Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori Pembelajaran Team Based Learning


1. Teori Jean Piaget
Jean Piaget mengungkapkan bahwa pikiran anak-anak tidak hanya
kurang matang dibandingkan orang dewasa dikarenakan kurangnya
pengalaman, tapi lain juga secara kualitatif. Menurutnya, tahapan
perkembangan intelektual individu dan berubahnya usia begitu berdampak
terhadap kemampuan pribadi dalam mempelajari sains (Ibda, 2015: 29).
Menurut teori Piaget, setiap manusia pada masa pertumbuhan sejak lahir
hingga dewasa melewati empat tahap pertumbuhan kognitif, yakni
sensorimotor, praoperasional, operasional nyata, serta operasional. Tabel
berikut menunjukkan tingkat pertumbuhan kognitif:
Tabel 2. 1 Tahapan Pertumbuhan Kognitif Piaget menurut Susilawati
(Agustin, 2020: 41)

Tahapan Perkiraan Kemampuan-kemampuan Utama


Usia
Sensorimotor 0-2 tahun Pembentukan istilah "keabadian objek"
juga kemajuan gradual dari perilaku
refleksif ke perilaku yang berorientasi pada
tujuan.
Pra- 2-7 tahun Perkembangan kemampuan memanfaatkan
Operasional simbol-simbol dalam menyatakannya
objek-objek alam. Pikiran masih berpusat
pada diri sendiri dan terpusat.

Operasional 7-11 tahun Kemampuan yang diperbaiki dalam


Konkret menuangkan pikiran dengan cara logis.
Kemampuan-kemampuan yang diperbarui
tak terkecuali dalam pemanfaatan operasi-
operasi yang dapat balik. Berpikir tidak

1
Tahapan Perkiraan Kemampuan-kemampuan Utama
Usia
hanya terpusat tapi terdesentrasi, serta
penyelesaian permasalahan tidak terlalu
berpusat pada diri sendiri.
Operasional 11 tahun Pola pikir yang abstrak juga murni
sampai simbolis mungkin dilakukan.
dewasa Permasalahan mampu dipecahkan dengan
eksperimentasi
sistematis.

Rifa’i dan Anni (Fazriyah, 2019: 42) mengungkapkan 3 pilar dasar pada
proses belajar berlandaskan teori Piaget, yakni:
a. Belajar Aktif
Tahap belajar ialah tahap aktif dikarenakan pengetahuan dibentuk
melalui subjek belajar. Dalam mendukung pertumbuhan kognitif anak, kita
harus menciptakan suasana belajar yang mungkin bagi mereka belajar secara
mandiri. Seperti mengerjakan eksperimen, merubah simbol, bertanya,
menjawab permasalahan, serta membandingkan temuan mereka sendiri
dengan temuan rekannya.
b. Belajar Melalui Interaksi Sosial
Dalam pembelajaran sangat penting untuk mengembangkan lingkungan
yang memungkinkan siswa untuk terlibat satu sama lain. Saat belajar
diperlukan situasi yang memungkinkan akan terjadi interaksi diantara subjek
belajar. Piaget merasa bahwa perkembangan kognitif anak akan terbantu
dengan belajar bersama. Melalui kontak sosial, pertumbuhan kognitif anak
dapat berorientasi pada berbagai sudut pandang, anak menjadi kaya berbagai
macam perspektif dan alternatif tindakan. Perkembangan kognitif anak akan
menjadi egosentris jika tidak ada hubungan sosial.
c. Belajar Melalui Pengalaman Sendiri
Pertumbuhan kognitif anak lebih bermakna bila dilandaskan kepada apa
yang telah dilalui dibandingkan bahasa yang dipakai untuk

2
mengkomunikasikannya. Pertumbuhan kognitif anak lebih diarahkan kepada
verbalisasi ketika bahasa yang digunakan tidak didapat dari pengalaman
mereka.
Kontribusi Piaget terhadap teori belajar dalam penelitian ini adalah tiga
prinsip teori belajar yang mendukung setiap tahapan pembelajaran. Prinsip
utama Piaget dalam pembelajaran ini adalah menciptakan kondisi bagi siswa
untuk lebih mempunyai peran aktif pada proses pembelajaran, mendalami
serta menyelesaikan permasalahan, mengajukan pertanyaan, dan
menganalisis masalah yang diberikan oleh guru untuk menemukan solusi.
2. Teori Vygotsky
Teori belajar Vygotsky (Yohanes, 2010: 134) termasuk dalam teori
belajar sosial, maka model pembelajaran kolaboratif berinteraksi secara
sosial, yaitu antarsiswa serta antara siswa dengan pendidik, hingga sangat
cocok dalam model proses kolaboratif dalam mempelajari konsep dan
menemukan solusi untuk masalah tersebut. Dalam proses interaksi ini,
pemagangan kognitif (cognitive apprenticeship) berlangsung. Ini adalah
proses di mana pelajar selangkah demi selangkah memperoleh pengetahuan
adaptif melalui interaksi dengan pakar.
Teori ini berpendapat bahwasannya proses pembelajaran terjadinya jika
seseorang melaksanakan beberapa tugas yang tidak dipelajari sebelumnya
tetapi beberapa tugas masih dalam kemampuan mereka ataupun beberapa
tugas ini berada pada zona perkembangan proksimal. Zona perkembangan
proksimal adalah ketika siswa mengembangkan kemampuan siswa sedikit
melebihi apa yang sudah dia miliki.
Vygotsky lebih menitikberatkan scaffolding, yakni memberi dukungan
komprehensif pada seseorang di tahapan awal pembelajaran serta kemudian
memberi dan mengurangi kemungkinan kepada seseorang dalam
mengalihkan pertanggungjawaban lebih besar secepat mungkin.
3. Teori Bruner
Teori ini dicetuskan oleh seorang psikolog bernama Jerome Bruner.
Menurut Bruner (Fazriyah, 2019: 45), pembelajaran matematika berhasil

3
apabila proses pendidikan didasarkan dalam pola juga struktur yang
terkcakup pada pokok bahasan yang sedang diajarkan dan harus mengetahui
koneksi berkaitan dengan konsep-konsep serta struktur-struktur yang
disebutkan. Selain itu, Bruner menyarankan supaya siswa aktif sepenuhnya
ketika tahapan belajar, mengenali konsep dan struktur yang mereka pelajari,
serta membantu mereka memahami dan menguasai materi. Dalam proses
pembelajaran, siswa harus memiliki kesempatan dalam memanipulasi objek
melalui bantuan media pembelajaran matematika. Melalui media tersebut,
siswa akan terlebih dahulu mengalami informasi dan pola struktur yang
terkandung dalam penggunaan media pembelajaran yang digunakan.
4. Teori John Dewey
John Dewey (Agustin, 2020: 43) ialah satu diantara tokoh pengetahuan
yang berasal dari AS yang mempromosikan model pengetahuan partisipatif.
Ia berusaha memberikan siswa lebih banyak kekuatan selama proses
pendidikan. Akibatnya, siswa bisa mengaplikasikan dari pembelajaran yang
mereka pelajari saat di kelas ke situasi keseharian. Pembelajaran menurut
metode John Dewey didasarkan pada pengalaman dan minat siswa. Proses
sensorik memberikan pengetahuan dan pengalaman itu, yang kemudian
disimpan dalam memori dan diorganisasikan ke dalam kerangka kognitif.
Kemudian fase berikutnya, pengalaman serta pengetahuan siswa yang
berstruktur sebagai kognitif akan digunakan sebagai psikomotorik dalam
memecahkan permasalahan. Strategi tersebut digunakan ketika siswa
mengaplikasikan serta melalui hal yang telah mereka pelajari di kelas dengan
menerapkannya pada tantangan kehidupan sehari-hari terkait fungsi serta
kewajiban mereka sebagai bagian keluarga, bangsa, siswa, juga pekerja.
Metode mengajar John Dewey yakni:
1) Guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang memotivasi siswa untuk
siap belajar.
2) Guru membantu siswa dalam pembentukan kelompok supaya siap belajar
serta mengajar.
3) Siswa bertukar pikiran tentang masalah yang disajikan oleh guru.

4
4) Siswa menjelaskan hasil dari diskusi kelompok juga menerima umpan
balik dari temannya.
5) Guru dan siswa mendiskusikan cara menyelesaikan masalah dengan benar
melalui tanya jawab.
6) Guru melakukan penialaian serta refleksi melalui pertanyaan mengenai hal
yang belum dipahami, menarik kesimpulan juga mengevaluasi hasil kerja
kelompok siswa. (Agustin, 2020: 44)

B. Pembelajaran Team Based Learning

1. Pengertian Pembelajaran Team Based Learning


Clair dan Chihara (Nurmala, 2018: 16) mendefinisikan TBL sebagai
strategi pengajaran yang menggunakan aktivitas siswa secara berkelompok
berkolaborasi menjadi sebuah tim dalam memahami serta
mengimplementasikan konsep materi selama proses pembelajaran. Tim
dibentuk secara tetap diawal pembelajaran dan bertanggung jawab untuk
mengoordinasikan pekerjaannya baik secara mandiri ataupun dalam
kelompok/tim.
Menurut Michaelsen & Sweet (Amalia et al., 2016: 3) ada empat
elemen dasar dalam strategi TBL yakni tim ataupun grup: guru menentukan
dan mengelola kelompok dengan baik; akuntabilitas ialah kualitas tugas yang
dikerjakan individu maupun kelompok harus dapat dipertanggungjawabkan,
Hubungan timbal balik yakni guru mesti memberikan banyak feedback
kepada siswa, serta rancangan tugas, maksudnya tiap kelompok perlu
ditingkatkan kembali dalam proses belajar serta perkembangan grup. Dalam
pembelajaran TBL, kegiatan siswa terutama digunakan untuk aktivitas
kelompok seperti penyelesaian lembar kerja atau tes yang dibagikan guru.
Pengetahuan awal matematika memiliki pengaruh terhadap respon,
cara berpikir dan hasil belajar siswa. Dalam pencapaian proses belajar, siswa
harus dikelompokkan berlandaskan pengetahuan yang heterogen. Akibatnya,
dalam TBL, tim harus terstruktur sedemikian rupa sehingga pengetahuan
siswa menjadi heterogen. Siswa akan belajar lebih mandiri sebagai hasil
dari

5
pertukaran informasi dengan anggota tim lainnya dalam strategi TBL.
Akibatnya, pengetahuan awal matematika siswa ialah aspek penting dalam
melaksanakan strategi TBL. (Amalia et al., 2016: 3)
Menurut (Falahah, 2006: 50) ada tiga hal yang harus disesuaikan
untuk transisi ke pendekatan ini:
1. Tujuan utama beralih. Apabila tujuan awalnya untuk memperkenalkan
konsep-konsep pokok kepada siswa, tujuan utama dalam TBL adalah
untuk memastikan bahwa siswa dapat menggunakan konsep-konsep
tersebut selain diperkenalkan kepada mereka.
2. Peranan dan fungsi pendidik beralih. Apabila tugas pendidik awalnya
sebagai penyebar konsep serta informasi, sehingga guru diharuskan
menciptakan serta mengawasi proses instruksional secara menyeluruh.
3. Peran dan fungsi siswa beralih. Sebelumnya, siswa hanyalah penerima
pasif informasi dan materi pelajaran; sekarang, siswa diharapkan dapat
menyerap konsep dan berkolaborasi dengan siswa lain sehingga konsep
tersebut dapat diimplementasikan.

2. Langkah-langkah Pembelajaran Team Based Leaning


Adapun langkah-langkah proses belajar pendekatan TBL menurut
Michaelsen & Sweet (Amalia et al., 2016: 3) dijabarkan dalam tahap
preparation, readiness assurance, application of course concepts yang dapat
dilihat dalam gambar berikut.

Gambar 2. 1 Tahapan Team Based Learning

6
Berikut uraian langkah pembelajaran TBL yakni:
a. Preparation
Guru menyajikan suatu konsep berisikan pokok bahasan yang ingin
dipahami pada kegiatan pembelajaran melalui modul pembelajaran.
Untuk mempersiapkan tahap pembelajaran berikutnya, siswa
ditugaskan untuk membaca dan memahami modul terlebih dahulu.
a. Readiness assurance (Jaminan Kesiapan)
Dengan memberikan ujian yang berhubungan dengan tugas membaca,
guru atau fasilitator menilai kesiapan siswa. Readiness Assurance
Process (RAP) merupakan kunci pokok berhasilnya pelaksanaan
strategi TBL. Terdapat lima unsur dasar pada RAP, yaitu.
1) Assigned readings, guru memperkenalkan sebuah konsep kepada
siswa melalui assigned readings atau tugas membaca.
2) Individual test, tes individu yang dikerjakan siswa mendukukung
penguatan ingatan siswa mengenai pembelajaran yang telah
didapatkan.
3) Team test. Setelah selesai melaksanakan test individu, siswa
kemudian melaksanakan tes tim bersama kelompoknya, siswa
memaparkan sebuah alasan dengan cara lisan berdasarkan hasil
jawaban.
4) Appeals process. Pada tahap ini siswa diberi kesempatan dalam
mengoreksi skor dari soal yang terlewat pada tes tim dengan
menjawab soal tersisa dengan tepat. Siswa boleh meninjau bacaan
referensi atau modul pembelajaran karena mereka diberi
kesempatan untuk meningkatkan nilai mereka. Siswa sangat
didorong agar kembali belajar yang difokuskan pada konsep sulit.
5) Instructor feedback. Apabila setelah dilaksanakannya tes tim masih
adanya siswa yang mengalami kesulitan dalam penyelesaian
masalah, maka pendidik perlu memberikan feedback.

7
c. Application of course concepts
dalam kegiatan ini siswa diberikan tugas mengenai pengaplikasian
konsep. Setiap tim mendiskusikan kesulitan yang disajikan dalam
bentuk LKS. Guru harus mengingatkan siswa di akhir pelajaran
mengenai hal yang mereka dapatkan dari aktivitas pembelajaran TBL,
seperti konsep dan pengaplikasiannya, kebermaknaan grup ketika
memecahkan permasalahan dan berbagai jenis hubungan mengenai
peningkatan efektifitas kerja tim maupun siswa secara individu.
(Amalia et al., 2016: 4)

3. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Team Based Learning


Menurut (Falahah, 2006: 53) Salah satu manfaat dari TBL (team-
based learning) yang paling signifikan adalah pengalihan peranan guru
dari seseorang yang bertanggung jawab tunggal
untuk menguasai dan menyampaikan semua materi
pelajaran menjadi sebagai pengarah dan pengelola kelas, sedangkan upaya
penguasaan materi diambil alih oleh para siswa dan dijalankan dalam proses
pengelolaan kelompoknya masing-masing. Selain itu, Pembelajaran berbasis
tim (Team Based Learning) ialah pembelajaran yang memotivasi siswa
untuk berkolaborasi dalam kelompok atau sosial untuk secara aktif
menyelesaikan permasalahan matematika (Nurmala, 2018: 7). Kelemahan
dari pendekatan ini adalah memerlukan persiapan guru yang mantap,
terutama untuk materi dan item pendukung yang
bisa membantu pembelajaran.

C. Pembelajaran Konvensional

1. Pengertian Pembelajaran Konvensional


Menurut Majid, A., & Firdaus (Agustin, 2020: 46) pembelajaran
konvensional merupakan pembelajaran yang biasa dilaksanakan, dimana
gurulah yang menjadi pemeran utama di kelas, sehingga guru kurang dapat
memperhatikan situasi belajar secara keseluruhan.

8
Pembelajaran konvensional dapat berupa ceramah, tanya jawab
maupun diskusi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode
ceramah. Metode ceramah merupakan metode mengajar yang paling mudah
dilaksanakan. Pembelajaran konvensional ini menjadikan peran guru lebih
dominan dalam menyajikan materi pembelajaran di kelas dengan cara
ceramah atau berbicara dan memberikan contoh soal latihan yang perlu
dikerjakan oleh siswa.

2. Langkah-langkah Pembelajaran Konvensional


Gambaran pembelajaran matematika dengan konvensional menurut
Sufairoh (Juniawan, 2018: 26-27) adalah sebagai berikut:
a. Mengamati, siswa dapat mengamati alat peraga yang disediakan oleh
guru dan mampu mengenalii masalah.
b. Menanya, siswa menanyakan sebuah pertanyaan yang ingin
diketahuinya mengenai pembelajaran yang dipelajarinya.
c. Mengggali informasi, siswa mencari informasi dengan cara bertukar
pemikiran dan pendapat dengan teman-temannya mengenai
pembelajaran yang dipelajarinya.
d. Menalar, siswa dapat menyatat mengenai materi yang telah
dipelajarinya.
e. Mengkomunikasikan, siswa dapat mengerjakan latihan yang telah
dibagikan oleh guru.

3. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Konvensional


Keuntungan dari model ini yaitu bisa dipakai untuk siswa dalam
jumlah besar serta dapat menyelesaikan suatu materi matematika dengan
cepat. Selain itu waktu yang diperlukan lebih efisien, guru dapat
mempersiapkan dan melaksanakannya dengan mudah dan siswa menjadi
tidak aktif karena siswa tidak memiliki peluang untuk memperoleh sendiri
konsep yang diajarkan dan guru lebih mendominasi dalam pembelajaran

9
D. Kemampuan Penalaran Adaptif

1. Pengertian Kemampuan Penalaran Adaptif


Salah satu tujuan mata pelajaran matematika dalam standar isi untuk
satuan pendidikan dasar dan menengah adalah agar siswa mampu
memanfaatkan penalaran pada pola dan sifat, memanipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, mengumpulkan bukti, atau menjelaskan gagasan
dan pernyataan matematika. (A. Sholihah, 2018: 9)
Priatna (Indriani et al., 2017: 2) menjelaskan penalaran sebagai cara
berpikir yang menghubungkan dua hal atau lebih dengan menggunakan
proses pembuktian untuk mencapai suatu kesimpulan berdasarkan sifat dan
prinsip tertentu yang telah diakui kebenarannya
Menurut pendapat Kilpatrick, dkk (Nurkholis et al., 2017: 18) terdapat
lima macam kemampuan matematis bagi siswa (1) pemahaman konseptual,
(2) kelancaran berprosedur, (3) kemampuan strategis, (4) penalaran adaptif,
(5) berkarakter produktif. National Research Council (NRC) awalnya
mengungkapkan kemampuan penalaran adaptif pada tahun 2001,
memperkenalkan suatu penalaran yang meliputi kemampuan induksi dan
deduksi, yang kemudian diperkenalkan sebagai penalaran adaptif. Lebih
lanjut Penalaran adaptif menurut Kilpatrik (Arifudin, Wilujeng, & Utomo,
2016: 128) didefinisikan sebagai kemampuan siswa untuk menarik
kesimpulan secara logis, memperkirakan jawaban, memberi penjelasan
mengenai konsep dan prosedur jawaban yang digunakan, serta menilai
kebenarannya secara matematika.. Pendapat lain diungkapkan Manggala
(Arifudin et al., 2016: 130) kemampuan penalaran adaptif merupakan aspek
yang tidak terpisahkan dari kompetensi matematika lainnya dan berperan
penting dalam peningkatan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi.
Berlandaskan pemaparan yang telah dijelaskan maka diperoleh
kesimpulan bahwa penalaran adaptif adalah proses berpikir logis yang
memberikan solusi dalam memecahkan suatu masalah, dan bahwa siswa
harus

1
memiliki kemampuan tersebut sebagai dasar yang dapat mendukung dalam
proses belajarnya.
Penalaran adaptif menurut Kilpatrick, dkk., (Suhendra, Sugianto, &
Suratman, 2016: 2) mengemukakan bahwa tidak hanya meliputi penalaran
deduktif yang hanya menarik kesimpulan berdasarkan bukti formal deduktif,
tetapi penalaran adaptif juga meliputi penalaran induktif dan intuitif yang
menarik kesimpulan berdasarkan pola, analogi, dan metafora. Penalaran
adaptif ialah bagian yang saling berkaitan dengan komponen kemampuan
matematika lainnya dan berperan penting dalam meningkatkan kemampuan
berpikir matematis siswa. Karena penalaran adaptif mengajarkan siswa untuk
berpikir secara matang tentang alternatif jawaban dan membiasakan diri
menggunakan pengetahuannya untuk menilai suatu kesimpulan. Kemampuan
penalaran adaptif yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kemampuan siswa
dalam memecahkan masalah penalaran adaptif.

2. Indikator Kemampuan Penalaran Adaptif


Untuk mengetahui kemampuan penalaran adaptif siswa, dapat diukur
dengan indikator kemampuan penalaran adaptif. Menurut Widjajanti (A.
Sholihash, 2018: 14) indikator penalaran adaptif terdiri dari : 1) menyusun
dugaan, 2) memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran suatu
pernyataan,
3) menarik kesimpulan dari suatu pernyataan, 4) memeriksa kesahihan suatu
argumen, dan 5) menemukan pola pada gejala matematis. Indikator tersebut
telah memuat indikator gabungan penalaran deduktif dan induktif, dimana
keduanya merupakan bagian dari penalaran adaptif. Adapun dalam penelitian
ini indikator penalaran adaptif yang digunakan adalah (1) menyusun dugaan
atau conjektur, (2) memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran suatu
pernyataan, (3) menemukan pola dari suatu masalah, dan (4) menarik
kesimpulan dari suatu pernyataan.
Berikut ini adalah contoh soal matematika materi pola bilangan
berdasarkan indikator kemampuan penalaran adaptif matematis:
Setiap berangkat ke sekolah Ani berjalan kaki. 5 menit pertama ia
berjalan sejauh 60 meter, dan setiap 5 menit selalu bertambah 60 meter. Jarak

1
dari rumah Ani ke sekolah sekitar 400 meter sampai 600 meter. Jika Ani
berangkat pukul 06.20, prediksilah pada pukul berapa Ani sampai di sekolah?
Jelaskan apakah Ani terlambat jika pembelajaran dimulai pada pukul 07.15!

Pembahasan:
Alternatif 1
 Menyusun dugaan atau conjektur
Diketahui:
Rata-rata kecepatan = 60 meter per 5 menit
Jarak = , 400 sampai 600 meter
Mulai berangkat pukul 06.20
Ditanyakan:
Pukul berapakah Ani sampai di sekolah? dan apakah Ani terlambat jika
pembelajaran dimulai pada pukul pukul 07.15?
 Menemukan pola dari suatu
masalah Misalkan jarak = t ,
Dipilih t = 420 meter
Dengan cara membuat tabel
Pukul 06.20- 06.25- 06.30- 06.35- 06.40- 06.45- 06.50-
06.25 06.30 06.35 06.40 06.45 06.50 06.55
Panjang 60 120 180 240 300 360 420
Jarak

 Menarik kesimpulan dari suatu pernyataan


Jadi, Ani sampai di sekolah pada pukul 06.55 jika jarak yang ditempuh
420 meter
 Memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran suatu pernyataan
Jika pembelajaran dimulai pukul 07.15 maka Ani tidak terlambat karena
ia akan sampai di sekolah pada pukul 06.55
Alternatif 2
 Menyusun dugaan atau conjektur
Diketahui:

1
Rata-rata kecepatan = 60 meter per 5 menit
Jarak = 400 sampai 600 meter
Mulai berangkat pukul 06.20
Ditanyakan:
Pukul berapakah Ani sampai di sekolah? dan apakah Ani terlambat jika
pembelajaran dimulai pada pukul 07.15?
 Menemukan pola dari suatu masalah
Misalkan jarak = t
Dipilih t = 480 meter
Jika jarak dari rumah Ani ke sekolah 480 meter dan Setiap 5 menit
bertambah 60 meter, maka
480
60 =8
8 × 5 menit = 40 menit
Sehingga 06.20 ditambah 40 menit menjadi 07.00
 Menarik kesimpulan dari suatu pernyataan
Jadi, Ani sampai di sekolah pada pukul 07.00 jika jarak yang ditempuh
480 meter
 Memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran suatu pernyataan
Jika pembelajaran dimulai pukul 07.15 maka Ani tidak terlambat karena
ia akan sampai di sekolah pada pukul 07.00

E. Persistence (Kegigihan) Matematis

1. Pengertian Persistence (Kegigihan) Matematis


Sebagian siswa masih menganggap matematika sebagai mata
pelajaran yang sukar. Tidak jarang mereka mudah menyerah dalam
menyelesaikan suatu permasalahan. Padahal kegigihan (Persistence)
merupakan salahsatu faktor yang vital dalam pembelajaran matematika
karena sikap tersebut merupakan salahsatu sikap yang terdapat dalam
disposisi matematis. Hal ini sejalan dengan pemaparan NCTM (Fauziah,
2020: 27) bahwa disposisi matematis memperlihatkan: rasa percaya diri,
gigih dan pantang menyerah dalam

1
memecahkan masalah, kreatif dalam mengeksplorasi ide-ide matematis,
ekspektasi dan metakognisi, gairah dan perhatian serius dalam belajar
matematika, rasa ingin tahu yang tinggi, serta kemampuan berbagi pendapat
dengan orang lain. Jadi, sangat penting sekali menghadirkan sikap gigih
dalam pembelajaran matematika untuk dapat menyelesaikan suatu
permasalahan. Arsisari (Fauziah, 2020: 29) mendukung relevansi kegigihan
dalam pemecahan masalah dengan mengungkapkan bahwa siswa dengan
kegigihan tinggi juga memiliki kemampuan penyelesaian masalah yang
unggul.
Menurut (Susilawati, 2017: 74) kegigihan (persistence) sebagai
kemampuan untuk terus menjaga momentum awal tanpa dipengaruhi oleh
perasaan emosional bahkan dapat mengalahkan rasa ingin menyerah. Lalu
menurut Arsisari (Hadiansyah, 2018: 36) persistence matematis adalah sikap
optimis, pantang menyerah, dan ulet pada saat siswa dihadapkan pada
permasalahan matematis sampai dapat menemukan penyelesaian atau solusi
dari permasalahan tersebut. Menurut Costa & Kallick (Juniawan, 2018: 34)
sikap kegigihan bukan berarti sikap “ngotot” untuk mencapai segala sesuatu
yang diinginkan, akan tetapi lebih menekankan pada sikap positif.

2. Indikator Persistence (Kegigihan) Matematis


Untuk mengetahui aspek afektif Persistence (Kegigihan) Matematis
siswa, dapat diukur oleh beberapa indikator. Indikator Kegigihan menurut
Costa & Kallick (Fauziah, 2020: 30) terdiri dari: 1) Mendemonstrasikan
metode-metode sistematis untuk menganalisis permaslahan. 2) Membedakan
gagasan-gagasan yang berhasil dan yang tidak. 3) Mempertimbangkan
sebagai alternatif solusi saat berupaya memecahkan masalah. 4) Secara
berkelanjutan mengklarifikasi pekerjaan sekaligus memantau kinerja.
Susilawati (Juniawan, 2018: 35) mengungkapkan tiga indikator
kegigihan yang akan dijelaskan sebagai berikut:
(1) Optimisme: sikap siswa yang memiliki harapan baik terhadap proses
pembelajaran matematika dengan hasil belajar yang menyenangkan.
(2) Pantang menyerah: Siswa tidak mudah putus asa ketika dihadapkan pada
permasalahan matematika, bekerja keras, mempertimbangkan hambatan
dan tantangan yang dihadapi untuk memecahkan masalah.

1
(3) Ulet: Sikap siswa untuk tekun, teliti, bersungguh-sungguh, terus-menerus
berusaha, dan aktif mengerahkan segenap potensinya untuk memecahkan
masalah.
Adapun indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah
optimisme, pantang menyerah dan ulet.

F. Kahoot
1. Pengertian Kahoot
Menurut Dewi (Maulidah, 2020: 4) Kahoot yaitu aplikasi online
berbentuk kuis berupa soal-soal tes yang dibuat oleh guru dan dapat
dikembangkan dan disuguhkan dalam format “permainan”. Jawaban yang
benar mendapatkan poin, dan siswa yang ikut serta akan langsung melihat
hasil dari tanggapan mereka. Karena merangsang baik komponen visual dan
verbal, pembelajaran berbasis permainan berpotensi menjadi alat
pembelajaran yang efektif. (Iwamoto, Hargis, Taitano, & Vuong, 2017: 82)
Kahoot adalah platform yang digagas oleh Johan Brand dan Jamie
Brooker sebagai hasil kolaborasi joint project antara Norwegian University of
Technology and Science dengan sebagai inisiator. Guru dapat mengakses
Kahoot di https://Kahoot.com/, sedangkan siswa dapat mengaksesnya di
https://Kahoot.it/. Platform ini terbuka untuk umum dan semua fiturnya
tersedia secara gratis. Platform ini unik karena menekankan pada proses
evaluasi pembelajaran melalui permainan secara berkelompok, meskipun
dapat dimainkan secara mandiri dan harus terhubung melalui jaringan internet
(Putri & Muzakki, 2019: 219)

1
Gambar 2. 2 Tampilan Aplikasi Kahoot Soal Barisan dan Deret Aritmetika
Kahoot juga merupakan media pembelajaran interaktif karena aplikasi
ini dapat digunakan dan dimanfaatkan dalam kegiatan belajar mengajar
seperti membuat pre-test, latihan soal, penguatan materi, remedial, pengayaan
dan lainnya. Untuk dapat membuat tes dalam aplikasi Kahoot, guru hanya
perlu memasukkan akun email sebagai salah satu syaratnya.
Adapun langkah-langkah untuk membuat kuis di aplikasi Kahoot
sebagai berikut:
a. Pertama ketikan alamat kahoot.com. Jika sudah memiliki akun, klik log
in dan jika belum memiliki akun bisa mendaftar terlebih dahulu melalui
tombol sign up for free seperti pada Gambar 2.3.

1
Gambar 2. 3 Log in akun Kahoot
b. Jika sudah masuk kemudian pilih menu yang sesuai, click quiz untuk
membuat pertanyaan.

Gambar 2. 4 Membuat Pertanyaan

1
c. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menjawab setiap pertanyaan
dapat ditentukan, dan skor yang diperoleh ditentukan oleh tingkat
kesulitan pertanyaan.

Gambar 2. 5 Pengaturan Lamanya Waktu Pertanyaan


d. Dalam Kahoot, setiap pertanyaan dapat disertai dengan gambar untuk
memberikan konteks atau dukungan dalam menjawab pertanyaan seperti
pada Gambar 2.6.

1
Gambar 2. 6 Menambahkan Gambar pada Pertanyaan
e. Setelah selesai membuat kuis, salin URL atau buat PIN (kombinasi
angka) untuk mengaksesnya.

Gambar 2. 7 Salin URL

1
Bagi siswa untuk memulai kuis hanya perlu mendapatkan link atau
PIN yang dibagikan oleh guru. Berikut cara bermain Kahoot:
a. Siswa dapat langsung masuk ke kahoot.it dan bergabung menggunakan
PIN yang telah diberikan guru.
b. Siswa dapat menggunakan smartphone untuk menjawab pertanyaan dari
guru setelah permainan dimulai.
c. Siswa tinggal memilih jawaban dari pilihan yang ditampilkan di layar
smartphone.
d. Siswa memperoleh skor jika mereka menjawab dengan benar. Namun, jika
menjawab salah, tidak akan memperoleh skor
e. Siswa dapat terus menjawab pertanyaan sampai kuis selesai.
f. Diakhir kuis, tiga pemenang dengan skor tertinggi akan diumumkan di
podium.

2. Kelebihan dan Kekurangan Kahoot


Sigid (Dewi, 2019: 22) mengungkapkan bahwa konsep pembelajaran
dengan menggunakan Kahoot akan meningkatkan minat siswa karena belajar
dengan menggunakan game akan lebih menarik dan dapat merubah emosi dan
perasaannya menjadi lebih baik. Dengan demikian, tentunya siswa akan lebih
mudah mengembangkan potensi mereka ke tahap yang maksimal.
Siswa yang menjawab dengan benar akan mendapatkan poin, dan
yang mengikuti permainan akan dicantumkan namanya di daftar pemain,
yang akan menambah tantangan antar kelompok saat belajar dan diharapkan
akan meningkatkan kemampuan penalaran dan sikap persistence matematis
siswa. Menurut Lime (Maulidah, 2020: 5) kelebihan lain dari aplikasi ini
adalah jawaban soal akan direpresentasikan dengan gambar dan warna, dan
tampilan di perangkat guru dan siswa akan langsung berubah sesuai dengan
nomor soal yang sedang ditampilkan.

2
Gambar 2. 8 Tampilan Aplikasi Kahoot Perolehan Skor Akhir
Sedangkan kelemahan media pembelajaran ini yaitu membutuhkan
peralatan khusus dalam penyajiannya dan memerlukan koneksi internet yang
stabil.

G. Pembelajaran Team Based Learning berbantuan Kahoot


Pembelajaran Team Based Learning berbantuan Kahoot dalam
penelitian ini diterapkan pada pembelajaran matematika materi pola bilangan.
Adapun langkah-langkah pembelajaran ini yang dikaitkan dengan kegiatan
pembelajaran matematika pada salah satu pertemuan adalah sebagai berikut:
1. Guru melakukan kegiatan pendahuluan/apersepsi
2. Siswa sudah membaca serta memahami bahan ajar materi Barisan dan
Deret Aritmetika yang guru berikan pada petemuan sebelumnya
3. Siswa diberikan kesempatan untuk bertanya di grup whatsapp
4. Guru memberikan tes individu di aplikasi kahoot yang bertujuan
untuk melihat dan memastikan kesiapan siswa
5. Guru memberikan tes tim kepada kelompok yang sebelumnya sudah
dibentuk di aplikasi kahoot

2
6. Guru memberikan siswa kesempatan untuk membuka sumber
referensi siswa dalam belajar
7. Guru mengawasi kinerja dari kelompok siswa dan memberi bantuan
jika ada siswa yang membutuhkan.
8. Setiap kelompok berdiskusi menyelesaikan LKPD yang telah
dibagikan oleh guru pada pertemuan sebelumnya. Hasil dari jawaban
kelompok siswa dikumpulkan kepada guru, kemudian perwakilan dari
setiap kelompok diberikan kesempatan untuk mengirim hasil
diskusinya di grup whatsapp kelas secara bergantian untuk diberikan
masukan atau sanggahan dari kelompok lain
9. Guru memverifikasi pembelajaran dan pendapat yang diungkapkan
siswa terkait penyelesaian masalah yang paling baik agar siswa
terkuatkan bahwa pendapatnya benar.

Anda mungkin juga menyukai