Anda di halaman 1dari 10

Vol. 3 No.

2 (2021) : 342-351
November 2021
e-ISSN : 2656-0194

PENGELOLAAN TAMBANG BATUBARA


DI KALIMANTAN TIMUR: TINJAUAN KEBIJAKAN PUBLIK

COAL MINE MANAGEMENT IN EAST KALIMANTAN: A REVIEW OF


PUBLIC POLICY
Devi Triady Bachruddin1, Dewi Saraswati2
1
Bappeda Provinsi Banten, Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten, 42171
2
Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Institut Pertanian Bogor, 16680
1
dvon.triady@gmail.com

ABSTRAK

Permasalahan yang ditimbulkan oleh penambangan batubara di Kalimantan Timur menimbulkan dampak lingkungan
dan ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi dengan tingkat perkembangan sosial. Dalam prakteknya pengelolaan
tambang yang tidak memenuhi azas-azas pengelolaan yang baik seperti praktek korupsi, izin tambang yang tidak
terkendali, mengisyaratkan perlunya kajian khusus terkait dengan kebijakan dan regulasi tambang batubara di
Provinsi Kalimantan Timur. Oleh karena itu, tulisan ini dimaksudkan untuk menganalisis aspek kebijakan dan
regulasi tambang batubara serta implikasi kebijakan untuk memperbaiki tata kelola tambang batubara ini terutama
dalam perspektif pencegahan tindak korupsi pengelolaan tambang batubara di Kalimantan Timur. Penelitian ini
menggunakan metode desk study dengan analisa deskriptif dari literatur-literatur terkait yang berhubungan dengan
pengelolaan tambang batubara khususnya di Kalimantan Timur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tata kelola
penambangan batubara di Kalimantan Timur perlu diperbaiki dalam konteks Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara melalui
penerapan prinsip-prinsip pengelolaan sumberdaya alam maupun penerapan konsep governance, perlunya
perbaikan kebijakan dan tata kelola tambang batubara (perizinan, transparansi dan penegakan hukum) serta
perlunya penguatan sistem kelembagaan dalam pengelolaan tambang ini.
Kata kunci: Penambangan batubara, tata kelola tambang batubara, penguatan sistem kelembagaan

ABSTRACT
The problems posed by coal mining in East Kalimantan have an environmental impact and an imbalance of economic
growth with social development. In practice, mine management that does not meet the principles of good management,
such as corrupt practices, uncontrolled mining permits, indicates the need for a particular study related to coal mining
policies and regulations in East Kalimantan Province. Therefore, this paper is intended to analyze aspects of coal
mining policy and regulation as well as policy implications to improve coal mining governance, especially in the
perspective of preventing corruption in coal mining management in East Kalimantan. This research uses the desk
study method with descriptive analysis of related literature related to coal mining management, especially in East
Kalimantan. The results of this study indicate that the governance of coal mining in East Kalimantan needs to be
improved in the context of Law Number 3 of 2020 concerning Amendments to Law Number 4 of 2009 concerning
Mineral and Coal Mining through the application of natural resource management principles as well as the
application of the concept of governance. , the need to improve policies and governance of coal mines (licensing,
transparency, and law enforcement) and the need to strengthen the institutional system in the management of this
mine.
Keywords: Coal mining, coal mining governance, institutional system strengthening

342
MONAS: Jurnal Inovasi Aparatur Vol. 3 No. 2 (2021): 342-351

PENDAHULUAN Banyak negara dengan sumber daya alam


yang berlimpah menghadapi situasi yang
Hingga tahun 1980-an, para ekonom paradoks yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi dan
berargumen bahwa sumbangan (endowment) pembangunan manusia-nya lebih rendah daripada
sumber daya alam suatu negara memberikan negara-negara yang sumber aya alam-nya tidak
keuntungan dan manfaat bagi kinerja melimpah. Kondisi ini disebut sebagai kutukan
perekonomiannya (Hilmawan & Clark, 2019).
sumberdaya (resource curse) dan dicirikan
Selain itu, dinyatakan oleh Rostow (1959) dalam
dengan tingkat korupsi yang tinggi, konflik
(Hilmawan & Clark, 2019) bahwa endowment internal, dampak sosial dan lingkungan yang
sumberdaya alam memainkan peranan penting merugikan dari ekstraksi sumberdaya alam,
dalam suatu fase “take off” atau transisi suatu ketimpangan ekonomi dan sosial politik, dan
negara dari masyarakat tradisional yang berbagai kinerja makroekonomi yang rendah
mengandalkan sektor primer menuju masyarakat (Vijge, Metcalfe, Wallbott, & Oberlack, 2019).
yang lebih maju dalam industrinya dengan
tingkat konsumsi yang tinggi. Hal tersebut Pengelolaan dan penguasaan sumber daya
memberikan dampak positif dan negatif seperti alam telah tertuang di dalam UUD 1945 Pasal 33
dalam hal dampak positifnya adalah
ayat 3 yang berbunyi “Bumi, air dan kekayaan
bertambahnya devisa negara dari kegiatan
alam didalamnya dikuasai oleh Negara dan
pertambangan sedangkan dampak negatifnya dipergunakan untuk sebesar besarnya
adalah kerusakan lingkungan dan masalah kemakmuran rakyat”. Amanat UUD 1945 ini
kesehatan yang ditimbulkan oleh proses
merupakan landasan pembentukan kebijakan
penambangan. Kerusakan lingkungan akibat pertambangan yakni Undang-Undang Nomor 3
kegiatan penambangan juga akan meninggalkan Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan
lahan bekas penambangan dengan kondisi fisik
Batubara. Dalam era reformasi sekarang ini
tanah yang telah rusak, kesuburan tanah rendah, Pemerintah Daerah diberikan peran yang lebih
keasaman tanah tinggi, kandungan logam berat besar dalam melaksanakan pembangunan daerah.
yang tinggi, serta bahan organik tanah yang Seperti yang terjelaskan dalam Undang-Undang
rendah (Sarie, 2019). Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 1 Ayat 6 bahwa
“Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan
Beberapa dampak negatif terhadap kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
lingkungan yaitu terjadinya penurunan kualitas mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan
udara, pencemaran kualitas air tanah dan air kepentingan masyarakat setempat dalam sistem
permukaan, terganggunya habitat satwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
terganggunya Vegetasi tanaman, dan dampak
terhadap Ekonomi, Sosial Budaya dan Kesehatan Sumber daya alam tak terbarukan yang
Masyarakat (Afrianti & Purwoko, 2020). Hasil memiliki nilai strategis dalam wilayah dan
penelitian (Zullig & Hendryx, 2011) menemukan nasional diantaranya adalah batubara. Batubara
adanya hubungan antara kualitas hidup dan memiliki peran baik sebagai bahan bakar
kesehatan masyarakat yang bermukim di sekitar pembangkit energi maupun sumber penerimaan
pertambangan batubara Mountaintop Appalachia negara yang secara ekonomi memiliki nilai yang
West Virginia. Kandungan logam Pb pada sangat penting. Oleh karena itu, pengelolaan
tanaman buah-buahan yang ditanam pada lahan tambang batubara ini harus dilakukan secara
bekas tambang batu bara berada di atas baku optimal, transparan, akuntabel, serta berkeadilan
mutu atau melampaui batas aman sehingga dapat sehingga dapat memberikan manfaat yang besar
membahayakan lingkungan dan kesehatan kepada masyarakat. Selain itu, kebijakan
manusia jika tanaman tersebut dikonsumsi (Sarie, pemerintah dalam hal mendukung pembangunan
2019). Oleh karena itu perlu dilakukan analisis pertambangan batubara ini harus memperhatikan
kandungan kimia secara rutin dan dibutuhkan juga perubahan lingkungan, baik secara nasional
proses remediasi dengan metode ramah maupun internasional. Indonesia memiliki
lingkungan untuk mengikat logam berat yang cadangan batubara sebesar 147,6 miliar ton yang
berbahaya. Dibutuhkan perencanaan evaluasi dan tersebar di 21 provinsi dengan jumlah terbanyak
pengelolaan lahan yang komprehensif sebelum berada di Provinsi Sumatera Selatan dengan 50,2
menggunakan lahan tambang batubara sebagai miliar ton. Namun demikian, cadangan batu bara
lahan pertanian. terbesar berada di Pulau Kalimantan dengan
jumlah 48,2 miliar ton di Kalimantan Timur, 22,8

343
MONAS: Jurnal Inovasi Aparatur Vol. 3 No. 2 (2021): 342-351

miliar ton berada di Kalimantan Barat, 16,5 miliar dalam perekonomian, semakin tinggi pula
ton di Kalimantan Selatan dan 3,4 miliar ton ketimpangan pendapatan di Provinsi Kalimantan
berada di Kalimantan Tengah. Pulau Jawa Timur. Kalimantan Timur yang terkenal sebagai
memiliki jumlah sumberdaya batu bara yang daerah penghasil tambang menyebabkan
paling sedikit dengan jumlah satu juta ton di Jawa perekonomian Kalimantan Timur sangat
Timur dan sekitar 100 ribu ton di wilayah Jawa bergantung dengan komoditas ini khususnya
Timur (Kementerian ESDM, 2021) batubara. Fenomena kutukan sumberdaya
(resource curse) ditegaskan pula oleh Rahma
(2019). Hasil penelitian (Rahma, 2019)
menunjukkan bahwa Provinsi Kalimantan Timur
memiliki nilai indeks natural resource curse
tertinggi di antara provinsi-provinsi lainnya yang
memiliki SDA yang kaya. Hal ini menunjukkan
bahwa Kalimantan Timur mengalami fenomena
kutukan sumberdaya alam (natural resource
curse) yang secara relatif paling besar di antara
seluruh provinsi di Indonesia. Penelitian tersebut
juga menyimpulkan bahwa fenomena kutukan
sumberdaya alam (natural resource curse) yang
tinggi terjadi di daerah-daerah yang memiliki
kondisi sebagai berikut: 1) tingkat korupsi tinggi;
2) kapasitas dan integritas kepala daerah yang
rendah; 3) sektor ekonomi selain subsektor SDA
yang kurang berkembang; 4) tingginya
penyimpangan dalam pemberian izin usaha
Gambar 1. Potensi Batubara di Indonesia tambang; serta 5) alokasi belanja yang kurang
Berdasarkan Provinsi (Sumber : Kementerian memadai untuk peningkatan sumberdaya
ESDM, 2021) manusia dan dukungan kegiatan ekonomi.

Batubara menjadi sektor utama yang Lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun


mendominasi perekonomian dengan share 2020 sebagai perubahan atas Undang-Undang
batubara terhadap PDRB Kalimantan Timur Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
mencapai 34-38 % (BPS Kalimantan Timur, Mineral dan Batubara selain untuk sentralisasi
2021) dan batubara menyumbangkan sekitar 75 perizinan sebenarnya juga penyederhanaan
% dari PDRB Pertambangan dan Penggalian di birokrasi agar usaha pertambangan berjalan lebih
Kalimantan Timur. Secara keseluruhan, sektor efektif dan efisien. Perubahan paling jelas dalam
pertambangan dan penggalian berkontribusi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 ini salah
sebesar 47-51 % selama periode 2014-2020. satunya adalah penerapan sistem sentralisasi
terkait kewenangan dalam mengelola dan
mengatur usaha pertambangan. Pengelolaan dan
perizinan usaha pertambangan yang terpusat
bertujuan untuk memperbaiki kebijakan dan tata
kelola pertambangan Mineral dan Batubara
seperti meminimalisir penyalahgunaan
pemberian izin ekologis yang seringkali
diterbitkan (Syahadat, Subarudi, & Setiadi,
2018). Namun, penyederhanaan perihal perizinan
Gambar 2. Share sektor pertambangan usaha pertambangan ini dikhawatirkan akan
terhadap PDRB Provinsi Kalimantan Timur menyebabkan makin banyaknya kerusakan
(Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur) lingkungan yang ditimbulkan akibat aktivitas
Hasil penelitian (Zaini, 2017) usaha pertambangan (Arinanda & Amina, 2021).
menyimpulkan bahwa kontribusi sub sektor
batubara dalam perekonomian berhubungan Transaparansi dalam pertambangan
positif dengan ketimpangan pendapatan. khususnya dalam proses perizinan merupakan hal
Semakin tinggi kontribusi subsektor batubara yang perlu dilakukan karena kegiatan

344
MONAS: Jurnal Inovasi Aparatur Vol. 3 No. 2 (2021): 342-351

pertambangan ini melibatkan berbagai pihak. hukum bagi perusahaan tambang yang tidak
Banyak negara telah membuktikan bahwa dengan mengikuti peraturan harus dilakukan dengan
proses transparansi dalam kegiatan pertambangan ketat dan tegas.
akan mendatangkan keuntungan yang besar
berupa kontribusi terhadap tumbuhnya Mencermati permasalahan yang
perekonomian dan menurunkan resiko konflik ditimbulkan oleh penambangan batubara di
serta korupsi yang banyak terjadi di kegiatan Kalimantan Timur seperti dampak lingkungan
pertambangan. Pertambangan merupakan salah dan ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi
satu komoditas unggulan dalam membantu dengan tingkat perkembangan sosial serta
pembangunan baik itu pembangunan nasional praktek-praktek pengelolaan tambang yang tidak
maupun pembangunan daerah, hal ini memenuhi azas-azas pengelolaan yang baik
dikarenakan nilai dari komoditas pertambangan seperti praktek korupsi, izin tambang yang tidak
bisa di manfaatkan untuk peningkatan terkendali, mengisyaratkan perlunya kajian
kesejahteraan masyarakat. Salah satu khusus terkait dengan kebijakan dan regulasi
permasalahan utama pengelolaan usaha tambang tambang batubara di Provinsi Kalimantan Timur
batubara di Kalimantan Timur adalah ini. Oleh karena itu, tulisan ini dimaksudkan
ketidakselarasan data pemegang izin usaha untuk menganalisis aspek kebijakan dan regulasi
tambang. Kebijakan perizinan dalam hal ini tambang batubara serta implikasi kebijakan untuk
adalah Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang memperbaiki tata kelola tambang batubara ini
menjadi dokumen utama dalam pelaksanaan terutama dalam perspektif pencegahan tindak
kegiatan pertambangan. Tanpa adanya Izin Usaha korupsi pengelolaan tambang batubara di
Pertambangan tersebut perusahaan dapat Kalimantan Timur.
dikatakan melakukan pertambangan secara
ilegal. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) METODOLOGI
Kalimantan Timur menyebutkan bahwa terdapat
perbedaan jumlah IUP antara Pemerintah Penelitian ini dilakukan pada bulan April
Provinsi Kalimantan Timur dengan Kementerian sampai Juni tahun 2021, bersifat deskriptif
ESDM. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dengan pendekatan kualitatif. Metode yang
merilis data IUP sampai dengan akhir 2017 digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif.
Salah satu alasan menggunakan pendekatan
sebanyak 1404 IUP sedangkan yang terdata di
Kementerian ESDM ada 1194 IUP sehingga ada kualitatif adalah pengalaman para peneliti dimana
selisih 210 IUP. metode ini dapat digunakan untuk menemukan
dan memahami apa yang tersembunyi dibalik
fenomena yang kadangkala merupakan sesuatu
Kehadiran perusahaan pertambangan
batubara ini berdampak terhadap lingkungan dan yang sulit untuk dipahami secara memuaskan
sosial yang menyebabkan kerusakan lingkungan. (Rahmat, 2009). Metode deskriptif adalah metode
Selain kerusakan lingkungan dampak lain dari yang bertujuan mendeskripsikan atau
lubang tambang yang ditinggalkan begitu saja menjelaskan sesuatu hal seperti apa adanya
tanpa ada upaya reklamasi pasca tambang (Irawan, 2004). Penelitian kualitatif cenderung
menyebabkan orang meninggal dilokasi bersifat deskriptif, naturalistik, dan berhubungan
pertambangan. Pemerintah belum melaksanakan dengan “sifat data” yang murni kualitatif. Bogdan
proses perencanaan dan pengawasan kegiatan dan Taylor dalam (Moleong, 2007) menyebutkan
pertambangan secara optimal sehingga kasus “metode kualitatif merupakan prosedur penelitian
orang meninggal dilokasi pasca tambang masih yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
ditemukan yang hal ini tidak lepas dari kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan
banyaknya izin usaha pertambangan (IUP) yang tingkah laku yang diamati dari orang yang
dikeluarkan. Pemerintah daerah dinilai lepas diteliti.” Dengan menggunakan metode kualitatif
pengawasan terhadap perusahaan tersebut karena ini, maka dapat diuraikan bahwa yang menjadi
perusahaan tambang tersebut menelantarkan tujuan penelitian kualitatif ini adalah ingin
lubang galian bekas tambang tanpa adanya upaya menggambarkan realita empirik dibalik
reklamasi, sehingga mengancam keselamatan fenomena secara mendalam, rinci dan tuntas,
jiwa masyarakat. Padahal, Undang-Undang telah sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
mengamanatkan bahwa perusahaan harus Pengumpulan data dan informasi dilakukan
mereklamasi kegiatan pasca tambang. Oleh melalui studi literatur dan telaah dokumen berupa
karena itu, proses pengawasan dan penegakan regulasi/peraturan serta penelitian-penelitian

345
MONAS: Jurnal Inovasi Aparatur Vol. 3 No. 2 (2021): 342-351

terdahulu yang berhubungan dengan pengelolaan pengelolaan tambang (batubara) yang lebih baik
tambang batubara khususnya di Kalimantan daripada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.
Timur. Analisis data yang dilakukan bersifat Prinsip-prinsip pengelolaan tambang
kualitatif. Analisis data dalam penelitian kualitatif sebagaimana dinyatakan oleh (Lockwood ,
lebih bersifat terbuka dan luwes untuk Davidson, Curtis, Stratford, & Griffith, 2010)
berimprovisasi. Tidak ada patokan baku untuk telah terpenuhi. Namun demikian, Undang-
menganalisis data di penelitian kualitatif, kecuali Undang Nomor 3 tahun 2020 juga memiliki
berupa rambu-rambu umum. Analisis data potensi problem seperti :
digunakan bersamaan dengan pengumpulan data,
kajian literatur, dan pengambilan kesimpulan Sentralisasi perizinan dan pengendalian
berupa deskripsi kata-kata. penambangan batubara.
Sentralisasi ini menunjukkan komitmen
HASIL DAN PEMBAHASAN yang kuat dari pemerintah pusat untuk melakukan
pemangkasan dan penyederhanaan perizinan dan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 meminimumkan biaya transaksi (transaction
sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor cost) yang dapat ditimbulkan dalam proses
4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
perizinan usaha tambang. Kalimantan Timur
Batubara, memberikan arahan kebijakan dan
sebagai salah satu provinsi yang memiliki
beberapa hal substantial dalam perbaikan tata cadangan batubara terbesar merupakan daerah
kelola pertambangan termasuk penambangan otonom yang telah mengeluarkan banyak Izin
batubara. Hal-hal yang termuat dalam Undang-
Usaha Tambang (IUP). Data dari Dinas Energi
Undang Nomor 3 Tahun 2020 adalah : dan Sumber Daya Mineral Kalimantan Timur
• Area Penambangan mencatat sampai tahun 2017 terdapat sebanyak
• Izin penambangan: IUP (Eksplorasi dan 1.404 izin pertambangan, terdiri dari 665 IUP
eksploitas), badan usaha, koperasi, eksplorasi, 560 IUP operasi produksi, 168 izin
perusahaan perorangan, jangka waktu 7 kuasa pertambangan, dan 11 IUP penanaman
tahun), dokumen lingkungan, pengembangan modal asing. Namun pada sisi lain, absennya
masyarakat, pajak, peran pemerintah lokal dalam perizinan dan
• WUP; lelang; dari 5.000 Ha pada 1999 pengendalian, mencederai prinsip keadilan dalam
menjadi 50.000 Ha pada 2020 tata kelola tambang dimana pemerintah lokal
• Hal-hal lain terkait izin penambangan: memiliki kepentingan dalam pengelolaan
kewajiban lingkungan terhadap pemegang sumberdaya alam. Selain itu, UU No. 3 tahun
konsesi / izin: menjaga batas daya dukung 2020 belum secara penuh menunjukkan prinsip
lingkungan, reklamasi post mining, pemberian inklusivitas, bagaimana berbagai pihak yang
dana jaminan reklamasi (asuransi), pembuatan berkepentingan dengan tambang batubara
jalan pertambangan termasuk masyarakat lokal dan organisasi non
• Kewajiban untuk: melaksanakan keselamatan pemerintah, belum secara eksplisit diberikan
penambangan, pengelolaan dan pemantauan peran dalam pengendalian tambang.
lingkungan, konservasi, pengelolaan sisa Kewenangan pemberian izin
tambang (bukan limbah) sampai memenuhi pertambangan mengalami dinamika dalam
batas standard baku mutu beberapa tahun terakhir. Undang-Undang Nomor
• Divestasi, suspensi, pencabutan IUP, Dana 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
ketahanan minerba untuk kegiatan penemuan Batubara membagi kewenangan pemberian izin
cadangan baru dalam tiga tingkat pemerintahan, yaitu
• Penyelesaian hak atas tanah kabupaten/kota (jika lokasi penambangan berada
• Pengawasan oleh Menteri melalui inpektur di kabupaten/kota), provinsi (bila lintas
pertambangan kabupaten / kota), dan pusat (jika lintas provinsi).
• Kompensasi masyarakat Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
• Keringanan dan fasiltas perpajakan tentang Pemerintahan Daerah merubah sebagian
• Izin Pertambangan Rakyat (IPR) besar kewenangan dalam kegiatan pertambangan,
di mana kewenangan pemberian izin hanya ada
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, pada pemerintah provinsi, dan jika lokasi
terlihat bahwa Undang-Undang Nomor 3 tahun penambangannya lintas provinsi maka
2020 ini telah meletakkan prinsip-prinsip pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk
menerbitkannya. Pada tahun 2020, melalui

346
MONAS: Jurnal Inovasi Aparatur Vol. 3 No. 2 (2021): 342-351

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang mengingat transparansi memungkinkan berbagai


Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun pemangku kepentingan memiliki akses terhadap
2009 tentang Pertambangan Mineral dan upaya pengendalian penambangan. Rendahnya
Batubara, pemerintah memutuskan untuk transparansi dalam pemberian ijin usaha tambang
memusatkan kewenangan pertambangan hanya serta lemahnya pengawasan terhadap aktivitas
kepada pemerintah pusat. Sebagian besar revisi pertambangan telah menyebabkan melonjaknya
tersebut terkait dengan izin pertambangan, seperti jumlah IUP dan luas konsesi tambang minerba di
kewenangan penerbitan izin, hak, dan kewajiban Kalimantan Timur, dan menimbulkan tumpang
pemegang izin. Namun, berdasarkan Pasal 173C tindih perijinan (Jatam, 2019). Meskipun proses
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perijinan usaha tambang batubara telah
Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun sentralistik, namun hal ini masih memungkinkan
2009 tentang Pertambangan Mineral dan adanya penyalahgunaan kewenangan dan praktek
Batubara, pemerintah provinsi masih dapat kolusi apabila tidak diikuti oleh prinsip dan azas
menjalankan kewenangannya paling lama enam transparansi. Oleh karena itu, pemberian akses
bulan sejak undang-undang tersebut diundangkan informasi izin tambang kepada oleh masyarakat
atau hingga peraturan pelaksanaannya dan Lembaga non pemerintah diperlukan sebagai
dikeluarkan. Lalu ada Surat Edaran Direktur kekuatan check and balance dalam tata Kelola
Jenderal Mineral dan Batubara Nomor tambang batubara. Dalam UU No, 4 Tahun 2020
1481/30.01/DJB/2020 terhitung sejak tanggal 11 ini, aspek ini pun belum secara eksplit
Desember 2020, kewenangan Pemerintah Daerah diakomodir.
Provinsi dalam pengelolaan pertambangan
mineral dan batubara beralih ke Pemerintah Rendahnya transparansi dalam pemberian
Pusat. Bagi Pemerintah Daerah, penghentian izin usaha tambang serta lemahnya pengawasan
sementara pemberian izin baru berpotensi terhadap aktivitas pertambangan telah
meningkatkan kegiatan penambangan tanpa izin menyebabkan melonjaknya jumlah IUP dan luas
(ilegal). konsesi tambang minerba di Kalimantan Timur
dan menimbulkan tumpang tindih perizinan. Luas
Selain itu, Undang-Undang Nomor 23 total konsesi sumber daya alam (tambang, hutan
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU dan perkebunan kelapa sawit) di wilayah
Pemda) Pasal 14 ayat (1) menyatakan bahwa Kalimantan Timur mencapai 13,83 juta hektar.
“penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang Angka ini lebih besar dari luas wilayah daratan
kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber Kalimantan Timur seluas 12,70 juta hektar.
daya mineral di bagi antara Pemerintah Pusat dan Setelah luas lahan konsesi yang mengalami
Daerah Provinsi” sehingga menimbulkan tumpang tindih perijinan (seluas 4,50 juta hektar)
ketidakpastian hukum dalam pengaturan dikoreksi, maka luas total konsesi sumber daya
pertambangan minerba di daerah, dan kaitanya alam berjumlah 9,33 juta hektar atau sekitar 73
dengan konflik dan resolusi konflik akibat persen dari luas total daratan wilayah Kalimantan
penambangan batubara. Untuk mengatasi hal Timur. Dalam hal penyempurnaan tata kelola
tersebut, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur perizinan ini, Pemerintah Provinsi Kalimantan
telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 1 Timur telah mengeluarkan Peraturan Gubernur
tahun 2018 tentang Penataan Pemberian Izin dan Nomor 1 tahun 2018 tentang Penataan Pemberian
Non Perizinan di Bidang Pertambangan, Izin dan Non Perizinan di Bidang Pertambangan,
Kehutanan dan Perkebunan Kelapa Sawit di Kehutanan, dan Perkebunan Kelapa Sawit di
Provinsi Kalimantan Timur. Dengan Provinsi Kalimantan Timur. Pada pasal 5
dikeluarkannya Peraturan Gubernur ini Peraturan Gubernur ini disebutkan bahwa
diharapkan proses perizinan yang ada di penundaan pemberian izin diberlakukan untuk
Kalimantan Timur dapat terkelola dan terdata penerbitan perizinan baru usaha pertambangan
dengan baik. batubara, kecuali pertambangan mineral bukan
logam dan batuan.
Aspek Transparansi
Dalam pengelolaan tambang batubara Aspek Penegakan Hukum
belum tercermin secara jelas bagaimana jaminan Penegakan hukum merupakan salah satu
prinsip transparansi ini. Dalam konteks kunci dalam meminimalkan penyalahgunaan
pencegahan korupsi, transparansi memiliki kewenangan, izin usaha tambang, dan tindakan
kekuatan tersendiri dalam pencegahan korupsi korupsi dalam pengelolaan tambang batubara.

347
MONAS: Jurnal Inovasi Aparatur Vol. 3 No. 2 (2021): 342-351

Lemahnya penegakan hukum terhadap perilaku rent seeking dan patronage, serta harga
pelanggaran usaha panambangan batubara di ekspor sumberdaya alam yang bersifat volatile.
Kalimantan Timur mengakibatkan banyaknya Korupsi pada negara-negara yang memiliki
pengusaha tambang tidak melakukan reklamasi keberlimpahan sumberdaya alam diakibatkan
tambang pasca penambangan, yang pula oleh rendahnya kualitas kelembagaan.
mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan (Erum & Hussain, 2019).
dan korban manusia akibat kecelakaan di area
bekas penambangan. Rendahnya kualitas kelembagaan publik
Berdasarkan data Jaringan Advokasi ini telah berkontribusi terhadap praktek
Tambang (Jatam) Kalimantan Timur, pada tahun penyelewengan, penyalahgunaan kewenangan
2019 ada sekitar 1.735 lubang bekas tambang dari dan kekuasaan, serta mendorong terjadinya
1.404 perusahaan yang dibiarkan begitu saja. tindak pidana korupsi dalam pengelolaan
Semua lubang itu menjadi ancaman ekologi dan sumberdaya alam dan tambang. Pendelegasian
kematian anak-anak. Tercatat sampai dengan kewenangan pengelolaan tambang kepada daerah
tahun 2020 sudah 39 jiwa meninggal akibat telah memberikan kewenangan kepada
tenggelam di lubang tambang batubara yang tidak pemerintah daerah untuk menerbitkan ijin
direklamasi (Jatam, 2019). Undang-Undang pertambangan. Sejak diberlakukannya
Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan desentralisasi, jumlah perizinan naik dari 750
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang buah pada tahun 2001 menjadi lebih dari 10.000
Pertambangan Mineral dan Batubara pada pasal pada tahun 2010, dan 40 persen di antaranya
96 menyebutkan bahwa dalam penerapan kaidah adalah untuk pertambangan batu bara
teknik Pertambangan yang baik, pemegang IUP (Greenpeace et.al 2019 dalam (Rahma, 2019)).
atau IUPK wajib melaksanakan ketentuan
keselamatan Pertambangan; pengelolaan dan Berdasarkan penelitian (Rahma, 2019),
pemantauan lingkungan Pertambangan, termasuk beberapa variabel penting dalam upaya
kegiatan Reklamasi dan/atau Pascatambang; mengatasi kutukan sumberdaya (resource curse)
upaya konservasi Mineral dan Batubara; dan di Kalimantan Timur adalah (1) kapasitas dan
pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan integritas kepala daerah, (2) kapasitas dan
Usaha Pertambangan dalam bentuk padat, cair, integritas birokrasi pemerintahan, (3) tingkat
atau gas sampai memenuhi standar baku mutu korupsi pada bisnis tambang, (4) keberadaan
lingkungan sebelum dilepas ke media oligarki pada bisnis tambang, (5) transparansi
lingkungan. Oleh karena itu, proses pengawasan dalam sistem perijinan usaha tambang, (6)
dan penegakan hukum bagi perusahaan tambang koordinasi dan sinergi antar-organisasi
yang tidak mengikuti peraturan harus dilakukan pemerintah dalam tata kelola tambang, dan (7)
dengan ketat dan tegas. Dibutuhkan penegakan hukum. Variabel lain yang juga
pemberlakuan sistem pengawasan terpadu di memiliki pengaruh kuat terhadap variabel lain
daerah untuk memastikan bahwa kaidah teknik adalah variabel pengawasan dan pengendalian
pertambangan yang baik dalam rangka pemerintah terhadap aktivitas pertambangan.
pengelolaan dan pemantauan lingkungan
pertambangan, reklamasi dan pasca tambang, Kendala dalam pengelolaan sumberdaya
serta terpenuhinya baku mutu lingkungan alam ada yang bersifat teknis seperti minimnya
(Nugroho, 2020) sumberdaya manusia, teknologi yang masih
lemah dan regulasi yang belum memadai.
Dalam perumusan kebijakan pengelolaan Sedangkan kendala non teknis dilihat dari
sumber daya alam dalam konteks efisiensi dan infrastruktur yang belum menunjang, konflik
keadilan, perlu pula diperhatikan bagaimana kepentingan dan lemahnya koordinasi antar
mekanisme untuk menyelesaikan dampak- pemerintah (Kafrawi, Khair, Saleh, & Sarkawi,
dampak yang tidak diharapkan dari suatu 2018). Lebih lanjut, penelitian lainnya tentang
kebijakan (Kaine, et al., 2017). Negara-negara Aspek Hukum Reklamasi Pertambangan
yang memiliki kelimpahan sumberdaya alam Batubara pada Kawasan Hutan di Kalimantan
menunjukkan performa yang rendah karena Timur menyimpulkan bahwa peraturan-peraturan
adanya korupsi. Selain itu, negara-negara yang yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kaltim
kaya akan sumberdaya alam menghadapi kondisi mengenai kewajiban reklamasi tidak memiliki
resource curse akibat pengelolaan sumbrdaya kesesuaian dengan prinsip perlindungan hutan
alam yang salah, fenomena Dutch Disease, oleh karena tidak ada pengaturan mengenai

348
MONAS: Jurnal Inovasi Aparatur Vol. 3 No. 2 (2021): 342-351

kewajiban penambang sejak fase perencanaan, kelembagaan mutlak diperlukan dengan


pelaksanaan, maupun fase reklamasi (Muhdar, memperhatikan aspek-aspek yang telah
2015). diuraikan, baik penguatan kapasitas pemerintah
daerah, SDM tambang, maupun pengembangan
Lahirnya Undang- Undang-Undang dan implementasi kebijakan/regulasi tambang
Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan baik pada tingkat pusat maupun daerah.
Mineral dan Batubara diharapkan dapat
membawa perbaikan dalam pengelolaan sektor Saran dari penelitian ini adalah: 1) Perlu
pertambangan di Indonesia. Undang-Undang adanya pemberian kewenangan pemangku
Minerba ini juga diharapkan dapat kepentingan non pemerintah untuk melakukan
menyempurnakan kekurangan Undang-Undang pengawasan dan pengendalian dalam usaha
minerba sebelumnya Nomor 4 Tahun 2009, serta tambang batubara di Kalimanta Timur. 2) Adanya
mampu mengembalikan fungsi dan kewenangan regulasi yang lebih jelas dan tegas terkait peran
negara terhadap penguasaan sumber daya alam dan fungsi pemerintah lokal (kabupaten) dalam
yang dimiliki. Dengan demikian, amanat pengawasan serta resolusi konflik. 3) Adanya
konstitusi yang menyebutkan bahwa Bumi dan studi yang lebih spesifik tentang upaya-upaya
air dan kekayaan alam yang terkandung di penguatan kelembagaan yang perlu dilakukan
dalamnya dikuasai oleh Negara dan dalam tata Kelola tambang batubara di
dipergunakan untuk sebesar-besarnya Kalimantan Timur. 4) Perlunya segera diterbitkan
kemakmuran rakyat benar-benar dapat terwujud. peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 3
Namun pada sisi lain, peran pemerintah daerah Tahun 2020 agar pengelolaan pertambangan
perlu dipertegas kaitannya dengan fungsi dapat berjalan lebih efektif di lapangan dalam
pengawasan serta kaitannya dengan resolusi bentuk Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk
konflik. Teknis.

SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA


Simpulan dari penelitian ini adalah : 1)
Penambangan batubara di Kalimantan Timur Afrianti, S., & Purwoko, A. (2020). Dampak
memiliki dimensi ekonomi, sosial, lingkungan, Kerusakan Sumber Daya Alam Akibat
dan kelembagaan yang luas sehingga tata kelola Penambangan Batubara Di Nagari
penambangan batubara di Kalimantan Timur Lunang, Kecamatan Lunang Silaut,
perlu diperbaiki dalam konteks UU No. 3 Tahun Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi
2020 melalui penerapan prinsip-prinsip Sumatera Barat. Agroprimatech, Vol. 3
pengelolaan sumberdaya alam maupun No. 2.
penerapan konsep governance yang telah Arinanda, Z., & Amina. (2021). Sentralisasi
berkembang, yang memungkinkan aktor-aktor Kewenangan Pengelolaan Dan Perizinan
baik government maupun non government Dalam Revisi Undang-Undang Mineral
memiliki peran dan tanggung jawab yang Dan Batu Bara. Jurnal Ilmu Hukum
seimbang dan adil. 2) Variabel-variabel penting Fakultas Hukum Universitas Riau,
dalam perbaikan kebijakan dan tata kelola Vol.10 No.1, 167-182.
tambang batubara di Kalimantan Timur, terutama
kaitannya dengan upaya pencegahan korupsi BPS Kalimantan Timur. (2021). PDRB Atas
adalah: Pengendalian perizinan penambangan Dasar Harga Konstan Menurut
batubara, Penerapan prinsip transparansi dalam Lapangan Usaha 2010-2021. BPS.
perizinan dan pengelolaan penambangan,
Penegakan hukum yang konsisten terhadap Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral Provinsi
pelanggaran izin penambangan, baik untuk Kalimantan Timur. 2021.
kepentingan sumberdaya lahan maupun http://esdm.kaltimprov.go.id/
keselamatan sosial. 3) Kuatnya fenomena
kutukan sumberdaya (resource curse), praktek Erum, N., & Hussain, S. (2019). Corruption,
korupsi yang menyertai pengelolaan tambang Natural Resources and Economic
batubara di Kalimantan Timur menunjukkan Growth: Evidence from OIC Countries.
lemahnya sistem kelembagaan dalam Resources Policy.
pengelolaan tambang ini. Upaya penguatan

349
MONAS: Jurnal Inovasi Aparatur Vol. 3 No. 2 (2021): 342-351

doi:https://doi.org/10.1016/j.resourpol.2 Undang-Undang Minerba. Jurnal Hukum


019.101429 IUS QUIA IUSTUM, Vol.27 No.3, 568-
591.
Hilmawan, R., & Clark, J. (2019). An
investigation of the resource curse in Peraturan Gubernur Nomor 1 tahun 2018 tentang
Indonesia. Resources Policy. Penataan Pemberian Izin dan Non
doi:https://doi.org/10.1016/j.resourpol.2 Perizinan di Bidang Pertambangan,
019.101483 Kehutanan, dan Perkebunan Kelapa
Sawit di Provinsi Kalimantan Timur.
Irawan, P. (2004). Logika dan Prosedur https://jdih.kaltimprov.go.id/produk_huk
Penelitian. Jakarta: STIA LAN PRESS. um/detail/b10aac9d-d81e
Jatam. (2019). Siapa Penguasa Tanah Kaltim? Rahma, H. (2019). Fenomena Natural Resource
https://www.jatam.org/siapa-penguasa- Curse Dalam Pembangunan Wilayah Di
tanah-kaltim/. Indonesia. Disertasi: IPB.
Kafrawi, Khair, H. A., Saleh, M., & Sarkawi. Rahmat, P. (2009). Penelitian Kualitatif.
(2018). Peluang dan Tantangan Dalam EQUILIBRIUM, Vol.5 No.9, 1-8.
Pengelolaan Sumberdaya Alam Dalam
Rangka Optimalisasi Pendapatan Asli Sarie, H. (2019). Potensi Bahaya Kontaminasi
Daerah Studi Di Samota (Satonda Moyo Logam Berat di Lahan Bekas Tambang
dan Tambora). Jurnal Hukum Batubara yang Digunakan Sebagai Lahan
(JATISWARA), Vol.33 No.3. Pertanian. Buletin LOUPE, Vol. 15 No.
doi:https://doi.org/10.29303/jatiswara 02. ISSN: 1411-8548.

Kaine, G., Greenhalgh, S., Boyce, W., Lourey, Syahadat, E., Subarudi, & Setiadi, A. K. (2018).
R., Young, J., Reed, E., . . . Mackay, S. Sinkronisasi Kebijakan Di Bidang Izin
(2017). A microeconomic perspective on Pertambangan Dalam Kawasan Hutan.
the role of efficiency and equity criteria Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan,
in designing natural resource policy . Vol.15 No.1.
Ecology and Society, 22(1):50.
doi:https://doi.org/10.5751/ Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
Kementerian ESDM. (2021). Potensi Batubara di https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details
Indonesia Berdasarkan Provinsi. /38685/uu-no-23-tahun-2014
Jakarta: Kementerian ESDM.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang
Lockwood , M., Davidson, J., Curtis, A., Perubahan Undang-Undang Nomor 4
Stratford, E., & Griffith. (2010). Tahun 2009 tentang Pertambangan
Governance Principles for Natural Mineral dan Batubara.
Resource Management. Society & https://jdih.esdm.go.id/storage/document
Natural Resources. /UU%20No.%203%20Thn%202020.pdf
doi:https://doi.org/10.1080/0894192080
2178214 Vijge, M. J., Metcalfe, R., Wallbott, L., &
Oberlack, C. (2019). Transforming
Moleong, L. J. (2007). Metodologi Penelitian institutional quality in resource curse
Kualitatif. Bandung: PT Remaja contexts: The Extractive Industries
Rosdakarya. Transparency Initiative in Myanmar.
Resources Policy 61, 200-209.
Muhdar, M. (2015). Aspek Hukum Reklamasi doi:https://doi.org/10.1016/j.resourpol.2
Pertambangan Batubara Pada Kawasan 019.02.006
Hutan Di Kalimantan Timur. Mimbar
Hukum, 472-486. Zaini, A. (2017). Pengaruh Kekayaan
Sumberdaya Alam Batubara Terhadap
Nugroho, W. (2020). Persoalan Hukum Ketimpangan Pendapatan Di Provinsi
Penyelesaian Hak atas Tanah dan Kalimantan Timur. Jurnal Borneo
Lingkungan Berdasarkan Perubahan Administrator, Vol.13 No.2, 111-130.

350
MONAS: Jurnal Inovasi Aparatur Vol. 3 No. 2 (2021): 342-351

Zullig, K. J., & Hendryx, M. (2011). Health-


Related Quality of Life Among Central
Appalachian Residents in Mountaintop
Mining Counties. American Journal of
Public Health, Vol 101 No. 5.

351

Anda mungkin juga menyukai