Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

A. Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari pada yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur adalah disebabkan oleh pukulan langsung, gerakan puntir
mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan
disekitarnya juga akan terpengaruh mengakibatkan edema jaringan luna, perdarahan ke
otot dan sendi, dilokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh
darah. Organ tubuh dapat cidera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat
fragmen tulang (Burrner dkk, 2012 dalam Bararah, 2013)

Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tuloang tidak mampu
lagi menahan tekanan yang diberikan kepadanya (Donna L Wong, 2014 dalam Bararah,
2013)

Fraktur adalah terputusny kontiunitas tulang,retak atau patahnya tulang yang utuh,
yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis
dan luasnya trauma ( Lukman & Nurna Ningsih, 2012 )

B. Etiologi

Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir


mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Smeltzer, 2002 dalam Lukman & Nurna
Ningsih, 2012). Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi
pada umur dibawah 45 tahundan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau
luka yangdisebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua,
perempuan lebih sering mengalami fraktur dari pada laki-laki yang berhubungan dengan
meningkatknya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada
monopause (Reeves, 2011 dalam Lukman & Nurna Ningsih, 2012)
C. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan


ekstremita, kreptikus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna (Smeltzer, 2012 dalam
Lukman & Nurna Ningsih, 2012). Gejala umum fraktur menurut (Reeversr, 2011 dalam
Lukman & Nurna Ningsih, 2012) adalah rasa sakit, pembengkakan, dan kelainan bentuk.

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang
dirancanguntuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atautungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya
otot.
3. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi)
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera.

D. Anatomi dan Fisiologi

Susunan kerangka terdiri dari susunan berbagai macam tulang-tulang yang


banyaknya kira-kira 206 buah tulang yang satu sama lainnya saling berhubungan yang
terdiri dari tulang kepala yang berbentuk tengkorak (8 buah); tulang wajah (14 buah);
tulang telinga dalam (6 buah); tulang lidah (1 buah); tulang yang membentuk kerangka
dada (25 buah); tulang yang membentuk tulang belakang dan gelang pinggul (26 buah);
tulang anggota yang membentuk lengan (anggota gerak atas) (64 buah); tulang yang
membentuk kaki (anggota gerak bawah) (62 buah).
Bagian-bagian yang sering terdapat pada tulang :
1) Foramen, suatu lubang tempat pembuluh darah, saraf, dan ligamentum (misalnya
pada tulang kepala belakang yang disebut foramen oksipital).
2) Fosa, suatu lekukan didalam atau pada permukaan tulang (misalnya pada skapula
yang disebut fosa supraskapula).
3) Prosesus, suatu tonjolan atau taju (misalnya terdapat pada ruas tulang belakang
yang disebut prosesus spinosus).
4) Kondilus taju yang bentuknya bundar merupakan benjolan.
5) Tuberkulum : tonjolan kecil.
6) Tuberositas : tonjolan besar.
7) Trokanter : tonjolan besar, pada umumnya tonjolan ini pada tulang paha (femur).
8) Krista pinggir atau tepi tulang (misalnya pada tulang ilium yang disebut krista
iliaka.
9) Spina tonjolan tulang yang bentuknya agak runcing (misalnya pada tulang ilium
yang disebut spina iliaka).
10) Kaput (kepala tulang) bagian ujung yang bentuknya bundar (misalnya pada
tulang paha yang disebut kaput femoris).
1. Tulang Kepala/Tengkorak
Tengkorak dibentuk oleh beberapa tulang picak yang bentuknya melengkung, satu
sama lain berhubungan sangat erat sekali, terdiri atas dua bagian yaitu tengkorak otak
dan tengkorak wajah.
a. Tengkorak Otak
Tengkorak otak terdiri dari tulang-tulang yang dihubungkan satu sama lain oleh
tulang bergerigi yang disebut sutura, banyaknya delapan buah dan terdiri dari 3
bagian yaitu :
1. Kubah tengkorak, yang terdiri dari tulang-tulang :
a)     Os frontal : tulang dahi terletak dibagian depan kepala.
b)     Os padetal : tulang ubun-ubun terletak ditengah kepala.
c)     Os oksipital : tulang kepala belakang terletak dibelakang kepala pada os
oksipital, terdapat sebuah lubang cocok sekali dengan lubang yang
terdapat dalam ruas tulang belakang yang disebut foramen magnum.
2. Dasar tengkorak, terdiri dari tulang-tulang :
a. Os sfenoidal (tulang baji) tulang ini terdapat ditengah dasar tengkorak,
bentuknya seperti kupu-kupu yang mempunyai 3 pasang sayap. Dibagian
depan terdapat sebuah rongga yang disebut kavum sfenoidalis yang
berhubungan dengan rongga hidung. Dibagian atasnya agak meninggi dan
berbentuk seperti pelana yang disebut sela tursika yaitu tempat letaknya
kelenjar buntu (hipofise).
b. Os etmoidal (tulang tapis) terletak disebelah depan dari os sfenoidal, diantara
lekuk mata, terdiri dari tulang tipis yang tegak dan mendatar. Bagian yang
mendatar mempunyai lubang-lubang kecil (lempeng tapis) yaitu tempat
lalunya saraf pencium kehidung sedangkan bagian yang tegak di sebelah
depannya membentuk sekat rongga hidung. Disamping dua tulang diatas
dasar tengkorak ini juga dibentuk oleh bagian tulang-tulang lain diantaranya
tulang-tulang kepala belakang, tulang dahi  dan tulang pelipis. Adapun bentuk
dari dasar tengkorak  ini tidak rata tetapi mempunyai lekukan yang terdiri dari
lekukan depan tengah dan belakang.
3. Samping tengkorak dibentuk oleh tulang pelipis (os temporal) dan sebagian
dari tulang dahi, tulang ubun-ubun dan tulang baji. Tulang pelipis terdapat
dibagian kiri dan kanan samping kepala dan terbagi atas 3 bagian yaitu :
a.Bagian tulang karang (skuamosa), yang membentuk rongga-rongga yaitu 
rongga telinga tengah dan rongga telinga dalam.
b. Bagian tulang keras (os petrosum) yang menjorok kebagian tulang pipi dan
mempunyai taju yang disebut prosesus stiloid.
c. Bagian mastoid, terdiri dari tulang yang mempunyai lubang-lubang halus
berisi udara dan mempunyai taju, bentuknya seperti puting susu yang
disebut prosesus mastoid.
b. Tengkorak Wajah
Bagian ini pada manusia bentuknya lebih kecil daripada tengkorak otak,
didalmnya terdapat rongga-rongga yang membentuk rongga mulut (kavum oris),
rongga hidung (kavum nasi) dan rongga mata (kavum orbita). Dapat dibagi atas dua
bagian yaitu :
1). Bagian hidung
a). Os lakrimal : tulang mata, terletak disebelah kiri/kanan pangkal hidung
disudut mata.
b). Os nasla : tulang hidung yang membentuk batang hidung sebelah atas.
c). Os konka nasal : tulang karang hidung letaknya didalam rongga hidung
bentuknya berlipat-lipat.
d). Septum nasi : sekat rongga hidung adalah sambungan tulang tapis yang
tegak.
2). Bagian rahang
a). Os maksilaris (tulang rahang atas), terdiri dari tulang bagian kiri dan kanan
menjadi satu didalamnya terdapat lubang-lubang besar yang berisi udara
yang disebut sinus maksilaris (antrum higmori) yang berhubungan dengan
rongga hidung.
b). Di bawah os maksilaris terdapat suatu taju tempat melekatnya urat gigi
yang disebut prosesus alveolaris.
c). Os zigomatikum (tulang pipi), terdiri dari dua tulang kiri/kanan.
d). Os palatum (tulang langit-langit), terdiri dari dua buah tulang kiri/kanan,
dibagian tulang muka ini yang keras disebut palatum mole.
e). Os mandibularis (tulang rahang bawah). Dua buah kiri/kanan dan menjadi
satu dipertengahan dagu. Bentuknya seperti logam kuda, bagian muka
membentuk taju yang disebut prosesus korakoid yaitu tempat melekatnya
otot-otot kunyah dan kondilus yang membentuk persendian tulang pipi.
Pada tulang rahang atas dan tulang rahang bawah banyak mempunyai
lubang-lubang yaitu tempat saraf dan pembuluh darah.
f). Os hioid, tulang lidah letaknya agak terpisah dari tulang-tulang wajah yang
lain yaitu terdapat dipangkal leher diantara otot-otot leher.
2. Skema Tulang
Susunan Kerangka:
1) Tulang Kepala
a). Tengkorang otak 8 buah
b). Tengkorak wajah 14 buah
c) .  Tulang telinga 6 buah
d) .  Tulang lidah 1 buah
2) Kerangka dada 25 buah
3) Tulang belakang dan pinggul 26 buah
4) Tulang anggota gerak atas 64 buah
5) Tulang anggota gerak bawah 62 buah
Bagian-bagian tulang:
a. Foramen (lubang pada tulang)
b. Fosa (lekuk tulang)
c. Prosesus (taju/tonjolan tulang)
d. Kondilus (taju bundar)
e. Tuberkel (tonjolan kecil)
f. Tuberositas (tonjolan besar)
g. Trokanter (tonjolan besar tl. paha)
h. Krista (tepi tulang usus)
i. Spina (tonjolan pada tulang usus)
j. Kaput (kepala tulang)
3. Fungsi Tulang
Fungsi tulang terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
a. Fungsi tulang secara umum
1) Formasi kerangka: tulang – tulang membentuk rangka tubuh untuk menentukan
bentuk dan ukuran tubuh, tulang – tulang menyokong struktur tubuh yang lain.
2) Formasi sendi: tulang – tulang membentuk persendian yang bergerak dan tidak
bergerak tergantung dari kebutuhan fungsional, sendi yang bergerak
menghasilkan bermacam – macam pergerakan
3) Perlengketan otot: tulang – tulang menyediakan permukaan untuk tempat
melekatnya otot, tendo dan ligamentum untuk melaksanakan pekerjaannya
4) Sebagai pengungkit: untuk bermacam – macam aktivitas selama pergerakan
5) Menyokong berat badan: memelihara sikap tegak tubuh manusia dan menahan
gaya tarikan dan gaya tekanan yang terjadi pada tulang, dapat menjadi kaku dan
menjadi lentur
6) Proteksi: tulang membentuk rongga yang mengandung dan melindungi struktur
yang halus seperti otak, medula spinalis, jantung, paru – paru, alat – alat dalam
perut dan panggul
7) Hemopoiesis: sumsum tulang tempat pembentukan sel – sel darah, terjadinya
pembentukan sel – sel darah sebagian besar pada sumsum tulang merah
8) Fungsi imunologi: limfosit “B” dan makrofag di bentuk dalam sistem
retikuloendotel sumsum tulang. Limfosit B diubah menjadi sel- sel plasma
membentuk antibody guna keperluan kekebalan kimiawi, sedangkan makrofag
merupakan fagositotik
9) Penyimpanan kalsium: tulang mengandung 97% kalsium yang terdapat dalam
tubuh baik dalam bentuk anorganik maupun garam – garam terutama kalsium
fosfat. Sebagian besar fosfor di simpan dalam tulang dan kalsium di lepas dalam
darah bila di butuhkan
b. Fungsi tulang secara khusus
1) Sinus – sinus paranasalis dapat menimbulkan nada khusus pada suara
2) Email gigi di khususkan untuk memotong, menggigit dan menggilas makanan,
email merupakan struktur yang terkuat dari tubuh manusia
3) Tulang – tulang kecil telinga dalam mengonduksi gelombang suara untuk fungsi
pendengaran
4) Panggul wanita di khususkan untuk memudahkan proses kelahiran bayi
E. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 2012). Tapi apabila tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka jadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpinto, dkk, 2011).
Setelah terjadi fraktur, periostenum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Pendarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma dirongga medula tulang. Jaringan tulang
segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respons inflamasi yang diytandai dengan vasodilatasi, eksudasi
plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadaian inilah yang merupakan dasar
dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, dkk, 2012)

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur :

a. Faktor ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang bergantung tehdap besar,
waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
b. Faktor instrinsik
Beberapa bersifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulya fraktur sperti kapasitas absorpsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan
kepadatan atau kekerasan tulang.
F. Pathway

Daya

Risiko fraktur :
Tulang Emboli paru
Emboli lemak

fraktur

Terbuka tertutup gas gangren

Infeksi Reduksi

Debdrimen Delayed union Pemulihan imobilisasi

Debdridemen

Union mobilisasi
Union malunion

Sumber : Lukman & Ningsih, Nurna. 2012


G. Penatalaksanaan
a. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus amergensi karena dapat terjadi konstiminasi oleh bakteri dan di
sertai dengan perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). kuman
belum terlalu jauh meresap dilakukan :
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting Situasi
4) Antibiotik
b. Seluruh Fraktur
1) Rekognisis / Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
2) Reduksi / Manipulasi / Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula
secara optimun. Dapat juga diartikan reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kejajarannya dan rotasfanatomis
( brunner,2011).
Reduksi tertutup atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur.
metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang
mendasari tetap,sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur segera
mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elatitasnya akibat ilfiltrasi
karena adema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera mulai mengalami penyembuhan.
ebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk
menjalani prosedur; memperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan
analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anastesia.
Ekstremitas yang akan di manipulasi harus ditangani dengan lembut untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut.
Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya ( ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan memanipulasi dan traksi manual.
Ekstremitas di pertahankan dalam posisi yang di inginkan, sementara gips,
bidai dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga
reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-X
harus dilakukan untuk mengetahui apakan fragment tulang telah dalam
kesejajaran yang benar.
Traksi. Traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. sinar-
X digunakan untuk mamntau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang.
ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar-X. kalus
telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk malanjutkan imobilisasi.
Reduksi terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. dengan
pendekatan bedah, fragmen tulang di reduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk
pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang
yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan disisi tulang atau langsung
kerongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang
kuat bagi fragmen tulang.
3) Retensi / mmobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun.
immobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus di
immobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai
penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi, kontinyu, pin
dan teknik gips atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk
fiksasi yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
4) Rehabilitasi
5) menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterpi. segala upaya diarahkan
pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan. status neurovaskuler ( misalnya : peredaran
darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu
segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. kegelisaaan, ansietas dan
ketidaknyamanna dikontrol dengan berbagai pendekatan ( misalnya :
Meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgetika).
Latihan isometrik dan stting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse
(atrofi otot) dan peningkatan peredaran darah. Partipasi dalam aktivitas hidup
sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.
pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan
terapautika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan imobilisasi lebih awal.
Ahli bedah yang memperkirahkan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan
luasnya gerakan dan stress pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan
mennetukan tingkat aktivitas dan beban berat badan.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan dianostik yang sering dilakukan pada fraktur adalah :
1. X-ray
Menentukan lokasi/ luasnya fraktur
2. Scan tulang
Memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasikan kerusakan jaringan
lunak
3. Arteriogram
Dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap
Hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada pendarahan, peningkatan
lekosit sebagai respons terhadap peradangan
5. Kretinin
Trauma otot meningkat beban kreitin untuk klirens ginjal
6. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada perubahan darah, transfusi darah atau cedera hati.

I. Komplikasi

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk
tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel
tulang. ada lima stadium peneymbuhan tulang, yaitu:

a. Stadium Satu – Pembentukan Hematoma


Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar darah fraktur. sel-sel darah
membentuk fibrin guna melindung tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya
kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan
berenti sama sekali.
b. Stadium Dua – Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro yang berasal
dari periosteum, endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami trauma. sel-sel
yang mengalami proliferasi ini telah masuk kedalam lapisan yang lebih dalam dan
disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari
terbentuklah tulang baru yang mengabungkan fragmen tulang yang patah. fase ini
berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
c. Stadium Tiga – Pembentukan Kalus
Sel-sel yang berkembang memiliki potensial yang kondrogenik dan osteogenik, bila
diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuktulang dan juga kartiloga.
Populasi sel inidipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi
dengan mengabsorsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang
yang imatur dan kartiloga, membentuk kalus atau bebat pada permukaan endosteal dan
periosteal. Sementara tulang yang imatur anyaman tulang yang menjadi padat
sehingga gerakan pada tempat frakturberkurang pada 4 minggu setelah fraktur
menyatu.

d. Stadium Empat – Konsolidasi


Bila aktivitas osteoklas dan obteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi
lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melaluireruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoklas mengisi
celah-celah yang tersisah diantara fragmen dengan tulang yang baru. ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebalum tulang kuat untuk membawa
beban yang normal.
e. Stadium Lima – remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan
atau tahun, pengelasan kasar ini dibentul ulang oleh proses resobsi dan pembentukan
tulang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletakkan pada tempat yang
tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum
dibentuk, dan akhirnya dibentuk stuktur yang mirip dengan normalnya.

J. Pengobatan
a Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingi pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi, splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
2) Kompartement Sindrom
Kompartement sindrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf dan pembuluh darah dalam jaringan perut. ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
pembebatan yang terlalu kuat.
3) Fat Embolism Syndrom (FES)
FES adalah komlikasi serius yang terjadi pada kasus fraktur tulang panjang.
FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuninh masuk
kealiran darah yang menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang
ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea dan
demam.
4) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak apabila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi ini dimulai pada kulit (superfesial) dan masuk kedalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka., tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ketulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
6) Shock
Shock terjadi karena banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
yang bisa menyebabkan menurunya oksigenasi. ini biasanya terjadi pada
fraktur.
b Komplikasi Dalam Waktu Lama
1) Delayed Union
Merupakan kegagalan frakturbrkonsolidasi (bergabung) sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. ini disebabkan karena penurunan
suplai darah ketulang.
2) Nonunion
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan
yang lengkap, kuat dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan
adanya pergerakkan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis. ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang.
3) Malunion
Merupakan penyembuhan tulang yang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses kepe. Keberhasilan
proses keperawatan sangat bergantung pada tahap ini. Tahap ini terdiri atas :

1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, nomor registrasi,
tanggal MRS, diagnose medis.
2) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bias akut atau kronil tergantung dan lamanya serangan.Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan :
a) Provoking incident : Apakah ada pristiwa yang menjadi factor presipitasi
nyeri.
b) Qualityof pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut atau menusuk.
c) Region : Radiation, relief : Apakah rasa sakit bias reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien ,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time : seberapa lama nyeri berlangsung,kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh
mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bias diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna
D,2012 dalam rosyidi, kholid., 2013)
4) Riwayat Penyakit dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan member
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kangker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung .selain itu, penyakit diabetes
dengan luka dikaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik
dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.

5) Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu factor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kangker tulang yang cendrung
diturunkan secara genetick (Ignatavicius, Donna ,2012 dalam rosyidi, kholid.,
2013).
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
(Ignatavicius, Donna D,2012 dalam rosyidi, kholid., 2013).
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidaktauan akan terjadinya kecacatan pada
dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian meliputi kebiasaan hidup
klien seperti pengunaan obat steroid (anti inflamasi) yang dapat menggangu
metabolisme kalsium, pengonsumsian alcohol yang bisa menggangu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak
(Ignatavicius, Donna D,2012 dalam rosyidi, kholid., 2013).
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-hari
seperti kalsium, zat besi, protein, Vit.C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada ganguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau
feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, baud an jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak.
d) Pola TIdur dan Istirahat
Pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan
tidur, kesulitan tidur serta pengunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E,2010
dalam rosyidi, kholid., 2013).
e) Pola aktivitas
Hal ini yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan
klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya
fraktur dibandingkan pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D,2012 dalam
rosyidi, kholid., 2013).
f) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat. Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D,2012 dalam rosyidi,
kholid., 2013).
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul yaitu rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (Ignatavicius, Donna D,2012 dalam rosyidi, kholid., 2013).
h) Pola Sensori dan Kongnitif
Pada klien fraktur daya rabanya nerkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul ganguan. Begitu juga pada
kongnitifnya tidak mengalami gangguan . Selain itu juga tibul rasa nyeri
akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D,2012 dalam rosyidi, kholid., 2013).
i) Pola Reproksi Seksual
Dampaknya klien tidak dapat melakukan hubungan seksual karena harus
menjalani rawat inep dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami
klien (Ignatavicius, Donna D,2012 dalam rosyidi, kholid., 2013).
j) Pola Penggulangan stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang dirinya yaitu ketakutan timbul
kecacatan pada dirinya dan fungsi tubuhnya (Ignatavicius, Donna D,2012
dalam rosyidi, kholid., 2013).
k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan
baik trauma frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan kerena nyeri
dan keterbatasan gerak klien.
A. Pemeriksaan Fisik
1. Gambaran Umum
a. Keadaan umum : Baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,seperti :
1) Kesadaran Penderita : Apatis, spoor, koma, gelisah, komposmentis tergantung
pada keadaan klien
2) Kesakitan, Keadaan penyakit : akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
b. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
1) Sistem integument
Terdapat aritema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema
dan nyeri tekan.
2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri
kepala.
3) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjola, reflek menelan ada.
4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit,lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tidak ada lesi,simetris, tidak ada oedema.
5) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (kerena tidak terjadi
perdarahan).
6) Telingah
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
7) Hidung
Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung.
8) Mulut dan faring
Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak ada perdarahan, mukosa mulut tidak
pucat.
9) Thorak
Tidak ada pergerakan otot intercostea, gerakan dad simetris.
10) Paru
a) Inspeksi : Pernafasan meningkat, regular atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
b) Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
c) Perkusi : Suara ketok sonor, tidak ada redup atau suara tambahan lainya.
d) Aukultasi : suara nafas normal tidak ada wheezing atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi
11) Jantung
a) Inspeksi : tidak ada iktus jantung
b) Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
c) Aukultasi : suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur
12) Abdomen
a) Inspeksi : Bentuk datar,simetris, tidak ada hernia.
b) Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
c) Perkusi : Suaratimpani, ada pantulan gelombang cairan
d) Aukultasi : Paristaltik usus normal 20 kali/permenit
13) Inguinal-Genetalia-anus
Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe,tidak ada kesulitan BAB.
2. Keadaan Lokal
a. Look (Inspeksi)
1) Sikatrik (jaringan perut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
2) Cape au lait spot (tanda lahir)
3) Fistulae (luka bernanah)
4) Warna kemerahan atau kebiruhan atau hiperpigmentasi
5) Benjolan,pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
6) Posisi dan bentuk ekstrimitas
7) Posisi jalan (pola berjalan,waktu masuk kekamar periksa)
b. Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari
posisi netral. Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah.
c. Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Diteruskan dengan menggerakkan ekstrimitas dan dicatat apakahterdapat
keluhan nyeri pada pergerakkan. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat
dari tiap arah pergerakkan mulai dari titik nol.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik dibuktikan dengan ekspresi wajah
nyeri. Sikap melindungi area nyeri, diaforesis
2. Risiko infeksi dibuktikan dengan supresi respons imflamasi
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang
dibuktikan dengan ketidaknyamanan, penurunan kemampuan melakukan
keterampilan motorik halus dan keterbatasan rentang gerak.

Anda mungkin juga menyukai