Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori Pembelajaran Elicit, Confront, Identify, Resolve, Reinforce


(ECIRR)
1. Teori Jean Piaget

Perlu diketahui bahwa seorang siswa memiliki pemikiran yang berbeda atau
daya pikir yang berbeda dengan orang dewasa dan menurut Jean Piaget bahwa
pikiran seorang anak atau siswa kurang matang dibandingkan orang dewasa. Juga
disebutkan bahwa tahapan perkembangan intelektual sangat mempengaruhi
kemampuan seseorang dalam mempelajari sains (Ibda, 2015: 29). Ada empat
tahapan pertumbuhan yang terjadi pada masa pertumbuhan manusia dari sejak
lahir hingga dewasa yaitu tahap pertumbuhan kognitif, yakni sensorimotor,
praoperasional, operasional nyata, serta operasional. Berikut Tabel yang
menunjukkan tingkat pertumbuhan kognitif menurut teori Jean Piaget :

Tabel 2. 1 Tahapan Pertumbuhan Kognitif Piaget menurut Susilawati


(Agustin, 2020: 41)

Tahapan Perkiraan Kemampuan-kemampuan Utama


Usia
Sensorimotor 0-2 tahun Pembentukan istilah "keabadian objek"
juga kemajuan gradual dari perilaku
refleksif ke perilaku yang berorientasi pada
tujuan.
Pra- 2-7 tahun Perkembangan kemampuan memanfaatkan
Operasional simbol-simbol dalam menyatakannya
objek-objek alam. Pikiran masih berpusat
pada diri sendiri dan terpusat.

Operasional 7-11 tahun Kemampuan yang diperbaiki dalam


Konkret menuangkan pikiran dengan cara logis.
Kemampuan-kemampuan yang diperbarui
tak terkecuali dalam pemanfaatan operasi-
operasi yang dapat balik. Berpikir tidak
Tahapan Perkiraan Kemampuan-kemampuan Utama
Usia
hanya terpusat tapi terdesentrasi, serta
penyelesaian permasalahan tidak terlalu
berpusat pada diri sendiri.
Operasional 11 tahun Pola pikir yang abstrak juga murni
sampai simbolis mungkin dilakukan.
dewasa Permasalahan mampu dipecahkan dengan
eksperimentasi
sistematis.

Ada tiga pilar dasar proses belajar yang ada dalam teori Piaget (Fazriyah, 2019: 42)
yakni:
a. Belajar Aktif
Belajar aktif disini sangat ditekanan pada siswa yang memang dalam
pembelajaran harus berperan aktif. Diantaranya dengan cara bertanya,
menjawab pertanyaan atau menyelesaikan permasalahan dan mampu
menyampaikannya dengan aktif dikelas. Dan hal itu bisa terjadi jika seorang
guru menciptakan suasana yang mendukung dan mendorong anak agar bisa
berperan aktif karena banyak sekali fenomena pembelajaran dikelas, hanya guru
yang aktif menjelaskan pembelajaran. Dan hal ini lah yang melandasi dilakukan
nya penelitian menggunakan model pembelajaran ECIRR ini.
b. Belajar Melalui Interaksi Sosial
Sangat penting bagi seorang guru bisa menciptakan lingkungan belajar atau
suasana belajar yang memungkinkan siswa bisa berinterakski aktif dalam
pembelajaran atau saling terlibat satu dengan yang lainnya. Menurut Piaget
bahwa interaksi sosial bisa meningkatkan perkembangan kognitif siswa.
Didalamnya anak bisa mendapatkan berbagai perspektif dalam interaksi yang
bisa membuat luasnya cara berfikir dan kognitif anak. Model pembelajaran
ECIRR sangat menekankan pada keaktifan siswa dalam belajar. Hal ini lah
yang membuat peneliti memilih model pembelajaran ECIRR dalam penlitian
ini.
c. Belajar Melalui Pengalaman
Pertumbuhan kognitif siswa sangat erat kaitannya dengan pengalaman atau
apa yang telah dilaluinya dalam pembelajaran. Pengalaman yang
menyenangkan dalam belajar akan sangat melekat pada pikiran siswa sehinggu
kemampuan kognitif nya bertambah karena adanya pengalaman belajar.
Kontribusi Piaget terhadap teori belajar dalam penelitian yang dilakukan
oleh peneliti adalah ketiga prinsip teori belajar yang sudah disebutkan diatas
dalam mendukung setiap tahapan pembelajaran. Prinsip utama menurut Piaget
dalam pembelajaran ini adalah menciptakan kondisi atau suasana belajar bagi
siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran, mendalami serta
menyelesaikan permasalahan, mengajukan pertanyaan, dan menganalisis
masalah yang diberikan oleh guru dan juga tentunya menemukan solusi.

2. Teori Vygotsky
Teori Vygotsky ini (Yohanes, 2010: 134) termasuk dalam teori belajar sosial,
atau bisa disebut model pembelajaran kolaboratif berinteraksi sosial sangat sesuai
dengan teori ini, interaksi tersebut diantaranya, yaitu antarsiswa serta antara siswa
dengan pendidik, hingga sangat cocok dalam model proses pembelajaran kolaboratif
dalam mempelajari dan memahami konsep dan menemukan solusi untuk masalah
tersebut. pemagangan kognitif (cognitive apprenticeship) berlangsung dalam proses
interaksi ini. Disinilah proses di mana pelajar diarahkan untuk selangkah demi
selangkah memperoleh pengetahuan adaptif melalui interaksi dengan pakar.
Vygotsky berpendapat bahwa proses pembelajaran terjadi jika seorang siswa
melaksanakan tugas yang tidak dipelajari sebelumnya tetapi masih dalam kemampuan
mereka .
Vygotsky lebih menitikberatkan scaffolding, yakni memberi dukungan
komprehensif pada seseorang di tahapan awal pembelajaran serta kemudian memberi
dan mengurangi kemungkinan kepada seseorang dalam mengalihkan
pertanggungjawaban lebih besar secepat mungkin.

3. Teori Bruner

Dalam penelitian yang dilakukan (Fazriyah, 2019: 45) dalam teori ini Bruner
menyatakan bahwa pembelajaran matematika akan berhasil apabila proses pendidikan
berlandaskan atau didasari dengan pola dan struktur yang ada pada pokok bahasan
yang sedang dipelajari juga harus mengetahui hubungan atau koneksi yang berkaitan
dengan konsep-konsep serta struktur-struktur yang disebutkan. Selain itu, Bruner
sangat menyarankan supaya siswa berperan aktif sepenuhnya ketika tahapan belajar,
tidak hanya guru yang terus membahas dan menjelaskan siswa juga harus aktid dan
mengenali konsep dan struktur yang mereka pelajari, serta guru membantu siswa
memahami dan menguasai materi. Dalam proses pembelajaran, siswa harus memiliki
kesempatan dalam memanipulasi objek melalui bantuan media pembelajaran
matematika. Melalui media tersebut, siswa akan terlebih dahulu memperoleh informasi
dan pola struktur yang terkandung dalam penggunaan media pembelajaran yang
digunakan.

4. Teori John Dewey

John Dewey (Agustin, 2020: 43) adalah salah satu tokoh pengetahuan yang berasal
dari AS yang mempromosikan model pengetahuan partisipatif. Dalam teori ini siswa
diharapkan bisa mengaplikasikan apa yang dipelajari saat di kelas di kehidupan sehari
hari. Pembelajaran menurut metode John Dewey didasarkan pada pengalaman dan
minat siswa. Jadi singkatnya dalam teori ini menyebutkan bahwa tahap pertama yg
terjadi adalah proses memberikan dan menerima pengatahuan kemudian fase
berikutnya pengetahuan dan pengalaman yang didapat digunakan sebagai
psikomotorik dalam menyelasaikan permasalahan. Strategi tersebut digunakan ketika
siswa mengaplikasikan serta melalui hal yang telah mereka pelajari di kelas dengan
menerapkannya pada tantangan kehidupan sehari-hari terkait fungsi serta kewajiban
mereka sebagai bagian keluarga, bangsa, siswa, juga pekerja.
Metode mengajar John Dewey yakni:

1) Guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang memotivasi siswa untuk siap


belajar.
2) Guru membantu siswa dalam pembentukan kelompok supaya siap belajar serta
mengajar.
3) Siswa bertukar pikiran tentang masalah yang disajikan oleh guru.
4) Siswa menjelaskan hasil dari diskusi kelompok juga menerima umpan
balik dari temannya.
5) Guru dan siswa mendiskusikan cara menyelesaikan masalah dengan benar
melalui tanya jawab.
6) Guru melakukan penialaian serta refleksi melalui pertanyaan mengenai hal
yang belum dipahami, menarik kesimpulan juga mengevaluasi hasil kerja
kelompok siswa. (Agustin, 2020: 44).
Oleh karena itu empat teori diatas sangat berkontribusi dalam penelitian ini
dimana penelitian ini didasarkan pada poin poin yang sudah di paparkan dalam
ke empat teori diantaranya yaitu prinsip teori belajar yang sudah disebutkan
dalam mendukung setiap tahapan pembelajaran seperti keaktifan belajar siswa
yang harus diperhatikan, interaksi belajar antara siswa dengan siswa, dengan
pendidik dan pakar lainnya dan yang tak kalah penting pembelajaran tidak
melulu berdasarkan materi yang disampaikan ada hal yang tak kalah penting
yaitu, pengalaman belajar dan minat siswa yang akan menjadi psikomotorik
dalam menyelesaikan permasalahan. Semua hal itu, menjadi landasan yang akan
dipakai dalam penelitian ini.

2. Pengertian Model Pembelajaran ECIRR


Model pembelajaran merupakan kerangka yang bersifat konseptual dan
berupa pola prosedur sistematik yang dikembangkan berdasarkan teori dan
digunakan dalam mengorganisir proses belajar mengajar agar tercapainya tujuan
pembelajaran (Sani, 2014). Model pembelajaran berkaitan erat dengan pemilihan
strategi dan pembuatan struktur metode, keterampilan, dan aktivitas peserta didik,
Ciri utama dari sebuah model pembelajaran yaitu adanya tahapan atau sintaks
pembelajaran (Sani, 2014). Menurut Joyce, model pembelajaran mengarahkan
kita untuk mendesain pembelajaran agar peserta didik terbantu dalam belajar,
sehingga dapat tercapainya tujuan pembelajaran (Pratama, Septa, & Istiyono,
2015). Jadi, model pembelajaran adalah kerangka pembelajaran terstruktur yang
dilakukan dari awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran yang dirancang oleh
guru sebagai pedoman dalam pembelajaran agar terwujudnya tujuan pembelajaran
yang diharapkan.
Menurut (Wening, 2008) ia mengusulkan suatu pendekatan atau model baru
guna mengatasi konsepsi alternatif dalam fisika yang disebut dengan model
pembelajaran Elicit, Confront, Identify, Resolve, Reinforce (ECIRR). Model
pembelajaran ini dikembangkan dari model pembelajaran CCM dan CEM
berdasarkan penelitian dari modeling website. Model pembelajaran ini merupakan
model hasil penyempurnaan dari learning cycles, conceptual change, bridging
analogies, microcomputer-based laboratory experiences, dan disequilibration
techniques.
Menurut Wenning, model pembelajaran berasal dari teori yang mengatakan
bahwa siswa belajar dengan cara merekonstruksi pengetahuan awal mereka
sendiri (Kusuma, Wiarta, & Abadi, 2014). Model pembelajaran ECIRR adalah
salah satu model pembelajaran yang penerapannya didasarkan pada teori
kontruktivisme untuk menciptakan kondisi struktur kognitif siswa karena sering
terjadinya konflik kognitif di awal pembelajaran. Untuk mencapai keseimbangan
di dalam diri siswa, maka perubahan struktur kognitif siswa perlu diatasi terlebih
dahulu. Selain itu pada model pembelajaran ini, penyajian masalah harus sesuai
dengan kenyataan yang ada, sehingga dapat mendorong siswa secara individu
maupun secara kelompok agar dapat untuk melakukan analisis masalah,
mengidentifikasi, menghipotesis, dan menyimpulkan apa yang telah diketahui dan
dipelajari.
Model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang
mengakomodasi pengetahuan awal dengan strategi konflik kognitif untuk
memperoleh perubahan konseptual. Proses peningkatan penguasaan konsep
dengan memperhatikan adanya konsepsi alternatif siswa dapat membangkitkan
motivasi siswa (Ipek & Calik, 2008)
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pada model
pembelajaran ECIRR ini adalah model pembelajaran yang menginterpretasikan
ide atau gagasan juga menghubungkannya dengan pengetahuan pelajaran yang
akan dipelajari menggunakan pengetahuan awal. Model pembelajaran ini dapat
membangun pemahaman, kemampuan berpikir serta merefleksikan apa yang telah
dipelajari di awal. Model pembelajaran ini merupakan pengembangan dari
berbagai model pembelajaran yang berlandaskan perubahan konseptual.
Perubahan konseptual yang dimaksud adalah guna memperbaiki pengetahuan
awal siswa yang masih berupa konsepsi-konsepsi alternatif menjadi pengetahuan
awal yang bersifat ilmiah sehingga dapat dicapai suatu pemahaman konsep yang
mendalam.
Pengembangan model ini didasarkan pada beberapa claim, yaitu 1) siswa
mengikuti pelajaran Matematika di kelas dengan berbagai konsepsi alternatif yang
secara alami telah dibawa tentang suatu objek atau kejadian tertentu, 2) konsepsi
alternatif yang dibawa oleh pembelajaran tidak bergantung pada umur, budaya,
kepandaian dan jenis kelamin, 3) konsepsi alternatif sulit untuk dihilangkan
dengan pembelajaran konvensional, 4) konsepsi alternatif sering tidak sesuai
dengan konsep ilmiah, 5) konsepsi alternatif dapat bersumber dari pengamatan
secara langsung, pertukaran budaya, bahasa, dan penjelasan guru, 6) guru sering
turut memberikan konsepsi alternatif yang sama kepada siswa mereka, 7)
pengetahuan awal pembelajaran saling berhubungan dengan pengetahuan yang
mereka dapatkan dalam pembelajaran formal sehingga menghasilkan hasil belajar
dengan variasi yang berbeda, dan 8) pembelajaran dengan pendekatan yang
memfasilitasi adanya perubahan konseptual merupakan alat yang efektif di dalam
kelas (Wening, 2008)
3. Langkah-langkah Model Pembelajaran ECIRR
Perlu diketahui bahwa Model pembelajaran ECIRR memiliki lima tahapan
atau sintak. Adapun kelima tahapan tersebut berkaitan satu sama lain, sehingga
dapat membantu menciptakan keberhasilan pembelajaran. Berikut kelima tahapan
tersebut di bawah ini (Wening & Viery, 2015):
1) Elicit (menggali pengetahuan awal). Guru menggali pengetahuan awal siswa
dengan memberikan berbagai aktivitas yang mampu merangsang siswa guna
berpikir dimana siswa dihadapkan dengan suatu masalah, seperti memberikan
pertanyaan kontekstual dan konseptual. Siswa hendaknya mengetahui
keberadaan konsep-konsep alternatif dalam dirinya. Mengajukan pertanyaan
atau masalah di awal pembelajaran, guru sebagai organisator proses
pembelajaran mempunyai peluang untuk menggali pengetahuan awal siswa
yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dipelajari. Pengetahuan
awal sangat menentukan proses konstruksi pengetahuan yang baru dipelajari.
2) Confront (membuktikan). Pada tahap ini guru menyangkal konsepsi awal
siswa dengan pertanyaan sangkalan dan metode perubahan konseptual
bertujuan mewujudkan terjadinya konflik kognitif dalam diri siswa sehingga
mengalami ketidakseimbangan kognitif. Konflik kognitif adalah strategi yang
sangat efektif digunakan untuk mengubah konsepsi siswa.
3) Identify, yakni guru meminta siswa untuk memaparkan alasan atas
kepercayaan pada jawaban yang telah diutarakan pada tahapan elicit dengan
cara membandingkan jawaban dari kedua tahap tersebut.
4) Resolfe (mendiskusikan). Pada tahap ini guru membantu untuk perbaikan
konsepsi alternatif siswa dengan fasilitas berupa pertanyaan-pertanyaan
percobaan dan pendemonstrasian interaktif dalam bentuk lembar kerja siswa
(LKS). Pada tahap ini siswa dipacu untuk mendapatkan penyelesaian
berbagai masalah yang disajikan pada LKS model ini yaitu: Pertama, masalah
tidak mempunyai struktur yang jelas sehingga siswa terdorong untuk
membuat sejumlah hipotesis dan mengkaji berbagai kemungkinan
penyelesaian masalah. Siswa bersama kelompoknya masing-masing merinci
hal-hal yang mereka ketahui dari permasalahan dan rincian tersebut dimulai
dari informasi yang terkandung dalam LKS. Siswa merinci apa yang tidak
diketahui dari permasalahan. Kedua, masalah yang cukup kompleks sehingga
siswa terdorong untuk menggunakan strategi-strategi penyelesaian masalah
dan keterampilan berpikir yang tinggi seperti melakukan analisis dan sintesis,
evaluasi dan pembentukan pengetahuan atau pemahaman baru dengan
menggali informasi sebanyak mungkin dari berbagai sumber. Siswa bersama
kelompoknya mengumpulkan, mengorganisasi, menganalisis, dan
menginterpretasikan informasi dari beberapa sumber. Mengembangkan
solusi, mengubah ide, memperbanyak alternative, dan menguji informasi
yang telah diajukan sebelumnya. Ketiga, masalah yang disajikan bermakna
dan ada hubungannya dengan kehidupan nyata siswa, sehingga mereka
termotivasi untuk mengerahkan dirinya sendiri dan menguji pengetahuan atau
pemahaman lama mereka dalam menyelesaikan tugas tersebut. Tahap ini
terjadi proses asimilasi dan akomodasi dari dalam diri siswa. Maksudnya
siswa mempersiapkan laporan atau presentasi di mana siswa bersama
kelompoknya merekomendasikan dan menginterpretasikan solusi yang tepat
untuk menyelesaikan masalah.
5) Reinforce (menyimpulkan), Pada tahap ini guru mereview keberadaan
konsepsi alternatif siswa di berbagai kondisi pada akhir pembelajaran.
Dengan memberikan pertanyaan yang telah didiskusikan oleh siswa
sebelumnya. Guru mengecek kembali apakah telah terjadi perubahan
konseptual dalam diri siswa yang sebelumnya memiliki konsepsi-konsepsi
alternative. Dan menolong menguatkan memori siswa yang lemah dan lebih
mudah dipanggil dari memori mereka ketika mengikuti evaluasi dan tes
sumatif.
4. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran ECIRR
Kelebihan dan kekurangan pasti terdapat di setiap model pembelajaran
dalam penerapannya, begitupun dengan model pembelajaran ECIRR memiliki
kelebihan dan kekurangan saat diterapkan dalam pembelajaran matematika.
Adapun kelebihan dan kekurangan model pembelajaran ECIRR
sebagaimana dipaparkan seperti di bawah ini (Nadila, 2020):
a. Kelebihan
Kelebihan model pembelajaran ini terletak pada fase identify dan reinforce.
Pada fase identify siswa menyadari miskonsepsi yang ada dalam dirinya
dengan bantuan guru. Perubahan konsep siswa didasarkan pada pemikiran
siswa itu sendiri dengan harapan akan timbul konsep yang baru yang sesuai
dengan konsep ilmiah. Fase lainnya yang terpenting adalah fase reinforce
yaitu fase penguatan konsep baru yang diterima oleh siswa terhadap konsep
lama siswa. Secara rinci berikut kelebihan model pembelajaran ECIRR:
1) Mampu mengidentifikasi pengetahuan siswa
2) Menciptakan suasana pembelajaran di kelas lebih aktif
3) Melatih kemandirian belajar siswa untuk membentuk pengetahuannya
sendiri
4) Mendorong siswa untuk mengembangkan jawaban
5) Mampu mengasah dan melatih kemampuan berpikir siswa
b. Kekurangan
1) Waktu yang dibutuhkan dalam pembelajaran relatif lama sehingga peran
guru untuk mengatur manajemen pembelajaran sangat penting
2) Membutuhkan keberanian dan kesiapan siswa untuk menjadi juru bicara,
sehingga guru harus mendorong semangar dan keberanian belajarnya
B. Kemampuan Penalaran Adaptif
1. Pengertian Kemampuan Penalaran Adaptif
Pembelajaran matematika memiliki berbagai macam kemampuan yang
wajib dimiliki oleh siswa sebagai wujud penguasaan terhadap ilmu matematika.
Penalaran yang mengembangkan kemampuan induktif dan deduktif dikenal
dengan istilah penalaran adaptif (National Research Council , 2001). Penalaran
adaptif tidak hanya mencakup penalaran deduktif yang mengambil kesimpulan
berdasarkan pembuktian formal saja, tetapi penalaran adaptif juga mencakup
penalaran intuisi dan penalaran induktif dengan pengambilan kesimpulan
berdasarkan pola, analogi, dan metafora (Kilpatrick, 2001).
Melatih penalaran adaptif siswa dalam pembelajaran tidak hanya
memberatkan pada kemampuan siswa dalam menyelesaikan sebuah
permasalahan, tetapi juga menggunakan pemikirannya secara sistematis, kritis,
dan logis adalah kompetensi yang ditekankan kepada siswa. Isitlah intuisi
merupakan kognisi yang ditangkap secara langsung tanpa memerlukan
pembenaran. Pengetahuan intuisi yaitu jenis pengetahuan yang tidak didasarkan
pada bukti empiris yang cukup, akan tetapi diterima secara jelas dan yakin.
Seseorang mampu menduga kebenaran tanpa adanya keraguan dan tanpa
menganalisis terlebih dahulu secara analitik merupakan suatu syarat pemahaman
intuisi itu terjadi (R. Y. W & Sari, 2016). Kemampuan bernalar dan intuitif
keduanya terdapat dalam penalaran adaptif, yakni kemampuan yang
menghubungkan konsep dan situasi melalui penalaran induktif intuitif dan
penalaran deduktif intuitif. Dalam praktiknya, merupakan sebuah keharusan
bahwa siswa mampu memberikan solusi dari permasalahan yang ada
menggunakan kemampuan intuitifnya untuk selanjutnya solusi tersebut dibuktikan
dan diperkuat dengan menggunakan langkah-langkah secara analisis atau
melakukan justifikasi (Nopitasari, 2016).
Penalaran adaptif adalah kapasitas untuk berpikir refleksi, logis, penjelasan
dan pembenaran (Donovan & Bransford, 2021). Penalaran adaptif bisa
berkembang dengan siswa yang berpikir secara logis, dimana hasil diperoleh dari
penalaran deduktif untuk menarik kesimpulan dengan memakai logika.
Penalaran adaptif bisa diartikan sebagai kapasitas untuk berpikir secara logis
dan kemampuan untuk mempertimbangkan serta membenarkan jawaban dari
suatu permasalahan (Ostler, 2011). Sedangkan kompetensi strategis mengacu pada
kemampuan untuk merumuskan model matematika yang sesuai dalam memilih
metode yang efisien untuk memecahkan masalah.
Berdasarkan uraian di atas, penalaran adaptif dapat didefinisikan sebagai
kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa dimana cara berpikir siswa lebih logis,
kritis, dan sistematis. Langkah pertama yang perlu dimiliki oleh siswa adalah
siswa dapat membangun suatu ide, lalu siswa dapat merumuskan dan
membuktikan dugaan yang muncul saat merespon masalah. Setelah melalu tahap
ini siswa diharapkan mampu mengolah nalarnya, selanjutnya siswa dituntut untuk
mengajukan dugaan yang benar, memberi alasan mengenai jawaban yang benar,
dan menarik kesimpulan serta dapat memeriksa argumen.
Siswa mampu menunjukkan penalaran adaptif mereka saat menjumpai tiga
kondisi (Kilpatrick, 2001):
a. Mempunyai pengetahuan dasar yang menunjang. Siswa memiliki kemampuan
prasyarat yang baik sebelum memasuki pengetahuan yang baru demi
menunjang proses pembelajaran.
b. Tugas bisa dipahami atau bisa dimengerti dan bisa memotivasi siswa.
c. Konteks yang disajikan telah dikenal dan menyenangkan bagi siswa.
2. Indikator Kemampuan Penalaran Adaptif
Siswa dianggap dapat melakukan penalaran apabila mampu menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika (Sholihah, 2018). Menurut Wibowo indikator penalaran adaptif yaitu:
a. Kemampuan mengajukan dugaan atau konjektur
b. Kemampuan memberikan alasan mengenai jawaban yang diberikan
c. Kemampuan menarik kesimpulan dari sebuah pernyataan
d. Kemampuan memeriksa suatu argument
e. Kemampuan menemukan pola dari suatu masalah matematika (Wibowo, 2016)
Sedangkan menurut (Kilpatrick, 2001), indikator penalaran adaptif yaitu
sebagai berikut:
a. Kemampuan dalam mengajukan dugaan. Kemampuan ini merupakan
kemampuan siswa dalam merumuskan berbagai hipotesis sesuai dengan
pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.
b. Mampu memberikan alasan mengenai jawaban yang diberikan. Dimana siswa
dapat memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran, kebenaran disini
jawaban yang diberikan oleh siswa.
c. Mampu menarik kesimpulan dari suatu pernyataan. Kemampuan ini adalah
kemampuan siswa dalam berpikir dapat menghasilkan sebuah pemikiran.
d. Mampu memeriksa kesahihan suatu argumen, siswa mampu menyajikan
kebenaran suatu pernyataan dengan pedoman pada hasil yang diketahui,
mengembangkan argumen matematika untuk membuktikan suatu pernyataan.
e. Mampu menemukan pola dari suatu gejala matematis, kemampuan siswa untuk
menyusun suatu gejala-gejala dari permasalahan matematika sehingga
membentuk suatu pola.
Antara penalaran adaptif dan penalaran yang lainnya terdapat beberapa
faktor yang membedakan. Pertama pada indikatornya, misalnya pada penalaran
matematis terdapat indikator yaitu kemampuan siswa memanipulasi matematika,
sementara pada penalaran adaptif indikator itu tidak ada. Kedua penalaran adaptif
meliputi sekaligus penalaran deduktif dan induktif, yaitu pada fase pengambilan
kesimpulan siswa mengggunakan pembuktian formal secara deduktif, dapat juga
berdasarkan pola, analogi, dan metafora. Kemudian ketiga pembelajaran yang
mengarah pada kemampuan penalaran adaptif tidak hanya menuntun siswa untuk
menyelesaikan permasalahan saja, tetapi siswa juga dituntun untuk menggunakan
pemikirannya secara logis dan sistematis. Pemikiran secara logis dan sistematis
disini artinya siswa dalam menyelesaikan permasalahan mesti menggunakan
pemikirannya yang sesuai dengan situasi dan konsep yang dipelajari dan alasan
atau bukti dari suatu pernyataan yang jelas (Kilpatrick, 2001).
Pada penelitian ini peneliti menggunakan lima elemen indikator
kemampuan penalaran adaptif. Empat elemen tersebut adalah:
1. Mengajukan dugaan
2. Memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran suatu pernyataan
3. Menarik kesimpulan dari suatu pernyataan
4. Memeriksa kesahihan suatu argumen
5. Menemukan pola dari suatu masalah matematika
C. Edmodo
1. Pengertian Edmodo
Edmodo pertama didirikan oleh Nicolas Borg dan Jeff O’hara, mereka
adalah dua orang yang bekerja di sekolah terpisah di daerah Chicago (Alshawi &
Alhomoud, 2016). Edmodo adalah media social network microblogging yang
aman bagi guru dan siswa. Uniknya Pada situs ini orangtua pun dapat bergabung
serta berkomunikasi dengan guru dan orangtua siswa lain, tentu saja dengan putra
atau putri mereka sendiri. Sekarang Edmodo sudah berkembang pesat dan sudah
memiliki kurang lebih 7 juta akun yang terdiri dari guru dan siswa diseluruh dunia
(Balasubramanian, Jaykumar, & Nitin, 2014).
Pada tahun 2010 Edmodo meluncurkan “subjek” dan “penerbit” masyarakat,
media digital perpustakaan, pusat bantuan, dan rekening induk untuk
berkomunikasi dengan pendidik, orang tua, dan peserta didik. Pada intinya
Edmodo menyediakan semua yang bisa dilakukan di kelas bersama peserta didik
dalam kegiatan pembelajaran ditambah fasilitas bagi orang tua dapat memantau
semua aktifitas belajar putra putrinya di Edmodo dengan syarat mempunya parent
code untuk anaknya (Dwiharja, 2015)
Gambar di bawah ini menunjukkan gambaran dari e-learning Edmodo

Gambar 4.1 Gambaran e-learning Edmodo


Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Edmodo adalah sebuah platform web
yang menggunakan konsep social networking berbasis Microblogging dan
dikhususkan untuk membangun lingkungan belajar online yang aman dalam
berbagi data, informasi serta konten-konten guruan baik berupa tulisan, dokumen,
video, audio, foto, link yang dapat dibagikan baik oleh guru maupun siswa dan
juga konten khusus berupa nilai, kuis, acara kegiatan, penugasan, dan poling yang
hanya dapat dibagikan oleh guru.
2. Fitur Edmodo
Sebelum menggunakan Edmodo, pengguna diminta terlebih dahulu
melakukan sign up untuk membuat akun Edmodo. Pengguna juga dapat memilih
salah satu tipe pengguna yang akan digunakan, yaitu teacher, student, atau parent.
Gambar 2.2 Tampilan Awal Aplikasi Edmodo

Gambar 2.3 Pilhan Akun Pengguna Aplikasi Edmodo


Pada halaman pertama tersebut terdapat beberapa menu yaitu Masuk jika
kita telah mempunyai akun atau menu Mendaftar jika kita ingin membuat akun.
Pilihan Mendaftar dibedakan menjadi tiga kriteria pengguna yaitu teacher,
student, dan parent sesuai dengan kebutuhan pengguna. Khusus untuk pengguna
student dan parent yang hendak Mendaftar mereka wajib mempunyai group code
terlebih dahulu. Kedua kode itu bisa didapatkan dari teacher atau pendidik yang
membuat grup mata pelajaran.
Gambar 2.4 Tampilan Awal Mendaftar di Aplikasi Edmodo
Setelah melakukan sign up untuk membuat akun baru, maka kita dapat
masuk dan melakukan aktivitas, juga menggunakan fasilitas yang ada didalam
Edmodo. Tentunya fasilitas yang disediakan antara pengguna teacher, student,
dan parents dibedakan dengan batasan-batasan sesuai wewenang yang ada pada
sekolah, misalnya seperti dalam Edmodo Guru dapat membuat group mata
pelajaran tetapi siswa dan orang tua tidak dapat membuatnya.
Seorang teacher atau guru dapat memanfaatkan berbagai macam fasilitas
atau fitur yang ada pada Edmodo ini, mulai dari membuat grup mata pelajaran,
membuat kuis, membuat tugas-tugas, memberikan pengumuman, membuat
voting, memulai sebuah forum diskusi, hingga memberikan nilai pada kuis
maupun tugas-tugas yang dikumpulkan oleh siswa. Seorang student atau siswa
yang sudah melakukan sign up maka dapat langsung melengkapi identitas profil
diri yang dibutuhkan. Student juga dapat langsung memasuki halaman grup mata
pelajaran yang sudah ia ikuti. Ia juga bisa menambahkan grup mata pelajaran
dengan memasukkan group code mata pelajaran lain yang ingin diikuti yang
didapat dari guru guru.
Dalam grup, siswa dapat berdiskusi baik dengan siswa lain maupun dengan
guru. Selain itu, siswa juga dapat mengumpulkan tugas yang sudah diberikan
oleh guru tentunya dengan batasan waktu yang diberikan. Orang tua siswa juga
dapat melakukan pengawasan terhadap anak-anak mereka melalui Edmodo.
Mereka dapat memantau perkembangan anak-anak mereka di dalam grup mata
pelajaran. Dan juga dapat memperoleh info langsung dari guru maupun dari
pengumuman yang ada pada grup.
Edmodo adalah salah satu solusi dan jawaban bagi kebutuhan pembelajaran
daring yang memerlukan ruang kelas virtual yang nyaman, aman, dan juga
dilengkapi dengan fitur yang memudahkan pembelajaran itu sendiri, berikut
adalah alasan menjadikan Edmodo sebagai jawaban sebuah ruang kelas virtual
yang efektif, aman dan nyaman (Holland, Catherine, & Muilenburg, 2011).
a. Siswa dapat melakukan interaksi dalam pantauan gurunya (tentunya bebas dari
Cyber crime dan cyber bullying).
b. Guru dapat mengunci siswa, dengan demikian ia hanya bisa membaca dan
tidak bisa berkomentar pada seisi kelas namun tetap bisa berkomunikasi
langsung dengan gurunya.
c. Tidak ada orang luar yang dapat masuk dan melihat kelas virtual yang dibuat
oleh guru tanpa mendapat kode khusus dari guru yang bersangkutan.
d. Guru dapat memulai pertanyaan, menaruh foto atau video, menaruh presentasi
bahan ajar, yang bebas untuk diunduh oleh siswa dan dikomentari.
e. Siswa dapat kapan saja mengulang materi yang diberikan guru, juga pr bisa
diberikan melalui Edmodo.
f. Siswa juga bisa mengumpulkan tugas nya lewat Edmodo, dengan cara
diunggah pada Edmodo.
g. Guru bisa menaruh nilai dari pekerjaan siswa sebagai acuan bagi siswa.
h. Kelas virtual yang dibuat seorang guru mempunyai kapasitas yang cukup besar
dan disimpan dengan aman, memungkinkan guru dapat menaruh bahan ajar
untuk bisa digunakan di angkatan atau tahun ajaran berikutnya jadi bisa
berkepanjangan dan tidak perlu bekerja dua kali.
i. Siswa bisa bekerja sama dengan siswa lain dalam grup kecil yang dibentuk
oleh gurunya.
j. Saat mengerjakan sebuah proyek bersama para siswa dapat menaruh semua
dokumen yang diperlukan dalam pengerjaannya.
k. Edmodo memungkinkan guru menaruh bahan ajar yang sangat berguna bagi
siswa saat tidak masuk atau berhalangan saat melakukan tatap muka.
l. Siswa yang pendiam bisa bebas berkata-kata dan berpendapat tanpa khawatir
dipermalukan sementara anak tipe aktif bisa posting pertanyaan kapan saja asal
ia terhubung dengan internet.
m. Guru dapat mengajarkan tata cara yang berlaku di dunia maya seperti cara
berkomentar dan sederet tata krama di dunia maya yang perlu siswanya
ketahui.

Seperti halnya dalam pembelajaran tatap muka, Edmodo juga mendukung


model pembelajaran “team teaching”. Guru dapat dengan mudah mengajak guru
lain untuk menjadi co-teacher. Code parent sama dengan kode yang diberikan
kepada para siswa.

Fitur andalan Edmodo yang disediakan adalah (Enriquez & Angelo, 2014):
a. Assignment
Assignment digunakan oleh guru untuk memberikan penugasan kepada
siswa secara online. Fitur ini dilengkapi dengan penetapan deadline pengumpulan
tugas dan fitur attach file sehingga siswa dapat mengirimkan tugas dalam bentuk
file secara langsung kepada guru. Selain itu, dalam fitur ini juga terdapat tombol
“turn in” yang memberi tanda pada siswa yang telah menyelesaikan tugas mereka.
Guru dapat secara langsung memberikan penilaian terhadap tugas yang telah
dikerjakan siswa. Skor yang diberikan secara otomatis akan tersimpan dalam
bentuk gradbook.

Gambar 2.5 Tampilan Pada Fitur Assignment


b. File and Links
Pada fitur ini, guru dan siswa dapat mengirimkan pesan dengan cara
melampirkan file dan link pada grup kelas, siswa atau guru lainnya. File yang
dilampirkan berlaku untuk semua jenis ekstensi seperti .doc, .pdf, .ppt, .xls, dll.
c. Quiz
Quiz ini digunakan untuk memberikan evaluasi secara online baik berupa
pilihan ganda, isian singkat, maupun soal uraian atau esai. Quiz ini hanya dapat
dibuat oleh guru, sedangkan siswa hanya mengerjakannya saja. Fitur ini
dilengkapi dengan batas waktu pengerjaan atau countdown, informasi tentang kuis
yang akan dibuat, judul kuis dan tampilan kuis.

Gambar 2.6 Tampilan Informasi Quiz


Perhitungan skor pada setiap butir soal quiz dilakukan secara otomatis untuk
jenis pertanyaan pilihan ganda dan isian singkat, sedangkan untuk penilaian soal
uraian harus diperiksa oleh guru terlebih dahulu.
Gambar 2.7 Pilihan Jenis Pertanyaan Pada Quiz
d. Polling
Polling hanya bisa dibuat oleh pihak pendidik untuk dibagikan kepada
siswa. Biasanya pendidik menggunakan polling untuk mengetahui tanggapan
siswa mengenai hal tertentu yang berkenaan dengan pelajaran.
e. Gradebook
Fitur gradebook digunakan sebagai catatan nilai siswa. Pemberian nilai bisa
dilakukan oleh pendidik dan bisa diisi secara manual atau secara otomatis.
Pengisian nilai secara otomatis hanya dapat dilakukan berdasarkan hasil skor
assignment dan quiz. Penilaian pada gradebook dapat diexport menjadi file.csv.
Dalam fitur ini, pendidik mengatur penilaian hasil belajar seluruh peserta didik.
Pendidik dapat mengatur nilai maksimal pada masing-masing subjek nilai. Nilai
total adalah persentase dari nilai keseluruhan setiap peserta didik secara otomatis
oleh sistem. Penilaian quiz diisi secara otomatis oleh sistem berdasarkan hasil
quiz setiap peserta didik. Pada peserta didik, fitur ini hanya dapat dilihat berupa
rekapan nilai dalam bentuk grafik dan penilaian langsung.
f. Library
Fitur ini digunakan sebagai tempat penyimpanan berbagai sumber
pembelajaran dengan konten yang beragam. Dengan fitur library, pendidik dapat
meng-upload bahan ajar, materi, presentasi, sumber referensi, gambar, video,
audio dan konten digital lainnya. Link dan file yang terdapat di library dapat
dibagikan baik kepada peserta didik maupun grup. Peserta didik juga dapat
menambahkan konten yang dibagikan oleh pendidik ke dalam librarynya. Fitur ini
dapat digunakan sebagai media untuk menampung berbagai sumber dari dalam
dan luar (Purnawarman, Pupung, Susilawati, & Sundayana, 2016). Sehingga
peserta didik dapat menyimpan berbagai informasi dari luar namun tetap diakses
melalui Edmodo.
Gambar 2.8 Tampilan Fitur Library Pada Edmodo
Library selayaknya perpustakaan di sekolah. Sebagai pendidik, anda bisa
mengunggah dokumen maupun link situs sebagai referensi bagi peserta didik.
Anda juga dapat mengaturnya dalam folder-folder untuk memudahkan akses bagi
setiap kelas.
g. Award Badges
Merupakan standar pengukuran keberhasilan peserta didik.
h. Parent Code
Dengan fitur ini, orang tua peserta didik dapat memantau aktifitas belajar
yang dilakukan anak-anak mereka. Untuk mendapatkan kode tersebut, orang tua
peserta didik dapat mendapatkannya dengan mengklik nama kelas grup anaknya
di Edmodo atau dapat memperolehnya langsung dari pendidik yang bersangkutan.
Dilihat dari manfaat dan juga fitur-fiturnya, Edmodo merupakan pilihan
yang sangat tepat untuk digunakan sebagai media pembelajaran online. Selain itu,
Edmodo juga mempermudah kegiatan balajar mengajar antara pendidik dan
peserta didik. Nilai plus lain dari Edmodo adalah orang tua peserta didik dapat
memantau perkembangan kegiatan belajar putra-putri mereka. Pada awal
Desember 2012, Edmodo mengalami perubahan (Simon, 2016). Sekarang
Edmodo lebih memudahkan untuk browsing, tanggapan emoticon untuk tugas,
dan penambahan dua aplikasi, editor foto dan schooltube, situs video pendidikan.
3. Langkah Proses Pembelajaran Berbantuan Aplikasi Edmodo
Pembelajaran menggunakan aplikasi Edmodo dimulai sejak awal pandemi
COVID-19. Semua proses pembelajaran dilakukan secara daring. Seiring dengan
kasus COVID-19 yang semakin menurun, sekolah mulai memberlakukan
Pertemuan Tatap Muka Terbatas (PTMT) untuk mata pelajaran Matematika, PAI,
dan Bahasa Inggris, untuk mata pelajaran yang lainnya, sekolah masih tetap
menggunakan Edmodo sebagai media pembelajaran.
Jadi dalam proses pembelajaran ini dilakukan dengan tatap muka secara
langsung dengan siswa, namun aplikasi Edmodo masih tetap digunakan sebagai
tempat siswa melakukan absensi kehadiran, mengunggah atau mendownload
LKPD, serta mengumpulkan tugas.
Langkah pertama proses pembelajaran melalui aplikasi Edmodo adalah
pendidik mengupload terlebih dahulu tugas berupa absensi siswa yang harus diisi
sebelum memulai pembelajaran sebagai bukti kehadiran siswa pada mata
pelajaran tersebut. Absensi diunggah pada lima menit sebelum pembelajaran
dimulai.

Gambar 2.9 Absensi Siswa Pada Edmodo


Dalam melakukan pengabsenan pendidik dapat menentukan berapa lama
jadwal absensi tersebut bisa di isi oleh siswa sehingga siswa tidak masuk dalam
kategori terlambat.
Kemudian setelah siswa mengisi kolom tugas absensi, pendidik memulai
pembelajaran dengan menyampaikan tujuan dari pembelajaran yang akan
disampaikan. Pendidik memandu proses pembelajaran di kelas.
Gambar 2.10 Tujuan Pembelajaran Disampaikan Melalui Edmodo
Selanjutnya pendidikan membagikan tugas berupa LKPD yang harus
didiskusikan oleh siswa bersama teman kelompoknya. Hasil diskusi yang telah
disampaikan oleh siswa di kelas, kemudian diunggah oleh mereka pada kolom
penugasan yang telah dibagikan oleh pendidik.

Gambar 2.11 LKPD yang dibagikan oleh Pendidik


Gambar 2.12 Hasil Pengerjaan LKPD yang Diupload oleh Siswa
Setelah tujuan pembelajaran telah terpenuhi dalam proses pembelajaran di
kelas sesuai dengan sintaks yang ditentukan, kemudian guru atau pendidik pun
menutup pembelajaran.
D. Kemampuan Persistence Matematis
1. Pengertian Persistence Matematis
Persistence dalam bahasa Indonesia artinya adalah kegigihan, berdasarkan
KBBI, persistence yaitu keteguhan memegang pendapat (atau mempertahankan
pandangan dsb) keuletan dalam berusaha (Arsisari, 2014). Menurut Susilawati
(Susilawati, 2017) persistence atau kegigihan merupakan kemampuan untuk tetap
menjaga momentum dari langkah awal tanpa dipengaruhi oleh perasaan emosional
kita, bahkan perasaan ingin menyerah bisa dikalahkan.
Sikap persistence pasti dimiliki oleh setiap siswa dalam dirinya, tetapi sikap
itu ada yang tampak ada juga yang tidak tampak, maka ketika seorang siswa
mempunyai persistence, ia akan bersungguh sungguh dalam belajar. Dalam kamus
Merriam-Webster (1992) menentukan sebagai kualitas seseorang yang
memungkinkan untuk selalu melakukan sesuatu kendatipun sulit (Stoll, 2015).
Suatu penelitian di Departemen Pendidikan Amerika memperlihatkan bahwa
persistence esensial dan diperlukan oleh siswa apabila mereka hendak kuliah dan
siap karir. Costa dan Kallick (2012) mengungkapkan bahwa persistence
(kegigihan) merupakan sikap yang lebih mengutamakan pada sisi postif sikap
mental untuk meningkatkan dan mendorong semangat, optimism, keyakinan dan
tidak cepat menyerah dalam menjalani suatu permasalahan dan orang yang gigih
mempunyai kiat alternative untuk memecahkan masalah dan mengerjakan tugas
sampai dengan tuntas (Arsisari, 2014). Thom dan Pirie (2002) menjabarkan
persistence dalam pemecahan masalah matematika sebagai kemampuan baik yang
dikuasai oleh intuisis atau pengalaman untuk mendapati bagaimana cara
menggunakan kiat atau strategi tertentu secara rutin dan kapan mesti menyerah
setelah kiat atau strategi yang dipakai tidak efektif (Stoll, 2015).
Menurut Costa dan Kallick (2012) ketika siswa tidak mengetahui jawaban
tentang permasalahan yang diberikan oleh guru dalam proses pembelajaran,
mereka sering kali menyerah (Arsisari, 2014). Duckworth dkk (2007)
menjabarkan bahwa persistence sangat penting dalam ranah pendidikan (Stoll,
2015). Karakter persistence yang akan menjadikan seseorang mencapai tujuannya
adalah pantang menyerah. Kemudian (Susilawati, 2017) mengemukakan bahwa
persistence (kegigihan) adalah sikap yang paling penting bagi kesuksesan dalam
hal apapun, selain itu tidak ada lagi sikap yang begitu penting untuk mencapai
kesuksesan.
Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika (Sumarno, 2012)
yakni siswa wajib mempunyai ranah afektif seperti disposisi matematik. NCTM
(2000) dalam Sumarno (Sumarno, 2012) mengatakan bahwa disposisi matematik
menunjukkan ekspektasi dan metakognisis, rasa percaya diri, gairah dan perhatian
serius dalam belajar matematika, kegigihan dalam menyelesaikan permasalahan,
rasa ingin tahu yang tinggi, serta kemampuan berbagi pandangan dengan orang
lain.
Dalam pembelajaran matematika guru perlu menilai afektif siswa adalah
perbaikan afektif terhadap suatu mata pelajaran yang diharapkan berpengaruh
langsung pada penguasaan kompetensi siswa yang bisa dilakukan dalam proses
pembelajaran atau setelah proses pembelajaran suatu kompetensi dasar (Hamzah,
2014).
Berdasarkan pemaparan di atas, maka bisa disimpulkan bahwa persistence
(kegigihan) matematis siswa merupakan suatu sikap yang menunjukkan pantang
menyerah, gigih dan rasa percaya diri pada diri siswa dalam menghadapi dan
menyelesaikan suatu masalah matematis. Sikap ini sangat esensial dimiliki oleh
setiap siswa untuk mencapai kesuksesannya.
2. Indikator Persistence Matematis
Departemen Pendidikan AS (2013) mengidentifikasi terdapat tiga area yang
menjadikan indikator dari persistence, ketekunan dan keuletan (Stoll, 2015) yaitu:
a. Pola pikir akademik
b. Pengendalian usaha
c. Strategi dan taktik
Pola pikir akademis adalah lingkungan dan citra diri siswa, meliputi
keyakinan dan sikap pribadi siswa dengan apa yang sedang mereka pelajari.
Pengendalian usaha adalah kemampuan siswa untuk mempunyai keinginan dan
kemampuan untuk membetengi gangguan agar dapat bertahan dalam tugas.
Kemudian strategi dan taktik yang dipakai selama tugas berlangsung. Menurut
Departemen Pendidikan AS (Stoll, 2015) mendapatkan bahwa siswa lebih
dominan bertahan dalam sebuah tugas apabila mereka secara khusus menemukan
dan menggunakan strategi atau taktik tertentu yang mampu membantu mereka
selama menyelesaikan tugas. Dalam pembelajaran matematika maka sangat
dibutuhkan persistence untuk menyelesaikan tugas yang siswa peroleh.
Terdapat indikator persistence (kegigihan) menurut Costa dan Kallick
(2012) (Arsisari, 2014) yaitu sebagai berikut:
a. Mendemontrasikan metode sistematis untuk menganalisis permasalahan
b. Membedakan gagasan-gagasan yang berhasil dan yang tidak
c. Mempertimbangkan berbagai alternatif solusi ketika berusaha menyelesaikan
masalah
d. Secara kontinu mengklarifikasi pekerjaan sekaligus memantau kinerja
Persistence (kegigihan) matematis yaitu sikap optimis, pantang menyerah
dan ulet pada siswa dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan
matematis sampai mendapatkan solusi dari permasalahan matematis (Arsisari,
2014). Adapun indikator yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Arsisari (Arsisari, 2014) yaitu:
a. Optimisme
Menurut KBBI optimisme yaitu (1) paham (keyakinan) atas segala sesuatu
dari segi yang baik dan menyenangkan, (2) sikap selalu mempunyai harapan baik
dari segala hal. Menurut Segerestrom (Arsisari, 2014) optimisme merupakan cara
bernalar yang positif dan realistis dalam memandang suatu masalah. Dalam hal
ini, optimism artinya sikap siswa yang selalu memiliki harapan bagusdalam
mengikuti pembelajaran, mengerjakan tugas matematis dan kedominanan untuk
mengharapkan hasil dan tujuan yang baik.
b. Pantang Menyerah dan Ulet
Seorang yang memiliki sikap pantang menyerah adalah orang yang tidak
patah semangat dan putus asa dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai
hambatan, selalu berusaha dan bekerja keras untuk mewujudkan maksud tujuan,
menganggap hambatan selalu ada dalam setiap aktivitas yang harus dihadapi
(Arsisari, 2014). Sementara ulet menurut KBBI merupakan kepribadian tangguh,
kuat, tidak gampang putus asa yang dibarengi keinginan keras dalam berusaha
mencapai cita cita dan tujuan.

Anda mungkin juga menyukai