DOSEN PEMBIMBING :
Puji syukur Alhamdulillah kami ucapkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha
Esa,karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
kami dapat menyelesaikan laporan PPG ini dengan tepat waktu.
Terimakasih juga kami ucapkan pada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga laporan PPG ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga proposal PPG ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca.Namun terlepas dari itu,kami memahami bahwa laporan PPG ini masih jauh dari
kata sempurna,sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptantanya laporan PPG selanjutnya yang lebih baik lagi.
Kelompok 3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tingkat konsumsi merupakan faktor langsung yang mempengaruhi status gizi balita.
Defisiensi gizi secara progresif menyebabkan kerusakan mukosa, menurunnya resisten
terhadap kolonisasi dan invasi kuman patogen. Menurunnya imunitas dan kerusakan mukosa
memegang peranan utama dalam mekanisme pertahanan tubuh, sehingga pada akhirnya akan
mempengaruhi insiden penyakit. Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi
zat gizi yang terdapat pada makanan sehari-hari. Status gizi atau tingkat konsumsi pangan
merupakan bagian terpenting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang
mempengaruhi kesehatan seseorang, tetapi status kesehatan juga mempengaruhi status gizi.
Maka, tingkat konsumsi makanan sangat berpengaruh terhadap status gizi balita. Pola
pemberian makan pada anak yang berhubungan dengan status gizi. Oleh karena itu dapat
mempengaruhi tingkat konsumsi energi dan protein pada balita, sehingga berimplikasi pada
status gizi underweight pada balita jika tingkat konsumsinya kurang (Rahim, 2014).
Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama yang dihadapi
Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga tahun terakhir,
pendek memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya seperti gizi
kurang, kurus, dan gemuk. Prevalensi balita pendek mengalami peningkatan dari tahun 2016
yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada tahun 2017.
Berdasarkan data laporan e-PPBGM terakhir bulan September tahun 2020 didapatkan
bahwa tiga daerah lokus stunting yaitu Kabupaten Pesisir Selatan 33,3% , Kabupaten
Pasaman Barat 27,6% dan Kabupaten Sinjunjung 25,2%, maka didapatkan data yang tertinggi
adalah Kabupaten esisir Selatan dengan presentase 33,3%. Sedangkan, berdasarkan data
Riskesdas 2018 bahwa presentase stunting di Kabupaten Pesisir Selatan 26,54%. Kemudian,
berdasarkan data penimbangan massal presentase dari Kabupaten Pesisir Selatan 15,2%.
Kesimpulannya bahwa daerah lukos stunting yang diambil adalah Kab. Pesisir Selatan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa prevalensi stunting di Kabupaten
Pesisir Selatan merupakan salah satu daerah tertinggi yang mengalami kejadian stunting.
Maka dari itu peneliti tertarik untuk mengetahui “Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Stunting di Kabupten Pesisir Selatan Tahun 2021”
B. Rumusan masalah
Apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting di Kabupaten
Pesisir Selatan pada tahun 2021?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting di
Kabupaten Pesisir Selatan pada tahun 2021
2. Tujuan khusus
1. Diketahuinya distribusi frekuensi status gizi pada balita (0-59 bulan), remaja,
ibu hamil di Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
2. Diketahuinya distribusi frekuensi asupan balita (0-59 bulan),di Kabupaten
Pesisir Selatan tahun 2021.
3. Diketahuinya distribusi frekuensi penyakit infeksi balita (0-59 bulan) di
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
4. Diketahuinya distribusi frekuensi pola asuh balita (0-59 bulan) di Kabupaten
Pesisir Selatan tahun 2021.
5. Diketahuinya distribusi frekuensi pola konsumsi balita (0-59 bulan) di
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
6. Diketahuinya distribusi frekuensi pelayanan kesehatan balita (0-59) bulan
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
7. Diketahuinya hubungan asupan dengan status gizi balita (0-59 bulan) di
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
8. Diketahuinya hubungan penyakit infeksi dengan status gizi balita (0-59 bulan)
di Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
9. Diketahuinya hubungan pola konsumsi dengan status gizi balita (0-59 bulan) di
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
10. Diketahuinya hubungan pelayanan kesehatan dengan status gizi balita (0-59
bulan) di Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
11. Diketahuinya ketersediaan pangan rumah tangga dengan status gizi balita (0-59
bulan) di Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
12. Diketahuinya hubungan pola asuh dengan status gizi balita (umur 0-59 bulan) di
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
13. Diketahuinya hubungan tingkat pendapatan keluarga dengan status gizi balita
(0-59 bulan) di Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
14. Diketahuinya distribusi frekuensi asupan remaja putri, di Kabupaten Pesisir
Selatan tahun 2021.
15. Diketahuinya distribusi frekuensi pola konsumsi remaja putri di Kabupaten
Pesisir Selatan tahun 2021.
16. Diketahuinya hubungan asupan Fe dengan status gizi remaja putri di Kabupaten
Pesisir Selatan tahun 2021.
17. Diketahuinya hubungan pola konsumsi dengan status gizi remaja putri di
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
18. Diketahuinya distribusi frekuensi penyakit infeksi ibu hamil di Kabupaten
Pesisir Selatan tahun 2021.
19. Diketahuinya distribusi frekuensi pola konsumsi ibu hamil di Kabupaten Pesisir
Selatan tahun 2021.
20. Diketahuinya distribusi frekuensi asupan ibu hamil, di Kabupaten Pesisir
Selatan tahun 2021.
21. Diketahuinya distribusi frekuensi tingkat pendidikan ibu hamil di Kabupaten
Pesisir Selatan tahun 2021.
22. Diketahuinya distribusi frekuensi tingkat pengetahuan ibu hamil di Kabupaten
Pesisir Selatan tahun 2021.
23. Diketahuinya hubungan asupan dengan status gizi ibu hamil di Kabupaten
Pesisir Selatan tahun 2021.
24. Diketahuinya hubungan penyakit infeksi dengan status gizi ibu hamil di
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
25. Diketahuinya hubungan pola konsumsi dengan status gizi ibu hamil di
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
26. Diketahuinya hubungan tingkat pendidikan ibu hamil dengan status gizi balita
(0-59 bulan) di Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
27. Diketahuinya distribusi frekuensi ketersedian pangan rumah tangga di
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
28. Diketahuinya distribusi frekuensi tingkat pendapatan keluarga di Kabupaten
Pesisir Selatan tahun 2021.
D. Manfaat Penelitian
2. Bagi Akademik/Institusi
Memberikan informasi dan masukan tentang kejadian stunting pada anak balita di
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
3. Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang kejadian stunting pada
anak balita serta faktor yang berhubungan dengan kejadian tersebut di pada anak
balita di Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TEORI
1. Status Gizi
a. Pengertian
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel
tertentu, perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu.Keadaan gizi
merupakan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan
penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau fisiologis akibat dari tersedianya zat gizi dalam
seluler tubuh (Supariasa, Bachyar dan Ibnu, 2012).
Status gizi yang baik adalah status kesehatan yang dihasilkan dari
keseimbangan intakedan kebutuhan.Parameter status gizi dapat dilakukan dengan
pengukuran antropometri, pemeriksaan biokimia dan anamnesa riwayat
gizi.Intakeberkaitan dengan zat gizi yang masuk dalam tubuh.Zat gizi sendiri
diartikan sebagai zat-zat makanan yang terkandung dalam suatu bahan pangan yang
dapat dimanfaatkan oleh tubuh.Makanan yang kita makan harus memenuhi kebutuhan
fisik berupa kenyang dan memenuhi kebutuhan kimia tubuh (Kristiyanasari,2010).
Status gizi pada anak sangat berpengaruh pada kehidupan dewasanya.
Perkembangan dan pertumbuhan anak sejalan dengan kecukupan nutrisi dan stimulasi
yang ia dapat dari keluarga serta lingkungan.
The United Nations Children’s Fund (UNICEF) mengklasifikasikan malnutrisi
pada anak dalam empat jenis yaitu stunting, wasting, gizi kurang dan kekurangan
mikronutrien.Keempat malnutrisi ini yang terus menjadi fokus pembahasan ialah
stunting.
Tabel 2.1
Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Berdasarkan Indeks
Indeks Kategori Ambang Batas (Z-score)
Status Gizi
Berat Badan menurut Umur Berat badan < -3 SD
(BB/U) sangat kurang
Anak umur 0-60 bulan (severely
underweight)
berat badan -3 SD sampai dengan< - 2
kurang SD
(underweight)
berat badan -2 SD sampai dengan +1
normal SD
risiko berat badan >+ 1 SD
lebih
Panjang Badan menurut Umur Sangat Pendek < -3 SD
(PB/U) (severely stunted)
Anak umur 0-60 bulan Pendek (stunted) -3 SD sampai dengan< - 2
SD
Normal -2 SD sampai dengan +3
SD
Tinggi >+3 SD
Berat Badan menurut Panjang gizi buruk < -3 SD
Badan (BB/PB) (severely wasted
Anak umur 0-60 bulan gizi kurang -3 SD sampai dengan< - 2
(wasted) SD
gizi baik (normal) -2 SD sampai dengan +1
SD
berisiko gizi lebih >+1 SD
(possible risk of
overweight)
Indeks Massa Tubuh menurut Gizi buruk < -3 SD
Umur (IMT/U) (severely wasted)
Anak umur 0-60 bulan Gizi kurang -3 SD sampai dengan< - 2
(wasted) SD
Gizi baik (normal) -2 SD sampai dengan + 1
SD
Berisiko gizi lebih >+1 SD
(possible risk of
overweight)
Gizi lebih > + 2 SD sd +3 SD
(overweight)
Obesitas (obese) > + 3 SD
Gizi
Indeks Massa Tubuh menurut Gizi buruk <-3 SD
Umur (IMT/U) (severely thinness)
Anak umur 5-18 tahun Gizi kurang -3 sampai dengan < -2 SD
(thinness)
Gizi baik (normal) -2 SD sampai dengan + 1
Gizi SD
Gizi lebih > + 1 SD sampai dengan +
(overweight) 2 SD
Obesitas (obese) > +2 SD
Sumber :Peraturan Menkes RI Nomor 2 Tahun 2020
b. Klinis
Pemeriksaan klinis merupakan metode penting untuk menilai status gizi yang
didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi dan dihubungkan dengan
ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel kulit, mata, rambut,
dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti
kelenjer tiroid. Metode ini umumnya untuk mendeteksi secara tepat tanda-tanda klinis
umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk
mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu
tanda dan gejala atau riwayat penyakit.
c. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia merupakan pemeriksaan spesimen yang
diuji secara laboratori yang dilakukan pada berbagai macam anggota tubuh. Jaringan
tubuh yang digunakan antara lain darah, urin, tinja, dan beberapa jaringan tubuh
seperti hati dan otot. Penggunaan metode digunakan untuk suatu peringatan bahwa
kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Penentuan kimia
dapat lebih banyak untuk menolong kekurangan gizi yang lebih spesifik.
d. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik merupakan metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi jaringan dan melihat perubahan struktur jaringan.
Umumnya digunakan dalam situasi tertentu.
2) Penilaian secara tidak langsung
a. Survei konsumsi makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan
data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat
gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan
kelebihan dan kekurangan zat gizi.
b. Statistik vital
Pengukuran status gizi statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa
statistik kesehatan dan kematian akibat penyebab tertentu dan lainnya yang
berhubungan dengan gizi. Penggunaanya dipertimbangkan sebagai bagian dari
indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat
c. Faktor ekologis
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai
hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah
makanan yang tersedia sangat tergantung keadaan ekologis dipandang sangat penting
untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk
melakukan program intervensi gizi.
2. Stunting
a. Pengertian
Kepmenkes RI Nomor : 1995/MENKES/SK/XII/2010 telah diatur
mengenai standar antropometri penilaian status gizi anak dengan mengukur
berat badan dan/atau panjang/tinggi badan menurut umur. Pengukuran dengan
panjang badan menurut umur dapat melihat status gizi dan disimpulkan dalam
kategori tinggi, normal, pendek dan sangat pendek. Stunting merupakan suatu
keadaan dimana tinggi badan anak yang terlalu rendah. Stunting berdasarkan
umur adalah tinggi badan yang berada di bawah minus dua standar deviasi
Standar Deviasi) dari tabel status gizi Child Growth Standard(WHO 2013)
b. Patofisiologi Stunting
Janin berkembang sejak awal kehamilan, berat dan panjang pun terus bertambah.
Cunningham (2010) mengemukakan mengenai pertumbuhan panjang badan janin
sebagai berikut
Tabel 2.2
Pertumbuhan dan perkembangan janin
Usia Kehamilan Panjang Janin Ciri khas
Organogenesis
- Terbentuk hidung telinga
4 minggu 7,5-10 mm dan
mata
- Kepala flesi ke dada
8 minggu 2,5 cm - Hidung, kuping dan jari
terbentuk
- Kuping lebih jelas
- Kelopak mata terbentuk
12 minggu 9 cm
- Genetalia eksterna
terbentuk
Usia fetus
- Genital jelas terbentuk
- Kulit merah tipis
16 minggu 16-18 cm - Uterus telah penuh,
desidua
parietalis dan kapsularis
- Kulit tebal dengan rambut
20 minggu 25 cm
lanugo
- Kelopak mata jelas, alis
24 minggu 30-32 cm dan bulu
tampak
Masa parietal
- Berat badan 1000 gram
28 minggu 35 cm
- Menyempurnakan janin
40 minggu 50-55 cm - Bayi cukup bulan
- Kulit berambut dengan
baik
- Kulit kepala tumbuh baik
- Pusat penulangan pada
tibia
proksimal
Status imunisasi pada anak adalah salah satu indikator kontak dengan pelayanan
kesehatan. Karena diharapkan bahwa kontak dengan pelayanan kesehatan akan
membantu memperbaiki masalah gizi baru, sehingga imunisasi juga diharapkan
akan memberikan efek positif terhadap status gizi jangka panjang .(Mugianti,
2018)
e. Ketahanan pangan dan ketersediaan pangan
Dalam penelitian masrin,2018 disebutkan bahwa , ada hubungan yang signifikan antara
ketahanan pangan rumah tangga dengan kejadian stunting pada anak baduta.
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Jika kebutuhan
tersebut tidak terpenuhi, baik jumlah maupun mutunya pada tingkat individu dan
rumah tangga akan mengganggu tercapainya kualitas hidup sehat, aktif, dan
berkesinambungan serta dapat menimbulkan berbagai permasalahan kesehatan
dan gizi. Baduta stunting merupakan salah satu masalah gizi kronis yang
disebabkan oleh akses dan keterjangkauan terhadap pangan masih rendah.
Gizi seimbang pada 1000 HPK terkait dengan ketersediaan pangan rumah
tangga. Keadaan sosial ekonomi keluarga akan berpengaruh terhadap kualitas
maupun kuantitas bahan makanan yang dikonsumsi keluarga. Kurangnya variasi
dan jumlah makanan yang dikonsumsi terutama bahan pangan yang berfungsi
untuk menunjang pertumbuhan seperti sumber protein, lemak, vitamin, dan
mineral akan meningkatkan risiko kekurangan gizi yang berdampak pada
pertumbuhan anak.(Aryati, 2018)
3) Penyebab Utama
a. Ekonomi
Salah satau yang penyebab dasar dari wasting dan stunting adalah kondisi
ekonomi keluarga yang rendah (miskin).Kondisi keluarga yang miskin dapat
menyebabkan keluarga tersebut mengalami keterbatasan dalam memenehu
kebutuhan gizi keluarga dari segi kualitas maupun kuantitas. Keadaan sosial
ekonomi yang tergolong rendah akan mempengaruhi tingkat Pendidikan renda,
kualitas sanitasi dan air minum yang rendah, daya beli yang rendah serta layanan
Kesehatan yang terbatas. Semuanya dapat berkontribusi terkena penyakit dan
rendahnya asupan zat gizi dapat berpeluang untuk terjadinya stunting (Fikadu,
dkk, 2014 dalam lainua, 2016)
Besarnya pendapatan yang diperoleh atau diterima dalam rumah tangga
dapat menggambarkan kesejahteraan suatu masyarakat.Namun data pendapatan
yang akurat sulit diperoleh, sehingga dilakukan pendekatan melalui pengeluaran
rumah tangga.Pengeluaran rumah tangga ini dapat dibedakan menurut
pengeluaran makan dan bukan makan, dimana menggambarkan bagaimana
penduduk mengalokasikan kebutuhan rumah tangganya.Pengeluaran untuk
konsumsi makanan dan buka makan berkaitan denga tingkat pendapatan
masyarakat. Di Indonesia, pemenuhan kebutuhan makanan masih menjadi
prioritas utama, dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan gizi (Consumption and
Cost, wiyogowati, 2012).
Persentase pengeluaran pangan yang tinggi (≥ 70%) merupakan faktor
yang paling dominan berhubungan dengan kejadian stunting pada anak balita
dengan riwayat berat lahir rendah pada tahun 2010 di Indonesia. Persentase
pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total yang tinggi (≥70%)
menggambarkan ketahanan pangan keluarga yang rendah, artinya semakin tinggi
pengeluaran untuk konsumsi pangan ada kecenderungan bahwa rumah tangga
tersebut miskin dan memiliki tingkat ketahanan pangan yang rendah. Keluarga
yang miskin dan ketahanan pangan keluarga rendah rentan memiliki anak stunting
karena keluarga tidak mampu mencukupi kebutuhan asupan gizi anak dalam
jangka waktu yang lama, sehingga permasalahan gizi akut ini tidak dapat
terhindarkan (Rosha,dkk, 2013).
b. Pendidikan
Pendidikan adalah modal utama dalam menunjang ekonomi keluarga yang
juga berperan dalam penyusunan makan keluarga, perawatan anak dan
pengasuhan keluarga. Keluarga yang memiliki tingkat Pendidikan yang tinggi
akan mendapatkan informasi Kesehatan yang lebih mudah khususnya dibidang
gizi, sehingga dapat menambahkan pengetahuannya dan mampu menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari (Depkes RI, 2015).
Menurut Hidayat (2009), tingkat Pendidikan keluarga yang rendah akan
sulit dalam menerima arahan dalam pemenuhan gizi. Mereka sering tidak
meyakini pentingnya pemenuhan gizi dan pentingnya pelayanan Kesehatan yang
dapat menunjang pertumbuhan anak, sehingga dapat berpeluang terhadap
terjadinya stunting. Semakin tingginya Pendidikan, pengetahuan dan keterampilan
memungkinkan makin baiknya tingkat ketahanan pada pangan keluarga, makin
baik pola asuh pada anak dan keluarga, makin banyak memanfaatkan pelayanan
yang ada. Ketahanan pangan keluarga juga terkait dengan ketersediaan pangan,
harga pangan, dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan
Kesehatan (Waryana, 2010)
Menurut Anisa (2012) kecendrungan kejadian stunting pada balita lebih
banyak terjadi pada ayah yang memiliki tingkat Pendidikan yang rendah.
Pendidikan yang tinggi dapat mencerminkan pendapatang yang lebih tinggi dan
ayah akan lebih memperhatikan gizi istri saat hamil. Sehingga tidak akan
terjadinya kekurangan gizi data kehamilan yang dapat menyebabkan anak yang
akan dilahirkan mengalami stunting. Keluarga dengan ayah yang berpendidikan
rendah dengan pendapatan yang rendah biasanya memiliki rumah yang kurang
layak, kurang dalam memanfaatkan fasilitas Kesehatan dan kebersihan lingkungan
kurang terjaga, selain itu konsumsi makanan tidak seimbang, keadaan ini akan
menghambat perkembangan pada anak (Mugianti et al, 2018).
Menurut Astuti (2017), ibu dengan tingkat Pendidikan tinggi akan
cenderung memiliki pengetahuan yang luas dan mudahnya menangkap informasi
dari Pendidikan formal yang mereka tempuh maupun dari media massa (cetak dan
eletronik) untuk menjaga Kesehatan anak dalam mencapai status gizi yang baik
sehingga perkembangan anak menjadi lebih optimal. Semakin tinggi Pendidikan
ibu maka pengetahuannya tentang gizi akan lebih baik, sebaliknya semakin
rendahnya Pendidikan ibu maka pengetahuan tentang gizi akan kurang biak.
Pendidikan ibu yang rendah saat kehamilan akan mempengaruhi pengetahuan gizi
ibu saat mengandung. Ibu hamil yang mengalami kurang gizi dapat
mengakibatkan janin yang dikandung juga mengalami kekurangan gizi. Jika
kekurangan gizi pada kehamilan terjadi terus menerus akan melahirkan anak yang
mengalami kekurangan gizi. Jika kondisi ini terus berlangsung dalam kurun yang
cukup lama maka akan menyebabkan anak mengalami kegagalan dalam
pertumbuhan (stunting) (Ni’mah dan Muniroh, 2016).
Pada umumnya anemia sering terjadi pada wanita dan remaja putri daripada pria hal ini di
karenakan:
1. Wanita dan remaja putri pada umumnya lebih sering mengkonsumsi makanan
nabati yang kandungan zat besinya sedikit dibandingkan dengan makanan
hewani sehingga kebutuhan tubuh akan zat besi tidak terpenuhi.
2. Remaja putri biasanya lebih ingin tampil langsing, sehingga membatasi asupan
makanan.
3. Setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg di ekstraksi, khususnya melalui
feses.
4. Remaja putri mengalami haid setiap bulan, dimana kehilanganzat besi ±1.3 mg
per hari, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak dari pada pria.
Penyebab anemia gizi pada remaja putri juga dapat terjadi karena asupan besi
yang tidak cukup, kehilangan darah yang menetap, penyakit dan kebutuhan
meningkat.
b. Anemia
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin (Hb) <
11 gr% pada trimester I dan III sedangkan pada trimester II kadar hemoglobin < 10,5
gr%. Anemia selama kehamilan memerlukan perhatian serius karena berpotensi
membahayakan ibu dan anak (Manuaba, 2009). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2013 menyebutkan anemia pada kehamilan umumnya bersifat fisiologis.
Anemia merupakan keadaan ketika jumlah sel darah merah atau konsentrasi
pengangkut oksigen dalam darah (Hb) tidak mencukupi untuk kebutuhan fisiologis
tubuh. Wanita hamil rentan mengalami anemia defisiensi besi karena kebutuhan
oksigen pada ibu hamil lebih tinggi sehingga memicu peningkatan
produksieritopoitin. Volume plasma bertambah dan sel darah merah meningkat.
Peningkatan volume plasma lebih besar dari peningkatan eritrosit sehingga
menyebabkan penurunan konsentrasi hemoglobin (Rai, dkk, 2016).
Anemia selama kehamilan dapat berakibat fatal, memiliki efek negatif pada
kapasitas kerja, motorik dan perkembangan mental pada bayi, anakanak, dan remaja.
Pada ibu hamil, anemia dapat menyebabkan berat lahir rendah, kelahiran prematur,
keguguran, partus lama, atonia uteri dan menyebabkan perdarahan serta syok (Rai,
dkk, 2016). Hasil penelitian Amalia (2011) di RSU Dr. MM Dunda Limboto
Kabupaten Gorontalo menunjukkan ibu hamil yang mengalami anemia berisiko
melahirkan bayi BBLR sebesar 4,643 kali dibandingkan dengan ibu yang tidak
anemia.
B. Kerangka Teori
C. Kerangka Konsep
Langsung
Penyakit Infeksi**
Pola Asuh **
Sanitasi lingkungan **
Pelayanan Kesehatan **
Ketersediaan Pangan***
L**
Tingkat Pendapatan Keluarga***
Utama
Tingkat Pendidikan Ibu****
L**
L**
Keterangan:
* : balita, remaja, ibu hamil
** : balita
*** : keluarga
**** : ibu
D. Definisi Operasional
Skala
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur
Status gizi Status gizi adalah ukuran Antropometri - BB/U Kategori Z-Score Indeks BB/U
pada balita keberhasilan dalam pemenuhan - TB/U Berat Badan Sangat Kurang : < -3
(0-59 bln) nutrisi untuk anak yang diindikasikan - BB/TB SD
- TB/U oleh TB dan BB (Almatsier,2003). Dacin Berat Badan Kurang : > -3 Sd s/d < Ordinal
- BB/U Timbangan -2 SD
- BB/TB digital Berat Badan Normal : > -2 SD s/d
- IMT/U Form tanggal < +1 SD
lahir Resiko Berat Badan Lebih : > +1
AUPB SD
Mikrotoise (Peraturan Menkes,2020)
Status gizi Status giziadalah status kesehatan Antropometri IMT/U Kategori Z-Score Indeks IMT/U Ordinal
pada remaja yang dihasilkan oleh keseimbangan Hb Timbangan -3 s/d – 2 SD Gizi Kurang
putri antara kebutuhan dan masukan digital -2 s/d + 1 SD Gizi Baik (normal)
nutrient.(Beck,2000:1)
(12-18thn) Mikrotoa +1 s/d +2 SD Gizi Lebih
Form > +2 SD Obesitas
penimbangan Perempuan : 12-16gr/dL
alat Cek Hb (Peraturan Menkes, 2020)
Status gizi ibu Status gizi adalah suatu keadaan Antropometri LILA 1. KEK < 23,5 cm Ordinal
hamil keseimbangan dalam tubuh sebagai Hb alat cek Hb 2. Normal ≥23,5 cm
alat pemasukan kosumsi makanan 3. Hb > 11gr/dL
dan penggunaan zat-zat gizi yang Trimester 1 : 11,6-13,9 gr/dL
digunakan oleh tubuh unutk Trimester 2 : 9,7 – 14,8 gr/dL
kelansungan hidup dalam Trimester 3 : 9,5-15 gr/dL
mempertahankan fungsi-fungsi
organ. (Depkes RI,2013)
Penyakit Penyakit infeksi merupakan satu Wawancara Kuesioner Dikategorikan menjadi : Nominal
infeksi balita kumpulan jenis-jenis penyakit yang Pernah Terinfeksi
mudah menyerang khususnya anak- Jika mengalami salah satu dari
anak di indonesia yang disebabkan penyakit infeksi dalam 3 bulan
oleh infeksi virus, infeksi bakteri, terakhir
infeksi parasit. Penyakit infeksi yang Tidak pernah Terinfeksi
mempengaruhi status gizi balita sejak Jika tidak pernah mengalami
3 bulan terakhir. (Rampengan, keluhan dari semua penyakit infeksi
1997). dalam 3 bulan terakhir
Contoh dari penyakit infeksi,
yaitu : ISPA, diare, pneumonia,
difteri, campak, TBC, cacar air,
tetanus, demam tifoid).
Asupan balita Asupan adalah semua jenis Wawancara Form SQ-FFQ Baik : Ordinal
makanan dan minuman yang (Semi Makanan pokok : 3p x hari
dikonsumsi tubuh setiap hari. Quantitative- Protein Nabati : 1p x hari
(sumarno, dkk dalam Gizi Food Frequency Protein Hewani :1p x hari
Indonesia 1990) Questioners) Sayuran : 1,5 p x hari
Buah : 3p x hari
Pola konsumsi Pola konsumsi merupakan informasi Wawancara Form SQ-FFQ Baik : Ordinal
dan konsumsi tentang jenis dan frekuensi pangan (Semi Makanan pokok : 5 x hari
fe remaja putri yang di konsumsi oleh seseorang atau Quantitative- Protein Nabati : 3 x hari
kelompok orang pada waktu tertentu. Food Frequency Protein Hewani : 3 x hari
(Baliwati,dkk.2004:69-70). Questioners) Sayuran : 3 x hari
Buah : 4 x hari
Penimbangan /posyandu
PMT Wawancara Kuesioner Baik :Jika diberikan PMT pada Ordinal
balita
Tidak baik : Jika tidak diberikan
PMT pada balita
Penyuluhan atau konsultasi Wawancara Kuesioner Baik : Jika pernah mendapatkan Ordinal
gizi penyuluhan/konsultasi gizi
Tidak baik : Jika tidak pernah
mendapatkan
penyuluhan/konsultasi gizi
Pemberian vitamin A Wawancara Kuesioner Baik :Jika diberikan sesuai umur Ordinal
dan jadwal pemberian vit A setiap
bulan Februari dan Agustus.
Tidak baik :Jika tidak diberikan
sesuai umur dan jadwal pemberian
vit A setiap bulan Februari dan
Agustus.
Ketersediaan Ketersediaan pangan adalah Wawancara Kuesioner Dikelompokkan dalam 3 kategori : Ordinal
Pangan tersedianya pangan di tingkat Besar sama 60% (18 poin) : baik
Rumah Rumah tangga untuk beberapa 59-50% (15 poin) : cukup
Tangga hari dalam segi jumlah dan Kecil dari 50% (dibawah 15 poin) :
mutu yang memadai serta buruk
merata,aman dan terjangkau
(Badan Urusan Logistic,
2001)
Tingkat Tingkat pendidikan adalah Wawancara Kuesioner Dikelompokkan dalam 6 kategori : Ordinal
Pendidikan tahapan pendidikan 1. Tidak sekolah
Ibu berkelanjutan, yang sudah 2. Tidak tamat SD
ditetapkan oleh lembaga 3. SD
terkait berdasarkan tingkat 4. SMP
perkembangan peserta didik, 5. SMA
tingkat kesulitan bahan 6. Pendidikan Tinggi
pengajar, dan cara penyajian
bahan pelajaran.
Tingkat Tingkat pendidikan adalah Wawancara Kuesioner Dikelompokkan dalam 6 kategori : Ordinal
Pendidikan tahapan pendidikan 7. Tidak sekolah
Ibu hamil berkelanjutan, yang sudah 8. Tidak tamat SD
ditetapkan oleh lembaga 9. SD
terkait berdasarkan tingkat 10. SMP
perkembangan peserta didik, 11. SMA
tingkat kesulitan bahan 12. Pendidikan Tinggi
pengajar, dan cara penyajian
bahan pelajaran.
Tingkat Pendapatan keluarga adalah Wawancara Kuesioner Dinyatakan dalam satuan rupiah : Interval
Pendapatan Rata-rata jumlah penghasilan 1. Golongan Atas : Rp 2.600.000 –
Keluarga keluarga dalam 1 bulan 3.500.000 / bulan
(Badan Pusat Statistik,2012) 2. Golongan Menengah : Rp
1.500.000 - Rp 2.500.000 / bulan
Golongan Bawah : Rp 1.500.000
E. Hipotesis
1. Ada hubungan asupan dengan status gizi balita (0-59 bulan) di Kabupaten Pesisir
Selatan tahun 2021.
2. Ada hubungan penyakit infeksi dengan status gizi balita (0-59 bulan) di
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
3. Ada hubungan pola konsumsi dengan status gizi balita (0-59 bulan) di
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
4. Ada hubungan pelayanan kesehatan dengan status gizi balita (0-59 bulan) di
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
5. Ada ketersediaan pangan rumah tangga dengan status gizi balita (0-59 bulan) di
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
6. Ada hubungan pola asuh dengan status gizi balita (umur 0-59 bulan) di
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
7. Ada hubungan tingkat pendapatan keluarga dengan status gizi balita (0-59 bulan)
di Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
8. Ada hubungan asupan Fe dengan status gizi remaja putri di Kabupaten Pesisir
Selatan tahun 2021.
9. Ada hubungan pola konsumsi dengan status gizi remaja putri di Kabupaten
Pesisir Selatan tahun 2021.
10. Ada hubungan asupan dengan status gizi ibu hamil di Kabupaten Pesisir Selatan
tahun 2021.
11. Ada hubungan penyakit infeksi dengan status gizi ibu hamil di Kabupaten Pesisir
Selatan tahun 2021.
12. Ada hubungan pola konsumsi dengan status gizi ibu hamil di Kabupaten Pesisir
Selatan tahun 2021.
13. Ada hubungan tingkat pendidikan ibu hamil dengan status gizi balita (0-59
bulan) di Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Design penelitian
PKL PPG (Program Perencanaan Gizi) ini bersifat analitik dengan desain
cross sectional study yaitu jenis penelitian yang mengamati data-data populasi
atau sampel satu kali saja pada saat yang sama dengan mempelajari faktor-faktor
yang berhubungan dengan status gizi pada keluarga yang memiliki balita (0-59
bulan), remaja wanita dan ibu hamil di Kecamatan XI Koto Tarusan , Kabupaten
Pesisir Selatan tahun 2021.
2. Lokasi dan waktu
PKL PPG (Program Perencanaan Gizi) ini akan dilaksanakan di
Kecamatan XI Koto Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021, di
Kecamatan ini terdapat dua wilayah kerja Puskesmas yakni Wilayah Kerja
Puskesmas Tarusan dan Wilayah Kerja Puskesmas Barung-barung Balantai.
Wilayah kerja Puskesmas Tarusan diantaranya terdapat Nagari Setara Nanggalo
dengan kampung Teluk Raya, dan Sungai Tawar, dan Nagari Batu Hampar
dengan Kampung Batu Hampa dan Parak Batu Patah. Serta Wilayah Kerja
Puskesmas Barung-barung balantai terdapat Nagari Siguntur Tua, Nagari Duku
dengan Kampung Duku, Benteng dan Koto Lua.
Waktu pelaksanaan PKL PPG (Program Perencanaan Gizi) ini dilakukan
pada tanggal 8 –14 Februari 2020.
Tahap-tahap Penyusunan PKL PPG (Program Perencanaan Gizi) ini
yaitu, pada minggu I pembekalan, minggu II-III pembuatan proposal, minggu
IV-V pembuatan kuisoner, minggu VI uji coba di lapangan dan pembuatan
template, minggu VII memvalidasi kuisioner terkait uji coba yang dilakukan,
minggu IX pengumpulan data di lapangan, minggu X- XII pengolahan data,
mingguXIII- XVI persentasi hasil PKL PPG (Program Perencanaan Gizi).
3. Populasi dan sampel
a) Populasi
Populasi pada pengumpulan data dasar ini adalah seluruh keluarga yang
memiliki balita (0-59 bulan), dan remaja wanita serta semua ibu hamil di
Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2021.
b) Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi. Sampel pada penelitian ini adalah
balita (0-59 bulan), ibu hamil, remaja putri.
Rumus pengambilan sampel yang digunakan adalah :
n=
Keterangan :
n= jumlah sampel
d= presisi / derajat akurasi yang diinginkan (15%)
Z1-α/2 = nilai kurva normal pada CI (Confidence interval ) 95% = 1,96
P= Prevalensi balita kecamatan
Dari hasil perhitungan besar sampel adalah X. Jadi besar sampel minimal
adalah X orang. Bagi jorong yang mencukupi jumlah sampel, setiap mahasiswa
diharuskan mendapatkan sampel X KK balita.
Pengambilan sampel menggunakan teknik Simple Random Sampling.
Sampel dalam penelitian ini diambil dari jumlah populasi yang memenuhi
kriteria sampel yang ditetapkan oleh peneliti. Sampel adalah KK yang
mempunyai anak balita, di dalam KK yang mempunyai anak SD, remaja (SMP
dan SMA). Sedangkan ibu hamil diambil secara keseluruhan.
Tabel 1
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data pelengkap dari data primer yang ada relevansinya
dengan penelitian. Data sekunder mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
status gizi keluarga di Kecamatan X, Kabupaten Pesisir selatan. Data yang di dapat
meliputi jumlah balita pada tahun 2020, status gizi, serta kenaikan prevalensi status gizi
setiap tahun di Kecamatan X, Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2020. Data gambaran
umum lokasi yang dijadikan tempat penelitian dan data mengenai jumlah balita diperoleh
dari data puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten.
5. Teknik pengolahan data
3. Entry
Setelah itu, data yang sudah dimasukkan diteliti kembali untuk menghindari
kemungkinan terjadinya kesalahan yang bisa saja terjadi saat memasukkan data ke
komputer dengan mempertimbangkan kesesuaian jawaban dengan maksud kuesioner.
6. Analisis data
Untuk menganalisis data dilakukan dengan dua tahap yaitu analisis univarat
dan analisis bivariat
a. Analisis Univariat
b. Analisis Bivariat
4. Identitas Sampel
Jumlah sampel balita di Jorong Batu Hampa sebanyak 46 orang balita, 43
orang ibu hamil dan 25 remaja putri.
a. Segmen Balita
4.1.1
Kategori Penyakit
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Berdasarkan Tabel 4.1.1 diperoleh sebanyak 1 orang (2,2%) dengan kategori penyakit
infeksi dari total 46 orang balita di Jorong Batu Hampa.
4.1.2
DISTRIBUSI FREKUENSI BALITA BERDASARKAN KETERSEDIAAN KH DI
NAGARI BATU HAMPA, JORONG BATU HAMPA TAHUN 2021
Kategori Ketersediaan KH
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Berdasarkan Tabel 4.1.2 diperoleh sebanyak 37 orang (80,4%) dengan kategori tidak
sulit dari total 46 orang balita di Jorong Batu Hampa.
4.1.3
DISTRIBUSI FREKUENSI BALITA BERDASARKAN KETERSEDIAAN PROTEIN
DI NAGARI BATU HAMPA, JORONG BATU HAMPA TAHUN 2021
Kategori Ketersediaan Protein
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Berdasarkan Tabel 4.1.3 diperoleh sebanyak 31 orang (67,4%) dengan kategori tidak
sulit dari total 46 orang balita di Jorong Batu Hampa.
4.1.4
DISTRIBUSI FREKUENSI BALITA BERDASARKAN KETERSEDIAAN LEMAK DI
NAGARI BATU HAMPA, JORONG BATU HAMPA TAHUN 2021
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Berdasarkan Tabel 4.1.4 diperoleh sebanyak 36 orang (78,3%) dengan kategori tidak
sulit dari total 46 orang balita di Jorong Batu Hampa.
4.1.5
DISTRIBUSI FREKUENSI BALITA BERDASARKAN KETERSEDIAAN SAYUR DI
NAGARI BATU HAMPA, JORONG BATU HAMPA TAHUN 2021
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
4.1.6
DISTRIBUSI FREKUENSI BALITA BERDASARKAN KETERSEDIAAN BUAH DI
NAGARI BATU HAMPA, JORONG BATU HAMPA TAHUN 2021
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Berdasarkan Tabel 4.1.6 diperoleh sebanyak 2 orang (4,3%) dengan kategori tidak sulit
dari total 46 orang balita di Jorong Batu Hampa.
4.1.7
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Berdasarkan Tabel 4.1.7 diperoleh sebanyak 24 orang (52,2%) dengan kategori tidak
sulit dari total 46 orang balita di Jorong Batu Hampa.
4.1.8
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Berdasarkan Tabel 4.1.8 diperoleh sebanyak 22 orang (47,8%) dengan kategori tidak
sulit dari total 46 orang balita di Jorong Batu Hampa.
4.1.9
DISTRIBUSI FREKUENSI BALITA BERDASARKAN KETERSEDIAAN MINYAK
DI NAGARI BATU HAMPA, JORONG BATU HAMPA TAHUN 2021
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Berdasarkan Tabel 4.1.9 diperoleh sebanyak 16 orang (34,8%) dengan kategori tidak
sulit dari total 46 orang balita di Jorong Batu Hampa.
4.1.10
DISTRIBUSI FREKUENSI BALITA BERDASARKAN TINGKAT EKONOMI
KELUARGA DI NAGARI BATU HAMPA, JORONG BATU HAMPA TAHUN 2021
Tingkat Ekonomi Keluarga
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Total 46 100.0
Berdasarkan Tabel 4.1.10 diperoleh sebanyak 41 orang (89,1%) dengan kategori rendah
dari total 46 orang balita di Jorong Batu Hampa.
4.1.11
DISTRIBUSI FREKUENSI BALITA BERDASARKAN KATEGORI ASUPAN
ENERGI DI NAGARI BATU HAMPA, JORONG BATU HAMPA TAHUN 2021
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Total 46 100.0
Berdasarkan Tabel 4.1.11 diperoleh sebanyak 9 orang (19,6%) dengan kategori kurang,
diperoleh sebanyak 4 orang (8,7%) dengan kategori sedang dan ringan, sebanyak 14 orang
(30,4%) dengan kategori normal, diperoleh sebanyak 11 orang (23,9%) dengan kategori lebih
dari total 46 orang balita di Jorong Batu Hampa.
4.1.12
DISTRIBUSI FREKUENSI BALITA BERDASARKAN KATEGORI ASUPAN
PROTEIN DI NAGARI BATU HAMPA, JORONG BATU HAMPA TAHUN 2021
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Total 46 100.0
Berdasarkan Tabel 4.1.12 diperoleh sebanyak 2 orang (4,3%) dengan kategori kurang,
diperoleh sebanyak 1 orang (2,2%) dengan kategori sedang dan ringan, sebanyak 8 orang
(17,4%) dengan kategori normal, diperoleh sebanyak 30 orang (65,2%) dengan kategori lebih
dari total 46 orang balita di Jorong Batu Hampa.
4.1.13
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Total 46 100.0
Berdasarkan Tabel 4.1.13 diperoleh sebanyak 22 orang (47,8%) dengan kategori kurang,
diperoleh sebanyak 6 orang (13,0%) dengan kategori sedang, diperoleh sebanyak 4 orang
(8,7%) dengan kategori normal, sebanyak 10 orang (21,7%) dengan kategori lebih dari total
46 orang balita di Jorong Batu Hampa.
4.1.14
DISTRIBUSI FREKUENSI BALITA BERDASARKAN KATEGORI ASUPAN KH DI
NAGARI BATU HAMPA, JORONG BATU HAMPA TAHUN 2021
Kategori Asupan KH
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Total 46 100.0
Berdasarkan Tabel 4.1.14 diperoleh sebanyak 14 orang (30,4%) dengan kategori kurang,
diperoleh sebanyak 3 orang (6,5%) dengan kategori sedang, diperoleh sebanyak 2 orang
(4,3%) dengan kategori ringan, diperoleh sebanyak 9 orang (19,6%) dengan kategori normal,
sebanyak 13 orang (28,3%) dengan kategori lebih dari total 46 orang balita di Jorong Batu
Hampa.
4.1.15
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Total 46 100.0
Berdasarkan Tabel 4.1.15 diperoleh diperoleh sebanyak 42 orang (91,3%) dengan
kategori kurang dari total 46 orang balita di Jorong Batu Hampa.
Tabel 4.1.16
DISTRIBUSI FREKUENSI BALITA BERDASARKAN KATEGORI ASUPAN FE DI
NAGARI BATU HAMPA, JORONG BATU HAMPA TAHUN 2021
Kategori Asupan FE
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Berdasarkan Tabel 4.1.16 diperoleh sebanyak 34 orang (73,9%) dengan kategori kurang,
diperoleh sebanyak 12 orang (26,1%) dengan kategori cukup, di Jorong Batu Hampa
Tabel 4.1.17
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Berdasarkan Tabel 4.1.17 diperoleh sebanyak 22 orang (47,8%) dengan kategori kurang,
diperoleh sebanyak 24 orang (52,2%) dengan kategori cukup, di Jorong Batu Hampa
Tabel 4.1.18
DISTRIBUSI FREKUENSI BALITA BERDASARKAN KATEGORI ASUPAN
MAGNESIUM DI NAGARI BATU HAMPA, JORONG BATU HAMPA TAHUN 2021
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Total 46 100.0
Berdasarkan Tabel 4.1.18 diperoleh sebanyak 46 orang (100%) dengan kategori kurang
di Jorong Batu Hampa.
Tabel 4.1.19
DISTRIBUSI FREKUENSI BALITA BERDASARKAN KATEGORI IMT DI NAGARI
BATU HAMPA, JORONG BATU HAMPA TAHUN 2021
Kategori IMT
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Berdasarkan Tabel 4.1.19diperoleh sebanyak 1 orang (2,2%) dengan kategori gizi buruk,
diperoleh sebanyak 3 orang (6,5%) dengan kategori gizi kurang, sebanyak 38orang (82,6%)
dengan kategori normal, sebanyak 3 orang (6,5%) dengan kategori gizi, dan sebanyak1 orang
(2,2%) dengan kategori obesitas, di Jorong Batu Hampa
Tabel 4.1.20
DISTRIBUSI FREKUENSI BALITA BERDASARKAN KATEGORI BB DI NAGARI
BATU HAMPA, JORONG BATU HAMPA TAHUN 2021
Kategori BB
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Berdasarkan Tabel 4.1.20 diperoleh sebanyak 11 orang (23,9%) dengan kategori kurang,
sebanyak 31orang (67,4%) dengan kategori normal, dan sebanyak 4 orang (8,7%) dengan
kategori resiko lebih di Jorong Batu Hampa.
Tabel 4.1.21
Kategori TB
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Berdasarkan Tabel 4.1.21 diperoleh sebanyak 10 orang (21,7%) dengan kategori sangat
pendek, diperoleh sebanyak 8 orang (17,4%) dengan kategori pendek, dan sebanyak 28 orang
(60,91%) dengan kategori normal di Jorong Batu Hampa
Tabel 4.1.22
DISTRIBUSI FREKUENSI BALITA BERDASARKAN SKOR PENGETAHUAN IBU
DI NAGARI BATU HAMPA, JORONG BATU HAMPA TAHUN 2021
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Berdasarkan Tabel 4.1.22 diperoleh bahwa frequensi terendah yaitu 1 orang (2,2%)
sedangkan diperoleh frekuensi tertinggi sebanyak 11 orang (23,9%) dimana data tersebut
dimana jumlah frequensi balita sebanyak 46 orang di Jorong Batu Hampa
Tabel 4.1.23
DISTRIBUSI FREKUENSI BALITA BERDASARKAN KATEGORI FREKUENSI
ASI DI NAGARI BATU HAMPA, JORONG BATU HAMPA TAHUN 2021
Kategori Frekuensi ASI
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Total 46 100.0
Berdasarkan Tabel 4.1.23 diperoleh sebanyak 36 orang (78,3%) dengan kategori kurang,
diperoleh sebanyak 10orang (21.7%) dengan kategori cukup, di Jorong Batu Hampa
Tabel 4.1.24
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Total 46 100.0
Berdasarkan Tabel 4.1.24 diperoleh 43 orang (93,5%) dengan kategori pola asuh ibu
kurang dari total 46 balita, dengan kategori pola asuh ibu baik diperoleh sebanyak 3 orang
(6,5%) di Jorong Batu Hampa.
Tabel 4.1.25
Kategori Asupan
Kategori IMT Energi
N 46 41
N 41 41
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui hubungan satus gizi balita dengan asupan
energi yaitu -0.254< r tabel 0.113. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
status gizi dengan asupan energi balita atau korelasi antara kedua variabel. Sejalan dengan
hubungan asupan energi balita dengan asupan dengan kategori IMT yaitu -0.254< r tabel
0.113.
Berdasarkan nilai signifikansi Sig. (2-tailed), diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara
status gizi dengan asupan energi balita sebesar 0,109> 0,05 maka tidak terdapat korelasi yang
signifikan. Korelasi tersebut sejalan dengan hubungan antara asupan karbohidrat balita
terhadap status gizi balita.
Tabel 4.1.26
Kategori Asupan
Kategori IMT Protein
N 46 42
N 42 42
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui hubungan satus gizi balita dengan asupan
protein yaitu -0.077< r tabel 0.113. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
antara status gizi dengan asupan protein balita atau korelasi antara kedua variabel. Sejalan
dengan hubungan asupan protein balita dengan kategori IMT yaitu -0,077 < r tabel 0.113.
Berdasarkan nilai signifikansi Sig. (2-tailed), diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara
status gizi dengan asupan Protein balita sebesar 0,629> 0,05 maka tidak terdapat korelasi
yang signifikan. Korelasi tersebut sejalan dengan hubungan antara asupan protein balita
dengan kategoriIMT.
Tabel 4.1.27
Kategori Asupan
Kategori IMT Lemak
N 46 42
N 42 42
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui hubungan satus gizi balita dengan asupan
lemak yaitu -0.163< r tabel 0.113. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
status gizi dengan asupan lemak balita atau korelasi antara kedua variabel. Sejalan dengan
hubungan asupan lemak balita dengan kategori IMT yaitu -0,163< r tabel 0.113.
Berdasarkan nilai signifikansi Sig. (2-tailed), diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara
status gizi dengan asupan Protein balita sebesar 0,303> 0,05 maka tidak terdapat korelasi
yang signifikan. Korelasi tersebut sejalan dengan hubungan antara asupan lemak balita
dengan kategoriIMT.
Tabel 4.1.28
HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN ASUPAN KH BALITA DI NAGARI BATU
HAMPA, JORONG BATU HAMPA TAHUN 2021
Correlations
Kategori Asupan
Kategori IMT KH
N 46 41
N 41 41
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui hubungan satus gizi balita dengan asupan
karbohidrat yaitu -0.071< r tabel 0.113. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
antara status gizi dengan asupan karbohidrat balita atau korelasi antara kedua variabel.
Sejalan dengan hubungan asupan karbohidrat balita dengan asupan karbohidrat yaitu -0.071<
r tabel 0.113.
Berdasarkan nilai signifikansi Sig. (2-tailed), diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara
status gizi dengan asupan karbohidrat balita sebesar 0,657> 0,05 maka tidak terdapat korelasi
yang signifikan. Korelasi tersebut sejalan dengan hubungan antara asupan karbohidrat balita
terhadap status gizi balita.
Tabel 4.1.29
Kategori
Kategori IMT Penyakit
N 46 46
N 46 46
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui hubungan satus gizi balita dengan penyakit
yaitu 0< r tabel 0.113. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi
dengan penyakit balita atau korelasi antara kedua variabel. Sejalan dengan hubungan antara
penyakit balita dengan status gizi yaitu 0< r tabel 0.113.
Berdasarkan nilai signifikansi Sig. (2-tailed), diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara
status gizi dengan penyakit balita sebesar 1> 0,05 maka tidak terdapat korelasi yang
signifikan. Korelasi tersebut sejalan dengan hubungan antara penyakit balita terhadap status
gizi balita.
Tabel 4.1.30
Kategori
Kategori IMT Frekuensi ASI
N 46 44
N 44 44
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui hubungan satus gizi balita dengan frekuensi
ASI balita yaitu -0,104< r tabel 0.113. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
antara status gizi dengan frekuensi ASI balita atau korelasi antara kedua variabel. Sejalan
dengan hubungan antara frekuensi ASI balita dengan status gizi yaitu -0,104< r tabel 0.113.
Berdasarkan nilai signifikansi Sig. (2-tailed), diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara
status gizi dengan frekuensi ASI balita sebesar 0,5> 0,05 maka tidak terdapat korelasi yang
signifikan. Korelasi tersebut sejalan dengan hubungan antara frekuensi ASI balita terhadap
status gizi balita.
Tabel 4.1.31
Kategori
Frekuensi
Kategori IMT Makan
N 46 42
N 42 42
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui hubungan satus gizi balita dengan frekuensi
makan balita yaitu 0.249 < r tabel 0.113. Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara status gizi dengan frekuensi makan balita atau korelasi antara kedua variabel. Sejalan
dengan hubungan antara frekuensi makan balita dengan status gizi yaitu 0.249 < r tabel
0.113.
Berdasarkan nilai signifikansi Sig. (2-tailed), diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara
status gizi dengan frekuensi makan balita sebesar 0,112 > 0,05 maka tidak terdapat korelasi
yang signifikan. Korelasi tersebut sejalan dengan hubungan antara frekuensi makan balita
terhadap status gizi balita.
Tabel 4.1.32
Kategori
Kategori IMT Ketersediaan KH
N 46 46
N 46 46
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui hubungan satus gizi balita dengan
ketersediaan karbohidrat balita yaitu 0.199 > r tabel 0.113. Maka dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan antara status gizi dengan ketersediaan karbohidrat balita atau adanya korelasi
antara kedua variabel. Sejalan dengan hubungan antara ketersediaan karbohidrat balita
dengan status gizi yaitu 0.199 > r tabel 0.113.
Berdasarkan nilai signifikansi Sig. (2-tailed), diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara
status gizi dengan ketersediaan karbohidrat balita sebesar 0,186 > 0,05 maka terdapat korelasi
yang signifikan. Korelasi tersebut sejalan dengan hubungan antara ketersediaan karbohidrat
balita terhadap status gizi balita.
Tabel 4.1.33
Kategori
Ketersediaan
Kategori IMT Protein
N 46 46
N 46 46
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui hubungan satus gizi balita dengan
ketersedian protein balita yaitu 0.000 > r tabel 0.113. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan antara status gizi dengan ketersedian protein balita atau adanya korelasi antara
kedua variabel. Sejalan dengan hubungan antara ketersediaan protein balita dengan status gizi
yaitu 0.000 > r tabel 0.113.
Berdasarkan nilai signifikansi Sig. (2-tailed), diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara
status gizi dengan ketersediaan protein balita sebesar 1,000 < 0,05 maka tidak terdapat
korelasi yang signifikan. Korelasi tersebut sejalan dengan hubungan antara ketersediaan
protein balita terhadap status gizi balita.
Tabel 4.1.34
Kategori
Ketersediaan
Kategori IMT Lemak
N 46 46
N 46 46
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui hubungan satus gizi balita dengan
ketersedian lemak balita yaitu 0.000 > r tabel 0.113. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan antara status gizi dengan ketersedian lemak balita atau adanya korelasi antara
kedua variabel. Sejalan dengan hubungan antara ketersediaan lemak balita dengan status gizi
yaitu 0.000 > r tabel 0.113.
Berdasarkan nilai signifikansi Sig. (2-tailed), diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara
status gizi dengan ketersediaan protein balita sebesar 1,00 > 0,05 maka tidak terdapat
korelasi yang signifikan. Korelasi tersebut sejalan dengan hubungan antara ketersediaan
lemak balita terhadap status gizi balita.
Tabel 4.1.35
Kategori
Ketersediaan
Kategori IMT Sayur
Sig. (2-tailed) .
N 46 46
Sig. (2-tailed) .
N 46 46
Tabel 4.1.35
Kategori
Ketersediaan
Kategori IMT Buah
N 46 46
N 46 46
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui hubungan satus gizi balita dengan
ketersedian buah balita yaitu 0.000 < r tabel 0.113. Maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara status gizi dengan ketersedian buah balita atau korelasi antara kedua
variabel. Sejalan dengan hubungan antara ketersediaan buah balita dengan status gizi yaitu
0.000 < r tabel 0.113.
Berdasarkan nilai signifikansi Sig. (2-tailed), diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara
status gizi dengan ketersediaan buah balita sebesar 1,000 > 0,05 maka terdapat korelasi yang
signifikan. Korelasi tersebut sejalan dengan hubungan antara ketersediaan buah balita
terhadap status gizi balita.
Tabel 4.1.36
Kategori
Ketersediaan
Kategori IMT Serba-Serbi
N 46 46
N 46 46
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui hubungan satus gizi balita dengan
ketersedian serba-serbi balita yaitu 0.000 > r tabel 0.113. Maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antara status gizi dengan ketersedian serba-serbi balita atau adanya
korelasi antara kedua variabel. Sejalan dengan hubungan antara ketersediaan serba-serbi
balita dengan status gizi yaitu 0.000 > r tabel 0.113.
Berdasarkan nilai signifikansi Sig. (2-tailed), diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara
status gizi dengan ketersediaan serba-serbi balita sebesar 1,000 < 0,05 maka tidak terdapat
korelasi yang signifikan. Korelasi tersebut sejalan dengan hubungan antara ketersediaan
serba-serbi balita terhadap status gizi balita.
Tabel 4.1.37
Kategori
ketersediaan
Kategori IMT gula
N 46 46
N 46 46
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui hubungan satus gizi balita dengan
ketersedian gula balita yaitu 0.000 > r tabel 0.113. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara status gizi dengan ketersedian gula balita atau adanya korelasi antara kedua
variabel. Sejalan dengan hubungan antara ketersediaan gula balita dengan status gizi yaitu
0.000 > r tabel 0.113.
Berdasarkan nilai signifikansi Sig. (2-tailed), diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara
status gizi dengan ketersediaan protein balita sebesar 1,000 < 0,05 maka tidak terdapat
korelasi yang signifikan. Korelasi tersebut sejalan dengan hubungan antara ketersediaan gula
balita terhadap status gizi balita.
Tabel 4.1.38
Kategori
Ketersediaan
Kategori IMT Minyak
N 46 46
N 46 46
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui hubungan satus gizi balita dengan
ketersedian minyak balita yaitu 0.083 > r tabel 0.113. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan antara status gizi dengan ketersedian minyak balita atau adanya korelasi antara
kedua variabel. Sejalan dengan hubungan antara ketersediaan minyak balita dengan status
gizi yaitu 0.083 > r tabel 0.113.
Berdasarkan nilai signifikansi Sig. (2-tailed), diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara
status gizi dengan ketersediaan minyak balita sebesar 0,585 < 0,05 maka tidak terdapat
korelasi yang signifikan. Korelasi tersebut sejalan dengan hubungan antara ketersediaan
minyak balita terhadap status gizi balita.
Tabel 4.1.39
Kategori
Kategori IMT Pengetahuan Ibu
N 46 46
N 46 46
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui hubungan satus gizi balita dengan tingkat
pengetahuan ibu balita yaitu -0208 > r tabel 0.113. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara status gizi dengan tingkat pengetahuan ibu balita atau adanya korelasi antara
kedua variabel. Sejalan dengan hubungan antara tingkat pengetahuan ibu balita dengan status
gizi yaitu -0.046 > r tabel 0.113.
Berdasarkan nilai signifikansi Sig. (2-tailed), diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara
status gizi dengan tingkat pengetahuan ibu balita sebesar 0,166 < 0,05 maka tidak terdapat
korelasi yang signifikan. Korelasi tersebut sejalan dengan hubungan antara tingkat
pengetahuan ibu balita terhadap status gizi balita.
Tabel 4.1.40
HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN POLA ASU IBU BALITA DI NAGARI BATU
HAMPA, JORONG BATU HAMPA TAHUN 2021
Correlations
Kategori Pola
Kategori IMT Asuh Ibu
N 46 44
N 44 44
Dari tabel diatas dapat diketahui hubungan antara status gizi dengan pola asuh Ibu
menghasilkan angka sebesar -0,274 < r tabel 0,113. Maka dapat disimpulkan bahwa antara
status gizi dengan pola asuh Ibu tidak mempunyai hubungan atau korelasi antara kedua
variabel. Sejalan dengan hubungan antara pola asuh Ibu dengan status gizi, yaitu sebesar -
0,274 < r tabel 0,113.
Berdasarkan nilai signifikansi Sig. (2-tailed), diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara
status gizi dengan pola asuh Ibu sebesar 0,071 > 0,05 maka tidak terdapat korelasi yang
signifikan. Korelasi tersebut sejalan dengan hubungan antara pola asuh Ibu terhadap status
gizi balita
Tabel 4.1.41
Tingkat Ekonomi
Kategori IMT Keluarga
N 46 45
N 45 45
Dari tabel diatas dapat diketahui hubungan antara status gizi dengan tingkat ekonomi
keluarga menghasilkan angka sebesar -0,140 < r tabel 0,113. Maka dapat disimpulkan bahwa
antara status gizi dengan tingkat ekonomi keluarga mempunyai hubungan atau korelasi antara
kedua variabel. Sejalan dengan hubungan antara tingkat ekonomi keluarga dengan status gizi,
yaitu sebesar -0,140 < r tabel 0,113.
Berdasarkan nilai signifikansi Sig. (2-tailed), diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara
status gizi dengan tingkat ekonomi keluarga sebesar 0,359 > 0,05 maka tidak terdapat
korelasi yang signifikan. Korelasi tersebut sejalan dengan hubungan antara tingkat ekonomi
keluarga terhadap status gizi balita.
Tabel 4.1.42
Kategori
Ketersediaan
Kategori IMT Pangan
N 46 46
N 46 46
Dari tabel diatas dapat diketahui hubungan antara status gizi dengan ketersediaan
pangan menghasilkan angka sebesar 0 < r tabel 0,113. Maka dapat disimpulkan bahwa antara
status gizi dengan tingkat ketersediaan pangan mempunyai hubungan atau korelasi antara
kedua variabel. Sejalan dengan hubungan antara ketersediaan pangan dengan status gizi,
yaitu sebesar 0 < r tabel 0,113.
Berdasarkan nilai signifikansi Sig. (2-tailed), diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara
status gizi dengan ketersediaan pangansebesar 1 > 0,05 maka terdapat korelasi yang
signifikan. Korelasi tersebut sejalan dengan hubungan antara ketersediaan pangan terhadap
status gizi balita.
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Berdasarkan Tabel 4.2.1 diperoleh remaja puteri dengan kategori sangat kurus
sebanyak 7 orang ( 28,0 % ), remaja puteri sebanyak 14 orang (56 %) dengan kategori
normal, sebanyak 3 orang ( 12 %) dengan kategori overweight dan sebanyak 1 orang (4%)
dengan kategori obesitas. Frekuensi yang didapat sebesar 25 orang remaja puteri di Jorong
Batu Hampa.
Tabel 4.2.2
TAHUN 2021
KEK Rematri
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Berdasarkan Tabel 4.2.2 diperoleh remaja puteri dengan kategori KEK sebanyak 16
orang (64%), remaja puteri sebanyak 9 orang (36%) dengan kategori normal. Frekuensi yang
didapat sebesar 25 orang remaja puteri di Jorong Batu Hampa.
Tabel 4.2.3
TAHUN 2021
Kategori Skor
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Tabel 4.2.4
DISTRIBUSI FREKUENSI REMATRI BERDASARKAN KATEGORI ASUPAN
ENERGI DI NAGARI BATU HAMPA, JORONG BATU HAMPA
TAHUN 2021
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Berdasarkan Tabel 4.2.4 diperoleh remaja puteri terbanyak dengan asupan energi
defisit sebanyak 7 orang ( 28 % ), sementara itu remaja puteri dengan asupan energi normal
sebanyak 6 orang (24 %). Sedangkan untuk remaja puteri dengan asupan energi lebih sebesar
8 orang ( 32 % ). Frekuensi yang didapat sebesar 25 orang remaja puteri di Jorong Batu
Hampa.
Tabel 4.2.5
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Tabel 4.2.7
DISTRIBUSI FREKUENSI REMATRI BERDASARKAN KATEGORI ASUPAN KH
DI NAGARI BATU HAMPA, JORONG BATU HAMPA TAHUN 2021
Kategori Asupan KH
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Tabel 4.2.8
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Tabel 4.2.9
DISTRIBUSI FREKUENSI REMATRI BERDASARKAN KATEGORI ASUPAN FE
DI NAGARI BATU HAMPA, JORONG BATU HAMPA TAHUN 2021
Kategori Asupan Fe
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Berdasarkan Tabel 4.2.9 diperoleh remaja puteri terbanyak untuk asupan Fe dengan
kategori kurang sebanyak 22 orang (88%), sementara itu remaja puteri dengan asupan Fe
kategori cukup sebanyak 3 orang (12%). Frekuensi yang didapat sebesar 25 orang remaja
puteri di Jorong Batu Hampa,.
Tabel 4.2.10
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Berdasarkan Tabel 4.2.10 diperoleh remaja puteri terbanyak untuk asupan Zn dengan
kategori kurang sebanyak 19 orang (76%), sementara itu remaja puteri dengan asupan Zn
kategori cukup sebanyak 6 orang (24%). Frekuensi yang didapat sebesar 25 orang remaja
puteri di Jorong Batu Hampa.
Tabel 4.2.11
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Tabel 4.2.12
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Correlations
N 25 25
N 25 25
Dari tabel diatas dapat diketahui hubungan antara status gizi dengan asupan Fe
menghasilkan angka sebesar 0,205 > r tabel 0,138. Maka dapat disimpulkan bahwa antara
status gizi dengan asupan Fe mempunyai hubungan atau korelasi antara kedua variabel.
Sejalan dengan hubungan antara asupan Fe dengan status gizi, yaitu sebesar 0,205 > r tabel
0,138.
Tabel 4.2.14
Kategori
Status Gizi Asupan
Remaja Putri Energi
N 25 25
N 25 25
Dari tabel diatas dapat diketahui hubungan antara status gizi dengan asupan energi
menghasilkan angka sebesar 0,279 > r tabel 0,138. Maka dapat disimpulkan bahwa antara
status gizi dengan asupan energi mempunyai hubungan atau korelasi antara kedua variabel.
Sejalan dengan hubungan antara asupan energi dengan status gizi, yaitu sebesar 0,279 > r
tabel 0,138.
Tabel 4.2.15
Kategori
Status Gizi Asupan
Remaja Putri Protein
N 25 25
N 25 25
Dari tabel diatas dapat diketahui hubungan antara status gizi dengan asupan protein
menghasilkan angka sebesar 0,136 < r tabel 0,138. Maka dapat disimpulkan bahwa antara
status gizi dengan asupan protein tidak mempunyai hubungan atau korelasi antara kedua
variabel. Sejalan dengan hubungan antara asupan protein dengan status gizi, yaitu sebesar
0,136 < r tabel 0,138.
Tabel 4.2.16
Kategori
Status Gizi Asupan
Remaja Putri lemak
N 25 25
N 25 25
Dari tabel diatas dapat diketahui hubungan antara status gizi dengan asupan lemak
menghasilkan angka sebesar -0,027 < r tabel 0,138. Maka dapat disimpulkan bahwa antara
status gizi dengan asupan lemak tidak mempunyai hubungan atau korelasi antara kedua
variabel. Sejalan dengan hubungan antara asupan lemak dengan status gizi, yaitu sebesar -
0,027 < r tabel 0,138.
Tabel 4.2.17
N 25 25
N 25 25
Dari tabel diatas dapat diketahui hubungan antara status gizi dengan asupan
karbohidrat menghasilkan angka sebesar 0,279 > r tabel 0,138. Maka dapat disimpulkan
bahwa antara status gizi dengan asupan karbohidrat mempunyai hubungan atau korelasi
antara kedua variabel. Sejalan dengan hubungan antara asupan kerbohidrat dengan status gizi,
yaitu sebesar 0,279 < r tabel 0,138.
Tabel 4.3.1
DISTRIBUSI FREKUENSI IBU HAMIL BERSDASARKAN KATEGORI KEK
DIKECAMATAN KOTO XI TARUSAN TAHUN 2021
Kategori KEK Ibu Hamil
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
KEK 6 14
Normal 37 86
Total 43 100
Berdasarkan tabel 4.3.1 diperoleh sebanyak 6(14%) orang kategori KEK, dan
43(86%) kategori normal dari 43 keseluruhan ibu hamil di Kecamatan Koto XI Tarusan
Tahun 2021.
Tabel 4.3.2
DISTRIBUSI FREKUENSI IBU HAMIL BERDASARKAN KATEGORI STATUS
GIZI DI KECAMATAN KOTO XI TARUSAN TAHUN 2021
Status Gizi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Kurus 1 2,3
Normal 15 34,9
Overweight 6 14
Obes 21 48,8
Total 43 100
Berdasarkan tabel 4.3.2 diperoleh sebanyak 1(2,3%) orang kategori status gizi kurus,
15(34,9%) kategori status gizi normal, 6(14%) kategori status gizi overweight, dan
21(48,8%) orang kategori status gizi obes dari 43 keseluruhan ibu hamil di Kecamatan Koto
XI Tarusan Tahun 2021.
Tabel 4.3.3
DISTRIBUSI FREKUENSI IBU HAMIL BERSDASARKAN KATEGORI ASUPAN
ENERGI DIKECAMATAN KOTO XI TARUSAN TAHUN 2021
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Defisit 13 30,2
Sedang 4 9,3
Ringan 3 7
Normal 14 32,6
Lebih 9 20,9
Total 43 100
Berdasarkan tabel 4.3.3 diperoleh sebanyak 13(30,2%) orang asupan energi kategori
defisit, 4(9,3%) orang asupan energi kategori sedang, 3(7%) orang asupan energi kategori
ringan, 14(32,6%) orang asupan energi kategori normal, dan 9(20,9%) orang asupan energi
ketegori lebih dari 43 keseluruhan ibu hamil di Kecamatan Koto XI Tarusan Tahun 2021.
Tabel 4.3.4
DISTRIBUSI FREKUENSI IBU HAMIL BERSDASARKAN KATEGORI ASUPAN
PROTEIN DIKECAMATAN KOTO XI TARUSAN TAHUN 2021
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Defisit 17 39,5
Sedang 3 7
Ringan 2 4,7
Normal 9 20,9
Lebih 12 27,9
Total 43 100
Berdasarkan tabel 4.3.4 diperoleh sebanyak 17(39,5%) orang asupan protein kategori
defisit, 3(4,7%) orang asupan protein kategori sedang, 2(4,7%) orang asupan protein kategori
ringan, 9(20,9%) orang asupan protein kategori normal, dan 12(27,9%) orang asupan protein
ketegori lebih dari 43 keseluruhan ibu hamil di Kecamatan Koto XI Tarusan Tahun 2021.
Tabel 4.3.5
DISTRIBUSI FREKUENSI IBU HAMIL BERSDASARKAN KATEGORI ASUPAN
LEMAK DIKECAMATAN KOTO XI TARUSAN TAHUN 2021
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Defisit 12 27,9
Sedang 3 7
Ringan 6 14
Normal 10 23,3
Lebih 12 27,9
Total 43 100
Berdasarkan tabel 4.3.5 diperoleh sebanyak 12(27,9%) orang asupan lemak kategori
defisit, 3(7%) orang asupan lemak kategori sedang, 6(14%) orang asupan lemak kategori
ringan, 10(23,3%) orang asupan lemak kategori normal, dan 12(27,9%) orang asupan lemak
ketegori lebih dari 43 keseluruhan ibu hamil di Kecamatan Koto XI Tarusan Tahun 2021.
Tabel 4.3.6
DISTRIBUSI FREKUENSI IBU HAMIL BERSDASARKAN KATEGORI ASUPAN
KH DIKECAMATAN KOTO XI TARUSAN TAHUN 2021
Kategori Asupan KH
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Defisit 17 39,5
Sedang 7 16,3
Ringan 2 4,7
Normal 9 20,9
Lebih 8 18,6
Total 43 100
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Tabel 4.3.8
Kategori Asupan Fe
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Kategori Asupan ZN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Tabel 4.3.10
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Berdasarkan tabel 4.3.10 diperoleh sebanyak 40 (93%) orang asupan calsium kategori
kurang dan 3 (7,0%) orang asupan calsium kategori cukup dari 43 keseluruhan ibu hamil di
Kecamatan Koto XI Tarusan Tahun 2021
Tabel 3.4.11
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Tabel 3.4.12
Total Skor
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Tabel 4.3.14
Correlations
Kategori Asupan
Status Gizi Energi
N 43 43
N 43 43
Dari tabel 4.3.14 dapat diketahui hubungan antara status gizi dengan asupan energi
ibu hamil menghasilkan angka sebesar -0,173 < r tabel 0,301. Maka dapat disimpulkan bahwa
antara status gizi dengan asupan energi ibu hamil tidak mempunyai hubungan atau korelasi
antara kedua variabel. Sejalan dengan hubungan antara asupan energi ibu hamil dengan status
gizi, yaitu sebesar -0,173 < r tabel 0,301.
Berdasarkan nilai signifikansi Sig. (2-tailed), diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara
status gizi dengan asupan energi ibu hamil sebesar 0,268 > 0,005 maka tidak terdapat korelasi
yang signifikan. Korelasi tersebut sejalan dengan hubungan antara asupan energi ibu hamil
terhadap status gizi.
Tabel 4.3.15
Correlations
Kategori Asupan
Status Gizi Protein
N 43 43
N 43 43
Dari tabel 4.3.15 dapat diketahui hubungan antara status gizi dengan asupan protein
ibu hamil menghasilkan angka sebesar -0,178 < r tabel 0,301. Maka dapat disimpulkan bahwa
antara status gizi dengan asupan protein ibu hamil tidak mempunyai hubungan atau korelasi
antara kedua variabel. Sejalan dengan hubungan antara asupan energi ibu hamil dengan status
gizi, yaitu sebesar -0,178 < r tabel 0,301.
Berdasarkan nilai signifikansi Sig. (2-tailed), diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara
status gizi dengan asupan protein ibu hamil sebesar 0,255 > 0,005 maka tidak terdapat
korelasi yang signifikan. Korelasi tersebut sejalan dengan hubungan antara asupan protein ibu
hamil terhadap status gizi.
Tabel 4.3.16
Correlations
Kategori Asupan
Status Gizi Lemak
N 43 43
N 43 43
Dari tabel 4.3.16 dapat diketahui hubungan antara status gizi dengan asupan lemak
ibu hamil menghasilkan angka sebesar -0,041 < r tabel 0,301. Maka dapat disimpulkan bahwa
antara status gizi dengan asupan lemak ibu hamil tidak mempunyai hubungan atau korelasi
antara kedua variabel. Sejalan dengan hubungan antara asupan energi ibu hamil dengan status
gizi, yaitu sebesar -0,041 < r tabel 0,301.
Berdasarkan nilai signifikansi Sig. (2-tailed), diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara
status gizi dengan asupan lemak ibu hamil sebesar 0,796 > 0,005 maka tidak terdapat korelasi
yang signifikan. Korelasi tersebut sejalan dengan hubungan antara asupan lemak ibu hamil
terhadap status gizi.
Tabel 4.3.17
Kategori Asupan
Status Gizi KH
N 43 43
N 43 43
Dari tabel 4.3.17 dapat diketahui hubungan antara status gizi dengan asupan
karbohidrat ibu hamil menghasilkan angka sebesar -0,235 < r tabel 0,301. Maka dapat
disimpulkan bahwa antara status gizi dengan asupan karbohidrat ibu hamil tidak mempunyai
hubungan atau korelasi antara kedua variabel. Sejalan dengan hubungan antara asupan energi
ibu hamil dengan status gizi, yaitu sebesar -0,235 < r tabel 0,301.
Berdasarkan nilai signifikansi Sig. (2-tailed), diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara
status gizi dengan asupan karbohidrat ibu hamil sebesar 0,129 > 0,005 maka tidak terdapat
korelasi yang signifikan. Korelasi tersebut sejalan dengan hubungan antara asupan
karbohidrat ibu hamil terhadap status gizi.
BAB V
PENUTUP
A. Saran
1. Bagi Tim Penyusun
Sebaiknya lebih ditingkatkan lagi keahlian dalam pengumpulan data, baik
keahlian dalam wawancara ataupun pengukuran antropometri. Lebih teliti lagi dalam
mengumpulkan data, agar data yang terkumpul dapat dipertanggungjawabkan hasilnya.
Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Arisman, 2007. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Penerbit Buku. Kedokteran
Arisman, M.B. 2010. Buku Ajar Ilmu Gizi dalam Daur Kehidupan. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC: Jakarta.
Aryati, Norma budi., dkk. 2018. Hubungan Ketersediaan Pangan Keluarga Miskin, Asupan
Proten, dan Zink dengan Pertumbuhan Anak Umur 12-24 Bulan Pada Siklus 1000 Hari
Pertama Kehidupan. Jurnal MGMI. Vol 9(2) : 99-112.
Bachtiar H. Faktor Determinan Kejadian Gondok di Daerah Pantai Jawa Timur. Bagian lmu
Kesehatan Masyarakat FK Unand. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Maret September2009,
vol 03, No.2.
Badan Pusat Statistik. 2017. Statistik Kesejahteraan Rakyat Tahun 2017. Jakarta.
Biesalski, HK dan Erhardt, JG. 2007. Vitamin A in Nutritional Anemia. In Kraemer, K and
Zimmermann, M.B Nutritional Anemia. Basel, Switzerland. Sight and Life Press.
www.sightandlife.org. Diakses 13 September 2011
Bella,febriani dwi, dkk. 2019. Pola Asuh Positive Deviance dan Kejadian Stunting Balita di
Kota Palembang. Jurnal Kesehatan Vokasional. Vol 4 (4). Palembang: FKM Univeristas
Sriwijaya.
Briawan, Dodik. 2012. Anemia: Masalah Gizi Pada Remaja Wanita. Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Departemen Kesehatan RI. 2008. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. Jakarta.
Fatimah, Sari.2008. Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terhadap Status Gizi Pada Balita Di
Kecamatan Ciawi Kabupaten Tasikmalaya.
Isa M, Soedjadi K, dan Hari B. 2005. Faktor Sanitasi Lingkungan Yang Berperan Terhadap
Prevalensi Penyakit Skabies (studi Pada Santri di Pondok Pesantren Kabupaten
Lamongan). Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol 2 (1): 11-18. Surabaya: FKM Universitas
Air Langga.
Kementerian Kesehatan RI .2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Situasi Balita Pendek. Jakarta : Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2016. INFODATIN Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI Situasi Balita Pendek. Jakarta Selatan
Kristiyanasari, Weni. 2010.Gizi Ibu Hamil. Nuha Medika: Yogyakarta
Lissauer, Avroy. 2013. Selayang neonatologi edisi kedua. Jakarta : indeks 150-156
Manuaba, Ida Bagus. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC
Marimbi, Hanum. 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi Dasar pada
Masrin, dkk. 2014. Ketahanan pangan rumah tangga berhubungan dengan stunting pada anak
usia 6-23 bulan. Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia. Vol 2(3) : 103-115.
Mugianti, Sri., dkk. 2018. Faktor penyebab anak Stunting usia 25-60 bulan di Kecamatan
Sukorejo Kota Blitar. Jurnal Ners dan Kebidanan. Vol 5(3) : 268-278. Poltekkes
Kemenkes Malang.
Sartika, R.A. 2010. Analisis Pemanfaatan Program Pelayanan Kesehatan Status Gizi Balita.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 5, No. 2, Oktober 2010. Departemen Gizi
Kesehatan Masyarakat, FKM Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok. hal.76-83.
Shochib, Moh, Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Anak Mengembangkan Displin Diri,
Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010
Soetjiningsih, 2004. Buku Ajar: Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta:
Sagung Seto.
Supariasa IDN. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002.
Supariasa I DN, Bachyar B, dan Ibnu F. 2012. Penilaian Status Gizi. EGC : Jakarta
Rahim, F. 2014. Faktor Risiko Underweight Balita umur 7-59 bulan. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. Kesmas 9 (2) (2014), hal.115-121.
Zairinayati dan Rio Purnama. 2019. Hubungan Hygieni dan Sanitasi Lingkungan dengan
Kejadian Stunting Pada Balita. Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan. Vol 10(1).
Palembang : Stikes Muhammadiyah.