Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ETIKA POLITIK

NEGARA DAN IDEOLOGI

Disusun Oleh:
Kelompok 6
1. Annisa Putri Wulandari (2030702110)
2. Dida Dianella Inzani (2030702115)
3. Sari Puspa (2030702124)
4. Devi (2030702127)

Dosen Pengampu:
,Reni Apriani, S.IP., M.SI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
TAHUN AJARAN 2021 / 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT. Yang telah memberikan nikmat sehat dan kesempatan,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam tak lupa pula kita haturkan
kepada Nabi kita yaitu Nabi Muhammad saw. beserta sahabat-sahabatnya dan pengikut-
pengikutnya hingga akhir zaman kelak. Dengan demikian makalah ini kami buat untuk
melengkapi tugas mata kuliah Etika Politik.

Mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan,
karena kesempurnaan hanya milik yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT., dan kekurangan pasti
milik kita sebagai manusia, dengan demikian sehingga dengan adanya Makalah Etika Politik
Negara dan Ideologi ini, dapat bermanfaat dan menambah wawasan para pembacanya yang akan
mempelajarinya.

Palembang, 12 April 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI ................................................................................................................................... 3

BAB I .............................................................................................................................................. 4

PENDAHULUAN ...........................................................................................................................4

A. Latar Belakang .......................................................................... Error! Bookmark not defined.

B. Rumusan Masalah ..................................................................... Error! Bookmark not defined.

C. Tujuan ....................................................................................... Error! Bookmark not defined.

BAB II ............................................................................................................................................. 6

PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 6

A. Wewenang Negara Dalam Bidang Moral ................................. Error! Bookmark not defined.

B. Nilai-Nilai Moral Yang Ada Dalam Masyarakat ...................... Error! Bookmark not defined.

C. Hubungan antara Negara dan Agama .................................................................................... 7

D. Wewenang Negara terhadap Agama ......................................... Error! Bookmark not defined.

E. Negara Ideologis ........................................................................ Error! Bookmark not defined.

F. Negara Dan Nilai Nilai Dasar Masyarakat ............................................................................11

BAB III ..........................................................................................................................................12

PENUTUP .....................................................................................................................................12

1. Kesimpulan ................................................................................ Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 12


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Negara merupakaan salah satu bentuk organisasi yang ada dalam kehidupan masyarakat.
Pada prinsipnya setiaap warga mayaraka menjadi anggota dari suatu negara dan harus tunduk
pada kekuasaan negara. Melalui kehidupan bernegara dengan pemerintah yang ada di dalamnya,
masarakat ingin mewujutkan tujuan tujuan tertentu sepertti teerwujudnya kertentaraman,
ketertiban, dan kesejahteraan masyrakat. Agar pemerintah suatu negara memiliki kekuasaan
untuk mengatur kehidupan masayakat tidak bertindak seenaknya, maka ada system aturan
tersebut menggambarakan suatu hierakhi atau pertindakan dalam aturan yang paliing tinggi
tingkatanya sampai pada aturan yng paling rendah. Negara dan konstitusi adalah dwitunggal.
Jika diibaratkan bangunan, negara sebagai pilar-pilar atau tembok tidak bisa berdiri kokoh tanpa
pondasi yang kuat, yaitu konstitusi Indonesia. Hampir setiap negara mempunyai konstitusi,
terlepas dari apakah konstitusi tersebut telah dilaksanakan dengan optimal atau belum. Yang
jelas, konstitusi adalah perangkat negara yang perannya tak bisa dipandang sebelah mata.

Ideologi adalah gabungan dari dua kata majemuk idea dan logos yang berasal dari kata
bahasa yunani eidos dan logos, maka secara sederhana diartikan suatu gagasan yang berdasarkan
pemikiran yang sedalam-dalamnya dan merupakan pemikiran filsafat. Dalam arti kata luas
adalah keseluruhan cita-cita, nilai-nilai dasar dan keyakinan-keakinan yang mau dijunjung tinggi
sebagai pedoman normatif. Dalam arti ini ideologi disebut terbuka. Dalam arti sempit ideologi
adalah gagasan dan teori yang menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang menyeluruh
tentang makna hidup yang mau menentukan dengan mutlak bagaimana manusia harus hidup dan
bertindak. Ideologi adalah bentuk pikiran dan tindakan. Ideologi di setiap negara tentu berbeda.
Mengetahui apa itu ideologi dan berinteraksi dengannya penting bagi masyarakat itu sendiri
demi mencapai keinginan dan cita-cita negara. Tidak ada negara yang tidak memiliki ideologi,
Akan terjadi krisis laten kenegaraan yang berkepanjangan sebab tak mampu mengungkapkan
maksud & tujuan pembentukan negara dalam idea-idea demi penyempurnaan masyarakatnya.
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam Makalah
Etika Politik Negara dan Ideologi adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana Wewenang Negara dalam Bidang Moral?

2. Bagaimana Nilai - nilai Moral yang ada pada Masyarakat?

3. Apa Hubungan antara Negara dan Agama?

4. Bagaimana Wewenang Negara terhadap Agama?

5. Apa itu Negara Ideologis?

6. Apa itu Negara dan Nilai - nilai dasar Masyarakat?

C. TUJUAN
Adapun tujuan dalam Makalah Etika Politik Negara dan Ideologi adalah sebagai berikut.

1. Memahami dan mendeskripsikan Wewenang Negara dalam Bidang moral.

2. Memahami dan mendeskripsikan Nilai - nilai moral yang ada pada Masyarakat.

3. Memahami dan mendeskripsikan Hubungan antara negara dan agama.

4. Memahami dan mendeskripsikan Wewenang Negara terhadap Agama.

5. Memahami dan mendeskripsikan Apa itu Negara Ideologis.

6. Memahami dan mendeskripsikan Negara dan Nilai dasar Masyarakat.


BAB II

PEMBAHASAN

A. WEWENANG NEGARA DALAM BIDANG MORAL

Kewibawaan negara dalam moralitas melalui perspektif Ideologi Pancasila. Negara


menyusun perangkat hukum yang bersumber dari norma moral, namun setelah tumbangnya orde
baru (rezim Soeharto) muncul fenomena baru yang melibatkan kelompok fundamentalis dan
sekularis. Kelompok fundamentalis dan sekularis ini memiliki kecenderungan untuk
memaksakan keyakinan moral mereka sesuai dengan ide-ide mereka. Bahkan, moralitas menjadi
salah satu penyebab jurang pemisah antara fundamentalis dan sekularis. Akhirnya, ketika negara
memisahkan diri dari tanggung jawab moral, konflik akan meningkat, sehingga Pancasila
dituntut untuk membangun moralitas yang sesuai dengan ketuhanan, kemanusiaan dan keadilan
sosial

B. NILAI - NILAI MORAL YANG ADA PADA MASYARAKAT

Pancasila sebagai sumber nilai dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ini berarti bahwa seluruh tatanan kehidupan masyarakat bangsa dan negara menggunakan
Pancasila sebagai dasar moral atau norma sebagai tolak ukur tentang baik buruk dan salah
benarnya sikap, perbuatan dan tingkah laku bangsa Indonesia. Nilai kemanusiaan yang adil dan
beradab memiliki arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai moral-moral dalam hidup
bersama atas dasar tuntunan hatinurani dengan memperlakukan suatu hal sebagai mestinya, dan
manusia juga harus mempunyai sikap adil yang berarti sama, seimbang, setara atau tidak
membeda-bedakan, setiap manusia harus berperilaku adil terhadap orang lain tanpa membeda-
bedakan derajat, profesi, ras, suku dan lainnya. Sedangkan beradab berarti manusia harus
mempunyai norma sopan santun, etika yang baik mempunyai moral atau akhlak yang baik.
Adap merupakan hal penting karena pada dasarnya adab sudah ditanamkan dari kecil, bagaimana
cara kita beradab yang baik terhadap orang lain.
Berikut adalah contoh nilai moral yang terdapat dalam lingkungan masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari antara lain sebagai berikut:
1. Menghormati sesama Manusia, Tua atau Muda
2. Membungkukkan badan ketika melewati orang yang lebih tua
3. Menyantuni anak yatim piatu di panti asuhan atau luar panti
4. Berperilaku sopan terhadap siapapun dan dimanapun
5. Memberikan pembelajaran untuk anak-anak jalanan.

Adapun Macam-Macam Peran Nilai Moral Dalam Masyarakat Adalah Sebagai Berikut;
1. Religius, yaitu perilaku yang patuh terhadap pelaksanaan ajaran agama yang dianutnya.
2. Disiplin, perilaku disiplin menunjukkan perilaku yang tertib pada berbagai aturan.
3. Toleransi, toleransi adalah sikap saling menghargai terhadap perbedaan agama, suku, etnis,
dan tindakan orang lain yang berbeda dengan dirinya.
4. Mandiri, sikap yang mencerminkan perilaku tidak mudah bergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan kewajiban.

C. HUBUNGAN ANTARA NEGARA DENGAN AGAMA

Dalam praktik kehidupan kenegaraan masa kini, hubungan antara agama dan negara
dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk, yakni integrated (penyatuan antara agama dan
negara), intersectional (persinggungan antara agama dan negara), dan sekularistik (pemisahan
antara agama dan negara. Bentuk hubungan antara agama dan negara di negara-negara Barat
dianggap sudah selesai dengan sekularismenya atau pemisahan antara agama dan negara. Paham
ini menurut The Encyclopedia of Religion adalah sebuah ideologi, dimana para pendukungnya
dengan sadar mengecam segala bentuk supernaturalisme dan lembaga yang dikhususkan untuk
itu, dengan mendukung prinsip-prinsip non-agama atau anti-agama sebagai dasar bagi moralitas
pribadi dan organisasi sosial.

Pemisahan agama dan negara tersebut memerlukan proses yang disebut sekularisasi, yang
pengertiannya cukup bervariasi, termasuk pengertian yang sudah ditinjau kembali. Menurut Peter
L. Berger berarti “sebuah proses dimana sektor-sektor kehidupan dalam masyarakat dan budaya
dilepaskan dari dominasi lembaga-lembaga dan simbol-simbol keagamaan”. Proses sekularisasi
yang berimplikasi pada marjinalisasi agama ini bisa berbeda antara satu negara dengan negara
lainnya, yang terutama dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan sejarah masing-masing
masyarakatnya. Negara-negara yang mendasarkan diri pada sekularisme memang telah
melakukan pemisahan ini, meski bentuk pemisahan itu bervariasi. Penerapan sekularisme secara
ketat terdapat di Perancis dan Amerika Serikat, sementara di negara-negara Eropa selain Perancis
penerapannya tidak terlalu ketat, sehingga keterlibatan negara dalam urusan agama dalamhal-hal
tertentu masih sangat jelas, seperti hari libur agama yang dijadikan sebagai libur nasional,
pendidikan agama di sekolah, pendanaan negara untuk agama, keberadaan partai agama, pajak
gereja dan sebagainya. Bahkan sebagaimana dikatakan Alfred Stepan kini masih ada sejumlah
negara Eropa yang tetap mengakui secara resmi lembaga gereja (established church) dalam
kehidupan bernegara, seperti Inggris, Yunani dan negara-negara Skandinavia (Norwegia,
Denmark, Finlandia, dan Swedia).

Sekularisasi politik juga terjadi dalam konteks modernisasi politik di negara-negara


berkembang, termasuk di negera-negara Muslim. Sekularisasi politik dalam hal-hal tertentu dan
tingkat tertentu memang terjadi di negara-negara Muslim, seperti pembentukan lembaga-
lembaga negara modern sebagai perwujudan sistem demokrasi yang menggantikan lembaga-
lembaga negara berdasarkan keagamaan, pembentukan partai-partai politik, penyelenggaraan
pemilihan umum, dan sebagainya. Bahkan proses sekularisasi secara terbatas juga terjadi di
negara-negara agama (religious states), yang mengintegrasikan agama dan negara seperti Arab
Saudi dan Iran, dengan melegislasi aturan-aturan operasional tertentu yang awalnya berasal dari
negara-negara Barat sekuler, seperti peraturan hukum tentang perdagangan internasional,
imigrasi, dan sebagainya.

Namun dalam kenyataannya, umat Islam tetap memperhatikan faktor agama dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, meski negara itu telah melakukan modernisasi dan
sekularisasi politik bersamaan dengan proses globalisasi. Hal ini sebenarnya tidak terlepas dari
karakteristik ajaran Islam itu sendiri, yang tidak hanya merupakan sistem teologis, tetapi juga
cara hidup yang berisi standar etika moral dan norma-norma dalam kehidupan masyarakat dan
negara. Islam tidak membedakan sepenuhnya antara hal-hal sakral dan profan, sehingga Muslim
yang taat menolak pemisahan antara agama dan negara. Oleh karena itu, sekularisasi yang terjadi
di negara-negara Muslim umumnya tidak sampai menghilangkan orientasi keagamaan
masyarakat dan negara. Bahkan adopsi sistem sekuler, seperti sistem demokrasi dan penegakan
hak asasi manusia, dalam banyak hal dilakukan dengan pemberian legitimasi keagamaan melalui
ijtihad dan penyesuaian-penyesuaian tertentu. Tanpa legitimasi ini, ide-ide atau “sistem sekuler”
itu tidak akan mendapat dukungan sepenuhnya dari warga yang mayoritas beragama Islam.
Ijtihad ini merupakan bagian dari modernisasi pemahaman keagamaan (modernisme Islam) agar
ajaran-ajaran Islam tetap kompatibel dengan perkembangan masyarakat modern tanpa menyalahi
ajaran-ajaran Islam yang bersifat mendasar dan absolut (qath’i).

D. WEWENANG NEGARA TERHADAP AGAMA

Kebebasan beragama merupakan hak untuk menentukan, memeluk dan melaksanakan


agama dan juga keyakinan. Hak inibersifat mutlak dan tidak bisa dikurangi dalam kondisi
apapun”(non-derogable rights). Hak kebebasan beragama termuat dalam instrumen HAM
internasional dan perundang-undangan nasional yang mencakup dua dimensi yaitu yang bersifat
individual dan yang bersifat kolektif. Agama dan keberagaman adalah tolak ukur dan juga pintu
gerbang (anant garde) untuk menilai bahwa pandangan pluralitas dilaksanakan oleh individu
maupun kelompok. Semangat keberagaman yang cenderung memuja fundamentalisme adalah
akar masalah yang berpeluang menjadi bencana di kemudian hari. Negara berkewajiban
menjamin kebebasan beragama memiliki maksud bahwa negara harus memanfaatkan otoritas
dan kewenangannya untuk menjamin terpenuhinya hak tersebut. Jaminan hak kebebasan
beragama harus diatur sedemikian rupa, tidak melihat pluralitas agama berlaku bagi yang
memiliki satu jenis agama seperti di Negara Yunani, maupun pada negara yang terdapat beragam
agama yang diakui secara resmi seperti di Indonesia, atau bahkan di Negara yang menganut
paham sekuler sekalipun seperti di Negara Amerika Serikat.

Konstitusi Indonesia, yakni UUD '1945 jelas menegaskan akan jaminan kebebasan beragama,
dalam Pasal 28E ayat (1). Ditegaskan bahwa “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak
kembali.” Peran negara untuk itu juga dinyatakan pada Pasal 29 Ayat (2), yakni “Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama”. Indonesia secara
fundamental menjadikan hak kebebasan beragama pada sila pertama Pancasila Ketuhanan Yang
Maha Esa yang merupakan dasar falsafah negara (philosofische grondslag). Diantara hak-hak
dasar manusia yang terpenting adalah hak kebebasan beragama. Legitimasi perundang-undangan
termasuk hirarki perundang-undangan yang paling tinggi (UUD 1945) memberi peluang besar
bagi kebebasan beragama di Indonesia. Hukum di Indonesia tidak pernah diskriminatif dalam hal
memberian kebebasan yang sebesar-besarnya bagi pemeluka agama manapun untuk beribadah
dan menjalankan keyakinannya masing-masing.

E. NEGARA IDEOLOGIS

Ideologi adalah bentuk pikiran dan tindakan. Ideologi di setiap negara tentu berbeda.
Mengetahui apa itu ideologi dan berinteraksi dengannya penting bagi masyarakat itu sendiri
demi mencapai keinginan dan cita-cita negara. Menurut Karl Marx, ideologi adalah sebuah alat
yang berfungsi untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan bersama masyarakat. Menurutnya,
ideologi muncul dari corak masyarakat tersebut. Peran ideologi dalam hubungan internasional
dapat dianalisis dalam dua bagian yaitu, peran ideologi umum sebagai unsur perilaku negara dan
peran ideologi tertentu dalam pembuatan dan implementasi kebijakan luar negeri.Jenis-Jenis
Ideologi

Berikut macam-macam ideologi yang ada di dunia:

1. Kapitalisme, adalah sistem ekonomi yang didasarkan pada kepemilikan pribadi atas alat-alat
produksi dan operasinya untuk keuntungan.

2. Liberalisme, adalah filosofi politik dan moral yang didasarkan pada kebebasan, persetujuan
dari yang diperintah dan persamaan di depan hukum. Liberal mendukung beragam pandangan
tergantung pada pemahaman mereka tentang prinsip-prinsip ini, tetapi mereka umumnya
mendukung hak-hak individu termasuk hak-hak sipil dan hak asasi manusia, demokrasi,
sekularisme, kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan beragama dan ekonomi pasar.

3. Komunisme, Komunisme adalah ideologi dan gerakan filosofis, sosial, politik, dan ekonomi
yang tujuannya adalah pembentukan masyarakat komunis, yaitu tatanan sosial ekonomi yang
terstruktur di atas gagasan kepemilikan bersama atas alat-alat produksi dan tidak adanya kelas
sosial, uang, dan negara. Komunisme adalah bentuk sosialisme yang spesifik, namun berbeda.

4. Sosialisme, Sosialisme adalah sistem ekonomi dan politik kerakyatan yang didasarkan pada
kepemilikan publik. Sosialisme juga dikenal sebagai kepemilikan kolektif atau bersama atas alat-
alat produksi.

5. Nasionalisme, Nasionalisme adalah ideologi di mana orang-orang yang percaya bahwa bangsa
mereka lebih unggul dari yang lain. Rasa superioritas ini sering berakar pada etnisitas bersama.
Nasionalisme dibangun di sekitar bahasa, agama, budaya, atau seperangkat nilai sosial yang
sama. Bangsa menekankan simbol bersama, cerita rakyat, dan mitologi.

6. Fasisme, Fasisme umumnya dikaitkan dengan rezim Italia dan Jerman yang berkuasa setelah
Perang Dunia I, meskipun negara-negara lain juga telah diperintah oleh rezim fasis.fasisme
menggunakan propaganda untuk mempromosikan anti-liberalisme, menolak hak-hak individu,
kebebasan sipil, perusahaan bebas dan demokrasi anti-sosialisme, menolak prinsip-prinsip
ekonomi berdasarkan kerangka sosialis mengesampingkan kelompok tertentu, seringkali melalui
nasionalisme mereka juga menggunakan kekerasan untuk memperluas pengaruh dan kekuasaan
bangsa.

F. NEGARA DAN NILAI NILAI DASAR MASYARAKAT


Nilai memiliki arti segala sesuatu yang dianggap baik dan buruk di dalam masyarakat. Nilai
bisa kita jadikan sebuah dasar pertimbangan untuk menentukan sikap dan juga dalam mengambil
sebuah keputusan. Nilai sosial akan ditentukan dari kebudayaan masyarakatnya. Sehingga inilah
yang bisa menyebabkan adanya perbedaan dari nilai diantara kelompok masyarakat. Ciri-ciri dari
nilai adalah: Akan terbentuk dari proses interaksi sosial di masyarakattua Bisa mempengaruhi
kepribadian seseorang sebagai anggota masyarakat. Ada beberapa jenis dari nilai yang berlaku
dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu: Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
tubuh manusia. Entah itu makanan atau obat-obatan ; Nilai vital, adalah segala sesuatu yang
berguna bagi manusia untuk melaksanakan aktivitasnya. Contohnya, buku untuk belajar, motor
untuk ngojek, dan lain-lain ; Nilai kerohanian, merupakan segala sesuatu yang berguna bagi
batin (rohani) manusia.
BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Akhirnya, ketika negara memisahkan diri dari tanggung jawab moral, konflik akan
meningkat, sehingga Pancasila dituntut untuk membangun moralitas yang sesuai dengan
ketuhanan, kemanusiaan dan keadilan sosial , Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab memiliki
arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai moral-moral dalam hidup bersama atas
dasar tuntunan hatinurani dengan memperlakukan suatu hal sebagai mestinya, dan manusia juga
harus mempunyai sikap adil yang berarti sama, seimbang, setara atau tidak membeda-bedakan,
setiap manusia harus berperilaku adil terhadap orang lain tanpa membeda-bedakan derajat,
profesi, ras, suku dan lainnya. .

2. SARAN

Sebagai penulis kami menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini
dan kami sebagai manusia yang tidak pernah luput dari kekurangan dan kesalahan, makalah ini
tetap memerlukan kritik dan masukan dari pembaca, khususnya Dosen Pengampu. Sebagai
penulis kami sangat menantikan hal ini untuk mencapai penyempurnaan tulisan ini di kemudian
hari
DAFTAR PUSTAKA

Naupal, Naupal. 2011. Wewenang negara dalam bidang moral: Refleksi kritis atas Ideologi
Pancasila. Depok: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai