kartilago krikoid dengan tulang leher dan lubang Trakhea/kumaglotis
akan terdorong kearah dorsal sehingga lebih mudah terlihat.
q. Memastikan letak ETT dgn mengunakan alat , berbagai alat elektronis dapat digunakan utk
tujuan ini misalnya colorimetrie ETCO2,Caphnograph EDD( Esophageal Detector Device)

Komplikasi Pemasangan ETT :


• ETT masuk kedalam oesophagus dapat menyebabkan hipoksia karena itu dapat dicabut dan
lakukan oksigenisasi segera.
• Luka pd bibir dan lidah akibat terjepit antara laringoskop dengan gigi.
• Gigi patah bilah tumpuan mengangkat laringoskop adalah gigi / tdk didorong di depan .
• Lacerasii pada faring dan trakhea mandraim dari ujung ETT.
• Kerusakan pita suara,odema pada pita suara mengakibatkan nyeri dan suara serak.
• Perforasi faring dan oesophagus.
42
• Muntah dan aspirasi.
• Pelepasan adrenalin dan noradrenalin akibat rangsangan intubasi sehingga terjadi
hipertensi,takikardi dan disritmia.
• ETT masuk kesalah satu bronkus atau terlalu dalam dapat menyebabkan hipoksia dan
hiperkarbon,umumnya masuk ke Bronkus kanan,untuk mengatasinya,cabut perlahan-lahan 1 – 2
cm sambil dilakukan inspeksi waktu ventilasi gerakan dada mengembang sama kiri kanan dan
auskultasi bilateral sama.

PENANGANAN JALAN NAFAS PADA PASIEN TRAUMA


Gerakan kepala dan leher yang berlebihan pada pasien cidera leher dan tulang belakang,waktu
melakukan intubasi dapat menyebabkan cidera yang lebih hebat.
Pasien trauma muka dan kepala dianggap disertai cidera leher.

Langkah-langkah penanganan pada pasien disangka cidera leher adalah :


1. Jangan tengadahkan kepala,hanya angkat rahang ( mandibula ) dan buka mulut(seseorang
melakukan jaw trush ) ( pertahankan kepala pada posisi netral selama manipulasi jalan nafas.
2. Pasien fraktur basis cranii dan tulang muka,lakukan pemasangan ETT dalam keadaan tulang
belakang distabilisasi ( pakai spinal board )
3. Bila tidak dapat dilakukan intbasi,lakukan Krikotiroidostomy atau trakheostomi.
4. Bila diputuskan intubasi ,melalui hidung ( blind nasal intubasi ) harus dilakukan oleh penolong
yang berpengalaman.
5. Bila masih ada reflek batuk dan gug reflek dapat diberikan sedative dan pelemas otot ( dilakukan
oleh dokter anaestesi )

KRIKOTIROIDEKTOMI
Tindakan ini dilakukan , merupakan upaya emergensi membuka jalan nafas sementara dengan cepat,
membypass sumbatan dengan membuat lubang pada membrana krikotiroid disayat kecil vertikal,
dilebarkan dan dimasukkan ETT kecil dan dalam keadaan benar benar emergensi dapat dilakukan
penusukan disela membran krikotiroid dengan menggunakan abocath no 14. cabut jarum tajam dapat
ditiup dengan O2.

TRAKEOSTOMI
Tindakan ini bukan pilihan pada keadaan emergensi (life saving). Tindakan sebaiknya dilakukan di
kamar bedah oleh seorang yang ahli. Tindakan ini merupakan upaya bypass jalan nafas dengan
membuat lubang secara langsung pada cincin Trachea.

Melakukan Pengisapan (Suctioning)


Type kateter suction :
1. Pengisap faring yang kaku (Rigit Catheter/ Yankuer) dipakai untuk pengisap secret yang kental
dan benda-benda padat yang ada di mulut dan faring diperlukan tekanan yang agak besar agar
secret kental dapat terhisap,mempunyai lubang diujung dan samping.
2. Pengisap yang lembut dan fleksible dipakai untuk mengisap lendir dimulut,hidung dan di dalam
ETT (deep suctioning).Untuk penhisapan dalam ETT ukuran diameter kateter harus 1/3 dari
ukuran diaameter ETT dan harus disteril.

43
Cara melakukan penghisapan lendir :

1. Lakukan Oksigenisasi dengan fraksi O2 100% selama 15 – 30 detik (sampai saturasi O2


100%)
2. Masukkan kateter suction ke dalam ETT dengan lubang pada suction kateter terbuka,tutup
dengan jari lubang tersebut,tarik kateter perlahan-lahan.Lakukan ke atas sambil diputar.Lama
penhisapan 10 detik.
3. Setelah penghisapan,lakukan kembali oksigenasi.
4. Bila setelah penghisapan ternyata masih belum bersih maka dapat dilakukan kembali,diantara
penghisapan harus dilakukan oksigenasi.

TERAPI OKSIGEN
Definisi :
Pemberian tambahan oksigen pada pasien agar kebutuhan oksigen ( untuk metabolisme jaringan tubuh
) agar sempurnanya fungsi organ dapat terpenuhi.
Terapi oksigen adalah memberikan aliran gas O2 lebih dari 20% pada tekanan 1 atmosfir sehingga
konsentrasi oksigen dalam darah meningkat.

Tujuan :
1. Mempertahankan oksigen jaringan yang adekuat
2. Menurunkan kerja nafas
3. Menurunkan kerja jantung

Indikasi :
1. Penurunan PaO2 dengan gejala gelisah.
2. Keadaan lain seperti gagal nafas akut, syok, keracunan CO2,
sumbatan jalan nafas, henti jantung, Trauma Thorax,
tenggelam, hiperthermia, Stroke ( CVA) dan pasien tidak sadar.

Pemberian oksigen selalu tepat untuk pasien dengan gangguan sirkulasi atau gangguan nafas akut
dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Tanpa gangguan nafas oksigen diberikan 2 l / mntmelalui kanul binasal.
2. Dengan gangguan nafas sedang,oksigen diberikan 5 – 6 l / mnt melalui kanul banasal.
3. Pada pasien dimana rangsang nafas tergantung pada keadaanhipoksia mis : Astma,berikan
oksigen kurang dari 50% dan awasi ketat.
4. Atur keadaan oksigen berdasarkan kadar gas darah ( PaO2 ) bila di rumah sakit atau saturasi
O2 (pre hospital)
5. Pasien dengan gangguan nafas berat,gagal jantung,henti jantung,gunakan sistem yang dapat
memberikan oksigen 100%.
6. Dalam keadaan gawat darurat gunakan alat bantu nafas yang memberikan oksigen 100% mis :
bagging yang tersambung kepada oksigen tabung dan punya kantong reservoir,lakukan intubasi.
Metoda Pemberian oksigen :
1. Sistem aliran rendah

44
2. Aliran rendah konsentrasi rendah / low flow low concentration.
a. Kateter nasal
b. Kanul binasal
3. Aliran rendah konsentrasi tinggi ( low flow high consentration )
a. Sungkup muka sederhana
b. Sungkup muka dengan kantong rebreathing
c. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
4. Sistem aliran tinggi

5. Aliran tinggi konsentrasi rendah ( high flow – low concentration )


a. Sungkup Venturi
6. Aliran tinggi konsentrasi tinggi ( High Flow – High Consentration )
a. Head Box
b. Sungkup CPAP ( Continoues Possitive Airway Preaure )

Kanul Binasal
Paling sering digunakan untuk pemberian oksigen,memberikan F1O2 24 – 44% dengan aliran 1 – 6
l/mnt.Kadar yang diberikan tergantung pada besarnya aliran dan volume tidal nafas pasien ,kadar O2
bertambah 4% untuk setiap penambahan 1 l/mnt oksigen.mis : pemberian 1 l/mnt O2 atmosfir 20% +
4% = 24% dan seterusnya dengan maksimal 6 l/mnt.

Keuntungan :
1. Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju nafas teratur.
2. Baik diberikan dalam jangka waktu lama.
3. Pasien dapat bergerak benas,makan,minum dan bicara.
4. Efisien dan nyaman buat pasien.
Kerugian :
1. Dapat menyebabkan iritasi pada hidung,bagian belakang telinga terdapat tali binasal.
2. F1O2 akan berkurang bila pasien bernafas dengan mulut.

SUNGKUP MUKA SEDERHANA


Aliran yang diberikan 6 – 10 l/mnt dengan konsentrasi ( F1O2 60% ) merupakan sistem aliran rendah
dengan hidung naso faring dan orofaring sebagai tempat penyimpan anatomik.
Udara inspirasi bercampur dengan udara ekspirasi

SUNGKUP MUKA DENGAN KANTONG REBREATHING


Aliran yang diberikan 8 – 10 l/mnt denagn F1O2 mencapai 80%.
Udara inspirasi bercampur dengan ekspirasi 1/3 bagian volume ekspirasi masuk ke kantong,2/3
volume ekspirasi keluar melewati lubang-lubang pada bagian samping.

SUNGKUP MUKA DENGAN KANTONG NON REBREATHING


Aliran yang diberikan 8 – 12 l/menit dengan F1O2 mencapai 90 – 100%.
Udara inspirasi tidak tercampur denagn udara ekspirasi karena adanya volume yang oneway.(tidak
dipengaruhi oleh udara luar)

45
Kerugian Pada Penggunaan sungkup
a. Mengikat ( sungkup harus selalu terpasang melekat pada pipi/wajah pasien untuk mencegah
kebocoran.
b. Lembab.
c. Pasien tidak dapat makan,minum dan berbicara.
d. Dapat terjadi aspirasi bila pasien muntah,terutama pada pasien tidak sadar atau anak-anak.

SUNGKUP VENTURI
Memberikan aliran yang berfariasi dengan F1O2 berkisar 24 – 50%.Dipakai pada pasien dengan tipe
ventilasi yang tidak teratur.Alat ini digunakan pada pasien dengan hiperkarti yang disertai dengan
hipoksemi sedang sampai berat ( pasien COPB/PPOK )

PERSIAPAN ALAT :
1. Sumber oksigen ( tabung dan sumber oksigen sentral
).
2. Regulator tekanan.
a. alat yang mengukur tekanan dlm tangki jarum
manometer menunjukan tekanan
dalam tangki.
b. yang menurunkan tekanan dlm tangki agar dapat
diatur flownya.
3. Tabung pelembab (humidifer) untuk melembabkan
oksigen.
4. Pengukur aliran oksigen (flowmeter).
5. Alat pemberian oksigen (tergantung metoda yang dipakai)
sesuai kebutuhan pasien.

Penggunaan Humidifier pada pemberian oksigen > 30 menit.


Tabung oksigen ada beberapa macam.

Silinder Oksigen tekanan 2000 PSI bila durasi 10 l/menit

Ukuran Volume(liter Konstante Duration Durasi/Kecepatan Aliran


Kecil 300 0,16 pm 29 menit
Sedang 650 0,28 PSI 50 menit
Besar 3000 1,56 PSI 4 jam 41 menit
46
Penghitungan lama pemakaian :

Tekanan pada manometer – 200 j x Konstante = kecepatan aliran


.........l/menit

1800 x konstante ( 0,16 ) – 28,8 menit / 29 menit


10 l / menit

Perhatikan Untuk Keselamatan :


1. Jangan menggunakan minyak / pelumas pada alat – alat oksigen (silinder, regulator, valve,
kran)
2. Dilarang merokok dan menyalakan api dekat area oksigen ( pasang stiker Inflamable) pada
tabung.
3. Jangan simpan oksigen di tempat panas,suhu > 1200 F
4. Pergunakan sambungan-sambungan,regulator / valve yang tepat,jangan ada yang bocor.
5. Tutup rapat-rapat katup/kran bila oksigen tiak dipakai.
6. Jaga silinder tidak jatuh, bila dalam kendaraan harus difiksasi yang kuat.
7. Pilih posisi yang tepat pada saat menghubungkan katub/kran.
8. Yakinkan oksigen selalu ada ( gantungkan pada silinder pada saat berisi full/penuh,bila belum
9. dipakai dan berisi penuh.
10. Used / terpakai tuliskan tanggal selesai pemakaian dan berapa sisanya ( PSI )
11. Empty / kosong,bila oksigen habis terpakai / tulis tanggal, segera kirim untuk diisi ulang.
12. Beri tanda rusak / need repair bila alat-alat untuk memberikan oksigen tidak berfungsi, segera
kirim untuk perbaikan.
13. Pakailah oksigen dengan benar ( USP – United States Pharmacopeia )

47
SUMBATAN JALAN NAPAS
(CHOCKING)

Sumbatan jalan napas oleh benda asing sering disebut tersedak (choking).Hal yang tidak sering terjadi
tetapi berpotensi mengancam nyawa.Penyebab yang paling sering dijumpai pada orang dewasa adalah
sumbatan oleh makanan seperti daging, bakso, atau telur.

Pengenalan
Pengenalan dini sumbatan jalan napas adalah kunci
keberhasilan utama.Penting untuk membedakan
kegawatan ini dengan pingsan, stroke, serangan
jantung, kelebihan dosis obat, atau kondisi lainyang
menyebabkan kegagalan napas mendadak tetapi
memerlukan penanganan berbeda.Orang yang
terlatih seringkali dapat mengenali tanda chocking.

Penanganan Sumbatan Jalan Nafas


Walaupun penanganan sumbatan jalan napas dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti, chest
thrust, backslaps dan abdominal trust pada korban dewasa yang masih sadar dan anak >1thn.
Bila dengan metode abdominal trust tidak berhasil, pilihan kedua adalah Chest thrust yang dilakukan
seperti melakukan RJP. Perlu diingat, metode Abdominal thrust tidak direkomendasikan pada anak < 1
tahun karena tindakan tersebut dapat menyebabkan cedera pad korban.
Pada chocking yang telah lama (kemungkinan pasien sudah terbaring tidak sadarkan diri) chest thrust
harus segera dilakukan sebagai ganti abdominal thrust.

Benda asing dapat mengakibatkan sumbatan jalan napas:


Ringan (partial) Berat (Total)
Korban bernapas Tidak bisa bernapas/ diam berusaha untuk batuk atau
Bisa bicara atau menjawab pertanyaan anda tidak sadar
Batuk, mungkin ada bunyi Tidak bisa bicara
“mengik”diantara batuk atau saat korban Kemungkinan cyanosis
bernapas
Penanganan Penanganan
Bimbing korban untuk batuk, lanjutkan Panggil bantuan medis
usaha untuk tetap batuk dan benapas. Lakukan penanganan sumbatan jalan napas dengan
Lakukan finger swabjika benda asing masih penekanan perut/abdominal thrust (helmich
terlihat dan terjangkau sebaliknya kalau maneuver). Berikan tekanan pada perut beberapa kali
tidak biarkan saja daripada tambah dengan tujuan mengeluarkan sumbatan benda asing.
memperburuk keadaan. Penekanan perut dilakukan sampai benda tersumbat
keluaratau korban menjadi tidak sadar.
Bila sumbatan masih belum keluar, pertimbangkan
melakukan chest thrust. Tekan dada, sama seperti
prosedur RJP. Setiap selesai melakukan tekanan
dada, periksa jalan napas.

48
Yang perlu diperhatikan

1. Bila korban adalah wanita Hamil atau Kegemukan, lakukan tekanan dada (chest thrust) sebagai
ganti tekan perut (abdominal thrust).
2. Gunakan tekanan perut pada orang dewasa dan anak > 1 tahun. Tidak diperbolehkan pada bayi
(infants).
3. Lakukan tekanan perut dengan sungguh-sungguh untuk mengeluarkan sumbatan, mungkin perlu
dilakukan usaha beberapa kali agar benda dapat dikeluarkan.
4. Tekanan perut mungkindapat menyebabkan kerusakan beberapa organ dalam, korban yang telah
mengalami penekanan perut harus segera dibawa ke dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut.

PROSEDUR PENEKANAN PADA PERUT (HEIMLICH MANEUVER)


LANGKAH TINDAKAN
1 Berdirilah dibelakang korban dan lingkarkan kedua tangan anda pada pinggang
korban
2 Buatlah kepalan pada salah satu tangan anda
3 Letakan bagian jempol kepalan tersebut pada bagian tengah perut korban, sekitar
2 jari diatas pusar dan di bawah ulu hati
4 Rahilah kepalan tersebut dengan tangan yang satu dan dengan cepat dan tiba-tiba
buatlah gerakan kedalam-angkat keatas pada perut korban menggunakan kepalan
tangan anda.
5 Ulangi gerakan tersebut hingga sumbatan dapat keluar atau korban menjadi tidak
sadar
6 Beri sedikit jeda antara setiap gerakan penekana pada perut. Periksa apakah ada
benda yang keluar dari mulut korban

Pertolongan Sumbatan Jalan Nafas Pada Pasien Tidak Sadar Untuk Tenaga Kesehatan
➢ Pasien dengan sumbatan jalan napas kemungkinan bisa dalam keadaan sadar dan bisa menjadi
tidak sadar. Dalam keadaan ini kita mengetahui penyebab dari Choking dapat disebabkan benda
asing yang berada di pharynx dan gejala yang tampak pada korban.
➢ Jika korban Dewasa tidak sadar, aktifkan system emergency respon, buka jalan napas, ambil
benda asing yang menyumbat jika kelihatan, dan mulai RJP.
➢ Jika penolong sendirian dengan korban choking anak yang mana dalam keadaan tidak sadar,
buka jalan napas, ambil benda asing yang menyumbat jika kelihatan, dan mulai dengan RJP.
Setelah 5 siklus atau 2 menit RJP, aktifkan system emergency respon jika belum selesai.
➢ Untuk korban dewasa atau anak, setiap kali membuka jalan napas beri napas bantuan, buka
mulut korban dengan lebar dan lihat benda asing jika bisa, ambil dengan tangan.Jika tidak,
lanjutankan RJP.
➢ Diwaktu yang sama pada saat pertama menemukan korban kemungkinan sudah terjadi sumbatan
pada jalan napas langsung aktifkan system emergency respon dan RJP.

49
PERTOLONGAN SUMBATAN JALAN NAPAS PADA BAYI
Mengenali respon sumbatan jalan napas pada bayi

Dapat mengenali sumbatan jalan napas lebih awal adalah kunci keberhasilan utama. Berlatih lebih
sering mengetahui /mengobservasi tanda-tanda dari choking
Ringan (partial Berat (Total
Korban bernapas Tidak bisa bernapas/ diam
Batuk, mungkin ada bunyi Lemah, sulit untuk batu/tidak bisa batuk
“mengik”diantara batuk atau saat korban Tidak menangis
bernapas Kemungkinan cyanosis
Respiratory rate meningkat
Menggunakan cuping hidung saat bernapas atau
tidak bersuara sama sekali
Penanganan Penanganan
Jangan memperburuk posisi dari benda Jika si korban tidak mengeluarkan suara atau bernapa,
asing pada korban tetapi tetaplah bersama bahwa benar-benar terjadi sumbatan total dan harus
korban monitor kondisi si korban. mengaktifkan system emergency respon.
Jika yakin itu sumbatan ringan, aktifkan
system emergency respon

Pertolongan sumbatan jalan napas pada bayi sadar


Step Action
1 Berlutut atau duduk dengan posisi bayikepala lebih rendah dari kaki
2 Jika lebih muda dilakukan, lepaskan pakaian bayi tsb untuk bersenuhan dngan dada si
bayi
3 Pegang si bayi dengan posisi muka dibawah dengan kepala lebih rendah dari dada,
bebaskan lengan, tahan kepala dan jaw dengan tangan. Hati-hati hindarkan penekanan
pada throat si bayi, bebaskan lengan atau pegang sibayi dengan kuat.
4 Berikan 5 tepukan pada punggung belakang dengan kekuatan penuh di bagian tengah
diantara punggung si bayi, gunakan sudut dari pada tangan. Berikan di setiap pukulan
dengan tekanan yang penuh dengan harapan benda asing dapat keluar.
5 Setelah pemberian 5 pukulan, letakan tangan penolong di pungung belakang si bayi untuk
menopang kepala dengan telapak tangan sipenolong. Dan tangan si penolong yang
satunya menopang muka dan jaw si bayi.
6 Ganti posisi bayi dengan hati-hati topang kepala dan lehernya. Pegang bagian belakang
bayi dengan kuat. Dengan posisi kepala lebih rendah dari kakinya.
7 Lakukakan sampai 5 kali penekanan pada dada dgn mengarah kebawah di tempat sama
RJP-dibawah garis putting susu. Pemberian chest thrust ratenya 1x/detik dengan adanya
reaksi batuk sampai benda asing nya keluar.
8 Ulangi sampai 5 kali tepukan punggung belakang (back slaps) dan sampai 5 kali chest
thrust sampai benda asing (objek) keluar atau bayi menjadi dalam keadaan tidak sadar.

50
Mengenali sumbatan jalan napas pada bayi yang tidak sadar
Jangan pernah melakukan pengambilan benda asing kalau tidak yakin atau terlihat posisi benda asing
itu sendiri.(blind finger sweeps) pada bayi dan anak-anak karena benda asing tsb dapat terdorong jatuh
lebih dalam ke saluran pernapasan, sehingga menyebabkan sumbatan atau injury.Jika korban bayi
menjadi tidak sadar, penolong harus berhenti untuk pemberian “back slaps” dan mulai dengan RJP.RJP
dilakukan dengan tekanan yang efektif pada dada dan mungkin bisa dapat mengurangi sumbatan jalan
napas

Step Action
1 Letakan bayi pada alas yang rata dan keras
2 Buka jalan napas dan lihat benda asing yang ada di pharynx. Jika benda asingnya
terlihat, ambil, Jangan pernah melakukan pengambilan benda asing kalau tidak yakin
atau terlihat posisi benda asing itu sendiri.(blind finger sweeps)
3 Mulai RJP dengan extra satu tahap ialah setiap membuka jalan napas, lihat sumbatan
benda asing di belakan throat. Jika kelihatan ambil benda asing tsb.
4 Setelah 5 siklus (sekitar 2 menit) RJP, aktifkan system emergency respon.

51
MATERI INTI IV
PENATALAKSANAAN PASIEN AKIBAT TRAUMA

TRAUMA KEPALA DAN TULANG BELAKANG


Tujuan Umum
Setelah peserta menyelesaikan bab ini, diharapkan dapat menjelaskan, memahami, dan mampu
mengerjakan penatalaksanaan pada trauma kepala dan tulang belakang.
Tujuan Khusus
1. Dapat menerangkan tentang anatomi kepala dan tulang belakang
2. Dapat menerangkan pathofisiologi trauma pada otak dan tulang belakang
3. Dapat menjelaskan perbedaan antara primary dan secondary survey pada pasien dengan
trauma kepala dan tulang belakang
4. Mampu melaksanakan penilaian dini, secondary survey pada pasien trauma kepala dan tulang
belakang
5. Mampu mengerjakan pengelolaan pada trauma kepala dan tulang belakang.

TRAUMA KEPALA
Latar Belakang
Cedera kepala merupakan keadaan yang serius, Traumatic Brain Injury (TBI) adalah kasus terbanyak
yang menyebabkan kematian dan kecacatan. 40% trauma pada kepala mengenai central nevous system
(susunan syaraf pusat) 10% dari penderita ini meninggal sebelum sampai di rumah sakit.
Cidera kepala banyak terjadi pada pengendara sepeda motor yang mengalami cidera tanpa
mempergunakan helmet. Program pemerinyah mengharuskan pengendara bermotor menggunakan
helmet akan mengurangi cidera kepala yang berat dan kecacatan.
Triage yang baik akan dapat menseleksi penderita dengan tepat dan cepat untuk mengirim penderita
cidera kepala sedang dan berat untuk dikirim ke center yang sesuai. Kecepatan dan penanganan yang
tepat oleh penolong yang terlatih akan menngurangi morbidity dan mortality.

Anatomi Kepala

Phofisiologi Trauma Kepala


Trauma kepala terdiri dari cidera terbuka dan cidera tertutup. Cidera terbuka menyebabkan tulang
tengkorak terbuka dan isi otak terbuka berhubungan dengan udara luar
Untuk cidera otak dibagi dua yaitu primary injury dan secondary injury.
52
Primary cidera otak terjadi kerusakan otak langsung akibat trauma yang kuat. Kepala ataupun luka tusuk
pada kepala yang menembus tulang tengkorak hingga melukai jaringan otak. Hampir semua primary
injury pada trauma kepala akibat kepala terbentur dengan kuat mengakibatkan otak juga bergeser
didalam tengkorak kepala, benturan keras pada satu sisi kepala akan menyebabkan otak bergerak
membentur sisi lain didalam tengkorak dan juga bisa kembali bergerak ke sisi sebelumnya. Bila kepala
juga membentur misal aspal, dinding dan dinding mobil bila terjadi tabrakan mobil/tabrakan kendaraan
bermotor.
Keadaan seperti diatas dapat menyebabkan kerusakan langsung pada jaringan otak ataupun pembuluh
darah yang ada dalam otak. Penanganan pre hospital yang baik dapat mengurangi secondary cidera otak.
Secondary cidera otak akibat hipoksia dan menurunnya perfusi pada jaringan otak, oedema otak dan
hypotensi pada pasien trauma kepala menyebabkan kerusakan lanjut pada jaringan otak, oedema otak
juga akan meningkatkan tekanan intra kranial karena berkurangnya tempat untuk cairan otak, ini juga
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, oedema otak itu tidak terjadi dengan segera tetapi
memerlukan waktu baru terjadi oedema, bila dilakukan penanganan untuk memperbaiki perfusi ke
jaringan otak dapat menyelamatkan nyawa pasien.
Secara normal biasanya jaringan otak akan mengurangi atau meningkatkan aliran darah secara otomatis
sesuai kebutuhan metabolisme jaringan otak. Auto regulasi ini dipengaruhi oleh level carbon dioxida
(CO2) dalam jaringan otak, normal CO2 adalah 35-40 mmHg. Peningkatan level CO2 (hypoventilasi)
menyebabkan vassokonstruksi dan menurunkan tekanan intra kranial.
Ternyata pada trauma kepala mengurangi edema jaringan otak dapat meningkatkan aliran darah, tetapi
research terbaru membuktikan bahwa hyperventilasi hanya sedikit efek untuk mengurangi edema
penurunan perfusi otak karena vassokonstruksi hanya menyebabkan hipoxia, jadi hypoventilasi dan
hiperventilasi akan menyebabkan iskemia jaringan otak, menyebabkan traumatic brain injury (TBI).
Melakukan ventilasi dengan rate setiap 5-6 detik dengan high flow oxygen sangat penting, melakukan
propilaksis hyperventilasi untuk semua pasien head injury tidak direkomendasikan lagi.
Tekanan Intra Kranial
Didalam tengkorak antara jaringan otak dengan tulang tengkorak terdapat cairan otak dan darah.
Didalam otak dan tulang belakang cairan ini akan menyebabkan oedema otak, pendarahan pada otak
(hematon) yang dapat menyebabkan penyumbatan pada aliran otak (intra kranial pressure) bila aliran
tersumbat

Trauma Tulang Belakang


Tulang belakang terdiri dari 33 ruas yang saling bertumpu membentuk rongga tulang belakang yang
didalamnya berjalan bumbung syaraf utama dari otak menuju seluruh tubuh dan sebaliknya. Trauma
tulang belakang dapat terjadi disemua ruas-ruas dengan mekanisme yang bervariasi. Cidera tulang
belakang dapat berupa pergeseran posisi tulang, patah tulang, kerusakan jaringan pengikat dan juga
terjadinya kompressi tulang yang kerusakan juga disertai kerusakan jaringan bumbung syaraf. Disetiap
trauma tulang belakang harus dianggap serius dan membutuhkan penanganan yang hati-hati, bila tidak
korban akan mengalami kelumpuhan.
Bila dilapangan penolong dalam pemeriksaan dini tidak dapat mendiagnosa adanya curiga (suspect)
cidera tulang leher dan tulang belakang, dalam pemindahan dan evakuasi pasien tidak mempergunakan
metode Spinal Motion Restriction (SMR) akan menyebabkan pasien semakin parah karena dengan alat-
alat lain immobilisasi pasien cidera sprinal tidak dapat dilakukan dengan baik. Penolong harus
mendapatkan pelatihan teori dan praktek agar mampu menangani trauma spinal dengan benar dan aman.

53
Anatomi

Tulang belakang (spinal column) adalah susunan dari 33 ruas tulang yang gunanya menyangga tubuh
agar dapat tegak. Ke 33 tulang belakang itu terdiri dari:
- 7 tulang leher (the C spine)
- 12 tulang punggung
- 5 lumbul ( the L spire)
- 5 sacral dan 4 cocygeal

Secara international tulang belakang dari leher sampai ke


pelvis mempunyai nama (nomer) yaitu;
C1-C7 untuk tulang leher ( cervical )
T1-T12 untuk tulang punggung (thoracic)
L1-L5 untuk tulang pinggang atau lumbal

Spinal Cord/Bumbung Syaraf


Didalam rongga tulang belakang terdapat bumbung syaraf yang
merupakan saluran syaraf utama dari otak menuju seluruh
tubuh dan sebaliknya. Bumbung syaraf mempunyai
diameter ± 10-13mm terdapat ditengah-tengah rongga
tulang belakang, syaraf tersebut lembut dan fleksibel seperti
benang katun dan sekelilingnya ada cairan cerebrospinal
fluid, cairan dan fleksibelnya syaraf merupakan proteksi
buat syaraf itu agar tidak rusak karena trauma.
Cidera Tulang Belakang
Tulang belakang yang sehat dapat toleransi terhadap tekanan pada tulang belakang seperti ekstensi,
fleksi, compresi dan rotasi tanpa merusak bumbung syaraf. Tulang belakang dan bumbung syaraf

54
rusak karena trauma tumpul atau trauma tajam. Bila tali syaraf tulang belakang rusak karena trauma
hubungan antara otak dan tubuh sebelah bawah trauma bisa rusak atau putus. Berakibat hilangnya
tenaga dan sensibilitas bahkan kelumpuhan dan kematian (bila yang terkena syaraf pengatur pernafasan
dan jantung).
Pergeseran atau robekan pada bantalan maupun tulang dapat menjepit syaraf tulang belakang.
Puntiran, penekanan, atau pembengkokan yang berlebihan pada tulang belakang dapat berakibat:
• Luka bertambah buruk
• Syaraf tulang belakang ikut rusak atau putus

Penyebab Trauma Tulang Belakang


- Benturan benda tumpul langsung pada tulang belakang
- Hyperekstensi dari leher misal akibat wajah membentur kaca pada mobil, orangtua yang jatuh
dengan kepala membentur lantai, penerjun yang membentur dasar kolam yang dangkal
- Hyperfleksi misal pengendara kuda atau pengendara motor yang jatuh terpelanting ke tanah
- Kompresi, pasien yang jatuh terduduk atau terjun dari ketinggian yang lebih dari 3x tinggi
badan korban dan mendarat di tanah dengan kaki lurus atau terduduk.
- Rotasi pasien yang mengalami tabrakan mobil kepala dan leher serta pinggang terpuntir
- Lateral stress misal jatuh dari ketinggian dengan leher terbentur dibagian samping kiri dan
kanan, kecelakaan mobil tertabrak dari samping
- Distraction peregangan yang kuat pada tulang belakang dan bumbung syaraf misal pemain ski
atau pengendara motor yang tersangkut tali pada leher atau pinggang pasien tergantung
- Luka tembak atau luka tusuk yang mengenai tulang belakang
- Pasien terlempar akibat ledakan bom dan mengenai bagian belakang pasien

Pencegahan
- Gunakan sabuk pengaman bila berkendaraan
- Pakai helm pengaman yang sesuai standar bila naik sepeda motor, skateboard, dan bila berada
didaerah konstruksi bangunan
- Periksa kedalaman air sebelum menyelam, ski air atau terjun di air
- Bila berolahraga taati seluruh peraturan keselamatan

Gejala dan Tanda


- Perubahan bentuk pada kepala, leher, dan tulang belakang perubahan bentuk pada tulang
belakang ditemukan tapi kalau terlihat jelas, memar, atau bengkak pada tulang belakang
dicurigai terjadi cidera tulang belakang
- Kelumpuhan pada alat gerak dibawah titik trauma
- Gangguan persyarafan pada alat gerak mungkin kehilangan fungsi, lemah, mati rasa,
kesemutan, atau rasa baal terutama dibawah titik trauma
- Nyeri pada daerah tulang belakang pada saat bergerak ataupun tidak bergerak, bila nyeri
berlebihan korban dapat menjadi Neurogenic Syok
- Hilangnya kemampuan mengendalikan buang air besar dan buang air kecil
- Sulit bernafas, kadang-kadang tanpa pergerakan dada bila ini terjadi setelah pasien menderita
trauma berat, curigalah ada trauma tulang belakang mengenai syaraf tulang belakang
- Priapismus, yaitu ereksi kemaluan pria yang menetap

55
- Dapat terjadi syok akibat jejas pada syaraf menyebabkan vassodilatasi pembuluh darah,
mengakibatkan hipotensi dan bradikardia
- Bila terjadi luka tusuk pada leher dan luka terbuka pada leher udara dalam trakea dapat masuk
kepembuluh darah atau emboli udara, dapat menyumbat pembuluh darah terjadi serangan
jantung
- Luka tumpul tertutup pada leher juga dapat merusak jaringan dalam leher dan emboli udara,
terdapat luka memar atau tenggorokan bengkok/tidak lurus
- Bila diraba didaerah leher dapat teraba udara dibawah kulit (krepitus) disekitar leher dekat
daerah trauma

Pengelolaan Trauma Tulang Belakang


• Perhatikan keamanan lingkungan, keamanan pasien dan penolong
• Datang menemui korban dari arah kaki korban jangan dari belakang korban dan bila korban
sadar perintahkan untuk tidak bergerak atau menggerakkan kepala dan badan
• Bila terlihat penderita tidak bergerak/tidak sadar satu penolong melakukan jaw trush dan
penolong lain mengecek respons pasien (AVPU)
• Check airway, breathing dan circulasi
• Lakukan pemeriksaan dini (rapid Assesment) dari kepala sampai kaki dengan cepat tepat dan
cermat
• Setelah periksa kepala pelihara jalan nafas tetap terbuka dengan jaw trush berikan high flow
oksigen
• Bila penderita sadar periksa fungsi motorik dan sensorik alat gerak
• Setelah selesai memeriksa leher pasang neck collar, jaw trush tetap dilakukan
• Setelah selesai melakukan pemeriksaan sampai kaki pindahkan pasien segera ke long board
spinal atau papan dan alat lain yang punya alas yang keras
• Bila ada luka atau pendarahan luar segera stop dengan balut tekan, sebelum pasien dipindah
ke spinal board
• Pada saat proses pemindahan/ log roll pada saat pasien dimiringkan 45o segera penolong yang
ditengah memeriksa belakang badan pasien mulai dari belakang kepala sampai ke belakang
tumit apakah ada luka memar luka bakar perubahan bentuk dengan cermat ruas demi ruas tulang
belakang diperiksa apakah ada kelainan, bila ada pendarahan luar stop segera dengan balut
tekan, baru pasien dipindahkan ke spinal board.
• Bila pasien dalam situasi tidak aman dan harus segera dipindah ketempat aman, tidak perlu
dilakukan pemeriksaan dini secara lengkap tapi hentikan pendarahan luar, log roll ke spinal
board saat log roll wajib periksa dengan cepat cermat, bagian belakang badan segera pindah
kespinal board dan bawa ketempat aman segera.
• Setelah dilakukan jaw trush ini dipertahankan sampai kepala pasien telah difiksasi pada long
spinal board baru boleh dilepas.
Penyulit pada pengelolaan pasien spinal adalah:
- Henti nafas, karena kelumpuhan otot dada
- Kelumpuhan ke empat ekstremitas
- Syok
• Setelah pasien terfiksasi dengan baik pada long spinal board segera pindahkan ke ambulance

56
• Sebelum berangkat untuk antisipasi buat resusitasi syok pasang infus 2 jalur dengan jarum besar
mulai dengan tetesan KVO (Keep Vein Open) bila ada tanda-tanda syok lakukan resusitasi
sesuai protokol terapi cairan.
• Sepanjang perjalanan lakukan secondary survey, check lebih teliti dan cermat, periksa dari
kepala sampai ujung kaki
• Lakukan monitoring tanda-tanda vital dengan ketat setiap 5 menit bila pasien belum stabil atau
setiap 15 menit bila pasien sudah stabil hubungi rumah sakit yang dituju, laporkan indentitas
pasien, keadaan umum, tanda-tanda vital dan penanganan yang dilakukan.
• Bila jalan nafas masih dapat dipertahankan terbuka atau bila ada henti nafas bila penggunaan
bag valve mask bisa memberikan pernafasan yang efektif pertahankan sampai pasien sampai di
rumah sakit dengan aman dan dapat mengurangi pergerakan leher dan tulang belakang.
• Setelah pasien sampai dirumah sakit selama pasien melakukan pemeriksaan penunjang untuk
diagnosa seperti x-ray, ct scan ataupun MRI tetap harus diatas long spinal board jangan pernah
dipindah ketempat lain
• Spinal board dan neck collar baru boleh dilepas/dipindahkan bila sudah terbukti tidak ada cidera
pada kepala, leher dan tulang belakang atau bila ada cidera pasien dipindahkan ke meja
operasi/tindakan atau tempa tidur yang diperuntukan buat merawat pasien cidera spinal
• Bila pasien wanita hamil setelah difiksasi dengan benar pada long spiral board miringkan 15
derajat ke arah kanan pasien agar artery dan vena femoralis tidak tertekan supaya aliran darah
tetap lancar dan venus return tetap baik.

TRAUMA DADA
Tujuan umum
Setelah peserta menyelesaikan BAB ini di harapkan dapat menjelaskan, memahami, menerangkan dan
mengerjakan pengolahan pada pasien trauma dada.

Tujuan khusus
1. Dapat menjelaskan anatomi dada, dan patofisiologi dan trauma dada
2. Dapat menerang gejala dan tanda-tanda yang khas pada trauma dada
3. Dapat melaksanakan pengolahan initial pada trauma dada
4. Dapat melaksanakan primary & secondary survey pada trauma dada
5. Dapat melakukan indentifikasi pasien trauma dada yang mengalami Tension pneumothorak .
dapat mengetahui 3 indikasi untuk melakukan emergency decompression pada trauma dada
6. Dapat melakukan indentifikasi beck‟s triad untuk mendiagnosis cardiac tamponade
7. Dapat melaksanakan pengelolaan trauma dada terbuka akibat tusukan
8. Dapat melakukan indentifikasi dan melakukan pengelolaan pada flail chest
9. Dapat melakukan indentifikasi dan melakukan pengelolaan pada pasien trauma dada yang
mengalami massive hemothorax
10. Dapat melakukan indentifikasi dan melakukan pengelolaan pada pasien trauma dada yang
mengalami kemungkinan robekan aorta
11. Dapat melakukan indentifikasi dan melakukan pengelolaan pada pasien trauma dada yang
mengalami cayocardial contusion
12. Dapat melakukan indentifikasi dan melakukan pengelolaan pada pasien trauma dada yang
mengalami robekan diafragma

57
Latar belakang
Trauma dada sering terjadi akibat tabrakan mobil atau motor, jatuh dari keinggian, luka tembak, dan
luka tusuk. Sebagian dari pasien yang mengalami trauma dada akan mengalami cidera lain dari organ
vital yang ada di dalam dada (multiple injury)
25% dari pasien trauma dada mengalami kematian. 2/3 dari pasien trauma dada akan hidup bila
mereka dapat segera di bawa ke RS (UGD) dan 15% dari mereka akan memerlukan tindakan operasi
Artinya pasien-pasien yang mengalami trauma dada akan tertolong bila di temui dan ditangani oleh
penolong yang terlatih yang dapat melakukan pemeriksaan dan pengolahan pada trauma dada dengan
cepat, tepat dan benar penanganannya

58
ANATOMI DADA

Pathophysiologi
Bila terjadi trauma dada, baik karena trauma setimpal ataupun trauma tajam dapat menyebabkan :
a. HIPOMA :
Adalah suatu keadaan tidak kuatnya pengiriman oxygen kejaringan akibat trauma dada
menyebabkan abstraksi dalam nafas.
b. HYPOVOLEMIA :
Adalah tidak ade kuatnya volume pembuluh darah akibat kehilangan darah yang banyak baik karena
luka terbuka pada dada ataupun luka tertutup pada rongga dada.
c. VENTILASI / PERFUSI :
Terjadi gangguan pada tekanan di pleura akibat tension pneumothorax. Rusaknya pompa jantung
akibat cidera jantung yang berat. Respirasi acdosi, hipercarbin (CO2) akibat tidak ada kuatnya
ventilasi karena perubahan tekanan dalam dada akibat trauma dada. metabohe aoidosis akibat
hyperfusi dari jaringan akibat syok.

Tanda-tanda umum cidera dada adalah:


• Nyeri dada, sesak nafas (nafas pendek)
• Pada inspeksi terlihat tidak simetrinya gerakan dada, terlihat gerakan paradoxal pada daerah yang
terkena, memar atau luka terbuka
• Cyanosis, distended vena yugularis, trachea deviasi searah tempat trauma
• Palpitasi teraba tenderness. Disability dan erepitasi (TIC)
Auscultasi dapat terdengar suara nafas dengan baik atau tidak. Lakukan pemeriksaan cepat pada
trauma dada dengan cepat, tepat dan teliti

59
Pada trauma harus dapat diindentifikasikan secara cepat cidera berat pada organ-organ vital yang ada
pada dada.
Ada 12 keadaan yang dapat menyebabkan keadaan yang mengancam nyawa yang disebut dengan
“deadly dozen” yang dapat ditemui saat melakukan primary survey dan secondary survey.
Yang ditemukan pada primary survey
1. Abstruksi jalan nafas
2. Pneumothorak terbuka
3. Flail chest
4. Tension pneumthorak
5. Massive hemothorak
6. Cardiac tamponade
Yang ditemukan pada saat melakukan secondary survey
7. Myocardial confusio
8. Robekan aorta
9. Cidera tracheal dan bronkus
10. Robekan pada diafragma
11. Cidera pada esophagus
12. Contusio paru

OBSTRUKSI JALAN NAFAS


Pada trauma dada dapat terjadi obstruksi jalan nafas karena benda asing, lidah yang terjatuh
kebelakang pada yang tidak sadar aspirasi karena isi lambung dan adanya bekuan darah
Bila didapat keadaan tersebut segera lakukan pengelolaan pembebasan jalan nafas, pengelolaan
pernafasan dan sirkulasi.

OPEN PNEUMOTHORAK
Ini terjadi bila pasien didapati adanya luka terbuka di daerah dada akibat luka tusuk ataupun luka
tembak.
Udara luar akan masuk kedalam rongga dada dan akan keluar pula melalui luka yang ada di dada ini
sehingga terdengar seperti suara isapan. Keadaan tersebut di sebut “Sucking Chest Wound” dan akan
keluar gelembung-gelembung pada saat ekspirasi. Udara akan hanya masuk ke daerah mati pada rongga
pleura tetapi tidak akan memasuki rongga paru.
Akibat adanya hubungan dengan atmosfir maka tekanan di rongga pleura jadi sama dengan tekanan
atmosfir atau positive (tidak menggelembung) pada saat pasien inspirasi. Lobus paru yang terkena akan
mengecil karena udara akan terhisap lebih banyak ke dalam rongga pleura.
Pada saat pasien inspirasi, lobus paru tersebut akan mengembung sedikit, akibat udara yang di dalam
rongga pleura yang berbentuk gelembung-gelembung keluar ke rongga dada. Karena proses tersebut
diatas maka akan terdapat gangguan pada ventilasi sehingga pasien akan mengalami Hypoxia.

Pengelolaan pada open pneumothorak


a. Pastikan dalam nafas terbuka dengan baik
b. Berikan oksigen dengan system high flow
c. Tutup luka terbuka dengan oklusive dressing, (dapat menggunakan sarung tangan karet dan
plastic). Pasang plester yang kuat pada ketiga sisi sudut plastic sisakan satu sudut untuk
mengeluarkan udara dari rongga pleura saat ekspirasi (ada verband untuk menutup luka

60
terbuka di dada disebut asherman chestseal) yang atasnya ada one loay value hanya untuk udara
ekspirasi bila luka sudah tertutup dengan baik. Pada saat inspirasi udara tidak dapat masuk lagi
ke rongga pleura, sehingga lama kelamaan setelah udara di rongga pleura berkurang paru-paru
akan mengembang dengan baik.
d. Pasang infus dengan jarum yang besar 146 atau 166 pada mediana cubita
e. Monitor oksigen saturasi dengan pulse oximeter
f. Segera evakuasi pasien kerumah sakit yang mempunyai vasilitas operasi thorak.

FLAIL CHEST
Flail chest terjadi bila dua atau lebih tulang iga patah secara berturut-turut dan patahan terdapat pada
dua atau lebih akibat trauma pada dada akibatnya ada suatu segment 7 yang tulangnya terlepas satu
sama lain

PATHOPHYSIOLOGI
Karena ada tempat yang tulang iganya terlepas, pada tempat tersebut bila pasien bernapas secara spontan
maka waktu inspirasi tempat tersebut akan ikut terhisap kedalam. Paru-paru akan cekung. Bila pasien
ekspirasi, udara akan terdorong keluar yang mengakibatkan pada tempat yang patah lobus paru akan
cembung keluar (LIHAT GAMBAR) ujung-ujung dari iga dapat memasuki lobus paru bila tidak segera
dilakukan pada pasien ini dapat terjadi pneumothorak fiksasi dan hemothorax trauma dada juga dapat
menyebabkan kantasio paru yang dengan segera dapat menyebabkan hypoksia pada pasien flail chest
rasa nyeri pada dada menyebabkan para doxical motion pada saat pemeriksaan secara inspeksi terlihat
dada tidak mengembang dengan baik saat inspirasi pada kedua sisi pada saat palpasi pada daerah trauma
terasa erepitasi

61
a. Inspirasi. Sebagai tekanan intrapleural menjadi semakin negatif, segmen memukul dan jaringan
paru-paru yang mendasarinya dihisap ke dalam, runtuh paru-paru pada sisi yang terkena dan
pergeseran mediastinum ke sisi terpengaruh.
b. Expirasi. Sebagai tekanan intrapleural menjadi kurang negatif, segmen memukul dan jaringan
yang mendasari didorong lahiriah, dan pergeseran mediastinum ke sisi yang terkena. Beberapa
bergerak udara antara paru-paru, bukan melalui saluran udara atas. Besar panah menunjukkan
gerakan struktural; panah putus-putus menunjukkan gerakan udara normal; panah kecil
menunjukkan gerakan udara normal; panah terbuka menunjukkan gerakan segmen memukul. Dari
Kitt et al., 1995.

Pengelolaan flail chest


1. Pastikan jalan napas terbuka dengan baik
2. Assist ventilasi bila terdapat gagal napas
3. Berikan oksigen dengan cara high flow oxygen
4. Fiksasi tempat yang patah (area yang flail) dengan balut tekan manual (bulk dressing) plesterkan
ke dada pasien.
5. Pindahkan pasien segera ke spinal board. Selama melakukan log roll ke spinal board fiksasi harus
di pegang supaya tidak tergeser. Digunakannya spinal board bila ada trauma dada yang berat
ditakutkan juga ada spinal injury.
6. Segera naikan pasien ke ambulan dan bawa kerumah sakit
7. Selama dalam perjalanan lakukan pemasangan infus dan beri bolus cairan untuk mencegah syok.
8. Monitor oksigenasi pasien dengan pulse oxymeter CO2 monitor bila ada.
9. Bila terdapat tanda-tanda gagal napas dapat dilakukan pemberian oksigen dengan BVM ataupun
intubasi dan harus mempergunakan PEEP ( positive and expiratory pressure) dan pergunakan
modul. CPAP ( Continous Possitive Airway Presure)
10. Segera bawa pasien kerumah sakit yang sesuai dengan keadaan pasien
11. Dalam perjalanan hubungi rumah sakit yang dituju dan laporkan keadaan pasien supaya rumah sakit
dapat segera menyiapkan fasilitas yang dibutuhkan untuk pemeriksaan dan penanganan pasien lebih
lanjut.

62
PNEUMOTHORAX

Udara dalam rongga pleura telah memasuki beberapa ruang yang biasanya diduduki oleh paru-paru,
sehingga mencegah perluasan dan menyebabkan keruntuhan parsial.

TENSION PNEUMOTHORAX
Tension pneumothorax dapat terjadi akibat trauma tumpul atau trauma tajam pada dada. Udara akan
masuk ke rongga pleural tapi tak dapat keluar dari rongga tersebut, ini akan meningkatkan tekanan di
rongga dada, keadaan ini akan menyebabkan collapnya lobus paru ditempat yang cidera dan akan
meningkatkan tekanan di mediastimun dan tekanan ini akan menyebabkan collapnya vena cafa superior
dan interior yang akan menyebabkan kurangnya darah kembali ke jantung (venous return). Akan terlihat
adanya distensi vena yugularis, dalam keadaan lanjut jantung akan terdorong dan terpelintir. Trachea
dan mediastinum akan terdorong kearah paru. yang terjadi tension pneumothorax ini merupakan tanda-
tanda akhir kadang-kadang terlihat dengan inspeksi kecuali dilakukan x-ray

63
Tanda-tanda tension pneumothorax adalah
o Dyspnea, anixienty, tackypnea
o Distensi vena yugularis
o Tuskultasi, terdengar suara nafas yang menurun di tempat yang cidera
o Perkusi terdengar suara huper di daerah cidera
o Inspeksi terlihat pengembangan dada yang tidak simetris antara kiri dan kanan daerah dada
yang cidera dada tidak mengembang
o Keadaan lanjut terlihat trachea dan mediastinum terdorong kearah tempat cidera
o Hipotensi dan syok
o Nadi lemah dan cepat, kadang-kadang tidak ada nadi pada daerah cidera bila di raba di
radialis
o Akral dingin, lembab dan siandsu
o Penurunan kesadaran

Selain trauma keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan tension pneumothoraks adalah


o Pada saat memberikan tekanan positive kepada pasien bila saat memompa bagian dirasa
susah dan berat harus perhatikan mungkin terjadi tension pneumothoraks
o Pasien di intubasi dengan riwayat chroak obstructive pulnonaru disease (COPD) aau pasien
asma akan meningkatkan terjadinya tension pneumothoraks bila diberikan positive pressure
ventilasion
Pada pasien trauma dada pada primary survey dilakukan pemeriksaan dengan cepat teliti dan cermat
diagnose tension pneumothoraks dapat ditegakkan tanpa diperlukan pemeriksaan penunjang
fotoradiology. Pasien dengan tension pneumothoraks dapat terjadi kematian dengan cepat bila tidak
segera di tangani (early death)
Diagnosa harus ditegakan secara klimis dan terapi, tidak boleh terlambat karena menunggu konfirmasi
radiology

Pengelolaan tension pneumothoraks


1. Pastikan jalan nafas terbuka dengan baik
2. Berikan oksigen dengan cara high flow
3. Lakukan chest decompression (mengeluarkan udara dari daerah yang cidera dengan
melakukan tusukan dengan jarum infus no.14)
4. Segera bawa kerumah sakit yang dapat menangani pasien dengan trauma dada
5. Sepanjang jalan hubungi RS dan laporkan keadaan pasien agar mereka dapat mempersiapkan
tindakan yang akan dilakukan selusuri dari iga ke iga sesuai dengan keadaan pasien

Chest decompression (needle thora cotomy)


Cara melakukan chest decompression
1. Pastikan bahwa diagnose pasien tension pneumothoraks
2. Beri oksigen high flow
3. Cari iga ke dua dan iga ke tiga mid klavikula pada dada yang terjadi tension pneumothoraks
• Pasang APD, glove steril
• Bersihkan daerah yang sudah disiapkan areanya dengan anti septic seperti bethadine
• Siapkan jarum 120 sambungkan dengan syiringlome

64
• Selusuri iga ke iga dan cari titik imajinasi yang di lewati garis midklavikula diatas iga tiga
tusukan jarum pada titik tersebut secara perlahan bila sudah ada udara keluar di dalam syring
cabut jarum dan tinggalkan plastic IV teserbut dan dorong plastic tersebut sedalam kurang
lebih 5cm bila ada tension pneumothoraks udara akan terdorong dengan cepat kluar seperti
suara p‟ssstt udara dalam rongga dada akan keluar dan lobus paru akan mengembang
kembali
• Bila tidak ada lagi udara keluar waktu ekspirasi cabut jarum tersebut dan tutup bekas luka
dengan plester, penanganan ini hanya bersifat sementara (bukan definitive treatment)
• Jarum jangan ditusuk dibawah iga tiga karena disana terdapat arsepi vena, dan nerveus
intercostalis

MASSIVE HEMOTHORAX
Adanya darah dalam rongga pleura disebut hemothorax bila terjadi trauma tumpul ataupun penetrasi
trauma pada dada di daerah dada yang cidera dapat terjadi hemothorax bila ada 1500cc atau lebih darah
darah tertumpuk di rongga fleura disebut massive hemothorax.
o Paru-paru di tempat cidera akan terkompresi
o Inspeksi terlihat pengembangan dada yang tidak simetris antara kiri dan kanan pada area cidera
terlihat paradosal
o Ausultasi terdengar penurunan suara nafas pada daerah yang cidera
o Perkusi terdengar suara dull
o Bila tumpikan darah semakin banyak venacafa inferior, superior dan contralateral paru akan
tertekan akibat kehilangan darah yang banyak akan menyebabkan hypoxemia

Tanda-tanda massive hemothorax


o Penurunan kesadaran pasien
o Sianosis
o Vena jugularis dasar
o Trachea di tengah (middle)
o Suara nafas menurun atau tidak ada pada daerah yang cidera
o Pada perkusi akan dull pada daerah cidera
o Pernafasan dyspnea atau taechypnea
o Nadi lemah dan halus. bila di raba di nadi radial kadang-kadang tidak terasa tapi bila di raba
di carotis akan terasa.
o Akral teraba dingin, basah dan pucat
o Tensi turun, akan segera terlihat tanda-tanda syok bila tidak segera ditangani

65
Pengolahan massive hemothorax
1. Pastikan jalan nafas terbuka dengan baik
2. Beri oksigen high flow
3. Pasang infus set 2 jalur dengan jarum besar lebih baik pada vena besar (mediana cabut)
4. Segera kirim pasien ke rumah sakit yang dapat menangani trauma dada
5. Beri tahu rumah sakit yang di tuju tentang keadaan pasien
6. Sepanjang jalan ganti pendarahan yang hilang dengan hati-hati infus diberikan hanya untuk
mempertahankan BP systoke 90-100mm HG bila meningkatkan tekanan darah terlalu tinggi juga
akan meningkatkan pendarahan pada rongga pleura
7. Sepanjang jalan juga selalu dilakukan follow up vital sign dan observasi juga tanda-tanda
terjadi hemopneumothorax bila terjadi harus segera dilakukan chest decompression

CARDIAC TAMPONADE
Cardiac tamponade biasanya terjadi akibat luka penetrasi sekeliling jantung terdapat membrane
pericardial. Bila terjadi luka tusukan dan tertumpuknya darah dengan cepat antara jantung dan
pericardium akan menyebabkan kompresi pada ventrikel akan meningkatkan pompaan jantung akan
berkurang akibatnya cardiac out put akan berkurang dengan cepat dan akan meningkatkan cvp (Central
Venous Pressure)
Tanda-tanda cardiac tamponade
- Hypotensi, tensi turun dengan cepat ….. akan jatuh ke keadaan syok bila tidak segera ditangani
- Distensi vena yugularis
- Paradoxical pulse, bila di raba nadi radial saat inspirasi akan menghilang pada saat experasi nadi
terasa lemah dan halus
- Trachea midline
- Suskultasi suara nafas akan terdengar sama pada kedua lobus paru
- Penurunan kesadaran
- Pernafasan dyspnea dan tachypnea
- Akral teraba dingin basah dan pucat

Pengelolaan cardiac tamponade


1. Pastikan jalan nafas terbuka dengan baik
2. Berikan oksigen dengan high flow
3. Naikan pasien ke ambulan segera
4. Segera kirim kerumah sakit yang dapat menangani cardiac tamponade
66
5. Segera hubungi rumah sakit yang dituju laporkan keadaan pasien
6. Segera pasang infus kalu perlu 2 line kiri dan kanan pada mediana cabut dengan jarum besar.
Pemberian infus cairan elektrolit harus hati-hati, hanya untuk mempertahankan tensi systohe 90-
100 mm hg. Bila tensi meningkat dengan cepat lebih dari 100 mg hg akan meningkatkan
pendarahan pada pericardium
7. Bila ada disrthmia segera obati
8. Mendorong vital sign dengan ketat setiap 5 menit
9. Sepanjang jalan selalu lakukan pemeriksaan sobservasi apakah ada tanda-tanda hemothorax
ataupun pneumothorax

Traumatic aortic rupture


Traumatic aortic rupture (sobekan akibat trauma) keadaan tersebut sangat banyak terjadi pada
kecelakaan motor dan jatuh dari ketinggian. 9% pasien ini akan meninggal dengan segera. Keselamatan
pasien tergantung dari kecepatan diagnose dan pelaksanaan operasi di rumah sakit.
Pada pasien trauma dada karena hantaman setir mobil dapat segera menyebabkan aorta menjadi sobek
dalam hitungan menit pasien akan jatuh menjadi syok pada keadaan ini bila pada saat di temukan pasien
mekanika tersebut diatas dalam waktu itu pasien sudah mengalami penurunan kesadaran distress
pernafasan dan pertesi kapiler jelek. Jangan buang-buang waktu, segera angkat ke ambulan bawa segera
kerumah sakit. Pasang infus inkubasi dan tindakan perawatan lain dilakukan sepanjang jalan ke rumah
sakit.

Pengelolaan traumatic aortic rupture


1. Pastikan jalan nafas terbuka dengan baik
2. Berikan oksigen dengan cara high flow, bila perlu inkubasi enclothrakheal
3. Naikan pasien segera ke ambulan
4. Segera kirim pasien kerumah sakit yang dapat menangani traumatic aortic rupture
5. Segera pasang infus kalau perlu dua line kiri dan kanan pada mediana cabut dengan jarum
besar
6. Monitor irama jantung
7. Segera hubungi rumah sakit yang dituju laporkan keadaan pasien
8. Sepanjang jalan selalu lakukan pemeriksaan 8 observasi apakah ada tanda-tanda yang
mengancam nyawa, tangani ABC bila ada masalah

Trauma trachea dan cabang broncus


Trauma trachea dan bronkheal akibat luka tusuk ataupun trauma tumpul, luka tusuk pada jalan nafas
atas biasanya disertai kerusakan berat pembuluh darah dan jaringan sekitar daerah cidera. Trauma
tumpul akan mengakibatkan robeknya trachea dan cabang bronkus dekat karina.
Trauma tajam maupun trauma tumpul akan menyebabkan subcutaneous emphysema pada dada, muka
leher dan kadang menyebabkan pneumothoraks
Pemasangan intubasi tidak memungkinkan, perlu segera dilakukan …… untuk difimtif terapi untuk
jalan nafas selama transport ke rumah sakit harus di jaga vital sign dalam batas stabil dan lakukan
berulang-ulang secondary survey agar gejala pneumothorax dan hemothoraks dapat diketahui segera.

67
MYOCARDIAL CONTUSION
Trauma tumpul pada dada bagian atas tengah akan menyebabkan cidera jantung. Dapat menyebabkan
sobeknya otot penyangga jantung dan katup jantung, pericardial temponade dan dapat merobek jantung
sendiri.
Bila yang terkena bagian kanan biasanya yang cidera atrium kanan dan venstikel kanan.
Bila terjadi hanya memar pada otot jantung gejala sama dengan acuta myocardial infak dengan tanda-
tanda nyeri dada.
Dysthythmias dan cardiogenik syok di lapangan kardiogenik syok dari cardiac tamponade. Nyeri dada
karena myorcardial confusion susah dibedakan nyeri dada akibat cedera otot dari dada yang terkena
trauma
Jadi setiap pasien dengan trauma tumpul pada dada depan tengah harus diduga menderita myocardial
confusion dan penanganan sama dengan cardiac tamponade, bawa segera kerumah sakit yang dapat
menangani operasi jantung.

DIAPHRAGMMATIC TEARS
Robekan diaphragm akibat besarnya tekanan dari abdomen sesuatu yang tiba-tiba menyebabkan
meningkatnya tekanan intra abdomenmus karena tekanan seat belt waktu terjadi tabrakan atau
tendangan yang mengenai dinding perut menyebabkan robeknya diafragma dan menyebabkan hermasi
organ dalam perut ke rongga thoraks, hermasi biasanya kerap terjadi di bagian kiri di bandingkan bagian
kanan. Di bagian kanan terdapat hati yang dapat melindungi diafragma trauma tumpul dapat
menyebabkan robekan yang besar pada diafragma tapi luka tusuk hanya menyebabkan lubang yang
kecil sesuai besar benda yang menusuk
Robekan diafragma dan hermasi abdomen organ ke rongga thoraks sukar di diagnose baik di lapangan
maupun di rumah sakit hanya mungkin akan terlihat seperti distres pernafasan dalam pemeriksaan
ausenltasi suara nafas akan menurun dan sewaktu waktu bila di …. Daerah dada bawah terdengar bising
usus

Pengelolaan sobekan diafragma


- Pastikan jalan nafas terbuka dengan baik
- Lakukan intubasi bila keadaan semakin buruk
- Berikan oksigen high flow bila keadaan stabil
- Segera kirim pasien kerumah sakit yang punya fasilitas operasi dada sperut
- Observasi tanda-tanda syok segera lakukan resusetasi cairan dengan protocol sesuai keadaan
pasien
- Sepanjang jalan segera hubungi rumah sakit yang ditujukan dan laporkan keadaan pasien

PULMONARY CONTUSION
Pada trauma tumpul pada dada juga sangat sering terjadi kontusio paru, biasanya tanpa sadar selama
dalam proses melakukan penanganan di tempat kejadian dan selama perjalanan kerumah sakit. Pelan
tapi pasti kelainan pernapasan akibat adanya kontusio paru akan terlihat terjadi hypoksemia. Bila pasien
sudah diberi oksigen dengan high flow tapi keadaan pernapasan tidak membaik bahkan semakin
memburuk, saturasi akan turun, maka segera lakukan intubasi dan assisted ventilasi dengan
menggunakan PEEP dan pasang IV line pada dua tempat. Awasi akan adanya tanda-tanda syok.
Cidera lain yang mungkin terjadi pada trauma dada adalah luka tusuk dengan benda yang masih
tertancap di dada. Bila di temukan luka tusuk tersebut jangan pernah di cabut benda yang masih
68
tertancap. Lakukan fiksasi dengan balut cincin dan hentikan pendarahan dengan balut tekan sekitar
benda yang tertusuk, segera kirim ke rumah sakit, jaga ABC, pasang infus dan monitor tanda-tanda vital
selama perjalanan.

Sternal fracturs
Patah tulang sternal dapat terjadi bila dada depan tengah terkena trauma tumpul yang hebat. Pada
keadaan ini pasien juga kita curigai terjadi myocardial contusion. Lakukan penanganan seperti
konstusio myocardial, langsung segera bawa kerumah sakit .

Simple rib fracture sering terjadi pada trauma thoraks bila pasien hanya terdapat patah tulang iga saja
tanpa ada tanda-tanda pneumothoraks ataupun homothoraks. Persoalan yang penting disini adalah rasa
sakit bila tidak di terapi rasa sakit takkan mengganggu pasien tidak bernapas secara adekuat saat
melakukan palpasi daerah yang patah akan terasa tegang dan bergerak-gerak. Lakukan fixasi dengan
pain killer medikasi selama pejalanan. Monitor tanda-tanda fital. Lakukan pemeriksaan ulang head to
toe. Perhatikan dengan cermat adakah tanda-tanda premothoraks ataupun hemothoraks

69
TRAUMA PERUT (ABDOMENT)

Tujuan Umum
Setelah peserta menyelesaikan BAB ini diharapkan dapat menjelaskan, memahami, menerangkan dan
Mampu melakukan pengelolaan pada pasien Trauma Perut
Tujuan khusus
1. Dapat menjelaskan anatomi Abdoment 4 kuadrant perut dan organ yang ada pada setiap
kuadran dan patofisiologi dari trauma perut.
2. Dapat menerangkan gejala dan tanda-tanda yang khas pada trauma perut dan mengetahui
biomekanika trauma yang terjadi.
3. dapat melakukan pemeriksaan initial pada trauma perut (4 kuadran perut).
4. Dapat melaksanakan pengelolaan primary dan secondary survey pada trauma perut.
5. Mampu melakukan pengelolaan bila ada luka terbuka pada trauma perut (usus yang keluar
dari dinding perut yang luka terbuka)

Latar Belakang
Trauma abdomen sering lolos dari pengamatan terutama pada penderita dengan gangguan kesadaran,
multi trauma, trauma disertai dengan intoksikasi alcohol, drug, cedera thoraks dan fraktur vertebral.
Umumnya perdarahan pada rongga perut atau trauma tumpul di dalam abdomen selalu ditemukan
dengan hasil akhir peritonitis padahal pada initial assessment dilakukan pemeriksaan secara teliti dan
cermat pada ke 4 kuadran perut.
Penilaian sirkulasi pada primary survey adalah penilaian perdarahan pada daerah-daerah yang
memungkinkan untuk tempat menampung darah yang tidak tampak antara lain abdomen pada trauma
tumpul. Abdomen memerlukan pemikiran untuk memperkirakan organ-organ yang ikut mengalami
cidera dan besarnya kerusakan yang terjadi.
Diperlukan ketajaman dari diagnostic pada pemeriksaan penderita mulai dari melakukan anamnese
pemeriksaan fisik dan penunjang diagnosa sangat membantu untuk penyelamatan pasien dari keadaan
yang mengancam nyawa.
Mengingat vitalnya abdomen dalam penilaian perdarahan primary survey maka seorang penolong harus
sadar betul tetang segala kemungkinan yang dapat terjadi pada abdomen Biomekanik trauma pada
abdomen harus dipelajari dengan cermat agar tak terjadi keterlambat diagnosa dan keterlambatan
melakukan pertolongan.
Anatomi abdomen bagian luar dan abdomen bagian dalam harus diketahui agar dapat menilai kerusakan
yang terjadi akibat mekanisme trauma.

70
71
Anatomi Perut
Secara anatomi bagian perut dibagi menjadi 3 area yaitu :
1. Intra thoracic abdomen
2. True abdomen
3. Retroperitoneal abdomen

Intra thoracic abdomen terletak dibawah diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada.
Ditutup oleh tulang iga bagian bawah sebelah kanan terdapat hati ditengah-tengah ada pancreas dan
dibagian kiri atas ada spleen / limpha
Bila terjadi trauma didaerah ini trauma tumpul akan mengenai hati dan limpha akan menyebabkan
perdarahan yang mengancam nyawa.
True abdomen daerah ini tidak ada tulang kerangka yang menutupi area ini hanya otot-otot perut yang
menutupi, didalam perut terdapat organ-organ, usus halus, usus besar dan kandung kencing. Pada wanita
di bagian bawah dekat pelvis terdapat uterus, tuba fallopian dan ovarium dibagian belakang area genital
ini di lindungi oleh tulang-tulang pelvis.
Retroperitoneal abdomen terletak dibelakang bagian perut ( belakang thoracic abdomen dan true
abdomen ) disini terdapat ginjal, uterus tengah ada pancreas bagian belakan posterior duodenum,
ascending dan descending colon, aorta abdomen dan vena cava interior. Karena itu bila terjadi trauma
di bagian belakang ini sulit untuk dinilai pada saat melakuka pemeriksaan dilapangan. Bila terjadi
perdarahan dibagian depan perut segera dapat diketahui karena perut akan distensi dengan tegang. Bila
terjadi perdarahan dibagian peritoneal karena adanya aorta abdominal dan vena cava inferior disana
akan terjadi perdarahan hebat yang mengancam nyawa tanpa menunjukan gejala yang jelas dalam
pemeriksaan area perut ( biasanya terjadi bersamaan dengan trauma pada pelvis ) makanya bila
mekanika trauma curiga mengenai daerah pelvis dan retroperitoneal benar-benar perhatikan ABC. Bila
ada kelainan segera lakukan tindakan.

Type trauma pada perut


Trauma yang terjadi adalah trauma tumpul dan luka tusuk, untuk trauma tumpul ini sangat banyak
terjadi dan sering menyebabkan kematian akibat keterlambatan diagnosa dan pertolongan 10-30% akan
meninggal (mortality meningkat) pada kecelakaan kendaraan bermotor trauma tumpul pada perut akibat
hantaman langsung pada perut yang menyebabkan robekan dari solid organ seperti hati, limpha, usus
besar dan usus halus atau cedera dapat terjadi karena hantaman, tekanan, kebagian peritoneal yang dapat
menyebabkan robekan organ bagian belakang atau robekan pembuluh darah.
Pasien yamg mengalami trauma tumpul dibagian belakang tersebut kadang-kadang tidak terasa nyeri,
hanya sedikit nyeri dibagian luar perut dengan jejas akibat trauma.
Pasien dengan patah tulang iga bagian bawah yang menutupi area perut kadang tanpa merasa nyeri yang
significant ini akan mengecoh penolong mengira tidak ada terjadi apa-apa, padahal hantaman tekanan,
trauma dapat diteruskan sekuat tekanan pada perut sampai ke retroperitoneal; hasil dari trauma tsb akan
mengakibatkan cidera yang berat diarea peritoneal bahkan dalam hitungan menit bila sobek pembuluh
darah dapat menyebabkan syok. Bila penanganan ABC tidak adekuat akan menyebabkan kematian.

Luka tusuk (penetrating injuries)


Yang paling banyak terjadi pada trauma abdomen adalah luka akibat tembakan dan tertusuk benda
tajam. Luka akibat tembakan akan mengakibatkankerusakan yang hebat pada daerah yang dilewati
peluru dan luas area yang rusak akan tergantung dari mekanika trauma, bila jarak penembak dekat

72
dengan penderita kerusakan akan luas diameter area sekitar lewatnya peluru akan luas. Semakin jauh
penembak semakin sempit diameter kerusakan yang terjadi.
Bila terkena daerah hati, lympha dan pembuluh darah ini akan langsung mengancam nyawa penderita
5-15% penderita luka tembak bila tidak segera di diagnosa dan ditangani akan menyebabkan kematian.

Luka tusuk akibat benda tajam


Biasanya kalau ditusuk orang, orang yang menusukan benda tajam tersebut berusaha untuk mencabut
atau mendorong keatas – kebawah dan kekiri kanan perut penderita atau kadang-kadang membacok
berulang-ulang, keadan ini sangat berbahaya karena daerah yang cidera akan luas dan perdarahan akan
sukar dikendalikan; ini meminta keterampilan, kecepatan dan kecekatan penolong, segera bawa ke
rumah sakit, stabilkan hemodinamik sepanjang jalan, minta rumah sakit menyiapkan operasi segera,
biasanya motalitas meningkat.
Bila penderita perutnya tertusuk benda tajam tidak sengaja atau proses terlemparnya penderita ketempat
benda tajam akibat suatu bencana / tabrakan biasanya terjadi dua kemungkinan benda tsb sudah terlepas
atau benda tersebut masih tertancap diperut.
Bila benda tersebut sudah terlepas periksa perdarahan yang terjadi adakah luka tembus kebelakang,
lakukan balut tekan pada setiap permukaan luka yang mengeluarkan darah dengan kassa steril.
Bila benda masih tertancap dilakukan fiksasi dan stabilisasi benda tersebut agar tidak bergerak- gerak
dan terdorong lebih jauh kedalam dengan menggunakan balut cincin dan balut tekan sekitar benda yang
tertancap, angka mortality dalam keadaan ini biasanya lebih rendah 1-2%. Jadi setiap kejadian trauma
perut baik trauma tumpul atau pun trauma tajam kita harus waspada adanya perdarahan dalam yang
terjadi bahkan dapat menyebabkan hemorrhagic syok.

Penatalaksnaan pada trauma perut


• Bila penolong sampai di lokasi kejadian perhatikan sekitar lokasi dan dapatkan keterangan yang
sebanyak-banyaknya tentang apa sebenarnya yang terjadi, apakah jatuh dari ketinggian,
tabrakan, luka tembakan atau perampokan dengan luka tusuk pada perut. Lakukan pemeriksaan
cepat dengan segera. Bila memeriksa area perut kalau ada tanda-tanda trauma segera perhatikan
dan pelajari mekanika traumanya dan penolong lain menangani airway, breathing, dan sirkulasi.,
check status mental pasien.
• Bila terlihat penurunan kesadaran dan tanda-tanda syok, pasang oksigen dengan high flow bila
keadaan semakin memburuk pasang endotracheal tube, segera pasang infus dua line dengan
jarum besar beri cairan kristaloid guyur.
• Siapkan pasien segera untuk dinaikan ke ambulance dan segera bawa kerumah sakit yang dapat
menangani operasi abdomen.
• Bila ada perdarahan eksternal segera hentikan dengan balut tekan.
• Bila ada omentum atau usus yang keluar jangan berusaha memasukan kembali usustersebut, tapi
tutupi bagian yang keluar dengan kassa besar yang sudah dibasahi dengan cairan NACL 0,9%
pertahankan kelembabannya dan tutupi dengan mangkok agar tidak terburai. Sepanjang jalan
lakukan monitoring yang ketat terhadap hemodinamik.
• Lakukan lagi pemeriksaan secondary survey Head to Toe dengan cermat dan sangat teliti.
• Pasang Nasogastric tube untuk diagnosa apakah ada perdarahan pada lambung ataupun untuk
tindakan dekompresi lambung

73
• Bila tidak ada trauma pada pelvis dan area kandung kencing pasang urine chateter untuk
memonitor intake dan output pasien saat kita melakukan resusitasi cairan pada pasien syok.
• Melakukan pemeriksaan pada secondary survey, periksa tanda-tanda vital berulang-ulang akan
membantu kita meminimalkan kesalahan dalam penanganan pasien, dapat mempertajam tanda-
tanda yang tersamar dan mempercepat tindakan yang harus dikerjakan segera bila ada perubahan
keadaan (memburuknya keadaan pasien)
• Bila melakukan resusitasi cairan jangan terlalu agresif, cairan berikan untuk memaintenance BP
90-100mmHg (systolik) bila BP naik dengan cepat akan mengencerkan kloting time akan terjadi
perdarahan yang lebih banyak.
• Bila waktu melakukan rapid exam pada Primary survey ditemukan abdomen yang distensi, keras
dan kaku itu artinya telah ter jadi perdarahan yang banyak di rongga perut, jangan buang-buang
waktu untuk melakukan auskultasi dan palpasi segera lihat daerah pelvis dan ekstremitas dengan
cepat, siapkan alat untuk transportasi pasien kerumah sakit, segera pemeriksaan capillary refill
dan nilai nadi radialis dan carotis dengan cepat.
• Pasien trauma abdomen tidak dilakukan stabilisasi dilapangan tetapi dilakukan selama
perjalanan ke rumah sakit, di rumah sakit dilakukan terapi Difinitif pada trauma abdomen.

Indikasi laparatomi pada trauma tumpul abdomen


• Trauma tumpul abdomen dengan hipotensi berulang walaupun dilakukan resusitasi yang
adekuat (artinya perdarahan dalam masih berlanjut)
• Trauma abdomen yang sudah dilakukakan ultrasound dan agritoneal lavage dengan hasil
perdarahan positif dirongga abdomen.
• Peritonitis akut.
• Hipotensi dengan luka pada perut terbuka atau tembus
• Perdarahan dari lambung, anus atau daerah genito urinary akibat trauma tembus.
• Luka tembak yang melintas rongga peritoneum dan retroperitoneal.
• Keluarnya usus (eviscerasi)
• Indikasi berdasarkan pemeriksa rongga terlihat udara bebas, udara retroperitonium atau rupture
diafragma setelah trauma tumpul.
• Ct scan dengan kontras memperlihatkan ruptur traktus gastrointestinal, cedera kandung kemih
intraperitoneal, cedea renal dan cedera organ visera.

74
TRAUMA MUSKULOSKELETAL

TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini diharapkan peserta mengerti dan dapat melaksanakan pengelolaan
penderita dengan trauma musculoskeletal
TUJUAN KHUSUS
1. Dapat melakukan pemeriksaan dan pengelolaan pasien trauma ekstremitas dengan tepat.
2. Dapat mendiskusikan pengobatan dan komplikasi yang berat yang terjadi pada trauma
Musculoskeletal seperti patah tulang, dislokasi, amputasi, luka terbuka, perlukaan pada Saraf,
keseleo sendi / sprain, terkilir otot / strain dan compartmen syndrom.
3. Dapat mengetahui dan memperkirakan hal-hal yang mengancam nyawa.
4. Dapat menerangkan mekanisme injury, komplikasi dan pengelolaan pada trauma
muskuloskeletal berdasarkan lokasi injury nya seperti:
a. pelvis
b. femur
c. paha
d. lutut
e. tulang tibia dan fibula
f. clavicle dan shoulder
g. siku
h. telapak tangan dan pergelangan tangan
i. tangan dan kaki

Latar Belakang
Tubuh manusia merupakan sistem yang dirancang dengan sempurna. Sistem muskuloskeletal (otot
rangka) memungkinkan manusia untuk berdiri tegak dan bergerak selain melindungi alat-alat vital
dalam tubuh.
Trauma musculoskeletal merupakan keadaan yang sering kali kita jumpai sehari-hari. Trauma tersebut
dapat terjadi tunggal atau terjadi bersama dengan trauma pada organ lain (multi trauma) juga dapat
berbentuk cedera ringan sampai yang mengancam jiwa.
Tanpa memandang berat-ringannya kasus cedera yang dihadapi, penanganan yang baik akan
membantu mencegah terjadinya cacat tetap.
Agar tindakan memberikan hasil yang maksimal “awal” dari tindakan bedah orthopaedi adalah,
maksimum rehabilitasi penderita secara utuh ( maximum rehabilitation of patient as a whole).
Secara umum cidera musculoskeletal dapat berupa:
a. patah tulang terbuka
b. patah tulang tertutup dengan gangguan neurovascular
c. kepala sendi atau ujung tulang keluar dari sendi (cerai sendi / dislokasi)
d. otot atau sambungan ototnya teregang melebihi batas normal ( terkilir otot / strain )
e. robek atau putusnya jaringan ikat disekitar sendi (terkilir sendi / sprain)
f. memar jaringan lunak

PATAH TULANG
Pengertian patah tulang adalah terputusnya jaringan tulang baik seluruhnya atau sebagian saja.
Penyebabnya

75
Pada dasarnya tulang merupakan benda padat namun masih terdapat kelenturan bila teregang
melampaui batas kelenturannya maka tulang akan patah
Cedera dapat terjadi akibat:
a. Gaya langsung
Gaya langsung terhadap bagian tubuh tertentu dan cedera dapat terjadi pada tempat yang
mengalami kontak dengan gaya tersebut seperti pengendara motor dihantam mobil dari samping,
tungkai bawah pengendara kena gaya langsung hingga fraktur.
b. Gaya tidak langsung
Bagian tubuh tidak menerima langsung namun gaya tersebut diteruskan sehingga bagian yang
tidak mengalami gaya ikut rusak, misalnya pengendara mobil, lutut pengendara menghantam
panel depan waktu terjadi tabrakan. Gaya tidak langsungnya menyebabkan cedera panggul
akibat hantaman yang kuat yang menyebabkan lutut terdorongke belakang.
c. Gaya puntir
Terjadi akibat upaya tubuh atau posisi anatomis sedemikian rupa hingga saat benturan terjadi
seolah terkunci sehingga gaya langsung berubah menjadi puntiran. Misalnya, menahan majunya
tubuh dengan bertahan pada kemudi mobil. Gaya berubah menjadi puntiran sehingga patah
tulang terjadi akibat terpuntir.

Mekanisme terjadinya cedera harus diperhatikan pada kasus- kasus yang berhubungan dengan patah
tulang agar dapat memberikan gambaran kasar seberapa berat cedera yang kita hadapi

Tindakan yang harus diperhatikan pada trauma musculoskeletal adalah 4R, yaitu:
1. R- Recognition
2. R- Reduction
3. R- Retaining
4. R- Rehabilitation

1. Recognition
Untuk dapat bertindak dengan baik maka trauma musculoskeletal perlu diketahui dulu kelainan yang
terjadi akibat traumanya. Baik jaringan lunak ataupun tulangnya. Caranya adalah dengan mengenali
tanda-tanda dan gangguan fungsi jaringan yang mengalami cidera. Patah tulang merupakan akibat dari
sebuah kekerasan yang dapat menimbulkan kerusakkan pada tulang dan jaringan lunak disekitarnya.
Dibedakan antara trauma tumpul dan tajam. Pada umumnya trauma tumpul akan menyebabkan
kememaran yang “diffuse” pada jaringa lunak termasuk gangguan neurovascular yang akan
menentukan vitalitas ekstremitas.

2. Reduction (reposisi)
Adalah tindakan mengembalikan ke posisi semula dari ekstremitas. Tindakan ini diperlukan agar sebaik
mungkin kembali ke bentuk semula dan befungsi kembali sebaik mungkin. Penyembuhan memerlukan
waktu untuk mempertahankan hasil reposisi
(retaining) penting dipikirkan tindakan berikutnya agar rehabilitasi dapat memberikan hasil sebaik
mungkin.

76
3. Retaining ( Immobilisasi)
Untuk memberikan istirahat pada musculoskeletal yang sakit selama proses penyembuhan.
Immobilisasi yang tidak adekuat dapat memberikan dampak pada penyembuhan dan rehabilitasi.

4. Rehabilitasi
Adalah mengembalikan kemampuan dari musculoskeletal yang cedera agar dapat berfungsi kembali.
Rehabilitasi yang menekankan pada keadaan fungsi musculoskeletal akan lebih berhasil dapat
dilaksanakan secara dini (waktu korban ditemukan) agar dapat dicegah dari kecacatan.

Secara klinis patah tulang dibedakan menjadi terbuka dan tertutup.


Patah tulang tertutup dimana ujung tulang yang patah masih berada didalam kulit. Patah tulang terbuka
kulit dipermukaan daerah yang patah terluka pada kasus berat bagian tulang patah terlihat dari luar,
patah tulang terbuka merupakan kasus gawat darurat. Derajat kerusakan tergantung dari trauma,
kerusakan jaringan lunak dan tulang.

Gejala klinis dari patah tulang adalah:


 Terdapat trauma / jejas, bengkak, deformitas dan nyeri di tempat yang patah baik nyeri tekan
maupun nyeri sumbu disertai gangguan fungsi ( functio laesia)
 Gangguan fungsi ini akibat dari nyeri, terputusnya kontuinitas tulang atau akibat gangguan
neurovascular
 Terdegar suara berderik pada daerah yang patah (krepitus). Ini terjadi akibat pergesekan antara
bagian ujung tulang yang patah
 Ujung tulang terlihat keluar dari luka. Pada patah tulang terbuka, ujung tulang yang patah dapat
keluar menembus kulit disertai perdarahan yang banyak. Keadaan ini harus segera ditangani dengan
menghentikan perdarahan melakukan pembalutan dan pembidaian dengan cara yang tepat.
 Walaupun patah tulang dapat dibuat diagnosis secara klinis pemeriksaan radiologis perlu dilakukan
untuk menentukan jenis dan tempat yang patah guna menentukan tindakan yang definitif

Gusfilo membagi derajat luka pada Patah tulang :


Derajat I : luka kecil dengan ukuran kurang 1cm, relatif bersih tanpa kerusakan jaringan
yang berarti.
Derajat II : luka dengan ukuran lebih besar dari 1cm, tanpa kerusakan jaringan, “flap”atau
avulsi dengan derajat kememaran yang sederhana umumnya fraktur terjadi
“simple” , “transverse” atau “oblique”
Derajat III : Patah tulang dengan kerusakan jaringan lunak yang luas seperti kulit, otot dan
gangguan neurovascular. Sering diakibatkan oleh trauma tumpul yang hebat
disertai cidera akibat kecepatan tinggi (“high velocity”)

Jenis-jenis Patah tulang:


greenstik, transversa, simple, oblique/miring, komplit, spiral dan majemuk.

77
PATAH TULANG TERTUTUP DENGAN GANGGUAN NEUROVASCULAR
Patah tulang panjang dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak dan dapat menimbulkan
tekanan pada “compartment otot” dan menunjukkan gejala “compartment syndrome”. keadaan ini
sering terjadi pada fraktur tungkai bawah dan lengan bawah. Bila tanda-tanda compartment tidak
diperhatikan dan segera diambil tindakan, mengakibatkan kematian jaringan distal hingga perlu
dilakukan amputasi. Tindakan segera dapat dikerjakan. Fasciotomi yang luas dan biarkan luka terbuka.
Pemeriksaan neurovascular distal perlu dilakukan dengan cermat pada tungkai atau lengan yang
mengalami pembengkakan dan kulit yang tegang. Pada saat melakukan initial assessment (pulses, motor
function, sensation / PMS) harus selalu diperiksa.
Ada 5P tanda lanjut dari compartment syndrome, yaitu: pain, pallor, pulselessness, parestesia dan
paralysis.
Patah tulang satu tulang femur dapat menyebabkan kehilangan darah hingga 1 liter. Bila terjadi Patah
tulang pada kedua femur dapat mengancam nyawa karena adanya gangguan sirkulasi. Patah tulang
pelvis dapat menyebabkan perdarahan yang luas pada rongga abdomen dan rongga gastro peritoneal.
78
Pelvis biasanya dapat tejadi patah tulang pada beberapa tempat dan dapat menyebabkan perdarahan
500cc pada setiap tempat dan dapat membuka buli-buli dan pembuluh darah besar pelvis.

PATAH TULANG TERBUKA


Patah tulang terbuka memiliki resiko terjadinya kontaminasi dapat menyebabkan infeksi yang dapat
mengganggu penyembuhan tulang dan kadang dapat terjadi komplikasi sepsis. Pada patah tulang
terbuka prinsip pengobatan yang harus diperhatikan adalah tergantung derajat luka (Gustilo)
• laksanakan pengelolaan sebagai tindakan “emergency”
• lakukan evaluasi keadaan yang mengancam kelangsungan hidup (life threating injury)
• pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat
• debridemen dan irigasi yang cukup (“ dilution is a solution to polution”)
• stabilisasi patah tulang
• penutupan luka yang baik
• bila perlu lakukan “cancellous bone grafting”
• rehabilitasi anggota yang terkena
• rehabilitasi pasien seutuhnya

Fraktur terbuka biasanya terjadi akibat kecelakaan lalu-lintas, karena itu perlu diperhatikan bila ada
cedera penyerta di bagian tubuh lainnya terutama kepala, leher, tulang belakang, dada dan abdomen.
Fraktur terbuka derajat I dan II dapat diperlakukan seperti ORIF (Open Reduction and Internal
Fixation)pada fraktur tertutup setelah melakukan debridemen yang baik,

Sedangkan pada derajat III masih dibagi menjadi subtype yaitu:


• III A. setelah dilakukan debridement kulit dapat ditutup secara adekuat
• III B. bila terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas (intensif) atau kehilangan jaringan lunak
disertai kontaminasi berat dan “stripping” period hingga tulang terpapar perlu penutupan kulit
dengan skin graft atau “biodressing”
• III C. Patah tulang terbuka disertai cedera arteri harus diperbaiki tanpa melihat luasnya
kerusakan jaringan lunak. Pada sub tipe ini hampir selalu diperlukan tindakan
amputasi akibat kegagalan sirkulasi arteri, terutama bila kerusakan tidak di
perbaiki segera (4-6 jam setelah kejadian).

Pada compartment syndroma sudah dilakukan fasciotomi sesegera mungkin tanda-tanda diketahui
(lakukan pemeriksa an yang cermat).
Patah tulang terbuka derajat III potensial terjadi infeksi. Infeksi pada patah tulang terbuka dapat
menyebabkan “Useless limb” dan berakhir dengan amputasi.

DISLOKASI
Dislokasi terjadi bila tekanan pada urat /tendon berlebihan sehingga tulang-tulang dalam persendian
tergeser/keluar dari tempat semula. Dislokasi sangat mudah dikenali karena perubahan anatominya
sangat jelas
Dislokasi pada sendi – sendi besar dapat menyebabkan kerusakan neurovaskuler bila tidak ditangani
dengan benar dapat terjadi nekrotik dan berakhir dengan amputasi

79
Gejala dan tanda-tanda
- Korban sangat kesakitan
- Sendi tidak bisa bergerak
- Perubahan bentuk sendi
- Lemah pada sendi, pada awalnya hilang rasa sakit/baal
- Segera terjadi perubahan warna dan bengkak pada sendi

Penanganan
Dislokasi sendi perlu dilakukan reposisi segera oleh karena itu bila ditemukan ditempat kejadian segera
dibawa kerumah sakit yang ada fasilitas penangan patah tulang , akibat dari penundaan dapat
menimbulkan neurovaskuler nekrosis dari bonggol tulang yang menyebabkan nyeri sendi dan kekakuan
sendi.
Setelah terjadi dislokasi 5-20 menit saat ini disebut fase shock lokal terjadi relaksasi dari otot sekitar
sendi dan terdapat rasa baal (Hyperstesia) pada saat ini bila pasien sudah sampai dirumah sakit dapat
dilakukan reposisi tampa narcose, lewat fase ini tindakan reposisi harus pakai pembiusan untuk
mendapatkan relaksasi pada otot, agar dapat dilakukan reposisi dan sendi kembali ketempat semula.
Bila reposisi tidak dilakukan dapat terjadi “Button hole rupture”dari kapsul (simpai) sendi yang dapat
mencekik sirkulasi daerah bonggol sendi, keadaan ini bisa ditolong hanya dengan reposisi terbuka. Bila
reposisi tertutup dilakukan dan berhasil perlu dilakukan X-ray untuk melihat apakah terjadi patah tulang
dan dislokasi atau mungkin terdapat interposisi dari frakmen tulang.
Selanjutnya daerah dislokasi perlu immobilisasi untuk penyembuhan jaringan lunak 2-3 minggu setelah
cidera, untuk mendapatkan gerak sendi yang baik selama immobilisasi diberikan latihan isometrik
kontraksi otot guna mencegah athrophy otot.

TERKILIR/KESELEO/SPRAIN
Terjadi ketika persendian mendapat tekanan yang berlebihan, pereganganatau robekan urat yang masih
menyambung, bila parah sering disertai patah tulang.
Hal ini sering disebabkan pergerakan yang tiba – tiba dan tulang pada persendian tertarik terlalu jauh
sehingga ligamen menjadi robek, rasa sakit akan bertambah jika mengalami pergerakan pada sendi,
pembengkakan akan terjadi begitu cepat dan memar jaringan lunak terjadi ini menjadi tanda yang paling
jelas untuk mengindikasikan adanya luka pada persendian.

PEREGANGAN OTOT DAN TENDON ( STRAIN)


Otot dan tendon akan mengalami peregangan, robek dan memar, peregangan /strain terjadi pada saat
otot mengalami tarikan dan sebagian mengalami robekan, biasanya terjadi pada daerah pertemuan
antara tulang , tendon dan otot.
Pada saat terjadi peregangan otot dan tendon mengalami robekan yang menyeluruh biasanya terjadi
pada daerah tendon dan otot, cedera tersebut biasanya disertai perdarahan disekitar bagian yang
mengalami kecelakaan, mengakibatkan rasa sakit yang hebat, pembengkakan dan memar.

Penanganan SPRAIN dan STRAIN


R REST ( istirahatkan bagian yang cidera ).
I ICE ( berikan kompres dingin dengan es 15 – 20 menit
C COMPRESSION ( balut tekan )
E ELEVATE (meninggikan bagian yang cedera )

80
Penanganan ini dapat mengurangi tanda
dan gejala Sprain dan Strain namun bila
ragu – ragu tangani seperti patah tulang
lakukan pemeriksaan X-ray.
Pada saat melakukan balut tekan
sebaiknya daerah yang cedera diberi
bantalan yang lembut seperti kapas atau
velband lalu dibalut dengan pembalut
tekan dengan teknik yang baik dan
merata, setelah selesai dibalut pastikan
kelancaran aliran darah pada bagian
distal daerah yang dibalut, selalu
periksabagian bawah daerah yang
dibalut setiap 10 menit sekali.Bagian
yang cedera ditopang dan ditinggikan
untuk mengurangi bengkak dan melancarkan aliran darah pada daerah yang cedera.

Memar Jaringan Lunak


Disebabkan terjatuh, terpental, terdorong , tertendang atau terpukul pada anggota gerak, terjadi
perdarahan dijaringan bagian dalam mengakibatkan memar pada jaringan dan kulit.

Tanda – tanda :
- Rasa sakit
- Bengkak
- Tanda memar / kebiruan
- Lemah

Penatalaksanaan :
R REST istirahatkan bagian luka.
I ICE PACK bungkus es batu dan letakan pada daerah yang memar selama 20 menit diulang setiap
2 jam pada hari pertama, setiap 4 jam berikutnya bila memar masih sakit,dan bengkak dapat
diteruskan setiap 4jam untuk hari ketiga.
C COMPRESSION lakukan balut tekan, daerah yang cedera beri bantalan balut dengan baik cek
aliran darah dibagian distal , bila terlalu ketat longgarkan, balut lagi dengan baik.
E ELEVATE bagian yang luka ditinggikan (dielevasi)

AMPUTASI
Amputasi merupakan cacat dan dapat mengancam nyawa bila tidak ditangani segera, pendarahan
biasanya masif karena terpotongnya pembuluh nadi dan vena. Tapi pendarahan ini dapat dikontrol
dengan melakukan balut dan bebat tekan pada ujung tempat amputasi.
Bila pendarahan masih berlanjut dapat dilakukan TOURNIQUET harus memakai pita yang lebar jangan
pakai tali yang kecil. Setiap saat bila terlihat tanda-tanda jaringan mulai kekurangan darah segera
longgarkan touniquet beberapa saat kemudian pasang kembali. Cari bagian tubuh yang terpotong, bawa
serta kerumah sakit. Sebaiknya bagian yang terpotong masukan ke dalam plastik kalau ada es letakkan
kantong kedalam kantong berisi es.

81
Penting untuk membawa bagian yang terpotong walaupun bagian tersebut tidak dapat disambungkan
lagi. Jangan gunakan es langsung pada bagian tubuh yang terpotong dan jangan pernah gunakan dry es.
Pendinginan secara perlahan-lahan dapat memperlambat proses kimiawi yang terjadi dan memperlama
waktu viability jaringan dari 4 jam menjadi lebih dari 18 jam. Jangan pernah menjanjikan pada korban
bahwa bagian tubuh yang terpotong dapat disambungkan kembali.

Objek Yang Menancap di Tubuh (Impaled Objects)


Akibat trauma tajam atau tindakan kriminal, benda tajam dapat tertancap pada tubuh korban, pada
keadaan seperti ini jangan mencabut benda yang menancap tersebut dari tubuh korban.
Benda tersebut harus di fiksasi dan di immobilisasi dengan baik agar tidak bergerak, karena setiap
gerakan dapat melukai organ yang ada dibawahnya dan dapat merusak organ tersebut. Benda yang
tertancap tersebut baru bisa dilepas diatas meja operasi.

Pembidaian
Penanganan pada patah tulang dan dislokasi yang paling utama adalah melakukan immobilisasi untuk
mengistirahatkan bagian yang cidera dengan menggunakan bidai/splint yang sesuai.

Tujuan Pembidaian/Splint
a. Mencegah pergerakan/pergeseran dari ujung tulang yang patah
b. Mengurangi terjadinya cedera baru disekitar bagian tulang yang patah.
c. Memberi istirahat pada anggota badan yang patah
d. Mengurangi rasa nyeri, karena ujung tulang yang patah akan mengiritasi syaraf dan dapat
menimbulkan rasa sakit yang hebat
e. Mempercepat penyembuhan
f. Memudahkan dalam transportasi korban.

Pasien patah tulang yang mengalami cidera serius lain ( multi trauma ) selain dilakukan pemasangan
bidai sebaiknya juga dilakukan Immobilisasi tulang belakang dengan menggunakan Long Spinal Board
( LSB ).
Bila pasien patah tulang yang mengalami trauma serius yang harus segera dikirim ke rumah sakit kalau
sudah pakai LSB tidak perlu dibidai terlebih dahulu, hal itu hanya akan membuang-buang waktu, cukup
hanya dengan anggota badan yang sehat sebagai bidai.

Macam-macam Bidai
1. Bidai Keras.
Bidai ini umumnya terbuat dari kayu, almunium, karton, plastik yang keras atau bahan lain yang
kuat dan ringan. Bidai tersebut merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam keadaan
darurat.

2. Bidai Lembut / lunak


Air Splint, vacum Splint, selimut dan bantal. Bidai tersebut hanya bisa dipakai pada tungkai
bagian bawah dan lengan bawah. Tapi air splint dan vacum splint tidak dapat dipakai bila korban
dibawa dengan pesawat atau helikopter karena tekanan pada splint akan meningkat. Ini akan
menekan pembuluh darah dan syaraf.

82
3. Bidai Traksi
Bidai ini dibuat pabrik dengan berbagai variasi tergantung dari pembuatannya yang hanya
digunakan oleh tenaga yang terlatih khusus, umumnya dipakai pada patah tulang paha. Alat ini
memobilisasi patah tulang dengan cara menarik daerah yang cidera secara terus menerus. Ini
dapat menjaga agar otot paha tidak sposme dan aliran darah pada daerah yang cidera menjadi
lancar. Bidai traksi juga mencegah ujung tulang yang patah merusak Neurovascular.

4. Bidai Improvisasi
Bidai bentuk ini dibuat dengan bahan yang cukup kuat dan ringan untuk menopang,
pembuatannya sangat tergantung dari bahan yang ada dan kemampuan improvisasi si penolong.
Misalnya majalah, koran dan karton.

5. Gendongan dan bebat


Pembidaian dengan menggunakan pembalut seperti mitela ( kain segitiga ) dan memanfaatkan
tubuh penderita sebagai sarana untuk menghentikan pergerakan daerah cedera. Misalnya
membuat gendongan lengan.

Prinsip-prinsip pemasangan bidai


1. Beritahu rencana tindakan kepada korban.
2. Lepaskan pakaian dan perhiasan korban pada bagian tubuh yang mengalami cedera dan akan
dibidai.
3. Sebelum membidai paparkan seluruh bagian yang cedera hentikan perdarahan bila ada dan
rawat luka dengan tehnik pembalutan yang baik.
4. Nilai Gerakan Sensasi Sirkulasi ( GSS ) pada bagian distal cedera sebelum melakukan
pembidaian.
5. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk membidai.
6. Jangan berupaya merubah posisi bagian yang cidera, upayakan membidai dalam posisi ketika
ditemukan.
7. Bidai harus melewati dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang ukur dulu bidai pada
anggota badan yang sehat.
8. Pada patah tulang terbuka jangan coba untuk memasukan ujung tulang yang patah ke dalam,
pasang padding atau bantalan pada tulang yang menonjol kemudian fiksasi dengan balut tekan.
Tutup luka dan gause steril, hentikan perdarahan bila ada.
9. Bila cedera terjadi pada sendi, bidai kedua tulang yang mengapit sendi tersebut.Usahakan juga
membidai sendi distalnya.
10. Lapisi bidai dengan bahan yang lunak bila memungkinkan.
11. Isilah bagian yang kosong antara tubuh dengan bidai memakai bahan pelapis yang lembut.
12. Ikatan jangan terlalu kuat dan jangan longgar.
13. Ikatan harus cukup jumlahnya dimulai dari sendi yang banyak bergerak kemudian sendi atas
dari tulang yang patah.
14. Selesaiu membidai lakukan pemeriksaan GSS kembali dan bandingkan dengan pemeriksaan
yang pertama.
15. Bila ada cidera yang mengancam nyawa, lakukan resusitasi terlebih dahulu baru dibidai.

83
Air Splint
Ankle Splint

Collar Servical
Sam Splint

Traction Splint

Wood Splint

Penanganan pada cedera alat gerak

1. Lakukan penilaian dini dengan cepat, tepat dan cermat. Kenali dan atasi keadaan yang
mengancam jiwa. Lakukan pemeriksaan fisik.
2. Stabilkan bagian yang patah secara manual. Pegang sisi sebelah atas dan bawah cedera, jangan
sampai menambah rasa sakit korban.
3. Paparkan seluruh bagian yang diduga cedera.
4. Atasi perdarahan dan rawat luka bila ada.
5. Siapkan semua peralatan dan bahan untuk membidai
6. Lakukan pembidaian.
7. Kurangi rasa sakit.
a. Istirahatkan bagian yang cedera
b. Kompres es bagian yang cedera ( khusus pada patah tulang tertutup )
c. Baringkan penderita pada posisi nyaman bila tidak ada trauma kepala, leher dan tulang
belakang.

84
Penanganan cedera alat gerak yang spesifik

Patah tulang selangka


Patah tulang selangka ( Klavikula ) adalah putusnya
tulang yang menghubungkan sternum (dada) ke bahu.
klavikula bisa patah di tiga tempat berbeda:
1. Tengah ketiga bagian tengah klavikula, yang
merupakan situs yang paling umum untuk patah
tulang selangka.
2. Distal ketiga akhir klavikula menghubungkan
ke bahu.
3. Medial ketiga akhir klavikula menghubungkan ke tulang dada.

Penyebab :
• pukulan langsung ke klavikula.
• Jatuh dengan posisi lengan terulur.
• Bayi yang baru lahir bisa patah klavikula ketika dalam proses kelahiran.

Gejala-gejala :
• Nyeri, sering parah
• melorotnya bahu ke bawah, dan ke depan
• Ketidakmampuan untuk mengangkat lengan karena sakit
• Terlihat benjolan abnormal di atas daerah tulang yang patah
• Terasa lunak dan pembengkakan pada daerah yang terkena

Penatalaksanaan :
• Pertahankan posisi tulang yang patah pada tempatnya dengan melakukan fiksasi menggunakan
strap figure of eight dengan melilitkannya antara tubuh dengan bahu,atau dengan lengan di
selempang. Perangkat ini membantu memposisikan bahu di tempatnya sementara pada proses
penyembuhan klavikula.
• Menkonsumsi obat penawar sakit.

Waktu penyembuhan :
• Seorang anak dapat sembuh paling cepat 3-4 minggu.
• Seorang remaja mungkin memerlukan 6-8 minggu untuk sembuh.
• Seorang dewasa yang sudah berhenti tumbuh mungkin memerlukan 8-10 minggu untuk
sembuh.

Patah tulang pergelangan kaki ( Ankle frakture )

Sebuah fraktur pergelangan kaki adalah patahnya tulang pada pertemuan beberapa tulang bersama
yang terdiri dari tiga tulang yaitu :
• Tibia (tulang tulang kering)-tulang utama dari kaki bagian bawah.
• fibula ( tulang betis )
• talus (tulang yang menyatukan antara tibia dan fibula)
85
Pertemuan tulang kaki bawah didukung oleh tiga kelompok ligamen. Cedera yang menyebabkan patah
tulang juga dapat merusak satu atau lebih dari ligamen.

Penyebab
Patah kaki dapat terjadi ketika sendi dipaksa diluar dari jangkauan normal gerak atau ada pukulan
langsung ke tulang itu sendiri. Segala bentuk trauma pergelangan kaki dapat menyebabkan cedera,
termasuk:
• Jatuh
• Tertimpa
• Terbentur
• Tabrakan

Gejala
• Langsung terasa nyeri pada saat terjadi
• Pembengkakan
• Memar di sekitar area luka
• Terasa lunak ketika menyentuh tulang
yang terluka di daerah pergelangan kaki
• Ketidakmampuan untuk menempatkan
berat di kaki terluka tanpa rasa sakit, walaupun tak sedikit beberapa orang yang
mengalami ini akan tetap dapat berjalan

Penatalaksanaan :
Mempertahankan posisi pergelangan kaki agar tidak bergeser posisi dengan cara fiksasi
mempergunakan bidai.

Waktu penyembuhan :
Dibutuhkan setidaknya 6-8 minggu untuk patah tulang pergelangan kaki sampai sembuh. Ini akan
menjadi beberapa bulan sebelum Anda dapat kembali ke aktivitas fisik intens.

Tulang ekor retak


Tulang ekor adalah bagian terendah dari tulang punggung atau tulang belakang. Ukurannya kecil,
berbentuk segitiga, dan terdiri dari empat ruas fusi, atau tulang tulang belakang. Biasanya, ia memiliki
sedikit gerakan dan kurva lembut dari ujung tulang belakang ke dalam panggul.
Penyebab retak tulang ekor :
• Jatuh dalam posisi duduk.
• Bayi yang baru lahir bisa retak tulang ekor
ketika dalam proses kelahiran.

Gejala :
• Nyeri yang meningkat dengan duduk atau
bangun dari kursi.
• Nyeri yang bertambah selama buang air besar.
• Terasa lunak pada daerah yang patah.

86
Penatalaksanaan :
• Bawa segera pasien ke rumah sakit dengan posisi tidur tertelungkup diatas tandu, ini dilakukan
untuk mengurangi tekanan pada tulang ekor yang patah.
• Perhatikan kesadaran si pasien, karena biasanya dengan kondisi merasakan nyeri yang sangat
hebat, kesadaran akan menurun.

Patah tulang siku


Sebuah fraktur siku adalah patahnya satu atau lebih tulang yang membentuk sendi siku.

Tulang-tulang di sendi siku adalah:


• humerus-tulang lengan atas
• ulna-yang lebih besar dari (lengan bawah) tulang lengan
• Radius-tulang kecil di lengan bawah

Penyebab :
• Jatuh saat lengan terulur
• Posisi jatuh langsung pada siku
• Mengalami pukulan langsung ke siku
• Memutar siku di luar rentang gerak normal

Gejala :
• Nyeri, sering parah
• Terasa lunak , bengkak, dan memar di
sekitar siku
• Mati rasa pada jari, tangan, atau lengan bawah
• Penurunan rentang gerak
• Sebuah kelainan benjolan atau terlihat di atas daerah yang patah tulang

Penatalaksanaan :
Pasang bidai yang meliputi mulai dari ujung jari sampai dengan bahu.

Waktu Penyembuhan :
Ini membutuhkan waktu sekitar 8-10 minggu untuk siku retak untuk sembuh.

Patah tulang paha ( Femur )


Tulang paha meliputi dari pinggul
ke lutut dan tulang terpanjang dan
terkuat dalam tubuh. Biasanya
membutuhkan banyak kekuatan
untuk memecahkan femur.

Penyebab :
• Jatuh
• Terbentur
• Terpuntir

87
Gejala :
• Langsung terasa nyeri pada saat terjadi dan rasa sakit yang sangat.
• Pembengkakan dan memar di sekitar area luka ( Pada patah tulang tertutup )
• Ketidakmampuan untuk berjalan dan / atau jangkauan terbatas pada gerakan lutut atau panggul.
• Perubahan bentuk kaki, seperti memperpendek atau memutar abnormal pada kaki yang terluka.

Penatalaksanaan :
• Pasang bidai yang meliputi mulai dari ujung jari kaki sampai dengan ujung pangkal paha. Bisa
mempergunakan 3 buah bidai kayu, atau mempergunakan air splint.
• Jika mendapati patah tulang terbuka, hentikan segera perdarahan yang terjadi, karena
perdarahan ini akan mengakibatkan mengancam jiwa pasien.

Waktu Penyembuhan :
Sebuah femur retak adalah cedera serius yang membutuhkan waktu 3-6 bulan untuk menyembuhkan.

Patah tulang Jari


Patah tulang yang terjadi di salah satu tulang di jari. Setiap jari terdiri dari tiga tulang disebut falang.
Ibu jari hanya memiliki dua falang.
Penyebab
Sebuah patah jari disebabkan oleh trauma pada
jari. Trauma mencakup:
• Jatuh
• Terbentur
• Terpuntir

Gejala:
• Nyeri, sering parah
• Pembengkakan dan nyeri
• Ketidakmampuan untuk memindahkan jari baik tanpa rasa sakit atau kesulitan jari bergerak
• Kemungkinan cacat di area tulang yang patah
Penatalaksanaan :
jari yang patah dimasukkan ke dalam splint atau cast untuk menahan jari untuk bergerak dan untuk
melindunginya agar tulang tidak bergeser posisi.

Patah tulang kaki

Patah tulang yang terjadi di salah satu tulang di kaki.


Kaki terdiri dari 26 tulang kecil. tarsus adalah nama untuk tujuh tulang yang membentuk hindfoot dan
midfoot. kaki depan terdiri dari lima metatarsal dan 14 falang. Ada dua falang di jempol kaki dan tiga
di masing-masing jari kaki yang tersisa.
Sebuah patah kaki dapat terjadi dalam setiap tulang kaki, namun patah tulang metatarsal adalah yang
paling umum.

88
Penyebab
Sebuah patah kaki disebabkan oleh trauma
pada tulang. Trauma mencakup:
• Jatuh
• pukulan atau benda jatuh pada kaki
• Tabrakan
• Terpuntir

Juga, ketika tulang dipergunakan untuk


menekankan berulang-ulang selama waktu
yang lama, retak kecil bisa terbentuk. Ini
disebut fraktur stres, dan tulang tertentu (metatarsal dan talus) di kaki berada pada risiko tinggi untuk
jenis fraktur.

Gejala :
• Nyeri, sering parah
• Memar dan pembengkakan di daerah luka
• Mati rasa pada jari-jari kaki atau kaki
• Penurunan rentang gerak
• Ketidakmampuan untuk berjalan dengan nyaman
• Sebuah kelainan benjolan atau terlihat di atas area tulang yang patah

Penatalaksanaan :
Dalam patah tulang kaki yang kurang parah, tulang bisa realigned tanpa operasi. Pasien hanya mungkin
perlu tongkat dan sepatu kaku-bersol untuk melindungi fraktur. Mungkin splint jari kaki bisa
dipergunakan untuk melindungi kaki terluka.
Sebuah rekahan yang lebih serius mungkin memerlukan bidai atau gips untuk memegang tulang di
tempat.

Waktu penyembuhan :
Tulang metatarsal dan falang bisa sembuh dalam 3-6 minggu, namun tulang tarsal akan mengambil 6-
10 minggu untuk menyembuhkan.

Fraktur lengan
Lengan bawah terdiri dari dua tulang:
• Radius-yang lebih kecil dari dua tulang, berjalan sepanjang sisi ibu jari tangan Anda
• ulna-yang lebih besar dari dua tulang, berjalan sepanjang sisi jari kelingking tangan Anda

Penyebab :
• Jatuh pada saat lengan terulur
• Tertimpa benda langsung pada lengan bawah
• pukulan langsung ke lengan bawah
• Memutar lengan diluar dari jangkauan normal

89
Gejala :
• Nyeri, sering parah
• Terasa lunak, bengkak, dan
memar di sekitar luka
• Penurunan rentang gerak
• Sebuah kelainan benjolan atau
terlihat di atas area tulang
yang patah

Penatalaksanaan :
• Tempatkan potongan-potongan tulang kembali ke tempatnya, yang mungkin memerlukan
anestesi dan / atau pembedahan
• Lakukan pembidaian dengan bidai yang meliputi dari ujung jari tangan sampai siku. Bisa
dipergunakan bidai kayu atau dengan air splint.

Waktu penyembuhan :
Ini membutuhkan waktu sekitar 8-10 minggu untuk lengan retak untuk menyembuhkan. Jika fraktur
memiliki luka terbuka di atasnya, waktu penyembuhan akan lebih panjang.

Patah tulang Pinggul


Patah tulang pinggul adalah patahnya tulang paha tepat di bawah sendi pinggul. Sendi pinggul terdiri
dari bola di bagian atas tulang paha (femur) dan soket bulat (acetabulum) di panggul. Kebanyakan patah
tulang pinggul terjadi pada leher tulang paha 1-2 inci di bawah bagian bola pinggul.

Penyebab :
• Jatuh (penyebab paling sering patah tulang pinggul)
• Osteoporosis-kondisi tulang-penipisan yang melemahkan semua termasuk tulang pinggul
• kecelakaan kendaraan bermotor dan jenis-jenis trauma utama

Gejala :
• Nyeri di pinggul
• Kesulitan atau ketidakmampuan untuk
berdiri, berjalan, atau memindahkan
pinggul
• Abnormal penampilan kaki patah:
o Tampak lebih pendek
o terputar ke luar

Penatalaksanaan :
• Satukan semua kaki untuk diimobilisasi.
• Memeriksa tanda-tanda vital seperti tekanan darah
• Memperlakukan masalah seperti kehilangan darah internal
• Nyeri kontrol dengan pembunuh rasa sakit dan obat lain

90
LUKA BAKAR
Tujuan Umum
Setelah peserta menyelesaikan BAB ini diharapkan dapat menjelaskan, memahami, dan menerangkan
pengelolaan luka bakar yang terdiri dari luka bakar, cidera akibat cuaca terlalu ekstrim ( ekstrim panas
terjadi heatstroke, ekstrim dingin terjadi frossbite ).

Tujuan Khusus
1. Dapat menerangkan anatomi kulit dan
phatofisiologi luka bakar.
2. Dapat menjelaskan kondisi kejadian
luka bakar pra rumah sakit.
3. Dapat menjelaskan penyebab luka
bakar.
4. Dapat menjelaskan derajat luka
bakar/penggolongan luka bakar.
5. Dapat menjelaskan luas luka bakar
dengan menggunakan “Rule of nines”.
6. Dapat menjelaskan derajat beratnya
luka bakar.
7. Dapat menjelaskan akibat luka bakar.
8. Mampu melakukan pertolongan pertama pada luka bakar.
9. Mampu melakukan penanganan pada luka bakar di rumah sakit
10. Dapat menerangkan komplikasi yang terjadi pada luka bakar.

Latar Belakang
Di negara kita, luka bakar sangat tinggi tingkat kejadiannya, dengan perumahan yang berdempet-
dempet diperkotaan dan tingkat kesadaran penduduk yang masih rendah terhadap keselamatan,
meningkatkan kejadian kebakaran, dan aktifitas teroris akhir-akhir ini yang menyebabkan luka bakar
karena bom juga meningkat.
Pada kejadian sehari-hari di rumah tangga luka bakar merupakan kasus gawat tidak darurat, tetapi yang
bersifat bencana banyak menelan korban, kasus luka bakar umumnya bersifat gawat darurat,
morbitifitas, mortalitas dan kecacatan/disability tinggi.
Pada saat bencana penolong juga mengalami keadaan yang sangat bahaya untuk keselamatannya, maka
itu perlu kordinasi yang terpadu dengan instansi lain seperti pemadam kebakaran dan team SAR.
Sebaiknya penolong yang berbasis kesehatan, yang tidak mempunyai proteksi khusus tidak masuk ke
area bencana, biarkan team pemadam kebakaran dan team SAR yang memindahkan pasien ke tempat
aman.
Luka bakar merupakan cidera yang dapat merusak seluruh permukaan tubuh mulai dari kulit, otot, dan
tulang. Luka bakar juga dapat mengenai mata terjadi kebutaan, saluran pernafasan hingga menyebabkan
sumbatan jalan nafas, dan henti nafas. Selain kerusakan fisik penderita juga akan mengalami gangguan
emosi dan psikologis pada penderita yang mungkin akan dialami seumur hidup.

Definisi Luka Bakar


Luka bakar ialah semua cedera yang terjadi akibat paparan terhadap suhu yang tinggi.

91
Anatomi dan Phatofisiologi
Kulit adalah organ yang paling luar menutupi seluruh tubuh. Kulit terdiri dari dua lapisan, yaitu :
- Lapisan epidermis yaitu lapisan paling atas/kulit ari, yang dapat kita lihat.
- Lapisan kedua disebut lapisan dermis, disini terdapat jaringan syaraf, pembuluh darah, kelenjar
keringat, kelenjar minyak, akar rambut, dan jaringan lemak.
Kulit mempunyai banyak fungsi, yaitu :
- Melindungi tubuh dari segala kegiatan dan keadaan di luar tubuh.
- Mencegah masuknya bakteri dan mikroorganisme lainnya kedalam tubuh.
- Mencegah penguapan yang berlebihan dari tubuh sehingga tidak terjadi dehidrasi, mengatur
suhu tubuh dan merupakan vital sensor untuk lingkungan.
Bila jaringan kulit rusak, mengingat pentingnya fungsi kulit dapat menyebabkan tubuh terancam
problem serius.

• Phatofisiologi
Pada dasarnya luka bakar itu terjadi akibat paparan suhu yang tinggi mengakibatkan kerusakkan kulit
pembuluh darah tepi maupun pembuluh darah besar, akibat kerusakan pembuluh darah mengakibatkan
cairan plasma, sel darah, protein albumin mengalami gangguan fisiologi, terjadilah kehilangan cairan
yang masif.
Terganggunya konsentrasi cairan dan suhu tinggi yang merusak pembuluh darah itu sendiri akan
menyebabkan sumbatan pembuluh darah. Beberapa jam setelah terjadi luka bakar reaksi tersebut diatas
bisa mengakibatkan radang sistematik, ataupun kerusakan jaringan lainnya.

Kondisi Pra-Rumah Sakit


Hal yang harus diperhatikan pada kejadian luka bakar adalah apakah luka bakar terjadi di ruangan
tertutup atau terbuka, lokasi kejadian sangat berpengaruh untuk mengetahui cara pengelolaan luka
bakar.
Penyebab luka bakar harus segera teridentifikasi karena masing-masing penyebab akan menyebabkan
kerusakan yang berbeda-beda pada tubuh. Bila luka bakar dalam kategori berat, terkena organ
pernafasan ini harus segera dikirim kerumah sakit, selama dalam perjalanan dilakukan intubasi untuk
menjaga patency jalan nafas dan mulai dilakukan resusitasi cairan karena sudah pasti pasien akan
kehilangan cairan yang banyak.
Segera setelah pasien dievakuasi ketempat aman yaitu dipilih sesuai hazard yang ada di lokasi kebakaran
dan bertolak belakang dengan arah angin, daerah yang sejuk sesuai suhu kamar, dilakukan pemeriksaan
cepat, airway, breathing dan sirkulasi penolong lain segera membuka baju korban ganti dengan selimut
yang tidak berbulu. Setelah diketahui daerah yang terkena luka bakar dilakukan pendinginan dengan
menggunakan cairan steril seperti NaCl 0,9 % atau cairan kemasan seperti aqua, atau air kran yang
bersih sesuai suhu kamar lakukan pendinginan terus menerus ± 15-20 menit, sementara team lain
melakukan secondary survey dan periksa tanda - tanda vital.
Bila luka bakar ringan dapat dilakukan stabilisasi ditempat aman tapi kalau luka bakar sedang dan berat,
atau mengenai wajah, seluruh tangan, kaki, kemaluan dan saluran pernafasan harus segera dikirim
kerumah sakit yang menangani luka bakar, secondary survey, pendinginan, monitoring dilakukan
sepanjang jalan ke rumah sakit ( load and go situation ).

Penyebab Luka Bakar


Penyebab luka bakar dapat dikelompokkan berdasarkan sumber panasnya

92
- Termal ( suhu ˃ 60o C ) contohnya api, uap panas, air panas, benda panas.
- Kimia, contohnya asam kuat, basa kuat, soda api.
- Listrik, contohnya listrik rumah tangga, petir, dan kilat.
- Radiasi, contohnya bahan radio aktif, nuklir, sinar matahari ( ultraviolet ), dan sinar lampu.

Penyebab luka bakar harus diperiksa dengan tepat cermat jangan membuat asumsi, walau luka bakar
jelas terlihat namun pemeriksaan lengkap harus dilakukan untuk mencari cidera serius lainnya yang
menyertai luka bakar.
Penggolongan/Derajat Luka Bakar
Untuk memudahkan tindakan
pertolongan,pengobatan, maka
dilakukan pembagian berdasarkan
lapisan kulit yang mengalami luka
bakar, yaitu:
1. Luka bakar derajat 1 (
permukaan )
Hanya meliputi lapisan kulit yang
paling atas saja ( kulit ari atau
epidermis ) ditandai dengan
kemerahan, nyeri dan kadang-kadang
bengkak daerah yang terkena misal
paling sering luka bakar akibat sinar
matahari luka bakar derajat satu akan
sembuh dalam waktu singkat paling
lambat 1 minggu bila dirawat dengan baik tidak memerlukan antibiotik, hanya memerlukan
analgesik yang tidak menurunkan suhu tubuh seperti nefenamid acid, tramadol, morphin, karena
pasien sangat kesakitan, obat penenang jangan diberikan, justru akan meningkatkan ambang rasa
sakit.

2. Luka bakar derajat 2


Pada derajat 2 terdapat dua macam luka bakar, yaitu:
a. Derajat 2 superfisial ( kulit luar )
Kulit berwarna kemerah-merahan dan timbul bulae ( gelembung ) terjadi kerusakan
epidermis yang lebih dalam, ditandai adanya bulae, rasa nyeri akan sembuh dalam dua
minggu segera setelah terjadi kebakaran dilakukan pendinginan dengan mengompres kulit
yang terkena luka bakar dengan kain kassa yang dibasahi dengan cairan NaCl 0,9 % ini
dilakukan terus menerus sampai rasa panas dan sakit berkurang dapat diberikan antibiotik
dan analgesic oral.
b. Derajat 2 dalam
Selain ditemukan kulit yang kemerah-merahan ditemukan jaringan kulit yang terkelupas,
kerusakan dermis dan epidermis. Derajat 2 dalam juga segera dilakukan pengompresan
dengan NaCl setelah panas dan nyeri berkurang dapat diberikan obat-obatan topical, setelah
dikeringkan, buang kulit-kulit yang mati lakukan penggantian verban tiap 12 jam berikan
antibiotik dan analgesic.

93
3. Derajat 3
Pada derajat tiga ditandai dengan seluruh epidermis dan dermis mengalami luka bakar bahkan
bisa merusak jaringan lemak ataupun otot walaupun jaringan tersebut tidak mengalami neckrosis
lakukan pendinginan dengan air yang banyak sebaiknya steril atau air kemasan, bersihkan semua
jaringan-jaringan yang rusak, pada luka bakar ini kulit tampak kering, pucat atau putih, bagian
luar gosong dan hitam, mati rasa karena syaraf sudah rusak yang nyeri hanya pinggiran. Luka
derajat 3 jangan diberikan obat-obatan topikal karena sebaiknya dirumah sakit segera dilakukan
perawatan skin grafting untuk menghindari kecacatan permanent pemberian antibiotik dan
analgesik diberikan secara oral/parental.

4. Derajat 4
Jaringan yang rusak lebih dalam lagi yang menimbulkan
jaringan nekrotik seperti arang dapat mengenai tulang dan
lapisan lainnya yang tidak terbatas. Pada luka bakar ini segera
dilakukan pendinginan, pembersihan jaringan yang mati dan
mempersiapkan jaringan untuk melakukan bedah plastik.

Luas Luka Bakar


Untuk menentukan luas bagian tubuh yang terkena luka bakar
dipergunakan rumus “Rule of Nines” atau hukum sembilan yaitu
membagi daerah tubuh yang terbakar dengan presentase 9 ( lihat
gambar ) misal bila terkena seluruh kepala adalah 9% dari tubuh
mengenai seluruh dengan depan belakang, 9% dari tubuh, bila terkena dada dan perut 18% dari tubuh,
bila punggung dan panggul, 18% dari tubuh pada alat kelamin dihitung 1% kaki depan 9% dan kaki
belakang 9%. Cara lain menghitung luka bakar adalah dengan menggunakan luas telapak tangan
penderita sebagai referensi, satu telapak tangan luasnya 1% luas tubuh.

Derajat Beratnya Luka Bakar (Severity)


Derajat tersebut ditentukan oleh luasnya permukaan tubuh yang terbakar dan lokasi tempat terbakar.
1. Luka bakar ringan
- Tidak mengenai wajah, tangan, kaki, sendi, kemaluan, dan saluran nafas
- Luka bakar derajat 3 kurang 2% luas tubuh
- Luka bakar derajat 2 kurang 15% luas tubuh dewasa dan kurang 10% luas tubuh bayi dan
anak.
- Luka bakar derajat satu kurang dari 50% luas tubuh
2. Luka bakar sedang
Tidak mengenai wajah, tangan, kaki, sendi, kemaluan dan saluran nafas.
- Luka bakar derajat 3, 2-10% dari luas tubuh
- Luka bakar derajat 2, 15-30% luas tubuh dewasa dan 10-20% luas tubuh anak dan bayi
- Luka bakar derajat 1 lebih dari 50% luas tubuh.

3. Luka bakar berat


Luka bakar pada wajah, tangan, kaki, sendi, kemaluan, dan saluran nafas
- Luka bakar derajat 3 diatas 10% luas tubuh

94
- Luka bakar derajat 2 lebih dari 30% luas tubuh, luka bakar disertai nyeri, bengkak, dan
perubahan bentuk alat gerak
- Luka bakar meliputi satu bagian tubuh seperti lengan, tungkai atau dada
- Semua luka bakar derajat 3 atau 2 lebih besar 20% pada bayi dan anak
Pada orang dewasa luka bakar derajat dua seluas 20% dapat mengakibatkan syok pada anak,
derajat 2 10% luas tubuh menyebabkan syok.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perhitungan derajat beratnya luka bakar adalah:
a. Penyebab luka bakar
- Listrik, luka tampak kecil tapi dapat menyebabkan kerusakan dalam tubuh cukup luas
bahkan dapat mengganggu kerja jantung.
- Bahan kimia masing-masing bahan memiliki ciri-ciri tersendiri misalnya basa kuat
hanya akan terasa gatal bila tak segera dibersihkan dari kulit derajat luka bakar akan
bertambah kadang-kadang tanpa sadar menjadi derajat 3, bahan kimia akan merembet
secara difusi kedalam jaringan kulit.

b. Daerah yang terkena


Wajah, tangan, kaki, kemaluan, bokong, paha bagian dalam dan sendi.
Daerah-daerah tersebut dapat menjadi penyulit dalam proses penyembuhan dikemudian
hari.

c. Usia kurang dari 5 tahun dan diatas 55 tahun dianggap lebih berat dari perhitungan luas
luka bakar karena adanya penyakit penyerta.

Akibat Luka Bakar


Pada luka bakar selain merusak jaringan kulit dan jaringan setempat juga menyebabkan kehilangan
cairan elektrolit dan timbul edema. Terjadi edema sebenarnya berguna bagi tubuh karena sifatnya
membasahi luka dengan protein, enzim tripsin, leukosit dan lain-lain. Syok pada luka bakar akibat
keluarnya cairan elektrolit yang banyak, terjadi kekentalan darah; luka bakar karena panas, terjadi
gangguan permeabilitas dinding kapiler sehingga cairan plasma akan keluar berkumpul di sekitar
pembuluh darah seperti pada bulae (gelembung). Pada luka bakar derajat 2 menimbulkan edema ,
sedangkan pada derajat 3 jaringan yang elastis sudah rusak cairan yang keluar plasma yang mengandung
protein , sehingga terjadi penurunan plasma darah. Akibatnya tekanan osmotik pembuluh darah
meningkat, bila tidak segera diganti tubuh akan kehilangan cairan, volume darah berkurang, terjadi
syok, anoksia dan kematian. Pada tahap lanjut kematian juga akibat infeksi yang bersifat systemik
(sepsis).

Penatalaksanaan Luka Bakar


- Nilai keamanan tempat kejadian dan keselamatan diri penolong, bila tidak aman (ada hazard)
pindahkan ke tempat aman oleh orang yang berwenang (yang bisa masuk daerah bencana dengan
proteksi yang lengkap dan benar).
- Hentikan segera proses luka bakarnya bila ringan dan sedang gunakan kompres kain kasa dengan
cairan NaCl atau air kemasan.
- Bila luka bakar luas alirkan air dingin yang bersih (bukan air es) pada bagian yang terkena luka
bakar kalau sebabnya bahan kimia alirkan terus menerus sembari disikat dengan sikat lembut
bahan kimianya ± 20 menit

95
- Sementara melakukan pendinginan seorang penolong melakukan pemeriksaan ABC dan tingkat
kesadaran pasien dan lakukan pemeriksaan cepat (penilaian dini) bila ada masalah yang
mengancam nyawa .
- Lepaskan pakaian dan perhiasan jika pakaian melekat ketat gunting sekelilingnya jangan
memaksa untuk melepas bagian yang melekat tersebut
- Bila ditemukan pasien masih ada bagian yang terbakar dibadan pasien atau pada pakaian pasien,
bila masih sadar suruh berguling dan tutup badan pasien dengan selimut atau handuk basah.
- Buang kotoran-kotoran dan semua sisa-sisa pembakaran yang melekat dibadan pasien, jangan
digaruk-garuk atau disikat keras-keras. Lakukan pelan-pelan dengan dua jari tengah siram
perlahan-lahan.
- Tentukan derajat luka bakarnya, ringan, sedang, ataupun berat.
- Hitung luas permukaan tubuh yang terkena (Rule of Nines) catat lokasi tubuh yang terkena dan
cari kemungkinan cedera lain
- Dapatkan data secondary survey bila memungkinkan
- Keringkan tubuh pasien segera , naikkan ke tandu, alas tandu dan tutup badan pasien dengan alas
atau selimut yang tidak berbulu, jika cukup persediaan kain kassa tutup bagian yang terbakar
dengan kain kassa yang lebar sebaiknya jangan diplester.
- Bila yang terkena jari-jari maka masing-masing jari dibalut kain kassa terpisah
- Segera naikkan ke ambulans, beri oksigen sesuai protokol, pasang infus bila luka bakar sedang
atau berat kalau perlu 2 line dengan jarum besar, bila ada tanda-tanda syok guyur
- Bila ada tanda-tanda pasien terhisap uap/udara panas segera lakukan intubasi endotrakheal.
- Jaga suhu penderita bila pasien kesakitan dapat diberikan analgesic seperti morphin, pethidin,
codein atau tramadol
- Rujuk segera pasien ke rumah sakit yang dapat menangani luka bakar
- Waktu dalam perjalanan hubungi rumah sakit yang dituju, laporkan identitas pasien, keadaan
umum, luas luka dan derajat beratnya luka bakar dan tindakan yang sudah dilakukan.

Penanganan Beberapa Luka Bakar Khusus


Luka Bakar Kimia
Menentukan derajat luka bakar kimia sangat sulit secara umum sebaiknya anggap semua luka bakar
kimia dalam derajat berat.
- Nilai keamanan tempat kejadian dan keselamatan diri penolong
- Setelah ditempat aman, aliri luka bakar dengan air sebanyak-banyaknya
- Jangan menyiram bahan kimia yang bereaksi dengan air semakin kuat, misal soda api, bila
bubuk padat sikat dulu dengan sikat halus bahan kimia yang mengenai tubuh, buang pakaian
yang terkontaminasi setelah bersih baru aliri pasien dengan air ±20 menit terus menerus.
- Bila mengenai mata segera aliri mata dengan air steril atau air kemasan terus menerus, setelah
bersih baru buka kontak lens aliri lagi kalau perlu lakukan sepanjang jalan kerumah sakit.
Usahakan saat mengalirkan air jangan sampai aliran air mengenai daerah yang sehat
(meminimalkan kontaminasi daerah yang sehat) untuk penolong pasang APD yang lengkap agar
tidak ikut terkontaminasi bahan kimia sebaiknya aliri pasien dengan air dari dari jarak yang agak
jauh.
- Amankan bekas pakaian pasien yang terkontaminasi masukkan dalam plastik biohazard,
musnahkan agar tidak mengkontaminasi orang lain
- Pasang penutup luka steril pada bagian yang luka setelah dikeringkan
96
- Atasi kelainan-kelainan yang ada
- Kirim segera ke rumah sakit yang punya fasilitas pengobatan luka bakar.

Luka Bakar Listrik


Pada luka bakar karena listrik, bahaya yang dihadapi adalah kemungkinan terjadinya henti nafas dan
henti jantung, kerusakan syaraf dan organ dalam tubuh
- Jejak luka bakar mungkin kecil dari luar, tetapi kerusakan dalam tubuh dapat luas mengingat
konduksi listrik cukup kuat dapat merusak jaringan tulang
- Penolong harus siap melakukan RJP pada penderita yang tersengat listrik dan harus dilakukan
monitoring dengan ketat karena henti nafas dan henti jantung dapat berulang-ulang

Gejala dan Tanda-tanda Syok Karena Listrik


- Perubahan status mental pasien dan penurunan respon
- Tampak area masuk nya listrik seperti hanya terbakar sedikit, misal dibagian tangan, bila
diperiksa dengan teliti terlihat area terbakar lagi disendi ekstremitas bawah sebagai tempat
keluarnya listrik
- Pernafasan dangkal, tidak teratur atau tak ada
- Denyut nadi lemah, tidak teratur atau tidak ada
- Patah tulang majemuk karena kontraksi otot

Penanganan Luka Bakar Listrik


- Nilai keamanan tempat kejadian dan keselamatan diri penolong
- Bila pasien masih melekat pada sumber listrik jangan mendekati area tempat kejadian, matikan
sumber listrik, perhatikan jalan dan tempat penderita apakah masih ada bahaya lain yang
mengancam biarkan orang yang ahli yang mengerti listrik yang melepas pasien dari sengatan
listrik.
- Biasanya pasien akan didorong dengan kayu atau tongkat karet atau didorong oleh penolong
yang menggunakan sepatu safety karet.
- Lakukan penilaian dini
- Periksa dan cari luka bakar didaerah listrik masuk dan tempat listrik keluar
- Tutup luka dengan penutup luka steril kering
- Atasi syok bila ada
- Bila henti nafas dan henti jantung, lakukan RJP segera
- Lakukan monitoring tanda-tanda vital dengan ketat, biasanya henti nafas dan henti jantung
dapat terjadi berulang-ulang.

Luka Bakar Inhalasi


Luka bakar yang terjadi karena menghirup udara panas, asap, atau bahan gas racun yang masuk ke
saluran nafas. Gejala dan tanda-tanda awal mungkin ringan tapi dalam waktu singkat dapat terjadi gagal
nafas/sumbatan jalan nafas.

Keracunan Carbon Monoxide


Penderita yang menghirup carbon monoxide sukar untuk di deteksi karena gas tidak berwarna, tidak
berbau dan tidak berasa biasa seperti terhisap asap kenalpot mobil asap bahan kimia yang terbakar

97
diruangan tertutup carbon monoxide akan berikatan dengan hemoglobin 257x lebih besar dari pada
oksigen akibatnya segera pasien akan hipoksia.
Tanda-tanda akan terlihat tergantung berapa besar level carboxy hemoglobin.
20% → sakit kepala, nafas mulai sesak dan pendek
30%→ sakit kepala, mulai terganggu susunan syaraf pusat, menyebabkan pasien gampang tersinggung
dan marah, pusing dan penglihatan mulai kabur.
40-50%→ susunan syaraf pusat sudah terganggu hebat, pasien menunjukkan gejala bingung, tidak sadar
dan pingsan
60-70 %→ pasien mulai kejang, tidak sadar/coma, mulai henti nafas yang agak lama kemudian bernafas
lagi
80%→ fatal, henti nafas/henti jantung
Pada pemeriksaan saturasi oksigen terlihat dengan hasil masih dalam batas normal tapi pasien telah
mengalami hypoxia pada carbon monoxide. Bila ditemukan pasien yang terpapar dengan monoxide
carbon segera pindahkan ketempat aman yang berudara segar dan teduh. Segera check airway dan
breathing, pasang segera oksigen dengan NRM (high flow) bila ada tanda-tanda gagal nafas dan pasien
mulai kehilangan kesadaran, segera lakukan intubasi ditempat, karena pasien harus segera dikirim ke
rumah sakit yang memiliki hyperbaric chamber, karena pasien tidak dapat ditolong kalau hanya dengan
oksigen 100%.
Pasien terhisap asap beracun yang berasal dari toksik kimia, toksik kimia menyebabkan kerusakan sel
paru. Asap dapat berisi ratusan bahan kimia yang toksik 1 asap dari plastik sintetik produk lebih
berbahaya dari bahan kimia lainnya. Kerusakan sel-sel paru pada bronki dan alveoli mungkin akan
terjadi beberapa jam, kemudian selama proses terjadi dapat terjadi bronko spasme atau coronary spasme
tergantung individu yang terkena. Jadi selama perjalanan pasien memerlukan nebuli zer dan oksigen
high flow.

Menghirup Udara Panas


Menghirup udara panas akan mengenai saluran nafas bagian atas, daerah faring dan laring akan terkena
udara panas mukosa saluran nafas dengan segera, akan menyebabkan oedema pada faring, hypopharing
dan laring akan terjadi sumbatan jalan nafas, jadi bila ditemukan pasien dengan tanda- tanda sebagai
berikut:
- Luka bakar pada wajah
- Bulu mata dan bulu hidung hangus terbakar
- Luka bakar dimulut, butiran arang carbon dalam air ludah dan dahak
- Bau asap jelaga pada pernafasan
- Kesukaran bernafas, batuk-batuk
- Pernafasan berbunyi
- Suara parau, serak, dan sukar bicara
- Gerakan dada terbakar kadang-kadang nyeri dada

Penanganan Luka Bakar Inhalasi


Bila ditemukan pasien terpapar udara panas pada saat kebakaran pada ruangan tertutup, pasien batuk-
batuk, suara serak, parau dan sukar bicara, kadang kesadaran mulai menurun, sesak nafas, nyeri dada,
segera pindahkan pasien ketempat aman dengan udara segar dan teduh.
- Lakukan pemeriksaan dini
- Check air way dan breathing

98
- Bila pasti tanda-tanda terhisap udara panas segera berikan oksigen dengan high flow
- Siapkan intubasi dengan metode Rapid Sequence Intubation/crash Intubation dengan
menggunakan obat-obatan muscle relaxan
- Segera bawa ke rumah sakit yang dapat menangani luka bakar
- Bila ditemukan dalam keadaan lebih parah, telah terjadi obstruksi jalan nafas berat tidak bisa
dilakukan intubasi segera lakukan Needle cricothirotomie menggunakan jarum infus nomor 14,
kemudian plastik bisa disambung ke oksigen atau menggunakan alat khusus yaitu
Translaryngeal jet ventilation (gambar)
- Dalam perjalanan lakukan monitoring tanda-tanda vital dengan ketat setiap 5 menit, hubungi
rumah sakit yang dituju, laporkan nama pasien dan kondisi pasien dengan lengkap.

Akibat Udara Panas dan Dingin Berlebihan


Suhu tubuh manusia dipertahankan sekitar 37oC. Dalam udara panas dan lembab seperti diruangan
masak-memasak, bekerja, atau bepergian di daerah beriklim panas, berjalan atau berolahraga
didaerah panas merupakan resiko terkena penyakit akibat udara panas.
Ada tiga tingkatan penyakit akibat udara panas, yaitu:
a. Heat exhaustion (lelah panas) terjadi kebanyakan di iklim panas dan lembab, yang sering
terkena anak-anak dan orang tua.
b. Heat Cramps (kejang panas) disebabkan tubuh kehilangan Natrium melalui keringat yang
banyak.
c. Heat stroke , timbul karena kegagalan pengatur suhu akibat kontak dengan suhu lingkungan
yang tinggi, ditambah ventilasi ruangan buruk dan kerja berat.

Diagnosa
Sengatan panas adalah suatu kelainan pada tubuh yang disebabkan karena terpaparnya pasien
dengan udara panas yang tinggi yang menyebabkan meningkatnya suhu tubuh (hipertermia bisa
mencapai 106oF (41,1oC) disertai dengan kelainan fisik dan neurobiologis.

99
Gejala Klinis
a. Heat exhaustion (lelah panas)
- Rasa panas, lemah dan kecapaian dengan sakit kepala
- Kulit panas, pucat, berkeringat dingin
- Haus
- Pusing, bila berat pingsan
- Lelah
- Mual
- Pucat
- Nafsu makan menurun
- Disorientasi, kehilangan koordinasi, kebingungan dan sangat peka
- Sukar bernafas
- Pernafasan dan nadi cepat
b. Heat Cramp (kejang panas)
- Tingkat lebih lanjut dari heat exhaustion
- Suhu badan naik (sampai 38-39oC)
- Kram dan sakit otot ekstremitas dan perut pada waktu istirahat maupun bergerak, terutama
kaku tangan dan betis.
- Mual atau muntah
- Lemas, pusing dan lemah
- Kulit dingin dan lembab
c. Heat Stroke
Stadium ketiga dari sengatan panas, merupakan keadaan yang berbahaya (dapat mematikan) dan
sering menimbulkan komplikasi ginjal akut, hati dan syok berat namun reversible. Mungkin
didahului gejala pendahuluan seperti ;
- Lemah, pusing, nyeri kepala hebat, mual, nyeri epigastrium (ulu hati)
- Pengurangan keringat beberapa jam
- Gelisah dan penurunan kesadaran sampai koma
- Kulit kering, tidak berkeringat lagi, kulit kemerahan
- Suhu tubuh cepat naik 40-41oC
- Pernafasan cepat, sulit bernafas

100
- Takikardia (nadi kuat dan cepat)
- Tekanan darah meningkat atau menurun
- Pupil mula-mula kecil, lama-kelamaan melebar

Penanganan / Tindakan
- Periksa keamanan lingkungan, keamanan pasien dan keamanan penolong (pasang APD)
- Check respon pasien
- Check airway, breathing dan sirkulasi
- Pindahkan pasien ke tempat sejuk atau ruangan terbuka yang terlindung dari sinar matahari
- Longgarkan ikatan-ikatan dan pakaian yang tidak perlu
- Bila korban sadar, beri minum dingin yang berisi elektrolit
- Beri kompres es pada ketiak dan pangkal paha
- Bila heat cramp, kompres es pada otot-otot yang kram
- Pelan-pelan luruskan otot tersebut tapi jangan diurut
- Bila heat stroke, semprotkan air dingin melalui semprotan air ketubuh pasien terus-menerus
sampai suhu tubuh dingin
- Keringkan pasien, pasang infus, berikan cairan yang sudah didinginkan NaCl 0,9% bila dapat
memeriksa elektrolit pasien lakukan resusitasi pada elektrolit yang nilainya rendah
- Monitor suhu badan pasien secara ketat setiap 15 menit, bila masih panas lanjutkan
pendinginan dengan handuk basah sampai suhu badan mencapai 101-102oF (383-388 oC)

Akibat Udara Dingin (hipotermia)


Merupakan penurunan suhu tubuh akibat kontak lama dengan suatu lingkungan yang rendah
suhunya/dingin, mengakibatkan penurunan kesadaran, kegagalan pernafasan dan sirkulasi, lebih
mudah terjadi pada bayi dan orang tua, kelelahan, kelaparan, ketakutan, tubuh basah, angin dingin,
hipoksia pada ketinggian dapat menyebabkan kematian.

Gejala Kimia
- Tampak pucat
- Dingin kaku
- Suhu tubuh rendah (27-29oC)
- Pupil miosis
- Depresi pernafasan, melambat atau berhenti
- Keram otot-otot, rasa lelah berlebihan
- Bradicardia, hipotensi
- Edema seluruh tubuh
- Penurunan kesadaran

Diagnosis
Kesadaran somnolens hingga komateus yang disertai gangguan haemodinamik, tremor halus, akibat
gangguan aklimatisasi yang mengenai aliran pembuluh darah kecil akibatnya Oklusi Agentinasi dan
Trombi

Tindakan
- Periksa keamanan lingkungan pasien dan penolong
101
- Check airway, breathing dan sirkulasi (ABC)
- Pindahkan korban ketempat hangat
- Longgarkan ikatan-ikatan pada tubuh, lepaskan cincin, gelang dan ikat kepala
- Tempatkan pasien diantara 2 selimut kain yang hangat sehingga suhu dapat naik bertahap
- Bila pasien sadar, beri minum air hangat (tidak beralkohol)
- Bila ada emergency blanket (alumunium foil) atau sleeping bag, selimuti pasien dengan alat
tersebut.
- Bawa pasien kerumah sakit bila tidak ada perbaikan atau kondisi pasien semakin parah.

Sengatan Dingin/Sengatan Salju/Frostbite


Sengatan dingin merupakan kerusakan kulit dan jaringan tubuh lainnya yang disebabkan terpapar
udara dingin dalam waktu yang lama. Sengatan dingin mempengaruhi intra sel dan ekstra sel dan
mempengaruhi fungsi jaringan dan sirkulasi sehingga dapat terbentuk kristal es dalam jaringan
mengakibatkan kematian jaringan, dalam kasus ringan sengatan dingin bisa pulih sepenuhnya
dengan perawatan dini.
Dalam kasus berat, sengatan dingin dapat menyebabkan infeksi atau gangren karena terjadi
kematian jaringan akibat kekurangan suplai darah kebagian tubuh tersebut.

Klasifikasi
Sengatan dingin (prostbite) dapat mengakibatkan beberapa kondisi yang berbeda, yaitu;
- Cedera derajat pertama adalah pendinginan dangkal tanpa kerusakan jaringan selulair,
pembekuan pada permukaan kulit disebut FROSTNIP.
- Frostnip dimulai dengan gejala gatal-gatal dan nyeri, kulit memucat dan akhirnya daerah
tersebut menjadi baal atau mati rasa. Frostnip umumnya tidak menyebabkan kerusakan
permanen karena hanya lapisan kulit yang terlibat namun dapat menyebabkan sensitivitas jangka
panjang untuk sensasi panas dan dingin.

Cedera Derajat ke-Dua


Jika pembekuan terus berlangsung, kulit bisa jadi beku dan keras, bisa timbul luka lepuh sedangkan
jaringan yang lebih dalam masih tetap lembut dan normal luka melepuh 1-2 hari setelah kulit
membeku, lepuh dapat jadi keras dan menghitam.
Bila dilakukan tindakan dini dan sebagian besar dapat menyembuhkan cidera selama 3-4 minggu,
walau sudah sembuh bagian yang cidera tetap secara permanen sensitif terhadap panas dan dingin.

Cedera Derajat ke-Tiga dan ke-Empat


Jika jaringan yang membeku terus berlanjut, terjadi radang dingin yang dalam, mengenai semua
otot, tendon, pembuluh darah dan membekukan saraf, daerah yang terkena terlihat ungu atau merah
dengan lepuh yang biasanya penuh dengan darah, jenis frostbite/radang dingin yang parah dapat
menyebabkan hilangnya jari tangan dan kaki, karena kerusakan jari permanen.
Butuh beberapa bulan untuk menentukan berapa banyak kerusakan yang terjadi selama proses
pembekuan, karena alasan itu operasi untuk menghilangkan jaringan yang rusak sering tertunda.

Penyebab Frostbite atau Radang Dingin


Frostbite terjadi karena mekanisme pertahanan tubuh terhadap dingin. Bila tubuh terpapar dengan
udara dingin yang berkepanjangan, terjadi vasokonstriksi didaerah perifer (daerah yang jauh dari

102
jantung) misal tangan dan kaki, akibat vasokonstriksi darah yang mengalir kedaerah tersebut jadi
berkurang dan lambat, darah lebih banyak dialirkan ke organ-organ vital.
Bila tubuh terpapar udara dingin berkepanjangan tubuh berada dalam bahaya hiportemia,
vasokonstruksi terjadi permanen akan menyebabkan kerusakan jaringan. Bagian tubuh yang sering
terkena antara lain, hidung, pipi, telinga, jari tangan dan jari kaki (ekstremitas).

Gejala Frostbite
- Bila ditemukan korban dengan tanda-tanda frostbite segera pindahkan ke tempat hangat
- Lakukan rewarm (menghangatkan) bagian yang terkena frostbite sesegera mungkin.

Ada dua cara melakukan rewarm, yaitu;


• Pasif rewarming : menggunakan panas
tubuh atau suhu kamar untuk membantu
seseorang dalam rewarming tubuh itu sendiri,
misal membungkus tubuh dengan selimut
meletakkan jari-jari yang membeku di ketiak
atau dilipat paha atau dipindahkan kelingkungan
yang hangat.
• Active rewarming : memberikan
tambahan panas pada seseorang yaitu usaha
untuk menghangatkan jaringan yang terkena
secepat mungkin tanpa menyebabkan luka bakar,
tujuan untuk mencairkan jaringan yang
membeku sehingga kerusakan jaringan dapat
diminimalkan.
Cara terbaik untuk menghangatkan bagian beku
adalah dengan memasukkan kedalam bak air
hangat dengan suhu 104-108oF (40-42oC) pastikan mengukur suhu dengan thermometer atau dengan tangan
yang tidak membeku, rendam daerah yang membeku dalam suhu konstan tersebut selama satu jam atau lebih.
Pemanasan diatas api atau disamping pemanas harus dihindari, metode ini, memiliki resiko tinggi luka bakar
dan jaringan luka cenderung kering, sehingga menyebabkan kerusakan lebih dalam atau lebih parah. Proses
rewarming sangat menyakitkan pasien butuh analgesik, selesai rewarming bila ada luka dan kulit yang rusak
tutup dengan kassa steril . Bungkus dengan pakaian hangat, kirim segera pasien ke rumah sakit untuk
perawatan lebih lanjut.
Jangan menggosok atau memijat tubuh yang terkena akan merusak jaringan kulit dan meningkatkan risiko
infeksi selama proses penyembuhan sebaiknya hindari merokok, mengunyah tembakau, karena nikotin dapat
menyebabkan penyempitan pembuluh darah dapat mengganggu proses penyembuhan.

Pencegahan
Sebelum pergi keluar pada suhu yang dingin ada beberapa hal yang diperhatikan, yaitu gunakan pelembab
kulit pada wajah, tangan, dan bagian tubuh lainnya yang mungkin terkena dingin, gunakan baju hangat,
pakaian kering dan hindari angin. Gunakan tutup wajah untuk pelindung ekstra, topi untuk menutup kepala,
telinga dan leher dan sarung tangan yang tebal.
Bila melakukan aktifitas pada temperatur di bawah titik beku, pakai pakaian berlapis-lapis,
pakaian terdalam harus non absorbent dan tenunan longgar.

103
MATERI INTI V
PENATALAKSANAAN PASIEN DENGAN GANGGUAN SIRKULASI

PENANGANAN PASIEN SYOCK


Tujuan Umum
Setelah peserta menyelesaikan bab ini diharapkan dapat mengidentifikasi dan medemonstrasikan
penatalaksanaan penanganan pasien syok.
Tujuan Khusus
1. Dapat menerangkan definisi syok dan mengenal tanda-tanda syok.
2. Dapat mengenali penyebab syok dan dapat melakukan penatalaksanaan penanganan syok
sesuai dengan penyebabnya.
Latar Belakang
Lebih dari satu juta pasien dalam kondisi syok datang ke UGD setiap tahunnya. Untuk itu pengetahuan
tentang pengenalan dan penatalaksanaan yang tepat terhadap pasien syok mutlak diperlukan oleh
paramedic yang menangani kasus gawat darurat.
Langkah pertama dalam penanganan syok adalah dapat mengenali tanda-tanda klinis pada pasien yang
mengalami syok.Diagnosa awal didasarkan adanya gangguan perfusi organ dan oksigenasi jaringan.

Syok didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidak mampuan system sirkulasi untuk mencukupi
kebutuhan tubuh sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan antara supply oksigen dengan kebutuhan
oksigen untuk metabolisme.Keadaan ketidakseimbangan ini disebut sebagai hypoferfusi.Keadaan
hypoperfusi yang dibiarkan akan menjadi suatu global hypoferfusi yang berakibat pada turunnya
kandungan oksigen darah serta asidosis laktat.
Langkah kedua dalam penanganan syok adalah mengetahui sebab dari syok.
Berdasarkan penyebabnya syok dibagi menjadi 4 kategori yaitu:
1. Syok Hypovolemik ( ketidakcukupan volume sirkulasi ).
2. Syok Kardiogenik ( ketidakcukupan fungsi pompa jantung ).
3. Syok distributive ( Maldistributive aliran darah ).
4. Syok obstruktif ( Hambatan aliran darah ekstra kardiak ).

Pengetahuan dasar tentang prinsip-prinsip kebutuhan oksigen transport dan konsumnsi oksigen mutlak
diperlukan dalam memahami syok. Dalam tubuh oksigen di bawa oleh hemoglobin pada kondisi terisi
penuh.1 molekul hemoglobin mengangkut 4 molekul O2 tetapi tidak semua O2 di bawa hemoglobin
sebagian O2 terlarut dalam plasma darah.Jumlah O2 dalam tubuh merupakan gabungan antara yang
terikat dalam hemoglobin dan yang larut dalam plasma darah.O2 dihantar ke jaringan oleh pompa
jantung. Pada kondisi normal 25% O2 yang di bawa hemoglobin akan di konsumsi oleh jaringan dan
sisanyan 75% akan di kembalikan ke jantung.
Ketika supply O2 tidak sesuai dengan kebutuhan akan terjadi mekanisme kompensasi oleh jantung
dengan cara meningkatkan curah jantung (Cardiac output), jika peningkatan curah jantung masih tidak
mencukupi kebutuhan akan terjadi kompensasi berupa peningkatan jumlah O2 yang dilepaskan
hemoglobin.Jika semua kompensasi tubuh gagal mengatasi keseimbangan antara supply dan kebutuhan
metabolisme tubuh maka akan terjadi mekanisme an aerob yang akan menghasilkan asam laktat. Pada
pemeriksaan laboratorium kadar asam laktat merupakan indikator yang menunjukkan derajat beratnya
ketidakseimbangan antara supply dan kebutuhan.

104
Pada penderita trauma semua penyabab syok mungkin ditemukan :
1. Syok Haemorragic apabila terjadi trauma yang menyebabkan perdarahan yang hebat. Apabila
tidak cepat ditangani menjadi syok yang berat.
2. Syok Kardiogenik dapat terjadi bila ada trauma dada yang menyebabkan kontusio jantung,
tamponade jantung, dan tension pneumotoraks.
3. Syok Distributive dapat terjadi bila ada trauma pada susunan saraf pusat (SSP) yaitu
neurogenik syok atau trauma tulang belakang terjadi vasodilatasi pembuluh darah.
4. Pada keadaaan lanjut bila terjadi infeksi dan berlanjut jadi sepsis akanterjadi syok obstruktif.
Ketika terjadi syok akan memicu respon dari system saraf otonom yang merupakan upaya
untuk mempertahankan perfusi ke organ tubuh.
Respon simpatis yang terjadi berupa:
1. Vasokontriksi arteri yang mengakibatkan redistribusi darah dari kulit ,otot, ginjal, dan
splanknik.
2. Peningkatan laju jantung dan kontraksi jantung yang berakibat peningkatan cardiac output.
3. Kontriksi pembuluh vena kapasitas yang akan meningkatkan venous return.
4. Pelepasan hormon vasoaktif epinefrin, noorepinefrin, dopamine dan kortisol untuk
mempertahankan kontriksi pembuluh arteri dan vena.
5. Pelepesan hormon anti diuretic dan pengaktifan aksi renin angiotensin untuk meningkatkan
konservasi air dan elektrolit sehingga volume intravaskuler meningkat.
Kondisi tersebut di atas tidak terjadi pada syok neurogenik, syok septic dan kemungkinan adanya
reaksi anafilaktik terhadap obat-obatan karena pada keadaan ini terjadi vasodilatasi pembuluh darah.
Dengan demikian langkah awal yang harus dilakukan adalah melakukan penilaian terhadap pasien
hingga dapat dengan cepat syok diketahui dan penanganan awal dapat dilaksanakan.

Gejala Klinis
Kondisi pasien syok sering berhubungan denganpenyakit yang mendasarinya seperti infark miokard,
anafilaksis, dan trauma.
1. Keadaan yang memungkinkan kurangnya volume cairan yaitu adanya riwayat perdarahan,
muntah-muntah, diare, kencing yang berlebihan dan kehilangan cairan karena demam.
2. Keadaan yang menunjukkan pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi) karena adanya trauma
tulang belakang, perlukaan susunan saraf pusat, adanya keadaan sepsis dan anafilaksis, serta
pusing akibat hipotensi orthostatik.

Kondisi fisik pasien sangat beragam mulai dari sangat dramatis pada keadaanhipotensi berat akibat
perdarahan dari luka tembak atau tertutupi gejala lain pada pasien gagal jantung.

Gejala klinis yang tampak tergantung dari derajat syok yang terjadi:
1. Suhu: Hipotermia atau Hipertermia.
2. Laju jantung: Biasanya meningkat.
3. Tekanan darah sistolik :meningkat pada awal syok, menurun ketika kompensasi tubuh gagal.
4. Tekanan diastolic: meningkat pada awal, menurun ketika kompensasi gagal.
5. Sistem saraf pusat: Delirium, gelisah, disorientasi, koma.
6. Kulit; Pucat, dingin, sianosis, berkeringat.
7. Respirasi: Takipnea.

105
8. Kardiovaskuler: Takikardi, Bradikardi (pada kondisi vasodilatasi).
9. Organ Splannik: Illeus, perdarahan gastrointestinal.
10. Ginjal: Penurunan produksi urine.

Terapi
Resusitasi pada pasien syok meliputi:
1. Menjaga jalan nafas (Airway) dan pernapasan (Breathing).
Jalan napas dan pernapasan merupakan prioritas pertama untuk mendapatkan oksigenasi yang
cukup .Tambahan O2 diberikan bila perlu untuk menjaga saturasi O2 lebih dari 95%.Kontrol
jalan napas yang paling ideal adalah dengan intubasi endotrakeal untuk proteksi jalan napas,
oksigenasi melalui pemberian tekanan positip (BVM, ventilator atau menjaga patensi dan
memudahkan pembersihan jalan napas.Adanya usaha bernapas pada pasien syok akan
meningkatkan konsumsi oksigen untuk itu usaha bernapas harus dikendalikan menggunakan
ventilasi mekanik dengan ventilator dan pemberian obat sedasi, kadar saturasi O2 dipertahankan
93% dengan PaCO2 dipertahankan lebih kurang 35-40 mmHg.
2. Stabilisasi sirkulasi
Prioritas adalah control perdarahan luar, dapatkan akses vena yang cukup besar dan mulai
perfusi jaringan. Bila ada trauma perdarahan dalam dapat terjadi di :
• Rongga Toraks.
• Rongga Abdomen.
• Rongga Pelvis.
• Tulang panjang/femur.
• Retroperitonial.

Pada fase prehospital yang dapat dilakukan hanyalah tidurkan pasien telentang, tungkai
ditinggikan 20-30 cm.Bila tidak ada kecurigaan patah tulang belakang dan patah tungkai, bila
menggunakan papan spinal tinggikan bagian kaki, posisi ini dapat menolong memberikan
tambahan cairan ke dalam jantung. Pembidaian atau traksi dapat menbantu mengurangi
perdarahan pada tulang panjang.
PASG ( Pneumatic Anti Shock Garment ) dan gurita dapat digunakan untuk mengontrol
perdarahan pelvis, tetapi alat ini jangan menganggu kelancaran jalan infus.
Resusitasi cairan dimulai dengan cairan kristaloid yang isotonic.Jumlah dan kecepatan
pemberian cairan disesuaikan dengan gangguan hemodinamik yang terjadi. Cairan jenis ini
sementara akan menambah volume intravascular dan dapat menstabilkan volume intravascular
karena akan mengisi cairan interseluler dan intraseluler. Pilihan cairan yang di pakai adalah
cairan Ringer Laktat Dan cairan Nacl 0,9% (Normal Saline).
Semakin berat gangguan hemodinamik yang terjadi semakin cepat dan besar volume yang di
berikan, sebagian besar pasien yang dalam kondisi syok mengalami defisit cairan absolute atau
pun relative, cairan diberikan secara cepat.Pada perdarahan hebat diberikan bolus secepatnya
(Guyur, losklem) dengan dosis 1-2 liter untuk dewasa dan 20cc/KgBB untuk anak.Penderita di
observasi selama pemberian cairan guyur dan keputusan tindakan selanjutnya didasarkan pada
respon penderita terhadap cairan. Pasien dengan derajat hipovolemia ringan memerlukan cairan
kristaloid sekitar 20cc/KgBB. Obat-obatan yang digunakan untuk meningkatkan kinerja system
kardiovaskuler yang di sebut vasopresor digunakan ketika cairan telah cukup diberikan

106
tetapi respon yang didapat belum memuaskan, atau pada pasien-pasien yang mempunyai kontra
indikasi untuk diberikan cairan yang banyak (Syok Kardiogenik).
3. Mengontrol konsumsi oksigen.
Penggunaan oksigen yang berlebihan harus dikurangi seperti kondisi kesakitan, stress, gelisah,
dan menggigil. Untuk itu upaya pemberian analgetik, pelumpuh otot, anksiolisis sangat
diperlukan.
4. Disability (Pemeriksaan Neurologis).
Pemeriksaan neurologis singkat yang dilakukan untuk menentukan tingkat kesadaran pasien.
5. Pemeriksaaan menyeluruh setelah menentukan prioritas terhadap keadaan yang mengancam
nyawa, lakukan pemeriksaan dari ujung kepala hingga ujung kaki (head to Toe) untuk
mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai kelainan yang mengancam nyawa.
6. Dilatasi Gaster (Dekompresi).
7. Pada penderita trauma sering terjadi dilatasi gaster terutama pada anak-anak dapat menyebabkan
gangguan pernapasan, syok, dan dilatasi gaster akut akan mempersulit terapi syok, dapat terjadi
aspirasi isi lambung ini merupakan komplikasi fatal karena itu NGT harus dipasang dengan baik.
8. Kateter uretra.
Pemasangan kateter uretra harus dilakukan untuk menilai resusitasi cairan berhasil atau tidak
dan dapat melihat adanya hematuria, prehospital tidak boleh dilakukan pemasangan keteter
uretra bila ada trauma serviks, trauma kandung kencing, dan prostat yang tidak teraba (kontra
indikasi mutlak).

Target Akhir Resusitasi


Resusitasi dikatakan berhasil jika mampu memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Tekanan darah, laju nadi, produksi urine kembali normal (dewasa 1cc/KgBB/jam).
b. Volume sirkulasi tercukupi.
c. Volume cairan di setiap komparmen tercukupi.
d. Parameter hemodinamik kembali normal.
e. Hantaran oksigen maksimal.
f. Asidosis jaringan teratasi, metabolisme tubuh kembali ke aerob. Kekurangan oksigen teratasi.
Terapi yang diberikan pada respon terhadap resusitasi cairan dan usaha hemostatis.Terapi selanjutnya
pada syok tergantung respon pasien terhadap resusitasi cairan.
• Bila pasien hemodinamik stabil pada pemberian cairan resusitasi dan hemodinamik berubah
ke arah normal setelah pemberian bolus dan bila tetesan diperlambat tetap stabil dan normal,
artinya perdarahan telah dapat diatasi tinggal memberikan cairan pemeliharaan 24 jam.
• Bila pasien hemodinamik stabil pada pemberian cairan resusitasi ,dan bila cairan
diperlambat pemberiannya hemodinamik akan kembali menurun artinya perdarahan masih
berlangsung, mungkin ada perdarahan internal yang tidak terdeteksi (perkiraan perdarahan
tidak tepat kalau hanya melakukan pemeriksaan klinis). Perlu pemulihan cairan koloid yang
molekulnya lebih besar atau pemberian darah segera dapat di mulai.
• Bila pasien sudah diberikan cairan bolus, koloid ataupun darah tetapi respon sangat sedikit
atau tanpa respon ini merupakan keadaaan yang emergency. Pasien harus segera dilakukan
tindakan operasi.

107
Menilai keadaan pasien dan respon pasien terhadap resusitasi cairan berguna untuk melihat keberhasilan
resusitasi dan menghindari komplikasi dalam resusitasi.
• Kompilikasi yang biasa terjadi pada syok adalah pergantian volume yang tidak adekuat,
airway dan breathing yang tidak baik.
• Kebanyakan cairan (Overload). Resiko kebanyakan cairan dapat dihindari dengan
melakukan monitor yang ketat. Tujuan terapi pada syok adalah pemulihan perfusi organ dan
oksigenasi. Cairan yang adekuat yang di konfirmasi produksi urine normal, fungsi sistem
saraf pusat yang baik, warna kulit kembali memerah, tekanan nadi dan tekanan darah
kembali normal. Untuk penderita usia lanjut dengan syok non haemoragik harus
dipertimbangkan rujukan ke ICU.

Syok Haemoragik
Resusitasi cairan adalahterapi utama pada syok haemoragik prehospital ini bertujuan mengembalikan
dan mempertahankan oksigenasi jaringan akibat kehilangan darah. Faktor-faktor yang mempengaruhi
gejaka klinis akibat perdarahan akut adalah penyabab perdarahan, durasi, beratnya perdarahan, dan
penyakit penyerta yang ada.Gejala klinis yang terjadi akibat perdarahan adalah takikardi, takipnea,
tekanan darah rendah, kulit dingin, pucat, dan sianosis, kesadaran menurun (ganguan kesadaran).

Volume darah orang dewasa normal adalah 7% dari berat badan. Apabila terjadi perdarahan dapat di
bagi menjadi:
• Perdarahan ringan ( kelas I ).
Kehilangan volume sampai 15% gejala klinis minimal, dapat terjadi takikardi ringan, tidak ada
perubahan tekanan darah.Perubahan pola pernapasan tidak terlihat jelas., penurunan capillary
refill, kulit dingin.

• Perdarahan sedang ( Kelas II ).


Kehilangan volume darah 15-30%. Pasien akan menunjukkan gejala takikardi, takipnea, dan
penurunan tekanan sistolik ( hanya sedikit), penurunan tekanan nadi (agak lemah).Terjadi
perubahan saraf sentral yang tidak jelas, pasien cemas, ketakutan (Agitasi atau disorientasi),
produk urine mulai berkurang sedikit. Tetapi pada saat ini perlu berhati-hati karena pada saat ini
dapat terjadi syok. Setiap penderita trauma cepat dan akral dingin dianggap dalam
syok.Kecolongan diagnosa syok sering terjadi karena berdasarkan tekanan darah sistolik yang
belum turun secara signifikan.

• Perdarahan berat ( Kelas III ).


Kehilangan volume darah 30-40%.Akibat kehilangan darah pada tahap ini sangat parah pada
orang dewasa. Penderita menunjukkan tanda perfusi yang tidak adekuat, capillary refill lebih
dari 2 menit ( bila jari di tekan kembali merah setelah lebih dari 2menit). Takipnea yang jelas.
Penurunan kesadaran semakin jelas dan penurunan sistolik dan oliguria. Penderita yang
kehilangan darah pada tingkat ini harus segera mendapatkan terapi yang tepat dan agresif dan
biasanya selalu membutuhkan cairan koloid dan darah.
• Perdarahan sangat berat (Kelas IV).
Kehilangan volume darah lebih 40%. Jiwa penderita terancam, takikardia, takipnea, kadang-
kadang kalau dipasang EKG biasanya masih sinus rhytm, kondisi ini di sebut PEA. Produksi
urine hampir tidak ada , kesadaran menurun, Koma. Kalau kondisi nadi tidak ada, nafas tidak
108
ada, EKG sinus rhytm perlu dilakukan pemasangan 2 kanuka vena besar, guyur,lakukan
kompresi jantung luar dan pernafasan buatan dengan perbandingan 30:2. Beri transfusi darah
dan segera intervensi bedah.
Dua tujuan utama penanganan syok haemoragik yaitu:
• Mengontrol perdarahan.
• Mempertahankan hantaran oksigen cukup untuk jaringan .

Kedua hal ini dapat di capai melalui:


a. Oksigenasi dan ventilasi.
Oksigen harus diberikan terhadap semua pasien dalam kondisi syok, beberapa keadaan
memerlukan intubasi trakea dan alat bantu nafas.
b. Akses intravena.
Pemasangan minimal 2 jalur infus dengan ukuran besar mutlak diperlukan untuk me-
ngembalikan volume sirkulasi
c. Resusitasi cairan dilakukan dengan agresif biasanya di mulai dengan kristaloid isotonis (Ringer
Laktat & NaCl 0,9% ). Standar pemberian resusitasi cairan adalah infus cepat 20-40 ml/KgBB,
biasanya diberikan 10-20 menit ( secepat mungkin) setelah itu di evaluasi ulang.Kalau
hemodinamik belum stabil dapat dilakukan pengulangan pemberian cairan dengan cepat
sepanjang jalan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat dilakukan pemberian tranfusi darah dan
cyto operasi.

SYOK KARDIOGENIK
Syok kardiogenik terjadi akibat ketidakmampuan pompa jantung mengalirkan darah untuk mencukupi
kebutuhan metabolik dasar, biasanya terjadi akibat kelemahan otot jantung berkontraksi. Diagnosis syok
kardiogenik diketahui dengan adanya riwayat penyakit jantung disertai tanda-tanda
hipoperfusi.Pemeriksaan EKG, rotgen toraks, dan laboratorium yang menunjang adanya infark miokard
akan memastikan syok kardiak pasien dengan diagnosis syok kardiogenik harus dilakukan monitoring
ketat meliputi oksigenasi ( saturasi O2 ), akses intravena, EKG,. Adanya hipoksia, hipovolemia,
gangguan elektrolit asam basa, dan gangguan irama jantung hasrus dikoreksi.
Terapi syok kardiogenik meliputi ABC pemberian cairan yang hati-hati 100-200 ml. Pemberian
dobutamin merupaka pilihan diberikan dengan syringe pump dengan dosis 2,5-5 mcg/KgBB/menit
sampai dengan maksimal 15 mcg/Kg/BB/menit. Kombinasi dengan dopamin dilakukan bila terdapat
hipotensi yang berat ( Sistolik< 70 mmHg ).Pasien dengan diagnosis syok kardiogenik harus di rujuk
ke fasilitas lengkap dengan kemampuan IABP (Intra Aortic Baloon Pump), PTCA (Percutaneous
Transluminal Coronary Angioplasty), CABG (Coronary Artery Bypass Graft).

SYOK SEPTIK
Syok Septik adalah keadaan hipoperfusi jaringan akibat infeksi yang berat (sepsis). Keadaan hipoperfusi
dapat terlihat dengan adanya hipotensi walaupun sudah dilakukan resusitasi cairan, asidosis laktat,
oliguria, penurunan kesadaran pada pasien sepsis terjadi pelepasan mediator infeksi dan inflamasi
seperti citokin, P1AF, leukotrein, prostaglandin dan lain-lain yang akan mempengaruhi sirkulasi melalui
depresi jantung dan dilatasi pembuluh darah mengakibatkan hipoferfusi pada organ ginjal, hati, paru,
dan otak, bila tidak di atasi menyebabkan syok. Gejala klinis yang timbul yaitu: Hypertermia atau
hipotermi, takikardia, takipnea, dan penurunan kesadaran mulai dari disorientasi, kebingungan, letargi,
agitasi, atau koma.

109
Penanganan pasien dengan syok septik adalah:
a. Pengelolaan jalan nafas dan respirasi dengan intubasi trakea dan ventilator.
b. Stabilisasi hemodinamik dengan resusitasi cairan dan obat-obat inotropik.
c. Terapi antibiotic empiris.
d. Membuang atau mengontrol sumber infeksi.

TERAPI CAIRAN (ELEKTROLIT)


Penatalaksanaan resusitasi pasien dengan gangguan cairan dan elektrolit memerlukan pemahaman
tentang komposisi cairan di dalam tubuh, komponen serta metabolisme air dan elektrolit. Sebagian besar
komposisi tubuh adalah air hampir 60% pada pria dan 50% pada wanita adalah air. Keseluruhan jumlah
air di sebut Total Body Water (TBW).

TBW dibagi menjadi:


• Volume cairan ekstra selular (ECF).
Ekstra celular fluid didefinisikan sebagai seluruh cairan dalam tubuh yang terdapat diluar sel.
ECF dibagi dalam cairan plasma dan cairan interstitial.Normal ECF 40% dari TBW.
• Volume cairan intracellular (ICF).
Didefinisikan sebagai volume cairan yang berada di dalam sel. ICF mencapai 60% TBW.
Keseimbangan cairan tubuh dipertahankan dengan menambah intake dan eksresi air.Intake di kontrol
dengan rasa haus sedangkan eksresi dikendalikan oleh ginjal melalui hormon ADH (Anti Diuresis
Hormon). Kebutuhan cairan ditentukan oleh berat badan rata-rata membutuhkan 25-30cc/KgBB
perhari.

Pada prinsipnya terapi cairan terdiri dari:


• Terapi resusitasi.
• Terapi pemeliharaan atau maintenance.

Manajemen cairan sangat penting. Kesalahan pemberian cairan berakibat fatal. Untuk mempertahankan
keseimbangan cairan maka intake cairan harus sama dengan cairan yang hilang. Cairan yang diberikan
termasuk air dan elektrolit.Tujuan terapi cairan bukan untuk keseimbangan cairan tetapi untuk
penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas.Perdarahan banyak menyebabkan gangguan
kardiovaskuler, Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut bila terjadi perdarahan
tidak segera dilakukan pengelolaan yang baik. Memperbaiki keadaan umum dan mengatasi syok dapat
dilakukan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah.

Langkah utama perbaikan sirkulasi mengupayakan aliran vena yang memadai mulai degan pemberian
infus ringerlaktate atau normal saline, sebelum pasang infuse ambil darah 20 ml untuk pemeriksaan
laboratorium rutin, golongan darah bila perlu crosstest. Perdarahan berat membahayakan jiwa jika
haemoglobin rendah, maka cairan penganti yang terbaik adalah transfusi darah.Resusitasi cairan yang
cepat dan agresif adalah landasan terapi syok hipovolemik, sumber kehilangan darah atau cairan harus
segera dicari dan dilakukan tindakan penghentian kehilangan cairan. Penyebab yang umum adalah
perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lain seperti lukabakar, peritonitis, gastroenteritis yang
lama, emesis dan pancreatitis akuta.
Pemilihan cairan intravena kristaloid adalah larutan garam seimbang yang bebas melewati kapiler
endotel akan mengalami keseimbangan cepat degan cairan ekstravaskuler contohnya adalah RL,
110
NACL, Asering dll. Koloid adalah larutan yang mengandung molekul lebih besar akan memberikan
tekanan onkotik sehingga dapat bertahan lama didalam intravaskuler jika dibandingkan degan cairan
kristaloid.

Table 1

diare,dll. Support nutrisi.

Pemilihan cairan berdasarkan konsentrasi elektrolit dan kelainan metabolic dari pasien, berbagai larutan
parentral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis, terapi cairan
intravena merupakan aspek terpenting dalam penanganan dan perawatan pasien. Terapi awal pasien
syok cairan resusitasi dengan memakai 1-2 liter larutan isotonis Ringer lactate, namun ringerlaktate
tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi, pada pasien dehydrasi karena muntah muntah
cairan terbaik adalah NACL o,9 %, larutan Nacl isotonis dianjurkan untuk penanganan syok
hipovolemik dengan hiponatremia, hipokhloremia atau alkalosis metabolic. Resusitasi cairan yang
adekuat dapat menormalkan tekanan darah pada pasien luka bakar 18-24 jam sesudah terjadinya luka
bakar, larutan parentral pada syok hipovolemik diklasifikasikan berupa cairan kristaloid, koloid dan
darah. Keuntungan cairan kristaloid mudah tersedia, murah, mudah dipakai tidak menyebabkan reaksi
alergi dan sedikit efek samping.

111
ELEKTROLIT
a. Hiponatremia
Didefinisikan kadar natrium darah kurang 135 mmol/ liter, diklasifikasikan sebagai
hiponatremia yang hipertonik atau isotoniktergantung kepada osmolaritas serum, gejala klinis
berupa manifestasi cerebral mulai tampak bila kadar natrium dibawah 125 mmol/ liter, sakit
kepala, mual, muntah, disorientasi bahkan koma dan kejang sering muncul ketika kadar natrium
dibawah 120 mmol/ liter
Terapi tergantung kepada manifestasi klinis dan kecepatan terjadinya hiponatremia, jika terlihat
manifestasi serebral dan hiponatremia terjadi degan cepat diberikan terapi Nacl 3 % 50
– 70 mmol/ jam untuk meningkatkan kadar natrium 2 mmol/ jam sampai target 130 mmol/ liter,
setelah mencapai kadar 130 mmol/ liter diberikan koreksi lambat untuk mencegah demielinasi,
keadaan tersebut sering terdapat pada pasien dengan Heat Stroke (pada jemaah haji yang
terpajan panas tinggi )

b. Hipernatremia
Adalah bila kadar natrium serum lebih dari 145 mmol/liter penyebabnya adalah kekurangan cairan,
pemberian bikarbonat yang berlebihan, kelebihan natrium.
Gejala klinis yang timbul jika kadar natrium lebih dari 155 – 160 mmol/ liter, antara lain, demam,
gelisah, iritabel, spoor sampai koma, terapi dengan pemberian cairan sampai defisit cairan
tergantikan, cairan yang diberikan Dextrose 5% atau Nacl 0,45% tidak boleh diberikan H2O steril
karena akan menyebabkan haemolisis.

c. Hipokalemia
Hipokalemia didefinisikan sebagai kadar kalium serum kurang dari 3,5 mmol/liter akibat kurangnya
intake cairan, peningkatan kehilangan cairan dari ginjal dan saluran cerna, gejala klinis yaneg timbul
kelemahan tubuh, depresi, konstipasi, ileus, gagal nafas, ventrikel takikardi, atrial takikardi, terapi
dengan KCL oral atau pun drips, pemberian KCL intra vena tidak melebihi 40 mmol/ liter.

d. Hiperkalemia
Merupakan kadar kalium dalam darah lebih dari 5 mmol/liter, setelah intake kalium yang berlebihan,
kerusakan jaringan yang berat seperti pada luka bakar ataupun eksresi yang berkurang, manifestasi
klinis yaitu kelemahan, parestesia, flacyd paralisis, hipotensi dan bradikardia, gambaran ECG
adanya peningian gelombang T, terapinya meliputi penyebab dan hemodialisis.
Managemen hiperkalemia yang mengacam nyawa yaitu:
• IV Dextrose 50 gr dengan 20 UI Insulin
• IV Calsium Klorida 10 % 5 – 10 ml
• IV Sodium Bikarbonat 50 – 100 ml.

112
ANALISA GAS DARAH

A. PENGERTIAN
Analisa Gas Darah : Suatu pemeriksaan untuk menganalisis O2 darah ( PO2 ), PCO2,
Konsentrasi ion Hidrogen ( pH ) dan keseimbangan asam basa

B. TUJUAN
1. Mengetahui keseimbangan asam basa dalam tubuh.
2. Menilai kemampuan fungsi system respirasi menyediakan Oksigen tubuh dan mengeluarkan
CO2 dari dalam tubuh.
3. Mengetahui tekanan O2 dalam arteri.

C. INDIKASI
1. Pasien dengan kelainan Paru
2. Pasien dengan alat Bantu napas
3. Pasien dengan pra dan pasca bedah
4. Pasien dengan cedera kepala berat
5. Pasien dengan tindakan kateterisasi jantung

D. UKURAN – UKURAN DALAM ANALISA GAS DARAH


1. PH( Derajat Keasaman)
Menentukan tingkat keasaman atau kabasaan cairan ekstrasel tubuh dan merupakan yang
sangat penting untuk menentukan status asam basa pasien. Nilai normal rata – rata 7,4 dengan
nilai rentang pada arteri 7,35 – 7,45 sedangkan pada vena 7,32 – 7,42.
2. Tekanan Partial CO2 ( PCO2)
3. Ukuran ini berbanding langsung dengan konsentrasi asamkarbonat dan merupakan ukuran
yang sangat penting untuk menentukan kelainan respirasi dan kelainan metabolic. Nilai
normal pada arteri 35 – 45 mm Hg
4. Tekanan Partial O2 ( PO2 )
Merupakan indicator utama untuk mengetahui oksigenasi darah, nilai normal pada darah
arteri pada kadar O2 21 %tergantung dari umur pasien.
o Bayi baru lahir : 60 – 90 mmHg
o Dewasa : 80 – 90 mmHg
o Usia > 65 th : 75 – 85 mmHg
5. Total CO2 ( TCO2 )
Adalah jumlah total CO2 yang terdapat dalam plasma yang meliputi asam karbonat,
bikarbonat dan senyawa karbomino. Ukuran ini digunakan untuk memperkirakan kelebihan
atau kekurarangan basa.
6. Asam Carbonat ( HCO3)
Nilai normal asam karbonat ( HCO3 ) 1,2 Meq / L Perbandingan bikarbonat dengan asam
karbonat 24 : 1,2 atau 20 : 7. Aktual Bicarbonat ( ABC ). Adalah jumlah bicarbonate dalam
darah yang sesuai dengan tekanan parsial CO2 yang diperiksa. Normal : 24 Meq / L
7. Standart Bicarbonat ( SBC )
Standar bicarbonat ini murni merupakan indek metabolic yang tidak dipengaruhi respirasi.
Nilai normal : 22 – 26 Meq/L

113
8. Base Ekses ( B. E )
✓ Dapat dipakai dalam pedoman pengobatan pada asidosis metabolic, dengan formula
(BE X BB X 0,3 )
✓ Nilai normal ( -2,5 ) – ( +2,5 )
9. Prosentase Saturasi Oksigen – Haemoglobin ( Sat O2 - Hb )
Untuk menghitung kandungan oksigen dalam 100 ml darah. Normal > 95 %
10. Kandungan Oksigen ( Oksigen Content – O2 )
Jumlah oksigen yang ada dalam 100 ml darah adalah 18 – 20 Vol %. Ukuran ini digunakan
untuk menghitung jumlah penyerahan oksigen ke jaringan.
E. PENILAIAN ANALISA GAS DARAH
1. ASIDOSIS METABOLIK
Bila perubahan PH disebabkan oleh HCO3 pada hasil AGD terlihat :
PH
HCO3
BE
Tanda – tanda Asidosis Metabolik.
✓ Nafas cepat
✓ Kesadaran menurun
✓ Acral dingin dan cianotik
Penyebab
✓ Kehilangan ion bicarbonate ( diare, muntah, disfungsi ginjal )
✓ Zat toxic yg dihirup (methanol,salisilat,etanol,amonium clorid )
✓ Asidosis laktat ( hypoxemia,anemia, Shock,latihan berat )
✓ Ketoasidosis ( DM,alkoholik, kelaparan )
✓ Ketidak mampuan ekskresi ion hydrogen ( disfungsi ginjal )

Pengobatan
✓ Atasi penyebabnya. Misalnya, bila karena diare berikan cairan dan obat diare.
✓ Koreksi bicnat, caranya :
Koreksi penuh : BE X BB X 1/3
Koreksi setengah : BE X BB X 1/6
Koreksi seperempat : BE X BB X 1/12
Bahaya pemberian bicnat
✓ Alkalosis ( bila pemberiannya berlebihan )
✓ Hipokalemia ( karena kalium di extra sel dan tekanan osmolaritasnya menurun )
✓ Resiko tinggi terjadinya kulit terbakar.

Evaluasi
Setelah 3 – 4 jam, pasien dicek astrup kembali untuk melihat perkembangan.

2. ALKALOSIS METABOLIK
Pada hasil AGD terlihat :

PH
HCO3
114
Penyebab
✓ Kehilangan ion hydrogen ( muntah, diuretic,steroid,fistula lambung ).
✓ Pemberian bicarbonat berlebihan ( intra vena, oral )
Tanda – tanda
• Pada darah terlihat hipokalemi
• Kejang
Pengobatan
• Beri infus NaCl + KCL, kolaborasi dengan dokter
Obati penyebab primer
• Beri therapy Diamox, kolaborasi dengan dokter.

3. ASIDOSIS RESPIRATORIK
Perubahan PH yang disebabkan peningkatan PCO2 di dalam plasma akibat berkurangnya
ventilasi ( Hipoventilasi ).
Pada hasil AGD terlihat PH
CO2
Penyebab
✓ Depresi pusat napas ( anastesi, sedative,trauma otak, hypoxia )
✓ Gangguan neuro muskuler( tetanus,SGB,trauma med spinalis)
✓ Restriksi paru ( fibrosis paru, pneumothorax, efusi pleura )
✓ Obtruksi jalan nafas ( PPOK, Obstruksi saluran napas atas )
✓ Restriksi dinding dada ( Obesitas berat )

Gejala
✓ Kesadaran menurun
✓ Takikardi
✓ Hipoventilasi

Pengobatan
✓ Suction
✓ Baging – baging
✓ Bila perlu Intubasi lalu pasang ventilator
✓ Sungkup pakai katup ( non Rebreathing Mask )

4. ALKALOSIS RESPIRATORIK
Pada hasil AGD terlihat : PH ,
CO2

Penyebabnya
✓ Sistem SP ( Tumor otak, Radang meningen, hiperventilasi, penyakit kardio vaskuler,
✓ Obat Hormonal ( progesterone ),
✓ Bakteremia ,
✓ Demam, Penyakit paru ( asma akut, emboli paru )
✓ Hipoxsia pada ketinggian
✓ Over ventilasi pada ventilasi mekanik
115
Tanda – tandanya
✓ Hyperventilasi
✓ Takikardi
✓ Kesadaran menurun
Pengobatan
✓ Beri O2 dan sungkup tanpa katup
✓ Obati penyakit Primerny
5. Hiperoxemia
Suatu keadaan dimana oksigenasi dalam tubuh melebihi standar normal
6. Hypoxia
Suatu keadaan dimana oksigenasi dalam tubuh berkurang.
Macam – macam hypoxia
✓ Hypoxia ringan : bila PO2 antara 70 – 80 mmHg
✓ Hypoxia sedang : bila PO2 antara 60 – 70 mmHg
✓ Hypoxia berat : bila PO2 antara < 60 mmHg
Tindakan pada hypoxia ringan dan sedang
• cari penyebabnya beri O2 lebih dari sebelumnya
Tindakan pada Hipoxia berat
• cari penyebanya beri O2 dengan konsentrasi tinggi
• berikan baging dan bila perlu intubasi.
7. Hyperventilasi
Suatu keadaan dimana konsentrasi CO2 dalam darah berkurang oleh karena pengeluaran
CO2 dalam paru yang berlebihan
Macam – macam hiperventilasi
▪ Hiperventilasi ringan : Bila hasil PCO2 < 30 mmHg
▪ Hiperventilasi sedang : Bila hasil PCO2 antara 20 – 30 mmHg
▪ Hiperventilasi berat : Bila hasil PCO2 < 20 mmHg.
Tindakan pada hiperventilasi
• Berikan O2 dengan STK ( rebreathing mask )
• Bila hiperventilasi tambah berat lakukan intubasi
• Hyperventilasi berat ( PCO2 < 20 ) dapat menyebabkan vasokonstrisi atau
penyempitan aliran darah ke otak.

8. Hypoventilasi
Suatu keadaan dimana konsentrasi CO2 dalam darah meningkat atau menumpuk. Biasanya
ditemukan pada penderita PPOK atau sumbatan jalan nafas (banyak slem ).

Tindakan Pada Hyperventilasi


• Dilakukan suction
• Bila pasien menggunakan oksigen sungkup ganti nasal
• Bila pasien sadar dianjurkan untuk menarik nafas dalam
• Dilakukan chest fisiotherapi dan vibrasi

116
MATERI INTI VI
PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN
KARDIOVASKULER

ELEKTROKARDIOGRAFI
Tujuan Umum
Setelah peserta menyelesaikan bab ini diharapkan dapat mengidentifikasi dan melakukan
penatalaksanaan penanganan pasien penderita kelainan jantung.

Tujuan Khusus
1. Dapat menerangkan definisi aritmia, membaca EKG Strip dan menatalaksanaan pengukuran
kelainan irama jantung pada tubuh pasien penderita jantung.
2. Dapat mengetahui dosis obat-obatan untuk penderita kelainan jantung sesuai dengan
kondisinya.
3. Mengerti dan memahami konsep dasar dari SKA
4. Mengerti dan memahami perbedaan Angina Pektoris tak stabil, Akut NSTEMI dan Akut
STEMI
5. Mengerti dan memahami prinsip dasar penatalaksanaan pertolongan pertama pada pasen SKA
6. Mengerti dan mengenali kharakteristik perubahan EKG pada pasen SKA

Permukaan Jantung

Bagian-bagian dari jantung


Ukuran jantung manusia kurang lebih sebesar kepalan tangan anak kecil. Jantung adalah satu otot
tunggal yang terdiri dari lapisan endothelium. Jantung terletak di dalam rongga thoracic, di balik tulang
dada/sternum. Struktur jantung berbelok ke bawah dan sedikit ke arah kiri.
Jantung hampir sepenuhnya diselubungi oleh paru-paru, namun tertutup oleh selaput ganda yang
bernama perikardium, yang tertempel pada diafragma. Lapisan pertama menempel sangat erat kepada
jantung, sedangkan lapisan luarnya lebih longgar dan berair, untuk menghindari gesekan antar organ
dalam tubuh yang terjadi karena gerakan memompa konstan jantung.

117
Jantung dijaga di tempatnya oleh pembuluh-pembuluh darah yang meliputi daerah jantung yang
merata/datar, seperti di dasar dan di samping. Dua garis pembelah (terbentuk dari otot) pada lapisan luar
jantung menunjukkan di mana dinding pemisah di antara sebelah kiri dan kanan serambi (atrium) &
bilik (ventrikel).

Struktur Internal Jantung


Secara internal, jantung dipisahkan oleh sebuah lapisan otot menjadi dua belah bagian, dari atas ke
bawah, menjadi dua pompa. Kedua pompa ini sejak lahir tidak pernah tersambung. Belahan ini terdiri
dari dua rongga yang dipisahkan oleh dinding jantung. Maka dapat disimpulkan bahwa jantung terdiri
dari empat rongga, serambi kanan & kiri dan bilik kanan & kiri.
Dinding serambi jauh lebih tipis dibandingkan dinding bilik karena bilik harus melawan gaya gravitasi
bumi untuk memompa dari bawah ke atas, khususnya di aorta, untuk memompa ke seluruh bagian tubuh
yang memiliki pembuluh darah. Dua pasang rongga (bilik dan serambi bersamaan) di masing- masing
belahan jantung disambungkan oleh sebuah katup. Katup di antara serambi kanan dan bilik kanan
disebut katup trikuspidalis atau katup berdaun tiga. Sedangkan katup yang ada di antara serambi kiri
dan bilik kiri disebut katup mitralis atau katup berdaun dua.

Cara Kerja Jantung


Pada saat berdenyut, setiap ruang jantung mengendur dan terisi darah (disebut diastol). Selanjutnya
jantung berkontraksi dan memompa darah keluar dari ruang jantung (disebut sistol). Kedua serambi
mengendur dan berkontraksi secara bersamaan, dan kedua bilik juga mengendur dan berkontraksi secara
bersamaan.
Darah yang kehabisan oksigen dan mengandung banyak karbondioksida (darah kotor) dari seluruh
tubuh mengalir melalui dua vena berbesar (vena kava) menuju ke dalam ventrikel kanan. Setelah atrium
kanan terisi darah, dia akan mendorong darah ke dalam ventrikel kanan.
Darah dari ventrikel kanan akan dipompa melalui katup pulmoner ke dalam arteri pulmonalis,
menuju ke paru-paru. Darah akan mengalir melalui pembuluh yang sangat kecil (kapiler) yang
mengelilingi kantong udara di paru-paru, menyerap oksigen dan melepaskan karbondioksida
selanjutnya dialirkan.
Darah yang kaya akan oksigen mengalir di dalam vena pulmonalis menuju ke atrium kiri. Peredaran
darah di antara bagian kanan jantung, paru-paru dan atrium kiri disebut sirkulasi pulmoner.
Darah dalam atrium kiri akan didorong menuju ventrikel kiri, yang selanjutnya akan memompa darah
bersih ini melewati katup aorta masuk ke dalam aorta (arteri terbesar dalam tubuh). Darah kaya oksigen
ini disediakan untuk seluruh tubuh, kecuali paru-paru.

Sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler adalah suatu sistem organ yang bertugas untuk menyampaikan nutrien (seperti
asam amino dan elektrolit), hormon, sel darah dll dari dan menuju sel-sel tubuh manusia, yang bertujuan
untuk menjaga keseimbangan homeostasis. Sistem ini terdiri atas organ jantung dan pembuluh-
pembuluh darah.
Jantung merupakan organ yang terdiri dari empat ruangan, yaitu atrium kanan, ventrikel kanan, atrium
kiri dan ventrikel kiri. Secara umum sistem ini bekerja dengan mengikuti pola sebagai berikut:
Darah yang rendah kandungan oksigen dan tinggi CO2 yang berasal dari sirkulasi sistemik dihantarkan
melalui vena kava superior dan inferior menuju atrium kanan, masuk ke ventrikel kanan lalu
dihantarkan melalui arteri pulmonalis menuju ke paru untuk di-oksigenasi kembali. Selanjutnya

118
darah yang telah kaya akan oksigen akan masuk melalui vena pulmonalis menuju atrium kiri, lalu masuk
ke ventrikel kiri untuk dihantarkan menuju sirkulasi sistemik melalui pembuluh aorta. Demikian
seterusnya.
Secara umum, pembuluh darah yang ada di dalam tubuh dapat dibagi menjadi pembuluh yang
membawa darah menjauhi jantung (arteri) dan menuju jantung (vena).

Pengertian EKG

Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari aktifitas listrik jantung. Sedangkan


Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu grafik yang menggambarkan rekaman listrik jantung. Kegiatan
listrik jantung dalam tubuh dapat dicatat dan direkam melalui elektroda-elektroda yang dipasang pada
permukaan tubuh. Kelainan tata listrik jantung akan menimbulkan kelainan gambar

EKG.
EKG hanyalah salah satu alat bantu dalam menegakkan diagnosis penyakit jantung. Gambaran klinis
penderita tetap merupakan pegangan yang penting dalam menentukan diagnosis, karena pasien dengan
penyakit jantung mungkin mempunyai gambaran EKG yang normal atau sebaliknya individu yang
normal mungkin mempunyai gambaran EKG yang abnormal.
Analisis sejumlah gelombang dan vektor normal depolarisasi dan repolarisasi menghasilkan informasi
diagnostik yang penting.

EKG mempunyai nilai diagnostik pada keadaan klinis berikut :


1. Disritmia jantung
2. Hipertropi atrium dan ventrikel

119
3. Iskhemia dan infark myokard
4. Efek obat-obatan terutama digitalis dan anti-aritmia
5. Gangguan keseimbangan elektrolit khususnya kalium
6. Penilaian fungsi pacu jantung.

Elektrofisiologi sel otot jantung


Sel otot jantung dalam keadaan istirahat permukaan luarnya bermuatan positif dan bagian dalamnya
bermuatan negatif. Perbedaan potensial melalui membran sel ini kira-kira –90 miliVolt. Ada tiga ion
yang mempunyai peran penting dalam elektrofisiologi sel, yaitu kalium, natrium dan kalsium.
Rangsangan listrik dapat secara tiba-tiba menyebabkan masuknya ion natrium dengan cepat dari cairan
luar sel ke dalam, sehingga menyebabkan muatan dalam sel menjadi lebih positif dibandingkan muatan
luar sel. Proses terjadinya perubahan muatan akibat rangsangan dinamakan Depolarisasi. Setelah
depolarisasi terjadi pengembalian muatan ke keadaan semula, proses ini dinamakan Repolarisasi.
Seluruh proses tersebut disebut Aksi potensial.

Pembuatan Gelombang Listrik Jantung


Pada dasarnya untuk merekam aktivitas listrik jantung, kita dapat meletakkan elektroda di mana
saja di permukaan tubuh. Kalau kita lakukan seperti itu, kita akan segera tahu bahwa gelombang yang
terekam dengan penempatan elektroda positif di lengan kiri tampak sangat berbeda dengan gelombang
yang dapat terekam dengan elektroda positif di lengan kanan(atau kaki kanan, kaki kiri, dan
sebagainya).
Sebenarnya mudah untuk dimengerti bagaimana hal ini dapat terjadi. Gelombang deepolarisasi yang
berjalan ke arah suatu elektroda positif akan menimbulkan defleksi positif pada EKG. Gelombang
depolarisasi yang menjauhi elektroda positif akan menimbulkan defleksi negatif.
Gelombang depolarisasi bergerak dari kiri ke kanan, menuju ke arah elektroda. Alat EKG akan merekam
defleksi positif,maka garis pada grafik akan naik.Apabila gelombang depolarisasi bergerak dari kanan
ke kiri;maka bila elektroda sekarang ditempatkan sedemikian sehingga gelombang depolarisasinya
menjauhi elektroda itu, pada gambaran EKG akan terekam defleksi negatif.
Apa yang akan direkam ekg bila elektroda positif tadi ditempatkan pada bagian tengah sel?
Pada awalnya,sewaktu bagian depan gelombang tadi mendekati elektroda,EKG akan merekam defleksi
positif. Selanjutnya,tepat pada saat gelombang itu mencapai elektroda, muatan positif dan negatif
seimbang dan pada pokoknya saling menghambat satu sama lain, sehingga rekaman EKG nya akan
kembali ke garis dasar lagi.Sewaktu gelombang depolarisasinya menyurut, akan tergambar defleksi
negatif. Bila seluruh otot sudah terdepolarisasi, akhirnya rekaman itu sekali lagi akan kembali ke garis
dasar.Gambaran akhir sebuah gelombang depolarisasi yang bergerak tegak lurus menuju ke elektroda
positif adalah gelombang bisafik.
Pada gambaran EKG, efek repolarisasi sama dengan efek depolarisasi, kecuali bahwa muatannya
terbalik. Sebuah gelombang repolarisasi yang bergerak menju ke arah elektroda positif akan
menggambarkan defleksi negatif pada EKG. Sedangkan gelombang repolarisasi yang bergerak
menjauhi elektroda positif akan menghasilkan defleksi positif pada EKG. Gelombang yang tegak lurus
akab menghasilkan gelombang bisafik, namun defleksi negatif gelombang bisafiki itu sekarang berada
di depan defleksi positif.

120
Sandapan EKG
Untuk memperoleh rekaman EKG dipasang elektroda-elektroda di kulit pada tempat-tempat tertentu.
Lokasi penempatan elektroda sangat penting diperhatikan, karena penempatan yang salah akan
menghasilkan pencatatan yang berbeda. Kata sadapan memiliki 2 arti pada elektrokardiografi: bisa
merujuk ke kabel yang menghubungkan sebuah elektrode ke elektrokardiograf, atau (yang lebih umum)
ke gabungan elektrode yang membentuk garis khayalan pada badan di mana sinyal listrik diukur. Lalu,
istilah benda sadap longgar menggunakan arti lama, sedangkan istilah 12 sadapan EKG menggunakan
arti yang baru. Nyatanya, sebuah elektrokardiograf 12 sadapan biasanya hanya menggunakan 10
kabel/elektroda. Definisi terakhir sadapan inilah yang digunakan di sini.
Sebuah elektrokardiogram diperoleh dengan menggunakan potensial listrik antara sejumlah titik tubuh
menggunakan penguat instrumentasi biomedis. Sebuah sadapan mencatat sinyal listrik jantung dari
gabungan khusus elektrode rekam yang itempatkan di titik-titik tertentu tubuh pasien.
Saat bergerak ke arah elektrode positif, muka gelombang depolarisasi (atau rerata vektor listrik)
menciptakan defleksi positif di EKG di sadapan yang berhubungan.
Saat bergerak dari elektrode positif, muka gelombang depolarisasi menciptakan
defleksi negatif pada EKG di sadapan yang berhubungan.
Saat bergerak tegak lurus ke elektrode positif, muka gelombang depolarisasi (atau rerata vektor
listrik) menciptakan kompleks equifasik (atau isoelektrik) di EKG, yang akan bernilai positif saat
muka gelombang depolarisasi (atau rerata vektor listrik) mendekati (A), dan kemudian menjadi
negatif saat melintas dekat (B).

Terdapat 2 jenis sandapan (lead) pada EKG, yaitu :


1. Sandapan Bipolar,
Merekam perbedaan potensial dari 2 elektroda, yang ditandai dengan angka romawi I, II dan III
Sandapan I : merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) yang bermuatan negatif (-) dan tangan
kiri bermuatan positif (+).
Sandapan II : merekam beda potensial antara tangan kanan (-) dengan kaki kiri (LF) yang bermuatan
(+)
Sandapan III : merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) yang bermuatan (-) dan kaki kiri (+).

2. Sandapan Unipolar
a. Sandapan Unipolar Ekstremitas
aVR : merekam potensial listrik pada tangan kanan (RA)
yang bermuatan (+), dan elektroda (-) gabungan
tangan kiri dan kaki kiri membentuk elektroda
indifiren.
aVL : merekam potensial listrik pada tangan kiri (LA)
yang bermuatan (+), dan muatan (-) gabungan
tangan kanan dan kaki kiri membentuk elektroda
indifiren.
aVF : merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF) yang
bermuatan (+) dan elektroda (-) dari gabungan
tangan kanan dan kaki kiri membentuk elektroda
indifiren.

121
b. Sandapan unipolar prekordial
Sandapan prekordial V1, V2, V3, V4, V5, dan V6 ditempatkan secara langsung di dada. Karena terletak
dekat jantung, 6 sadapan itu tak memerlukan augmentasi.Terminal sentral Wilson digunakan untuk
elektrode negatif, dan sadapan-sadapan tersebut dianggap unipolar. Sandapan prekordial memandang
aktivitas jantung dibidang horizontal. Sumbu kelistrikan jantung di bidang horizontal disebut sebagai
sumbu Z.
Sandapan V1, V2, dan V3 disebut sebagai sandapan prekordial kanan sedangkan V4, V5, dan V6
disebut sebagai sandapan prekordial kiri.
Kompleks QRS negatif di sandapan V1 dan positif di sandapan V6. Kompleks QRS harus menunjukkan
peralihan bertahap dari negatif ke positif antara sandapan V2 dan V4. Sandapan ekuifasik itu disebut
sebagai sandapan transisi. Saat terjadi lebih awal daripada sandapan V3, peralihan ini disebut sebagai
peralihan awal. Saat terjadi setelah sandapan V3, peralihan ini disebut sebagai peralihan akhir. Harus
ada pertambahan bertahap pada amplitudo gelombang R antara sandapan V1 dan V4. Ini dikenal sebagai
progresi gelombang R. Progresi gelombang R yang kecil bukanlah penemuan yang spesifik, karena
dapat disebabkan oleh sejumlah abnormalitas konduksi, infark otot jantung, kardiomiopati, dan keadaan
patologis lainnya.
Sandapan V1 ditempatkan di ruang
intercostal IV di kanan sternum.
Sandapan V2 ditempatkan di ruang
intercostal IV di kiri sternum.
Sandapan V3 ditempatkan di antara
sadapan V2 dan V4.
Sandapan V4 ditempatkan di ruang
intercostal V di linea (sekalipun detak
apeks berpindah).
Sandapan V5 ditempatkan secara
mendatar dengan V4 di linea axillaris
anterior.
Sandapan V6 ditempatkan secara
mendatar dengan V4 dan V5 di linea
midaxillaris.

Kumpulan sadapan klinis

Jumlah sandapan EKG ada 12, masing-masing merekam aktivitas kelistrikan jantung dari sudut
yang berbeda, yang juga berkaitan dengan area-area anatomis yang berbeda dengan tujuan

122
mengidentifikasi iskemia korner akut atau lesi. 2 sandapan yang melihat ke area anatomis yang
sama di jantung dikatakan bersebelahan (lihat tabel berkode warna).
Sandapan inferior (sadapan II, III dan aVF) memandang aktivitas listrik dari tempat yang
menguntungkan di dinding inferior (atau diafragmatik) ventrikel kiri.
Sandapan lateral (I, aVL, V5 dan V6) melihat aktivitas kelistrikan dari titik yang menguntungkan di
dinding lateral ventrikel kiri. Karena elektrode positif untuk sandapan I dan aVL terletak di bahu
kiri, sandapan I dan aVL terkadang disebut sebagai sandapan lateral atas. Karena ada di dada pasien,
elektode positif untuk sadapan V5 dan V6 disebut sebagai sandapan lateral bawah.
Sandapan septum, V1 and V2 memandang aktivitas kelistrikan dari titik yang menguntungkan di
dinding septum anatomi kiri, yang sering dikelompokkan bersama dengan sandapan anterior.
Sandapan anterior, V3 dan V4 melihat aktivitas kelistrikan dari tempat yang menguntungkan di
anterior ventrikel kiri.
Di samping itu, setiap 2 sandapan prekordial yang berdampingan satu sama lain dianggap
bersebelahan. Sebagai contoh, meski V4 itu sandapan anterior dan V5 lateral, 2 sandapan itu
bersebelahan karena berdekatan satu sama lain.
Sandapan aVR tak menampakkan pandangan khusus atas ventrikel kiri. Sebagai gantinya, sandapan
ini melihat bagian dalam dinding endokardium dari sudut pandangnya di bahu kanan.

Kertas EKG
Kertas EKG merupakan kertas grafik
yang terdiri dari garis horizontal dan
vertikal dengan jarak 1 mm (sering disebut
sebagai kotak kecil). Garis yang lebih tebal
terdapat pada setiap 5 mm (disebut kotak besar).
Garis hirizontaal menggambarkan waktu, dimana
1 mm = 0,04 detik. Sedangkan 5 mm = 0,20 detik.
Garis vertikal menggambarkan voltase, dimana
1 mm = 0,1 miliVolt, sedang setiap 10 mm = 1
miliVolt.

Sebuah elektrokardiograf khusus berjalan di atas kertas dengan kecepatan 25 mm/s, meskipun
kecepatan yang di atas daripada itu sering digunakan. Setiap kotak kecil kertas EKG berukuran 1 mm².
Dengan kecepatan 25 mm/s, 1 kotak kecil kertas EKG sama dengan 0,04 s (40 ms). 5 kotak kecil
menyusun 1 kotak besar, yang sama dengan 0,20 s (200 ms). Karena itu, ada 5 kotak besar per menit.
12 sadapan EKG berkualitas diagnostik dikalibrasikan sebesar 10 mm/mV, jadi 1 mm sama dengan 0,1
mV. Sinyal "kalibrasi" harus dimasukkan dalam tiap rekaman. Sinyal standar 1 mV harus
menggerakkan jarum 1 cm secara vertikal, yakni 2 kotak besar di kertas EKG.
Kurva EKG
Menggambarkan proses listrik yang terjadi pada atrium dan ventrikel. Kurva EKG yang normal terdiri
dari gelombaang P,Q,R.S dan T serta kadang-kadang gelombang U. selain itu juga ada beberapa interval
dan segmen EKG

123
Gelombang P
Merupakan gambaran proses depolarisasi atrium. Positif di sandapan I,II,aVF,V2-V6, terbalik di aVR,
mungkin tegak, bifasik atau terbalik (negatif) di III, aVL dan V1
Gelombang P yang normal :
• Lebar < 0,12 detik
• Tinggi < 0,3 miliVolt
• Selalu positif di lead II
• Selalu negatif di lead aVR

Gelombang QRS
Merupakan gambaran proses depolarisasi ventrikel. Seringkali normal di V1 dan kadang-kadang di
V2
Gelombang QRS yang normal :
• Lebar 0,06-0,12 detik
• Tinggi tergantung lead
(bila lebih dari 0,12 detik harus dicari kemungkinan ada RBBB, LBBB atau ventrikel ekstrasistole).

Gelombang Q adalah defleksi negatif pertama pada gelombang QRS.


Gelombang q kecil biasanya terlihat di sandapan I,II, aVF, dan V4-V6, durasinya < 0,03 detik dan
tinggi/dalam amplitudo tidak lebih dari 25% tinggi gel R. Gelombang Q dalam ukuran bervariasi normal
di sandapan aVR.
Sedangkan gelombang Q besar yaitu durasi 0,04 detik atau 25% lebih besar dari gelombang R dapat
dilihat di sandapan III sendiri. Q abnormal yang ditemukan di sadapan I atau sadapan prekordial adalah
diagnostik. Gelombang Q abnormal disebut gelombang Q patologis

124
Gelombang Q yang normal :
• Lebar < 0,04 detik
• Tinggi / dalam < 1/3 gelombang R

Gelombang R adalah defleksi positif pertama pada gelombang QRS


Gelombang R umumnya positif di lead I, II, V5 dan V6. Gelombang r kecil di V1 dan membesar secara
progresif di di V2-V4. Atau di lead aVR, V1 dan V2 biasanya hanya kecil tau tidak ada sama sekali.

Gelombang S adalah defleksi negatif sesudah gelombang R


Di lead aVR dan V1 gelombang S terlihat dalam, dari V2 ke V6 akan terlihat makin lama makin
menghilang atau berkurang dalamnya. Gelombang S mungkin ditemukan di sandapan I, II, dan selalu
lebih kecil daripada gelombang R pada masing-masing sandapan.

Gelombang T :
Merupakan gambaran proses repolarisasi ventrikel. Umumnya gelombang T positif di lead I,II, aVF dan
V3-V6 dan terbalik di aVR. Gelombang ini mungkin tegak, bifasik atau terbalik di sadapan III, aVL
dan V1.

Gelombang U :
Adalah gelombang yang timbul setelah gelombang T dan sebelum gelombang P berikutnya. Penyebab
timbulnya gelombang U masih belum diketahui namun diduga akibat repolarisasi lambat sistem
konduksi interventrikel.

Interval PR
Interval PR diukur dari permukaan gelombang P sampai permulaan gelombang QRS. Nilai normal
berkisar antara 0,12-0,20 detik.
Ini merupakan waktu yang dibutuhkan untuk depolarisasi atrium dan jalannya impuls melalui berkas
his sampai permulaan depolarisasi ventrikel.

Segmen ST
Diukur dari akhir gelombang S sampai awal gelombang T. segmen ini normalnya isoelektris, tetapi pada
lead prekordial dapat bervariasi dari -0,5 sampai + 2 mm. Segmen ST yang naik disebut ST elevasi, dan
yang turun disebut ST depresi
Kurva EKG
Kurva EKG menggambarkan proses listrik yang terjadi pd atrium dan ventrikel EKG normal terdiri dari
gel P,Q,R,S dan T serta kadang terlihat gel U. Selain itu ada juga beberapa interval dan segmen EKG.

Cara Membaca EKG :


1. Tentukan irama jantung
2. Tentukan Frekwensi ( HR )
3. Tentukan Axis
4. Tentukan adakah tanda Iskemia / Infark

125
5. Tentukan adakah tanda Hipertrofi
6. Tentukan adakah gangguan Elektrolit
Catatan :
• Frekuensi jantung yang normal : 60 – 100 x/menit
• Lebih dari 100 x/menit : Sinus takikardi
• Kurang dari 60 x/menit : Sinus bradikardi
• 140 – 250 x/menit : Takikardi abnormal
• 250 – 350 x/menit : Flutter
• Lebih dari 350 x/menit : Fibrilasi

Menentukan Irama Jantung


Dalam menentukan irama jatung urutan yg ditentukan adalah sbb :
• Tentukan apakah denyut jantung berirama teratur atau tidak.
• Tentukan berapa frekuensi jantung (HR).
• Tentukan gelombang P normal atau tidak.
• Tentukan interval PR normal atau tidak.
• Tentukan gelombang QRS normal atau tidak.
Catatan: Irama jantung yang normal impulsnya berasal dari nodus SA,disebut irama sinus (Sinus
Rhytem = SR ).

EKG Normal
Kriteria irama sinus (SR) atau EKG normal adalah sbb :
• Irama teratur.
• Frekwensi jantung (HR) antara 60-100 x/menit.
• Gel P normal, setiap gel P diikuti gel QRS dan T.
• Interval PR normal ( 0,12 – 0,20 detik ).
• Gel QRS normal ( 0,06 – 0,12 detik ).
• Semua gelombang sama.
• Irama EKG yg tidak mempunyai kriteria tersebut disebut disritmia atau aritmia.

126
Cara Menghitung HR

Menentukan frekuensi jantung :


A. 300 = ( jml kotak besar dlm 60 detik )
Jml kotak besar antara R – R

B. 1500 = (jml kotak kecil dlm 60 detik )


Jml kotak kecil antara R – R

C. Ambil EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah QRS dan kalikan 10.

Catatan : Rumus A/B untuk EKG yang teratur.


Rumus C untuk EKG yang tidak teratur.

Pengertian Disritmia
• Perubahan pada freqwensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal
atau otomatis ( Doengoes,1999 )
• Akibat perubahan elektrofisiologisel sel miokardium ,perubahan elektrofisiologi ini
bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktifitas listrik sel
( Price,1994 )

127
• Gangguan tidak hanya terbatas pada iragulitas denyut jantung tapi juga termasuk gangguan
kecepatan denyut dan konduksi ( Hanafi,1996 )

Di diklasifikasikan dalam 2 golongan :


• Disritmia karena gangguan pembentukan impuls
• Disritmia karena gangguan sistem konduksi

Etiologi
1. Ganguan koroner
2. Infeksi jantung ( endokarditis,perikarditis )
3. Intoksikasi obat
4. Gangguan keseimbangan elektrolit
5. Penyebab lain tidak di ketahui

1. Disritmia Karena Gangguan Pembentukan Impuls


• Sinus tachycardia
• Sinus Bradicardia
• Sinus aritmia
• Sinus arest
• Atrial takhikardia
• Atrial flutter
• Atrial fibrilasi
• Irama jungtional ( J R )

Sinus Ritme

Sinus Bradikardi

Sinus Takikardia

128
Sinus Aritmia

Sinus Arrest

Sinus Blok

Sinus Ritme dengan SVES

Sinus Ventricular Takikardi (SVT)

Atrial Flutter (AFL)

129
Atrial Fibrilasi (AF)

Sinus Ritme dengan VES

Junctional Ritme

Junctional Takikardi

Disritmia Karena Gangguan Pembentukan Impuls


• Irama Jungtional
• Jungsional Tachycardia
• Jungtional extra systole
• Supra Ventrikel extrasistole
• Supra Ventrikel Tachycardia.
• Ventikel Tachycardia
• Ventrikel Fibrilasi

2. Disritmia Karena Gangguan Sistem Konduksi / Hantaran


• Sinoatrial blok
• Blok AV Derajat Satu
• Blok AV Derajat Dua
• Total AV Blok
• Right Bundle branch Block ( RBBB )
• Left Bundle branch Block (LBBB)

130
2o AV Block type 2

3o AV Block (Total AV Block / TAVB)

1o AV Block

2o AV Block type 1 (Wenchebah)

Empat Irama Henti Jantung:

1. Asistol

Ciri – ciri Asistol


Irama : Tidak ada
Frekwensi : Tidak ada
Gelombang P : Tidak ada
Interval PR : Tidak ada
Gelombang QRS : Tidak ada
Nadi : Tidak teraba
Energi : Tidak ada

2. Ventrikel Takikardi
Pelepasan impuls yang cepat oleh focus ektopik di ventrikel.

131
Ciri – ciri Takikardi ventrikel
Irama : Teratur
Frekwensi : > 100 – 250 x/menit.
Gelombang P : Tidak ada
Interval PR : Tidak ada
Gelombang QRS : Lebih dari 0,12 detik
Nadi : Tidak teraba
Energi : Ada

3. Fibrilasi Ventrikel

Ciri – ciri Fibrilasi Ventrikel


Irama : Tidak teratur
Frekwensi : > 350 x/menit.
Gelombang P : Tidak ada
Interval PR : Tidak ada
Gelombang QRS : Lebih dari 0,12 detik dan tidak teratur
Nadi : Tidak teraba
Energi : Ada

4. Pulseless Electrical Activity (PEA)/ Disosiasi Elektro Mekanik (DEM)


Irama selain Asistol, VF dan VT, Gelombang QRS ada, tetapi Nadi tidak ada.
Misalnya: Gambaran EKG irama sinus, tetapi nadi tidak teraba.
Ciri – ciri Fibrilasi Ventrikel
Irama : Tergantung irama
Frekwensi : Sesuai dengan irama
Gelombang P : Sesuai dengan irama
Interval PR : Sesuai dengan irama
Gelombang QRS : Sesuai dengan irama
Nadi : Tidak teraba
Energi : Ada

132
SINDROM KORONER AKUT ( SKA )

A. Patogenesis
Kegawatdaruratan kardiovaskular sering timbul secara mendadak, dan sering pula terlambat datang ke
UGD. Waktu timbul keluhan hingga penderita sampai ke UGD merupakan waktu yang sangat
bermanfaat. Oleh sebab itu maka sangat penting bagi seorang perawat atau tenaga kesehatan untuk
mengetahui gejala kegawatdaruratan kardiovaskular dan mampu memberikan tindakan Basic Life
Support (BLS).
SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari penyakit jantung koroner (PJK), salah satu
akibat dari proses aterotrombosis selain stroke iskemik serta peripheral arterial disease (PAD).
Aterotrombosis merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat kompleks dan multifaktor
serta saling terkait. Proses terbentuknya trombus ini sudah mulai terjadi pada usia muda, yang diawali
terbentuknya sel busa, kemudian pada usia antara 10 sampai 20 tahun berubah menjadi bercak
perlemakan dan pada usia 40 sampai 50 tahun bercak perlemakan ini selanjutnya dapat berkembang
menjadi plak aterosklerotik yang dapat berkomplikasi menyulut pembentukan trombus yang
bermanifestasi klinis berupa infark miokardium maupun angina (nyeri dada).
Aterotrombosis terdiri dari aterosklerosis dan trombosis. Aterosklerosis merupakan proses
pembentukan plak (plak aterosklerotik) akibat akumulasi beberapa bahan seperti makrofag yang
mengandung foam cells, lipid ekstraselular masif dan plak fibrosa yang mengandung sel otot polos dan
kolagen. Perkembangan terkini menjelaskan aterosklerosis adalah suatu proses inflamasi atau infeksi,
dimana awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini pada lapisan endotel, pembentukan sel busa dan
fatty streaks, pembentukan fibrous cups dan lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak aterosklerotik
yang tidak stabil. Banyak sekali penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi memegang peranan
penting dalam proses terjadinya aterosklerosis. Pada penyakit jantung koroner, inflamasi dimulai dari
pembentukan awal plak hingga terjadinya ketidakstabilan plak yang akhirnya mengakibatkan terjadinya
ruptur plak dan trombosis pada SKA.

B. Pengertian
Terdapat beberapa pengertian dari sindrom koroner akut . Terminologi sindrom koroner akut
berkembang selama 10 tahun terakhir dan telah digunakan secara luas. Hal ini berkaitan dengan
patofisiologi secara umum yang diketahui berhubungan dengan kebanyakan kasus angina tidak stabil
dan infark miokard. Angina tidak stabil, infark miokard tanpa gelombang Q, dan infark miokard
gelombang Q mempunyai substrat patogenik umum berupa lesi aterosklerosis pada arteri koroner.
Istilah Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak digunakan saat ini untuk menggambarkan kejadian
kegawatan pada pembuluh darah koroner. SKA merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa
penyakit koroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina), infark miokard non-elevasi ST, infark
miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi koroner
perkutan.
Alasan rasional menyatukan semua penyakit itu dalam satu sindrom adalah karena mekanisme
patofisiologi yang sama. Semua disebabkan oleh terlepasnya plak yang merangsang terjadinya agregasi
trombosit dan trombosis, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan stenosis berta atau oklusi pada
arteri koroner dengan atau tanpa emboli.
Sedangkan letak perbedaan antara angina tak stabil, infark Non-elevasi ST dan dengan elevasi ST adalah
dari jenis trombus yang menyertainya. Angina tak stabil dengan trombus mural, Non-elevasi ST dengan
thrombus inkomplet/nonklusif, sedangkan pada elevasi ST adalah trobus komplet/oklusif.

133
Sindrom koroner akut adalah suatu keadaan darurat medis dan membutuhkan masuk ke rumah sakit
segera. Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa
tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium

C. Diagnostik
Diagnosis adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan tepat dan didasarkan pada tiga kriteria,
yaitu gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran EKG (elektrokardiogram) dan evaluasi biokimia dari
enzim jantung. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien SKA. Nyeri dada atau rasa
tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien dengan SKA. Seorang perawat
gawat darurat harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada
lainnya karena gejala ini merupakan penanda awal dalam pengelolaan pasien SKA. Sifat nyeri dada
yang spesifik angina sebagai berikut:
Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial.
PENCETUS/ PROVOKATUS: dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni aktivitas/latihan fisik
yang berlebihan (tak terkondisikan), stress emosi, terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus
harian (pagi hari), dan hari dari suatu mingguan (Senin). Keadaan-keadaan tersebut ada
hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat,
frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran koroner juga
meningkat
PALLIATIF : pada nyeri angina terkontrol dengan nitrat, tetapi pada akut memerlukan
analgetik dosis tinggi sepert Morphin
QUALITAS :Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti
ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
RADIASI : Penjalaran ke : leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung atau interskapula, dan
dapat juga ke lengan kanan.
SEVERITAS : Pada nyeri angina lama nyeri antara 10 sampai 20 menit, berulang. Sedangkan
nyeri pada akut nyeri lebih dari 30 menit terus menerus.
Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan lemas.

D. Presentasi klinis nyeri dada


Berat ringannya nyeri bervariasi. Sulit untuk membedakan Angina Pektoris Tidak Stabil /NSTEMI dan
STEMI berdasarkan gejala semata-mata.
a. Unstable angina : gejala angina tidak stabil adalah sama dengan angina stabil , tetapi gejala
dapat disertai :
• Nyeri tambah berat/ /angina tambah berat tanpa pemicu/ propokasi apapun
• Nyeri tetap bertahan bahkan ketika beristirahat
• Nyeri bertahan lebih dari lima menit
• Tidak respon terhadap ISDN

b. Non-ST segmen elevasi miokard infark (NSTEMI): setidaknya dua dari kriteria berikut:
• Gejala nyeri saat istirahat
• Terdapat peningkatan serum troponin
• Perubahan EKG: elevasi segmen ST tidak hadir, mungkin ada segmen ST normal atau
depresi atau gelombang T inversi

134
c. ST segment elevasi miokard infark (STEMI): ditandai gejala dengan elevasi segmen ST (iskemia
transmural) . Ada indikasi untuk perawatan mendesak reperfusi, baik dengan intervensi koroner
perkutan atau dengan pemberian agen trombolitik. Serangan jantung bisa subclassified sebagai
gelombang Q atau non-Q wave infark miokard.
Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri akut. Gejala yang tidak
tipikal seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek, rasa tidak nyaman di epigastrium atau
mual dan muntah dapat terjadi, terutama pada wanita, penderita diabetes dan pasien lanjut usia.
Kecurigaan harus lebih besar pada pasien dengan faktor risiko kardiovaskular multipel dengan
tujuan agar tidak terjadi kesalahan diagnosis atau bahkan sampai tidak terdiagnosis/ under
estimate .

E. Elektrocardiograf
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang dilakukan saat sedang nyeri
dada sangat bermanfaat.
Gambaran diagnosis Akut STEMI dari EKG adalah :
Depresi segmen ST > 0,05 mV (1/2 kotak kecil)
Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV (2 kotak kecil) inversi gelombang T yang
simetris di sandapan prekordial
Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung, terutama
Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya perubahan segmen ST. Namun
EKG yang normal pun tidak menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI. Pemeriksaaan EKG 12
sadapan pada pasien SKA dapat mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara
serial untuk evaluasi lebih lanjut, dengan berbagai ciri dan kategori:
Angina pektoris tidak stabil: depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T,
kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak dijumpai gelombang Q.
Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T

F. Labolatorium/ petanda boikimia


Penanda biokimia seperti troponin mempunyai nilai prognostik yang lebih baik dari pada CK- MB.
Kadar serum creatinine kinase (CK) dengan fraksi MB merupakan indikator penting dari nekrosis
miokard. Keterbatasan utama dari kedua penanda tersebut adalah relatif rendahnya spesifikasi dan
sensitivitas saat awal (<6 jam) setelah onset serangan. Risiko yang lebih buruk pada pasien tanpa
segmen ST elevasi lebih besar pada pasien dengan peningkatan nilai CKMB. Enzim jantung antara
lain: CK dan CK-MB biasanya mulai meningkat 6 sampai 10 jam setelah kerusakan sel miokardium.
Puncaknya 14 sampai 36 jam dan kembali normal setelah 48 sampai 72 jam. Di samping CK, CK-
MB, aktivitas LDH muncul dan turun lebih lambat melampaui kadar normal dalam 36 sampai 48
jam setelah serangan IMA, yang mencapai puncaknya 4 sampai 7 hari dan kembali normal 8–14 hari
setelah infark.
Pengujian laboratoris lain yang bisa terlihat adalah jumlah sel darah putih yang meningkat dan
tingkat sedimentasi eritrosit berubah dalam tingkat elektrolit yang naik dan peningkatan kadar gula
darah
Secara singkat untuk membedakan Angina tak Stabil, Akut NSTEMI dan Akut STEMI dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:

135
Jenis Nyeri Dada EKG Enzim Jantung
Angina pada waktu
Depresi segment T
istirahat/aktivitas ringan (CCS III-
APTS Inversi gelombang T Tidak meningkat
IV). Cresendo Angina. Hilang
Tidak ada gelombang Q
dengan nitrat.
Meningkat
Lebih berat dan lama ( > 30
Depresi segment ST minimal 2 kali
NSTEMI menit). Tidak hilang dengan
Inversi gelombang T nilai batas atas
nitrat, perlu opium.
normal.
Meningkat
Lebih berat dan lama (> 30 Hiper akut T
minimal 2 kali
STEMI menit), tidak hilang dengan nitrat, Elevasi segmen T
nilai batas atas
perlu opium. Gelombang Q
normal.

G. Faktor-faktor Resiko terjadinya SKA


a. Yang dapat diubah
• Diabetes
• Kenaikan kadar homosistein, protein C-reaktif dan fibrinogen
• Konsumsi alkohol yang berlebihan
• Riwayat adanya penyakit jantung dalam keluarga
• Makanan berlemak tinggi dan berkabohidrat tinggi
• Hiperlipoproteinemia
• Hipertensi
• Obesitas
• Status postmenopausal
• Banyak duduk dan tidak bergerak
• Rokok
• Stres
b. Yang tak dapat diubah
• Keturunan
• Jenis kelamin
• Usia

H. Klasifikasi Derajat Nyeri


Sebelum menindaklanjuti pengobatan SKA, Braunwald membagi klasifikasi APTS menjadi :
1. Berat – ringannya SKA :
• Kelas I : Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif berat, dengan nyeri pada
waktu isirahat, atau aktivitas sangat ringan terjadi > 2 kali perhari.
• Kelas II : Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam s/d 1 bulan pada waktu istirahat.
Kelas III : Akut, yakni kurang dari 48 jam.
2. Klinis
• Kelas A: Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia, infeksi,
demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan hipoksia karena gagal nafas.

136
• Kelas B : Primer
• Kelas C : Setelah infark ( dalam 2 minggu IMA )

3. Intensitas terapi
• Belum pernah diobati
• Dengan anti angina ( penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium )
• Anti angina dan nitrogliserin intravena

I. Penatalaksanaan pada SKA


1. Tindakan Umum
Prinsip penatalaksanaan SKA adalah mengembalikan aliran darah koroner dengan trombolitik/
PTCA primer untuk menyelamatkan jantung dari infark miokard, membatasi luasnya infark
miokard, dan mempertahankan fungsi jantung. Penderita SKA perlu penanganan segera mulai
sejak di luar rumah sakit sampai di rumah sakit. Pengenalan SKA dalam keadaan dini
merupakan kemampuan yang harus dimiliki dokter/tenaga medis karena akan memperbaiki
prognosis pasien. Tenggang waktu antara mulai keluhan-diagnosis dini sampai dengan mulai
terapi reperfusi akan sangat mempengaruhi prognosis. Terapi IMA harus dimulai sedini
mungkin, reperfusi/rekanalisasi sudah harus terlaksana sebelum 4-6 jam. Pasien yang telah
ditetapkan sebagai penderita APTS/NSTEMI harus istirahat di ICCU dengan pemantauan EKG
kontinyu untuk mendeteksi iskemia dan aritmia. Oksigen diberikan pada pasien dengan
sianosis atau distres pernapasan. Perlu dilakukan pemasangan oksimetri jari (finger pulse
oximetry) atau evaluasi gas darah berkala untuk menetapkan apakah oksigenisasi kurang
(SaO2 <90%). Morfin sulfat diberikan bila keluhan pasien tidak segera hilang dengan nitrat,
bila terjadi edema paru dan atau bila pasien gelisah. Penghambat ACE diberikan bila hipertensi
menetap walaupun telah diberikan nitrat dan penyekat-β pada pasien dengan disfungsi sistolik
faal ventrikel kiri atau gagal jantung dan pada pasien dengan diabetes. Dapat diperlukan intra-
aortic ballon pump bila ditemukan iskemia berat yang menetap atau berulang walaupun telah
diberikan terapi medik atau bila terdapat instabilitas hemodinamik berat.

2. Tata Laksana Sebelum Ke Rumah Sakit (RS)


Prinsip penatalaksanaan adalah membuat diagnosis yang cepat dan tepat,menentukan apakah
ada indikasi reperfusi segera dengan trombolitik dan teknis transportasi pasien ke rumah sakit
yang dirujuk.Pasien dengan nyeri dada dapat diduga menderita infark miokard atau angina
pektoris tak stabil dari anamnesis nyeri dada yang teliti. Dalam menghadapi pasien-pasien
nyeri dada dengan kemungkinan penyebabnya kelainan jantung, langkah yang diambil atau
tingkatan dari tata laksana pasien sebelum masuk rumah sakit tergantung ketepatan diagnosis,
kemampuan dan fasilitas pelayanan kesehatan maupun ambulan yang ada.

a. Bagi orang awam mengenali gejala serangan jantung dan segera mengantarkan pasien
mencari pertolongan ke rumah sakit atau menelpon rumah sakit terdekat meminta
dikirimkan ambulan beserta petugas kesehatan terlatih.
b. Petugas kesehatan/ dokter umum di klinik
Mengenali gejala sindrom koroner akut dan pemeriksaan EKG bila ada.

137
Tirah baring dan pemberian oksigen 2-4 liter/menit
Berikan aspirin 160 – 325 mg tablet kunyah bila tidak ada riwayat alergi aspirin
Berikan preparat nitrat sublingual misalnya isosorbid dinitrat 5 mg diulang setiap 5 –
15 menit sampai 3 kali
Bila memungkinkan pasang jalur infus
Segera kirim ke rumah sakit terdekat dengan fasilitas ICCU (Intensive Coronary Care
Unit) yang memadai dengan pemasangan oksigen dan didampingi dokter/paramedik
yang terlatih.

3. Tatalaksana di Unit Gawat Darurat


Pasien-pasien yang tiba di UGD, harus segera dievaluasi karena kita berpacu dengan waktu dan
bila makin cepat tindakan reperfusi dilakukan hasilnya akan lebih baik. Tujuannya adalah
mencegah terjadinya infark miokard ataupun membatasi luasnya infark dan mempertahankan
fungsi jantung. Manajemen yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah:
a. pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan,
b. periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/Tropononin,
c. berikan segera: 02, infus NaCl 0,9% atau dekstrosa 5%,
d. pasang monitoring EKG secara kontiniu,
e. pemberian obat:MONA
nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi (kontraindikasi bila TD
sistolik < 90 mmHg), bradikardia (< 50 kali/menit), takikardia,
aspirin 160-325 mg: bila alergi/tidak responsif diganti dengan dipiridamol, tiklopidin
atau klopidogrel, dan
mengatasi nyeri: morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5 menit
sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg
intravena.

f. Segera pindahkan ke Ruang Rawat Intensif Koroner (ICCU)

4. Tatalaksana di ICCU
• Pasang monitor 24 jam
• Tirah baring
• Pemberian oksigen 3-4 liter/menit
• Pemberian nitrat : sebagai vasodilator koroner untuk mengurangi gejala nyeri dada,
menurunkan tekanan darah pada hipertensi dan vasodilator pada edema paru. Preparat nitrat
oral sublingual isosorbid dinitrat 5 mg dapat diulang tiap 5 menit sampai 3 kali untuk
mengatasi nyeri dada. Bila nyeri belum berkurang dapat diberikan nitrogliserin drip
intravena secara titrasi sesuai respon tekanan darah, dimulai dengan dosis 5 – 10
mikrogram/menit dan dosis dapat ditingkatkan 5 – 20 mikrogram/menit sampai respons
nyeri berkurang atau mean arterial pressure (MAP) menurun 10 % pada normotensi dan
30 % pada hipertensi, tetapi tekanan darah sistolik harus > 90 mmHg.

138
Perhatikan kontraindikasi pemberian nitrat :
Bradikardia berat (denyut jantung < 50 x/menit), tekanan darah sistolik 100 x/menit, dugaan
infark ventrikel kanan, mempunyai riwayat penggunaan phospodiestrase inhibitor
(misalnya sildenafil) dalam 24-48 jam sebelumnya

J. KOMPLIKASI
1. Kardiogenik syok
2. Arrythmia : A-V Blok
3. Gagal jantung
4. Ruptur Chorda

K. Kharakteristik Perubahan EKG pada Akut STEMI

139
L. Lokasi Infark Berdasarkan Letak Perubahan Gambaran EKG

Anterior : V1 s/d V6
Anteroseptal : V1 s/d V4
Anterior ekstensif :V1 s/d V6, I, aVL
Inferior : II, III, aVF
Lateral :I, aVL, V5 s/d V6
Posterior : V7 s/d V9
Ventrikel Kanan : V3R – V4R

140
M. BEBERAPA CONTOH EKG SKA AKUT STEMI

1. Akut anteroseptal Infark

2. Akut inferior infark

3. Akut Lateral Infark

141
Obat-obatan Emergensi

Epineprin
• Efek adrenalin : merangsang reseptor adrenergik yang menghasilkan vasokontriksi perifer dan
meningkatkan aliran koroner dan serebral.
• Indikasi :
* Henti jantung : VT/VF tanpa nadi, asistol,PEA
* Bradikardi simptomatis : stlh atropin,dopamin,pacu jantung transkutan
* Hipotensi berat
• Dosis :
* Pada Henti Jantung : 1 mg tiap 3 - 5 mnt
* Jalur ETT : 2-2,5 mg dilarutkan dlm 10 cc NaCl 0,9%
* Pada Bradikardi & Hipotensi berat : 2 – 10 μg/mnt

Vasopressin
• Indikasi :
* Digunakan sebagai alternatif epineprin pada : VF yang tidak respon dengan defibrilasi,
asistol, PEA.
* Syok akibat vasodilatasi (syok septik)
• Dosis : 40 unit IV bolus cepat 1 x pemberian
• Perhatian : Tidak direkomendasikan pada pasien PJK, karena merupakan vasokonstriktor kuat
yang meningkatkan resistensi perifer dan menimbulkan iskemia dan angina

Norepineprin
• Indikasi : Syok cardiogenik berat (TD sistolik < 70 mmHg) dengan resistensi periper yang
rendah
• Dosis : 0,5 – 1 μg/mnt, dititrasi sampai tekanan darah membaik, hingga 30 μg/mnt.
• Perhatian : Meningkatkan kebutuhan oksigen dan menginduksi terjadinya aritmia, pemakaian
pada akut MCI harus hati - hati

Dopamine
• Indikasi :
* Obat kedua untuk bradikardi yang simptomatis (setelah atropin)
* Hipotensi dengan TD sistolik 70 – 100 mmHg dengan tanda-tanda syok.
• Dosis : infus 2 sampai 20 μg/KgBB/mnt, yang dititrasi perlahan sesuai respon pasien.
• Perhatian : Koreksi hipovolemia sebelum pemberian dopamin,dapat menyebabkan takiaritmia
dan vasokontriksi. hati – hati pemakaian pada syok kardiogenik dengan CHF

Dobutamin
• Indikasi : gangguan pompa jantung (gagal jantung kongesti, edema paru) dengan TD sistolik
70 – 100 mmHg yang tidak disertai tanda-tanda syok.
• Dosis : 2 – 20 μg/KgBB/mnt, dititrasi hingga HR tidak > 10% nilai dasar
• Perhatian : kontraindikasi pada syok akibat obat/racun. Hindari bila TD sistolik < 100 mmHg
yang disertai tanda syok. Dapat menimbulkan takiaritmia

142
Inodilators (Milrinone)
Milrinone merupakan inhibitor phospodiestrase III yg bersifat inotropik dan vasodilator.
• Indikasi : disfungsi miokard dengan resistensi sistemik atau pulmonal yang tinggi, seperti pada
: CHF post operasi jantung, syok dengan resistensi vaskular sistemik yang tinggi.
• Dosis : loading dose 50 μg/Kg dalam 10 mnt , dilanjutkan infus 0,375 – 0,75 μg/Kg/mnt selama
2 – 3 hari.
• Perhatian : kontraindikasi pada pasien stenosis katup dengan penurunan curah jantung. Pada
pasien dengan gagal ginjal (CCT < 10ml/mnt) dosis dikurangi 25-50%. Dapat mencetus
takiaritmia, hipotensi, trombositopenia dan meningkatkan iskemia miokard.

Digoxin
• Indikasi : untuk memperlambat respon ventrikel pada Af/AFl, obat alternatif pada reentry SVT
• Dosis : loading dose 10 – 15 μg/KgBB. Pemeriksaan kadar digoxin setelah lebih 4 jam
• Perhatian : Digoxin jarang digunakan sebagai inotropik saat emergency. Rasio toksik – terapetik
sangat sempit terutama jika hipokalemia. Toksisitas digitalis dapat menyebabkan aritmia
ventrikel yang berbahaya dan mencetus henti jantung.

Nitroglycerin
• Indikasi : pilihan pertama pada nyeri dada akibat iskemia miokard, sebagai terapi tambahan pada
CHF terutama akibat volume overload, pada pasien dengan iskemia yang menetap atau berulang,
kongesti pulmonal, hipertensi urgensi
• Dosis : bolus 12,5 – 25 μg. Dilanjutkan infus 10-20 μg/mnt yg dpt ditingkatkan 5 – 10 μg/mnt
setiap 5 – 10 mnt hingga efek yang diinginkan tercapai. Dosis rendah (30-40 μg/mnt) bersifat
venodilator,dosis tinggi (150 μg/mnt) bersifat dilatasi arteriolar. Pemberian yang terus menerus
dalam 24 jam menyebabkan terjadi toeransi.
• Perhatian : kontraindikasi pada hipotensi, bradikardi atau takikardi berat, RV infark

Natrium Bikarbonat
• Indikasi : jika diketahui hiperkalemia, asidosis yang responsif dengan bicarbonate seperti pada
ketoasidosis diabetik atau kelebihan obat antidepresan trisiklik, pada resusitasi yang lama
dengan ventilasi yang efektif
• Dosis : 1 mEq/KgBB IV bolus lambat 5 – 10 mnt. Jika memungkinkan gunakan analisa gas
darah sebagai petunjuk terapi.
• Perhatian :
− Ventilasi & RJP lebih penting karena bikarbonate bukan buffer utama pada henti
jantung.
− Tidak dianjurkan untuk digunakan rutin pada henti jantung.
− Jangan diberikan pada asidosis hiperkarbis.

Diuretik
Furosemid menghambat reabsorpsi natrium di tubulus dan loop of henle ginjal serta menurunkan
resistensi vena dan vaskular pulmonal melalui stimulasi produksi prostaglandin lokal, yang
menimbulkan efek dalam 5 menit.
• Indikasi : sebagai terapi tambahan pada edema paru akut tanpa tanda- tanda syok, hipertensi
emergensi dan peningkatan tekanan intrakranial.
143
• Dosis : 0,5 -1mg/KgBB diberikan dlm 1 – 2 mnt. Jika tidak respon dapat diberikan 2
mg/KgBB.
• Perhatian : dapat menyebabkan dehidrasi, hipovolume, hipotensi, hipokalemia atau gangguan
elektrolit lainnya.

Adenosine
• Indikasi : obat utama pada takikardi dengan QRS sempit, efektif untuk menghentikan PSVT
akibat reentry di AV node.
• Dosis : dosis awal 6 mg dalam 1-3 detik didorong dengan 20 cc NaCl 0,9%. Bila perlu,Ulangi
12 mg 1-2 menit kemudian & dosis ketiga 12 mg setelah 1-2 menit kemudian.
• Perhatian : kontraindikasi pada takikardi akibat keracunan obat, AV blok derajat II atau III.
• Efek samping : wajah kemerahan, nyeri dada/sesak, kadang-kadang bradikardi/asistol singkat.
Kurang efektif pada pasien yang memakai teofilin. Jika diberikan pada VT/takikardi QRS lebar
dapat memperburuk keadaan (hipotensi). Aman dan efektif pada kehamilan

Amiodarone
• Indikasi :
* Anti aritmia pilihan I pada VF/VT tanpa nadi.
* Takiaritmia atrial dengan fungsi LV yang rendah & tidak efektif dengan digoxin.
* VT polimorfik atau takikardi dengan QRS lebar yang tidak jelas jenisnya.
* VT stabil pada kegagalan kardioversi
* Membantu untuk kardioversi pada SVT/PSVT

• Dosis :
• Pada Henti jantung : 300 mg IV bolus, berikutnya 150 mg setelah 3-5 mnt kemudian.
Dosis maksimal 2,2 gram / 24 jam
• Pada takikardi dengan QRS lebar ( stabil) :
- Infus cepat : 150 mg dalam 10 mnt, dapat diulang dengan dosis yang sama bila
perlu, dilanjutkan
- Infus lambat : 360 mg dalam 6 jam, dilanjutkan
- Infus pemeliharaan : 540 mg dalam 18 jam
• Perhatian : Dapat menyebabkan vasodilatasi dan hipotensi, memperpanjang interval QT, waktu
paruh sangat panjang (40 hari)

Atropin Sulfat
• Indikasi : obat utama pada sinus bradikardi yang simptomatis, mungkin bermanfaat pada AV
blok atau ventrikular asistol. Obat kedua (setelah epineprin/vasopresin) pada asistol atau PEA
bradikardi
• Dosis :
• Asistol atau PEA : 1 mg IV bolus, ulangi tiap 3 – 5 mnt sampai dosis maksimal 3 dosis
(3 mg).
• Bradikardi : 0,5 – 1 mg IV bolus tiap 3 – 5 mnt sampai dosis maksimal 0,04 mg/KgBB
(total 3 mg)
• Melalui ETT : 2 – 3 mg diencerkan dlm 10 cc NaCl 0,9 %

144
• Perhatian : hati – hati pada iskemia miokard & hipoksia, hindari pada hipotermi dengan
bradikardi,tidak efektif pada mobitz tipe II dan total AV blok.

Lidokain
• Indikasi :
➢ Henti jantung akibat VF/VT
➢ VT stabil
➢ Takikardi dgn QRS lebar jenis tidak jelas
➢ PSVT dengan QRS lebar
• Dosis :
➢ 1 – 1,5 mg/kgBB, pada VF yang refrakter : dapat ditambahkan 0,5 – 0,75 mg/KgBB
yang diulang 5 – 10 mnt kemudian sampai total 3 mg / KgBB (3 dosis).
➢ Jika melalui ETT : 2 – 4 mg/KgBB
➢ Dosis pemeliharaa : 1 – 4 mg/mnt (30 – 50 μg/KgBB/mnt)
• Perhatian : tidak diajurkan sebagai profilaksis pada AMI, turunkan dosis pemeliharaan jika ada
gangguan fungsi hati atau gagal jantung kiri, hentikan bila ada tanda – tanda keracunan

Magnesium Sulfat
• Indikasi : henti jantung akibat torsades de pointes (TdP) atau diduga hipomagnesemia, aritmia
ventrikuler yang mengancam jiwa akibat keracunan digitalis.
• Dosis :
➢ pada henti jantung akibat TdP : 1 – 2 gr diencerkan dalam 10 cc D5W selama 5 – 20
menit.
➢ Pada TdP dengan Nadi : 1-2 gr dalam 50 – 100 cc, D5W selama 5 – 60 mnt, diikuti 0,5
– 1 gr/jam IV (titrasi untuk mengontrol TdP)
• Perhatian : dapat terjadi hipotensi bila diberikan cepat, hati – hati pada gagal ginjal.

Verapamil
• Indikasi :
* obat alternatif (setelah adenosin) pada PSVT dengan TD normal & fungsi LV baik.
* Mengontrol respon ventrikel pada Af,AFl atau MAT
• Dosis :
* dosis I : 2,5 – 5 mg IV bolus dalam 2-3 mnt
* dosis II (jika perlu) : 5 – 10 mg dalam 15-30 mnt. Dosis maksimal 20 mg.
• Perhatian : Hanya diberikan pada PSVT. Jangan digunakan pada takikardi dengan QRS lebar,
Af dengan WPW, SSS, atau AV blok derajat II-III tanpa pacemaker. Dapat menurunkan
kontraktilitas miokard, vasodilatasi perifer dan hipotensi

145
DEFIBRILASI

Pengertian
DEFIBRILASI merupakan suatu TERAPI menggunakan arus listrik untuk mengatasi kegawatan irama
jantung (VF/VT tanpa nadi) menggunakan modus ASINKRON. Defibrilator adalah alat yang digunakan
untuk melakukan terapi defibrilasi.

Pemantauan Gambaran Irama Jantung


Pemantauan gambaran irama jantung dapat menggunakan elektroda (sandapan ektremitas standar lead
I, lead II atau lead III), tetapi dapat juga menggunakan paddle yang merekam gambaran irama lead II).
Syarat pemantauan, dinding dada harus terbuka / letak elektroda tidak mengganggu tempat untuk
meletakkan paddle jika terapi tindakan difibrilasi diperlukan dan gelombang – gelombang EKG harus
jelas sehingga mudah dibedakan antara gelombng P,QRS, dan T. Umumnya lead II memberikan
gambaran irama jantung yang lebih jelas.

Energi
Defibrilator Monofasik = 360 joule
Defibrilator Bifasik = 200 joule

Peralatan Yang Diperlukan Untuk Tindakan Defibrilasi Meliputi :


Defibrillator
Jeli
Elektroda pads
Troly Emergensi.

Prosedur Defibrilasi
1. Hidupkan Defibrilasi
2. Pilih energi yang diperlukan
3. Pilih paddles ( atau Lead I, II, III ) melalui tombol lead select.
4. Oleskan jelly pada paddle
5. Letakkan paddle pada apeks dan sternum sesuai petunjuk pada paddle.
6. Nilai kembali irama pada monitor, apakah masih VF/VT tanpa nadi.
7. Tekan tombol pengisi energi ( CHARGE) pada paddle apeks atau pada unit defibrillator.
8. Setelah energi yang diharapkan tercapai, berikan aba – aba dengan suara yang jelas dan dapat
dimengerti (misalnya DC shock siap, I clear, you clear, everybody clear atau yang lainnya) agar
tidak ada orang lain yang masih menyentuh pasien, tempat tidur maupun peralatan lain
(DIPASTIKAN DENGAN MELIHAT!!!).
9. Beri tekanan kurang lebih 10 – 12 kg pada kedua paddle.
10. Nilai kembali irama monitor, apabila tetap VF/VT tanpa nadi , takan tombol DISCHARGE

Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan


Irama pada monitor (apakah indikasi untuk dilakukan defibrilasi)
Memeriksa nadi
Keselamatan semua orang
Irama saat menekan tombol discharg

146
ALGORITMA PENATALAKSANAAN HENTI JANTUNG-PARU

Pada pasien-pasien yang kolaps (mengalami henti pernapasan dan henti jantung) kemungkinan
memiliki irama jantung dari salah satu irama berikut:
1. Asistol
2. Fibrilasi Ventrikel/ VF
3. Takikardi Ventrikel (tanpa nadi)/ VT
4. Pulseless Electrical Activity (PEA) / Disosiasi Elektro Mekanik (DEM)
Cara Cepat mengeratahui gambran Jantung
1. Informasi mengenai gambaran irama-irama tersebut harus secepatnya kita peroleh melalu
pemasangan monitor EKG menggunakan sandapan standar (lead I, lead II atau lead III) yang
ditempatkan pada dada pasien
2. Metode QUICK LOOK memungkinkan kita untuk dapat lebih cepat lagi memperoleh informasi
tentang irama-irama ini. Caranya adalah dengan dengan menempelkan elektroda metal (paddle)
dengan posisi seperti pada saat melakukan defibrilasi dan menu pada monitor kita pilih menu
paddle. Gambaran irama jantung akan segera muncul pada monitor.

TINDAKAN PENJELASAN
CPR • Tekan dengan kuat dengan kedalaman 5 cm
• Kecepatan > 100 x/ menitdengan tetap membiarkan dada kembali
sempurna setelah kompresi
• Minimalkan interupsi pada kompresi
• Hindari ventilasi yang berlebihan
• Ganti kompresor tiap 2 menit
• Jika tidak terpasang advanced airway (mis: ETT), perbandingan
kompresi-ventilasi 30 : 2
SHOCK • Defibrilator monofasik : 360 J
• Defibrilator bifasik : 200 J
• Modus : Asinkron
OBAT • Epinephrine 1 mg
• Vasopresin 40 unit dapat menggantikan epineprin pertama atau kedua
• Amiodaron (dosis pertama 300 mg dan dosis kedua 150 mg)
PENYEBAB • Hipovolemi
REVERSIBEL • Hipoksia
• Hipoglikemia
• Hidrogen ion (asidosis)
• Hipo/ hiper kalemia
• Hipotermia
• Tension pneumothorax
• Tamponade jantung
• Toxin
• Trombosis (jantung/ paru)
• Trauma

147
148
MATERI INTI VII
PENATALAKSANAAN PROSES RUJUKAN

EVAKUASI
Tujuan umum
Setelah peserta menyelesaikan BAB ini di harapkan dapat menjelaskan, memahami dan menerangkan
apa yang dimaksud dan tujuan daripada melakukan evakuasi korban.

Tujuan khusus
Dapat menerangkan dan menatalaksanakan tentang cara-cara memindahkan korban berdasarkan dari
nilai keadaan dan jumlah daripada penolong.

Pengertian
Kecepatan merupakan salah satu tujuan penting dalam pertolongan gawat darurat. Pada keadaan yang
berbahaya mungkin penolong harus memindahkan korban segera ketempat yang aman, penolong harus
segera memutuskan tempat aman sesuai dengan bahaya / hazard yang ada di lokasi kejadian, tempat
aman juga harus berlawanan dengan arah angin. Supaya terhindar dari bergeraknya hazard ke tempat
korban yang lagi ditolong.
BIla lokasi kejadian tidak berbahaya, aman buat pasien dan penolong sebaiknya korban tidak dipindah-
pindah dengan terburur-buru, sebaiknya lakukan pemeriksaan dini dan tindakan pertolongan sampai
pasien siap untuk dipindah atau bantuan datang.Pada situasi berbahaya tindakan yang tepat, cepat dan
waspada sangatlah penting, cepat tidak berarti boleh salah.Penolong mungkin berpikir harus
memindahkan korban secepat mungkin sehingga dapat terjadi kesalahan / kelalaian.
Jika terpaksa memindahkan korban, perhatikan hal-hal berikut :

a. Bila dicurigai korban menderita cedera tulang belakang jangan dipindah begitu saja kecuali
memang benar-benar diperlukan, bila long spiral board tidak ada dapat dipergunakan papan,
pintu atau bila juga tidak ada pakai selimut yang kuat, seret pasien memakai selimut dengan
tubuh tetap rata dengan lantai jangan diangkat.
b. Tangani korban dengan hati-hati untuk menghindari cedera berlebih parah.
c. Pegang korban erat-erat tapi lembut.
d. Perhatikan bagian kepala, leher dan tulang belakang terutama jika korban pingsan.
e. Angkat korban perlahan-lahan tanpa merenggutnya.

Menyeret korban dapat dilakukan jika korban pingsan atau luka parah dan tidak cukup orang yang
menolong untuk memindahkan korban.Tindakan pemindahan harus dilakukan dengan tepat dan hati-
hati untuk menghindari terjadinya cedera lebih lanjut pada korban atau penolong ikut jadi korban/cidera.

MEKANIKA TUBUH
Dalam menolong korban, penolong harus memperhatikan sikap tubuhnya dala menolong/memindahkan
korban yang dikenal dengan Mekanika Tubuh.Yang berarti menggunakan gerakan tubuh penolong yang
baik dan benar untuk memudahkan pengangkatan dalam pemindahan korban, tujuannya untuk
mencegah terjadinya cedera pada penolong.Tindakan atau angkatan yang tidak benar dapat
menyebabkan cedera yang dikenal dengan Low Back Paint (nyeri pinggang bagian

149
bawah) cedera ini mungkin tidak terjadi langsung setelah mengangkat korban, namun dapat terjadi
setelah beberapa waktu kemudian.

Beberapa hal yang harus diperhatikan :


a. Korban tersebut sadar atau tidak.
b. Apakah dapat berjalan atau tidak dapat berjalan.
c. Jumlah penolong yang akan melakukan pemindahan (sendiri, dua, tiga atau empat orang).
d. Jalan yang akan dilalui dalam melakukan pemindahan.
e. Penolong mempunyai peralatan untuk melakukan pemindahan atau tidak.
f. Kondisi cedera yang diderita korban.

Setelah diketahui keadaan tersebut diatas, beberapa hal yang harus dilakukan pada saat mengangkat
atau memindahkan korban :
1. Nilai kesulitan yang mungkin akan terjadi pada saat proses pemindahan dan pengangkatan
berlangsung.
2. Rencanakan pergerakan sebelum mengangkat korban. Diskusikan dan tentukan metode
pengangkatan apa yang akan dipergunakan, berapakah berat korban, untuk menentukan
berapa orang yang diperlukan.
3. Jangan coba mengangkat dan menurunkan korban jika tidak yakin mampu
mengendalikannya.
4. Gunakan otot tungkai untuk mengangkat, bukan otot punggung, gunakan otot paha, panggul
serta otot perut, hindari gerakan membungkuk, selalu upayakan agar punggung berada dalam
satu garis lurus, otot punggung hanya dipakai untuk menjaga kelurusan punggung.
5. Jaga keseimbangan tubuh, selalu mulai dari posisi pembebanan yang seimbang dan
pertahankan agar tetap seimbang.
6. Pindahkan penderita dengan beban serapat mungkin dengan tubuh penolong, merapatkan
korban ke tubuh membantu mengurangi beban otot, pegangan akan lebih kuat dan posisi
lebih stabil. Tindakan ini juga untuk membantu membantu mencegah terjadinya cedera
punggung.
7. Lakukan gerakan secara menyeluruh agar tubuh saling menopang secara vertical.
8. Bila memungkinkan kurangin jarak atau ketinggian yang harus dilalui, ini akan menghemat
tenaga penolong termasuk menghindari cedera.
9. Perbaiki posisi tubuh, angkatlah secara bertahap.

Prinsip-prinsip tersebut diatas juga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari kita untuk
mengangkat, membawa, menggerakkan, atau meraih benda yang relatif berat.Yang benar-benar harus
diperhatikan mencegah cedera punggung adalah menjaga tulang punggung tetap lurus, pertahankan
lengkung alamiah tulang punggung.
Memindahkan dan melakukan pemeriksaan pada korban sebaiknya dilakukan secara tim atau kelompok,
lakukan komunikasi dan koordinasi secara solid, mekanika tubuh yang baik akan membantu mereka
yang tidak siap secara fisik. Seluruh anggota tim harus berlatih dengan tepat, cerpat dan cermat, ketua
kelompok dapat memilih dan mengatur anggotanya dalam pertolongan terhadap korban, karena itu
kenalilah kemampuan fisik dan keterbatasan penolong dan tim lainnya.

150
KORBAN TIDAK SADAR
Memindahkan korban dalam keadaan tidak sadar sebaiknya harus hati-hati, korban kecelakaan yang
tidak sadar kemungkinan ada cedera kepala. Bila tidak ada bahaya mengancam sebaiknya pasien
dipindahkan dengan mempergunakan alat bantuan khusus dan alat fiksasi leher dan kepala.
Bila memang keadaaan berbahaya dan korban harus dipindahkan dengan segera, perhatikan kondisi
korban, ada luka didaerah bahu keatas / leher dan kepala.Jangan pindahkan korban dengan mengangkat
kepala, bila ada koran/majalah, lakukan fiksasi dulu pada leher kemudian tarik kaki korban dan
pertahankan badan dan kepala tetap sejajar dengan permukaan tanah, pertahankan posisi leher tidak
bergoyang ke kiri dan kanan atau tertunduk.

KORBAN DAPAT BERJALAN ATAU TIDAK


Memindahkan korban dalam keadaan dapat berjalan jauh lebih mudah dari pada memindahkan korban
yang tidak dapat berjalan. Korban yang tidak bias berjalan kemungkinan terjadi gangguan pada tungkai
berupa cedera otot atau tulang, bila korban cedera pada tulang belakang atau pada kepala memindahkan
korban diperlukan alat khusus dan perencanaan yang benar.
Bila korban dapat berjalan harus diperhatikan tidak ada ….. , memar, rasa sakit di leher punggung,
pinggang sehingga korban dapat leluasa bergerak tanpa khawatir terjadi kelumpuhan akibat cedera
tulang belakang.
Untuk korban yang tidak dapat berjalan periksa dengan tepat dan cermat penyebabnya, bila hanya cidera
otot pasien bias dipindahkan dengan menggendong/membopong dan cara lain-lain. Tapi bila karena
patah tulang, pasien harus dipindahkan dengan alat/tandu, daerah yang patah harus di fiksasi atau
memobilisasi dengan bidai.
Bila dalam keadaan bahaya bila tidak ada waktu untuk mendapatkan alat-alat tandu atau bidai korban
dapat dipindahkan dengan cara ikatkan bagian yang sakit ke badan yang sehat pada beberapa tempat
sehingga tungkai atau tangan yang patah tidak bergerak ke kiri dan kanan (terfiksasi). Kemudian tarik
pasien melalui bahu tapi pertahankan badan pasien dan kaki tetap rata dengan tanah hati-hati pindahkan
pasien ke tempat aman, selama pemindahan harus selalu perhatikan control anggota tubuh yang cidera.

JUMLAH PENOLONG
Jumlah penolong sangat berpengaruh terhadap cara memindahkan korban. Jumlah penolong yang
banyak lebih memudahkan pemindahan korban dari pada sendiri diperlukan koordinasi dan komunikasi
yang baik antara tim penolong.

JALAN YANG AKAN DILALUI


Untuk memindahkan korban dari lorong yang sempit memerlukan perencanaan yang matang, demikian
juga bila memindahkan korban dari bangunan yang liftnya sempit apalagi pada keadaan bencana korban
harus dipindahkan dengan menuruni tangga.Menggendong korban didepan dan atau dibelakang pasti
punya factor resiko yang berbeda dan bervariasi bagi setiap korban.

KAPAN KORBAN DIPINDAHKAN


Berdasarkan masalah keselamatan pemindahan dan pengangkatan korban digolongkan menjadi dua
bagian :
a. Pemindahan darurat.

151
Pemindahan darurat dilakukan bila daerah tempat kejadian tidak aman, mengancam nyawa
penderita dan penolong. Tindakan ini dilakukan segera tanpa memandang cedera apa yang dialami
korban sebelum melakukan penilaian dini. Hanya bila ada pendarahan luar yang mengalir harus
segera dihentikan dengan balut tekan, baru lakukan pemindahan.
Beberapa keadaan yang memerlukan pemindahan darurat :
1. Kebakaran atau ancaman kebakaran.
2. Ledakan atau ancaman ledakan berikutnya.
3. Ketidakmampuan melindungi korban dari bahaya lain seperti :
a. Bangunan yang tidak stabil atau akan runtuh.
b. Mobil terguling, bensin tumpah.
c. Adanya bahan-bahan kimia berbahaya.
d. Orang sekitar yang berlaku aneh, huru-hara.
e. Adanya ancaman binatang buas atau beracun.
f. Kondisi cuaca yang buruk.
Bahaya terbesar dalam pemindahan darurat adalah bila ada kemungkinan cedera kepala leher dan
tulang belakang dapat membuat cedera semakin parah.Berilah perlindungan terhadap tulang
belakang, tariklah penderita sepanjang sumbu panjang tubuh, jangan menarik kepala, rapatkan
tangan dan kaki badan pasien.

CARA PEMINDAHAN DARURAT


a. Tarikan lengan.
Posisikan diri penolong pada sisi kepala korban, masukan lengan kanan dan kiri penolong dari
belakang korban lewat ketiak, pegang lengan bawah korban. Silangkan tangannya didada lalu atur
posisi penolong, tariklah korban dengan berjalan mundur kebelakang, kemungkinan kedua kaki
korban akan terbentur bila ada cidera akan semakin berat, kalau tidak terpaksa jangan dilakukan.

b. Tarikan bahu.
Pertama ikat tangan penderita atau pergelangan tangan dengan longgar, berlutut dibagian kepala
korban masukan kedua tangan penolong dibawah ketiak cengkeram ketiak dan bahu lalu benarkan
posisi anda lalu tariklah korban mundur kebelakang, cara ini juga berbahaya.

c. Tarikan baju.
Melakukan tarikan ini hanya bila korban memakai baju yang kuat bahannya.Terlebih dahulu ikat
tangan penderita dengan kain, satukan kedua tangan didepan badan korban untuk melindungi selama
pemindahan.Kemudian cengkeram bahu korban dari baju, tarik baju kebawah kepala untuk
membentuk penyokong, gunakan ujung baju didaerah bahu untuk menarik penderita kebelakang,
atur posisi anda dan perhatikan langkah-langkah penolong.Hati-hati waktu menarik baju jangan
sampai korban tercekik.

d. Tarikan selimut.
Bila penderita telah terbaring diatas selimut yang kuat dapat dipindahkan segera pada keadaan
darurat, simpulkan selimut yang dibagian kaki korban agar kaki tidak bergeser ke kiri dan kanan,
lipat dan gulung ujung selimut diatas kepala korban, pegang dengan kuat lipatan tersebut, atur posisi
perhatikan langkah kaki lakukan tarikan kebelakang dengan hati-hati, usahakan badan korban tetap
rata dengan tanah jangan diangkat menjulang. Gendong penderita dibelakang

152
panggung penolong dengan satu penolong mengangkat lau membopongnya, cara ini lazim dipakai
oleh pemadam kebakaran.

PEMINDAHAN BIASA ATAU TIDAK DARURAT


Jika keadaaan lokasi kejadian aman, tidak ada situasi ang membahayakan penolong dan korban,
penolong bisa memindahkan korban setelah melakukan pemeriksaan dini (rapid assisment). Setelah
memperoleh diagnose pada primary survey atau secondary survey kalau korban mengalami keadaan
yang mengancam nyawa / segera harus dikirim ke rumah sakit. Segera pindahkan ke ambulance dengan
memakai alat sesuai dengan keadaan pasien, secondary survey tindakan pasang infus, pemeriksaan
tanda-tanda vital dan monitoring dilakukan di ambulance selama perjalanan ke rumah sakit.

Bila setelah pemeriksaan dini, primary survey, secondary survey, keadaan trauma stabil, maka korban
bisa dipindahkan kerumah sakit setelah penolong melakukan :
- Pada pemeriksaan tanda-tanda vital stabil.
- Pendarahan sudah di kendalikan, pendarahan eksternal sudah dibalut tekan dan pendarahan
berhenti.
- Tidak ada cedera leher.
- Semua patah tulang sudah di mobilisasi.
- Pasien sudah dipasang oksigen high flow.
- Infus sudah terpasang, urine catheter sudah dipasang.

Cara yang biasa digunakan :


- Cara angkatan langsung, biasanya memerlukan 3 penolong, ini dilakukan untuk memindahkan
korban ke tandu.
- Cara ini memerlukan koordinasi dan komunikasi antar penolong, sebagai komando adalah tim
leader yang berdiri disebelah atas (kepala korban).
- Beritahu penderita apa yang akan dikerjakan, minta korban untuk tetap tenang demi keseimbangan
penolong dan letakkan lengan diatas dada jika mungkin.

Langkah-langkah untuk pengangkatan langsung :


a. Ketiga penolong perlutut pada sisi penderita yang tidak cedera / paling sedikit mengalami
cedera.
b. Penlong pertama yang memasukkan lengan dibawah leher dan bahu, lengan lain dibawah
punggung penderita.
c. Penolong kedua memasukkan tangan dibawah punggung dan lengan lain dibawah bokong
korban.
d. Penolong ketiga ………… lengan dibawah …… dan kaki korban.
e. Setelah ketiga penolong siap mengatur posisi lengan dan posisi lutut (kuda-kuda) penolong
leader dengan suara keras memberi perintah pada hitungan ketiga korban serentak diangkat
letakkan di lutut penolong.
f. Dekatkan tandu yang akan digunakan dan atur letaknya oleh penolong lain, kemudian dengan
perintah leader pada hitungan ketiga serentak letakkan korban diatas tandu.
g. Jika akan berjalan ke ambulance tanpa memakai tanda dengan serentak miringkan korban ke
dada penolong kemudian secara bersamaan penolong berdiri dengan suatu perintah.

153
h. Berjalanlah kearah yang sudah ditentukan tempat korban akan dipindahkan, saat menurunkan
ke tandu ….. ambulance juga serentak dengan komando leader.

Cara mengangkat tandu :


a. Atur posisi penolong untuk mengangkat tandu, bila korban tidak berat cukup dua penolong depan
dan belakang.
b. Bila berat badan pasien cukup berat harus dilakukan oleh empat penolong atau enam penolong
supaya keselamatan korban terjamin.
c. Tempatkan kaki penolong pada jarak yang tepat, punggung harus tetap lurus, berlutut disamping
kiri kanan tandu lutut yang ditinggikan bagian dalam kearah tandu.
d. Kencangkan otot punggung dan otot perut, kepala harus tetap menghadap ke depan dalam posisi
netral, tempatkan tangan pada jarak yang cukup untuk memberikan keseimbangan pada saat
pengangkatan badan.
e. Genggamlah pegangan tandu dengan baik, angkat tandu dengan aba-aba dari leader secara serentak,
selama mengangkat punggung harus tetap terkunci sebagai porors kekuatan seluruhnya pada otot
tungkai.
f. Melangkah ke tempat tujuan dengan aba-aba, waktu mau menurunkan tandu juga dengan berlutut
seperti semula mau mengangkat serentak dengan aba-aba.

Posisi penderita dalam perjalanan :


Selain problem pemindahan korban, perlu perhatian untuk mengatur posisi korban, ini tergantung
cedera dan keadaan umum korban.

Beberapa cara untuk posisi korban :


a. Penderita dengan syok letakkan dalam posisi syok jika tidak ada tanda-tanda cedera pada tungkai
dan cedera tulang belakang, tinggikan tungkai dengan bantal sekitar 20-30cm.
b. Penderita dengan gangguan pernafasan, posisikan dengan setengah duduk atau duduk.
c. Penderita dengan nyeri perut posisikan tidur dengan tungkai ditekuk.
d. Penderita yang muntah-muntah posisikan dengan miring ke sisi yang nyaman dan awasi jalan
nafas.
e. Penderita trauma curiga cedera kepala, leher, dan tulang belakang stabilkan dan immobilisasi
dengan papan special panjang.
f. Penderita tidak ada respon/tidak sadar dan tidak ada curiga cedera kepala, leher dan tulang
belakang atau cedera berat lainnya posisikan miring stabil/pemulihan.
g. Posisi nyaman bila cedera tidak mengganggu.

Posisi terbaik melakukaan pemindahan tergantung keadaan umum penderita saat itu.
Peralatan :
Banyak jenis peralatan tersedia untuk mengangkat dan memindahkan korban, jenis yang dipilih
tergantung dari keadaan korban ditemukan dan jenis cedera yang dialami.

Alat-alat tersebut adalah :


a. Tandu beroda.
Sebuah tandu beroda, kaki tandu dapat dilipat sehingga dapat masuk ke ambulance, alat ini harus
dioperasikan oleh penolong yang terlatih.

154
b. Tandu lipat.
Biasanya dibuat dari rangka besi atau alumunium dengan dasar dari terpal mudah dan murah tapi
tak bisa digunakan padacideratulang belakang.
c. Tandu scoope.
Tandu terdiri dari dua belahan, kadang tiga dilipat empat. Cara pakai setelah diukur panjang tubuh
korban kemudian tandu di selipkan dibawah tubuh korban, dari sisi kiri & kanan, kemudian secara
serentak atas dan bawah dikimei, dapat digunakan untuk mengangkat pada ruangan yang sempit.
Tandu ini harganya mahal, tandu ini hanya untuk mengangkat dan memindahkan korban bukan
buat transportasi.
d. Tandu kursi.
Bila membawa korban turun dari tangga, besar kemungkinan akan menambah cedera, cara yang
aman membawa korban turun dengan memakai kursi, ada tandu yang khusus dibuat seperti kursi
yang dapat diluruskan waktu mau masuk ambulance, atau dapat juga memakai kursi biasa yang ada
pegangan tangannya disamping sewaktu melakukan pengangkatan harus hati-hati, perhatikan
langkah penolong waktu turun tangga sebaiknya ada penolong lain yang memberi aba-aba ataupun
memberi tahu berapa anak tangga lagi yang harus dilalui. Selesai menuruni tangga kalau pake kursi
biasa dipindah ke tandu ambulance.
e. Papan spinal (Long Spinal Board / Short Spinal Board)
Papan spinal ada dua, panjang dan pendek.Yang panjang sepanjang tubuh korban, dipakai
memindahkan korban cedera kepala leher dan tulang belakang. Setelah berada di papan spinal
korban tidak akan dipindah, sampai korban dilakukan pemeriksaan penunjang diagnose dan
dinyatakan tidak terdapat cidera kepala berat, leher dan tulang belakang, boleh dipindah ketempat
lain/tempat tidur perawatan atau dipindah ke meja operasi untuk tindakan surgery.
Papan spinal pendek hanya sampai pinggul korban dewasa digunakan untuk menstabilkan seorang
korban yang ditemukan dalam posisi duduk dan dicurigai cidera tulang belakang.Alat ini digunakan
dilapangan misal mengeluarkan korban duduk dimobil yang tabrakan dan dapat dipakai pada anak-
anak yang cidera kepala leher dan tulang belakang memakai papan spinal korban harus diikat
dengan baik dan menggunakan tali pengikat yang cukup agar korban terfiksasi dan tidak bergerak.
Papan spinal juga mempunyai immobilisasi kepala, kalau menggunakan papan/daun pintu
immobilisasi kepala dapat menggunakan gulungan handuk atau selimut yang panjang dan tinggi
sama dengan kepala, lalu letakkan dikiri kanan kepala sampai rapat ke bahu kemudian ikat dahi dan
dagu dengan kuat tapi tidak longgar hingga kepala terfiksasi tidak bergerak. Bila papan spinal
khusus sudah lengkap tali pengikat dan alat immobilisasi kepala.

f. Tandu Fabrik Lainnya


• Tandu basket untuk pertolongan di ketinggian dan keadaan khusus
• Vakum matras untuk membidai seluruh tubuh korban.
• Tandu yang lainnya dapat menggunakan tandu yang dibuat sendiri missal tandu dengan bahan:
o Selimut, kain sarung, menggunakan pakaian atau jaket
o Menggunakan tali dan batang bambu
o Menggunakan papan/daun pintu
o Menggunakan kursi
o Dapat menggunakan materi-materi lain untuk memindahkan korban dengan catatan
harus disesuaikan dengan kondisi cidera korban.

155
SISTEM RUJUKAN PASIEN

Kecelakaan Lalu-Lintas
Pastikan keadaan sudah aman, kendaraan sudah stabil, mesin sudah mati atau dimatikan, tidak ada
lagi bahaya terjadinya kebakaran atau ledakan, upayakan masuk mobil melalui pintu yang mudah
dan cukup lebar, bila tidak ada baru lewat jendela. Bila korban bergencet jangan langsung coba
angkat atau menggerakkan tubuh korban, ini akan menambah cidera, setelah masuk mobil usahakan
meluaskan ruang gerak misalnya mundurkan jok mobil. Bila ada bahaya kebakaran dan ledakan
keluarkan korban secepat mungkin dari kendaraan. Bila mobil masuk kedalam air, jangan berupaya
membuka pintu mobil karena tekanan dari luar lebih besar, pintu tidak bisa dibuka, tekanan harus
disamakan dengan membiarkan air masuk mobil atau penolong masuk lewat jendela bila tidak ada
setelah keluar mobil naikkan korban ke papan spiral, jaga jalan nafas tetap terbuka.

Kebakaran
Pada saat kebakaran sebaiknya penolong tidak masuk ke lokasi, biarkanlah tenaga pemadam yang
memakai APD yang sesuai mengeluarkan korban dari lokasi kejadian, setelah keluar penolong
ambil alih dan bawa ketempat aman.
Biasanya pasien menderita gagal nafas akibat tidak adanya oksigen yang cukup atau karena terisap
gas beracun. Segera check airway breathing dan sirkulasi lakukan tindakan bila ada kelainan.

Trauma
Ambulan bukan satu-satunya alat transportasi untuk membawakan korban ke fasilitas kesehatan,
banyak cara membawa korban yang penting selama perjalanan harus mencegah terjadinya cidera
baru atau tidak memperparah cidera yang sudah ada. Aturan umum untuk membawa korban adalah:
• Korban dapat tidur terlentang / sesuai posisi korban
• Cukup luas untuk korban dan penolong melakukan tugas
• Cukup tinggi hingga penolong dapat melakukan RJP sambil jalan

Syarat tersebut diatas hanya patokan bila tidak ada kendaraan lain yang hamper mirip keadaan diatas
dapat digunakan bantalan untuk mengurangi goncangan, jangan tekuk kepala penderita, jaga jalan
nafas, hindari rem mendadak atau kecepatan mendadak, jalanlah dengan hati-hati. Bila terlalu cepat
dapat terjadi kecelakaan. Alat transportasi lain yang bisa digunakan:
• Kendaraan niaga
• Pick up
• Gerobak
• Sepeda yang dimodifikasi
• Kapal laut, helicopter sampai kereta api.

Masalah bila menggunakan kendaraan dimodifikasi, saat melakukan pemeriksaan dan penilaian
berkala perjalanan harus berhenti. Sesuai SK Dirjen YANMED Nomor
0152/YANMED/RSKS/1987 telah menetapkan standar pelayanan ambulan terdiri dari:
• Ambulans Transportasi
• Ambulans gawat darurat
• Ambulans rumah sakit lapangan
• Ambulans pelayanan medic bergerak
• Kereta jenazah

156
Ada 3 kelompok ambulans
a. Ambulans darat, kereta api, kendaraan roda empat atau lebih
b. Ambulans udara, helicopter dengan syarat getaran rendah, cara memasukkan korban jangan
dating dari belakang, penolong harus merundukkan kepala. Bila pasien diambil dari atas brankar
digantung.
c. Ambulans air menggunakan kapal atau sampan

Ambulans gawat darurat adalah angkutan roda empat yang digunakan untuk memindahkan/
evakuasi korban yang mengalami keadaan gawat darurat dari tempat kejadioan ke center gawat
darurat yang lebih lengkap.

Spesifikasi Kendaraan:
a. Roda empat atau lebih
b. Suspensi lunak
c. Warna mudah dilihat
d. Memiliki tanda pengenal
e. Ruang penderita cukup luas
f. Dapat memuat stretcher + tandu lipat
g. Tempat duduk penolong dapat dilipat
h. Mempunyai sabuk pengaman
i. Ruangan cukup tinggi petugas dapat berdiri menunduk
j. Gantungan infus minimal 90 cm
k. Penerangan yang cukup
l. Lampu halogen dapat dilipat
m. Ada air bersih ±20 L dan penampungan limbah
n. Meja lipat
o. Mempunyai lemari untuk obat dan alat
p. Dilengkapi AC / Fan
q. Mempunyai radio komunikasi dan HP
r. Mempunyai sirine satu nada
s. Mempunyai lampu rotatik warna merah ditempatkan ditengah atas mobil
t. Lampu sorot belakang atas untuk penerangan keluar masuk pasien

Syarat Peralatan Medis Dalam Ambulans


a. Tabung oksigen + regulator + alat-alat untuk oksigen terapi
b. Peralatan resusitasi lengkap dewasa, anak dan bayi
c. Suction pump manual dan fortable recharge
d. Alat monitoring dewasa, anak dan bayi
e. Minor surgery set dan dressing set
f. Obat-obatan emergency dan cairan infus
g. Alat-alat untuk pasang NGT dan Urine katheler
h. Alat pelindung diri

157
Petugas Ambulans
a. Supir yang mampu BTCLS dan komunikasi
b. 2 perawat telah pelatihan BTCLS
c. 1 dokter AT dan ACLS (bila perlu)

Tata Tertib Ambulans


a. Saat menjemput korban menggunakan sirine dan lampu rotator
b. Saat bawa pasien hanya menggunakan lampu rotator
c. Kecepatan maximal 40 km/jam, dijalan tol 80 km/jam
d. Mematuhi peraturan lalu lintas
e. Mengisi “Dispatch Form”

Mempersiapkan Korban Untuk Ditransportasi


a. Lakukan penilaian berkala, pastikan jalan nafas terbuka dengan baik dan korban bernafas spontan
b. Pastikan tandu yang dipakai terikat dengan baik dalam kendaraan
c. Pastikan korban terikat dengan baik diatas tandu, ada kemungkinan posisi korban harus dirubah
dalam perjalanan
d. Bersiaplah menghadapi komplikasi yang mungkin terjadi
e. Kendorkan pakaian korban yang mengikat
f. Lakukan secondary survey lebih teliti dan cermat
g. Periksa pembalutan dan pembidaian
h. Bawalah keluarga korban yang dapat menenangkan korban
i. Bawalah barang-barang korban yang diperlukan untuk identitas korban
j. Tenangkan korban selama perjalanan dan terangkan kemana penolong mau membawa korban

Persiapan Merujuk Korban


a. Pastikan tempat tersedia di rumah sakit yang dituju
b. Catat instruksi dokter tentang hal-hal yamg harus diperhatikan atau diberikan kepada korban
selama di perjalanan
c. Catatan obat dan alat yang harus dibawa korban
d. Catatan nama semua petugas yang berangkat
e. Catatan semua perubahan pada korban / obat yang diberikan selama perjalanan
f. Catatan keadaan pasien saat tiba di rumah sakit tujuan
g. Korban dan catatan selama perjalanan diserah terimakan kepada yang menerima dirumah sakit dan
ditandatangani
h. Lapor setelah kembali

Perawatan Korban Selama Perjalanan


a. Bila mungkin hubungi rumah sakit yang dituju
b. Lanjutkan pertolongan dan perawatan terhadap korban selama perjalanan, check ulang tindakan
yang sudah dikerjakan
c. Cari data tambahan bila korban sadar dan dapat komunikasi
d. Jaga jalan nafas tetap terbuka
e. Periksa ulang pembalutan dan pembidaian

158
f. Bila korban muntah-muntah harus dibawa kerumah sakit missal pada kasus keracunan makanan
diperlukan untuk mendapatkan data yang diperlukan
g. Berbincang-bincang dan tenangkan korban bila mereka sadar
h. Beritahu supir bila ada hal-hal yang diperlukan / tindakan yang harus dilakukan
i. Bila terjadi henti jantung sebaiknya berhenti lakukan RJP dan defib dengan AED

Pemindahan korban dengan satu orang penolong

159
MEMAPAH MENGGENDONG MEMBOPONG

ROTEK

MENYERET

160
Pemindahan korban dengan dua orang penolong

161
MENGGOTONG PASIEN DENGAN SELIMUT

162
MACAM – MACAM TANDU

TANDU BASKET

TANDU SKOP

TANDU LIPAT

TANDU SPINAL

TANDU DARURAT
TANDU IMPROVISASI

163
MATERI INTI VIII
TRIAGE ( PEMILAHAN KORBAN)

Tujuan umum
Setelah peserta menyelesaikan BAB ini di harapkan dapat menjelaskan, memahami dan menerangkan
apa yang dimaksud dan tujuan daripada Triage System.

Tujuan khusus
Dapat menerangkan dan menatalaksanakan tentang cara-cara pemilahan korban berdasarkan status
kondisi gawat daruratnya.

Dalam hal kedaruratan sehari-hari ataupun bencana yang mengenai banyak korban, basis utama
penanganannya di bagi menjadi 6 langkah yaitu :
1. Tahap triage
2. Tahap primary survey
3. Tahap secondary survey
4. Tahap stabilization
5. Tahap transfer (on going exam)
6. Tahap definitive care (dirumah sakit)
Ke 6 langkah harus dilaksanakan secara berurutan tidak dapat diacak penata laksanaannya

Triage adalah metode melakukan penilaian terhadap penderita secara cepat dan menentukan prioritas
pertolongan pada masing-masing korban baik untuk memindahkan pasien dari tempat kejadian
ketempat yang aman transportasi ke fasilitas rumah sakit, ataupun prioritas penanganan di rumah sakit
(tahap definitive care)
Istilah triage berasal dari bahasa perancis yang berarti memilah atau mensortir
Triage di gunakan pada kegawat darurat sehari-hari serta korban masal untuk penilaian status pasien
terhadap
- Penilaian tanda vital dan kondisi pasien
- Penilaian tindakan yang diperlukan
- Penilaian harapan hidup
- Penilaian kemampuan medis
- Perioritas penanganan definitive
- Pemberian label
- Penentuan prioritas akan menekan
- Morbiditas, Morsalitas, dan Kecacatan

Siapa yang dapat melakukan triage


Semua tenaga medis baik perawat ataupun dokter dapat melakukan triage, siapa yang dating pertama di
tempat kejadian dialah yang wajib melakukan triage berikutnya apabila ada personil yang datang yang
mempunyai tingkat kompetensi yang lebih tinggi wajib lagi melakukan triage lanjut
Triage dapat dilakukan berulang kali bahka sebaiknya setiap melakukan tindakan dilakukan lagi triage
karena keadaan umum penderita dapat berubah-ubah dari merah bila telah di tangani dengan baik dapat
menjadi kuning ataupun ke hijau tapi kalau terlambat di tangani dari hijau dapat berubah menjadi merah

164
Dasar-dasar triage
1. Derajat cidera
2. Jumlah yang cidera
3. Sarana dan kemampuan
4. Kemungkinan bertahan hidup

Prosedur triage
- Triage dulu korban sebelum dilakukan tindakan
- Jangan lebih dari 60 detik tiap pasien
- Tentukan fasilitas terbaik untuk penanganan
o di ruang emergency
o di lapangan
- bila kita bekerja di UGD triage peating dilakukan untuk mengatur supaya alur masuknya
pasien ter tata dengan baik, terutama pada kondisi ruangan yang terbatas
- prioritas memilah pasien untuk menekan morbiditas dan mortalitas

Triage di bagi menjadi 4 kategori yaitu


a. Emergency (gawat darurat) label merah
Pasien dalam katagori ini di tempat aman ataupun di rumah sakit harus mendapat penanganan
segera dengan respontime kurang dari 10 menit (P1)
b. Urgent (gawat tapi tidak darurat (label kuning)
Penderita ini dapat di tunda penanganannya 15 menit dari respon time bila pada saat tersebut
tenaga penolong terbatas (P2)
c. Non urgent/tidak gawat dan tidak darurat
Penderita ini dapat ditunda 30 menit dari respon time (P3)
d. Katagori 0/P4
Korban yang mengalami cidera yang mematikan atau sudah meninggal di tempat misalnya
kepala terpisah dari badan atau cidera lain yang secara manusia tidak mungkin hidup lagi

Kategoripertama (P1)
Pada triage diberikan pada korban yang berada dalam keadaan kritis, seperti gangguan pernapasan,
pendarahan yang belum terkendali atau pendarahan hebat, penurunan status mental (respons), di
golongkan sebagai cidera atau penyakit yang mengancam nyawa tetapi masih bisa diatasi dengan
penanganan yang cepat, tepat dan cermat.

Kategori ke dua (P2)


Korban yang mengalami trauma atau cidera pada bagian tubuhnya tanpa gangguan saluran napas dan
sirkulasi yang berat dan pasien masih sadar tetapi tidak dapat berjalan.

Katagori ke tiga (P3)


Korban yang mengalami cidera ringan tidak perlu banyak di bantu dapat menunggu pertolongan tanpa
menjadi parah dan pasien dapat berjalan dan masih sadar.
Kasus-kasus dalam katagori triage
a. Kasus emergensi (gawat darurat)

165
- trauma berat (multiple trauma)
- akut MCI
- sumbatan jalan napas
- tension pneumothorax
- massive hemotothorax
- tampo nade jantung
- flail chest
- syok hipovole naik derajat III-14
- luka bakar dengan trauma inhalasi
b. Kasus urgent (gawat tak darurat)
- cidera tulang belakang
- patah tulang terbuka
- trauma capitis tertutup
- luka bakar
- opendiksitis acuta
c. Kasus non urgent (tidak gawat dan tidak darurat)
- fraktur ekstrimitas atas
- luka lecet
- luka memar
- keseleo
- demam
- keadaan lain yang mana pasien masih sadar dan dapat berjalan

Tanda/label triage

Jenis-Jenis Triage
1. Pemilahan Pasien secara Perorangan (Single Patient Triage)
166
2. Pemilahan Korban Masal yang bukan Kategori Disaster (Routine Multiple Casualty Triage)
3. Pemilahan Korban Masal dalam Kategori Disaster (Triage in Overwhelming Multiple Casualty
Incident)

1. Pemilahan Pasien secara Perorangan (Single Patient Triage) di UGD


a. Emergent
Pasien-pasien dengan kategori ini merupakan prioritas pertama. Mereka harus dilihat dan
ditangani agar memproleh penanganan yang tepat dan segera.
Contohnya:
1. Trauma Mayor
2. Acute Miokardial Infarction
3. Sumbatan Jalan Napas
4. Syok
5. Anafilaksis
b. Urgent

Pasien dalam kategori ini adalah pasien-pasien yang harus sudah mendapatkan penanganan
dalam hitungan jam. Termasuk juga pasien-pasien yang secara fisiologi stabil pada saat
mereka datang, tetapi dalam resiko pemburukan jika tidak ditangani dalam beberapa jam.
Contohnya:
1. Spinal Injury
2. Stroke (Cerebro Vascular Acident)
3. Appendicitis Acuta
4. Cholecystitis
c. Non Urgent
Pasien-pasien cedera yang dapat berjalan kaki/ memiliki kondisi sakit yang ringan
termasuk dalam kategori ini. Termasuk juga pasien-pasien yang stabil secara hemodinamik
tetapi tampak cedera.
Contoh:
1. Laserasi kulit
2. Kontusion
3. Luka abrasi dan luka lainnya
4. Fraktur tertentu dan dislokasi
5. Demam dan kondisi medis lainnya yang termasuk kategori ini

2. Pemilahan Korban Masal yang bukan Kategori Disaster ( Routine Multiple Casualty
Triage)
Metode yang digunakan adalah START (Simple Triage & Rapid treatment)
Prinsip dari START adalah START bertujuan untuk mengatasi ancaman hidup yang utama,
yaitu sumbatan jalan nafas dan perdarahan arteri yang hebat.
Pengkajian diarahkan pada pemeriksaan:
1. Status respirasi
2. Sirkulasi (pengisian kapiler)
3. Status Mental
Setelah para korban dinilai dan di pilah mereka harus diberi tanda, agar kalau penolong lain
datang membantu dapat mengenali dengan cepat.
167
Tanda triage sangat beragam baik ukuran, bentuk dan modelnya. Tanda dapat terbuat dari
berbagai bahan dapat berupa kartu dengan satu warna atau empat warna yang dapat dilipat ata
dapat menggunakan pita, tali, kain yang mempunyai warna-warna triage yaitu, merah untuk P1,
kuning untuk P2, hijau untuk P3 dan hitam atau abu-abu untuk P4. Triage dapat dilakukan
beberapa kali dan mulai pertama kali ditemukan di tempat kejadian, di tempat aman, di UGD
rumah sakit. Pertama kali di temukan di beri warna/label kemudian dilakukan lagi triage ke 2
dan seterusnya bila dilakukan pengulangan triage dan ternyata keadaan korban menunjukan
katagori prioritas yang berbeda/sudah berubah, jangan melepas label I beri label II tandai dengan
2 dan yang pertama dapat diberi silang (coret) begitu seterusnya setiap melakukan triage ulang,
pada kertas laporan dan pencatatan tulis tanggal dan jam setiap triage dilakukan.

Pada saat pertama ditemukan korban ditempat kejadian triage dilakukan dengan metode START
(Sample Triage And Rapid Treatment) adalah melakukan pertolongan cepat dan
mengelompokan korban menjadi 4 kelompok berdasarkan prioritas perawatan dan harapan
hidup korban sesuai kondisi saat ditemukan

Langkah pelaksanaan “START”


1. langkah pertama kenali dan panggil korban yang masih mampu berjalan arahkan mereka
ketempat yang sudah di tentukan (tempat aman) di beri label hijau satu orang penolong
ditunjuk mengurus merawat dan menenangkan dan mencatat data-data pasien tersebut
2. pemeriksaan pernapasan, penolong menghampiri korban yang tidak bisa berjalan tetapi di
panggil masih merespon, nilai pernapasan korban …. Jalan napas dan hitung respirasi
dengan cepat kurang dari 30x / menit beri label kuning labih dari 30x permenit beri label
merah, tidak bernapas beri label hitam
3. nilai sirkulasi, periksa pengisian kapiler dengan cara menekan ujung jari di bawah kuku akan
menjadi pucat bila tekanan di lepas maka ujung jari segera akan menjadi merah kembali
hitung berapa lama waktu yang diperlukan ujung jari menjadi merah kembali bila kurang
dari 2 detik artinya perfusi ke jaringan buruk telah terjadi pendarahan pada tempat terjadinya
cidera, beri tanda merah bila lebih dari 2 detik kadang-kadang sangat sukar menilai pengisian
kapilar periksa nadi radialis bila tidak teraba ini dinyatakan dengan tanda merah bila nadi
ada lakukan pemeriksaan berikutnya
4. nilai status mental artinya nafas ada dan nadi radialis ada :
pemeriksaan status mental dapat dilakukan dengan meminta korban untuk mengikuti
perintah sederhana seperti “buka mata”, “gerakan jari”, dan lain lain ketidak mampuan
mengikuti perintah berarti status mental korban dianggap tidak normal diberi label merah
bila bisa mengikuti perintah diberi label kuning

Pemeriksaan pada triage ini selesai setelah itu beri label triage pada semua korban sesuai dengan
keadaan pasien, bila ada tanda-tanda sumbatan jalan nafas dan pendarahan hebat pada korban
segera minta tolong penolong lain untuk melakukan pembebasan jalan nafas dan hentikan
pendarahan dengan balut tekan ataupun ataupun tormiguet bila amputasi pada ekstrenitas
team triage setelah mengetahui jumlah pasien dan prioritas masing-masing pasien dapat segera
minta bantuan alat dan SDM untuk segera memindahkan korban ketempat aman bila dating
tenaga medis yang punya kopetensi lebih ditempat aman setelah melakukan primary survey &

168
secondary survey dapat dilakukan lagi triage ulang label 1 jangan di buang tapi di x (coret) ganti
dengan label triage ke 2 bila berubah, demikian seterusnya

3. Pemilahan Korban Masal dalam Kategori Disaster ( Triage in Overwhelming Multiple


Casualty Incident )

Dalam keadaan yang sangat serba terbatas ini tidaklah mungkin semua korban dapat tertangani
dengan baik seperti dalam situasi yang normal. Jika kita tidak cermat dalam mengalokasikan
sumber daya yang tersedia, kemungkinan korban yang tidak terselamatkan menjadi lebih banyak
dari yang seharusnya. Maka perlu suatu sistem lain yang mendampingi sistem START agar
hasilnya lebih maksimal. SAVE (Secondary Assessment of Victim Endpoint) merupakan sistem
triage sekunder yang mencoba membantu memberikan solusi tarhadap dilema beberapa pilihan
yang sulit untuk menangani para korban dilapangan. Sistem ini dirancang untuk digunakan
dalam zona disaster.
Konsep dari SAVE ini adalah memprioritaskan para korban yang dianggap paling dapat
terselamatkan dan memiliki kondisi medis yang memerlukan penanganan segera.
Kategori triage dalam SAVE dibagi dalam tiga kategori:
➢ Unsalvageable (Kemungkinan mati)
➢ Immediate (Kemungkinan hidup)
➢ Delayed (Dapat ditunda penanganannya)

Sistem Pengkodean
Sistem pengkodean mengacu pada kode warna yang digunakan oleh sistem gawat darurat medis
untuk mengidentifikasi kategori-kategori triage pasien.Tidak semua negara menggunakan kode
yang sama. Hampir semua negara menggunakan wana hitam untuk menandai kematian atau kategori
yang tidak terselamatkan, sementara negara-negara Islam menggunakan warna putih.
Pada prinsipnya dalam melakukan Triage ada 2 cara dalam melakukan TRIAGE

➢ Dalam melakukan seleksi penderita petugas triage memprioritaskan pada tingkat


kegawat daruratan penderita.
➢ Dalam melakukan seleksi penderita petugas triage memprioritaskan pada tingkat
penderita dapat tertolong.

169
BAGAN PELAKSANAAN METODE START

170
AUSTRALASIAN TRIAGE SCALE

Australasian Triage Scale (ATS) merupakan salah satu sistem triase yang digunakan di ruang gawat
darurat rumah sakit di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Sistem triase sangat penting untuk
diterapkan di setiap unit gawat darurat untuk memastikan pasien ditangani bedasarkan tingkat
kegawatannya. Triase adalah titik poin pertama kontak pasien dengan IGD. Pengkajian triase harus
dilakukan secara cepat dan akurat dan tidak lebih dari 5 menit. Pengkajian triase harus meliputi: keluhan
utama dan keadaan umum pasien. Vital signs hanya diukur apabila sangat diperlukan atau waktu
memungkinkan. Pasien yang datang dengan kategori ATS 1 dan 2 harus segera dibawa ke ruang tindakan
dan ditangani sesuai kondisi klinisnya.

Australasian Triage Scale terdiri dari 5 kategori:


ATS 1 sampai ATS 5. Kategori ATS didasarkan pada kondisi klinis pasien yang didapat dari
pemeriksaan fisik dan anamnesa.

ATS Kategori 1
Immediately Life Threatening (Kondisi yang mengancam Kehidupan: penanganan harus diberikan
segera)

Assessmen kondisi pasien sekaligus tindakan penyelamatan harus dilakukan secara simultan dan
berkelanjutan. kondisi yang termasuk kategori ATS 1 diantaranya:

– Henti jantung
– Henti nafas
– Ada bahaya nyata terganggunya jalan nafas
– Pernafasan kurang dari 10 kali per menit
– Respiratory distress yang ekstrim
– Tekanan darah sistolik < 80 mmHg (dewasa) atau syok berat pada anak
– Pasien tidak berespon atau berespon hanya pada rangsangan nyeri (GCS < 9)
– Overdose obat
– Kejang yang sedang berlangsung atau kejang yang berkepanjangan
– Gangguan perilaku berat dengan ancaman kekerasan yang nyata

ATS Kategori 2
Imminently Life Threatening (pemeriksaan dan penanganan harus sudah dimulai dalam waktu 10 menit)

Termasuk kedalam kategori ATS 2 yaitu apabila treatmen harus segera dilakukan karena efektivitasnya
sangat bergantung pada waktu pemberian seperti misalnya pemberian agen trombolisis dan antidote.
Pasien yang datang dengan nyeri hebat (skala nyeri 9-10) apapun penyebabnya juga harus mendapatkan
kategori ATS 2.

Kondisi-kondisi klinis yang termasuk kategori ATS 2 adalah:

– Bahaya jalan nafas: terdengar stridor yang kuat atau banyak sekret yang menutupi jalan nafas
– Distres pernafasan yang berat
– Gangguan sirkulasi yang nyata: akral dingin dan lembab, perfusi jelek, Nadi < 50 atau > 150 kali/
menit pada dewasa, hipotensi dengan efek hemodinamik, kehilangan darah yang banyak
– nyeri dada yang tampak seperti masalah jantung
– nyeri hebat apapun penyebabnya
– gula darah acak < 3 mmol (50 mg/dl)
– penurunan kesadaran apapun penyebabnya (GCS < 13)
171
– akut hemiparese/ akut disfasia
– demam dengan tanda-tanda lethargy (semua umur)
– mata terkena cairan asam atau basa (membutuhkan irigasi mata)
– suspek meningitis meningococcus
– major multi trauma
– major fraktur – amputasi
– pasien pasien dengan perilaku agresif dan violent dengan ancaman kekerasan terhadap diri sendiri
maupun orang lain.

ATS Kategori 3
Potentially Life Threatening (Pemeriksaan dan Penanganan harus sudah dimulai dalam waktu 30 menit)

Kondisi klinis yang termasuk kategori ATS 2 diantaranya:

– hipertensi berat
– kehilangan darah sedang berat apapun penyebabnya
– shortness of breath sedang
– Saturasi O2 90 – 95%
– Gula darah acak > 16 mmol/L (300 mg/dl)
– kejang (saat ini sadar)
– demam dengan gangguan sistem imun ( pasien dengan cancer, patien yang menggunakan steroid)
– dehidrasi
– muntah terus menerus
– trauma kepala dengan hilang kesadaran yang singkat ( saat ini sadar)
– nyeri dada buka cardiac in nature
– nyeri perut
– limb injury sedang dengan deformitas
– limb injury dengan perubahan sensasi dan tidak ada pulsasi akut
– pasien neonatal yang stabil

ATS kategori 4
Potentially Serious (Pemeriksaan dan Penanganan harus sudah dimulai dalam waktu 60 menit)

– Perdarahan ringan
– Aspirasi benda asing tanpa distres pernafasan
– Injuri dada tanpa nyeri tulang dada atau distres pernafasan
– Sulit menelan tanpa gangguan pernafasan
– Trauma kepala ringan. tanpa riwayat penurunan kesadaran
– Nyeri sedang, apapun penyebabnya
– Muntah atau diare tanpa dehidrasi
– Peradangan mata, atau benda asing dimata dengan penglihatan normal
– Trauma limb minor seperti ankle sprain, kemungkinan fraktur,
– Pembengkakan pada sendi

ATS kategori 5
Less Urgent ( Pemeriksaan dan Penanganan dimulai dalam waktu 120 menit)

– nyeri ringan tanpa faktor resiko


– gejala minor dari penyakit yang sudah diderita
– luka minor, luka lecet, luka robek yang tidak memerlukan tindakan hecting
– kontrol luka
– imunisasi/ vaksin
172
Pada sistem Australasian triage scale, alokasi kategori triage untuk pasien pediatrik menggunakan
standar yang sama dengan pasien dewasa.

Data yang harus didokumentasikan pada saat melakuakan triage dengan sistem Australasian Triage Scale
meliputi:

1. Jam dan tanggal dilakukan pengkajian triage


2. Nama perawat/dokter yang melakukan triage
3. Keluhan utama
4. Riwayat penyakit secara singkat
5. Hasil pemeriksaan fisik yang relevan dengan keluhan utama
6. Triage kategori yang diberikan pertama kali
7. Triage kategori yang ke 2, Jam dilakukan triage ulang, dan alasan perubahan kategori triage
8. Alokasi bed/ ruangan IGD
9. Penanganan pertama jika ada

173
MATERI PENUNJANG
MEGA CODE
PENATALAKSANAAN KEGAWATAN DI RUANG PERAWATAN
( CODE BLUE)

Tujuan
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami dan melakukan penanganan kegawat
daruratan di ruang perawatan
Tujuan Khusus
Tujuan Khusus
1. Dapat menjelaskan maksud dan tujuan dari penanganan kegawat daruratan di ruang perawatan
2. Dapat menjelaskan system pelayanan penanganan kegawat daruratan di ruang perawatan
3. Dapat menjelaskan komponen yang terlibat penanganan kegawat daruratan di ruang perawatan
4. Dapat menjelaskan alur penanganan kegawat daruratan di ruang perawatan
5. Dapat melaksanakan penanganan kegawat daruratan di ruang perawatan

DEFINISI

Code blue merupakan salah satu kode prosedur emergensi yang harus segera diaktifkan jika ditemukan
seseorang dalam kondisi cardiaerespiratory arrest di dalam area rumah sakit.

Code blue response team atau tim code blue adalah suatu tim yang dibentuk oleh rumah sakit yang
bertugas merespon kondisi code blue didalam area rumah sakit. Tim ini terdiri dari dokter dan perawat
yang sudah terlatih dalam penanganan kondisi cardiac respiratory arrest.

Resusitasi jantung paru merupakan serangkaian tindakan untuk meningkatkan daya tahan hidup setelah
terjadinya henti jantung. Meskipun pencapaian optimal dari resusitasi jantung paru ini dapat bervariasi,
tergantung kepada kemampuan penolong, kondisi korban, dan sumber daya yang tersedia, tantangan
mendasar tetap pada bagaimana melakukan resusitasi jantung paru sedini mungkin dan efektif.

Bantuan hidup dasar menekankan pada pentingnya mempertahankan sirkulasi dengan segera melakukan
kompresi sebelum membuka jalan napas dan memberikan napas bantuan. Perubahan pada siklus bantuan
hidup dasar menjadi C-A-B (compression — airway — breathing) ini dengan pertimbangan segera
mengembalikan sirkulasi jantung sehingga perfusi jaringan dapat terjaga.

Rantai pertama pada rantai kelangsungan hidup (the chain of survival) adalah mendeteksi segera kondisi
korban dan meminta pertolongan (early access), rantai kedua adalah resusitasi jantung paru (RJP) segera
(early cardiopulmonary resuscitation), rantai ketiga adalah defibrilasi segera (early defibrillation), rantai
keempat adalah tindakan bantuan hidup lanjut segera (early advanced cardiovascular life support) dan
rantai kelima adalah perawatan paska henti jantung (post cardiac-arrest care).

174
ANA ECC Adult Chain of Survival

The inks n the neo., AHA ECG Adult Chain of SuruiveA areas folluw5.

1. Immediate recognition of cardiac arrest and activation of the emergency response system

2. Early CPA with an emphasis on chest compressions

3. Rapid dellbrialtdion

4. Effective advanced life support

5. Integrated post-cardiac arrest care

Tujuan
Membangun respon seluruh petugas pada pelayanan kesehatan dalam keadaan gawat darurat.
Mempercepat respon time kegawatdaruratan di rumah sakit untuk menghindari kematian dan kecacatan
yang seharusnya tidak perlu terjadi.

Ruang Lingkup
Sistem respon cepat code blue dibentuk untuk memastikan bahwa semua kondisi cardiac respiratory
arrest tertangani dengan resusitasi dan stabilisasi sesegera mungkin.
Sistem respon terbagi dalam 2 tahap, yaitu:
Respon awal (responder pertama) berasal dari petugas rumah sakit baik medis ataupun non medis yang
berada di sekitar korban.
Respon kedua (responder kedua) berasal dari tim code blue.

Adapun area penanganan cardiac respiratory arrest di Rumah Sakit terbagi atas:
Instalasi Gawat Darurat dan area sekitarnya
Instalasi Rawat Jalan
Ruang Perawatan Dewasa & Neonatus dan area sekitarnya
Ruang Poliklinik
Instalasi Perawatan Intensif dan area sekitarnya
Hemodialisa dan area sekitarnya
Instalasi Radiologi dan area sekitarnya
Instalasi Laboratorium dan area sekitarnya
Unit Logistik dan area sekitarnya
Gizi dan area sekitarnya
175
Unit K3 dan area sekitarnya
Kamar Jenasah dan area sekitarnya
Laundry dan area sekitarnya
Gudang Farmasi dan area sekitarnya
Pengadaan dan area sekitarnya
Instalasi Rawat Jalan
Instalasi Bedah Sentral dan area sekitarnya
Area parkir Rumah Sakit
Pujasera Rumah Sakit
Masjid Rumah Sakit
IPS

Tata Laksana Prosedur Code Blue


Jika didapatkan seseorang atau pasien dalam kondisi cardiac respiratory arrest maka :

Perawat ruangan (I) atau first responder berperan dalam tahap pertolongan, yaitu:
• Segera melakukan penilaian dini kesadaran korban.
• Pastikan lingkungan penderita aman untuk dilakukan pertolongan.
• Lakukan cek respon penderita dengan memanggil nama atau menepuk bahu.
• Meminta bantuan pertolongan perawat lain (II) atau petugas yang ditemui di lokasi untuk
mengaktifkan code blue.
• Lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) sampai dengan tim code blue

Perawat ruangan yang lain (II) atau penolong kedua, segera menghubungi operator telepon untuk
mengaktifkan code blue, dengan prosedur sebagai berikut:
• Perkenalkan diri.
• Sampaikan informasi untuk mengaktifkan code blue.
• Sebutkan nama lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest dengan lengkap dan jelas, yaitu: area
….. (area satu/dua/tiga/empat), nama lokasi atau ruangan.
• Jika lokasi kejadian di ruangan rawat inap maka informasikan : “ nama ruangan ….. nomor …. “.
• Waktu respon operator menerima telepon “8600” adalah harus secepatnya diterima, kurang dari 3
kali deringan telepon.
• Jika lokasi kejadian berada di area ruang rawat inap ataupun rawat jalan,
• setelah menghubungi operator, perawat ruangan II segera membawa troli emergensi (emergency
trolley) ke lokasi dan membantu perawat ruangan I melakukan resusitasi sampai dengan tim Code
Blue datang.
• Operator menggunakan alat telekomunikasi Handy Talky (HT) atau pengeras suara mengatakan
code blue dengan prosedur sebagai berikut: “Code Blue, Code Blue, Code Blue, di area
…..(satu/dua/tiga/empat), nama lokasi atau ruangan…..”.
• Jika lokasi kejadian diruangan rawat inap maka informasikan: “Code Blue, Code Blue, Code
Blue, nama ruangan ….. nomor kamar …..”.

Setelah tim code blue menerima informasi tentang aktivasi code blue, mereka segera menghentikan
tugasnya masing-masing, mengambil resusitasi kit dan menuju lokasi terjadinya cardiac respiratory
arrest. Waktu respon dari aktivasi code blue sampai dengan kedatangan tim code blue di lokasi terjadinya
cardiac respiratory arrest adalah 5 menit. Sekitar 5 menit kemudian, operator menghubungi tim code
blue untuk memastikan bahwa tim code blue sudah menuju lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest

Jika lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest adalah lokasi yang padat manusia (public area) maka
petugas keamanan (security) segera menuju lokasi terjadinya untuk mengamankan lokasi tersebut
sehingga tim code blue dapat melaksanakan tugasnya dengan aman dan sesuai prosedur.
176
Tim code blue melakukan tugasnya sampai dengan diputuskannya bahwa resusitasi dihentikan oleh ketua
tim code blue.
Ketua tim code blue memutuskan tindak lanjut pasca resusitasi, yaitu:
• Jika resusitasi berhasil dan pasien stabil maka dipindahkan secepatnya ke Instalasi Perawatan
Intensif untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut jika keluarga pasien setuju.
• Jika keluarga pasien tidak setuju atau jika Instalasi Perawatan Intensif penuh maka pasien di
rujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas
• Jika keluarga pasien menolak dirujuk dan meminta dirawat di ruang perawatan biasa, maka
keluarga pasien menandatangani surat penolakan.
• Jika resusitasi tidak berhasil dan pasien meninggal, maka lakukan koordinasi dengan bagian bina
rohani, kemudian pasien dipindahkan ke kamar jenazah.
• Ketua tim code blue melakukan koordinasi dengan DPJP.
• Ketua tim code blue memberikan informasi dan edukasi kepada keluarga pasien.

Perawat ruangan mendokumentasikan semua kegiatan dalam rekam medis pasien dan melakukan
koordinasi dengan ruangan pasca resusitasi.

Tim code blue terdiri dari:

Ketua tim code blue yaitu satu orang dokter umum.


Anggota tim code blue yang terdiri dari satu orang perawat senior (supervisi) dan satu orang perawat
Struktur tim code blue di Rumah Sakit adalah sebagai berikut:

Ketua Tim Code Blue


• Ketua tim code blue adalah dokter umum ( jaga ruangan / jaga IGD )
• Memiliki SIP yang masih berlaku.
• Memiliki ATLS atau ACLS.
• Memiliki kewenangan klinis dalam hal kegawatdaruratan medis.

Anggota Tim Code Blue

Anggota tim code blue terdiri dari:


• Supervisi
• Memiliki SIP yang masih berlaku.
• Memiliki sertifikat PPGD.
• Memiliki kewenangan klinis dalam hal kegawatdaruratan medis.

Perawat IGD/Resusitasi/IPI/IBS dan perawat ruangan terkait (Katim dan anggota tim) yang
bertanggung jawab saat itu.
• Memiliki SIP yang masih berlaku.
• Memiliki sertifikat PPGD.
• Memiliki kewenangan klinis dalam hal kegawatdaruratan medis.

Petugas Bimbingan Rohani


Security

177
DAFTAR PUSTAKA

1. Emergency Cardiovascular Care Program, Advanced Cardiac Life Support, 1997-1999,


American Heart Association.

2. Noer Sjaifoellah, M.H. Dr. Prof, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Edisi ketiga, 1996,
Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

3. http://www.rnceus.com/course_frame.asp?exam_id=16&directory=ekg

4. http://www.ce5.com/ekg101.htm

5. http://www.kompas.com/kesehatan/news/0305/07/112208.htm

6. http://www.rnceus.com/course_frame.asp?exam_id=16&directory=ekg

7. Smeltzer Bare, 2002, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner & Studdarth, edisi 8 ,
EGC, Jakarta.

8. Guyton & Hall, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Cetakan I, EGC, Jakarta.

9. http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2004/3/7/ink1.html

10. Ganong F. William, 2003, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20, EGC, Jakarta.

11. Price & Wilson, 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6,
Volume I, EGC, Jakarta.

12. http://www.kursusekg-i.blogspot.com

13. http://id.wikipedia.org
14. Junqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th ed. Jakarta: EGC; 2007.

15. Woods,susan L et al Cardiac nursing,seventh edition,2005

16. Kate Johnson and Karen Rawlings, Oxford Handbook Cardiac Nursing,London 2009

17. Rihard Hatchett and David R Thomson, cardiac nursing A Comprehensive guide,2002

18. Kevin Brown,emergency dysritmias ECG injury Pattern,united states,2003

19. Buku ajar kardiologi dasar untuk perawat, RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
,2006

20. Chuchum Sumiarty,Skep,cara baca EKG Praktis untuk perawat,jakarta,2010


21. Anderson, J, Adams, C, Antman, E, et al. ACC/AHA 2007 guidelines for the management of
patients with unstable angina/non-ST-elevation myocardial infarction: a report of the
American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice
Guidelines 50:e1. Diunduh dari: www.acc.org/qualityandscience/clinical/statements.htm
(accessed September 18, 2007).

178

Anda mungkin juga menyukai