Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH FILSAFAT EKONOMI

YANG DILARANG DALAM EKONOMI ISLAM

Dosen pengampu :

Sodiman, M.Ag

DISUSUN OLEH :

ARISKA : 2021050102077

EVAN LESTARI : 2021050102069

RAMI : 2021050102070

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI KENDARI

TAHUN 2021
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada fitrahnya setiap manusia selalu menginginkan kehidupannya di dunia ini
dalam keadaan bahagia, baik secara materil maupun spiritual, individual maupun
sosial. Namun, dalam praktiknya kebahagiaan multi dimensi ini sangat sulit diraih
karena keterbatasan kemampuan manusia dalam memahami dan menerjemahkan
keinginannya secara komprehensif. Keterbatasan dalam menyeimbangkan antar
aspek kehidupan, maupun keterbatasan sumber daya yang bisa digunakan untuk
meraih kebahagiaan tersebut. Masalah ekonomi hanyalah merupakan satu bagian
dari aspek kehidupan yang diharapkan akan membawa manusia kepada tujuannya.
Secara naluriah manusia membutuhkan apa yang dapat menghasilkan makanan
pokok dan memberikan ongkos dalam berbagai bidang keadaan dan tahapannya,
sejak awal pertumbuhannya sampai ketika dewasa hingga tua nanti.
Allah Swt telah menjadikan manusia masing-masing saling membutuhkan satu
sama lain, supaya mereka tolong-menolong, tukar menukar keperluan dalam segala
urusan kepentingan hidup masing-masing, atau perusahaan yang lain-lain, baik
dalam urusan kepentingan sendiri maupun untuk kemaslahatan umum. Dengan cara
demikian kehidupan masyarakat menjadi teratur dan subur, pertalian yang satu
dengan yang lain pun menjadi teguh.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan dari bentuk-bentuk larangan allah dalam ekonomi lslam?
2. Apa landasan hukum larangan dalam ekonomi islam?

C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui yang di larang dalam ekonomi islam
2. Untuk mengetahui landasan hukum ekonomi islam
BAB 2

PEMBAHASAN

1. Pengertian
a. Riba
Al-Quran dan Sunah telah menjelaskan keharaman riba dalam berbagai
bentuknya; dan seberapapun banyaknya. Allah swt. berfirman dalam QS
AlBaqarah/2: 275.
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila
keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata
(berpendapat), “Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil
riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya”.

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah bersabda:


“Riba adalah tujuh puluh dosa; dosanya yang paling ringan adalah (sama
dengan) dosa orang yang berzina dengan ibunya.
Jabir berkata bahwa Rasulullah SAW. mengutuk orang yang menerima riba,
orang yang membayarnya dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya,
kemudian Beliau bersabda, “Mereka itu semuanya sama”.
Riba secara bahasa bermakna ziyādah (tambahan), juga berarti tumbuh dan
membesar. Sedangkan menurut istilah, riba berarti pengambilan tambahan dari
harta pokok atau modal secara batil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan
riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba
adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun
pinjammeminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalat
dalam Islam. 14 Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Riba hutang-
piutang dan riba jual-beli.
b. Gharar
Garar adalah sesuatu yang tidak jelas dan tidak dapat dijamin atau dipastikan
kewujudannya secara matematis dan rasional baik itu menyangkut barang, harga
ataupun waktu pembayaran uang/penyerahan barang. Para fuqaha
mendefinisikan dengan redaksi yang berbeda-beda, kesimpulan definisi menurut
para fuqaha, garar adalah segala transaksi yang tidak jelas (ghairu
ma‘lum/unknown) dalam hal-hal khususnya atau tidak jelas hasil atau
konsekuensinya (majhul ‘aqibah).
Menurut para fuqaha, sebab utama terjadinya garar adalah
kurangnya informasi (baik berkaitan dengan sifat, spesifikasi, harga, waktu
penyerahan) tentang objek kontrak pada pihak yang berkontrak, dan
objek kontrak tidak ada Akad jual beli yang mengandung unsur-unsur garar dapat
menimbulkan perselisihan, karena barang yang diperjual belikan tidak diketahui
dengan baik, sehingga sangat dimungkinkan terjadi penipuan.
Imam an-Nawawi menyatakan, larangan garar dalam bisnis Islam mempunyai
perananan yang begitu hebat dalam menjamin keadilan, jika kedua belah pihak
saling meridhai, kontrak tadi secara dzatnya tetap termasuk dalam kategori bay’u
al-garar yang diharamkan. Kata garar dalam al-Quran tidak pernah disebutkan
dalam kaitannya dengan transaksi.
Macam-macam Gharar
1. Gharar Berat jenis ini hukumnya haram, karena dapat menimbulkan
perselisihan antar pelaku bisnis dan akad yang disepakati tidak sah. Contoh :
Menjual buah-buahan yang belum tumbuh dan Memesan barang (akad salam)
untuk barang yang tidak pasti ada pada waktu penyerahan.
2. Gharar Ringan yaitu gharar yang tidak bisa dihindarkan dalam setiap akad dan
dimaklumi menurut ‘urf tujjâr (tradisi pebisnis) sehingga pihak-pihak yang
bertransaksi tidak dirugikan dengan gharar tersebut. Contoh : Membeli rumah
tanpa melihat fondasinya dan Menyewakan rumah dalam beberapa bulan yang
berbeda-beda jumlah harinya.
c. Maysir atau Qimār
Semua bentuk perpidahan harta ataupun barang dari satu pihak kepada pihak
lain dalam bentuk permainan, dimana salah satu pihak dari mereka untung
(menang) mendapatkan harta tersebut dan yang lainnya rugi (kalah). Maysir atau
qimār biasa diistilahkan dengan judi, seperti taruhan uang pada permainan kartu,
pertandingan sepak bola, pacuan kuda, dan semisalnya. Judi dilarang dalam
Islam, sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah dalam QS. Al-Baqarah/2:
219. “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, ‘Pada
keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi
dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya’…”
Juga dalam QS. Al-Maidah/5: 90. “Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya khamar, maisir, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
perbuatan keji termasuk perbuatan syetan, maka jauhilah perbuatan-perbuatan
itu agar kamu mendapat keberuntungan”Pelarangan maysir atau qimār oleh
Allah swt. dikarenakan efek negativ maysir atau qimār. Ketika melakukan
perjudian seseorang dihadapkan kondisi dapat untung maupun rugi secara
abnormal. Suatu saat ketika seseorang beruntung ia mendapatkan keuntungan
yang lebih besar ketimbang usaha yang dilakukannya. Sedangkan ketika tidak
beruntung seseorang dapat mengalami kerugian yang sangat besar. Perjudian
tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan keseimbangan sehingga diharamkan.
Selain itu judi menyebabkan candu dan membuat malas untuk bekerja.
d. Dzalim
Manusia adalah makhluk yang lemah dan tak luput dari dosa, terkadang
mereka lupa hingga akhirnya berbuat sesuatu yang tidak seharusnya. Dzalim
dimaknai sebagai perbuatan seseorang yang menempatkan sesuatu bukan pada
tempatnya, baik mengurangi, menambah, atau melakukan perbuatan
menyimpang. Sesungguhnya Allah telah menciptakan manusia dan
menurunkannya di bumi dengan satu tujuan yang jelas , yakni untuk beribadah
kepada Allah, menjalani segala perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Dalam Al-Quran sendiri, kata dzalim diulang sebanyak 289 kali. Hal ini
menandakan bahwa dzalim merupakan sesuatu yang seringkali dilakukan oleh
banyak manusia. Al-Ashfihani dalam ‘Mufradât Alfâdzh Al-Quran’ menukil dari
para bijak bahwa dzalim itu ada tiga macam yakni kedzaliman antara manusia
dengan Allah SWT, kedzaliman antar sesama manusia, dan kedzaliman terhadap
diri sendiri.Sedangkan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan,
bahwa terdapat dua jenis kedzaliman, pertama adalah zalim terkait dengan hak
Allah dan yang kedua terkait dengan hak hamba. Berikut penjelasannya:
1. Kedzaliman terhadap hak Allah
Salah satu bentuk kedzaliman terbesar terkait dengan hak Allah adalah
sebuah kesyirikan. Syirik adalah menyamakan selain Allâh dengan Allâh
terhadap perkara yang khusus bagi Allâh. Allah bersabda dalam Qur’an Surah
An-Nisâ ayat 48 sebagai berikut:‫ا‬
“Sesungguhnya Allâh tidak mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa di
bawahnya bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nisâ [4]: 48)
Ayat tersebut  mengandung dua faidah yaitu:
a. Ada dosa lain selain syirik yang juga tidak akan Allâh ampuni karena
sejajar dengan syirik yaitu kufur dan nifak i’ Tiga  dosa ini tidak akan Allâh
ampuni dan pelakunya (musyrik, kafir, dan munafik) kekal di Neraka
selamanya
b. Dosa yang derajatnya di bawah tiga ini akan Allâh ampuni tetapi terbatas
bagi siapa yang Allâh kehendaki. Artinya jika ada ahli tauhid yang
meninggal membawa dosa selain tiga ini seperti zhalim, jahat, minum
khamar, zina, curang, khianat, bohong, dan lainnya maka urusannya ada
dua kemungkinan: Allâh mengampuninya dengan rahmat-Nya atau Allâh
menyiksanya dengan keadilan-Nya.
Allah SWT. telah menegaskan dalam Qur’an surah Az-Zumar ayat 65
bahwa akan terhapus seluruh amal perbuatan seseorang yang berbuat
syirik
“Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelummu
bahwa jika engkau berbuat syirik maka terhapuslah seluruh amalmu dan
kamu termasuk orang-orang rugi.” (QS. Az-Zumar [39]: 65)
2. Kedzaliman terhadap hak hamba
Mengenai kedzaliman terhadap hak seorang hamba, maka hal ini akan
dijelaskan berdasarkan tigal hal. sesuai dengan hadis yang dijelaskan oleh
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam khutbahnya ketika haji Wada,
beliau bersabda, “Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, kehormatan
kalian, semuanya haram atas sesama kalian. Sebagaimana haramnya hari ini,
bulan ini, di tanah kalian ini.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pertama, kedzaliman terhadap jiwa. Kedzaliman ini adalah saat seseorang
berbuat melebihi batas kepada sesama Muslim dengan menyakiti secara fisik,
baik dengan memukul, memerangi, membunuhnya atau menumpahkan
darahnya.sesungguhnya ia telah berbuat dzalim pada dirinya sendiri. Karena
ia adalah makhluk hidup yang Allah ciptakan untuk beribadah kepada-Nya,
yaitu dengan cara menaati segala perintah dan menjauhi larangan-Nya. Maka
saat ia melanggar hal tersebut, sesungguhnya ia telah menempatkan dirinya
pada tempat yang tidak sesuai dengan penciptaan, inilah yang disebut
dengan kedzaliman.
e. Tadlis (‫( تدلیس‬secara bahasa adalah menyembunyikan kecacatan, menutup-
nutupi dan asal kata tadlis diambil dari kata dalas yang berarti gelap
(remangremang). Al-Azhari mengatakan tadlis diambil dari kata ‫ )دلسة‬dulsah) yang
berarti (gelap) maka apabila penjual menutupi dan tidak menyampaikan
kecacatan barang dagangannya maka ia telah berbuat tadlis. Penipuan yang
dilakukan oleh penjual yaitu menyembunyikan keburukan barang yang dijualnya
baik dalam kualitas maupun kuantitas.
Setiap transaksi di dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara
kedua belah pihak (sama-sama ridho). Setiap pihak yang bertransaksi harus
memiliki informasi yang sama (complete information) tentang barang yang
ditransaksikan, sehingga tidak ada pihak yang merasa dicurangi atau ditipu.
Tadlis atau penipuan terjadi karena ada kondisi yang bersifat unknown to one
party yaitu keadaan dimana salah satu pihak yang bertransaksi tidak mengetahui
informasi yang diketahui oleh pihak lain, baik tentang kuantitas, kualitas, harga,
maupun waktu penyerahan.
1. Tadlis dalam kuantitas contohnya adalah pedagang yang mengurangi takaran
atau timbangan barang yang dijualnya
2. Tadlis dalam kualitas contohnya adalah penjual yang menyembunyikan cacat
barang yang ditawarkannya
3. Tadlis dalam harga atau ghaban contohnya adalah memanfaatkan
ketidaktahuan pembeli akan harga pasar, dan menaikkan harga produk di atas
harga pasar, misalnya tukang becak yang menawarkan jasanya kepada turis asing
dengan menaikan tarif becaknya lima kali lipat.
4. Tadlis dalam waktu penyerahan contohnya adalah petani buah yang menjual
buah diluar musimnya, padahal si petani mengetahui bahwa dia tidak dapat
menyerahkan buah yang dijanjikan itu pada waktunya.
f. Shubat
Syubhat ‫ بدٓشج‬- ‫ ٓخشج‬berasal dari akar kata sy-b-h yaitu ّ‫ شج‬- ‫ يش ّج‬yang berarti
menyamakan atau menyerupakan. Kata syubhat diartikan dengan „keadaan serupa,
sama, atau keadaan gelap, kabur, samar, tidak jelas, dan diartikan juga dengan hal-
hal yang berkaitan dengan perkara yang tidak jelas halal dan haramnya. Dalam
Kata syubhat di dalam disebutkan sebanyak dua belas kali dalam enam surat yang
beati kesamaan atau keserupaan. Ar-Raghib al-Asfihāni menerangkan makna syabiha
berarti kesamaan dari segi warna, rasa, keadilan, dan kezaliman. Kemudian kata ini
berkembang maknanya menjadi, antara lain, “keragu-raguan karena ada dua unsur
atau lebih yang sulit dibedakan karena kesamaannya.”139 Dari kata syabiha
kemudian terdapat kata turunannya seperti syubhat, tasyabbuh, musyabbih,
mutasyabihāt.
Kata syubhat dalam berbagai bentuknya memiliki beberapa arti. Dalam surat al-
Nisā‟/4: 157 disebut kata syubbiha yang berarti diserupakan. Ayat ini mengisahkan
tentang penolakan Kaum Yahudi terhadap kerasulan Nabi Isa as. Mereka bahkan
akan membunuh Nabi Isa a.s. dan menuduh ibunya dengan tuduhan yang tidak
benar. Kemudian dalam ayat ini juga Allah menjelaskan bahwa bukan Nabi Isa a.s.
yang mereka bunuh dan salib, tetapi orang yang diserupakan dengan dia. Syubhat
dalam hadis Nabi Saw. Disebutkan, dari Nu`man bin Basyīr ra, dia berkata : Aku
mendengar Rasulullah Saw. Bersabda: “Sesungguhnya perkara yang halal itu jelas,
yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara-perkara yang samar
(syubhat), yang tidak diketahui oleh banyak manusia. Barangsiapa yang menghindari
syubhat itu berarti dia telah membersihkan diri untuk agama dan kehormatannya.
Dan siapa yang terjerumus ke dalam syubhat itu berarti dia terjerumus ke dalam
perkara yang haram, seperti seorang penggembala yang menggembalakan (binatang
ternaknya) di sekitar daerah terlarang, hampir-hampir dia akan masuk
menggembalakan (binatang ternaknya) di daerah tersebut. Ketahuilah, bahwa
penggembala memiliki daerah terlarang. Ketahuilah bahwa daerah terlarang milik
Allah adalah perkara-perkara yang haram. Ketahuilah, bahwa dalam tubuh ada
segumpal daging, jika baik maka akan menjadi baik seluruh tubuh, dan jika buruk
menjadi buruklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa itu adalah hati.” (H.R. Muslim)
Allah telah menetapkan bahwa hukum yang halal adalah jelas dan hukum yang
haram juga jelas. Halal dan haram adalah „dua ujung hukum‟ yang jelas, yaitu
keduanya jelas statusnya.143 Di antara kedua ujung hukum yang jelas tersebut
terdapat urusan yang tidak jelas dan keadaan terpaksa. Hal itulah yang disebut
dengan syubhat (keadaan yang tidak jelas) dan ḍarurat (keadaan terpaksa).
g. Khianat
kHianat adalah sikap tidak bertanggungjawab atau mangkir atas amanat atau
kepercayaan yang telah dilimpahkan kepadanya. Khianat biasanya disertai bohong
dengan mengobral janji. Khianat adalah ciri-ciri orang munafik. Orang yang telah
berkhianat akan dibenci orang disekitarnya dan kemungkinan besar tidak akan
dipercaya lagi untuk mengemban suatu tanggung jawab di kemudian hari.
Sementara kata KHIANAT disebutkan 2x di dalam ayat al Quran yaitu di QS Al
Mukmin :19 dan An Nisaa’ : 105
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa
kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah
wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak
bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat, (QS An Nisaa’ :105)---Dia
mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.
(QS Al Mukmin :19)
Nabi Muhammad saw bersabda :
“Tsalaatsun man kunna fiihi fa huwa munaafiqun wa in shaama wa shallaa wa
za’ama annahu muslimun:idzaa haddatsa kadzaba wa idzaa wa’ada akhlafa wa
idza’tumina khaana”
Artinya :
“Tiga perkara, barangsiapa ada pada tiga perkara itu, maka dia itu orang munafiq,
walaupun ia berpuasa, mengerjakan sholat dan mendakwakan bahwa ia muslim.
Yaitu : apabila berbicara, ia berdusta, apabila berjanji, ia menyalahi janji dan apabila
dipercayai, ia berkhianat” (HR Bukhari-Muslim-dari Abu Hurairah).
Nabi Muhammad saw bersabda: “Laisal khulfu an ja’idar rajulur rajula wa fii niyyatihi
an yafia”
Artinya: “Tidaklah menyalahi janji, bahwa seseorang berjanji dengan seseorang dan
pada niatnya akan menepatinya”
h. Haram
Kata „haram‟ dalam posisinya sebagai lawan dari kata „halal‟ adalah istilah yang
berhubungan dengan hukum yang dalam Islam, yaitu suatu perkara yang dilarang
oleh syara‟. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia haram disebutkan memiliki
beberapa arti. 1. terlarang (oleh agama Islam), tidak halal. 2. suci, terpelihara,
terlindung, misalnya tanah haram di Mekkah adalah semulia-mulia tempat di atas
bumi. 3. sama sekali tidak; sungguh-sungguh tidak. Defenisi ini berkaitan dengan
gaya bahasa, misalnya; selangkahpun haram aku surut. 4. terlarang oleh undang-
undang; tidak sah.
Kata haram berasal dari Bahasa Arab dengan akar kata ḥ-r-m )‫ دشو‬.) Kata haram
adalah bentuk maṣdar (infinitif) dari ḥaruma, yaḥrumu, ḥaraman/ḥarāman ) ٔ ‫دشايب‬
‫ دشيب – يذشو – دشو‬.)Ibnu Faris menyatakan bahwa semua kata yang berasal dari akar
kata ḥa‟, ra‟, dan mim mengandung arti ‟larangan‟dan ‟penegasan‟. Kata sauṭ
muḥarram )‫) يذشو ٕطس‬merujuk kepada arti ‟cambuk yang tidak lentur‟ karena tidak
mudah menggunakannya dan seolah-olah ada yang melarangnya atau menahannya.
Kota Mekkah dan Madinah di sebut ḥaramāni )ٌ‫) دشيب‬menunjukkan makna
‟kemuliaan‟ kedua kota tersebut dan ‟larangan; melakukan beberapa hal di kota
tersebut. Orang yang sedang iḥrām )‫) ادشاو‬yaitu orang yang sedang melakukan
rangkaian ibadah haji atau umroh yang ditandai dengan memakai pakaian tertentu
dari miqot dan terikat pada larangan-larangan yang tegas.
Sinonim bagi istilah haram antara lain, suḥt sebagaimana diungkapkan di dalam
Q.S. al-Mā‟idah: Suḥt adalah hal-hal yang haram seperti riba, berkata dusta dan lain-
lain. Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak
memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk
meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau
berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan
memberi mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara
mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil,
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.

2. Landasan Hukum Larangan Berekonomi Yang Batil


Secara umum, landasan hukum/ dalil larangan Allah kepada hambanya untuk
berekonomi/bertransaksi yang batil disebutkan dalam QS. al-Nisā/4: 29
“ Wahai orang-orang yang beriman, janagnlah kalian memakan harta-harta kalian di
antara kalian dengan cara yang batil, kecuali dengan perdagangan yang kalian saling
ridha. Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian, sesungguhnya Allah itu Maha
Kasih Sayang kepada kalian.9 Dalam potongan ayat diatas, dijelaskan bahwa Allah
mengharamkan orang beriman untuk memakan, memanfaatkan, menggunakan,
(dan segala bentuk transaksi lainnya) harta satu dan lainnya dengan jalan yang batil,
yaitu yang tidak dibenarkan oleh syari’at. Juga dalam ayat ini disebutkan bahwa
transaksi selain harus dibenarkan dalam syariat, juga segala bentuk transaksi yang
kita lakukan harus dengan asas saling ridha, saling ikhlas.
BAB 3

PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

http://repositori.uin-alauddin.ac.id/15688/1/Irsyad%20revisi%20makalah%20HES.pdf
http://hmikomkgunhas.com/perbuatan-dzalim-yang-tanpa-sadar-sering-dilakukan
http://repository.uinsu.ac.id/275/5/BAB%20II.pdf
http://eprints.radenfatah.ac.id/2141/1/full_transaksi%20ekonomi%20dan%20bisnis
%20dalam%20tinjauan%20fiqh%20muamalah.pdf
http://www.makalah.co.id/2013/06/amanat-dan-khianat.html

Anda mungkin juga menyukai