Anda di halaman 1dari 6

Nama : Fariz Farghan Atalla

NIM : 1194020062
Mata Kuliah : Kaifiyat Mujadalah

Naskah Polemik

Artikel/Berita Polemik
IRONI PENGUMPUL DANA MASYARAKAT
(Pendiri dan pengelola Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) ditengarai menggunakan
dana umat untuk kepentingan pribadi. Akibat regulasi lemah)
Oleh : Majalah Tempo
Kedermawanan banyak orang Indonesia merupakan pasar luas bagi kegiatan penggalangan
dana. Mereka tulus menyetorkan donasi untuk membantu sesama. Korban bencana adalah
penerima manfaat terbesar. Penikmat lain yang tak terlihat pemberi donasi: petinggi sebagian
lembaga pengumpul sumbangan. Mari kita tengok Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Beridiri sejak 2005, lembaga itu gencar mengumpulkan donasi publik. Hasilnya lalu disalurkan
ke lokasi bencana alam, wilayah yang warganya kelapran, hingga daerah perang di luar negeri.
Bukan kaleng-kaleng, pada 2018-2020 organisasi ini mengumpilkan rata-rata Rp 540 miliar
pertahun donasi masyarakat.
Keberhasilan ACT meraup dana dalam jumlah besar tak lepas dari nilai-nilai religius
masyarakat yang meyakini “sumbangan dalam jumlah tertentu bakal menerima balasan lebah
lebih besar dari Tuhan”. Pada 2021, lembaga amal global Charities Aid Foundation
mengukuhkan Indonesia sebagai negara paling dermawan di dunia. Dari penelitian ini, delapan
dari sepuluh orang Indonesia menyumbangkan uangnya untuk kegiatan sosial.
Semangat solidaritas, terutama dari kelompok masyarakat muslim, makin memperkuat
semangat untuk berdonasi, misalnya buat korban konflik di Palestina. Dengan kampanye masif
dan pengalam lembag ini, banyak orang lalu menyalurkan sumbangan mereka melalui ACT.
Hasil penggalangan dana digunakan, antara lain, untuk mengirim tenaga medis dan bantuan
kemanusiaan ke kawasan Gaza, Palestina, dan sejumlah daerah yang terkena bencana alam.
Dalam banyak peristiwa bencana di Tanah Air, bantuan dari lembaga ini datang lebih cepat dari
organ-organ pemerintah. Bisa jadi hal itu dipengaruhi kesigapan dan fleksibilitas lembaga
semacam ACT yang menutup kelambatan rantai birokrasi pemerintah.
Di balik kekuatan itu, terungkap rahasia dapur ACT yang menunjukan ironi penggalangan
dana: gaya hidup mewah pengurusnya. Rahasia itu terbuka setelah muncul kekacauan dalam
pengelolaan keuangan ACT sejak akhir tahun lalu. Finansial lembaga itu limbung.
Penyebabnya antara lain gaji besar dan fasilitas mewah para pendiri dan pejabat yayasan.
Majalah ini memperoleh temuan pengeluaran gaji tinggi dan fasilitas mewah dari kas ACT.
Ahyudin, pendiri dan mantan pPresiden ACT, ditengarai menerima gaji sebesar Rp 250 juta
per bulan. Kemudian pejabat senior vice president menerima Rp 200 juta, vice president 80
juta, dan direktur eksekutif Rp 50 juta. Gaji para pejabat ACT ibarat bumi dengan langit jika
disandingkan dengan lembaga amal sejenis. Para petinggi yayasan ini juga menerima fasilitas
kendaraan dinas mengeah ke atas seperti Toyota Alphard, Mitsubishi Pajero Spor, Honda CR-
V. Bukan hanya itu, Ahyudin juga secara leluasa memakai dana organisasi untuk membayar
uang muka rumah dan pembelian furnitur buat istrinya.
Sebagai bentuk kepedulian sosial, kegiatan ACT dan lembaga pengumpul dana umat lain
memang diperlukan. Namun diperlukan pengaturan khusus tentang mekanisme pengumpulan
dan akuntabilitas penyelenggaranya. Artinya, perlu ada aturan yang menutup peluang
terjadinya moral hazard dalam pengumpulan donasi publik.
Kekosongan aturan ini yang terlambat diisi pemerintah. Pengumpulan dana umat hanya diatur
lewat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang dan
Peraturan Pemerintah No 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan. Dua
regulasi lawas itu hanya mengatur sistem birokrasi perizinan, mengabaikan soal akuntabilitas
dan sanksi jika terjadi kecurangan dalam penggunaan dana sumbangan masyarakat.
Karena kosongnya regulasi, para pengumpul dana umat serupa ACT bisa sembarangan
melakukan akrobat keuangan. Salah satunya program Lumbung Ternak Wakaf di Blora, Jawa
Tengah, dengan melaporkan terdapat 12 ribu kambing pada Maret dan April 2019. Padahal
pengecekan lapangan menunjukkan hanya ada sekitar 2.200 kambing disalurkan. Artinya, ada
selisih hampir 10 ribu kambing yang tidak jelas juntrungannya.
Walhasil, pengaturan sektor filantropi, yang dari tahun ke tahun terus bertambuh, menjadi
keharusan. Kejelasan aturan bisa menjadi pedoman para penderma memilih lembaga amal
terpercaya, tanpa khawatir donasi mereka digunakan untuk membiayai gaya hidup mewah
pengelolanya.
Naskah Polemik/Respon

MENELAAH IRONI PENGUMPUL DANA MASYARAKAT


(Pendiri dan pengelola Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) ditengarai menggunakan
dana umat untuk kepentingan pribadi. Akibat regulasi lemah)

Oleh : Fariz Farghan Atalla


Belakangan ini banyak sekali lembaga-lembaga filantropi yang tumbuh di Indonesia. Banyak
sekali jenis dan macam dari lembaga filantropi ini sendiri. Perlu diketahui bahwa pada dasarnya
filantropi memiliki arti “Cinta Umat Manusia”. Tindakan filantropis memanifestasikan
kedermawanan dari si pemberi. Di Indonesia sendiri sudah kian berkembang filantropi dalam
bidang wirausaha. Ada banyak para pebisnis sukses yang perduli dengan keadaan sekitar
sehingga membuat berbagai program untuk mensejahterakan masyarakat.
Selain itu banyak sekali lembaga filantropi di Indonesia yang menjadi lembaga yang
memainkan peran sebagai pengumpul dana masyarakat. Ini tentunya menjadi salah satu
trobosan yang dipandang baik dan bagus bagi masyarakat yang ingin berdonasi atau
bersedekah kepada orang lain.
Dengan adanya lembaga filantropi yang menampung donasi atau sumbangan ini pula sebagai
salah satu wujud bahwa kita sebagai umat manusia perlu membantu satu sama lain. Bahkan di
dalam setiap Agama juga dianjurkan untuk kita membantu sesama. Yang mana ini sudah
menjadi sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial.
Menjadi makhluk sosial memang merupakan sifat dasar manusia, yang mana mereka tidak bisa
hidup sendirian mereka harus hidup berdampingan dan bersama oran lain. Ini menandakan
untuk memnuhi kebutuhan itu manusia perlu membantu satu sama lain jikalau sedang dilanda
kesulitan atau apapun, karena nantinya dengan saling membantu itu dapat menimbulkan
kesadaran hidup bersama dan berdampingan.
Semangat solidaritas, terutama dari kelompok masyarakat muslim, makin memperkuat
semangat untuk berdonasi
Di dalam Agama Islam juga dijelaskan bahwa ada beberapa bentuk filantropi yang bisa kita
laksanakan yang mana dijelaskan dalam beberapa ayat di Al-Qur’an diantaranya adalah :
1. Infak

‫سبِي ِل ۗ َو َما‬َّ ‫ين َوٱب ِْن ٱل‬ َ َٰ ‫يَس َْٔـلُونَكَ َماذَا يُن ِفقُونَ ۖ قُ ْل َما ٓ أَنفَ ْقتُم ِم ْن َخي ٍْر فَ ِل ْل َٰ َو ِلدَي ِْن َو ْٱْل َ ْق َربِينَ َوٱ ْليَ َٰتَ َم َٰى َوٱ ْل َم‬
ِ ‫س ِك‬
‫ع ِليم‬ َ َّ ‫وا ِم ْن َخي ٍْر فَإِ َّن‬
َ ‫ٱَّلل ِبِۦه‬ ۟ ُ‫تَ ْف َعل‬

Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang
kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. Dan apa saja
kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya

(QS : Al-Baqarah ayat 215)


2. Sedekah

۟ ُ‫صدَّق‬
َ‫وا َخيْر َّل ُك ْم ۖ ِإن ُكنت ُ ْم تَ ْع َل ُمون‬ َ َ‫س َرةٍ ۚ َوأَن ت‬ ُ ‫َو ِإن َكانَ ذُو‬
َ ‫عس َْرةٍ فَن َِظ َرة ِإ َل َٰى َم ْي‬
Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia
berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu,
jika kamu mengetahui

(QS : Al-Baqarah ayat 280)

3. Zakat

َ‫ٱلر ِكعِين‬ ۟ ُ‫ٱر َكع‬


َّ َٰ ‫وا َم َع‬ ۟ ُ ‫ص َل َٰوةَ َو َءات‬
َّ ‫وا‬
ْ ‫ٱلزك ََٰوةَ َو‬ ۟ ‫َوأَقِي ُم‬
َّ ‫وا ٱل‬
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku

(QS : Al-Baqarah ayat 43)

Itu adalah beberapa anjuran filantropi yang bisa dilaksanakan dalam islam, merujuk kepada
argumen yang ditulis oleh penulis dalam artikel diatas, selain itu juga rasa persaudaraan saling
mencintai dan menyayangi sangat kental di umat muslim apalagi berkaitan dengan konflik
yang terjadi di Palestina.

Menunjukan ironi penggalangan dana: gaya hidup mewah pengurusnya

Dibalik kedok sebagai lembaga pengumpul dana, sebenarnya ada rahasia yang terungkap
bahwa di dalamnya ternyata para pembina yayasan mendapat gaji. Tentunya ini sangat
menyalahi aturan yang dinaman sebenarnya pembina yayasan itu tidak boleh mendapatkan
gaji. Sungguh ini sangat memalukan karena yang harusnya mereka menyalurkan uang donasi
untuk disumbankan kepada yang membutuhkan ini malah memperkaya diri dan sanak famili
nya.

Padahal sudah tertuang dalam Undang-Undang No 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, dalam
pasal 5 ayat 1 berbunyi: “Yayasan dilarang membagikan gaji, upah, honorarium atau
bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus dan
Pengawas. Namun dapat dikecualikan apabila, organisasi yayasan bukanlah pendiri
yayasan dan tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina dan Pengawas, serta melaksanakan
kepengurusan yayasan secara langsung dan penuh.”

Disini dijelaskan bahwa pembina yayasan idilarang untuk menerima upah ataupun gaji. Selain
itu ada dalam Undang-Undang yang sama yakni dalam pasal 5 ayat 2 : “Pengecualian atas
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditentukan dalam Anggaran Dasar
Yayasan bahwa Pengurus menerima gaji, upah, atau honorarium, dalam hal Pengurus Yayasan:

A. bukan pendiri Yayasan dan tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina,

dan Pengawas; dan

B. Melaksanakan kepengurusan Yayasan secara langsung dan penuh.


Sudah jelas bahwa tidak patut seorang pembina yayasan menerima gaji atau upah dari yayasan
nya. Sepatutnya ACT selaku lembaga yang memang merupakan yayasan itu merka dilarang
untuk memberi upah kepada pembinanya, apalagi ini mencapai nilai upah yang sangat tinggi.
Sungguh ini merupakan sebuah ironi yang terjadi.

ACT bisa sembarangan melakukan akrobat keuangan

Dalam prakteknya ACT menggemborkan kampanye yang memang tidak sesuai dengan fakta
yang terjadi di lapangan. Diantaranya ada beberapa kasus yang kampanye nya itu sangat
besar tapi pada kenyataanya tidak sesuai, seperti :

1. Wakaf 400 sapi dan 43 hektare lahan di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Timur.
Namun sampai saat ini wakaf ini belum terwujud padahal kampenya sudah
digaungkan pada Maret 2019\
2. Kampanye donasi pembangunan masjid pertama di Desa Kepuhrejo, Magetan, Jawa
Timur, pada Januari 2021. Faktanya saat itu sudah ada 3 masjid
3. Kampanye surau pertama di Sydney, Australia, pada April 2020. Faktanya ada sekitar
160 pusat kegiatan agama islam di Sydney

Dari kasus diatas sudah terlihat bahwa ACT ini telah melanggar kode etik filantropi di
Indonesia, yang mana tentang “Penggalangan dana bantuan filantropi dilakukan dengan
memberikan informasi yang benar dan lengkap”. Disini terlihat bahwa ACT sendiri melanggar
kode etik tersebut, sepharusnya mereka memberikan informasi yang valid dan memang
berdasarkan fakta dan data.

Selain itu juga ada pemotongan donasi yang berlebihan, ada beberapa kasus diantaranya
adalah, Donasi yang terkumpul dari kampanye donasi pembangunan surau di Syney, Australia,
Rp 3 miliar. Uang yang disalurkan ACT Rp 2,3 miliar. Tentu ini merupakan pemotongan yang
sangat besar, padahal sudah dijelaskan dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat menyatakan “Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana
sosial kegamaan lainnya dilakukan sesuai dengan peruntukan yang diikrarkan oleh pembeli.
Berdasarkan syariat Islam, pemotongan oleh amil zakat tidak boleh lebih dari 12,5 persen.”
Jadi seharusnya dalam pemotongan donasi itu tidak boleh melebihi 12,5%.

Kekosongan aturan ini yang terlambat diisi pemerintah

Dalam berjalannya tidak ada aturan yang memang mengrusi mengenai lembaga filantropi ini,
yang ada hanya peraturan mengenai birokrasi dan perizinan saja yang tercakup dalam Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang dan Peraturan
Pemerintah No 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan. Tentunya ini
mengabaikan soal akuntabilitas dan sanksi jika terjadi kecurangan dalam penggunaan dana
sumbangan masyarakat

Seharusnya pemerintah membuat aturan menegani akuntabilitas dan sanksi jika ada
kecurangan di lembaga filantropi. Dengan adanya aturan ini nanti, maka lembaga-lembaga
filantropi tidak akan mudah untuk melakukan “akrobat keuangan”. Kejelasan aturan bisa
menjadi pedoman para penderma memilih lembaga amal terpercaya, tanpa khawatir donasi
mereka digunakan untuk membiayai gaya hidup mewah pengelolanya.
Dari beberapa uraian diatas dapat ditarik benang merah bahwa di Indonesia saat ini sangat
banyak lembaga filantropi yang berdiri. Tetapi ternyata ada beberapa permasalahan yang
jarang sekali terungkap diantaranya adalah mengenai gaji tinggi para pembina atau gaya hidup
mewah dari pengurus lembaga tersebut yang mana ini sangat menyedihkan disaat mereka
berkedok sebagai “pahlawan penyelamat” tapi pada kenyataannya mereka “bermain” di
belakang. Tentunya permasalahan ini akan membuat masyarakat khawatir mengenai bantuan
yang mereka salurkan lewat lembaga filantropi masyarakat. Maka dari itu perlu adanya aturan
yang mengatur mengenai hal ini agar tidak adanya kejadian seperti ini tidak terulang lagi dan
nantinya masyarakat tidak perlu khawatir ketika mereka berdonasi atau menyalurkan bantuan
kepada orang yang membutuhkan lewat lemabaga filantropi tadi.

Sumber :

Majalah Tempo (2022. Juli 02). Ironi Pengumpul Dana Masyarakat. Jakarta: Tempo. Diakses
dari https://majalah.tempo.co/read/opini/166318/kemewahan-petinggi-lembaga-pengumpul-
donasi-act

Anda mungkin juga menyukai